NASIONAL
Pemerintah Perpanjang Diskon 100 Persen PPnBM Kendaraan Bermotor
Jakarta, FNN - Pemerintah terus berupaya mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional dengan menjalankan berbagai kebijakan strategis, yang salah satu upayanya melalui pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan bermotor. “Kementerian Keuangan sudah senada dengan kami, bahwa PPnBM DTP dapat diperpanjang. Hal ini sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, diperlukan terobosan untuk tetap menciptakan iklim usaha yang kondusif di tengah kondisi pandemi. Ini bertujuan membangkitkan kembali gairah usaha di tanah air, khususnya sektor industri, yang selama ini konsisten berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Minggu. Perpanjangan pemberian insentif PPnBM DTP diusulkan oleh Menperin dan disetujui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati dalam rapat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (11/6). Kementerian Perindustrian mencatat hingga saat ini potensi sektor otomotif didukung sebanyak 21 perusahaan, dengan total kapasitas mencapai 2,35 juta unit per tahun dan serapan tenaga kerja langsungnya sebanyak 38 ribu orang. Selain itu, lebih dari 1,5 juta orang turut bekerja di sepanjang rantai nilai industri tersebut. “Artinya, industri otomotif menjadi salah satu penggerak perekonomian yang pertumbuhannya harus segera dipercepat karena industri ini melibatkan banyak pelaku usaha lokal dalam rantai produksinya mulai dari hulu hingga ke hilir,” paparnya. Sejak 1 Maret 2021, pemerintah menerapkan kebijakan PPnBM DTP terhadap pembelian mobil baru. Program ini dimulai untuk mobil penumpang 1.500cc dengan kandungan lokal tertentu. Skemanya, per tiga bulan diberlakukan perubahan potongan pajak, yakni Maret-Mei diskon 100 persen, Juli-Agustus 50 persen, dan Oktober-Desember 25 persen. Seiring perkembangan implementasi kebijakan tersebut, kinerja industri otomotif dan penjualan mobil di tanah air menunjukkan tren yang positif. “Pemerintah memang akan melakukan evaluasi per tiga bulan untuk melihat dampak dari diskon PPnBM DTP untuk pembelian mobil baru,” ungkap Agus. Pada Maret saat awal diberlakukan diskon PPnBM ini, sudah ada kenaikan penjualan mobil baru hingga 28,85 persen. Bahkan, pada April 2021, lonjakan penjualan mencapai 227 persen dibanding periode yang sama tahun 2020 lalu (year on year/yoy). Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan ritel, secara akumulatif, Januari–April 2021 naik 5,9 persen yoy menjadi 257.953 unit. Secara bulanan volume penjualan ritel telah mendekati level normal atau sekitar 80.000 per bulan. Melihat respons dan efek positif tersebut, pemerintah akan melakukan perpanjangan fasilitas PPnBM DTP 100 persen untuk penjualan mobil 4x2 di bawah 1.500 cc hingga bulan Agustus 2021. Selanjutnya, periode untuk diskon PPNBM DTP 50 persen diperpanjang menjadi bulan Desember 2021. Usulan perpanjangan diskon PPNBM DTP ini sebelumnya telah disampaikan oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). “Pemerintah bisa menilai dan mengevaluasi apa yang terjadi dalam tiga bulan terakhir ini, yaitu Maret, April, dan Mei. Kalau kami melihatnya, tepat sasaran, dan semua pihak happy dengan adanya stimulus ini,” ungkap Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto. Ia menilai program diskon 100 persen PPnBM DTP ini berjalan sukses, dengan semua pihak merasa diuntungkan, baik dari segi pelaku usaha otomotif, konsumen dan pemerintah. Tak hanya para pelaku industri otomotif yang mendapatkan keuntungan dari kenaikan penjualan mobil yang signifikan, menurutnya, pemerintah pun berhasil meraih pendapatan PPN dan PPh dari meningkatnya penjualan mobil. Di sisi lain, konsumen mendapatkan kendaraan baru dengan harga yang lebih terjangkau. (mth)
Sepekan, Stimulus Listrik Dihentikan hingga Isu PPN Sembako
Jakarta, FNN - Sejumlah berita penting menarik perhatian selama sepekan terakhir seperti stimulus listrik mulai Juli 2021 dihentikan, realisasi PEN capai 29,9 persen, hingga cadangan devisa Mei turun. Kemudian, kegaduhan isu PPN sembako dan pendidikan hingga efek dominonya serta pergerakan pesawat yang telah mencapai di atas 60 persen. Berikut rangkuman berita yang banyak menarik perhatian masyarakat mulai 7 sampai 12 Juni 2021: 1. Stimulus listrik dihentikan mulai Juli 2021 Pemerintah akan menghentikan stimulus tarif listrik selama pandemi COVID-19 terhitung mulai Juli 2021 mendatang, sejalan dengan pulihnya kondisi perekonomian masyarakat di banyak daerah. "Triwulan III 2021 itu belum dapat dilaksanakan dan kemungkinan untuk dilaksanakan kemudian kami lihat kondisinya," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana. 2. Realisasi PEN capai 29,9 persen Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjabarkan realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga saat ini mencapai 29,9 persen dari total pagu anggaran Rp699,4 triliun. Menurut Airlangga, pencairan anggaran PEN bertambah Rp86,7 triliun dari realisasi kuartal I 2021 yang sebesar Rp123 triliun atau total saat ini menjadi Rp209 triliun. 3. Cadangan devisa Mei turun Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa pada akhir Mei 2021 mencapai 136,4 miliar dolar AS atau menurun dibandingkan April 2021 sebesar 138,8 miliar dolar AS. Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan posisi tersebut setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 4. Menkeu sayangkan ada kegaduhan isu PPN sembako Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah saat ini masih tetap fokus untuk memulihkan ekonomi sehingga ia sangat menyayangkan adanya kegaduhan di tengah masyarakat mengenai isu sembako akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Di-blow up seolah-olah tidak memerhatikan situasi sekarang. Kita betul-betul menggunakan instrumen APBN karena memang tujuan kita pemulihan ekonomi dari sisi demand side dan supply side,” katanya. 5. Efek domino PPN sembako dan pendidikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memaparkan efek domino yang ditimbulkan jika sembako dan sektor pendidikan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Kalau sembako keterangan resminya akan naik 12 persen. Wah bayangkan kalau sembako naik sekitar 12 persen kira-kira apa yang akan terjadi? Besar enggak?,” katanya. 6. Pergerakan pesawat capai di atas 60 persen Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pergerakan pesawat di Indonesia di tahun kedua pandemi COVID-19 semakin membaik, mencapai 60 persen dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. “Secara nasional pergerakan pesawat di Indonesia sudah di atas 60 persen. Sedangkan di Soekarno-Hatta kira-kira di atas 50 persen dibandingkan masa normal,” katanya. (mth)
Anggota DPR: Sembako dan Pendidikan Tak Boleh Kena Pajak
Jakarta, FNN - Anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun mengkritisi rencana Kementerian Keuangan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako dan sektor pendidikan melalui perluasan objek PPN. Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu mengatakan, sembako atau bahan pokok, sektor pendidikan, dan kesehatan tidak boleh dipungut pajak. Hal itu lantaran ketiga sektor tersebut merupakan amanat konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sebagai tujuan negara. "Kalau beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, pengaruhnya pada kualitas pangan rakyat. Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik," kata Misbakhun. Anggota DPR RI itu menyebutkan Kemenkeu harus bertanggung jawab atas polemik soal Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang memuat rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada bahan pokok atau sembako dan sektor pendidikan itu. "Polemik yang terjadi dan penolakan keras di masyarakat atas rencana Kemenkeu ini sangat mempengaruhi citra Presiden Jokowi dan pemerintahan yang dikenal sangat pro-rakyat kecil," ujar Misbakhun. Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu juga menentang ide Kemenkeu tentang PPN sektor pendidikan karena pendidikan adalah simbol pembangunan karakter sebuah bangsa. "Pendidikan itu menunjukkan kualitas SDM sebuah negara. Kalau pendidikan sampai dijadikan objek pajak dan dikenakan tarif PPN, kualitasnya akan terpengaruh," ujar anggota Komisi XI DPR ini. Misbakhun menganggap isi RUU KUP yang memuat rencana pengenaan PPN terhadap sektor pendidikan dan pangan justru membuktikan Kemenkeu gagal membuat kebijakan yang merujuk pada amanat konstitusi. Alasannya, konstitusi mengamanatkan berbagai sektor yang harus dijaga dengan semangat gotong royong. Politikus yang dikenal getol membela kebijakan Presiden Jokowi itu juga mempertanyakan argumen Sri Mulyani soal PPN untuk sembako dan pangan baru diterapkan setelah pandemi COVID-19 berlalu. Menurut dia, alasan itu tidak rasional karena sampai saat ini belum ada satu pun ahli atau lembaga terpercaya yang mampu memprediksi akhir pandemi COVID-19. Seharusnya, kata Misbakhun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu punya ide berkelas global tentang cara menaikkan tax ratio dan penerimaan pajak tanpa harus menerapkan PPN pada sembako dan pendidikan. "Masih banyak ruang kreativitas pengambil kebijakan untuk menaikkan penerimaan pajak," ujar Misbakhun. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun menyarankan agar Sri Mulyani segera menarik RUU KUP. "Tarik dan revisi, karena isi RUU KUP itu sangat tidak populer," katanya. Terkait polemik itu, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati pada Kamis (10/6) menegaskan, rencana itu sifatnya internal, sehingga ia menyesalkan dokumen draf Revisi UU KUP bocor ke publik. Ia memastikan pemerintah masih akan fokus memulihkan perekonomian akibat pandemi COVID-19. "Situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga. Yang keluar sepotong-sepotong," kata Sri Mulyani. "Dari sisi etika politik, kami belum bisa menjelaskan sebelum ini dibahas. Karena ini adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden," kata dia menambahkan. (mth)
Harga CPO di Jambi Turun Tajam Sebesar Rp285
Jambi, FNN - Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Jambi pada periode 11-17 Juni 2021, mengalami penurunan cukup signifikan sebesar Rp285 dari Rp10.547 menjadi Rp10.262 per kilogram, begitu juga dengan inti sawit dan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. "Hasil yang ditetapkan tim perumus harga CPO, TBS, dan inti sawit di Jambi pada periode kali ini adalah Tandan Buah Sawit (TBS) turun Rp31 dari Rp.1.904 menjadi Rp1.873 per kilogram, sedangkan inti sawitnya turun tipis Rp4 dari Rp6.541 menjadi Rp6.537 per kilogram," kata Panitia Penetapan Harga TBS Sawit Provinsi Jambi, Putri Rainun, yang diterima Sabtu. Untuk harga CPO, inti sawit, dan TBS sawit beberapa periode terakhir ini terus mengalami kenaikan dibanding beberapa periode lalu berdasarkan hasil keputusan dari kesepakatan tim perumus harga CPO di Jambi bersama para petani, perusahaan perkebunan sawit, serta pihak terkait. Berikut selengkapnya, harga TBS untuk usia tanam tiga tahun yang ditetapkan untuk periode kali ini adalah Rp1.873 per kilogram, usia tanam 4 tahun Rp1.991 per kilogram, usia tanam 5 tahun Rp2.084 per kilogram, usia tanam 6 tahun Rp2.171 per kilogram, dan usia tanam 7 tahun Rp2.226 per kilogram. Kemudian untuk usia tanam 8 tahun senilai Rp2.273 per kilogram, usia tanam 9 tahun Rp2.318 per kilogram, usia tanam 10 sampai dengan 20 tahun Rp2.38 per kilogram, usia 21 hingga 24 tahun Rp2.315 per kilogram dan di atas 25 tahun Rp2.206 per kilogram. Penetapan harga CPO, TBS, dan inti sawit, merupakan kesepakatan tim perumus dalam satu rapat dihadiri para pengusaha, koperasi, dan kelompok tani sawit setempat dan berdasarkan peraturan menteri pertanian dan peraturan gubernur. (sws)
Bergerak dan Bertindak Pasca Pengumuman Tes Wawasan Kebangsaan
Jakarta, FNN - Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diikuti 1.351 orang pegawai KPK di Badan Kepegawaian Nasional (BKN) pada Maret-April 2021 membawa rentetan dampak bukan hanya di institusi penegak hukum tersebut namun juga terhadap lembaga-lembaga negara lain. Penyebabnya adalah pengumuman pimpinan KPK yang menyatakan hanya ada 1.274 pegawai yang lolos tes sehingga ada 75 pegawai KPK Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021 lalu menerbitkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652/2021 tentang Hasil TWK Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Isi SK tersebut adalah memerintahkan kepada 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut. Belakangan pada 25 Mei 2021 berdasarkan rapat KPK bersama dengan BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Lembaga Administrasi Negara, diputuskan 24 dari 75 pegawai masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi ASN sementara 51 pegawai sisanya tidak memungkinkan untuk dibina berdasarkan penilaian asesor. Ke-51 pegawai tersebut disebut masih akan berada di KPK hingga November 2021 meski saat ini statusnya sudah non-aktif. Namun 75 pegawai yang tidak lolos TWK itu tidak "menerima nasib" begitu saja. Mereka membuat laporan ke sejumlah institusi negara agar dapat mengambil langkah yang tepat sesuai kewenangan masing-masing lembaga terhadap pimpinan KPK, 75 pegawai maupun institusi KPK sendiri. Sejumlah lembaga yang mendapat laporan adalah Dewan Pengawas KPK, Ombudsman, Komnas HAM, Mahkamah Konstitusi hingga organisasi kemasyarakatan seperti PGI dan MUI. 1. Dewan Pengawas KPK Perwakilan 75 pegawai KPK melaporkan lima orang pimpinan KPK yaitu Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata dan Nawawi Pomolango ke Dewas KPK pada 18 Mei 2021. Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan selaku perwakilan 75 pegawai mengatakan ada tiga hal yang mereka laporkan. "Yang pertama adalah tentang kejujuran. Dalam berbagai sosialisasi, Pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi daripada Tes Wawasan Kebangsaan, dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal," kata Hotman. Proses alih status menjadi ASN, menurut Hotman, merupakan hak pegawai KPK yang akan menentukan masa depan, sehingga sudah sewajarnya informasi yang diberikan kepada pegawai adalah informasi yang benar. Alasan kedua, ia menyinggung soal materi tes wawancara dalam TWK tersebut yang janggal. "Karena ini juga menyangkut suatu hal yang menjadi kepedulian kami terhadap anak perempuan kami, terhadap adik dan kakak perempuan kami. Kami tidak menginginkan lembaga negara digunakan untuk melakukan suatu hal yang diindikasikan bersifat pelecehan seksual dalam rangka tes wawancara seperti ini," ujarnya. Alasan terakhir, kata Hotman, terkait dengan Pimpinan KPK yang sewenang-wenang dalam mengambil keputusan karena pada 4 Mei 2021 MK telah memutuskan alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak akan memberikan kerugian kepada pegawai tapi pimpinan menerbitkan SK 652 yang sangat merugikan pegawai. Terhadap laporan tersebut, pimpinan KPK menyatakan menyerahkan tindak lanjut pelaporan kepada Dewas. "Pimpinan KPK menghormati pelaporan dimaksud, karena kami menyadari bahwa pelaporan kepada Dewan Pengawas adalah hak setiap masyarakat yang menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Rabu (19/5). Menurut Alexander, pimpinan KPK sebelum mengambil keputusan selalu membahas dan berdiskusi tidak saja dengan semua pimpinan, bahkan dengan jajaran pejabat struktural KPK. Artinya, semua produk kebijakan yang dikeluarkan oleh kelembagaan KPK seperti peraturan komisi, peraturan pimpinan, surat keputusan, surat edaran, dan semua surat yang ditandatangani oleh Ketua KPK dipastikan sudah dibahas dan disetujui oleh empat pimpinan lainnya termasuk Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021. Dewas KPK pun masih memeriksa laporan tersebut dan terus mengumpulkan bahan keterangan terkait dengan dugaan pelanggaran etik tersebut. 2. Ombudsman Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi KPK, Sujanarko, mewakili 75 pegawai KPK pada 19 Mei 2021 kemudian melapor ke Ombudsman terkait dugaan maladministrasi oleh pimpinan KPK. "Dari kajian kami ada banyak maladministrasi yang sudah dilakukan KPK, baik penerbitan SK-nya, prosesnya, dari sisi wawancara hampir ada 6 indikasi yang kami sampaikan bahwa Pimpinan KPK telah melakukan maladministrasi, termasuk penonaktifan pegawai karena hal itu tidak ada dasarnya," ujar Sujanarko. Saat melapor, Sujanarko datang bersama dengan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi, Hotman Tambunan, dan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK, Rasamala Aritonang, serta para kuasa hukum mereka, yaitu Direktur YLBHI, Asfinawati, pengacara publik LBH Jakarta, Arief Maulana, dan dari LBH Muhammadiyah, Gufroni. Menurut Sujanarko, ke-75 pegawai masih mendapatkan gaji yang dibayar negara namun tidak bekerja padahal sudah berstatus non-aktif hingga Oktober 2021 sehingga berpotensi merugikan keuangan negara. Kerugian bertambah karena kasus-kasus yang ditangani KPK dapat terhambat karena tidak aktifnya 75 orang tersebut. Terhadap pelaporan tersebut, Ombudsman sudah meminta keterangan dari pimpinan KPK yang diwakili Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, bersama Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Harefa, dan tim Biro Hukum KPK pada 10 Juni 2021. Ghufron pun mengklarifikasi soal dugaan bahwa TWK diselundupkan dalam peraturan komisi Alih Status Pegawai. Dugaan seludupan itu muncul karena dalam rapat awal pembahasan yaitu 27-28 Agustus 2020 yang membahas aturan turunan alih status pegawai dari UU Nomor 5/2014 tidak ada pembahasan soal TWK. TWK pun masih tidak muncul dalam rapat lanjutan pada November 2020. Namun saat rapat pimpinan pada 5 Januari 2021, usulan pelaksanaan TWK malah muncul sehingga dalam draf Perkom 20 Januari 2021 muncul soal asesmen TWK hingga akhirnya Perkom soal pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawai terbit pada 27 Januari 2021. Atas dugaan tersebut, Ghufron beralasan pada rapat harmonisasi 26 Januari 2021 di Kemekumham ada usulan untuk menerapkan TWK sebagai alat untuk pemenuhan syarat wawasan kebangsaan dari pasal 3 PP No 41 tahun 2020 yang berbunyi "Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN dengan syarat: (a) Berstatus sebagai Pegawai Tetap atau Pegawai Tidak Tetap KPK; (b) Setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pemerintah yang sah.". "Tentu semuanya berkembang yang dinamis, draf di akhir itu merupakan hasil dari diskusi yang berkembang dari dari awal. Artinya tidak benar ada pasal selundupan atau ada pasal yang tidak pernah dibahas di awal. Semuanya melalui proses pembahasan dan itu semua terbuka," kata Ghufron. Ghufron juga membantah bahwa KPK membayar BKN untuk melaksanakan TWK sebesar Rp1.807.631.000 "KPK tidak pernah bayar karena tes TWK itu sudah menjadi kegiatan yang dianggap tusinya (tujuan dan fungsi) BKN sendiri sehingga dibiayai APBN BKN sendiri," ungkap Ghufron Sebelumnya, beredar dokumen Nota Kesepahaman (MoU) Pengadaan Barang dan Jasa melalui Swakelola antara Sekretariat Jenderal KPK dan Kepala BKN Nomor 97 Tahun 2021 tertanggal 8 April 2021 yang ditandatangani Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana. Nota kesepahaman itu menyebutkan bahwa kesepakatan tersebut adalah langkah awal kerja sama penyelenggaraan asesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. Selanjutnya, ada juga Kontrak Swakelola tentang Penyelenggaraan Asesmen TWK dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN tertanggal 27 Januari 2021. Artinya, kontrak tersebut dibuat lebih dahulu dari penandatanganan MoU. Diduga tanggal kontrak tersebut sengaja dibuat mundur (back date) karena kontrak baru dibuat setelah TWK pada tanggal 26 April 2021. Menanggapi hal itu, Ghufron mengatakan bahwa pihaknya semula mengasumsikan pendanaan untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN berasal dari KPK. Akan tetapi, karena pelaksanaanya adalah BKN, perlu payung hukum untuk mendanai kegiatan tersebut. BKN lantas bekerja sama dengan KPK. Namun, perkembangannya setelah MoU ditandatangani, ternyata BKN menyampaikan ke KPK bahwa asesmen ini bagian dari tugas dan fungsi BKN sebagai lembaga negara yang bertugas melakukan manajemen ASN mulai rekrutmen, peningkatan karier, sampai reward and punishment. Karena menjadi bagian kerja BKN, lanjut Ghufron, BKN mengatakan bahwa biaya asesmen pegawai KPK tidak perlu ditanggung oleh KPK. "Kemudian langsung jadi MoU yang dinyatakan back date. Itu memang ditandatangani tetapi tidak pernah dilaksanakan karena pendanaannya di-cover oleh BKN sendiri," katanya menjelaskan. Ditegaskan pula bahwa MoU itu tidak pernah dipakai walaupun pihaknya sebagai komitmen kelembagaan di kepegawaian KPK mempersiapkannya. Atas laporan dan klarifikasi tersebut, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan pihaknya akan melihat masalah itu dari tiga tingkatan. Pertama, soal dasar hukum terutama mengenai proses penyusunan peraturan KPK No 1 tahun 2001; kedua mengenai sosialisasi aturan apakah sudah diterangkan kepada para pihak yang terkait dan sejauh mana keterlibatan lembaga-lembaga lain terlibat dalam proses alih status; ketiga konsekuensi dari "memenuhi syarat" dan "tidak memenuhi syarat" TWK terhadap para pegawai. 3. Komnas HAM Pada 24 Mei 2021, perwakilan 75 pegawai KPK mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam aduannya, mereka melampirkan laporan yang berisikan 8 hal yang dinilai sebagai bentuk dugaan pelanggaran HAM dalam TWK. "Saya menyampaikan kepada Komnas HAM mengenai peran Kepala BKN yang tampak sekali, menurut kami, punya peran cukup banyak bersama-sama Ketua KPK. Ini perlu jadi fokus tersendiri," kata penyidik KPK, Novel Baswedan. Baswedan mengatakan, dia bersama pegawai KPK lain yang tidak lulus TWK kesulitan mendapatkan hasil tes beserta penjelasannya sehingga ia meminta penyelenggara membuka hasil tes karena ketidaklulusan tersebut berdampak pada adanya stigma/label terhadap pribadi mereka. Sementara Kepala Satuan Tugas Penyelidik KPK, Harun Al Rasyid, mengatakan, dia bersama puluhan pegawai KPK yang tidak lulus TWK berkepentingan mengetahui hasil dan penjelasan TWK. "Kenapa kami minta hasil assesment (TWK), karena kalau kami dianggap orang berpenyakit, misal kami punya penyakit jantung kami ingin penyakit itu bisa sembuh," kata dia. Komnas HAM pun sudah memanggil pimpinan KPK untuk melakukan klarifikasi terhadap laporan itu pada 8 Juni 2021, namun tidak ada pimpinan KPK yang hadir. Pimpinan KPK beralasan ada rapat pimpinan sehingga tidak bisa hadir. Pemanggilan kedua untuk pimpinan KPK dijadwalkan pada 15 Juni 2021. Menurut Anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, pihaknya telah menyiapkan sekitar 30 pertanyaan untuk pimpinan KPK. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, pimpinan KPK telah mengirimkan surat ke Komnas HAM untuk memastikan terlebih dulu seperti apa pemeriksaan dugaan pelanggaran HAM oleh pimpinan KPK tersebut. Menurut dia, pelaksanaan TWK telah sesuai dengan UU Nomor 19/2019, PP Nomor 41/2020, dan Peraturan Komisi Nomor 1/2021. 4. Mahkamah Konstitusi Selanjutnya sembilan orang pegawai KPK juga mengajukan uji materiil terkait pelaksanaan TWK ke MK pada 2 Juni 2021. Kesembilan orang pemohon adalah Hotman Tambunan, Rasamala Aritonang, Andre Dedy Nainggolan, Novariza, Faisal, Benydictus Siumlala Martin, Harun Al Rasyid, Lakso Anindito dan Tri Artining Putri. "Kami menguji pasal 69 B ayat 1 dan pasal 69 C terhadap pasal 1, pasal 28 D ayat 1, 2, 3 UUD 1945. Kami berpikir bahwa penggunaan TWK untuk pengalihstatusan pegawai KPK itu bertentangan dengan pasal 1, pasal 28 D ayat 1, 2, 3 UUD 1945," kata Tambunan. Pasal 69 B ayat (1) dan pasal 69 C mengatur soal penyelidik atau penyidik KPK dan pegawai KPK yang belum berstatus sebagai ASN dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak UU berlaku dapat diangkat sebagai ASN sesuai peraturan perundang-undangan. "Isunya ini adalah mengukur bagaimana mengukur kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Kami melihat bahwa BKN seperti memonopoli pengertian itu dengan menggunakan alat ukur TKW, apakah memang alat ukur itu valid? kita buka saja di sidang-sidang MK," kata Tambunan. Apalagi menurut dia, dalam UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota mengatakan syarat untuk menjadi gubernur, bupati, wali kota, anggota DPR, DPRD tingkat 1, DPRD tingkat II, presiden dan wakil presiden hanya mensyaratkan surat pernyataan kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai alat kesetiaan. "Nah menurut BKN alat ukurnya (TKW) sudah sangat valid, sudah saatnya para pejabat strategis tadi menggunakan alat ukur itu. Apa yang dimaksud dengan wawasan kebangsaan itu pandai berpidato tapi melanggar kode etik atau orang-orang yang berjuang untuk memberantas korupsi? Orang yang memenuhi aturan? Orang-orang yang bayar pajak? Itu tadi coba kita lihat di sidang-sidang MK," kata dia. Kesembilan orang pemohon itu juga sudah memberikan 31 bukti setebal lebih dari 2.000 halaman. Ia berharap putusan MK terhadap permohonan mereka dapat dibuat sebelum November 2021 agar dapat langsung diterapkan terhadap nasib 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS. "Kami memohon dan berharap Mahkamah Konstitusi dapat memutuskan permohonan ini sebelum November 2021, mengingat pasal yang kami mohonkan adalah pasal peralihan yang hanya berlaku sekali," kata Tambunan. 5. PGI dan MUI Pada 28 Mei 2021, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menerima sembilan orang perwakilan pegawai KPK bersama tim hukumnya. "Kami akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta menghentikan upaya pelemahan KPK ini, terutama peminggiran 75 pegawai KPK," kata Ketua Umum PGI, Gomar Gultom. Menurut Gultom, dengan disingkirkannya para pegawai yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK akan menjadikan para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK pada masa depan. "Karena mereka khawatir akan 'di-TWK-kan dengan label radikal dan kami makin khawatir karena mereka yang dipinggirkan ini banyak yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan," kata dia. Aritonang yang ikut dalam pertemuan mengatakakan bahwa pelemahan KPK ini juga merupakan ulah para koruptor. "Kami berhadapan dengan koruptor dan yang bisa korupsi hanyalah mereka yang punya akses kepada kekuasaan. KPK ini hanyalah alat, pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif dan reaksi dari para koruptor ini adalah membuang pisau ini, itu yang sedang kami alami," kata dia. Sekretaris Umum PGI, Jacky Manuputty, pun mengungkapkan kegelisahannya melihat fabrikasi hoaks di media sosial yang mudah mengubah persepsi masyarakat terhadap keadaan dan lembaga tertentu. Selanjutnya pada 3 Juni 2021, sebanyak 12 pegawai KPK bertemu dengan pengurus Majelis Ulama Indonesia. "Kehadiran mereka ke MUI dalam rangka mengadukan proses seleksi TWK," ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis. Ia mengatakan 12 pegawai KPK itu bercerita soal keganjilan baik dari materi TWK maupun proses pengangkatan ASN. Untuk menjadi ASN di KPK masih harus menjalani TWK, sementara di lembaga lain seperti Komnas HAM tidak perlu. Setelah audiensi itu, MUI akan membawa masalah ini ke dalam rapat pimpinan harian MUI, sehingga nantinya akan muncul tanggapan resmi dari MUI. Waketum MUI, Anwar Abbas, sebelumnya juga mempertanyakan tes wawasan kebangsaan dari pewawancara dalam tes alih status pegawai KPK. Anwar menilai ada yang salah dalam pemahaman keagamaan dan kebangsaan pewawancara sehingga ia meminta hasil tes dibatalkan karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila dan UUD 1945. Hasil akhir aduan dan laporan 75 pegawai KPK tersebut memang belum terlihat namun setidaknya para pegawai tersebut tetap bergerak dan bertindak melihat ketidakberesan yang ada di depan mata. Mungkin pergerakan tersebut seiring dengan lagu Mars KPK yang diputarkan berulang-ulang saat pelantikan 1.271 orang pegawai KPK menjadi ASN pada 1 Juni 2021 lalu. (mth)
Haedar Nashir: PPN Pendidikan Bertentangan dengan Konstitusi
Yogyakarta, FNN - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bidang pendidikan bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan. "Kebijakan PPN bidang pendidikan jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan," katanya melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat. Menurut dia, Muhammadiyah dengan tegas menolak karena keberatan atas rencana penerapan PPN untuk bidang pendidikan sebagaimana draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ia menilai pemerintah yang paling bertanggung jawab dan berkewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk penyediaan anggaran 20 persen. Haedar mengatakan rencana penerapan PPN bidang pendidikan tersebut bertentangan dengan jiwa UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan, yang antara lain mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya. "Pemerintah, termasuk Kemenkeu, dan DPR mestinya mendukung dan memberi kemudahan bagi organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan secara sukarela dan berdasarkan semangat pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya. Pemerintah dan DPR, kata dia, semestinya juga tidak memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat dengan perpajakan. Kebijakan itu dikhawatirkan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil, serta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata. "Semestinya pemerintahlah yang berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi, yang berarti jika tidak menunaikannya secara optimal sama dengan mengabaikan konstitusi," kata dia. Pemerintah, menurutnya, justru perlu berterima kasih kepada ormas penyelenggara pendidikan yang selama ini membantu meringankan beban kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan program kerakyatan lainnya, bukan malah membebani dengan PPN. "Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katolik, dan sebagainya justru meringankan beban dan membantu pemerintah yang semestinya diberi 'reward' atau penghargaan, bukan malah ditindak dan dibebani pajak yang pasti memberatkan," kata dia. Ia menilai jika kebijakan PPN itu dipaksakan untuk diterapkan maka yang nanti akan mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi. "Sehingga pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan," kata Haedar. Jika kebijakan itu diterapkan, ia mempertanyakan arah pendidikan nasional ke depan yang oleh para pendiri bangsa ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. "Padahal saat ini beban pendidikan Indonesia sangatlah tinggi dan berat, lebih-lebih di era pandemi COVID-19. Di daerah-daerah 3T bahkan pendidikan masih tertatih-tatih menghadapi segala kendala dan tantangan, yang belum terdapat pemerataan oleh pemerintah," kata dia. Pendidikan Indonesia, menurut dia, juga bakal semakin berat menghadapi tantangan persaingan dengan negara-negara lain. "Konsep pajak progresif lebih-lebih di bidang pendidikan secara ideologis menganut paham liberalisme absolut, sehingga perlu ditinjau ulang karena tidak sejalan dengan jiwa Pancasila dan kepribadian bangsa Indonesia yang mengandung spirit gotong royong dan kebersamaan," kata dia. Ia berharap, para perumus konsep kebijakan dan pengambil kebijakan menghayati, memahami, dan membumi dalam realitas kebudayaan bangsa Indonesia. "Para perumus dan pembuat kebijakan di negeri ini semestinya menjiwai konstitusi, Pancasila, dan denyut nadi perjuangan bangsa Indonesia termasuk peran kesejarahan Muhammadiyah dan organisasi kemasyarakatan yang sudah menyelenggarakan pendidikan dan perjuangan bangsa jauh sebelum republik ini berdiri," kata Haedar.(sws)
Anggota DPR Fraksi NasDem Tolak Rencana Pajak Sembako
Jakarta, FNN - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Ahmad HM Ali menolak rencana Pemerintah mengenakan pajak untuk sembilan bahan pokok (sembako) karena akan menambah beban rakyat. “Fraksi NasDem menolak rencana, usulan Menteri Keuangan (Sri Mulyani, Red) soal tarif pajak itu. Kami akan perjuangkan itu jika rencana berbahaya ini benar-benar diusulkan ke DPR. Dari awal, kami tegaskan itu,” kata Ahmad Ali dikutip dari keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat. Menurut dia, penerimaan pajak negara dapat ditingkatkan dengan cara lain, sehingga tidak perlu mengenakan pajak untuk sembako. “Harga komoditas di internasional juga sudah mulai membaik. Penerimaan dari sisi pabean juga menunjukkan tren positif. Jadi, pilihan menaikkan tarif itu pilihan potong kompas semata,” kata Ahmad HM Ali, Wakil Ketua Umum Partai NasDem. Ia pun mendorong Kementerian Keuangan mengkaji lebih matang sumber-sumber pendapatan negara untuk pembiayaan APBN. Ahmad juga meminta ada perbaikan regulasi, sehingga penerimaan pajak dapat optimal dan pemerintah tidak perlu membebani masyarakat dengan menaikkan tarif pajak. “Perbaikan regulasi itu untuk meningkatkan kepatuhan dan kemudahan menunaikan pajak. Sangat tidak bijak menaikkan tarif pajak saat masyarakat sedang berjuang keras mempertahankan sumber dan nilai pendapatannya,” kata Ahmad Ali. “Nilai pendapatan yang berkurang, karena naiknya tarif pajak justru akan mengurangi belanja masyarakat,” kata dia menambahkan. Politisi Partai NasDem itu juga berharap Kemenkeu dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga lainnya, sehingga ada sumber pendapatan negara yang dapat dioptimalkan. “Jangan seolah-olah soal pendapatan negara ini adalah champion Kemenkeu sendiri. Jadi yang dipikirkan hanya menaikkan tarif pajak. Duduk dan kerja sama dengan kementerian lain, sehingga bisa juga meraup pendapatan dari upaya mendorong surplus perdagangan luar negeri dan usaha lainnya,” ujar Ahmad Ali. Pemerintah berencana memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako lewat perluasan objek PPN. Rencana itu tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Terkait polemik itu, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati pada Kamis (10/6) menegaskan, rencana itu sifatnya internal, sehingga ia menyesalkan dokumen draf Revisi UU KUP bocor ke publik. Ia memastikan pemerintah masih akan fokus memulihkan perekonomian akibat pandemi COVID-19. “Situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga. Yang keluar sepotong-sepotong,” kata Sri Mulyani. “Dari sisi etika politik, kami belum bisa menjelaskan sebelum ini dibahas. Karena ini adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui Surat Presiden,” kata dia menambahkan. (mth)
Erick Thohir Ungkap Alasan Pengangkatan Bambang Brodjonegoro sebagai Komut PT Telkom
Jakarta, FNN - Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap alasan pengangkatan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) periode 2019-2021 Prof Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. "Kepakaran, pengalaman dan kepemimpinan Prof Bambang di bidang ekonomi, perencanaan dan teknologi, menjadikannya sosok yang tepat untuk memandu dan memberi arah, dan pengawasan kepada Telkom sebagai penggerak digitalisasi Indonesia, dan champion Indonesia untuk bersaing dengan pemain global,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat. Menurut Erick Thohir, digitalisasi merupakan motor penggerak pemulihan ekonomi nasional. Sebelumnya Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk mengangkat mantan Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro sebagai Komisaris Utama/ Komisaris Independen baru Telkom. Bambang Brodjonegoro menggantikan Komisaris Utama/ Komisaris Independen Telkom sebelumnya yakni Rhenald Kasali. Bambang Brodjonegoro pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Bukalapak.com. Bambang Brodjonegoro sendiri optimis keberadaan startup akan mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan peluang ekonomi digital di Indonesia. Ia menyatakan startup di Indonesia sangat mengerti dan memahami peluang ekonomi digital sehingga memanfaatkan adanya kemajuan teknologi. Tak hanya itu Bambang Brodjonegoro menuturkan startup ini juga dipenuhi dengan para generasi milenial yang sangat adaptif terhadap inovasi digital, sehingga mampu melahirkan produk-produk yang mampu bersaing di era ekonomi digital. Terlebih lagi Indonesia memiliki bonus demografi sehingga ekonomi digital akan semakin dapat dikembangkan dengan mengarahkan mereka dari segi pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.
Erick Thohir Tunjuk Letjend TNI (Purn) Doni Monardo sebagai Komut PT Inalum
Jakarta, FNN - Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Letnan Jenderal TNI (Purn) Doni Monardo sebagai Komisaris Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum. “Peran Pak Doni sangat penting. Terlebih, pengalaman, kemampuan, jaringan, dan prestasi beliau tidak diragukan lagi. Sepak terjangnya dari Aceh hingga Papua, dari pemulihan daerah aliran sungai Citarum, penghijauan di Sulawesi Selatan hingga terakhir dalam memitigasi pandemi COVID-19. Beliau mengedepankan dialog dan kolaborasi lintas stakeholder untuk mengatasi masalah, dan mencapai kemajuan," ujar Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat. Menurut Erick Thohir, kepedulian dan kiprah Doni di bidang pemulihan lingkungan hidup menjadikannya figur yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara upaya pemberdayaan dan menjaga keberlanjutan lingkungan yang dilakukan Inalum serta anak-anak perusahaannya. Letnan Jenderal TNI (Purn) Doni Monardo diangkat sebagai Komisaris Utama Inalum, menyusul diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan perseroan pada Kamis (10/6). Inalum adalah holding BUMN industri pertambangan dengan anggota PT Freeport Indonesia, PT ANTAM Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan saham minoritas di PT Vale Indonesia Tbk. “Inalum mengelola aset vital negara di bidang pertambangan yang memiliki rencana besar di bidang kinerja dan aksi korporasi, dengan mementingkan keharmonisan dengan lintas stakeholder, serta pemberdayaan dan perlindungan lingkungan hidup secara berkelanjutan," kata Erick Thohir. Doni Monardo terakhir menjabat sebagai Kepala BNPB/Ketua Satgas Penanganan COVID-19 dan kemudian digantikan oleh Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Ganip Warsito. Doni Monardo purna tugas dari TNI pada 1 Juni 2021. Pada Maret lalu, Doni Monardo dianugerahi gelar doktor honoris causa oleh IPB atas dedikasi dan jasanya dalam penyelamatan lingkungan. (sws)
INDEF Paparkan Efek Domino PPN Sembako dan Pendidikan
Jakarta, FNN - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memaparkan efek domino yang ditimbulkan jika sembako dan sektor pendidikan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Kalau sembako keterangan resminya akan naik 12 persen. Wah bayangkan kalau sembako naik sekitar 12 persen kira-kira apa yang akan terjadi? Besar enggak?” katanya kepada Antara di Jakarta, Jumat. Tauhid menyatakan jika bahan-bahan makanan pokok masyarakat atau sembako dikenai PPN maka harganya semakin mahal sehingga konsumen otomatis akan menurun. “Pastinya konsumen akan menjerit karena harga semakin mahal. Konsumen akan menyesuaikan terutama kelompok menengah ke bawah,” ujarnya. Ia mengatakan jika barang-barang yang dikonsumsi turun, maka penjualan juga akan menurun yang pada akhirnya mempengaruhi hulunya yakni industri dan pengusaha. Tauhid menjelaskan industri atau pelaku usaha akan mengurangi jumlah produksi, akibatnya jumlah tenaga kerja harus efisien baik pengurangan waktu jam kerja hingga upah. Ia melanjutkan secara umum dampak berantainya yakni pendapatan masyarakat akan berkurang. “Ketika PPN naik otomatis dampak besarnya pendapatan masyarakat turun, konsumsi turun, daya beli turun,” tegasnya. Tak hanya itu, ia mengatakan rencana pemberlakuan PPN terhadap sembako juga berpotensi menaikkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Sementara untuk PPN pendidikan, Tauhid menegaskan rencana ini sangat merugikan sekolah-sekolah swasta, terutama di pedesaan. “Iya (terancam tutup) seperti sekolah-sekolah swasta di desa kan tidak bisa dikecualikan,” ujarnya. Secara keseluruhan Tauhid mengingatkan pemberlakuan PPN terhadap sembako dan sektor pendidikan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu ia menyarankan agar upaya reformasi perpajakan dapat lebih didorong melalui upaya lain seperti intensifikasi, meningkatkan kepatuhan, penegakan hukum, dan perluasan basis pajak baru. “Ini menurut saya yang harusnya menjadi pokok dan pemerintah bisa layani lebih baik ternyata enggak bisa,” tegasnya. Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) masih perlu disiapkan dan didiskusikan. Yustinus menyatakan RUU KUP harus didiskusikan di masa pandemi COVID-19 sebagai upaya mempersiapkan Indonesia menyambut peluang setelah krisis kesehatan ini berakhir. “Rancangan ini perlu disiapkan dan didiskusikan di saat pandemi, justru karena kita bersiap. Bukan berarti akan serta merta diterapkan di saat pandemi. Ini poin penting: timing,” jelasnya dalam akun twitter resmi @prastow yang dikutip di Jakarta, Jumat. (mth)