NASIONAL

Ironis, Dana Triliunan Digelontorkan untuk KTT G20, di Jakarta Satu Keluarga Tewas karena Kelaparan

MEMANG ironis. Ada sekeluarga yang tinggal di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, yang jaraknya sekitar 5 km dari Istana Merdeka, meninggal karena tak bisa beli beras. Mereka kelaparan. Pesan WhatsApp (WA) terakhir satu keluarga yang meninggal kelaparan itu ditujukan kepada petugas PLN. Mereka tak punya uang untuk bayar listrik dan beli beras. Pesan WA terakhir ini sudah berlangsung lama sekitar sebulan lalu. Sesudah mengirimkan pesan WA, keluarga ini diduga tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan dan diminum. Lantas, mengunci diri di dalam rumah dan meninggal satu per satu sebelum akhirnya mayat mereka mengeluarkan aroma busuk. Hasil autopsi jenazah empat anggota keluarga di Kalideres ini, mereka meninggal sekitar 3 minggu lalu atau sekitar pertengahan Oktober 2022. Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce menyebut, kematian 4 orang sekeluarga di Kalideres ini karena tidak makan dan minum dalam waktu yang cukup lama. Keempatnya tewas dalam waktu yang berbeda. “Ini dari bapaknya, ibunya, serta iparnya ini waktu berbeda meninggalnya, sehingga pembusukannya masing-masing berbeda,” kata Pasma lagi. Yang lebih ironis, meski jaraknya tidak jauh dari Istana tempat Presiden Joko Widodo berkantor, seolah rakyat yang meninggal karena kelaparan dianggap peristiwa biasa, seperti halnya tewasnya 135 orang suporter Aremania akibat tembakan gas air mata oleh aparat Kepolisian di Jawa Timur, 1 Oktober lalu. Meski korban meninggal akibat gas air mata, yang “disalahkan” justru Stadion Kanjuruhan. Makanya, stadion kebanggaan Aremania itu harus dirobohkan karena “tidak sesuai” standar FIFA. Meski ada peristiwa kelaparan dan korban Aremania di Stadion Kanjurunan, sepertinya Pemerintah lebih fokus pada gelaran KTT G20 di Denpasar, Bali, pada pertengahan November 2022 ini. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat persoalan itu? Berikut ini dialog lengkapnya wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Presiden Akal Sehat itu di Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (12/11/2022). Soal Tewasnya Satu Keluarga Akibat Kepalaran Sebentar lagi, kepala negara dari berbagai negara yang akan bergabung dalam forum KTT G20 datang ke Bali. Tetapi, yang sudah pasti Presiden Vladimir Putin tidak akan hadir. Yang jelas, yang jadi bintangnya tidak akan hadir, termasuk Presiden Zelensky dari Ukraina. Bersamaan dengan itu, ada satu peristiwa yang menurut saya tragis dan mengenaskan, ada satu keluarga di Jakarta Barat, di Ibukota negara, ditemukan tewas dan sudah berhari-hari. Untuk sementara, hasil outopsi menyebutkan kemungkinan besar keluarga ini sudah hampir pasti karena lambungnya kosong dan otot-otot yang menciut karena dia ini sudah tidak makan dan minum berhari-hari. Saya membayangkan situasi yang sangat miris dalam situasi ini. Begitu Bung Rocky, suasana kebatinan kita hari-hari ini. Ya, itu di Ibukota. Kita membayangkan di daerah. Untung sekali daerah masih ada semacam toleransi, antara tetangga bisa saling menjenguk. Tapi, poinnya adalah ada kekurangan pangan atau harga-harga mahal. Saya kemarin dari Bengkulu dan ketemu petani-petani sawit yang juga protes bahwa harganya sekarang lagi baik-baik, tapi nanti kemudian jatuh lagi, lalu yang mereka protes adalah yang mereka dapat paling 1/10 dari yang harusnya mereka dapat, karena permainan korporasi besar. Jadi, sebetulnya ini satu fakta bahwa ekonomi tidak diurus oleh pemerintah. Pemerintah memang mengurus ekonomi, tapi hanya yang besar-besar. Nah, itu yang seringkali Pak Jokowi nggak paham bahwa kalau makronya bagus belum tentu mikronya bagus juga. Karena makro itu disebutkan di dalamnya disparitas. Karena itu, disebut agregat-agregat yang kemudian figurnya, angka-angkanya diperlihatkan seolah-olah membaik atau bertumbuh. Padahal, dia bertumbuh di atas disparitas yang makin lama makin tajam. Jadi, kalau kita bilang tewas karena kekurangan makanan, itu seharusnya kita nggak percaya. Karena mereka bilang ya ada kesulitan ekonomi, tetapi APBN kita bagus koq, pertumbuhan bagus, dan ada surplus APBN. Jadi, sekali lagi, tugas negara untuk memantau potensi terjadinya kelaparan itu tidak dilakukan. Negara sibuk mempromosikan dirinya sendiri sebagai berhasil. Jadi, poin kita, penderitaan rakyat yang disebut misteri, itu sekedar dijadikan umpan untuk mengatakan bahwa negara akan mengurus. Ada kekerasan, negara akan mengurus. Padahal, sebetulnya fakta yang diperlihatkan dan seringkali juga dipantau oleh publik internasional, bahwa negara tidak punya koneksi langsung dengan data riil di daerah. Jadi, kalau dikatakan bahwa negara punya data, iya, tapi datanya itu sekadar data untuk dipamerkan, bukan data untuk mengatasi masalah. Itu maksud saya. Jadi, big data itu tidak ada gunanya kalau tidak ada big policy. Big policy tidak ada gunanya kalau nggak ada big ideas. Nah itu intinya. Ini mereka bukan kelaparan lagi Bung Rocky, ini betul-betul nggak makan, karena itu dibuktikan dari otopsi di lambung yang kosong, kemudian polisi juga menemukan kulkasnya betul-betul kosong. Padahal, kalau kita lihat, ini perumahan kelas menengah kalau di Jakarta. Jadi ini yang kita sebut kemarin beberapa kali menyatakan bahwa banyak sekali orang yang nearpoor, batas antara kaya dan miskin, dari kelas menengah kemudian turun menjadi miskin, tapi kalau ini sangat-sangat miskin, sehingga mereka tidak bisa makan lagi sama sekali. Itu sangat mungkin tiba-tiba uangnya habis saja dan dia nggak tahu mau ngapain, saling menguatkan lalu akhirnya kehabisan tenaga, lalu tewas secara tragis di situ. Kita membayangkan itu ada G20 di Bali yang dipersiapkan bertahun-tahun, iklannya ada di mana-mana. Setiap peristiwa rapat seminar, ada pidato ketua panitia tentang G20, menteri ngomong tentang G20. Tetapi, ada kelaparan hanya 5 km dari Istana. Jadi, kontras itu, kita bukan mau protes bahwa pemerintah tidak boleh pamerkan hasilnya, tetapi pameran itu mesti berimbang dengan deteksi dari petugas-petugas tentang potensi kemiskinan, potensi kelaparan, potensi tewasnya manusia, hanya karena satu dua hari tenaganya hilang tiba-tiba dia lihat dompetnya ternyata sudah habis, di ATM ternyata sudah nggak ada lagi. Jadi, sebetulnya persiapan tentang kesulitan pangan dunia ini, juga harus masuk di dalam agenda kabinet. Mestinya begitu kan. Jadi, kabinet sibuk mengurus isu global food and energy, tapi nggak pernah ada satu sidang yang betul-betul dibuat kita paham bahwa presiden bersidang untuk memantau potensi terjadinya impoverishment, pemiskinan yang tiba-tiba ini. Jadi, poin kita selalu, buat apa ada data kalau akhirnya data itu dibatalkan oleh peristiwa tragis kemarin, satu keluarga tewas karena tidak makan. Jadi, orang bertanya kalau rapat itu ngapain di ibukota (Istana), apa sebenarnya yang dirapatkan. Absurd sekali kita membayangkan dalam satu dua minggu ke depan, akan sibuk dengan suatu perhelatan besar, tapi keadaan rakyat itu betul-betul terabaikan atau bukan sekadar terabaikan, tapi nggak punya akses untuk mengetahui apa yang akan dibicarakan di G20. G20 itu menjadi semacam konspirasi yang sangat elitis dan rakyat bahkan nggak boleh pergi ke Bali dan beberapa relawan yang memperjuangkan hak rakyat kecil dihalau untuk masuk ke Bali oleh LSM, oleh ormas juga tuh. Nggak ada semacam persiapan untuk mengatakan pada rakyat ini perhelatan bangsa, nggak ada, jadi perhelatan presiden dan kabinet dengan target yang pasti gagal gitu, karena upaya untuk mengakhiri perang di Eropa nggak jadi, karena Ukraine nggak datang, Putin nggak datang. Kalau Amerika datang, itu pasti memaksa bangsa Indonesia untuk memilih, proksi China atau Amerika. Kan itu saja. Tentang Pilpres dan Capres Oke. Karena itulah secara konsisten, kita, FNN, selalu menyerukan, terutama berkaitan dengan Pilpres, calon-calon presiden, itu memang betul-betul, itu tidak hanya modal pencitraan. Itu yang selalu kita serukan, karena ini menarik juga. Saya dikirimi meme atau kompilasi, ini bagaimana tanpa sadar itu ada foto-foto Ganjar itu posisinya persis semua dengan posisi yang dilakukan Pak Jokowi. Saya jadi tersenyum-senyum sendiri dan saya jadi teringat Anda tidak salah kalau menyebutkan bahwa memang Ganjar ini Little Jokowi. Little dalam pengertian politis ya, bukan pengertian fisiknya. Karena fisiknya lebih gede Ganjar dari Pak Jokowi. Saya agak bingung melihat meme semacam ini. Apalagi kemudian gara-gara itu saya penasaran, kalau dilihat banyak sekali foto-foto Ganjar dan sebagainya yang saya bilang untuk apa ya presiden pencitraan semacam itu. Apakah bisa membuat kenyang orang  satu keluarga yang tewas di Kalideres, Jakarta Barat, tadi. Saya menganggap Ganjar itu (sudah) kehilangan daya untuk meningkatkan elektabilitasnya. Dayanya hilang, gayanya banyak. Jadi, miskin daya, kaya gaya, sehingga mengulang-ulang sesuatu yang mungkin tim suksesnya bilang yang begini lucu, ini milenial bisa tertarik. Tapi, itu artinya, timnya Ganjar ini membodohi rakyat. Kan rakyat kita mau ada pertandingan politik berbasis gagasan, berbasis konsep, bukan berbasis postur, posisi, gimik-gimik yang dibuat dengan kamera-kamera canggih. Buat apa. Kita menghindari itu justru. Kita mau orang datang seadanya, tetapi keseadaannya itu tidak menghalangi kemampuan dia untuk mengadakan pikiran, supaya pikiran yang diadakan itu, itu yang kita pestakan nanti di 2024. Jadi persiapan-persiapan Pemilu sekarang itu betul-betul sekedar numpang tenar, tapi enggak ada gagasan. Mau tenar saja tuh. Sekaligus itu kan KPU kasih dong semacam panduan, supaya rakyat paham kalau yang beginian itu memalukan. Kalau KPU sendiri cuma bilang bahwa kami cuma penyelenggara maka secara teknis kami siapkan kotak-kotak suara. Sebetulnya, fungsi KPU itu bukan sekedar menjadi panitia teknis, tapi mendorong proses Pemilu itu yang betul-betul bermutu, dimulai dari mengevaluasi gimik-gimik dari para capres ini. Bukan demi KPU, tapi demi rakyat yang akan memilih. Jadi, KPU ini juga jadi tempat cari kerjaan doang tuh. Dia nggak paham apa artinya menghidupkan demokrasi. Sekarang orang enggak lihat ada persaingan demokrasi. Orang lihat siapa yang dapat amplop duluan, orang lihat siapa yang dikasih fasilitas duluan, dan Ganjar paham itu. Ya saya dapat informasi, beberapa mahasiswa bahkan dibuatkan di kampus itu semacam klub. Ada lagi yang dapat fasilitas rumah untuk tempat diskusi, tapi dengan pesan “kalian mesti kritis ya. Iya, kritis, tapi disuruh kritis oleh orang yang memberi fasilitas”. Itu yang Anda maksud kelompok Cipayung plus itu ya? Iya. Itu sudah pastilah. Tetapi ada juga kelompok-kelompok mahasiswa yang memberitahu saya bahwa kami mahasiswa ada yang dikasih Rp 300.000, ada yang dikasih sejuta sebulan. Buat apa? Ya buat bikin kegiatan. Oleh siapa? Oleh timnya Ganjar. Saya lupa kapan, mungkin 3 - 4 bulan lalu saya dengar cerita itu. Saya bilang ya nggak apa-apalah. Kan itu fasilitas yang diberikan agar kalian aktif. Iya, tapi itu kayaknya sogokan. Saya bilang belum tentu. Mungkin orang lain yang mau jatuhin Ganjar, tapi mereka menganggap bahwa itu bagian dari upaya supaya kita nggak mengkritik Ganjar. Ya, biasa saja, yang penting mahasiswa tetap tahu keadaan. Mahasiswa bisa bandingkan antara Jokowi dan Ganjar. Saya bilang begitu. Bedanya apa, ya sama saja. Ya, kalau begitu ngapain pilih Ganjar, pilih Jokowi saja lagi. Tapi, sekali lagi, siram-menyiram fasilitas ini adalah hal yang sudah biasalah. Itu kita tahu. Yang kurang, siram-menyiram gagasan. Kenapa kita terus mengkritik Mas Ganjar ini, karena dia kan katanya disebut salah satu calon presiden yang potensial untuk memenangkan Pilpres. Nah, kita inginnya dia menang karena memang gagasannya jelas tentang bangsa Indonesia itu seperti apa, bukan hanya karena menang gaya tadi. Yang gimik-gimik ini mestinya berhentilah. Tunjukkan yang lebih naik kelas. Itu sindirannya bagus. Naik kelaslah. Masa’ dari dulu gitu-gitu saja. Sudahlah, biarin itu bagian dari Pak Jokowi. Waktu Ganjar cari gorong-gorong yang mirip gorong-gorong yang punya Jokowi itu yang bentuknya sama. Jadi, sukses Pak Jokowi jangan ditiru oleh Ganjar, karena itu sukses yang palsu. Di ujung pemerintahan Pak Jokowi bangsa terbelah, di ujung pemerintahan Pak Jokowi rasa aman publik hilang, di ujung pemerintahan Pak Jokowi disparitas meninggi, masa iya mau diikuti Ganjar. Ini Pak Jokowi bahkan sudah merasa bahwa sudah di ujung pemerintahan dia tinggal satu yang ingin dia pastikan bahwa siapapun pengganti beliau, IKN harus jalan. Itu keinginan saja. Tapi, siapapun pengganti Jokowi, pasti IKN akan batal. Karena ini bukan soal menjalankan, tapi soal kemampuan menjalankan. Ganjar pasti tidak bisa meneruskan IKN itu, karena hutang-hutang Jokowi, hutang korporasi apalagi utang-utang BUMN yang dipakai untuk membiayai aksi korporasi, itu akan ditagih oleh lender-nya mungkin masih nego, tetapi kalau ditagih oleh rakyat bagaimana coba. Kalau nggak ada, rakyat merasa bahwa ya itu dalam setiap hari bisa dicicil itu kematian seperti yang terjadi di Jakarta Barat kemarin itu. Oke. Kita terusin ngomong soal capres. Kalau tadi Ganjar sudah kita bahas, sekarang soal Anies. Kemarin ulang tahun Nasdem, 10 November. Ternyata, yang paling banyak disoroti publik adalah ternyata nggak jadi deklarasi bersama dengan PKS dan Demokrat, walaupun kemudian Demokrat dan PKS menyampaikan bahwa itu tinggal proses waktu saja. Tapi kalau kita menyimak pidatonya Anies Baswedan dan Pak Surya Paloh, ada dua hal yang saya sorot. Pertama, Pak Surya Paloh sekarang kelihatannya sudah mulai release bahwa dia harus menghadapi Nasdem akan direshuffles, selalu diulang lagi bahwa itu hak prerogatif dari Pak Jokowi. Tetapi, Pak Jokowi tahu siapa sahabat Jokowi. Sementara, Anies mengingatkan bahwa kita berterima kasih pada Nasdem yang sudah memilih jalan untuk mendaki dan terjal. Dia mengingatkan kita bahwa untuk mencapai tujuan yang tinggi, untuk sukses, orang harus memilih jalan yang mendaki dan terjal. Dan saya kira sebenarnya untuk proses awal Nasdem sudah bagus, berani melawan pemerintah padahal dia bagian dari pemerintah. Cuma penanganan afternya itu yang kemarin kita persoalkan. Jelas narasi Anies lebih kerenlah dari Ganjar, sudah memilih tapi jalan yang terjal. Kan bagi milenial, itu menandakan intelektualitas. Kemampuan Anies untuk menyulap kepahitan hidupnya itu, dia kan sekarang sedang pahit kehidupan politiknya. Padahal dia kan harus memutuskan pro Nasdem yang artinya separuh pro- Jokowi atau pro-relawan yang sepenuhnya anti – Jokowi. Kan gitu mental itu. Jadi, Anies dijepit di situ tuh dan jepitan itu yang mungkin juga Anies diuji. Kalau mau terus dengan Nasdem, itu artinya Nasdem mau bawa Anies untuk nego dengan Jokowi. Kemarin saya usulkan ya kalau itu jalan pikirannya, ya langsung saja. Nasdem bilang Anies kami pasangkan dengan (putra Jokowi) Gibran Rakabuming Raka. Selesai masalah. Aduh, diulang lagi nih. Nanti ribut lagi nih. Saya selalu hanya menguji jalan pikiran tuh. Jadi, continuitys and change, siapa? Yang paling tepat Gibran. Karena sinyal continuity ada pada Gibran. Anies jadi lebih aman. Mungkin itu juga yang ditunggu Pak Jokowi. Dan, Gibran bisa magang di situ. Ya pasti PKS sama Demokrat akan marah pada saya, tapi saya tahu mereka paham satire saya. Jadi, bagian-bagian ini yang mau kita ujikan tuh. Tetap Anies sudah ada di dalam elu-eluan massa, nggak mungkin lagi ditinggalkan. Jadi. Anies akan maju terus sebagai calon presiden karena pertandingannya sekarang bukan Anies versus Ganjar tapi Anies versus Jokowi. Anies versus Surya Paloh. Kalau Anies kalah, relawan pasti mundur, lalu bubarlah pencalonan Anies kan. Tapi, banyak juga relawan yang mungkin bisa disogok. Itu kritik saya kemarin kepada Anies, ya Anda akan maju karena sejarah memanggil. Tapi Anda jangan panggil relawan untuk mendekat ke Nasdem. Itu dua agenda yang berbeda. Biarkan relawan lakukan aktivitasnya dan mungkin sekali kalau Pemilu formalnya gagal, bisa Pemilu dilakukan oleh relawan. Jadi Anies mesti berani ambil risiko itu. Sebagai sahabat ya selalu mendorong Anies untuk mempertimbangkan bahwa tidak harus politik itu sempurna melalui sistem elektoral. Kalau ada kecelakaan, orang akan tunggu Anies itu dihasilkan oleh (suatu) kecelakaan politik. Itu juga bagus buat Indonesia untuk belajar bahwa dari awal politik ini memang diasuh dengan cara yang tidak benar. Oleh karena itu, Pemilu tidak boleh membenarkan cara itu. Harus ada Pemilu yang diselenggarakan oleh rakyat, bukan oleh KPU. Dan, kita bisa bayangkan, kalau terjadi deadlock misalnya Anies nggak ada cawapresnya, bagaimana keadaan Indonesia. Sementara, semua bakal cawapres bisa disogok Istana supaya jangan mau jadi cawapresnya Anies. Berarti Anies enggak masuk walaupun elektabilitas naik terus, maka terjadi social unrest. Kan itu. Jadi kita mesti membayangkan cara-cara buruk untuk menghalangi Anies. Itu sebetulnya yang sudah kita bayangkan adalah cara-cara bagus untuk memuluskan Ganjar, tapi kemudian Presiden Jokowi berpikir ya sudahlah daripada ribut saya mending dorong Prabowo Subianto saja karena Prabowo yang sudah terjamin kesetiaannya. Kira-kira begitu. Politik kan goal without moral. Satu waktu juga Pak Prabowo mungkin ngasih sinyal bahwa saya enggak akan terusin IKN, karena itu berat betul, walaupun Pak Prabowo punya tanah di situ. (sof/sws)

Usulan APINDO No Work No Pay, Menyakiti Hati Buruh dan Minim Empati Kondisi Buruh!

Jakarta, FNN – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) bereaksi keras terkait adanya desakan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk menerbitkan aturan berisi fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar). ASPEK Indonesia menilai desakan APINDO pada Pemerintah ini membuktikan bahwa kelompok pengusaha hari ini semakin rakus dan hanya mementingkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Para pengusaha rakus belum juga puas walaupun sudah berhasil “melahirkan” Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, namun masih saja terus menekan kehidupan pekerja/buruh. “ASPEK Indonesia mendesak Menteri Ketenagakerjaan untuk menolak dengan tegas terkait permintaan aturan fleksibilitas jam kerja \"no work no pay\" yang tidak manusiawi tersebut,” kata Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis ASPEK Indonesia, Sabtu (12/11/2022). Mirah Sumirat mengingatkan Pemerintah dalam hal ini Menaker untuk menunjukkan keberpihakannya kepada nasib pekerja/buruh di Indonesia. Jangan sampai pekerja/buruh mengalami eksplotasi dari pengusaha karena pekerja/buruh adalah urat nadinya perekonomian Indonesia. “Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, baik perlindungan kepastian kerja, kepastian upah layak dan kepastian jaminan sosial,” tegas Mirah Sumirat. Mirah Sumirat menyentil pernyataan APINDO yang berdalih perlunya aturan no work no pay adalah untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). “Dalih APINDO itu hanya omong kosong dan dibuat-buat, hanya mencari alasan untuk lepas dari tanggungjawab membayar hak-hak pekerja/buruh! Karena sebetulnya mereka tidak mau bertanggung jawab untuk mensejahterakan pekerja/buruhnya sendiri,” lanjut Mirah Sumirat. Karena itu, ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah dan pengusaha untuk memaksimalkan peran serikat pekerja di setiap perusahaan, khususnya dalam menghadapi tantangan dunia usaha saat ini. “Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk efisiensi perusahaan, tanpa harus menghilangkan hak-hak normatif pekerja/buruh, dan tanpa melakukan PHK,” pungkas Mirah Sumirat. (mth/sws)

Bjorka Kembali Beraksi: MyPertamina Dibobol

Jakarta, FNN – Pada 24 Oktober 2022, FNN menulis Bjorka dengan judul: “Bjorka Bakal Muncul Lagi Awal November 2022?” FNN menyebut, Bjorka diam sampai akhir Oktober 2022 karena dia sedang proses hapus jejak. Dan juga, untuk mengamankan Bitcoin miliknya agar tak bisa dideteksi. Menurut seorang netizen yang pernah “bersalam” di Darkweb, Bjorka mungkin akan kembali beraksi akhir Oktober atau awal November 2022. Dan, ternyata benar. Bjorka yang sebelumnya pernah mengancam akan membobol aplikasi MyPertamina, dibuktikannya. Dugaan kebocoran data MyPertamina ini diunggah Bjorka lewat forum hacker Breached.to pada Kamis (10/11/2022). Kebocoran data yang dilakukan Bjorka pertama kali disebarkan oleh akun Twitter @FalconFeedsio. Ia pun sempat menyebarkan pesan Bjorka yang ada di Telegram. Data aplikasi MyPertamina yang diretas ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi pada lembaga negara. Sebelumnya Bjorka juga melakukan pencurian data terhadap pelanggan Indihome, data pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan surat yang ditujukan untuk presiden Indonesia. Dalam unggahan di Breached Forum, akun Bjorka menuliskan bahwa dirinya mengantongi 44 juta data dari MyPertamina per Kamis (10/11/2022). Dalam keterangan yang sama, Bjorka melanjutkan bahwa ukuran data itu mencapai 30 GB namun telah terkompres hanya berukuran 6 GB. Peretasan dilakukan seja. Data pengguna aplikasi MyPertamina yang di-hack oleh Bjorka meliputi nama, email, nomor induk kependudukan atau NIK, NPWP, nomor telepon, serta pengeluaran pengguna. Bjorka juga menyertakan link contoh transaksi yang dilakukan oleh pengguna aplikasi MyPertamina tersebut. Data tersebut kemudian dijual dengan harga USD 25.000 atau sekitar Rp 392 juta dengan pembayaran melalui bitcoin. Bjorka juga menuliskan bahwa dirinya mengantongi 44 juta data pengguna. Data itu disertai keterangan bahwa aplikasi MyPertamina terintegrasi dengan platform dompet digital LinkAja yang digunakan untuk pembayaran di SPBU secara non-tunai. Ulah Bjorka ini sebelumnya ramai dibahas di Twitter. Beberapa netizen turut memberikan tanggapan atas kejadian peretasan ini. “Lohh ehh lohh ehh lohh kemarin anggaran naik buat security karena Bjorka terus ngilang. Ini Bjorka comeback bobol lagi. Btw anggaran kemarin kurang kah?? Mueheheheee,” tulis @adi***, seperti dikutif Suara.com. Mengapa yang diserang itu Indonesia? Bjorka menjelaskan, dia menyerang Indonesia hanya ingin memberi pelajaran. Sebab, pengamanan data yang dilakukan selama ini ecek-ecek. Jadi, gampang dibobol. Menurutnya, seharusnya dengan anggaran yang digunakan selama ini, sistem yang mampu dibeli Indonesia sudah super canggih. “Artinya, (sudah) banyak uang anggaran yang raib oleh sulapan para pejabat. Anggaran yang raib itu sudah dihitung. Nanti akan dibuka ke umum pada waktunya. Sehingga, kebocoran dapat segera terungkap,” kata Bjorka. “Padahal bulan lalu RUU pelindungan data pribadi barusan disahkan. Udah punya nama resmi UU 27/2022. Dan udah ada sosiasinya https://appdi.or.id. Tapi gatau lah,” tutur @nih***. (mth) 

Megawati dan Puan Tabur Bunga Tragedi Itaewon, Netizen: Lupa ya Kanjuruhan Lebih Dekat

IRONIS memang. Meski korban penembakan gas air mata polisi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022, mencapai 135 orang tewas, ternyata Ketua DPR Puan Maharani dan ibunya yang juga Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri lebih memilih ke Korea Selatan. Bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November 2022, keduanya memilih ke lokasi Tragedi Itaewon di Kota Seoul, Korsel daripada ke Stadion Kanjuruhan, yang waktu tempuhnya hanya sekitar 1,5 jam saja dari Jakarta. Kedua tokoh politik itu juga mengekspresikan rasa duka atas tragedi tersebut dengan menaruh bunga. Kedatangan keduanya dipersiapkan oleh protokoler DPR, KBRI Seoul, dan pihak Korsel. Keduanya mendatangi tempat menyampaikan duka bagi VIP. Di situ keduanya menaruh bunga dan menuliskan ucapan duka cita. Jarak tempat duka bagi VIP dan lokasi tragedi sekitar 300 meter, masih di wilayah Itaewon. Keduanya membawa nama sebagai pimpinan DPR dan Ketum partai ketika mengucapkan bela sungkawa. Sedangkan korban akibat penembakan gas air mata di Kanjuruhan nyaris tak dapat ucapan bela sungkawa sama sekali, apalagi didatangani oleh keduanya, padahal jarak Jakarta – Malang cuma sekitar 1.000 km saja. Ironis bukan? Miris sekali. Selamat jalan “Pahlawan Aremania”! Meski kedua tokoh politik itu tidak peduli dengan korban Stadion Kanjuruhan, toh masih banyak rakyat yang menaruh empati kepada mereka. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat kunjungan Megawati dan Puan ke Korsel itu? Berikut ini dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Jum’at (11/11/2022). Setelah memberi kuliah umum di Universitas Bengkulu, saya kira sama ya, Anda temukan di berbagai daerah apa yang dipikirkan oleh publik. Iya. Itu akhirnya saya bikin komparasi bahwa ekspresi lokal itu tidak bisa dipahami hanya melalui keterangan pers dari partai-partai di pusat. Jadi dari pusat itu nggak paham bahwa di daerah itu perintah partai pusat beda dengan keadaan lokalnya. Jadi, kelihatannya ini dari segi kepartaian itu nggak ada hubungan langsung antara DPP dan pengurus daerah. Keluh kesah dari pengurus daerah menunjukkan kepada siapa itu tidak online sebetulnya atau tidak inline apa yang menjadi ekspresi daerah dan apa yang diputuskan di pusat. Bagi mahasiswa kendati Bengkulu sedikit melemah karena prestasi akademis yang tidak tumbuh dengan baik dan itu masih takut untuk mengekspresikan pikirannya, tapi mereka anggap bahwa ini permulaan. Jadi, mereka mengundang saya dengan maksud berani untuk bicara. Jadi, terlihat bahwa kampus memang membutuhkan diasuh kembali oleh akal sehat. Kira-kira begitu tema mereka, karena dia nggak dapat informasi lain tentang politik selain dari FNN. Semua hal akhirnya dikembalikan pada kehadiran FNN. Itu jadi FNN sudah jadi talk of the town di Bengkulu. Syukurlah kalau memang apa yang kita lakukan itu semacam ada manfaatnya. Ada kontribusi kita terhadap pemikiran-pemikiran di daerah begitu, karena memang sejak awal kan channel ini kita dedikasikan untuk itu. Itu mahasiswa tanya bagaimana desa kalian tahu. Mereka bilang, di desa kami juga setiap hari itu ada komunitas untuk saling mengingatkan bahwa ini ada video FNN. Jadi, mereka sebut ibu-ibu, emak-emak, itu begitu ada pertemuan para petani, misalnya, itu membahas isu FNN. Mereka menganggap bahwa yang penting mereka dengar. Kalau mengerti itu mungkin masih susah. Jadi, begitu cara mereka mengapresasi percakapan-percakapan di FNN. Terima kasih. Nanti kita mencoba sedikit menurunkan bahasa, tapi susah juga. Saya kira mereka juga nanti lama-lama kalau ikuti kita terus juga paham. Jadi, hal yang menggembirakan sebetulnya kendati mereka jujur mengatakan bahwa sebetulnya mereka nggak paham tapi mereka tahu ini politik yang benar. Mereka cuma ingin ada suara yang bisa memungkinkan mereka tahu bahwa pikiran mereka disambungkan melalui jalur-jalur sosial media. Dan, FNN ya itu yang mereka lihat sebetulnya tuh. Dosen-dosen juga begitu tuh, hadir banyak dosen, ada yang berbisik-bisik, tapi ada yang langsung lantang. Oke Bung Rocky, sekarang kita bahas hal yang lagi rame, karena Bu Mega dan Mbak Puan sedang di Korea. Kan Mbak Puan mendapat gelar Doktor Honoris Causa yang kedua dan ini dia masih kalah jauh dibandingkan dengan Bu Megawati. Tapi sekarang ini netizen lagi heboh karena selama di Korea rupanya Ibu Mega dan Mbak Puan itu berkunjung ke Itaewan, tempat di mana ada tragedi di sana, kemudian dia meletakkan bunga di sana sebagai tanda duka cita. Saya kira ini bagus, tapi kemudian netizen mempersoalkan kenapa kok sampai Korea jauh-jauh datang ke situ, tapi ketika ada peristiwa di Kanjuruan kok tidak kedengaran Ibu Megawati dan Mbak Puan. Ini digugat oleh para netizen ini Bung Rocky. Ini soal standar etik pemimpin. Ini benar dan kan memang nggak ada pejabat  yang datang ke situ dan tokoh-tokoh partai menganggap itu sekadar tragedi. Dia nggak bisa paham bahwa itu juga adalah konstituen, yang kalau Pemilu dikerahkan untuk mengusung tokoh tertentu, tapi ketika terjadi peristiwa itu, seoalah-olah lepas tangan. Karena itu hak publik sebetulnya buat mengintip kegiatan Ibu Mega di Korea, dan mulai bikin penilaian. Jadi betul, kendati publik Indonesia itu seolah-olah tidak peduli, tapi begitu ada perbandingan mereka langsung anggap bahwa ini enggak benar tuh. Jadi kepekaan muncul selalu ketika ada perbandingan. Itu artinya, mereka sebetulnya dari awal tahu bahwa yang terjadi di Malang itu harus dapat perhatian lebih besar dari Ibu Mega. Karena di situ juga wong cilik tuh. Jadi, keluh kesah atau semacam sinisme itu menunjukkan bahwa rakyat kita peka terhadap ketidakadilan. Dan, itu yang mesti dipahami oleh Ibu Mega. Kalau Ibu Mega dapat doktor, belum balik ke Indonesia itu masih di Korea, sudah dinilai sebagai tidak peka, ya apa gunanya simbol-simbol akademis itu. Ya. Ini saya kira sebenarnya kayak gini nggak perlu baper juga kalau netizen mempersoalkan ini. Karena persoalan seperti ini saya kira sangat substansial. Jadi, kesannya itu kan seperti tidak ada ketulusan kalau di luar negeri bisa menunjukkan semacam itu, kenapa hal yang sama tidak bisa dilakukan, justru harusnya yang lebih diutamakan ketika terjadi dalam negeri, bukan di luar negeri. Ya itu yang kita maksud bahwa standard moral orang Indonesia sebetulnya tinggi dan begitu kontras diperlihatkan, muncul evaluasi dan evaluasi itu yang juga diberlakukan oleh rakyat Indonesia atau netizen kalau melihat kebijakan pemerintah yang timpang atau berbohong. Jadi, cara kita membaca oposisi sekarang adalah melalui sinisme, satire dari netizen, itu dasarnya. Jadi Pak Jokowi atau pemerintah jangan anggap bahwa oposisi itu berhenti ketika partai-partai itu diserap dalam kekuasaan. Tetap saja, suara masyarakat sipil itu suara yang jujur, suara yang jernih. Tentang Prabowo Didatangi Projo Oke, Bung Rocky kita ngomongin kelanjutan obrolan yang kemarin. Kemarin Pak Prabowo didatangi oleh Projo yang baru saja menyelenggarakan musra di Sumatera Barat dan kalau di Sumatera Barat kita pasti tahulah memang Pak Prabowo juga menang di sana pada pilpres yang lalu. Dan sebenarnya mereka ini juga tidak hanya akan menemui Pak Prabowo, tapi juga menemui orang lain seperti Erick Thohir, Sandiaga Uno dan sebagainya. Tetapi sekarang ini menjadi berbeda pertemuan itu setelah Pak Jokowi meng-endorse Pak Prabowo gitu, dan kata Projo, karena Pak Jokowi mendukung Pak Prabowo, jadi Projo juga mendukung Pak Prabowo. Ini jadi sangat menarik dan Pak Prabowo juga memberikan sinyal bahwa dia merasa nyaman bekerja sama dengan Jokowi dan dia minta agar komunikasi dengan Projo terus berlanjut. Saya kira ini kan sebenarnya sinyal-sinyal politik yang kita bisa baca ke mana arahnya. Ya, apa gunanya lagi Projo kalau “kami mendukung apa yang didukung oleh Pak Jokowi”. Jadi, ngapain dukung lagi kalau presidennya sendiri sudah mendukung. Ngapain relawan sibuk-sibuk? Kan fungsi relawan memperkuat dukungan kepada presiden. Sekarang presiden bilang ya saya sudah pastikan, Presiden Jokowi mestinya bubarin saja kan. Nggak ada manfaatnya lagi. Karena presiden langsung. Lain kalau Projo yang tekan Jokowi untuk memberi sinyal pada Pak Prabowo maka Projo bisa klaim itu. Kalau sekarang Projo enggak klaim apa-apa. Kan Projo mau bilang ya Pak Jokowi sudah putuskan maka kami ikut. Itu bukan berita. Itu namanya pengikut Jokowi jadi apa yang diputuskan Jokowi dia ikut. Jadi Pak Jokowi bilang oke maka dia ikut. Bayangkan, misalnya dulu Projo sangat anti-Prabowo. Mereka merasa ini jijik, misalnya, menyebut nama itu. Sekarang mereka mesti nyebut itu karena Presiden Jokowi sebutkan nama dia, nama Pak Prabowo. Bagi Pak Prabowo itu enggak ada problem juga, didukung enggak didukung. Bagi Pak Prabowo yang penting dia dapat sinyal bahwa Jokowi tidak akan menghalangi Prabowo, maka Pak Prabowo mengkonsolidasi partainya tuh. Yang bekerja siapa nanti? Ya relawan Gerindra, bukan lagi relawan Jokowi sebetulnya. Jadi agak ajaib sebetulnya ini para relawan Pak Jokowi mondar-mandir atau ke sana kemari saja kerjaannya. Nggak ada poin di situ. Itu yang dari awal kita terangkan bahwa musra itu akhirnya akan berhenti itu sebelum tuntas 31 provinsi yang dijanjikan itu. Karena amunisinya juga habis, karena para sponsor tahu bahwa mending langsung saja Jokowi yang ucapkan daripada lewat musra. Jadi begitulah keadaan kita. Jadi terima saja bahwa memang pasti ada atau bahkan paradoks politik. Apalagi yang mesti diucapkan selain mengatakan “Selamat Datang Pak Prabowo”! Kira-kira begitu. (ida/sws)

Mahasiswa Universitas Bangka Blitung Ke Jakarta Menuntut Keadilan

Jakarta, FNN - Pasca keriuhan kasus sanksi terhadap 122 mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung (UBB),  pembungkaman kampus terhadap kebebasan akademik mahasiswa semakin masif karena pihak kampus memberikan sanksi skorsing kepada sembilan mahasiswa UBB lainnya. Kondisi itu membuat mereka ke Jakarta pada hari Kamis(10/11) . Sejak pagi hingga sore mereka mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. \"Pemberian surat kepada lembaga tinggi negara ini bertujuan untuk menguraikan situasi kebebasan akademik di UBB secara umum, dan kasus sanksi yang menimpa 131 mahasiswa secara khusus, \" ujar Presiden Mahasiswa UBB Fahlevi melalui rilis yang diterima FNN. Setelah mengirim surat kepada Komnas HAM dan Komisi X DPR RI, mahasiswa UBB beserta jejaring solidaritas dan organisasi sekawan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Kerakyatan (BEM SI Kerakyatan), Sekolah Mahasiswa Progresif, dan Komite Revolusi Pendidikan Indonesia menyatakan sikap, dan ditutup deklarasi Komite Pembebasan Akademik sebagai saluran perjuangan. Di samping itu, mahasiswa UBB juga telah terhubung ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta untuk diadvokasi secara litigasi dan non-litigasi.  \"Perjuangan ini harus menembus jarak ratusan kilometer untuk sampai di Jakarta dari Bangka Belitung. Namun, cita-cita mulia pendidikan yang adil dan demokratis menjadi nilai mati bagi seluruh kawan-kawan di Babel dan seluruh Indonesia. Maka itu, Komite Pembebasan Akademik akan memperluas basis dan jejaring kekuatan, serta mengobarkan perjuangan berdasarkan agenda dan rute yang telah ditetapkan bersama \" tegas Fahlevi. (sws)

Manurver Politik PDIP: Pemerintah Didorong Minta Maaf kepada Bung Karno dan Keluarga

PRESIDEN Joko Widodo menyatakan bahwa TAP MPRS Nomor 33 tahun 1967 telah dicabut dan tidak berlaku lagi. Aturan itu awalnya berisi pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden pertama RI Soekarno. Di bagian menimbang disebutkan bahwa Soekarno mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan kelompok G30S pada 1965. Kemudian, TAP MPRS itu dicabut pada 2003 lewat TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 (semasa Presiden Megawati Soekarnoputri. Setelah itu, Presiden Soeharto pada 1986 memberikan gelar Pahlawan Proklamator dan Pahlawan Nasional pada 2012 semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Artinya, Insinyur Soekarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan,” kata Jokowi. Pencabutan aturan ini kemudian menuai pro kontra di kalangan elit politik tanah air. Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah berharap Pemerintah Indonesia menyampaikan permohonan maaf kepada Soekarno dan keluarga besarnya karena pernah mengeluarkan TAP MPRS tersebut. “Menurut kami setelah diperolehnya gelar pahlawan nasional, kepada Bung Karno di tahun 2012, maka seyogianya negara melalui pemerintah Republik Indonesia menyampaikan permohonan maaf kepada Bung Karno dan keluarga,” kata Basarah dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11/2022). Basarah menegaskan bahwa tudingan yang ditujukan kepada Bung Karno dalam hal G30S tidak pernah terbukti. Oleh karena itu, Basarah menganggap negara perlu menyampaikan permohonan maaf kepada Sukarno dan keluarga besar. Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa menilai permintaan tersebut mengada-ada. Dia meyakini desakan itu muncul atas kemauan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Kalau Sukarno direhabilitasi itu namanya mengada-ada kan,” kata Desmond di kompleks parlemen, Rabu (8/11/2022). Ia menilai, permintaan itu muncul karena pemerintahan saat ini merupakan bagian dari keluarga Soekarno. Sebab, Jokowi juga merupakan petugas partai yang dipimpin Mega sebagai putri Presiden RI pertama tersebut. Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani berpendapat negara tak harus meminta maaf ke Bung Karno karena Tap MPR menyatakan Soekarno tidak terlibat dalam G-30S/PKI. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat persoalan ini? Berikut ini dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (10/11/2022). Saya mau tanya pada Anda Bung Rocky karena jujur saya bingung. Pak Jokowi ini kan sebenarnya sudah sejak beberapa hari yang lalu menyatakan bahwa TAP MPRS Nomor 33 tahun 1966 yang sudah dicabut dan beliau menyatakan bahwa ini kan soal Bung Karno melindungi tokoh komunis segala macam sudah dicabut. Saya waktu itu mengamati ada apa kok tiba-tiba isu ini dimunculkan, tapi tiba-tiba saja kemudian PDIP mengeluarkan statement bahwa pemerintah harus minta maaf pada keluarga Bung Karno dan kemudian sekarang, mulai hari ini, saya baca kemarin, saya baca ada penolakan dari Gerindra. Sebenarnya apa yang terjadi dan mengapa isu ini diangkat kembali. Kita bisa berspekulasi karena nggak ada yang jelas kan. Hal yang jelas Bung Karno adalah proklamator, sudah selesai sampai di situ. Itu sudah semuanya.  Apa yang masih dipersoalkan? Bahwa Bung Karno nggak bikin salah, jelas dia bikin salah. Wong dia mau jadi presiden seumur hidup. Itu soal urusan para sejarawan. Tapi, urusan kita adalah menduga-duga bahwa di belakang ini ada semacam transaksi batin lagi Pak Jokowi dengan Bu Mega tuh. Kira-kira persyaratan Bu Mega “lakukan sesuatu baru saya maafin kamu”. Itu intinya kan. Ini jadi soal personal Bung Karno pada waktu itu melakukan kesalahan di dalam kalkulasi politik sehingga terjadi peristiwa ‘65 tuh. Kan waktu itu dia bukan ayahnya Megawati, dia Presiden Republik Indonesia. Dia bukan Soekarno dalam pengertian Bapak dari sebuah keluarga. Itu lain. Sama juga dengan Pak Harto. Pak Harto juga berkuasa karena dia memelihara kekuasaan militer. Lalu kita kritik dan itu akhirnya diterima diselesaikan. Jadi mesti bedakan, ini bukan problem keluarga Ibu Mega. Ibu Mega memang mungkin terkait secara biologis, tetapi ini soal ideologi Bung Karno, ini urusan bangsa tuh. Jadi, para sejarawan memeriksa dan enggak ada orang yang menganggap Bung Karno tidak bersalah. Bahwa Bung Karno adalah proklamator, betul. Tapi Bung Karno melakukan politik melanggar HAM, menahan lawan-lawan politik, membubarkan partai politik, PSI dibubarkan, Masyumi dibubarkan, lawan-lawan politiknya ditahan, Sultan Syahrir ditahan, Buya Hamka ditahan, segala macam. Kan itu peristiwa yang ada di dalam sejarah. Kalau dimaafkan, artinya Pak Karno itu nggak pernah membuat kesalahan kalau begitu kan. Nanti jadi ajaib. Nanti tiba-tiba romusha minta PDIP minta maaf pada keluarga romusha karena Bung Karno bahkan sudah bilang saya yang mengirim mereka ke dalam kematian. Bung Karno sendiri bilang begitu karena dia sadar bahwa dia salah bikin perhitungan. Tapi pada waktu itu Bung Karno masih hidup, lalu dia tahu bahwa sebagai ketua pengerahan romusha, itu buruh yang dipaksa kerja paksa oleh Jepang ke Sailon ke luar negeri itu, itu tanggung jawab Bung Karno. Bung Karno sudah bilang, dia yang merasa bersalah. Jadi, kalau begitu nanti romusha bilang enggak cukup Bung Karno, harus keluarga, harus PDIP minta maaf. Jadi kacau nanti. Kita hanya bisa menduga bahwa di belakang itu ada tukar tambah kepentingan dan bukan kepentingan negara. Ini kepentingan dua tokoh politik, yaitu Pak Jokowi dan Ibu Mega. Jangan dilibat-libatkan dengan soal sejarah. Itu intinya. Saya heran karena Tap MPRS itu sudah dicabut sendiri semasa pemerintahan Ibu Mega tahun 2003. Bahkan, gelar pahlawan proklamator itu kalau enggak salah itu zamannya Pak Harto bahkan, tahun 1986. Kemudian, zamannya Pak SBY tahun 2012, Pak Bung Karno diberi gelar Pahlawan Nasional. Saya kira sebenarnya bangsa ini sudah meletakkan Bung Karno pada posisi yang pada makomnya gitu. Memang, nggak ada orang yang menganggap Bung Karno itu pengecut, nggak ada orang yang menganggap Bung Karno pengkhianat atau macam-macam. Orang tetap di dalam balancing antara kemakrifatan dan keangkaramukaan, tetap Bung Karno dianggap Bapak Bangsa. Di mana-mana kita tahu itu. Jadi, buat apa mempersoalkan sesuatu yang secara faktual orang tahu bahwa Bung Karno punya kesalahan, bahkan kejahatan dalam sejarah demokrasi. Dan orang anggap oke, itu kecelakaan sejarah, karena ada konteks perang dunia, perang dingin segala macam. Ada kepentingan permainan ideologi Timur Barat. Jadi, Bung Karno ada di dalam wilayah yang pada waktu itu dia bisa untuk jadi semacam sekarang, mau jadi proksi China atau proksi Amerika. Bung Karno mau melinggis Inggris, mau menyetrika Amerika, lalu terjadi peristiwa G30S. Dan itu dalam ahli sejarawan, ya salah strategi saja PKI itu. Lakukan sesuatu yang tidak matang gitu. Dan kita baca semua otokritik dari kalangan PKI sendiri itu bahwa mereka salah melakukan analisis. Sampai sekarang, data-data itu berseliweran, belum bisa dibuatkan semacam keutuhan keterangan apa yang terjadi. Tetapi, bahwa ada peristiwa itu jelas dan ada kerugian pada pihak Muslim, jelas. Dan, kita tahu bahwa semua hal itu adalah kontroversi. Jadi, buat saya, biarkan Pak Karno itu ada di dalam spektrum kontroversi. Dan, bagus juga kan, orang menilai Bung Karno dalam kontroversi itu. Kalau PDIP ngotot, apalagi keluarga Bung Karno ngotot, itu agak absurd, karena ini PDIP mau menghalangi negara. Kalau begitu Bung Karno dikecilkan lagi jadi sekadar kepala keluarga. Beliau besar sekali namanya. Jadi, apapun yang dicapkan orang pada beliau, tidak memengaruhi kemuliaan atau keagungan dia sebagai orang yang meletakkan dasar negara modern di Indonesia. Tapi kemudian, dia salah langkah karena ingin jadi presiden seumur hidup, lalu orang mulai bikin analisis kenapa jadi begitu? Karena ada sifat manusia dan ada kepentingan yang lebih besar karena Bung Karno melihat dia harus jadi Bapak Asia dengan doktrin sosio-nasionalisme itu yang didalamnya ada komunismenya. Jadi, semua variabel itu sudah kita pelajari di bangku akademi dan orang tahu bahwa Ibu Mega sebetulnya hanya bayang-bayang sederhana dari figur Bung Karno, nggak sebesar Bung Karno, apalagi Puan segala macam. Dan, orang mengerti bahwa memang enggak mungkin menandingi Bung Karno. Mau siapapun enggak bisa menandingi Bung Karno. Jadi, PDIP jangan memonopoli ke-Bungkarno-an dan menganggap bahwa kesalahan Bung Karno harus dipulihkan, apalagi minta maaf. Itu agak susah karena sejarah selalu punya cacat. Enggak ada yang jalan bagus di dalam kehidupan di dalam kehidupan seorang tokoh. Justru kesempurnaan manusia itu kan di situ ya. Ya. Berbuat salah itu adalah manusia. Antropologi politik selalu mengajarkan kesalahan pasti harus terjadi supaya dia dianggap manusia. Oke. Karena itu maka ketika beberapa hari lalu Pak Jokowi menyampaikan itu kita mencoba mengendapkan, apa maksdunya. Tiba-tiba muncul pernyataan PDIP dan kemudian sekarang ditolak oleh Gerindra dan sebagainya. Memang kita tidak terlalu salah kalau seperti Anda tadi menyimpulkan ini ada tukar tambah soal politik, apakah ini berkaitan dengan ketegangan antara Pak Jokowi dengan Ibu Mega, berkaitan dengan pencalonan Ganjar dan sebagainya. Kan orang kemudian analisis bisa ke mana-mana. Ya, analisis saya ini soal di belakang layar adalah tukar tambah itu. Tetapi, kalau kita mau perluas sedikit analisisnya, ini juga mau memancing soal politik identitas, supaya ramai. Pasti nanti pihak Islam akan menganggap enggak, Bung Karno itu bersalah dan salahnya besar sekali, karena PKI berkelahi atau melakukan kekerasan terhadap HMI. Dan, itu semua yang mengalir dalam sejarah kan. Tapi, apakah itu yang mau diungkit-ungkit hanya untuk permainan elektabilitas. Kan kacau. Jadi, tetap ini ada operasi intelijen, tapi di belakang itu juga ada semacam ya tahu sama tahu bahwa siapa yang mengeluarkan isu, tentu dia punya kepentingan pertama tuh. Jadi, kita tagih sekarang Pak Jokowi keluarin isu itu, lalu ditanggapi oleh PDIP. Itu artinya, kepentingan dia berdua saja. Mana ada kepentingan rakyat di situ. Kan rakyatnya nggak peduli soal-soal semacam itu. Tiba-tiba ada soal permintaan maaf. Jadi Gerindra pasti bereaksi karena secara historis kan mesti dibuka ulang dan faksi-faksi  yang ada dalam Gerindra juga banyak yang tahu, memang Bung Karno itu otoriter. Jadi gampang saja. Memang otoriter. Membubarkan partai sikap otoriter, menahan lawan-lawan politik juga sikap otoriter. Jadi, jangan sampai PDIP dikesankan ingin mengembalikan versi otoriterianisme Bung Karno. Satu partai, Nasakom saja yang ada di Indonesia. Itu juga otoriter. Jadi, percuma sebetulnya mengungkit-ungkit sesuatu yang nanti akan membongkar banyak hal. Padahal, sebenarnya buat kita persoalan itu sudah selesai dan saya kira bagi generasi yang baru sekarang bahkan itu jauh sekali ya persoalannya. Mereka sendiri mungkin bingung mengapa soal-soal seperti ini mesti diributkan. Iya, ini tahun Pemilu. Semua hal mau dijadikan bahan buat ambil suara, buat kampanye segala macam. Dan Pak Jokowi yang mestinya beliau sebagai presiden yang sudah nggak boleh mengambil keputusan sebetulnya. Biarkan saja banyak proyek Pak Jokowi yang pasti kalau dia bagus diteruskan oleh successornya, kalau buruk ya pasti dihentikan. Nggak usah dipaksain. Pak Jokowi nggak perlu memaksakan bahwa semua proyek dia itu harus diteruskan oleh presiden berikutnya. Kan itu artinya menahan presiden berikutnya untuk tidak boleh berimajinasi atau membuat program lain. Jadi, Pak Jokowi juga salah itu. Dia minta supaya ada kelanjutan dari program dia. Enggak ada. Nggak perlu ada. Kenapa mesti ada. Kan kalau memang baik pasti dilanjutkan, tapi bukan karena dia program Pak Jokowi, tapi karena kemasuk-akalan suatu proyek secara ekonomi maupun secara politik. Yang bahaya kalau Pak Jokowi tetap punya ambisi, seluruh proyek dia harus diteruskan oleh suksesornya. Itu artinya Pak Jokowi juga mengalami mental seperti Soekarno, mau ngatur terus-menerus. Itu bahayanya, Soekarnoisme yang otoriter bisa dipraktekkan oleh Presiden Jokowi hari ini. Saya kira sebenarnya kita harusnya dalam negara demokrasi itu kita tidak pernah membayangkan bahwa akan ada akhir masa jabatan seorang kepala negara itu kemudian terjadi kekacauan semacam ini. Karena sebenarnya demokrasi sudah mengatur mekanisme sendiri. Katakanlah kita punya pengalaman yang pertama kali kan Pak SBY yang dua periode itu dalam era demokrasi ini. Dan pada waktu itu, saat Pak SBY selesai, ya selesai. Kemudian ganti Pak Jokowi. Harusnya, kita membayangkan pola yang sama juga berlaku begitu. Tapi yang terjadi kita malah bingung nih kok seperti ini negara jadinya. Jadi, bayangkan misalnya Pak SBY ngotot supaya proyek-proyek Pak SBY harus diteruskan Pak Jokowi itu. Maka enggak mungkin Pak Jokowi ngledek ada proyek mangkrak di Hambalang waktu itu. Kan itu jelas Pak Jokowi mau kasih sinyal bahwa ini mangkrak. Sekarang banyak yang mangkrak ini di era Pak Jokowi. Jadi, biasa saja tuh. Nanti orang juga akan anggap bahwa itu karena ada salah kebijakan. Jadi, banyak hal yang enggak perlu dipaksakan. Jadi, susah nanti kalau setiap pemimpin itu harus menunjuk suksesornya. Contohnya saja SBY. SBY nggak peduli itu siapa yang mau terpilih itu karena dia nggak mau meninggalkan kesan bahwa dia mengatur masa depan orang lain tuh. Kan begitu. Bahkan, kalau Pak Jokowi ingin terpilih lagi, nggak ada orang yang ingin mengatur apa yang mesti dilakukan oleh Pak Jokowi selain dirinya sendiri itu. Jadi, sebetulnya yang disebut sirkulasi elit tersebut artinya pergantian visi kepemimpinan, bukan sekedar pergantian orang, pergantian rezim. Kalau terus-menerus Pak Jokowi ingin begitu, nanti pengganti Pak Jokowi juga akan bilang oke nanti terusin ya. Jadi terus-menerus. Jadi sejarah ini sejarah Jokowi doang. Demikian juga emosi dari teman-teman di PDIP, seolah-olah sejarah Bung Karno sudah macet. Enggak. Orang akan ingat Bung Karno terus. Nah, kalau mau dipersoalkan kenapa sejarah Bung Karno itu berhenti, ya karena Pak Jokowi tidak meneruskan proyek-proyek pikiran Pak Bung Karno yang sosialistis. Kan Pak Jokowi itu bertentangan sama sekali dengan teori ekonomi Bung Karno: kemadirian, ternyata kita nggak mandiri, tergantung pada China. Kesetaraan bangsa-bangsa, kita nggak setara, kita diatur-atur di dalam kompetisi global. Pro keadilan rakyat, enggak. Karena Bung Karno dari alam baka dia bisa lihat bahwa disparitas tinggi sekali itu. Jadi, nggak ada satu pun poin yang bisa kita katakan Jokowi itu meneruskan proyek Bung Karno. Padahal, di awal orang tahu, Pak Jokowi sebagai petugas partai diwajibkan untuk pro pada pikiran-pikiran Bung Karno dan kita nggak lihat itu dalam kenyataan. Bahkan, dalam narasinya Pak Jokowi itu tidak punya semacam kesamaan dengan Bung Karno, walaupun nggak boleh disama-samakan, tapi jauh betul. Jadi bagaimana kita menempatkan ini secara proporsional Bung Rocky? Ini permainan sementara dalam upaya memancing opini itu. Biasanya, ketika opini terbentuk, akan ada yang ambil keuntungan dari penyesatan opini. Kan itu saja. Karena itu, kita mau terangkan pada publik nggak usah peduli saja. Kan ini nggak ada urusan dengan pemilu yang jujur, gak ada urusan dengan kesulitan ekonomi hari-hari ini. Satu-satunya hal yang bisa kita duga secara kuat adalah persaingan antara Jokowi dan Megawati belum selesai. Oleh karena itu, dicari jembatan. Jembatannya adalah memunculkan isu semacam ini. Yang kedua, sekaligus memancing reaksi dari masyarakat kaum muslim politik. Setiap kali Bung Karno diajukan itu sebetulnya reaksi pertama dari umat muslim. (sof/sws)

Presiden Jokowi Bisa Dapatkan Penghargaan Nobel Apabila Bisa Memfasilitasi Akhiri Perang Rusia-Ukraina dan Jaga Perdamaian Dunia di KTT G20

Jakarta, FNN - Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana menegaskan, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 di Bali pada 15 hingga 16 November mendatang bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan politik diplomasinya di dunia internasional saat ini. Indonesia bisa mendorong perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung selama 9 bulan ini, segera diakhiri dan meminta semua negara yang bertikai berkomitmen menjaga perdamain dunia. Sebab, dunia saat ini di ambang mata terjadinya Perang Dunia (PD) III pasca bergabungnya Belarusia, China, Iran dan Korea Utara ke Rusia melawan NATO, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dalam perang Rusia-Ukraina. \"Ini momentum bagi dunia, kalau Indonesia bisa mempertemukan kepala negara dan kepala pemerintahan dari negara-negara yang bertikai. Saya yakin, itu bisa menjadi nobel prize (penghargaan nobel) bagi presiden, karena bisa menghadirkan perdamaian,\" kata Hikmahanto dalam Gelora Talk Bertajuk \'Babak Baru Perang Rusia-Ukraina dan apa dampaknya bagi Dunia?, Rabu (9/11/2022). Karena itu, Hikmahanto berharap para diplomat Indonesia bisa mendukung upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, terutama Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak hadir di KTT G20. \"Kemudian memfalitasi pertemuan bilateral diantara kepala negara dan kepala pemerintahan yang hadir. Ada pembicaraan cukup 30 menit saja, tidak perlu lama-lama. Tetapi, intinya negara-negara yang bertikai berkomitmen kepada perdamaian,\" katanya. Hikmahanto menilai situasi KTT G20 di Bali saat ini mirip dengan situasi pertemuan Bretton Woods, New Hampshire pada 1944 pasca PD II. Ketika itu, AS dan Inggris selaku pemenang PD II melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), selain membentuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). \"Pertemuan G20 ini, sama peristiwa sepertinya Bretton Woods tahun 1944. Negara pemenang berkumpul dan menentukan sistem dunia di masa datang. Bedanya sekarang semua negara bertikai berkumpul, nah kalau Indonesia bisa mempertemukan semua kepala negara dan pemerintahan itu, bisa tercipta perdamaian dunia,\" tandasnya. Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani di sela-sela mewisuda mahasiswanya ini menilai, keberadaan PBB untuk menyelesaikan konflik atau sengketa antar negara sudah tidak efektif lagi, karena tidak bisa mengambil keputusan secara langsung. \"PBB itu tidak efektif, karena hanya diwakili dubes. Nah, di G20 dihadiri langsung kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga akan cepat diambil keputusan. G20 ini sangat krusial, karena tidak ada forum lagi seperti itu dalam waktu dekat,\" katanya. Menurut Hikmahanto, banyak negara yang sudah \'mencolek\' Indonesia, tidak hanya negara yang bertikai saja, tetapi negara-negara lain. Mereka berharap Indonesia bisa memfasilitasi perdamaian, dan perang Rusia-Ukraina diakhiri. \"Semua negara saat ini bergantung kepada Indonesia yang sedang menyelenggarakan G20. Tidak perlu mencari mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi perlu ada komitmen antar negara untuk tidak menggunakan kekerasan, baik dari Rusia dan Ukraina, khususnya Amerika Serikat, Inggris dan negara NATO lainnya yang mendukung Ukraina. Yang penting ada perdamaian, dan kita berharap tidak terjadi Perang Dunia III,\" tegasnya. Kemandirian atau Berdikari Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin sebenarnya ingin menghadiri KTT G20 dengan mengirimkan delegasi tingkat tingginya, antara lain Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia yang sudah dikarantina di Bali. \"Tapi Putin masih lihat kondisi, ini perangnya beda, kalau perang sama Ukraina saja dia pasti datang, musuhnya itu semuanya ada di G20, sehingga faktor keamanannya akan sangat ketat. Putin itu menganggap Presiden Jokowi saudara, memanggilnya brother. Putin tidak mau merepotkan brothernya gara-gara dia datang, kira-kira begitu. Tetapi, saya berharap agar Putin tetap datang ke Bali,\" kata Connie. Connie yang memiliki kedekatan dengan Presiden Rusia Vladmir Putin berharap Indonesia bisa mengambil pelajaran dari perang Rusia-Ukraina. Dimana perlunya berdikari atau kemandirian Indonesia seperti Rusia dan tidak bergantung kepada negara lain. \"Kita harus belajar dari perang Rusia-Ukraina. Rusia telah memberi pelajaran kepada kita dengan kondisi saat ini, pentingnya berdikari, Indonesia bisa seperti Rusia. Mengurus Indonesia tentunya lebih mudah, daripada mengurus Rusia. Wilayah Rusia jauh lebih besar dari Indonesia saja, kenapa Indonesia tidak bisa. Indonesia harusnya bisa, saya yakin Indonesia bisa,\" katanya. Pengamat militer dan pertahanan ini juga berharap para pemimpin sekarang bisa mengambil pelajaran dari Presiden RI pertama, Soekarno dan para funding father yang menginisiasi Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement yang telah melahirkan KTT Asia Afrika 1955 di Bandung. \"Indonesia harus membentuk Non-Aligned Movement lagi yang mampu berbicara di pentas internasional dan menentukan sikap dunia. Banyak yang memiliki kemampuan seperti itu, tapi apakah negara akan menggunakan, saya tidak tahu,\" katanya. Dengan aktif kembali menyuarakan Gerakan Non Blok, Indonesia bisa berperan untuk menghilangkan rasis ekonomi dan teknologi yang diciptakan Barat, yang menjadi sumber masalah perang Rusia-Ukraina saat ini. \"Saya kira juga Indonesia harus mempunyai keberanian untuk menarik aset milik negara di Amerika Serikat (AS) dalam menyikapi tensi geopolitik dunia saat ini,\" katanya. Connie menilai apapun bisa terjadi di masa depan, dan kejadian yang menimpa Rusia bisa saja terjadi pada Indonesia. Aset Indonesia di AS saat ini, menurutnya angkanya sangat fantastis dalam bentuk dollar. \"Karena waktu itu dunia dipaksa untuk melakukan penghitungan dalam bentuk dolar, maka dollar kita yang tersimpan besar sekali jumlahnya. Saya tidak mau sebutkan berapa, tapi angkanya sangat membuat terkejut,\" kata Connie. Menurutnya jika terjadi sesuatu kedepan, tidak menutup kemungkinan AS bisa dengan mudah mengancam Indonesia dengan pembekuan, sebagaimana yang dilakukan AS kepada Rusia. \"Kita tarik aset dari sana, kita rubah mau ke Yen kan, Rubel kah, terserah tapi tidak lagi ke US dollar,\" ujarnya. Connie mengatakan, jika Rusia tidak belajar banyak dari Soekarno, Rusia kemungkinan sudah luluh lantak, karena dikeroyok oleh banyak negara. Rusia, katanya, mandiri dalam sejumlah aspek, termasuk pangan, energi, ekonomi, politik hingga sumber daya alam maupun manusia sehingga bisa bertahan di tengah desakan sanksi barat. \"Sebab dia berdikari di dalam aspek-aspek strategis, airspacenya kuat, kemampuan teknologi informasinya kuat,\" kata Connie. Menarik aset Indonesia dari AS supaya kembali ke Indonesia penting saat ini. Connie mengatakan saat ini dunia tidak seimbang, pasalnya dari total kekayaan yang ada di dunia sebagian besar dikuasai negara barat. \"Kita harus mandiri,\" ujarnya. Perang Masih Jadi Solusi Sementara itu, Peneliti Senior Pusat Strategis, Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan, era sekarang masih saja perang senjata sebagai solusi mengatasi konflik, termasuk dalam Perang Rusia-Ukraina. Rusia menganggap persoalan wilayah harus diselesaikan melalui pengerahan senjata. Rusia perlu menunjukkan pengaruhnya pasca runtuhnya Uni Soviet, dan butuh pengakuan kebesarannya sekarang dengan menginvasi Rusia. Sebab, Ukraina sebelumnya bagian dari Uni Soviet dan dalam kehidupannya juga tidak terlepas bayang-bayang Rusia. Namun, Ukraina justru mulai condong ke AS dan sekutunya. Terbukti, saat Ukraina diinvasi sebagian wilayahnya oleh Rusia meminta bantuan dari AS dan sekutunya. \"Akibatnya, dampak perang ini tidak hanya kedua negara, tetapi  berdampak kepada negara lain, terutama terkait kebutuhan pangan dan energi di seluruh dunia. Dengan begitu, persoalan perang menjadi lebih meluas ke ekonomi dunia dan kawasan,\" kata Nanto. Peneliti Senior Pusat Strategis BRIN ini memuji langkah Partai Gelora yang memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak lebih lanjut perang Rusia-Ukraina. Karena perang Rusia-Ukraina secara langsung berdampak ke masyarakat banyak, meskipun perangnya jauh Indonesia. \"Saya harus menyampaikan pujian kepada Partai Gelora ini bagian dari edukasi yang sangat penting kepada masyarakat dan pengambil kebijakan. Sebab, para peneliti BRIN, pernah beberapa saat dianggap, bahwa kajian luar negeri itu tidak dianggap penting. Ngapain kita mengkaji luar negeri,\" ungkapnya. Padahal mantan Presiden Soekarno membentuk Gerakan Non Blok dan mantan Presiden Soeharto membentuk ASEAN ketika itu memiliki tujuan yang sangat penting, yakni tidak hanya memperhatikan kepentingan domestik saja, tetapi juga kepentingan kawasan dan geopolitik. \"Jadi kita jangan hanya memikirkan kepentingan nasional atau domestik saja, tetapi juga bersama-sama negara lain memikirkan apa yang terjadi di luar. Ini penting, bukan untuk masyarakat umum saja, tetapi juga untuk dicision maker (pengambil kebijakan) agar kita balance memperhatkan urusan yang terjadi di luar. Karena kita rasakan dampaknya, meskipun secara geografis jauh, dan apa yang terjadi di Rusia-Ukriana itu secara langsung berdampak ke masyarakat banyak,\" tegasnya. Ketua Bidang Hubungan DPN Partai Gelora Indonesia Henwira Halim menambakan, perang Rusia-Ukraina saat ini terus menunjukkan peningkatan ekskalasi menuju PD III. Sehingga situasi ini membuat kekhatiran semua pihak, terutama negara-negara di Eropa yang akan memasuki musim dingin. \"Eropa akan dilanda musim dingin sehingga membuat kekhawatiran sendiri karena pasokan gas terganggu. Suasana cederung memperlihatkan situasi memanas,\" kata Henwira. Wira, sapaan akrab Henwira Halim berharap Indonesia bersiap-siap terhadap terhadap segala dampak Perang Rusia-Ukraina apabila situasi semakin memanas seperti memulai kemandirian dalam pangan dan energi. \"Tetapi kita juga harus realistis, bahwa kemandirian itu bukan berarti kita terisolasi. Artinya, kita ini juga tidak bisa hidup sendirian seperti kalau terjadi bencana alam, kita perlu bantuan dan membantu negara lain,\" katanya. Namun, situasi dan dampak perang Rusia-Ukraina sebenarnya telah diantisipasi Partai Gelora dengan mengusulkan visi menjadikan Indonesia 5 besar dunia. Artinya, Indonesia tidak hanya harus unggul secara militer, tetapi juga secara ekonomi, diplomasi, pendidikan dan sumber daya manusia. \"Program Partai Gelora menjadikan Indonesia 5 besar dunia adalah pekerja rumah bersama. negara kita arahnya gimana? itu semua tergatung kita semua,\" pungkasnya. (Lia)

KTT G20 Merupakan Kesempatan Emas Bagi Indonesia untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia

Jakarta, FNN - Perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia tak kunjung usai. Perang tersebut telah memberikan dampak langsung ke berbagai negara di dunia. Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kesempatan emas dalam Forum G-20 untuk mewujudkan perdamaian dunia. Terlebih, berlangsungnya konflik antara Rusia dan Ukraina juga sudah meluas seperti krisis energi. Seperti di Jerman mengimbau untuk warganya mempertebal baju jaketnya dan juga di Inggris juga mengalami hal serupa. Sedangkan di para pengungsi sekitar Ukraina terus meningkat. Kondisi tersebut menuntut Indonesia agar melakukan diplomasi yang kreatif dan inovatif untuk menghubungkan berbagai kekuatan dunia dalam misi perdamaian. Kelenturan Indonesia dalam melakukan diplomasi juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan G20 tahun ini. Prof. Hikmahanto Juwana, Presiden AsianSIL dan Pakar Hukum Internasional mengatakan jalan yang paling strategis adalah mempertemukan para kepala negara yang berkonflik dalam sebuah forum seperti KTT G20 di Bali, seluruh kepala negata dan pemerintahan hadir. “Kalau penyelesaian di PBB, paling tinggi mengutus perwakilan. Jadi pertemuan G20 ini bisa langsung bawa keputusan. Dan forum apa lagi yang bisa mempertemukannya?” ujarnya saat Acara Gelora Talks : Babak Baru Perang Rusia-Ukraina dan Apa Dampaknya bagi Dunia? di Jakarta, Rabu (9/11). Hikmahanto menegaskan bahwa perang Rusia-Ukraina harus segera mungkin dihentikan. Sebab, apabila dibiarkan, akan terjadi suasana semakin membesar dan sulit dikendalikan. Kemudian, Hikmahanto mengharapkan, Presiden Rusia Vladimir Putin bisa hadir di G20 Bali. Seharusnya, pemerintah Indonesia berupaya sekuat mungkin menghadirkan Putin di G20 nanti. Perang dunia III, menurutnya, sudah diambang pintu dan kehadiran para kepala negara dalam pembahasan ini akan efektif. “Ini moment dan pertemuan besar, dan negara harus memfasiltasi berbagai pertemuan para kepala negara ini. Pertemuan ini mesti mengedepankan upaya perdamaian. Berbagai negara berkembang sudah mengalami dampak dan bukan hanya negara besar saja. Setidaknya, harus ada kesimpulan komitmen tak gunakan kekerasan, itu saja sementara,” ujarnya. (Lia)

Menko Marves: Persiapan KTT G20 di Bali 99 Persen

Badung, FNN – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan persiapan seluruh rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15--16 November 2022 telah mencapai 99 persen.Ia menjelaskan berbagai persiapan termasuk terkait infrastruktur, transportasi, logistik, dan keamanan, berjalan sesuai rencana.\"Saya kira (persiapan KTT G20) berjalan baik. Bapak Presiden (Joko Widodo) kemarin sudah melihat sendiri semua persiapan. Saya kira sudah 99 persen,\" kata Luhut menjawab pertanyaan wartawan selepas menghadiri seminar internasional Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.Panitia Nasional Penyelenggara Presidensi G20 yang terdiri atas sejumlah kementerian, lembaga, TNI, dan Polri telah melakukan berbagai persiapan untuk KTT G20.Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, yang merupakan puncak acara dari seluruh rangkaian G20, pada tahun ini berlangsung di The Apurva Kempinski, Nusa Dua, Badung. Sementara itu, lokasi lain yang turut dikunjungi para tamu negara selama KTT G20, yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Mangrove Ngurah Rai di Denpasar, dan Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park di Jimbaran, Badung.Presiden Joko Widodo, yang bakal memimpin seluruh rangkaian pertemuan KTT G20, pun mengecek langsung persiapan itu pada 7--9 November 2022.Presiden Joko Widodo, didampingi oleh beberapa menterinya termasuk Menko Marves, mengecek persiapan dan simulasi penyambutan para tamu negara di Gedung VVIP Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, The Apurva Kempinski, Garuda Wisnu Kencana, dan Tahura Mangrove Ngurah Rai.Pada sela-sela kunjungannya itu, Presiden Jokowi menyampaikan Indonesia siap menerima tamu-tamu negara untuk KTT G20.\"Jadi ini sudah H-7, saya sudah cek dari pagi tadi sampai titik-titik yang paling kecil sudah kita cek semuanya dan saya ingin menyatakan kita siap menerima tamu-tamu G20,\" kata Presiden RI di Bali, Selasa (8/11).Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyebut ada 17 kepala negara anggota G20 yang mengonfirmasi menghadiri KTT G20 secara langsung di Bali.Beberapa kepala negara/kepala pemerintahan yang terkonfirmasi bakal menghadiri KTT G20 secara langsung di Bali, antara lain Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden China Xi Jinping, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak.Sejauh ini, kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Bali belum dapat dikonfirmasi. Presiden Jokowi menyampaikan dua pemimpin negara itu masih mempertimbangkan situasi dan kondisi di negara masing-masing.\"Beberapa hari yang lalu saya juga sudah bertelepon, berbicara lewat telepon dengan Presiden Putin dan Presiden Zelensky, beliau menyampaikan akan hadir kalau kondisinya memungkinkan,\" kata Presiden Jokowi. (mth/Antara)

Anies Presiden, Rocky: Beban Ekonomi dan Politik Lebih Berat, Minggu Kedua Sudah Ditagih

APAKAH sekarang ini Presiden Joko Widodo sudah berperan juga sebagai Raja Indonesia? Haruskah seorang Bakal Calon Presiden mendatang minta restu ke Jokowi agar bisa memenangkan kontestasi Pilpres 2024? Dalam acara HUT ke-58 Partai Golkar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta pada 21 Oktober 2022 lalu, misalnya, Presiden Jokowi sempat berpesan supaya partai politik tak keliru dalam menentukan Capres-Cawapres 2024. “Jangan sembarangan menentukan calon pilot dan kopilot yang akan dipilih rakyat. Juga jangan sembarangan memilih calon presiden dan wakil presiden,” kata Jokowi mengingatkan. Peringatan Presiden Jokowi tampaknya ditujukan kepada Nasdem yang sudah mendeklarasikan dukungannya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai Bacapres 2024. Pernyataan Jokowi di atas bisa ditafsirkan bahwa Nasdem “sembarangan” memilih Anies sebagai Bacapres 2024. Sementara warga Jakarta yang pernah dipimpin Anies selama 5 tahun, sudah merasakan perubahan, Jakarta lebih baik. Janji-janji kampanye yang pernah dilontarkan Anies pun sudah dipenuhinya, tidak ada yang tertinggal. Tampaknya, Jokowi memang sedang galau dan panik, kepada siapa nantinya dia akan bersandar. Sementara Ganjar Pranowo, meski sudah direstuinya, tapi nasibnya hingga kini tidak jelas. PDIP belum juga mencalonkannya. Sementara, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang tadinya diharapkan menjadi kendaraan untuk mencalonkan Ganjar, tidak juga menentukan sikapnya. Itu juga karena Ketum Golkar Airlanggar Hartarto sendiri juga ingin didukung Jokowi sebagai Bacapres 2024. Apalagi, belakangan secara terbuka, Presiden Jokowi terkesan mendukung Menhan Prabowo Subianto maju Pilpres 2024. Setelah Jokowi menang dua kali Pilpres, “Setelah ini jatahnya Pak Prabowo,” kata Jokowi  Itulah sikap Jokowi dalam beberapa hari belakangan ini. Dukung sana-sini dengan mengabaikan etika politik, seolah dia sudah menjadi Raja. Sinyal-sinyal tersebut terungkap dalam wawancara wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung, dalam kanal Rocky Gerung Official, Rabu (9/11/2022). Berikut petikannya. Senang sekali ini kita terus bisa update situasi yang, meminjam bahasanya Bung Rocky, karena terlalu banyak kekacauan di sana-sini. Iya, banyak kekacauan dan orang nggak punya perspektif, lalu karena nggak punya perspektif menjadi fanatik. Kan fanatik itu kalau nggak dituntun oleh perspektif, oleh cara pandang, lalu masuk dalam cara pandang buta. Cara pandang buta itu nggak mau peduli itu siapa dia, ada apa di situ, pokoknya gua suka sama dia tuh. Langsung tuh. Dan itu yang menyebabkan perselisihan internal para pendukung masing-masing capres maupun antar-para pendukung. Jadi, saya balik lagi bahwa teman-teman semua ini, FNN ditugaskan oleh peradaban untuk menuntun pembersihan politik dari kalangan fanatik, dari kalangan feodal. Itu buruknya. Dari kedua belah pihak, mau oposisi mau petahana, semuanya ingin kita clear-kan. Supaya ada level playing field yang betul-betul hanya didasarkan pada kemampuan membaca politik secara rasional. Ini menarik kalau Anda sudah membahas soal ini. Mari kita bahas soal moral etika berkaitan dengan pencapresan. Ada dua fenomena: Pertama, fenomena tentang Anda sendiri yang saya juga mesti menjelaskan kiri kanan di mana orang mempertanyakan tentang sikap Anda, berkaitan dengan pernyataan Anda tentang LBP yang cocok jadi wakilnya Anies itu. Sampai sekarang, tadinya saya pikir ini cuma bercandaan, ternyata serius, banyak orang nangkapnya. Kedua, ini kritik dari teman kita sendiri, tentang Pak Jokowi yang memberikan restu dan mengendors secara langsung Pak Prabowo untuk jadi calon presiden. Ini dianggap sebagai menyalahi etika dan terkesan negara kita ini sekarang berubah jadi monarki. Kalau monarki berarti Pak Jokowi bakal jadi raja dong. Silakan Anda mulai dari mana. Yang Anda dulu deh. Orang terus-menerus mengaitkan saya sebagai pendukung Anies, pendukung AHY, ya jelas saja karena saya nggak mendukung Jokowi, nggak mendukung Ganjar kan. Tapi, bukan mendukung dalam pengertian menjadi tim relawan. Saya mendukung setiap orang yang punya gagasan masuk di dalam wilayah politik. Jadi yang punya gagasan itu. AHY punya gagasan, Anies punya gagasan, maka saya dorong supaya masuk ke situ. Tapi bukan itu intinya. Intinya adalah supaya gagasannya AHY, gagasannya Anies, dihadapkan langsung dengan gagasannya Ganjar. Kan itu. Dengan kata lain saya juga mendorong Ganjar datang ke dalam wilayah debat publik di pers, di FNN, supaya kita adu gagasan, bukan adu jual spanduk. Itu masa lampau. Ngapain spanduk ada di mana-mana, tetapi gagasannya kita nggak tahu. Jadi itu konteksnya. Lalu pada waktu seminar dengan FNN, orang bertanya, siapa yang layak jadi wapres. Saya nggak peduli mau siapa jadi wapres nggak ada urusan dengan saya. Cuma saya uji, Anies memberi syarat. Wapres itu ABC, lalu kita uji siapa yang mampu itu. Nggak ada yang mampu, maka saya sodorkan. Kalau parameternya adalah kemampuan menambah elektabilitas dari wilayah non-muslim, kan mesti begitu pengertiannya, maka LBP. Kenapa? Karena LBP datang dari wilayah yang bukan wilayah Anies, jadi tambah. Kalau syarat kedua Anies adalah yang mampu untuk menertibkan kasak- kusuk, bahkan saya pakai bajingan-bajingan begundal di DPR, ya Pak Luhut. Kenapa? Karena Pak Luhut ngerti permainan koboi-koboi yang ada di DPR. Terpenuhi yang kedua. Yang ketiga, kalau Anies mensyaratkan wakil presidennya mampu untuk mengelola pemerintahan secara birokratik junto teknokratik, pasti cuma Pak Luhut. Karena Pak Luhut berhasil menyelesaikan banyak soal terus sehingga dapat banyak penugasan dari Pak Jokowi. Kan itu masuk akal kan? Lalu orang marahin saya, marahin FNN, kok Rocky pro Luhut. Bukan saya pro Luhut, tapi parameter Anies hanya ada pada Luhut. Kan gitu. Jadi orang-orang ini, yang otaknya dangkal juga, jadi fanatik pada Anies, lalu musuhin saya tuh. Padahal, saya justru menguji parameter itu. Lain kalau dikatakan kan AHY bisa. Loh, saya bilang iya AHY juga saya dorong, tetapi di dalam parameter Anies AHY enggak masuk. Kenapa? AHY enggak punya pengalaman teknokratik, belum pernah memerintah. Jadi, orang marah ke saya. Loh, Anies yang bikin (persyaratan). Kalau sekarang misalnya saya bilang, oke, AHY enggak bisa, berarti siapa yang punya pengalaman di pemerintahan. Gibran. Sekarang saya bilang tuh, Anies ambil Gibran saja wakil presidennya kan? Kan Gibran punya pengalaman jadi walikota. Nanti orang marah lagi ke saya. Itu namanya orang sudah masuk pada fanatisme. Padahal, kita ingin supaya politik ditumbuhkan dengan parameter-parameter akademis. Kalau kita uji sekarang Gibran, Gibran masuk kriteria ketiga dari Anies, punya pengalaman pemerintahan. Gibran mampu nggak menertibkan perkelahian politik nanti di DPR, karena saya bayangkan kalau Anies menang, tetap saja partai politik bukan dikuasai Anies. Kan tetap minoritas PDIP, partai pendukung Nasdem segala kan. Jadi, hal semacam itu yang kita uji. Apakah Gibran punya pengalaman pemerintahan? Punya, walikota. Apakah Gibran mampu? Belum tentu dia mampu. Apakah Gibran nambahin suara, pasti nambahin suara dari wilayah PDIP. Jadi, Gibran tinggal satu soal. Jadi semua kita ukurkan berdasarkan parameter yang dibuat oleh Anies sendiri. Kan begitu. Aher boleh dimajukan karena Aher punya pengalaman pemerintahan. Boleh nggak Aher menambahkan suara, ya sama juga tuh. Aher dengan Anies sama tuh suaranya. Syarat kedua dari Anies, mampu menertibkan persaingan politik di DPR, kelihatannya tidak mampu, karena PKS juga sedikit. Sama nasibnya dengan Demokrat. Mana mungkin Demokrat mampu untuk menguasai parlemen. Tetapi, kalau Aher lebih mungkin karena presiden Anies terpilih, lalu suara pergi ke PKS tuh, maka suara PKS naik tuh. Saya nggak membayangkan Anies terpilih suara Nasdem naik. Lain itu. Jadi Anies terpilih presiden, tapi Nasdem suaranya ya segitu-gitu saja kan? Orang menganggap ya lebih baik pasangkan saja. Kalau saya memilih Anies, sebagai muslim misalnya, maka saya akan memilih PKS. Kira-kira begitu ukurannya. Enggak ada terbalik begitu. Jadi kalkulasi Nasdem juga bisa keliru. Nah, semua ini adalah permainan di kepala untuk kita atur. Kenapa politik tumbuh dengan kekacauan ini. Karena nggak ada nol persen. Kan itu intinya kan. Jadi, karena tukar tambah, Anies terpaksa mesti pasang parameter, yang memang secara awal orang langsung lihat kesan bahwa Anies memang ingin serius. Nah, bahkan saya tambahkan, seandainya Anies dapat calon wakil presiden yang memenuhi kriterianya, pertama menambahkan suara, kedua mampu mengendalikan politik di Parlemen, dan ketiga dia akan mampu menjalankan pemerintahan. Oke. Wakil presidennya sudah cocok, siapapun namanya. Terus tiba-tiba, dua minggu pertama tagihan dari kreditur internasional tuh, dua minggu berikutnya tagihan dari China soal harus bayar kelebihan atas anggaran di kereta cepat, macam-macaam. Dua minggu kemudian ada ketegangan di Indo Pasifik, nah lantas itu bubar pemerintahannya tuh. Karena Anies akan digoyang kembali oleh petahana, karena dia menang bukan atas dukungan Pak Jokowi. Jadi, Anies akan mendapat oposisi lebih besar justru ketika dia menang. Dan, ketika dia menang, beban politik dan ekonomi yang dibebankan oleh Presiden Jokowi mulai ditagih di minggu kedua, kalau dia menang. Ini semua bayangan di kepala dan kita mesti mampu untuk bikin konstruksi di kepala, begitu. Supaya relawan juga paham, nggak sekadar memilih, tetapi ada konsekuensi-konsekuensinya. Nah, itu sebetulnya intinya kenapa kita hentikan fanatisme itu. Soal Etika Politik Jokowi Yang kedua tadi soal Bivitri. Bivitri bagus menerangkan soal itu karena Bivitri memang pakar hukum tata negara, dia bisa melakukan perbandingan secara ketatanegaraan dunia. Memang nggak ada dalam tradisi Presiden itu muncul sebagai raja di dalam sistem Republik. Lain kalau Pak Jokowi itu raja maka boleh semua orang minta restu sebagai Sabdo Pandito Ratu. Jadi kita balik lagi pada feodalisme kan. Gerindra sudah putuskan Pak Prabowo calon presiden. Itu keputusan Gerindra, keputusan dari sebuah partai, dan itu keputusan tertinggi kehendak anggota. Ngapain lagi minta izin pada Pak Jokowi. Kalau Pak Jokowi bilang nggak bisa, misalnya, lalu Gerindra mau ngapain? Demikian juga Golkar, memutuskan Pak Airlangga jadi calon presiden, tapi saya minta izin dulu. Artinya, Airlangga atau Prabowo nggak peduli dengan keputusan kongres atau munasnya, kan? Jadi, hal-hal semacam ini mesti kita terangkan dan Bivitri mengingatkan bahwa ini bukan monarki loh. Justru karena demokrasi maka kekuatan rakyat itu ada pada partai politik, bukan pada presiden. Presiden itu kan dipilih di dalam sistem yang kompetisinya fair. Jadi, kalau presiden kasih sinyal saya maunya Prabowo, itu artinya presiden tidak tahu etika demokrasi. Ya boleh saja dia bilang diam-diam, empat mata, tetapi dia mengucapkan ke publik artinya dia punya preferensi. Apa hak presiden untuk mengatur munas. Jadi, Presiden akan bilang Munas Golkar itu harus dibatalkan, demikian Munas Demokrat. Semua munas harus dibatalkan karena saya hanya peduli Munas Gerindra. Itu nggak boleh diucapkan. Jadi, mestinya Pak Prabowo juga mengatakan, iya, terima kasih Pak Presiden, tetapi itu bukan cara demokratis. Airlangga juga bisa bilang begitu. Supaya orang tahu bahwa Gerindra itu dipimpin Prabowo, bukan oleh Jokowi. Supaya orang tahu bahwa Golkar itu dikendalikan oleh Airlangga, bukan oleh Jokowi. Supaya orang ngerti bahwa PKB itu adalah milik Cak Imin (Muhaimin Iskandar), bukan milik Pak Jokowi. Kan itu intinya. Jadi, begitu sebetulnya kalau saya teruskan logika dari Mbak Bivit tadi. Saya coba komentari, tetapi sekaligus pertanyaan lagi kepada Anda, politik yang Anda sebut tadi fanatisme berlebihan, sekarang anak-anak muda menyebutnya baper. Baper ini enggak boleh dalam politik dan yang perlu kita ingatkan sebagai media, FNN itu menjaga jarak pada semua kekuasaan, pokoknya kita jaga jarak pada semuanya. Tetapi, one day, media itu juga harus punya keberpihakan. Dan, itu jelas parameternya kapan kita mesti berpihak. Yang kedua, saya kira saya tadi mikir-mikir ketika Anda menjelaskan itu, tetapi sebenarnya Pak Jokowi juga enggak bisa disalahkan sendirian. Karena Pak Prabowo itu bolak-balik memuji Pak Jokowi di mana-mana, berkali-kali. Bahkan Pak Prabowo sudah menyatakan kalau terpilih jadi presiden ingin membentuk kabinet seperti kabinet Pak Jokowi. Pak Airlangga juga bilang begitu bahwa capres dari KIB harus konsultasi dulu ke Pak Jokowi. Begitu juga dengan Puan Maharani yang sebenarnya dia juga petugas partai, dia datang kepada Pak Jokowi dan dia minta-minta dukungan untuk menjadi calon presiden. Jadi, Pak Jokowi juga punya kecenderungan semacam itu, tapi para politisi kita juga punya seperti itu. Jangan-jangan ini kultur baru di kita, kultur demokrasi monarki. Iya, kalau dirumuskan, relawannya baper, tokoh-tokohnya caper. Pak Parbowo caper itu, atau kalau saya mau lebih tajam lagi, cemen. Pak Prabowo mesti bilang gitu karena dia ada di dalam. Nggak mungkin dia mengatakan bahwa yah, itu payah Pak Prabowo. Pak Prabowo ada di dalam, Airlangga ada di dalam. Jadi kita mesti bedakan mereka sebagai Menteri, terpaksa mesti muji-muji Jokowi kan. Tetapi, begitu ada persaingan politik, batas itu hilang. Dia mesti kembali pada konstituennya yang menghendaki otonomi. Jadi itu intinya sebetulnya. Kita nggak ada soal, Airlangga muji-muji, tetapi orang akan ingat Airlangga itu pemimpin Golkar. Jangan sampai keputusan Golkar dianulir hanya karena pujiannya pada Jokowi. Jadi, kesulitannya begitu. Di mana ini dimulai? Ini semua dimulai oleh kesalahan Pak Jokowi sendiri yang dulu menghendaki supaya nggak ada partai politik masuk. Sekarang partai politik masuk. Kita nggak bisa membedakan ini Airlangga atau Prabowo menteri atau sebagai ketua partai. Jadi, kacau perpolitikan kita. Etika itu yang musti kita bersihkan. Dengan kata lain, mereka yang memihak pada presiden, ya sudah bilang saja bahwa kami tidak akan bersaing dengan Presiden Jokowi. Tapi, diam-diam kan Airlangga mulai menarik diri dari KIB dan mulai kasih sinyal bahwa dia bisa bersaing. Jadi, sebetulnya itu yang disebut sebagai pragmatisme. Pragmatisme artinya mengambil keputusan ketika semua hal sudah diuji. Itu namanya pragmatisme. Ditemukan kembali pengertian baru. Kalau sekarang bukan pragmatisme tapi oportunisme, kalangan oportunis. Ya, ini para penjilat sebetulnya. Kita tidak ingin lihat Indonesia tumbuh dalam ludah yang berlebihan dari para penjilat. (ida/sws)