NASIONAL
Sudirman Said: Mencurigai Bangkitnya Kelas Menengah Sama Saja Menghujat Buah Kemerdekaan
Jakarta, FNN - Buntut pernyataan naïf dari pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi soal Capres yang hanya akan ada dua nama minus Anies Baswedan terus bergulir. Salah satu Tim Pemenangan Anies Baswedan, Sudirman Said menyampaikan rasa prihatin yang mendalam, ada seorang intelektual dari lembaga yang kredibel megeluarkan pandangan yang sempit. “Saya prihatin sekali, itu keluar dari seorang intelektual yang lembaganya adalah lembaga pemikir yang berbasis pengetahuan, etika, dan moral,” kata Sudirman dalam wawancara dengan wartawan senior FNN, Hersubeno Arief, Senin (29/05/2023) dalam kanal YouTube Hersubeno Point. Mantan Menteri ESDM era pertana Jokowi itu menegaskan bahwa CSIS adalah masuk dalam kelompok paling atas yang menikmati previled terlebih dulu. Mereka punya peran besar dalam menyiapkan Orde Baru. “Seharusnya beliau tidak berpikir pendek. Seharusnya Jusuf Wanandi belajar dari naik turunnya kekuasaan karena apa, dia sudah paham. Declining power itu terjadi ketika merka mengabaikan etika, moral, dan hanya mengurus keluarga dan kelompok saja,” paparnya. Sudirman heran, mengapa sosok seperti Jokowi yang melakukan segala cara membabi buta untuk melanggengkan kekuasaan, malah didukung, sementara SBY dan JK yang dengan sadar mengingatkan pentingnya demokrsi, malah dimusuhi. “Menurut saya ini masalah serius yang harus dibicarakan lebih luas kepada masyarakat,” paparnya. Sudirman berkisah tentang pertemuannya dulu dengan Nurcholish Madjid membicarakan menteri terdekat Soeharto yakni Moerdiono. “Saya teringat obrolan dengan Cak Nur tahun 1990 an. Dia mengutip obrolan Moerdiono dengan Soeharto. Pak Harto mengeluh dan bertanya pada Moerdiono, kok anak-anak yang disekolahkan, kok malah mengkritisi pemerintah. Jawaban Moerdiono bagus sekali. Pak Presiden, itu yang disebut dengan unintended consequences, konsekuensi yang tidak disengaja,” kata Sudirman menirukan ucapan Moerdiono. Orang-orang cerdas dan kritis itu, kata Sudirman adalah buah dari kemerdekaan yang lahir dengan sendirinya. Sudirman menegaskan bahwa bila orang seperti Anies dimusuhi, maka kita sedang menghujat buah dari kemerdekaan, buah dari memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, karena orang seperti Anies jumlahnya jutaan. “Dia generasi beruntng karena kakeknya orang terdidik. Tetapi orang seperti saya, dalam satu keluarga yang bisa masuk SMA, Perguruan Tinggi lalu bergaul dengan kalangan menengah atas, dan orang seperti saya jumlahnya jutaan,” paparnya. Jadi Indonesia ini, kata Sudirman sedang panen orang-orang yang tadinya dhuafa, buta huruf, miskin, lalu sekarang menjadi kelas menengah. “Kalau ada ketakutan terhadap Islam, maka itu salah besar karena di Indondesia mayorutas adalah umat Islam yang sedang naik kelas,” paparnya. Saat ini, kata Sudirman, kita tengah menghadapi kenyataan - yang mau tidak mau - sebagai buah dari kemerdekaan, buah dari pembangunn, buah dari Orde Baru dan sebagainya - dan memang mayoritas rakyat sedang menaiki kelasnya, baik dari sisi ekonomi maupun pendidikan. “Sederhana sekali contohnya, pergilah ke bandara-bandara di seluruh Indonesia, sepanjang tahun orang pergi umroh. Ini gejala middle class. Kalau ini dianggap sebagai ancaman, jelas itu keliru besar,” tegasnya. Dalam urusan politik, lanjut Sudirman orang seperti Anies menjadi harapan kelas menengah baru yang terdidik dan ingin berparisiapsi ingin memajukan bangsa dan negara. “Bila ada yang khawatir dengan kehadirsn sosok seperti Anies Baswedan, maka mereka sedang mengingkari buah kemerdekaan, mereka sedang menahan laju bahwa kemerdekaan melahiran kaum terdidik. Orang-orang seperti itu, tidak punya tempat di republik ini,” tegasnya. Mereka mengkhawatirkan terhadap hantu yang mereka ciptakan sendiri, yakni umat Islam. Sementara kritikus Faizal Assegaf menyebut manuver Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi sebagai salah satu ciri mafia politik. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Jusuf Wanandi sangat memalukan dan brutal. “Gosip politik murahan yang disemburkan Jusuf Wanandi (JW) sangat brutal dan memalukan,” ujar Faizal kepada Fajar.co.id, Sabtu (27/5/2023). Menurutnya sinisme CSIS karena frustasi melihat elektabilitas bakal capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan. “Ekspresi sinisme dedengkot CSIS tersebut lantaran frustasi menghadapi fenomena Anies yang makin masif jelang Pilpres 2024,” ucapnya. Lebih lanjut, Faizal Assegaf menilai sikap Jusuf Wanandi menggambarkan suasana di lingkaran istana. “Sikap demikian mewakili suasana kebathinan jejaring \'mafia politik\' di lingkaran Istana yang begitu tendensius dan panik. Tanpa disadari, semakin bernafsu menjegal, semakin solid dan luas dukungan rakyat pada Anies,” pungkasnya. (sws)
Analis Unas: Sistem Proporsional Tertutup Ideal untuk Indonesia
Jakarta, FNN - Analis politik dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional tertutup lebih ideal diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka. Semua pertimbangan, termasuk kondisi geografis, jumlah penduduk, kemajemukan suku bangsa maupun agama, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, menjadi dasar bagi para pendiri bangsa menerapkan sistem proporsional tertutup pada Pemilu pertama 1955. “Para pendiri bangsa sudah mempertimbangkan dari segala aspek, sistem proporsional tertutup dianggap paling pas untuk kondisi Indonesia,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Selamat Ginting kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/5). Selamat Ginting mengungkapkan hal itu terkait uji materiil UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan beredar ‘bocoran’ seperti dikemukakan Prof Dr Denny Indrayana yang menyebutkan MK akan mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Namun, menurutnya, apabila sistem pemilu diubah, jangan sampai dimanfaatkan oleh penumpang gelap untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024 yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Apalagi tahapan pelaksanaan Pemilu sudah berlangsung sejak awal 2022 lalu. Jika perubahan sistem Pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dilakukan untuk menunda Pemilu, maka akan menimbulkan instabilitas politik. “Jangan sampai ada penumpang gelap, karena ongkos politiknya sangat mahal. Belum lagi ada pertarungan di DPR antar-fraksi soal setuju atau tidak setuju perubahan sistem pemilu. Saya tidak dalam kapasitas mendukung partai tertentu atau fraksi tertentu, tapi mengacu kepada sejarah awal para pendiri bangsa menetapkan sistem pemilu 1955. Tentu saja ada pro dan kontra, namun ini pendapat akademis,” ungkap Ginting mengingatkan. Menurutnya, jika memang ternyata ada perubahan sistem Pemilu legislatif dari sistem proposional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup, masih bisa dilakukan saat ini, karena Pemilu akan dilakukan Februari 2024 mendatang. Masih ada waktu sekitar tujuh bulan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mempersiapkannya. “Mumpung belum ada Daftar Calon Tetap (DCT), saat ini masih Daftar Calon Sementara (DCS) sehingga masih ada waktu untuk mempersiapkannya,” kata Ginting. Ia mengingatkan masalah seperti ini, bukan baru pertama kali terjadi. Sebab pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun, empat bulan menjelang pelaksanaan Pemilu 2009, sistem Pemilu diubah hasil dari uji materiil di MK, dari sistem proporsional tertutup menjadi terbuka. “Saat itu tidak ada kekacauan politik. Mengapa sekarang SBY khawatir terjadi kekacauan politik? Nyatanya pada Pemilu 2009 era Presiden SBY tidak ada kekacauan politik,” ujar Ginting menanggapi kekhawatiran SBY yang disampaikan kepada wartawan. Seperti Amandemen Selamat Ginting menyamakan soal amandemen UUD 1945 yang dilaksanakan pada 2002. Sekarang masyarakat menyadari, ternyata banyak mudarat dari sejumlah amandemen UUD 1945 menjadi UUD aspal (asli tapi palsu) alias UUD 2002. Begitu juga dengan sistem pemilu proporsional terbuka, terakhir pada Pemilu 2019 menyebabkan hampir 900 orang petugas pemungutan suara (PPS) meninggal dunia. Menurutnya, fakta membuktikan Pemilu 1955 yang dilakukan dengan sistem proporsional tertutup justru menjadi pemilu paling demokratis dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Di situ ada etika, moral, serta agama yang diyakini penyelenggara pemilu, partai politik peserta pemilu, serta pemilih dalam menentukan partai politik sebagai institusi aspirasi politik masyarakat. “Pemilu 1955 dengan sistem proporsional tertutup bukan hanya ajang untuk kontestasi meraih kekuasaan melalui partai politik belaka. Lebih dari itu dibarengi dengan etika moral agama, sehingga menutup peluang untuk berlaku tidak jujur.,” kata kandidat doktor ilmu politik itu. Dikemukakan, pemilu itu alat pendidikan politik bagi masyarakat. Oleh karena itu mestinya calon-calon wakil rakyat adalah orang-orang terdidik, setidaknya lulusan perguruan tinggi. Sekaligus membuka peluang bagi para dosen, guru, peneliti yang tidak memiliki kemampuan finansial, bisa berkiprah menjadi wakil rakyat melalui sistem proporsional tertutup. “Jika menggunakan sistem proporsional terbuka, maka para cendekiawan akan kesulitan untuk bisa bersaing dengan pemilik modal, orang kaya, atau artis popular yang tidak memiliki kemampuan pendidikan tinggi, namun memiliki kemampuan ekonomi tinggi,” ujar Ginting yang lama berkiprah sebagai wartawan politik. Melalui sistem proporsional tertutup, lanjutnya, partai politik punya kewenangan untuk menempatkan orang-orang terdidik di urutan atas alias dapat nomor peci, bukan nomor sepatu. Jadi walau pun sistem proporsional tertutup, namun tetap ada urutan daftar tetap calon anggota DPR/DPRD. “Tapi elite partai politik jangan sembarangan bertindak seolah-olah sebagai raja menggantikan oligarki kapitalis yang menitipkan orang-orang tertentu seperti sistem proporsional terbuka,” ujar Ginting. Kesalahan Pemilu 2019 Mestinya, kata dia, elite negeri belajar dari kesalahan Pemilu 2019 lalu, sebagai salah satu Pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka dengan predikat terburuk dalam sejarah Pemilu Indonesia. Buktinya, hampir 900 orang PPS meninggal dunia. “Siapa yang bertanggung jawab atas kematian hampir 900 orang PPS? Betapa beratnya petugas pemungutan suara untuk menghitung perolehan suara dari masing-masing calon anggota parlemen DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Berapa banyak partai peserta Pemilu? Berapa banyak calon dari masing-masing partai politik? Berapa banyak daerah pemilihan? Belum lagi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dari 34 provinsi saat itu,” kata Ginting. Diungkapkan, jika Pemilu 2024 tetap dilakukan dengan sistem proporsional terbuka sekaligus secara serentak untuk memilih Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka kemungkinan korban petugas pemungutan suara akan semakin bertambah lagi bisa lebih dari 1.000 orang yang meninggal dunia. Sehingga Indonesia akan dicap sebagai negara paling buruk dalam penyelenggaraan Pemilu, karena banyaknya anggota PPS yang meninggal dunia. Menurutnya, sudah cukup uji coba pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama tiga kali pelaksanaan Pemilu (2009, 2014, 2019) dan kini saatnya dievaluasi. Ongkos politiknya terlalu mahal jika Pemilu serentak yang direncanakan pada 2024 dilaksanakan secara system proporsional terbuka. Diakuinya, memang ada penyimpangan saat Pemilu era Orde Baru dengan sistem proporsional tertutup, karena pemilunya sekadar kewajiban untuk menggugurkan seolah Pemilu berlangsung secara demokratis. Padahal hanya sebagai demokrasi bayangan. “Kita perbaiki saja dari Pemilu 1955 dan era Orde Baru, tetapi tetap menggunakan sistem proporsional tertutup dan bukan proporsional terbuka. Soal kedekatan dengan rakyat sebagai calon pemilih, menjadi kewajiban partai politik untuk dekat dengan rakyat, bukan hanya saat jelang Pemilu saja,” ungkapnya. Menekan Biaya Dengan sistem proporsional tertutup, lanjutnya, sekaligus bisa menekan biaya Pemilu menjadi lebih murah. Bukan para bohir atau pemilik modal yang mengendalikan pemilu. Partai politik menjadi satu-satunya pengendali dana kampanye. Sistem proporsional tertutup juga bisa menutup persaingan tidak sehat para calon anggota legislatif di dalam satu partai politik. “Walau dengan sistem proporsional tertutup, tapi bukan seperti membeli kucing dalam karung. Rakyat tetap bisa mengetahui siapa saja calon anggota legislatif dari partai-partai politik. Jadi ada adu gagasan serta platform partai politik. Rakyat memilih partai politik dan sekalian kecocokan dengan calon angtota parlemennya,” ungkap Ginting. Menurutnya, sama seperti pada Pemilu 1955 dan Pemilu era Orde Baru, serta Pemilu di awal Reformasi 1999 dan 2004. Para pemilih, hanya memilih atau menusuk tanda gambar partai politik untuk memilih anggota parlemen. Partai politik yang akan menentukan calon wakilnya yang akan duduk di DPR/DPRD. Dibuka secara transparan siapa saja dan urutan calon anggota legislatif dari partai politik. “Sehingga jika ada anggota partai yang tidak berkualitas atau melakukan penyimpangan, maka partai politik akan menanggung akibatnya. Kedaulatan partai sebagai instrumen demokrasi menjadi pertaruhan,” pungkas Ginting. (*)
Di Surabaya Gatot Nurmantyo Ingatkan Kekuatan Komunis Gaya Baru Terus Berproses
Jakarta, FNN – Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo tak bosan-bosannya mengingatkan bahaya komunisme di Indonesia yang kini telah bermetamorfosa menjadi Komunis Gaya Baru yang cara menyusupnya halus dan massif. Hal ini disampaikan Gatot saat menjadi keynote speaker dalam diskusi bertajuk “Forum Akademisi Membedah Persoalan Bangsa dan Negara Terkini,” yang dilakukan oleh Forum Tanah Air (FTA) bekerja sama dengan Forum News Network pada Sabtu, 27 Mei 2023 di Hotel Papilio, Surabaya. Diskusi yang juga dilakukan secara streaming dalam kanal Forum News Network tersebut menghadirkan pembicara antara lain Jend. TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo, Prof. Daniel M Rosyid, Prof. Refly Harun, Dr. Anton Permana, Prof. Aminudin Kasdi dengan moderator wartawan senior FNN, Hersubeno Arief serta dihadiri oleh tokoh-tokoh pergerakan di Surabaya. Dalam pembuka acara Doni, Ketua FTA menyebut bahwa sejak zaman dahulu dari Surabaya inilah lahir aktivis pergerakan. FTA merupakan wadah diskusi para diaspora Indonesia yang tersebar di 5 Benua, dan berpusat di Amerika Serikat menghasilkan pemikiran dan kajian tentang Indonesia. Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa apa yang terjadi di Indonesia sejak dari zaman kerajaan sampai saat ini tidak terlepas dari kondisi global. “Kalau kota Hiroshima dan Nagasaki Jepang tidak dibom Amerika, belum tentu pada 17 Agustus 1945 rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, ini fakta. Lalu berkembang sampai pada Pemberontakan PKI, reformasi sama juga ada pengaruh global adanya perang dingin Timur dan Barat,” paparnya. Sekarang ini kata Gatot, lebih ketat lagi karena permasalahannya bahwa daya tampung bumi ini berdasarkan penelitian para ahli di duina - maksimal 3-4 miliar - sementara sekarang ini sudah 8 miliar. Pada saat 7 miliar, berdasar hasil penelitian setiap hari ada 45.000 anak meninggal dunia, satu tahun 15 juta anak meninggal dunia. “Kalau orang-orang tua meninggal dunia itu sudah wajar, tetapi kalau anak-anak yang meninggal dunia, ini tidak wajar, karena ksehatan, kurang gizi dan berbagai penyakit. Sebabnya pada tahun 1800-an, bahwa pertumbuhan penduduk seperti deret ukur dan ketersediaan pangan seperti deret hitung. Sekarang terbukti jumlah penduduk meningkat cepat sekali, November 2023 kemarin 8 miliar,”tegasnya. Gatot memaparkan akar semua permaslahan saat ini bahwa manusia hidup perlu minyak, maka perang disebabkan oleh perebutan minyak, di mana pada 10 Maret 2014, ia pernah mengingatkannya. “Setelah sekian tahun terbukti Ukraina perang minyak. Lalu lahirlah peak oil theory, di mana waktu itu saya sampaikan kalau mau belanja cukup dari rumah kemudian buka laptop pilih barang yang mau kita beli, langsung dibeli. Ternyata sekarang lebih luas lagi, ada Gofood, Gojek dan segala macam, itu dampak dari peak oil theory,” tegasnya. “Saya sudah pernah mengingatkan bahwa perang yang tadinya di Arab spring akan berubah ke arah equator yang tadinya berebut minyak menjadi rebutan energi, pangan dan air atau ekonomi. Apa yang saya katakan ini, pada tahun 2018 Menteri Pertahanan Amerika Serikat mengatakan Amerika akan mengalihkan perhatiannya ke Indo Pacifik, dan ternyata yang diperebutkan Laut Cina Selatan,” paparnya. Gatot mengingatkan bahwa Indonesia akan menjadi objek perebutan energi dan pangan. Berdasarkan penelitian, tidak ada negara di wilayah ini yang mempunya akumulasi kelengkapan dan banyaknya seperti Indonesia. “Jadi, kita sudah diingatkan oleh sejarah bahwa bukan hanya VOC, bahkan sampai dengan Khubilai Khan pun akan berusaha untuk menguasai Indonesia. Satu-satunya kerajaan yang tidak mau tunduk pada Khubilai Khan ya kerajaan di Nusantara ini,” tegasnya. “Perkembangan sekarang ini sangat mengerikan karena sudah dua kali dari jumlah bayi tabung, maka pada Oktober 2017 di dalam konferensi dokter-dokter dunia di Istana Negara, saya diberi kesempatan untuk pidato, saya hanya mengingatkan sekarang ini kita harus waspada terhadap perang biologi yang akan berdampak epidemic dan ternyata dua tahun kemudian Covid datang,” paparnya. Ketika vaksin muncul, Gatot sudah menduga bahwa itu tidak mungkin vaksin. Logika berpikirnya bahwa vaksin itu harus dibuat dari virus yang sudah dilemahkan. Setelah dilemahkan diujicoba ke binatang, dari binatang baru ke manusia. “Di dunia ini hanya ada 4 negara yang punya laboratorium vaksin. Ternyata hasilanya hari ini berdasarkan peneliti internasional dan juga Indonesia sendiri bahwa vaksin ini berdampak pada reproduksi. Inilah permainan elit global yang untuk mencegah perttumbuha penduduk. Ini yang saya katakan bahwa kondisi global berpengaruh di sini,” tegasnya. Gatot mengingtkan bahwa saat perang dingin selesai, seolah-olah sudah tidak ada lagi Blok Timur, begitu Rusia pecah, tetapi ternyata pelan-pelan bangkit kembai. “Mereka punya konsep Gerakan Komunis Gaya Baru. Mereka menggunakan beberapa sistem perang, yaitu asimetric war gerakan clandestin dengan menggalang kekuatan perlawanan rakyat, menyebar fitnah, membangun opini, melemparkan isu-isu sentimental, memprovokasi kekuatan sipil society mengatasnakamakan kebenaran, keadilam, kesejahteraan untuk msyarakat agar membenci pemerintah khususnya Soeharto,” paparnya. Secara masif mereka menstigma bahwa Soeharto otoriter, antidemokrasi, militeristik, bertangan besi, antiIslam, anak manis Amerika, kapitalis, antikebebasan dan KKN. Secara massif pula mereka mengolah peristiswa Malari, Marsinah, Tanjung Priok, DOM Aceh, pelanggaran HAM (hasil asymetric war) reformasi dan jatuhnya pemerintah Orba. Mereka berhasil membuat stigma bahwa Soeharto musuh utama PKI. Yang kedua kata Gatot adalah proxy war dengan cara membangun kekuatan sosial politik dengan menyusupkan para kader, agen anak-anak PKI ke dalam berbagai strata instansi, kementerian, partai, ormas agama, organisasi pemuda, LSM, dan institusi negara untuk menggalang kekuatan politik dan rakyat serta mengendalikan pemerintahan. Hasilnya terjadinya amandemen UUD 1945 dan lahirnya UU pesanan (crossing yuridis). Bahkan sekarang kata Gatot, Mahkamah Konstitusi lebih tinggi dari semua UU yang ada. “Saya pernah bilang, kalau gitu tidak usah bikin undang-undang lagi ke DPR, langsung saja ke Mahkamah Konstitusi,”katanya. Untuk membukttikan analisis Gatot, ia mengajak untuk mengingat proses yang sekarang dikerakan MK. “Kita lihat saja nanti apakah Judicial Review yang dilaukan PSI soal usia capres dikabulkan atau tidak. Sekarang sudah terjadi masa jabatan pimpinan KPK bisa diubah. Jadi semau-maunya saja. Ini semua keberhasilan proxy war,” katanya. Setelah semua siap, kata Gatot, tahapan berikutnya adalah memasuki soft revolusioner melalui Neo Cortex War, yakni operasi strategi kontradiksi yang meliputi antara lain: Pertama menjadikan agama mayoritas penduduk Indonesia (Islam) menjadi musuh negara yang harus dihabisi. Framing negative radikal, intoleran, terorisme terhadap Islam sebagai kelompok mayoritas, menggunakan instrumen kekuasaan memecah belah sesama umat Islam. Mereka gunakan pernyataan tokoh berpengaruh untuk mewujudkan pecah belah itu dengan mengatakan “agama adalah musuh Pancasila” seperti yang disampaikan Prof. Yudian Wahyudi atau agama adalah candu oleh Mao Tse Tung, stigmaisasi agama sebagai ancaman negara untuk menjauhkan negara dari pengaruh agama. Kedua menjadikan institusi pertahanan dan keamanan (TNI dan Polri) warga kelas bawah dengan tuduhan pelanggaran HAM berat/pembunuh rakyat sehingga dimusihi oleh rakyat dan dunia internasional. Ketiga, UU TNI direvisi atas pelanggaran HAM tahun 1965 dengan target TNI masuk barakdan Komando Teritorial (Babinsa,Koramil, Korem, dan Kodam) dihapuskan. UU pidana TNI diubah menjadi UU Pidana Umum. Keempat, menjadikan polisi garda utama alat negara mirip gaya kepemimpinn Stalin, Hitler, dan Mao Tse Tung. Kelima, menggunakan Teori Guna Tolol atau memanfaatkan tangan orang lain (institusi) yang oportunis sebagai ujung tombak. Keenam, persiapkan alibi penundaan Pemilu atau perpanjangan periode jabatan presiden atau menang Pilpres 2024. Ketujuh, memastikan estafet kekuasaan tetap status quo. Kedelapan, mengejar target UU HIP dan UU BPIP. Kesembilan, memposisikan presiden sebaga Panglima Tertinggi. Kesepuluh, terbitnya Inpres Nomor 2 tahun 2023, di mana masyaraat akan berduyun-duyun menjadi PKI untuk menjadi warga yang semua kebutuhan hidupnya ditanggung negara (bangsawan). Kesebelas, mencabut Tap MPRS No 25 tahun 1966 dan UU No. 27 tahun 1999. Keduabelas, PKI kembali eksis dan legal. Ketigabelas, realisasi partai tunggal di DPR-RI. Strategi ini, kata Gatot, hari ini sebagian sudah kita rasakan semuanya dan akan terus berproses. (sws)
Peringati 25 Tahun Reformasi Mahasiswa Jabar-Banten Ancam Kerahkan Massa Lebih Banyak
Jakarta, FNN - Aliansi Mahasiswa Jawa Barat – Banten melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI Senayan Jakarta, Ahad (21/05/2023). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap reformasi yang gagal membawa perubahan bagi Indonesia untuk menjadi lebih baik. \"Kami, mahasiswa Jawa Barat -Banten menilai bahwa cita-cita reformasi untuk memberantas korupsi dan pengkonsolidasian demokrasi yang substansial, tidak diwujudkan dengan sungguh-sungguh. Hal ini terbukti dari kohabitasi antara konglomerasi dan politisi di era Orde Baru yang masih bertahan dalam kekuasaan hingga hari ini, pemilu yang sarat politik klientelisme, kegagalan partai politik menjalankan fungsinya di tengah masyarakat hingga upaya-upaya pelemahan terhadap civil society,\" kata Bisma Ridho Pambudi, salah satu peserta aksi dalam orasinya. Bisma menegaskan bahwa permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan banyaknya pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi, mulai dari level daerah hingga tingkat pusat. Selain itu juga menghasilkan produk-produk kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. \"Produk-produk kebijakan seperti UU KPK, UU Minerba, UU Ibukota Negara, UU Cipta Kerja, UU KUHP, wacana penundaaan Pemilu dan masih banyak lainnya yang mendapatkan penolakan keras dari banyak masyarakat, tetapi tetap disahkan,\" kata mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut. Bagian paling penting reformasi kata Bisma gagal melahirkan civil society yang mapan. \"Berbagai upaya dilakukan oleh penguasa untuk melemahkan civil society, baik yang dilakukan secara langsung dengan kriminalisasi terhadap kaum kritis, hingga yang dilakukan secara tidak langsung dengan menghadirkan influencer yang menyesatkan publik, membelah masyarakat dengan membentuk buzzer dan mengkoptasi kampus sehingga dengan mudah mendapatkan legitimasi dari kaum intelektual,\" papar Bisma. Permasalahan-permasalahan yang muncul karena kegagalan reformasi tersebut lantas mendorong para mahasiswa Jawa Barat -Banten yang berasal dari berbagai kampus dari Jawa Barat dan Banten meliputi ITB, Politeknik Negeri Bandung, FISIP Universitas Pasundan Bandung Universitas Nurtanio Bandung, STHB Bandung, Poltekessos Bandung, Universitas Siliwangi, UGJ Cirebon, UI Depok, dan Yuppentek Tangerang untuk berkonsolidasi dan bergerak bersama supaya cita-cita reformasi benar-benar dapat diwujudkan. Kami juga menuntut penguasa seperti Presiden, DPR hingga pemerintah daerah untuk tunduk pada konstitusi, sehingga wacana-wacana yang bertentangan dengan semangat reformasi seperti penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden hingga agenda tiga periode tidak terjadi. \"Kami mahasiswa Jawa Barat – Banten bersumpah demi Tuhan, Bangsa dan Almamater, akan melawan segala bentuk upaya penguasa yang tidak sejalan dengan konstitusi, cita-cita reformasi, dan nilai-nilai demokrasi. Jika protes kami tidak didengar, maka kami akan terus berkonsolidasi dan bergerak dalam jumlah dan skala wilayah yang lebih besar,\" tegas Bisma disambut pekik hidup mahasiswa, hidup mahasiswa. Adapun tuntutan aksi tersebut dirumuskan oleh perwakilan dari berbagai kampus di Jawa Barat - Banten antara lain: Bisma Ridho Pambudi ITB Bandung, Rachmat Fadhillah Unsil Tasikmalaya, Agia Adha Yuppentek Tengerang, Anggito MP UGJ, Cirebon, dan Akbar Taufik Ramadhan Hasibuan, UI Depok, (sof).
Rekonsiliasi Warga Sampang Memerlukan Kerja Sama Semua Pihak
Jakarta, FNN - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad mengatakan proses rekonsiliasi warga Sampang, Jawa Timur, sebagai korban konflik keagamaan memerlukan kerja sama dari semua pihak.\"Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kerja sama semua pihak; sehingga warga Sampang yang terlibat konflik itu mau berkomunikasi sampai akhirnya mereka mau menjemput saudaranya sendiri yang dulu pernah dimusuhi,\" kata Rumadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.Rumadi mengatakan hal itu berkaitan dengan penjemputan kembali 265 jiwa dari 62 kepala keluarga (KK) warga Sampang selaku penyintas korban konflik keagamaan di pengungsian Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (4/5).Dia mengatakan penjemputan kembali penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan itu merupakan wujud komitmen Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan penyelesaian konflik sosial keagamaan masa lalu.Menurut Rumadi, penjemputan secara bertahap terhadap penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan menunjukkan pemerintah terus bekerja melakukan rekonsiliasi dan cipta kondisi, agar warga Sampang yang sudah 12 tahun di pengungsian bisa pulang ke kampung halamannya.\"Proses rekonsiliasi warga Sampang yang pernah terlibat konflik keagamaan, sehingga terjadi pengusiran, bukan hal yang mudah,\" tambahnya.Rumadi mengapresiasi semua pihak, baik dari unsur masyarakat, kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, serta pemerintah daerah yang berani mengambil prakarsa dan terobosan sehingga tumbuh saling percaya di antara warga yang dulu terlibat konflik.\"Tanpa prakarsa untuk menumbuhkan sikap saling percaya, proses rekonsiliasi tidak pernah terjadi,\" katanya.Dia berharap peristiwa konflik Sampang menjadi pelajaran bagi seluruh komponen bangsa agar semakin dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. Sebab, lanjutnya, jika konflik pecah menjadi kekerasan, maka perlu lama untuk menyembuhkan luka sosial yang muncul.\"Keanekaragaman bangsa Indonesia harus kita jaga. Toleransi harus terus menerus kita tumbuhkan,\" ujar Rumadi.Sebagai informasi, penjemputan warga Sampang korban konflik keagamaan telah dilakukan pada tahap kedua. Sebelumnya, penjemputan pertama penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan dilakukan pada 29 April 2022 terhadap sebanyak 53 jiwa dari 14 KK.Dengan penjemputan tahap kedua tersebut, warga Sampang yang masih tinggal di pengungsian Jemundo tersisa 25 jiwa dari lima KK.(ida/ANTARA)
Ketua DPD RI: Aturan Perpanjangan Cuti Lebaran Bikin Mumet
JAKARTA, FNN - Pemerintah mengumumkan cuti bersama Lebaran mulai tanggal 19 April hingga 25 April dan hari selanjutnya sudah masuk kerja. Tetapi kemudian Presiden Jokowi menganjurkan agar pemudik menunda kepulangannya ke kota hingga tanggal 30 April, untuk mengatasi tingginya arus balik pasca libur lebaran. Adanya ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan sehingga membuat masyarakat bingung dalam mengambil tindakan. Demikian dikatakan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. \"Padahal penanganan arus mudik dan balik ini sudah setiap tahun, namun pemerintah seperti gagap dalam membuat peraturan dan ansopasi problematika yang muncul secara tiba-tiba,\" ujar LaNyalla, Selasa (25/4/2023). Dalam pandangan Senator asal Jawa Timur itu justru Presiden seperti bekerja sendiri menangani berbagai macam hal. Sementara para pembantunya tidak nampak perannya, sehingga semua hal terpusat pada presiden. Menurut LaNyalla, sistem kerja seperti itu memberi dampak yang kurang baik terhadap tata kelola pemerintahan. \"Para menteri di penghujung tahun politik semestinya menunjukkan kinerja terbaik agar pemerintahan berjalan dengan semestinya,\" ucap dia. Sebelumnya, Presiden Jokowi mengajak ASN, pegawai BUMN, TNI, Polri hingga pegawai swasta memundurkan jadwal kembali setelah mudik Lebaran 2023. Tujuannya untuk memecah penumpukan yang terjadi pada puncak arus balik tanggal 24 dan 25 April 2023.(*)
Soal Larangan Jilbab, Aspek Indonesia Desak Direksi PT Sarinah Mundur
Jakarta, FNN - ASOSIASI Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia untuk menurunkan Tim Pengawasan, terkait informasi adanya larangan kepada pekerja di PT Sarinah untuk menggunakan jilbab di lingkungan kerja. Tim Pengawasan Kementerian Ketenagakerjaan perlu segera turun untuk memperjelas dan bahkan memberikan sanksi kepada Direksi PT Sarinah jika benar ada larangan penggunaan jilbab di PT Sarinah. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (18/04). Mirah Sumirat menegaskan, desakan ASPEK Indonesia kepada Kementerian Ketenagakerjaan adalah untuk memperjelas kasus ini, karena sudah ada klarifikasi dari Direksi PT Sarinah yang menyatakan tidak adanya larangan jilbab di PT Sarinah. Namun di sisi lain, aduan dan laporan dari karyawan PT Sarinah, kepada anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade, yang mengaku dilarang menggunakan hijab saat bekerja, juga tidak bisa dianggap remeh. Karena informasi itu disampaikan terbuka oleh anggota DPR dalam rapat kerja dengan Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo. Mirah Sumirat menduga, aduan dan laporan dari karyawan PT Sarinah adalah benar adanya. Berdasarkan pengalaman kami, masih banyak pekerja di perusahaan yang tidak berani menolak perintah manajemen dengan dalih pemberlakuan peraturan perusahaan, dan pekerja tidak berani bicara ataupun melaporkan kasusnya. Maka, ketika pengaduan dan laporannya masuk ke DPR, harus diusut tuntas oleh Kementerian Ketenagakerjaan bersama dengan Kementerian BUMN, tegas Mirah Sumirat. Mirah Sumirat juga menuntut Direksi PT Sarinah untuk mundur jika terbukti melarang pekerja menggunakan jilbab saat bekerja. PT Sarinah wajib menjamin kebebasan pekerjanya dalam menjalankan ibadah agamanya masing-masing, termasuk tidak melarang penggunaan jilbab selama bekerja. Tuntutan mundur kepada Direksi PT Sarinah karena dianggap tidak profesional dalam menjalankan PT Sarinah sebagai BUMN yang seharusnya menerapkan budaya AKHLAK sebagaimana digaungkan oleh Kementerian BUMN. Beberapa nilai AKHLAK yang wajib diterapkan di BUMN, antara lain, berpegang teguh pada nilai moral dan etika. Menghargai setiap orang apa pun latar belakangnya. Serta membangun lingkungan kerja yang kondusif, pungkas Mirah Sumirat. (*)
Yusril: Kita Kehilangan Ide Dasar Bernegara yang Asli Indonesia
Pangkal Pinang FNN - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Prof Dr Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa perubahan kedudukan MPR akibat amandemen UUD 45 telah menyebabkan bangsa ini kehilangan idea dasar bernegara yang digali para pendiri bangsa dari tradisi asli masyarakat suku yang bersumber Adat dan ajaran Islam. Hal itu dinyatakan Yusril dalam Orasi Ilmiahnya pada peringatakan Dies Natalis ke 17 Universitas Bangka Belitung (UBB) di Pulau Bangka, Rabu, 12 April 2023. Yusril yang juga anggota Dewan Pembina UBB itu mengatakan perubahan status MPR yang semula merupakan \"penjelmaan seluruh rakyat Indonesia\" dan \"lembaga tertinggi negara\" yang melaksanakan kedaulatan rakyat menjadi lembaga tinggi negara biasa telah menyebabkan bangsa ini kehilangan identitas sebagai bangsa yang mandiri dalam merumuskan konsep bernegaranya. Sebuah negara, semestinya digagas berdasar idea dasar bernegara yang digali dari khazanah pemikiran bangsanya sendiri, bukan mencopy idea dasar dari bangsa-bangsa lain. Dengan demikian, pelaksanaan dan perkembangan negara itu akan sejalan dengan pemikiran dan perasaan rakyatnya sendiri. Rakyat akan merasakan bahwa mereka tinggal di rumahnya sendiri, yang sejalan dengan cita, pemikiran dan perasaannya. Republik Desa dan Republik Indonesia Yusril mengutip pandangan Prof Soepomo bahwa konsep bernegara RI yang menempatkan MPR sebagai lembaga yang supreme, berasal dari praktik penyelenggaraan kehidupan masyarakat desa. Kekuasaan tertinggi di desa terletak pada lembaga musyawarah desa. Rapat musyawarah desa itu dihadiri oleh orang-orang terpandang dan tokoh-tokoh yang ada dalam masayarakat desa itu. Orang-orang terpandang di desa itulah yang bermusyawarat memutuskan segala hal yang menyangkut desa itu dengan cara mufakat. Ini menggambarkan bahwa sejatinya kita tidak melaksanakan demokrasi secara langsung sebagaimana tercermin dalam sila ke 4 Pancasila, yakni kerakyatqn yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kini rakyat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung tanpa melalui musyawarah MPR lagi. Kedudukan MPR sekarang menurut Yusril, sudah tidak sejalan dengan sila kerakyatan sebagaimana disebutkan dalam sila ke 4 Pancasila. Kedudukannya tidak lagi mencerminkan idea dasar bernegara yang asli Indonesia. MPR yang asli terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah-daerah dan golongan-golongan, sehingga semua unsur bangsa tercermin dalam lembaga itu. Kini utusan daerah dan golongan dihapuskan. MPR terdiri atas DPR dan DPD yang semuanya dipilih melalui Pemilu. Ketetapan MPR Amandenen UUD 45 juga menghapuskan kewenangan MPR dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden serta menyusun GBHN. GBHN sekarang yang sejatinya adalah buatan rakyat, sekarang digantikan dengan program kerja Presiden yang dulu dijadikan bahan kampanye dalam Pilpres. Sebagai konsekuensi dari perubahan kedudukan MPR menjadi lembaga negara biasa, MPR juga dianggap tidak berwenang lagi membuat Ketetapan-Ketetapan yang merupakan produk hukum di bawah UUD dan di atas undang-undang. Padahal di masa yang lalu, menurut Yusril, Ketetapan-Ketetapan MPR itu terbukti mampu mengatasi kelemahan UUD dan mengatasi krisis konstitusional yang terjadi. Dia memberi contoh, bagaimana MPRS dapat mengangkat Pejabat Presiden, ketika Presiden Sukarno diberhentikan pada tahun 1967. Ketetapan MPR pula yang dijadikan dasar keabsahan berhentinya Presiden Suharto dan digantikan BJ Habibie. UUD 45 pasca amandemen telah mengatur bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden tiap lima tahun sekali. Bagaimanq jika Pemilu tidak dapat dilaksanakan tepat waktu karena adanya bencana alam yang luar biasa, peperangan atau pemberontakan, merebaknya pandemi serta krisis ekonomi sehingga tidak ada dana untuk menyelenggaran Pemilu? Yusril berpendapat, MPRlah semestinya yang dapat menunda Pemilu berdasarkan alasan-alasan di atas dan melakukan perpanjangan jabatan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPRD, DPD dan MPR serta menteri kabinet sampai jangka waktu tertentu. Namun semua itu hanya dapat dilakukan MPR, jika lembaga itu berwenang menerbitkan Ketetapan-Ketetapan yang bersifat pengaturan (regeling). Keberadaan Ketetapan MPR sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang berada di antara undang-undang dasar dengan undang-undang dalam hirarki hukum kita telah disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Namun keberadaannya dibatasi oleh penjelasan pasal itu, hanya pada Ketetapan-Ketetapan MPR sebagaimana disebutkan dalam TAP MPR No I/MPR/2003 saja. Penjelasan itu, menurut Yusril harus dihapuskan. Dengan demikian, MPR akan menguat kembali kedudukannya dengan kewenangan membuat Ketetapan-Ketetapan yang bersifat pengaturan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis konstitusional di negara kita ini.***
Presiden Jokowi Mimpi Membangun Surga Pencucian Uang Kotor?
Oleh Haris Rusly Moti KITA lalu berusaha meniru-niru China. Meniru gaya China membangun infrastruktur di negerinya. Kita juga mengubah negeri kita menjadi \"investor haven island\". Negeri surga bagi para investor. Seluruh “barrier” yang menangkal segala bentuk pengaruh dan intervensi yang datang dari luar negara kita, ditiadakan. Persis kebijakan opendeur politiek atau \"kebijakan pintu terbuka\" yang pernah dibuat oleh kolonialisme Belanda di tanah nusantara tahun 1905 dulu. Kita terinspirasi dengan \"tax haven island\". Pulau surga bagi pengemplang pajak dan koruptor perampok uang negara. Kita ingin menjadikan negeri kita ini \"suaka\" bagi para investor nakal. Presiden Jokowi bermimpi menyulap negeri kita jadi \"suaka\" uang kotor. Kita menghendaki negeri kita dibuat tanpa tirai, dan tanpa barrier. Padahal di China, sebelum pembangunan infrastruktur dan industrialisasi dilancarkan, terlebih dahulu mereka memperkuat barrier atau tirai negaranya. Kini China tak semata dikenal sebagai negeri tirai bambu. China telah disulap menjadi “negeri tirai baja\", “negeri tirai beton\" hingga “negeri tirai digital\". Dengan revolusi kedaulatan digital di tangannya, bahkan di era yang terbuka dan telanjang saat ini, China tidak gampang untuk diintip oleh tetangganya. Google, Twitter hingga Facebook tak diperkenankan beroperasi di negeri itu. Bahkan di China seluruh pembangunan direncanakan, digerakan dan dikendalikan langsung oleh negara. Sedangkan di Indonesia seluruh pembangunan diduga kuat direncanaka dan digerakan oleh para taipan. Ada juga para saudagar dalam negeri, swasta nasional yang bertamengkan BUMN, serta investor asing. Kita lalu berharapa uang gelap (back office), seperti uang kejahatan korupsi yang diparkir di luar, uang hasil pengemplangan pajak, hingga uang yang dihasilkan dari judi, narkoba dan pelacuran, yang berputar di luar sana dapat masuk ke dalam negeri kita. Untuk dicuci dalam sejumlah paket investasi yang kita tawarkan, seperti projek infrastruktur, destinasi wisata hingga pembangunan properti. Sejumlah landasan untuk landing atau pendaratan uang-uang back office, uang kotor kuasa kegelapan itu dipersiapkan dengan rapi. Pertama, projek reklamasi pantai Jakarta dan sejumlah tempat lainnya, seperti di pantai Benoa, Bali. Kedua, pembangunan kawasan properti di Meikarta dan sejumlah tempat lainnya. Ketiga, pembangunan kawasan ekonomi khusus seperti pulau Morotai dan lainnya. Keempat, pembangunan kawasan destinasi wisata di Toba dan sejenisnya di tempat lainnya. Upaya terakhir adalah melalui mimpi raksasa perpindahan Ibu Kota Nasional dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Sejumlah perangkat kebijakan atau regulasi dipersiapkan dengan rapi. Tujuannya untuk mewujudkan mimpi “investor haven island”. Surga telah disiapkan untuk menampung uang-uang kotor tersebut. Pertama, kebijakan tax amnesty. Sebuah projek yang diduga untuk pengampunan terhadap kejahatan korupsi (pidana BLBI diruwat dan diampuni menjadi perdata). Begitu juga dengan pengemplangan pajak, hingga pemutihan terhadap kekayaan yang dihasilkan dari kejahatan transnasional, seperti narkoba, judi hingga pelacuran. Kita berharap, kebijakan tax amnesty itu ditumpangi oleh sejumlah kepentingan investor global untuk mendaratkan uangnya ke dalam berbagai skema investasi di negeri kita. Kenyataannya, mereka justru kuatir menjadi sasaran pemerasan para pejabat kita. Penyebabnya adalah akibat tidak adanya kapasitas sistem negara dan lemahnya kepastian hukum di negeri kita. Kedua, belasan paket kebijakan ekonomi dikeluarkan oleh pemerintah. Tercatat sekitar 16 paket kebijakan sudah dikeluarkan. Tujuan dari paket kebijakan itu untuk menyulap Indonesia menjadi negeri yang menjadi surga para investor. Surga uang kotor untuk membiayai pembangunan Indonesia. Namun lagi-lagi gagal semua recana tersebut. Diantara paket kebijakan yang meniadakan barrier itu adalah: (1), liberalisasi di sektor imigrasi yang memudahkan kuli asing untuk bekerja di negeri kita. (2), kemudahan warga negara asing untuk memiliki properti di negeri kita. (3), kebijakan bebas visa untuk 169 negara,yang katanya untuk tujuan wisata. Walaupun dalam kenyataannya kunjungan wisata di negeri kita malah anjlok. (4), pemangkasan sejumlah izin usaha, diantaranya terkait izin tentang AMDAL. Hampir seluruh kebijakan yang meniadakan tirai negara kita itu nyaris tidak menggoda para investor untuk mendaratkan uangnya di Indonesia. Sejumlah paket kebijakan yang ditawarkan sebagai bumbu penyedap oleh pemerintah, dianggap angin lalu saja oleh investor. Pejabat dianggap lebih berperan sebagai tukang peras investor. Masalahnya karena tidak dimulai dengan menata dan membangun kapasitas bernegara. Akibatnya dikuatirkan tidak terjadi kesinambungan di dalam pembangunan. Masalah yang lainnya adalah tidak adanya kepastian hukum dan tidak da lagi kepercayaan terhadap pemerintah yang berkuasa. Dengan adanya masalah hukum yang melilit Meikarta dan bosnya James Riady, dipastikan akan turut mengubur mimpi indah untuk menyulap Indonesia menjadi surga bagi para investor. Bisa dibayangkan orang hebat seperti James Riady dan Aguan saja tidak mampu menjamin dan melindungi projeknya dari tindakan penegak hukum. Padahal mereka selama ini dikenal sebagai \"shadow goverment\". Pemerintahan bayangan, yang mengatur regulasi hingga arah dari setiap pemerintah yang berkuasa. Sayonara Meikarta, sayonara James Riady, sayonara surga uang kotor..!! ••• Haris Rusly Moti adalah Eksponen Gerakan Reformasi Mahasiswa ‘98 dan Pemrakarsa Intelligence Finance Community (INFINITY).
Rekomendasi TPP-HAM Dinilai Bias, dan Picu Ketegangan Baru
JAKARTA, FNN - Rekomendasi TPP-HAM yang berkaitan dengan penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu dinilai bias bagi pelaku dan korban. Utamanya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1965-1966, yaitu upaya kudeta terhadap kepemimpinan yang sah oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Penilaian tersebut dilontarkan pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy dan akademisi FISIP UI, Dr Mulyadi, dalam Rapat Gabungan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI, di Ruang Majapahit Gedung B DPD RI, Senin (10/4/2023). Kegiatan ini membahas Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat. Dalam paparannya, Dr Mulyadi menjelaskan, peristiwa kudeta yang menelan korban cukup banyak itu sangat kental dengan kekerasan politik. Sejak peristiwa itu pecah, meski TNI bergerak menyelamatkan negara ini dari upaya kudeta usai penculikan dan pembunuhan jenderal-jenderal berpengaruh, namun faktanya PKI tetap memposisikan diri sebagai korban dari peristiwa berdarah tersebut. \"Siapa korban dan siapa pelaku? Semua mengaku sebagai korban,\" kata Dr Mulyadi. Mulyadi memaparkan, dalam sejarahnya, gerakan komunisme di dunia, termasuk di Indonesia, selalu diwarnai dengan pertumpahan darah. Sebab, komunisme menghalalkan upaya kudeta negara demi upaya memuluskan bentuk pemerintahan ideal menurut teori komunisme. \"Tiada komunisme tanpa darah dan dendam. Dalam sistem komunisme, alat produksi akan diambil paksa oleh mereka,\" ujar Mulyadi. Di sisi lain, Mulyadi menilai penyelesaian persoalan kasus ini juga masih dalam sebatas dugaan saja. \"Pemerintah berpotensi melakukan cuci tangan terhadap penyelesaian kasus-kasus tersebut. Di sisi lain, akan menimbulkan ketegangan baru antara pelaku dan korban. Saya juga menduga bisa jadi penyelesaian kasus ini akan di-infiltrasi oleh pihak-pihak tertentu,\" katanya. Dalam hal pembentukan TPP HAM, Mulyadi mempertanyakan mengapa harus dibentuk lembaga baru lagi. \"Kenapa tidak mempercayakan kepada Komnas HAM yang merupakan lembaga yang dibentuk secara independen dan demokratis,\" tegasnya. Sementara Ichsanuddin Noorsy menambahkan, dalam analisa TPP-HAM ada 12 pelanggaran HAM yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Dari 12 kasus tersebut, yang berpotensi menimbulkan polemik dalam peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi pada kurun waktu 1965-1966. \"Dijelaskan di situ bahwa, penguasa menuduh komunis kepada sejumlah orang dan menculik, menangkap, menahan tanpa proses hukum, menyiksa, memerkosa, melakukan kekerasan seksual, memaksa kerja dan membunuh,\" kata Ichsanuddin. Dari sisi korban, ada kontroversi yang bisa menimbulkan perdebatan panjang. Menurut Komnas HAM, sekitar 32.774 orang diketahui telah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban. \"Tapi juga disebutkan di situ, dari beberapa riset menyatakan bahwa korban lebih dari 1,5-3 juta orang. Lantas yang mana basis datanya? Lalu, bagaimana dengan banyaknya ulama dan pihak lain terbunuh, disiksa, diculik dan istrinya diperkosa serta tindakan lainnya oleh PKI?\" tanya Ichsanuddin. Tak hanya itu, Ichsanuddin juga mempersoalkan rekomendasi yang dipetik oleh TPP-HAM kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada poin pertama, Ichsanuddin mempersoalkan jika presiden harus menyampaikan pengajuan dan penyelesaian atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat masa lalu. \"Ketika presiden menyatakan pengakuan dan penyesalan, maka akan ada pelaku dan imbasnya sangat dahsyat,\" ujarnya. Pada poin kedua, TPP HAM meminta kepada presiden untuk melakukan tindakan penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa sebagai narasi sejarah versi resmi negara yang berimbang seraya mempertimbangkan hak-hak asasi pihak-pihak yang telah menjadi korban peristiwa. \"Kalau kita melihat narasi dari rekomendasi TPP HAM itu, maka artinya ada sejarah yang dihapus dan sejarah yang diresmikan meskipun itu bengkok,\" kata Ichsanuddin. Berikutnya adalah rekomendasi TPP HAM untuk memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara. \"Yang dahsyat ada di rekomendasi TPP HAM poin 10. Yaitu melakukan upaya pelembagaan dan instrumen HAM. Upaya ini meliputi ratifikasi beberapa instrumen HAM internasional, amandemen peraturan perundang-undangan dan pengesahan undang-undang baru,\" jabar Ichsanuddin. Ia mempersoalkan kalimat amandemen peraturan perundang-undangan dan pengesahan undang-undang baru yang amat dahsyat imbasnya. \"Saran saya, lakukan kajian ulang atas Keppres Nomor 17 Tahun 2022, Kepres Nomor 4 Tahun 2023 dan Inpres Nomor 2 Tahun 2023,\" pinta Ichsanuddin. Diakhir pertemuan, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan terima kasih kepada narasumber yang telah memberikan gambaran awal dampak kenegaraan dan kebangsaan atas Inpres tersebut. Pihaknya, sebagai lembaga negara akan mempelajari lebih lanjut. Rapat Gabungan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI itu juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, seluruh pimpinan alat kelengkapan dewan, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero, Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir.(*)