NASIONAL

Ketua DPD Ingatkan Darurat Data Penduduk dan Desa di Indonesia

Surabaya, FNN – Sejumlah data yang dirilis kementerian dan instansi mengenai jumlah desa dan penduduk yang tidak sinkron satu sama lain, mendapat sorotan tajam Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.  Sebab, menurut LaNyalla basis data sangat penting bukan hanya untuk Pemilu, tetapi lebih dari itu adalah perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pelayanan publik juga ketahanan sosial serta pembangunan demokrasi. “Tetapi dari data yang ada, simpang siur dan tidak sinkron antar kementerian dan instansi. Ini tidak bisa dibiarkan. Apalagi KPK pernah menyebut ada sekitar 16 juta orang tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Belum lagi desa fiktif yang diungkap Menteri Keuangan,” ungkap LaNyalla di Surabaya, Senin (19/12/2022).  LaNyalla yang pernah mengungkap Daftar Pemilih Tetap (DPT) Fiktif pada saat Pilkada Jawa Timur tahun 2008 silam itu membeber sejumlah temuannya. Di antaranya ketidaksamaan data yang dirilis Kementerian Desa, Kemenkeu, KPK, Kemensos dan Kemenkes.  Dalam data yang disajikan dan telah terekam di sejumlah media massa tersebut memang terdapat perbedaan mencolok terkait jumlah desa dan penduduk. Seperti pernah diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat rakor dengan Kemensos.  Menurut KPK ada 16,7 juta orang tanpa NIK yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Padahal data itu adalah basis untuk penyaluran bantuan sosial. Selain itu juga ada NIK Ganda sebanyak 1,06 juta orang. Juga ada 234 ribu orang yang meninggal, tapi masih ada di DTKS.  “Ini sudah diungkap KPK sejak tahun lalu. Tapi saya belum tahu apakah sudah ditindaklanjuti atau belum. Apalagi Kemensos pernah mengajukan anggaran Rp 1,45 triliun untuk program sentralisasi data,” ungkapnya.    LaNyalla juga mengungkap perbedaan pandangan antara Kemenkeu dengan Kemendes terkait adanya desa fiktif. Awalnya Kemenkeu menyitir ada 15 desa fiktif. Lalu saat saat rapat kerja dengan Komite IV DPD RI, Menkeu menyatakan terdapat juga permasalahan administratif pada penambahan desa baru di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.  Namun Menteri Desa Abdul Halim membantah. Dia mengatakan tidak ada desa fiktif. Semua desa yang ada ada penduduknya.  Yang ironis, lanjut LaNyalla, saat Indonesia gencar melakukan vaksinasi tahun lalu, Menteri Kesehatan mengaku kapok menggunakan data Kemenkes. Karena disinyalir tidak tepat sasaran. Pihaknya mengaku memilih menggunakan data KPU yang baru saja menggelar Pilkada serentak.  “Padahal Pilkada serentak di tahun 2020 tidak berlangsung di seluruh Kabupaten Kota di Indonesia. Bagaimana mungkin data itu bisa menjadi acuan. Apalagi vaksin dilakukan tahun 2021. Data pemilih yang sudah meninggal diupdate dari mana?” tanya LaNyalla.  Jadi, menurutnya, darurat data ini adalah persoalan serius. Terutama untuk mengambil kebijakan. Karena, imbuhnya, jika datanya salah, pasti kebijakan juga salah.  “Apalagi mau memaksakan pemilu legislatif dan pilpres langsung di tahun 2024. Bisa runyam kalau faktanya kita masih seperti ini. Bisa saja ada DPT Fiktif yang tidak diketahui oleh partai politik dan peserta pemilu,” tandasnya. (mth/*)

Reformasi Polri Omong Kosong, Mengecam Penangkapan Sewenang-Wenang Peserta Aksi Tolak KUHP di Bandung!

Bandung, FNN - Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat (AMJB) mendapatkan tindakan represif dan intimidasi dari pihak aparat pada 15 Desember 2022. Pengesahan RKUHP pada tanggal 6 Desember 2022 menimbulkan gelombang perlawanan dari berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah.  Massa aksi yang terdiri lebih dari 500 tiba pada pukul 15.00 WIB, dan memulai long march ke depan gedung DPRD Jawa Barat pada pukul 16.00. Di bawah derasnya hujan dan dihadapkan pada tajamnya kawat berduri, massa aksi melakukan berbagai orasi, pencerdasan, nyanyian soal bahaya KUHP yang bermasalah dalam kehidupan berdemokrasi kita sebagai bangsa.  Menuju malam pada pukul 18.30, massa aksi bertahan di titik aksi. Aksi penolakan KUHP ini bukan yang pertama di Bandung, maka wajar apabila publik menyimpan amarah dan kekecewaan di aksi tolak KUHP menuju akhir tahun ini, sehingga massa aksi pun bertahan hingga malam.  Menuju pukul 19.00, massa demonstrasi sore itu memanggil anggota dewan untuk menemui mereka di luar gedung. Namun, bukan anggota dewan yang keluar dari gedung DPRD, justru semburan air dari mobil water canon milik anggota polisi. sebagai sinyal untuk pembubaran massa aksi, kemudian secara cepat dan serentak, aparat mengeluarkan sejumlah pasukan dengan tameng, tongkat T, dan peluru karet untuk mengejar dan menangkap peserta aksi. Aparat kemudian melakukan penyisiran massa aksi disertai penggeledehan tas, penyitaan barang, tidak sedikit laporan kami dapatkan adanya kekerasan fisik dan verbal terhadap massa aksi. Masa kemudian dipaksa untuk membubarkan aksinya oleh pihak aparat. Aparat juga melakukan pemukulan terhadap beberapa masa aksi yang diakhiri dengan penangkapan secara sewenang-wenang.  Dalam pengejaran itu, salah seorang pelajar laki-laki dibopong oleh massa setelah dada dan kakinya tertembak peluru karet di sekitar Taman Radio di Jalan Ir. Djuanda, Tamansari, Kota Bandung. Bersama para korban lain yang mengalami penembakan, ia dilarikan ke Universitas Pasundan di Jalan Tamansari No 68, Bandung. Tidak cukup sampai di situ, polisi juga melakukan aksi penangkapan dan penahanan ilegal terhadap tiga puluh satu (31) orang peserta aksi. Dua di antaranya merupakan pelajar yang melakukan peliputan aksi. Laporan penyitaan motor di sekitaran titik aksi pun dilakukan oleh Kepolisian. Namun sampai malam sekalipun, Kepolisian tidak memberikan kepastian angka dan bahkan sempat menghalang-halangi LBH untuk memberikan pendampingan hukum kepada peserta aksi yang ditangkap. Siang hari ini tanggal 16 Desember 2022, Kepolisian belum juga mengeluarkan satupun peserta aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang. Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum,\" Pasal tersebut menjelaskan bahwa Polri memiliki peranan penting dalam menjamin keamanan dan stabilitas nasional.  Namun, dalam menjalankan tugasnya, Polri seringkali menafsirkan perintah undang-undang untuk menciptakan ketertiban umum dalam bentuk pengendalian sosial sebagai landasan untuk menggunakan kekerasan. Polri di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan tindakan represif demi mencapai stabilitas keamanan. Terkait pembaruan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia sejatinya telah menjadi rencana Pemerintah sejak lama. Hal ini disebabkan oleh  hukum pidana Indonesia perlu direformulasi sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.  Akan tetapi, rencana tersebut tidak disertai dengan upaya Pemerintah untuk menghadirkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berkualitas. Hal ini dapat dilihat melalui draf RKUHP per 9 November 2022 yang masih memuat pasal-pasal bermasalah yang diduga kolonialisasi hukum pidana Indonesia. Padahal, penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat secara masif dan konsisten. Namun, Pemerintah seakan-akan tutup mata dan telinga terhadap suara penolakan tersebut. Pemerintah justru bergegas untuk mengesahkan RKUHP tanpa mengakomodasi masukan yang telah disampaikan secara terus-menerus oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi pemicu berbagai perlawanan masyarakat di seluruh Indonesia. Dengan ini, Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menyatakan sikap:  1. Menentang dan mengecam segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat Kepolisian, termasuk pengejaran dan penembakan peluru karet secara acak dan tidak proporsional terhadap massa aksi demonstrasi menolak UU KUHP  2. Mengecam pengerahan kekuatan berlebihan dalam menangani demonstrasi sehingga mengakibatkan cedera serius yang tidak perlu terhadap massa aksi.... 3. Mendesak Kepolisian untuk menindak, menangkap dan mengadili anggotanya yang melakukan intimidasi, kekerasan, penangkapan, penghadangan, penyitaan pada aksi tolak KUHP 4. Mengecam tindakan penghalang-halangan bantuan hukum bagi para korban penangkapan ilegal 5. Menuntut Kepolisian untuk membebaskan massa aksi yang ditangkap secara sewenangwenang tanpa syarat dan meminta maaf kepada publik karena telah lalai dalam menggunakan kekuatan berlebihan dan melakukan aksi penangkapan dan penahanan ilegal. 6. Menuntut janji Pemerintah untuk melakukan Reformasi Polri secara total yang terbukti tidak terealisasi hingga saat ini. 7. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk membatalkan KUHP yang bermasalah serta membuka partisipasi publik yang luas dan bermakna. Kebebasan berekspresi dalam menyuarakan demokrasi dan keadilan adalah hak sebagai warga negara.  Sudah sepatutnya Kepolisian menjamin kenyamanan dan kemanan dalam berdemokrasi, bukan justru memberikan terror dan penangkapan kepada peserta aksi. (Ida)

Prof. Hendrajit: Kritisi Calon Presiden dan Investasi Masuk dari Luar Negeri

  Jakarta, FNN – Prof. Hendrajit, ahli geopolitik nasional, menekankan perlu dialektika kritis terhadap calon presiden guna mengetahui apakah benar seorang pemimpin dimaksud, benar-benar dibutuhkan oleh bangsa ini. Hal lain yang harus dicermati juga adalah dari setiap perundingan dan niat  asing yang ingin berinventasi. Selain sektor keuntungan investasi ada juga keinginan politik tertentu. Prof. Hendrajit menyampaikan hal tersebut dalam talk show yang diadakan Barisan Relawan Anies Presiden Indonesia (Bara Api) di Papski Kopi Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Desember 2022. Talk show yang dipandu Sekjen Bara Api, Frans Saragih juga menampilkan pembicara lain, yakni H. Biem Benjamin tokoh Islam dan Budayawan, Pdt. Separd Suoit Tokoh Umat Kristiani mengambil tema Why Not The Best, Kaledoskop 2022 Melihat Indonesia dari Berbagai Sisi. Menurut Hendarjit, banyak hal terjadi selama kurun waktu pasca reformasi.  Kondisi Geopolitik Indonesia selama 2022, yakni 24 tahun pasca reformasi, kesadaran masyarakat makin meningkat ditandai diajarkannya sejak dini pemahaman agar kecintaan akan negara semakin dalam dan utuh. Namun, DR Hendrajit menekankan pentingnya pemahaman geopolitik bagi segenap warga negara karena hal tersebut merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan bernegara. Di mana kita mengetahui siapa kita, potensi apa yang kita miliki serta apa yang harus kita lakukan. Sementara, Biem Benjamin melihat selama kurun waktu belakangan ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia. Mulai banyak pemahaman luhur yang sekian lama dipelihara mulai luntur. Khususnya di kalangan generasi muda perlu diberitahu atau diingatkan kembali nilai-nilai luhur budaya Indonesia.  Pdt Supit berbicara tentang Islamophobia dengan menekankan perlunya fungsi dari masing masing pemuka agama mengajarkan kepada pengikutnya pemahaman yang benar dari setiap agama. Di mana setiap agama yang ada diyakini penuh mengajarkan Kebaikan dan Cinta Kasih. Karena gerakan radikal itu sebenarnya memiliki potensi di setiap agama yang ada. Indonesia yang memiliki Pancasila diyakini dapat meredam itu semua karena kita memiliki semangat yang sama yaitu Cinta Indonesia. “Oleh karena itu dibutuhkan Strong Leader untuk mampu merangkul semua anak-anak bangsa,” ujarnya. (Anw/IP)    

Viral, Pelitnya Negara: Sekolah Mahal, Tanggung Jawab Besar, Dokter Digaji di Bawah UMR

Jakarta, FNN - Membicarakan masalah negara, bisa mengubah mood bagus menjadi hilang karena semua yang kita temukan hanya kekacauan. “Ya, negara biasanya menganggap bahwa kita dirampok oleh tetangga negara, tetangga internasional. Enggak. Kita dirampok oleh elit kita sendiri.  Pertama hal-hal yang menyangkut  teknologi baru, kemudian dirampok juga hak orang untuk hidup secara layak. Jadi, ini hal yang kita anggap dari awal bahwa negara bukan menghasilkan kesejahteraan, tetapi justru merampok kesejahteraan dan keadilan dari rakyat,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Jumat (16/12/22) dalam pembahasan yang  dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN . Berkaitan dengan kewajiban negara menyejahterakan rakyatnya, kemarin sempat viral bagaimana para calon dokter yang akan ditempatkan di daerah-daerah, hanya diberi bantuan biaya hidup 1,1 juta. Padahal, UMR di Jawa Tengah yang paling miskin pun tidak hanya 1,1 juta. Apalagi kalau dibandingkan dengan UMR di Jakarta. Meski akhirnya setelah heboh kemudian Menteri Kesehatan merevisinya menjadi 3,2 juta, tapi ternyata angka 3,2 juta pun masih lebih rendah dari tahun sebelumnya. Padahal, kita tahu bagaimana sulitnya sekolah kedokteran, tapi ketika ditugaskan di Puskesmas hanya dibayar 1,1 juta. “Itu juga merampok hak rakyat untuk memperoleh kesehatan. Artinya, dokter-dokter ini nggak mungkin maksimal, sementara dia periksa jantung pasiennya dia berpikir nanti jantung dia deg-degan karena ternyata buat bayar bensin saja dia sudah nggak mampu. Jadi dia nggak ada fokus di situ,” ujar Rocky Gerung menanggapi kecilnya bantuan biaya hidup untuk para calon dokter tersebut. Menurut Rocky, keresahan para dokter ini adalah cermin dari negara yang tidak paham bahwa kesehatan itu adalah pelayanan dasar sehingga mesti dimaksimalkan. Karena, hak rakyat untuk sehat adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas, termasuk dokter spesialis yang digaji. Memang, sering dianggap bahwa Indonesia kekurangan tenaga kesehatan karena untuk menjadi dokter spesialis, dokter umum mesti menabung perlahan-lahan. “Jadi, dokter yang bercita-cita mulia dibatalkan cita-citanya untuk melayani publik oleh kebijakan negara yang pelit,” ujar Rocky. Mungkin pemerintah menganggap bahwa dokter itu pasti punya uang, padahal banyak juga dokter-dokter yang datang dari dari masyarakat bawah. Jadi, dokter-dokter kita itu betul-betul ingin masuk di dalam wilayah pelayanan kesehatan dan memaksimalkan pengetahuannya sehingga dia menabung untuk menjadi spesialis. “Harusnya digratisin aja jadi dokter spesialis buat sekolah. Ini kan impact-nya pada kesehatan masyarakat,” ujar Rocky. “Jadi, bagian ini yang kadang kita anggap apa pentingnya bikin infrastruktur kalau dokternya itu nggak punya dana untuk pergi ke Puskesmas. Jadi, buat apa bikin jalan tol sementara dokternya naik motor kreditan yang belum bisa dia bayar,” tanya Rocky. Jadi, ini satu paket berpikir yang tidak ada di otak pemerintah. Untung Menteri Kesehatannya peka, meski sebetulnya terlambat, karena isu ini sudah lama sekali terdengar.   “Jadi, sekali lagi, perencanaan kesehatan kita buruk sebetulnya dan perangai buruk ini cerminan dari perangai buruk kekuasaan yang hanya ingin pamerkan sesuatu yang sifatnya mercusuar,” ujar Rocky. Dalam pembicaraan yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan dengan ratusan calon dokter spesialis, dikeluhkan bagaimana mereka bekerja overtime tidak digaji. Ini yang kemudian menjelaskan mengapa rasio dokter spesialis sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. “Ya, akhirnya ketahuan sumbernya. Ya, ngapain orang mau menjadi spesialis kalau menyiksa diri sendiri, dan terutama ini kan dokter itu ada semacam hasrat untuk karena ada sumpah hipokrates maka dia mesti melayani. Tetapi, dia juga terbatas kapasitas dia, kapasitas fisiknya over time dan kapasitas psikisnya, yaitu membayangkan masa depan,” kata Rocky. Menurut Rocky, ilmu kedokteran ini yang seharusnya menjadi semacam model dasar bangsa ini untuk yang disebut bonus demografi.  Karena dokter ini sangat berperan untuk menambah suplai pengetahuan dan kesehatan agar bonus demografi kita 10 tahun ke depan, betul tersedia. Jadi, kalau pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan tidak dipahami oleh negara, itu artinya tidak akan ada bonus demografi. Bonus demografi itu bukan bonus, tetapi dividen yang dibagi pada generasi baru karena dia sehat dan dia mampu berpikir. Jadi, menurut Rocky, kalau Pak Jokowi terus-menerus mengatakan ada bonus demografi, bagaimana bonus demografi dihasilkan oleh orang yang sakit? Bagaimana orang yang sakit itu bisa sembuh kalau dokternya tidak digaji sehingga dokternya terpaksa nyambi. Jadi, sebetulnya itu hal-hal yang simpel yang menjadi kewajiban dasar negara tapi tidak dilakukan oleh negara.(sof)  

Deklarasi Aceh, Raja dan Sultan Nusantara Dukung Kembali ke UUD 1945

Banda Aceh, FNN – Para Raja dan Sultan Nusantara mendukung langkah Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang berjuang agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya diperbaiki dengan teknik adendum. Dukungan tersebut disampaikan melalui pernyataan sikap Raja dan Sultan Nusantara yang dibacakan Raja Beutong IX Aceh, PYM Ampon Daulat Tuanku Teuku Raja Keumangan (TRK), Rabu (14/12/2022). Raja Beutong ke-IX mengajak seluruh elemen bangsa untuk memberikan dukungan kepada apa yang sedang diperjuangkan oleh Ketua DPD RI. Sebab, ruh dan nafas bangsa ini tertuang jelas dalam UUD 1945 naskah asli. “Saya kira seluruh elemen bangsa harus dan wajib mendukung gagasan Pak Ketua DPD RI. Penyelenggaraan negara ini sudah menyimpang dari konstitusi atau UUD 1945 naskah asli. Ruh bangsa ini ada di sana,” tegas Teuku Raja Keumangan (TRK). Oleh karenanya, Teuku Raja Keumangan mengharapkan perjuangan untuk mengembalikan UUD 1945 naskah asli harus terus dipelopori. “Kami meminta kepada Ketua DPD RI agar berjuang sekuat tenaga, agar UUD 1945 naskah asli dikembalikan lagi. Dalam sejarah Republik ini, Presiden Soekarno pernah mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945,” ulas Teuku Raja Keumangan. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan apresiasi atas dukungan para Raja dan Sultan Nusantara. Menurut LaNyalla, Raja dan Sultan Nusantara harus diberikan hak untuk ikut mengatur arah perjalanan bangsa. Sebab, Kerajaan dan Kesultanan Nusantara memiliki andil yang cukup besar dalam memerdekakan bangsa ini. “Sudah berulang kali saya katakan, sumbangsih Kerajaan dan Kesultanan Nusantara terhadap lahirnya Republik Indonesia sangat besar. Apalagi sumbangsih Aceh,” urai LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, sumbangsih Aceh terhadap lahirnya bangsa dan negara ini bukan saja berlangsung menjelang kemerdekaan. Tapi, jauh sebelum itu. “Kerajaan dan Kesultanan Aceh telah membuktikan kedaulatannya dengan menggagalkan imperialisme bangsa Eropa di Aceh,” tutur LaNyalla. LaNyalla juga mencontohkan Laksamana Malahayati, yang bernama asli Keumalahayati, seorang perempuan pejuang dari Kesultanan Aceh. Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee, sebutan untuk janda-janda pahlawan yang telah syahid, berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada 11 September 1599, sekaligus mengalahkan Cornelis de Houtman, dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Pada tahun 2017 lalu, Laksamana Malahayati mendapat gelar pahlawan. Namanya disematkan sebagai pengganti nama jalan Inspeksi Kalimalang sebelah Utara, Jakarta Timur. “Sumbangsih besar Kerajaan dan Kesultanan Nusantara terhadap lahirnya bangsa dan negara ini adalah sumbangsih semangat perjuangan, moril dan materiil yang nyata dari para Raja dan Sultan Nusantara dalam proses Kemerdekaan Republik Indonesia,” tutur LaNyalla. Berdasarkan hal tersebut, LaNyalla menyebut Kerajaan dan Kesultanan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini. “Tetapi apa yang terjadi kemudian, para Raja dan Sultan Nusantara tidak dapat secara langsung dan aktif untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Karena perubahan konstitusi yang dilakukan pada 1999 hingga 2002 telah memberikan kekuasaan yang begitu kuat kepada partai politik dan DPR, serta kepada Presiden melalui Sistem Presidensial,” ujar dia. Padahal, LaNyalla melanjutkan, sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa bukan sistem presidensial, bukan pula demokrasi ala barat. Karena itu, LaNyalla mengaku terpanggil untuk meluruskan kembali cita-cita dan tujuan lahirnya bangsa dan negara ini. “Saya sudah sampai kepada suatu kesimpulan, bahwa bangsa ini harus kembali ke naskah asli Undang-Undang Dasar 1945. Agar kemudian kita sempurnakan dengan teknik addendum. Bukan diubah dan diganti total 95 persen isinya, dan menjadi konstitusi baru,” demikian LaNyalla. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi sejumlah Senator di antaranya Abdullah Puteh dan Fachrul Razi (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung) dan Andi M Ihsan (Sulsel). Turut hadir pula Gubernur Aceh, yang diwakili Kadisbudpar Aceh Almuniza Kamal, Ketua Majelis Agung Raja Sultan Aceh YM Teuku Raja Kaumangan, para Raja dan Sultan serta Forkopimda Provinsi Aceh. Tiga sikap Raja dan Sultan Nusantara yang disampaikan adalah: Pertama, mendukung upaya yang diperjuangkan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia untuk mengawal hajatan besar konstitusi negara dengan mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Kedua, mendukung upaya penyempurnaan kelemahan yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli untuk disempurnakan dengan cara addendum, tanpa mengubah dan menghilangkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi. Ketiga, meminta, Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memastikan kami, para Raja dan Sultan Nusantara menjadi bagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, agar kami ikut menentukan arah perjalanan bangsa melalui Lembaga Tertinggi Negara. Pernyataan sikap Raja dan Sultan Nusantara ditandatangani Kerajaan Beutong IX Aceh PYM Ampon Daulat Tuanku Teuku Raja Keumangan, Kerajaan Tapaktuan Aceh YM Teuku Laksamana, Kesultanan Samudera Pasai YM Sultan Malik Teuku Haji Badruddin Syah, Kesultanan Aceh YM Tuanku Muhammad, Poteuku Nanggroe Cunda Samudra YM Teuku Rizasyah Mahmudi, Kerajaan Geulumpang Dua YM Teuku Zulkarnaen, Kerajaan Seunagan YM Teuku Firsa Ansari, Kerajaan Bintang Kutacane YM Teuku Dedi Faisal, Kerajaan Sama Indra Pidie YM Teuku Fauzan Anwar dan Kerajaan Meulaboh YM Teuku Ronald Rosman. Turut mendukung Kerajaan Puri Denpasar Bali PYM Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan IX, Keraton Sumedang Larang PYM Sri Radya HRI Lukman Soemadisoera, Kerajaan Sidenreng Sulsel PYM Faisal Andi Sapada Addatuang Sidenreng XXV. Lalu Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura PYM Adji Muhammad Arifin MSI Ing Martadipura XXI, Kerajaan Binuang Sulbar PYM Andi Irfan Mappaewang Arajang Binuang XVIII, Kesultanan Dompu NTB PYM Saiful Islam, Kedatuan Luwu Sulsel PYM Andi Maradang Mackulau Oppu Datu Luwu XL dan Kerajaan Tokotua Kabena YM Yurisman Star. (mth/*)

Dewan Pers Akan Cabut Kartu PWI Pak Kapolsek, 14 Tahun Nyamar Jadi Wartawan

Jakarta, FNN - Berita tentang seorang wartawan atau kontributor TVRI  yang bikin kaget karena tiba-tiba saja diangkat menjadi Kapolsek di Karadenan, Blora, Jawa Tengah, kembali dibahas dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Rabu (14/12/22) bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.   Seperti diketahui bahwa selama 14 tahun terakhir, Umbaran Wibowo memang dikenal sebagai wartawan, yaitu sebagai kontributor TVRI wilayah Jawa Tengah. Tetapi, Senin,12 Desember 2022, kemarin Umbaran bikin geger karena dia tiba-tiba dilantik menjadi Kapolsek dengan jabatan perwira. Soal ini mendapat banyak sorotan dari kalangan netizen dan tentu para pemerhati pers, khususnya yang konsen dengan kemerdekaan dan independensi pers. Dewan Pers menyatakan bahwa mereka akan meneliti dan kalau terbukti melakukan pelanggaran maka kartu keanggotaan Iptu Umbaran sebagai anggota PWI akan dicabut. Tentu harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan lembaga pengujinya atau lembaga tempat dia bernaung sebagai wartawan, dalam ini adalah Persatuan Wartawan Indonesia. “Saya kira ini memang pasti akan dilakukan karena sudah diakui statusnya sebagai anggota Polri,” ujar Hersubeno Arief. Dengan statusnya sebagai anggota Polri aktif, dia tidak boleh lagi merangkap sebagai seorang wartawan. Dalam situs Dewan Pers juga sudah diketahui bahwa status Umbaran Wibowo jelas memang diakui sebagai wartawan PWI yang tergabung dalam PWI sebagai wartawan madya. Ini termasuk wartawan senior karena satu jenjang lagi menjadi wartawan utama. Jika sudah menjadi wartawan utama maka dia bisa menjadi pemimpin di lembaga penerbitan. Misalnya bisa menjadi Pemimpin Redaksi atau Pemimpin Umum. Polda Jawa Tengah juga sudah mengakui bahwa Inspektur Satu Umbaran Wibowo adalah anggota intelijen. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi M. Iqbal Al Qudusi sudah membenarkan bahwa Iptu Umbaran Wibowo adalah anggota Polri. Penjelasan Iqbal ini sekaligus membantah rumor bahwaUmbaran dipecat dari anggota Polri setelah kasusnya meledak ke publik. Menurut Iqbal, Umbaran memang pernah bekerja sebagai kontributor TVRI untuk wilayah Pati. Dia bukan pegawai tetap TVRI, tetapi dia pernah ditugaskan untuk melaksanakan tugas intelijen di wilayah Blora. “Jadi, clear bahwa dia ini anggota Polri yang melaksanakan tugas intelijen dan menggunakan wartawan sebagai covernya,” ujar Hersu. Bahwa dia merupakan anggota Polri sebelumnya juga sudah diakui oleh Umbaran. Dia menyatakan bahwa menjadi wartawan adalah penugasan dari pimpinan. Umbaran adalah anggota satuan intelijen keamanan dari Polri. Artinya, Umbaran memang anggota Polri yang sengaja disusupkan ke lingkungan dunia jurnalistik. “Soal ini yang saya kira harus kita bahas dan ini serius, perlu dipersoalkan oleh komunitas media, terutama saya kira PWI, karena organisasi ini disusupi oleh Umbaran dengan menjadi anggotanya,” usul Hersu.  Dikutip dari kumparan.com, ternyata Umbaran pernah terlibat dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa di Desa Tutup, Blora. Tidak dijelaskan apa posisinya dalam penyelenggaraan Pilkades tersebut. “Pertanyaannya, apa diperbolehkan seorang anggota Polri aktif terlibat dalam kontestasi politik, sekalipun itu pada tingkat desa?” tanya Hersu. Berkaitan dengan kontestasi politik ini, Dewan Pers pernah menerbitkan edaran bahwa seorang wartawan yang maju dalam pilkada dan atau menjadi tim sukses pasangan calon, diminta untuk segera nonaktif atau mundur sebagai wartawan. Dalam aturan Dewan Pers, seorang wartawan juga tidak boleh sedang menjadi anggota partai politik, anggota legislatif, atau rangkap jabatan dengan profesi lain, termasuk di instansi swasta,  menjadi anggota Polri, atau menjadi anggota TNI. Wartawan itu juga tidak boleh menjadi humas instansi, baik swasta maupun pemerintah. Menurut Ghersu, hal ini berkaitan dengan konflik kepentingan dan independensi dari seorang wartawan, dan saya yakin Polri sebagai kelembagaan pasti sudah mengetahui. “Pertanyaannya, dengan pengakuan Polda Jawa Tengah itu, berapa banyak anggota Polri yang menyamar menjadi wartawan? Apakah praktik semacam ini biasa dan telah berlangsung lama?” tanya Hersu. Kalau mengacu pada kasus itu Umbaran Wibowo, setidaknya kasus ini sudah berlangsung selama 14 tahun. “Saya yakin ini pasti bukan satu-satunya polisi yang ditugaskan sebagai wartawan. Ini pasti ada semacam kebijakan untuk menyusupkan anggota polisi sebagai wartawan,” tegas Hersu. Sebagai lembaga penegak hukum, lanjut Hersu, harusnya Polri juga mengetahui bahwa praktik semacam itu melanggar hukum dan sangat berbahaya karena mencederai praktek demokrasi. Karena bagaimanapun juga kemerdekaan pers harus dijunjung tinggi dan itu menjadi salah satu ciri utama dari sebuah negara demokrasi. Soal lain yang disorot Hersu adalah mengapa akhirnya Polri, meskipun secara tidak langsung, membongkar penyamaran Umbaran dengan melantiknya menjadi Kapolsek. Bukankah dalam dunia intelijen, seperti CIA di Amerika, misalnya, ada kredo yang dijunjung sampai mati?  Kredonya seperti ini: “Jangan buat pengakuan apapun, bantah semuanya, dan buat serangan balik dengan berbagai tuduhan”. Sedangkan kredo intelijen Indonesia seperti ini kira-kira: “Mati tidak dicari, sukses tidak dipuji, jika sampai gagal dimaki-maki”. Tapi mungkin itu prinsip Badan Intelijen Negara. Kalau polisi mungkin menganggap kalau penugasannya selesai maka ditarik kembali dan kembali masuk organik. (sof)

Parmusi Ingatkan Hakim Junjung Nurani dan Keadilan

Jakarta, FNN – Pengurus Pusat Persaudaraan Muslim Indonesia (PP Parmusi) pada butir pernyataan sikapnya di Jakarta, Rabu (13/12-2022), antara lain menyebutkan bahwa Parmusi begitu menghormati proses peradilan yang tengah dijalani untuk menuntaskan dugaan kasus yang dialami Ustadz Farid Akhmad Okbah, Ustadz Annajah dan Ustadz Anung Al-Hamat yang kini didakwa terlibat dugaan kasus terorisme dan radikalisme. Untuk itu PP Parmusi mengharapkan agar Ketua Majelis Hakim bisa memberikan ruang keadilan bagi ketiga pendakwah Islam itu. Selain itu diharapkan Ketua Majelis Hakim bisa memberikan putusan yang benar-benar tidak melukai hati para ulama dan umat Islam.  PP Parmusi juga berharap para hakim agar memvonis bebas terhadap Ustadz  Farid Ahmad Okbah, Ustadz Zain Annajah dan Ustadz Hanung Al-Hamat yang ternyata selama proses persidangan tidak ditemukan bukti kuat ketiganya ada terorisme. Menurut Ketua Umum PP Parmusi Usamah Hisyam, Ustadz Farid Ahmad Okbah sama sekali bukanlah terorisme ataupun kelompok radikalisme, seperti yang dituduhkan selama ini. Menurut Usamah Hisyam, pada kasus kriminalisasi terhadap ulama, Parmusi jika putusan Ketua Majelis Hakim tidak adil tentu akan berdampak buruk terhadap pemerintahan Jokowi. “Seandainya besok majelis hakim akan mengambil putusan yang tidak berkeadilan maka dampaknya adalah terhadap pemerintahan Jokowi seakan-akan pemerintahan Joko Widodo ini memang anti Islam, oleh karena itu harus benar-benar dipikirkan oleh majelis hakim yang kami yakin majelis hakim mempunyai nurani untuk bertindak seadil-adilnya,” harap Usamah Hisyam. Sedangkan menyikapi masih terus maraknya kasus kriminalisasi terhadap para ulama di tanah air termasuk kasus Ustadz Farid Ahmad Okbah, Profesor Husnain Bey Fanannie dari Universitas Al-Azhar Indonesia menyatakan bahwa perilaku itu adalah bagian dari Islamophobia yang sudah lama ditinggalkan internasional. Husnain juga heran kok aparat di negeri ini begitu mudah mengkriminalisasi para ulama. Menurutnya, membenci ulama itu adalah juga berarti membenci  Islam. “Padahal para Ulama itu tugasnya sekedar berdakwah memintarkan dan mencerdaskan umat yang semua itu memang dianjurkan dalam Islam, sebab tanpa dakwah Islam akan mati dan tidak syiar,” tegas Husnain. Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Zain Annajah dan ustadz Anung Al-Hamat ditangkap Densus  88 pada 16 November 2021 usai sholat subuh tanpa diketahui dari siapa atau kelompok mana yang melakukan penangkapan itu. (BS)

Kocak, 14 Tahun Jadi Wartawan, Tiba-tiba Dilantik Jadi Kapolsek

Jakarta, FNN - Ada berita yang cukup menarik yang terjadi di Blora, Jawa Tengah, di mana ada seorang wartawan televisi yang tiba-tiba dilantik menjadi Kapolsek. Dia dilantik menjadi Kapolsek Keradenan, Blora, Jawa Tengah.  Anda pasti bertanya-tanya bagaimana ceritanya. Oleh karena itu,  Kanal Youtube Hersubeno point edisi Selasa (13/12/22) mengajak Anda untuk membahas peristiwa ini bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Nama wartawan yang tiba-tiba menjadi Kapolsek itu adalah Umbaran Wibowo. Selama ini, Umbaran Wibowo dikenal sebagai wartawan sebuah stasiun televisi, tepatnya sebagai kontributor. Biasanya, seorang kontributor televisi bekerja sendirian. Jadi dia single crew: sebagai kameramen dan penulis berita, meski ada juga beberapa kontributor yang bisa membayar kameramen sehingga dia menjadi reporternya. Sedangkan untuk Umbaran Wibowo, Hersu mengaku tidak tahu persis dia sebagai kontributor reporternya atau sekaligus merangkap single crew. Disebut sebagai kontributor karena gaji mereka ini dibayar sesuai dengan kontribusi berita yang dikirim yang kemudian dimuat oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Untuk hal ini, Hersu mengaku sangat paham, karena ketika bekerja di dua televisi swasta Hersu bertugas menangani hal ini (news gathering atau pengumpulan berita).   Umbaran Wibowo ternyata sudah 14 tahun menyamar, tugasnya undercover sebagai kontributor stasiun Televisi Republik Indonesia/TVRI, stasiun TV milik pemerintah. Ini prestasi luar biasa karena bisa tugas undercover selama 14 tahun dan sejauh ini penyamarannya tidak terbuka.  Rupanya, sebelumnya, Iptu Umbaran bertugas di Polda Jateng. Hal itu diketahui saat upacara serah terima jabatan pejabat utama dan sejumlah Kapolsek Jajaran Polres Blora di halaman Mapolres Blora, 12 Desember 2022. Upacara tersebut dipimpin langsung oleh Kapolres Blora, AKBP Fahrurozi. Ada 7 pejabat utama. Dalam sertijab tersebut, Iptu Umbaran Wibowo menggantikan Ajun Komisaris Polisi Lilik Eko Sukaryono sebagai Kapolsek Karadenan. Kalau melihat pangkat Kapolsek yang digantikan adalah Ajun Komisaris Polisi (AKP) berarti Iptu Umbaran mendapat promosi satu tingkat sehingga menyandang pangkat AKP. Kepada rekan-rekan wartawan, Iptu Umbaran menyatakan bahwa mutasi ini wajar untuk penyegaran dan mendongkrak kinerja anggota. Bagaimana dengan posisinya dulu yang aktif di jurnalistik? Iptu Umbaran mengatakan bahwa itu adalah pelaksanaan tugas dan perintah pimpinan. Demikian dikutip dari kompas.com. “Jadi, jelas bahwa selama ini dia menjadi kontributor TVRI itu adalah tugas dari pimpinan. Berarti dia memang ditugaskan untuk menjalani tugas undercover,” ujar Hersu. Untuk menjadi wartawan ini ternyata Umbaran cukup serius, karena dia ternyata memang wartawan resmi dan tercatat di laman resmi dewanpers.org.id  sebagai wartawan TVRI yang bertugas di Jawa Tengah. Memang, tugas wartawan itu dekat sekali dengan tugas intelijen, yaitu mengumpulkan informasi. Bedanya, kalau intelijen mengumpulkan informasi secara tertutup, sedangkan wartawan mengumpulkan informasi secara terbuka. Yang menarik, jika biasanya tugas penyamaran hanya bersifat temporer, dalam waktu terbatas, Umbaran melakukan tugas undercover selama 14 tahun. Padahal, biasanya tugas seperti ini bukan di dunia kepolisian melainkan di dunia intelijen. “Saya membayangkan betapa kagetnya teman-teman wartawan yang selama ini suka nongkrong bersama dengan Iptu Umbaran, kok tiba-tiba dia jadi Kapolsek,” ungkap Hersu. Hersu berharap mudah-mudahan tidak ada kelakuan minus yang dilakukan oleh teman-teman wartawan selama nongkrong dan kemudian dicatat oleh Pak Kapolsek.  (sof)

Viral, Bupati Meranti, Riau, Ngamuk ke Dirjen Keuangan: Saya Eneg Lihat Muka Bapak!

Jakarta, FNN - Dalam dua hari terakhir ini, kita dikejutkan oleh sebuah video kemarahan Bupati Meranti, Riau, Muhammad Adil, kepada seorang pejabat dari pemerintah pusat. Dalam potongan video yang viral tersebut, Bupati Adil sangat marah karena merasa kekayaan daerahnya, terutama sumur-sumur minyaknya, dikuras oleh pemerintah pusat. Namun, bagi hasilnya sangat rendah. Akibatnya, walaupun Meranti merupakan kabupaten penghasil minyak, tetapi rakyatnya miskin. Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Minggu (11/12/2022)  “Saya mencoba mengecek bagaimana fakta sesungguhnya. Rupanya kemarahan Muhammad Adil terjadi saat berlangsung rapat koordinasi nasional pengelolaan pendapatan dan belanja daerah se-Indonesia, Kamis, 8 Desember 2022, di Pekanbaru, Riau,” ujar Hersu. Rupanya, menurut Hersu,  Muhammad Adil tidak puas dengan penjelasan dari Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Lucky Ali Firman, tentang bagaimana bagi hasil dari pertambangan minyak di Meranti. Dalam video tersebut, Bupati Meranti, Muhammad Adil, mengatakan bahwa Meranti adalah daerah penghasil minyak, tapi termiskin se-Indonesia. Mereka miskin karena uang yang menjadi hak mereka tidak diberikan. “Bapak bilang dibagi rata, ke mana, se-Indonesia atau apa? Minyak kami 103 sumur sudah kering. Meski miskin total, kami tidak perlu bantuan dari pusat, serahkan saja duit minyak kami, selesai.  Kalau itu tidak diserahkan, ini kan bagian Pak, ikut aturan pembagian. Aturannya sudah ada semua, Pak. Pertanyaan kami, mengapa tidak dibagikan kepada kami. Dolarnya naik dari 60 ke 100, liftingnya naik menjadi 7.500 lebih barel perhari. Lah, duitnya kok malah berkurang,” ujar Bupati. Pejabat pemerintah pun memberikan tanggapan bahwa formula pembagian sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang adalah 85% untuk pemerintah pusat, 15% untuk pemerintah daerah. Bukan hanya penghasil yang dibagi, tapi juga diberikan untuk daerah-daerah lain, yaitu daerah yang berbatasan, daerah pengolahan, dan daerah lain untuk pemerataan. Namun, yang ditekankan oleh Bupati Adil, dulu hanya 3000 sampai 4000 barel, sekarang sudah hampir 8000 per hari, kenaikan yang signifikan. “Sekarang kami naik, paling banyak dibornya. Pertanyaannya, mengapa duit kami tak dibalikkan?” tanya Bupati. Bupati minta agar daerahnya menjadi prioritas meski harus ada pemerataan. Apalagi Pak Jokowi juga menargetkan bahwa tahun 2024 wajib nol persen. “Bagaimana kami mau membangun rumahnya, bagaimana kami mau mengangkat kemiskinan nelayannya, petaninya, buruhnya. Bapak mau tahu, akibat pandemi covid, warga Meranti nggak bisa pergi ke Malaysia, 41 ribu penganggurannya. Pertanyaannya, mengapa uang kami dulu 114 sekarang 115, naiknya cuma 700 juta,” tegas Bupati lagi. “Pertanyaannya, minyaknya banyak, duitnya besar, kok dapatnya malah berkurang. Apakah uang (kami) dibagi ke seluruh Indonesia? Makanya, maksud saya, kalau Bapak tak mau ngurus kami, ini pusat tidak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah. Kan saya ngomong atau Bapak tak paham juga omongan saya? Apa perlu Meranti angkat senjata? Tak mungkin kan? Ini menyangkut masyarakat Meranti yang miskin ekstrem, Pak,” tegas Bupati. Untuk mengatasi suasana yang semakin panas tersebut, akhirnya pejabat pusat minta agar timnya Bupati bisa bertemu dengan tim dari pusat  untuk penjelasan lebih lanjut mengenai  perhitungannya. Di akhir pembicaraan, Bupati mengatakan bahwa dirinya sudah melapor kepada pembinanya, yaitu Pak Tito, Mendagri. Kalau tidak bisa juga, Bupati mengajak ketemu di Mahkamah karena Bupati akan mengajukan gugatan ke Mahkamah. Yang mencengangkan, mengakhiri pembicaraannya, Bupati mengatakan, “Izin Pak, saya eneg mandang Bapak di sini, izin aku tinggalkan ini ruangan.” (ida)

Kaesang Nikah Dijaga Panser dan Pengamanan Berlebih, Jokowi Merasa Tidak Aman dengan Rakyat Sendiri

Jakarta, FNN - Kalau hari ini kita berada di kota Jogja atau Solo kemudian melihat kendaraan panser atau kendaraan taktis, jangan bingung.  Meski situasinya tampak seperti darurat dan genting karena dijaga ribuan tentara dan kendaraan-kendaraan panser, bukan berarti ada perang. Itu karena ada pernikahan Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono, Presiden Jokowi sedang mantu, menikahkan putra bungsunya. Topik inilah yang dibahas dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (10/12/22) bersama Rocky Gerung dan Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.  Mengomentari kondisi yang tampak genting dan menegangkan dalam perkawinan Kaesang dan Erina ini, Rocky Gerung mengatakan, “Orang-orang akhirnya fokusnya bukan lagi pada perkawinan yang semacam ibadah, yang di dalamnya ada sensasi-sensasi yang kita rasakan kalau kita masuk di dalam kekhusu’an perkawinan. Tapi itu justru hilang. Jadi orang akhirnya membahas kenapa ada panser? Bukankah Pak Jokowi pemimpin rakyat? Dicintai rakyat? Kenapa mesti pakai batas, seolah rakyat akan menyerbu perkawinan itu. Ini juga petanda bahwa orang akhirnya lihat bahwa kalau begitu Pak Jokowi tidak merasa aman dengan rakyat.”  Tentu, menurut Rocky, pihak panitia akan mengatakan kemungkinan adanya serangan teroris segala macam, dan itu pasti ada di kepala masyarakat bahwa memang kota ini sudah tidak aman. Tetapi, begitulah keadaan kalau ketidaknyamanan rakyat itu akhirnya dicari-cari alasannya. Sebetulnya, ketidaknyamanan itu bukan karena ada pesta, tapi karena ada ketidakadilan sosial, karena ada masyarakat yang resah dengan masa depan, ketidakpastian buruh dengan undang-undang yang baru KUHP. “Jadi, satu paket bagaimana orang melihat bahwa Presiden Jokowi akhirnya tidak merakyat, karena ada pagar panser di sekitar tempat perkawinan. Ini analisis saya, tetap saya mengucapkan selamat pada kedua pengantin yang hari ini dimulai acaranya dan saya diundang dan saya tidak bisa datang karena saya ada di luar kota,” ujar Rocky. Memang, pernikahan itu, apalagi dalam Islam, pernikahan adalah menyempurnakan ibadah. Sementara, dari sisi Pak Jokowi, citra yang selama ini melekat adalah merakyat. Tetapi, kalau kemudian ketika mantu ada panser, rakyat juga tidak berani mendekat. Undangan pun pasti was-was karena yang diekspose oleh media justru moncong-moncong senjata yang berbaris, tank, persiapan, dan sebagainya. “Jadi, hilang sebetulnya kesakralan dari perkawinan ini. Psikologi orang menganggap bahwa pasti ada sesuatu yang berbahaya. Kira-kira begitu,” kata Rocky. (ida)