NASIONAL
Merajalelanya Korupsi dan Moralitas Kekuasaan (Bagian Kedua)
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Apakah korupsi itu budaya kita? Banyak peneliti yang mencari adanya hubungan korupsi dengan sistem birokrasi dan kekuasaan. Namun banyak juga mencoba mencari korelasi korupsi pada persoalan moral dan budaya para pemimpin. Para filosof, sebagaimana dikatakan dalam "Stanford Encyclopedia of Corruption: Philosophers, at least, have identified corruption as fundamentally a moral, as opposed to legal, phenomenon. Acts can be corrupt even though they are, and even ought to be, legal. Moreover, it is evident that not all acts of immorality are acts of corruption; corruption is only one species of immorality." Dari sini terlihat para filosof sangat mengaitkan korupsi dengan perbuatan amoral. Tentu saja kebanyakan filosop ini berbeda dengan Machiavelli yang menyatakan korupsi itu adalah godaan yang alami. Sebagaimana di atas disebutkan, Sarah Chayes mengutip Machiavelli dalam "Thieve of State". Luhut Binsar Panjaitan, salah satu arsitek utama rezim Jokowi, pada tahun 2018, mengatakan bahwa semua orang memiliki gen maling. Pikiran LBP ini terlihat mirip dengan pandangan Machiavelli, bahwa tidak jelas soal kaitan moral dan korupsi. Namun, dahulu Bung Hatta misalnya mengatakan, sampai matipun korupsi itu sebuah kejahatan. Cerita yang jadi legenda tentang keteladanan Bung Hatta adalah menahan keinginan beliau membeli sepatu Bally seumur hidupnya. Bung Hatta terus menabung selama sebelas tahun ketika menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia. Tabungan itu diletakkan diatas meja Wakil Presiden dan disisinya ada iklan sepatu Bally. Sepatu yang sangat populer masa itu. Namun, sayang sekali, tabungannya tidak pernah cukup untuk membeli sepatu Bally itu. Dan dia tidak pernah menerima suap dan tidak korupsi. Sebaliknya, banyak elit kekuasaan sekarang hanya butuh beberapa tahun untuk menumpuk kekayaan dari hasil korupsi. Tampak selain masalah moral, korupsi juga sering dihubungkan dengan kelemahan sistem pemerintahan (struktural). Namun, kita yakin persoalan moral tetap menjadi kunci utama. Nasib Revolusi Mental Jokowi sudah jelas dalam tesisnya pada "Revolusi Mental", bahwa korupsi akan melumpuhkan bangsa kita. Sementara kita melihat bahwa belum ada tanda-tanda Jokowi akan bersikap tegas pada korupsi. Apa itu sikap tegas? Jika membandingkan dengan rezim Xi Jin Ping di RRC, di sana banyak pejabat ditembak mati karena kasus korupsi. Namun, kita tetap mengharapkan Jokowi mampu menjadi "role model" atau simbol moral anti korupsi. Sebuah agenda non sistem atau structural. Jokowi harus mampu menghadirkan agenda moral itu. Hal itu pertama harus keluar dari dirinnya Jokowi. Dalam kaitan korupsi, yakni tidak mengambil keuntungan pribadi dari agenda publik, kebijakan publik, nepotisme, suap dan lain-lain. Jokowi harus menjadi inspirasi bagi kekuasaannya. Setidaknya di lingkungan keluarga, istana dan kabinet, seperti Bung Hatta, sang Proklamator hebat itu. Di luar sebagai inspirator yang personal, Jokowi juga harus membangun moral kelompok pada elit kekuasaan untuk tidak tergiur dengan urusan-urusan yang bersifat material. Namun, baik sebagai simbol moral maupun agenda struktural, pemberantasan korupsi tidak terlihat dalam periode kedua Jokowi. Burhanuddin Muhtadi, misalnya, dalam "Dilema Jokowi, Publik atau Kartel Politik?” (Media Indonesia, 18/12/19), melihat bahwa Jokowi tidak lagi masuk pada isu HAM dan pemberantasan korupsi pada era kedua berkuasa. Katanya, Jokowi hanya masuk pada isu-isu ringan, seperti pungutan liar (pungli) saja. Selain itu, sebagian besar rakyat, tidak dapat menerima gejala nepotisme yang ditunjukkan keluarga Jokowi, yang anak, menanti dan ipar ramai-ramai maju di pilkada saat ini. Dengan demikian, apakah nasib revolusi mental Jokowi sudah menjadi masa lalu? Reshuffle Kabinet Korupsi merajalela, yang terungkap dari kasus Jiwasraya dan Asabri, serta kasus kompleks Wahyu Setiawan dan Harun Masiku, menunjukkan kelemahan Jokowi dan rezimnya sejak awal berkuasa. Kelemahan ini ditandai dengan suasana ketidaktertiban rezim penguasa. Bahkan, Sekjen partai penguasa, Hasto Kristyanto, menuduh bahwa dia dijalimi oknum penguasa. Bagaimana mungkin Sekjen Partai penguasa dizalimi? Apakah itu menunjukkan keretakan dalam tubuh rezim? Diantara situasi kelemahan ini, elit Kantor Staf Presiden, saat ini melemparkan isu perombakam kabinet. Isu perombakan kabinet tentu saja memberi peluang bagi Jokowi untuk kembali pada cita-cita revolusi mental dan nawa citanya. Paling kurang Jokowi memberikan harapan baru bagi rakyat. Namun, isu perombakan kabinet juga menyisakan pertanyaan tentang "kenapa mengurus negara seperti main-main?" Seharusnya, desain organisasi pemerintahan, apalagi bagi petahana, sudah sejak awal dirancang dengan matang. Dasain organisasi pemereintah harus ditunjukkan dengan soliditas kabinet, yang disisi oleh orang-orang profesion dan membumi. Jika perombakan kabinet yang dihembuskan elit Kantor Staf Presiden merujuk pada perlunya koreksi moral pemerintahan Jokowi, maka hal itu menjadi penting. Sebaliknya, jika hanya merujuk isu salah komposisi kabinet, perombakan itu hanyalah politik kekuasaan yang kurang bermoral. Manggali lubang bukan untuk meneutup lubang, tetapi untuk menutup goa. Penutup Kita harus benar-benar mengembalikan spirit bernegara pada tempat dan arah yang benar. Bernegara dalam konstitusi kita adalah mengutamakan rakyat. Mengutamakan rakyat adalah konsep moralitas yang sudah diajarkan Bung Hatta, dan para founding fathers lainnya. Mengutamakan rakyat hanya bisa dilakukan jika penyelenggara negara mampu pisahkan kepentingan pribadi adan kelompoknya dengan kepentingan rakyat. Memisahkan kepentingan itu, lebih jauh lagi adalah membunuh ambisi-ambisi pribadi untuk memperkaya diri. Situasi merajalelanya korupsi saat ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan bangsa kita. Pada saat yang bersamaan, kondisi ekonomi kita semakin terpuruk. Kenyataan ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh dari janji-janji kampanye Jokowi (petumbuhan ekonoimi 7 %) dan hutang negarapun yang menumpuk yang luar biasa besar. Kedua persoalan ini, korupsi yang merajalela dan pertumbuhan ekonomi di bawah 7% merupakan koeksistensi, di mana keduanya membuat Indonesia bisa terperangkap ke arah negara gagal. Sebuah negara yang tidak pernah stabil di sosial politik dan keamanan. Akibatnya, kemarahan rakyat akan meluas sebagai dampak dari korupsi yang kronis di kalangan pejabat. Sementara pada waktu yang bersamaan, kemiskinan dan ketimpangan sosial menganga lebar. Isu reshuffle kabinet yang dihembuskan kalangan istana belakangan ini, haruslah dikaitkan dengan moralitas kekuasaan. Bukan sekedar menakut-nakuti anggota kabinet dan sekedar "power sharing" kekuasaan. Menghentikan korupsi dan mengembalikan kekuasaan pada orang-orang bermoral adalah agenda urgen Presiden Jokowi secepatnya. (habis) Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Ahok Rebranding
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ahok disiapkan untuk kembali ke jalur politik elektoral? Tanda-tanda itu sangat kuat menyusul munculnya nama mantan Gubernur DKI Jakarta itu dalam sebuah survei. Dengan memanfaatkan “momentum” banjir di Jakarta, Ahok dimunculkan kembali sebagai figur jagoan dan sukses ketika memimpin ibukota. Dia dinilai paling berhasil menangani banjir di ibukota. Tak tanggung-tanggung. Kinerja Ahok, mengutip survei yang baru saja dirilis oleh Indo Barometer, paling mencorong. Dibandingkan dengan Jokowi saja, Ahok lebih unggul. Konon pula dibandingkan dengan Anies Baswedan yang kini tengah menjabat. Sangat njomplang. Seperti bumi dengan langit! Ahok paling TOP! Itu berdasarkan “persepsi” publik nasional. Artinya penilaian dari warga sak-Indonesia, yang diwakili oleh populasi sampel sebanyak 1200 orang. Bukan warga Jakarta yang langsung merasakan dampak banjir dan penanganannya. Namanya juga persepsi. Ya bebas-bebas saja. Jadi tidak perlu diadu dengan data dan fakta. Ihwal sampel publik secara nasional inilah yang belakangan banyak disoal oleh para pendukung Anies. Ada yang menuding survei tersebut sebagai pesanan. Survei yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan kredibilitas Anies, sekaligus mengangkat Ahok. Maklumlah dari sisi elektabilitas, Anies saat ini adalah kandidat capres paling moncer. Belum ada kandidat lain yang berhasil menyainginya. Jadi perlu ada operasi politik untuk menghancurkannya. Downgrading! Survei sejauh ini terbukti berhasil mempengaruhi opini publik dan keputusan politik, sekaligus menjadi sebuah justifikasi keabsahan kemenangan seorang kandidat. Bagi yang memahami dunia marketing politik, munculnya kembali nama Ahok dalam sebuah survei tak terlalu mengagetkan. Ini jelas sebuah indikasi kuat dia sedang disiapkan untuk come back ke dunia politik. Ahok sedang menjalani proses rebranding. Sebuah strategi pemasaran dimana nama baru istilah, simbol, desain, konsep, atau kombinasi dibuat untuk sebuah merek dengan maksud mengembangkan identitas baru yang dibedakan dalam benak konsumen, investor, pesaing, dan pemangku kepentingan lainnya (wikipedia). Singkat kata rebranding adalah sebuah strategi pemasaran untuk mengubah citra sebuah produk, dalam hal ini adalah Ahok. Maklumlah, setelah kalah di Pilkada DKI 2017 dan masuk penjara karena penistaan agama, nama Ahok hancur-hancuran. Dia juga menghilang dari ingatan publik. Dipersiapkan dengan hati-hati dan cermat Bila kita mengamati berbagai tahapannya, upaya rebranding ini dipersiapkan dengan sangat cermat. Utamanya menjelang hari-hari kebebasannya. Sejumlah pendukungnya yang biasa disebut sebagai Ahoker menyiapkan sebuah buku biografi. Judulnya “Tjahaja Seorang Basuki” yang ditulis oleh Rudi Thamrin. Ahok juga membuat sebuah akun di Youtube bernama “Panggil saya BTP.” Coba perhatikan. Permintaannya untuk tidak lagi dipanggil sebagai Ahok, secara marketing politik pasti punya tujuan yang jelas. Ahok adalah simbol nama minoritas Cina. Secara politik sangat tidak menguntungkan. Belum lagi bila dikaitkan dengan kasusnya “Ahok si Penista Agama!” Setelah keluar dari penjara, Ahok memilih bergabung dengan PDIP. Bukan PSI sebuah partai yang semula disiapkan akan menjadi kendaraan politiknya. Sebuah pilihan yang cerdas dan rasional. PDIP adalah partai pemenang pemilu. Secara tradisional basis pemilihnya juga lebih luas. Sementara PSI tidak lolos ambang batas parlemen. Perlu kerja keras untuk menjadi kendaraan politik yang bisa diandalkan. Kerugian lain bila Ahok memilih bergabung dengan PSI, maka asosiasinya dengan kelompok minoritas akan semakin kuat. Sebagai besar pengururus dan aleg PSI adalah etnis Cina dan non muslim. Dalam pemilu lalu materi kampanye PSI juga dianggap menyerang umat Islam. Mulai dari anti Perda Syariah dan anti poligami. Semua itu akan sangat merugikan Ahok. Membuat stigma lamanya sebagai penista agama, akan semakin kuat. Tahapan paling berani dari rebranding Ahok adalah penunjukannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina. Jokowi punya andil besar di balik penunjukan itu. Pertamina adalah BUMN dengan asset terbesar. Posisinya juga sangat strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak. Meneg BUMN Erick Thohir kepada media menyatakan alasan memilih Ahok karena dia dikenal sebagai figur pendobrak. Pertamina butuh itu. Sekali lagi perhatikan diksi “pendobrak.” Kata itu sangat sejalan (in line with) dengan branding berhasil mengatasi banjir di Jakarta. Bersama kemacetan, banjir adalah sebuah problem yang tidak pernah berhasil diatasi oleh para gubernur DKI. Dan Ahok paling sukses! Melalui posisinya sebagai Komut Pertamina, Ahok kembali masuk dalam jalur perbincangan publik dan media. Sebuah tahapan penting dalam marketing politik: awareness dan popularitas berhasil kembali diraihnya. Dari sisi media, peran dan pemberitaan soal Ahok jauh lebih menonjol dibandingkan Dirut Pertamina Nicke Widyawati. Sampai-sampai Ahok disindir sebagai Komut rasa Dirut. Urusannya tinggal mendongkrak likeness dan elektabilitas. Lembaga survei punya peran besar pada tahapan ini. Melihat berbagai tahapan-tahapan itu, kita bisa dengan mudah menduga ke mana arah barang ini. Jadi Jangan terlalu kaget bila pada tahun 2022 ketika Pilkada DKI ditunda dan ditunjuk seorang Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur, maka sangat mungkin Ahok akan ditunjuk oleh Jokowi sebagai Plt Gubernur DKI sampai Pilpres 2024. Alasannya cukup kuat. Dia adalah figur “pendobrak” dan “paling sukses” mengatasi banjir! Dari posisi ini tracknya menjadi lebih jelas lagi. Pilpres di depan mata dan Ahok sudah punya modal yang sangat kuat! Welcome back Ahok…Eh maaf….BTP Penulis wartawan senior.
Pancasila Adalah Intisari Dari Al-Qur’an dan Injil
By Dr. Ahmad Yani SH. MH. Jakarta, FNN - Adu domba agama dengan Pancasila semakin meruncing. Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) menghembuskan pernyataan yang sangat fatal. Agama bagi Kepala BPIP Yudian Wahyudi adalah musuh bagi Pancasila. Sepanjang sejarah Republik Indonesia setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) dinyatakan sebagai partai terlarang, baru kali ini seorang Kepala Lembaga Negara, memulai kembali adu domba Agama dan Pancasila. Hal serupa pernah terjadi di bawah pemerintahan demokrasi terpimpin Soekarno (Orla). Waktu itu PKI menjadi salah satu partai yang paling dekat dengan penguasa. Karena itulah Almarhum Jenderal Besar A.H. Nasution dalam sebuah pernyataannya mengingatkan kita bahwa yang mengadu domba Pancasila dan Islam hanya kaum Komunis. Dalam pidatonya di Majelis Konstituante 13 November 1957, tokoh Islam Kasman Singodimedjo banyak mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila. Kasman menilai PKI hanya membonceng Pancasila untuk kemudian diubah sesuai paham dan ideologi komunisme. Ketika itu PKI bermaksud mengubah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi "kebebasan beragama". Termasuk dalam cakupan "kebebasan beragama" adalah "kebebasan untuk tidak beragama." Menyebut Agama sebagai musuh utama Pancasila, tentu bertentangan dengan sejarah Pancasila dan sejarah bangsa Indonesia. Pancasila diramu dan dirumuskan oleh founding fathers bangsa berdasarkan nilai-nilai Islam. Kalau kita baca risalah sidang BPUPK dan risalah sidang PPKI, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila itu dirumuskan berdasarkan nilai agama, khususnya Islam. Pancasila adalah satu nilai yang hidup itu yang disebut sebagai filosofische groundslaag Indonesia merdeka. Sebagai falsafah, Pancasila adalah sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara pondasi Pancasila adalah ketuhanan Yang Maha Esa sebagai fundamen utama dari keseluruhan sila itu. Pancasila adalah “Piagam Djakarta” minus tujuh kata. Piagam Djakarta menyebutkan “Ketuhanan dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknja” menurut dan kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjarawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia. Maka menyebut agama sebagai musuh utama Pancasila adalah merupakan penistaan terhadap nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai agama yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebab antara Pancasila dan Agama merupakan dua hal yang tidak ada perbedaan sama sekali. Baik dari segi konsep maupun implementasinya kalau dijalankan secara konsekuen. Akan berbeda lagi kalau Pancasila dijadikan alat untuk memukul lawan dengan memonopoli tafsiran Pancasila dengan pendekatan kekuasaan. Pola ini yang sedang dikembangkan BPIP sekarang. Tafsiran sepihak pada Pancasila pernah dilakukan oleh Orde Lama dan Orde Baru, dan kedua-duannya adalah pemerintahan yang otoriter. Apabila Pancasila ditafsirkan oleh penguasa, maka dapat dikatakan bahwa penguasa itu otoriter dan atau diktator. Yang dilakukan BPIP bukan hanya menafsirkan. Justru Mengadu domba pancasila dan Agama. Proyek Komunisme tahun 1960-an itu kini hidup kembali. Bagi PKI yang tidak beragama, adu domba sangat menguntungkan. Karena yang digalakkan komunisme adalah perang mati-matian melawan agama. Ketika Lenin menulis sebuah artikel, dia mensetir Karl Marx bahwa agama adalah Vodka yang memabukkan. Begitu juga yang dikembangkan komunisme diseluruh dunia. Agama adalah musuh utama. Karena bagi komunis, agama musuh yang harus binasakan. Aidit Tokoh sentral PKI, dengan tegas mengatakan “Revolusi Mental tak akan berhasil kalau masyarakat tidak dijauhkan dengan Agama” Ada lagi tokoh yang dengan Bangga mengatakan “Revolusi Mental akan gagal kalau Agama tidak dipisahkan dengan Politik”. Persis seperti yang diungkapkan oleh Yudian Kepala BPIP. Sementara bagi kaum Pancasilais, agama adalah kata kunci bagi falsafah Pancasila. Baik Islam maupun agama lain menyebutkan “ Pancasila sebagai titik temu agama-agama”. Ini tentu berbeda dengan BPIP, yang mengadu domba agama dan Pancasila, dengan dalil bahwa agama merupakan musuh Pancasila. Tentu saja sangat mirip sekali dengan gaya PKI. Hal tersebut sangat tidak Pancasilais, dan musuh Pancasila bukan agama, tetapi komunisme dan orang-orang yang memusuhi agama atau mereka yang anti agama. Pancasila Titik Temu Agama Bagi saya, menyebut agama musuh Pancasila merupakan sikap dan perilaku anti Pancasila. Tidak selaras dengan nilai-nilai dan ajaran Pancasila. Orang ini tidak pantas menduduki jabatan apapun, karena ada semangat anti Pancasila. Seharusnya Yudian Wahyudin sebagai guru besar harus mampu mendamaikan suasana. Apalagi sebagai kepala BPIP yang katanya sebagai pembina Ideologi. Pancasila itu adalah titik temu bagi semua agama, dan perbedaan dalam NKRI. Risalah perdebatan panjang konstituante dapat dijadikan pelajaran bagaimana menghasilkan perdebatan yang bermutu. Ada yang menarik dalam adu argumentasi itu, ketika Arnord Mononutu menyampaikan sebuah pidato yang disambut hangat oleh Mohammad Natsir. Alnord Mononutu, seorang Kristen yang baik. Anggota konstituante dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Mononutu tidak menyebutkan Pancasila digali dari masyarakat Indonesia. Dia justru menyebut intisari dari ajaran Injil. Natsir tokoh Islam yang paling berpengaruh. Tokoh penting Masyumi, jauh sebelum sidang Konstituante menyebut Pancasila dan ajaran Islam adalah satu kesatuan yang tidak bertentangan satu sama lain. Natsir mengatakan itu ketika berpidato di Pakistan di berbagai tulisannya. Natsir menegaskan pendiriannya itu dalam sidang konstituante bahwa Pancasila merupakan point of referensi dari semua sila yang ada di sila ke empat. Sejalan dengan Natsir, dalam pidato yang disambut penuh suka cita oleh Natsir itu (Lukman Hakim 2019), Mononutu dengan tegas berkata “Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bagi kami. Pokok dan sumber dari lain-lain sila. Tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa,Pancasila hanya akan menjadi filsafat materialistis belaka.” Yang penting menurut Mononutu, ialah Pancasila sebagai realisasi dari jalan pikiran monistis bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara yang bersifat religieus-monistis. “Titik pertemuan dari segala golongan yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, apapun juga Nabi golongan itu masing-masing.” Dengan riang gembira, Natsir menyambut pidato Mononutu “saudara Ketua, bukankah ini berarti, di sinilah kita sampai pada titik pertemuan antara umat Kristen dan Islam. Sama-sama hendak mencari dasar negara yang bersumberkan kepada wahyu Ilahi. Baik yang melalui Injil ataupun melalui Quran. Kisah kedua tokoh yang berbeda agama dalam sidang konstituante itu menjadi bukti nyata bahwa Pancasila dan Agama merupakan dua hal yang tidak bertentangan satu dengan yang lain. Pancasila mempertemukan dua front besar yang selama ini berbeda. Tempat bersepakatnya orang-orang beragama. Agama menjadi sumber nilai bagi Pancasila. Maka Mononutu enggan menyebut Pancasila digali dari masyarakat Indonesia, melainkan intisari dari ajaran Injil. Sementara golongan Islam menganggap Pancasila adalah manifestasi dari nilai-nilai Islam yang dirumuskan oleh mayoritas tokoh-tokoh Islam, baik itu dalam sidang BPUPKI maupun PPKI. Musuh Utama Pancasila Musuh utama Pancasila adalah orang yang memperkelahikan Pancasila dengan agama. Karena Pancasila mengakui agama, dan Pancasila bersumber dari ajaran agama, khususnya Islam. Bagaimana mungkin Islam menjadi musuh Pancasila. Maka musuh Utama Pancasila itu orang yang anti agama (Komunis) Musuh selanjutnya Pancasila adalah korupsi, kezaliman dan ketidakadilan. Karena ia telah membuat negeri ini menderita dalam waktu yang lama. Para penjahat kemanusiaan juga musuh Pancasila. Korupsi musuh yang paling berbahaya bagi Pancasila. Selain mengkhianati Pancasila juga merusak tatanan bernegara. Korupsi Jiwasraya, korupsi Asabri, suap menyuap di KPU, dan kejahatan korupsi yang berjibun banyaknya terjadi akhir-akhir ini adalah musuh Pancasila. Musuh Pancasila juga adalah pemimpin yang berbohong dan ingkar janji. Pemimpin yang berdusta, dan para pemujanya adalah musuh yang perlu diperangi oleh Pancasila. Perang melawan pembohong atau pendusta ini kewajiban bagi orang-orang yang Pancasilais. Untuk menutupi kebohongan dan kedustaan itulah, Pancasila dan agama diadu. Ini ada hidden agenda yang ingin dimainkan untuk mengamankan isu Jiwasraya yang membuat negara ini bangkrut. Utang yang tak terbayar akibat kekuasaan di pegang oleh orang-orang yang berjiwa “jongos”. Kenaikan iuran BPJS yang memberatkan rakyat adalah kebijkan yang tidak Pancasilais. Membiarkan korporasi menguasai lahan juataan hektar, asing monopoli sumber daya alam, penguasaan tanah dan air yang menjadi hajat hidup orang banyak oleh oligarki ekonomi, merupakan kejahatan terhadap Pancasila. Maka mengatakan agama sebagai musuh Pancasila hanya untuk mengalihkan perhatian publik pada tumpukan masalah saat ini. Karena itu kita perlu waspada bahwa ini Pancasila sedang diujung tanduk. Sebab PKI sebelum melakukan pemberontakan ia terus menerus mempertentangkan Pancasila dan Agama, untuk mengalihkan perhatian. Sekarang kita berada di situasi yang hampir sama. Kita patut bertanya ini agenda apa dan untuk siapa? wallahualam bis shawab. Penulis Advokat, Dosen Fakultas Hukum dan Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta
Merajalelanya Korupsi dan Moralitas Kekuasaan (Bagian Pertama)
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Hariman Siregar dalam kebingungannya dikalangan aktifis, menyampaikan pertanyaan, kenapa jaman Habibie pembobolan Bank Bali hanya Rp. 400 Milyar, jaman SBY pembobolan Bank Century Rp. 6, 7 Triliun dan sekarang jaman Jokowi, kasus Jiwasraya, pembobolan naik pesat Rp. 13 Triliyun. Apakah semua elit kita sudah gila?, tanya Hariman diantara aktifis pengunjung ulang tahun seorang aktifis senior, akhir bulan lalu. "Space platform WhatsApp Group" memang dipenuhi tiga isu yang berebutan dan berhimpitan beberapa waktu belakangan ini. Isu itu adalah korupsi , WNI eks ISIS, dan Virus Corona. Isu terkait korupsi melibatkan nama-nama Harun Masiku, Hasto Kristyanto, Heru Hidayat, Benny Tjokro dan lain-lain. Semuanya dikaitkan dengan istana maupun kekuasaan rezim Jokowi. Para penghuni dunia medsos dari kalangan non pendukung Jokowi sering mengingatkan agar fokus saja di kasus korupsi. Ingatan ini dimaksudkan untuk penguatan atau gaung tentang isu Jiwasraya dan Masiku tidak hilang ditelan isu ISIS dan Corona. Namun, sebagian netizen tetap bersikukuh bahwa semua isu ini harus dihadapi. Tesis pendukung isu korupsi Jiwasraya dan Harun Masiku di "amplifier" oleh Susilo Bambang Yudhoyono, Rizal Ramli dan Said Didu. Ketiganya sangat fokus pada isu korupsi Jiwasraya. Tesis mereka, pembobolan uang asuransi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebesar Rp 13 Triliyun di masa pemerintahan Jokowi pasti mempunyai arah ke pendanaan pilpres 2019. Arah itu perlu dikejar. Fokus mereka bertiga pada isu korupsi memang sangat beralasan. Bank Dunia sudah hampir dua puluh tahun ini melibatkan diri pada riset-riset terkait korupsi. Kepentingan Bank Dunia adalah agar uang yang dipinjamkan kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, digunakan semua untuk program pembangunan. Tanpa itu Bank Dunia khawatir pembangunan tidak akan mensejahterakan rakyat miskin. Sarah Chayes pengarang "Thieve of State" merujuk pada Machiavelli menyampaikan "corruption is the natural temptation of rulers, but it is often what ultimately brings them down". "The natural temptation" memang terkesan bahasa netral, yang bisa menghinggapi semua penguasa, siapapun. Sebagaimana di review oleh Giles Foden, The New York times, 2015, buku "Thieve of State" yang mengamati Afganistan dan Iraq, memperlihatkan bahwa korupsi bisa menjadi struktural dan mengumpulkan semua uang-uang korupsi secara hirarki untuk elit berkuasa. Ini bukan hanya kasus di sana saja katanya. Chayes mengatakan negara isinya hanyalah mafia berjenjang (vartically integrated criminal syndicates). Dalam "Corruption, Global Security and World Order: To Bribe or to Bomb: Do Corruption and Terrorism Go Together?", buku editan Robert I. Rotberg, 2009, korupsi selain ditempatkan sebagai center dalam persoalan keamanan dunia, disebutkan juga bahayanya korupsi yang mempunyai koeksistensi yang saling memperkuat dengan terorisme. Korupsi Jiwasraya berlanjut dengan isu korupsi uang Asabri. Pelakunya, otaknya sama, Benny Tjokro, pebisnis asal Solo. Kehilangan uang pensiun prajurit ini mencapai Rp 10. triliun. Artinya yang diakui pembobolnya. Pembobolan-pembobolan uang yang melibatkan kekuasaan resmi negara di asuransi ini berbeda dengan kasus investasi bodong maupun asuransi non negara seperti Bumiputra. Dalam kasus Jiwasraya dan Asabri, pimpinan perusahan adalah wakil resmi negara, yang ditunjuk menteri BUMN. Jadi, kasus ini masuk dalam isu korupsi. Di masa lalu, kasus yang mirip telah terjadi di Jamsostek. Pimpinan Jamsostek (BPJS) kala itu, Ahmad Junaidi dan Andi Alamsyah, masuk penjara. Semua tahu bahwa Jamsostek saat itu melayani kekuasaan dan bandar bandar kekuasaan. Nah, bagaimana Jiwasraya serta Asabri? Jika konsisten pada pikiran SBY, Rizal Ramli dan Said Didu, maka seharusnya kita menuntut kepada negara agar dibentuk komisi independen yang meriksa semua pihak yang terlibat dalam kasus Jiwasraya, secara transparan dan objektif. Karena mempercayakan pemeriksaan pada jajaran hukum dan DPR-RI saja, tentu sulit mendapatkan kebenaran objektif kasus ini. Disamping Jiwasraya, kasus Wahyu Setiawan (KPU) dan Harun Masiku adalah kasus besar lainnya, menyangkut korupsi dielit negara. Masiku yang misterius keberadaanya dan adanya koneksi kasus ini dengan Hasto Kristyanto, Sekjen PDIP, juga menghebohkan politik nasional. Dua isu di atas, Jiwasraya dan skandal KPU, memberi kesan adanya kebobrokan pada rezim Jokowi terkait isu pemberantasan korupsi dan pemerintahan yang bersih. Mengapa bobrok? Apa tolak ukurnya? Kebobrokan ini kita ambil tolak ukurnya dengan merujuk tulisan Revolusi Mental ala Jokowi yang ditulisnya di Kompas, 10 Mei, 2014. Menurut Jokowi reformasi yang terjadi sebelum dia memimpin hanyalah reformasi institusi yang tidak menyentuh mental manusia. Dalam bagian itu Jokowi mengatakan: "Korupsi menjadi faktor utama yang membawa bangsa ini ke ambang kebangkrutan ekonomi di tahun 1998 sehingga Indonesia harus menerima suntikan dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang harus ditebus oleh bangsa ini dengan harga diri kita. Terlepas dari sepak terjang dan kerja keras KPK mengejar koruptor, praktik korupsi sekarang masih berlangsung, malah ada gejala semakin luas." Nyatanya, setelah Jokowi berkuasa, korupsi masih merajalela dan Jokowi malah ikut pula melumpuhkan KPK melalui revisi UU KPK tahun lalu. Dengan revisi UU KPK, Prof. Syamsudin Haris, anggota Dewan Pengawas KPK, sudah mengakui membuat KPK menjadi lemah. (Bersambung) Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Sejak Kapan Agama Jadi Musuh Pancasila?
Sebuah Catatan Atas Pernyataan Kepala BPIP Oleh Muhammad Wildan Jakarta, FNN - Kembali pernyataan kontroversial lahir dari balik meja pemerintah. Dalam sebuah wawancara media, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) secara lugas menyatakan Agama ialah musuh Pancasila. Sebuah kesimpulan yang menurut penulis terkesan serampangan karena mengingkari sejarah Pancasila itu sendiri. Bagi mereka yang mengerti sejarah tentu pernyataan ini sangat mudah dicari kelemahannya, cukup dengan membuka dokumen-dokumen sidang BPUPK 29 Mei-1 Juni 1945, menyebut tokoh-tokoh agama yang hadir dan menerima Pancasila pada sidang tersebut, atau dengan mengurai argumen-argumen yang dikemukakan oleh Bapak-bapak pendiri bangsa. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis sengaja tidak membahas pernyataan tersebut dengan argumentasi sejarah 1 Juni 1945, kita hormati saja pernyataan tersebut sebagai buah pikir seorang ilmuwan, terlepas dari kuat lemahnya argumen beliau. Namun jika pernyataan tersebut kita terima sebagai sebuah argumen akademis, pertanyaannya ialah sejak kapan Agama bermusuhan dengan Pancasila? Mari sedikit kita mencari jalan menjawab pertanyaan diatas, dengan terlebih dahulu kita benahi logika pernyataan kontroversial tersebut. Pernyataan agama adalah musuh pancasila menurut hemat penulis bisa saja lahir dari logika yang memandang Agama dan Pancasila sama-sama bernilai absolut. Entah sama-sama bersumber dari wahyu Tuhan atau sama-sama dibawa oleh seorang nabi. jika benar demikian maka kedua elemen absolut tersebut nampaknya tidak mungkin dapat disatukan karena akan saling membunuh satu sama lain. Apa mungkin logika sedangkal ini yang dipakai oleh seorang akademisi yang masih berstatus rektor tersebut? Baiklah, bagaimana jika pernyataan tersebut kita tambahkan sedikit redaksinya menjadi "Tafsir Agama adalah musuh Tafsir Pancasila". Maka pernyataan tersebut dapat diterima secara logika karena tafsir bersifat relatif dan bisa saling bertentangan. Jika pembaca sudah bersepakat untuk menambah sedikit redaksi pernyataan tersebut, mari kita kembali ke pertanyaan awal yaitu, sejak kapan Tafsir Agama menjadi musuh Tafsir Pancasila? Apakah sejak masa awal kemerdekaan? Masa orde lama, orde baru, sejak Reformasi, atau sejak Rezim hasil Pemilu 2014? Kita tentu tahu atau setidaknya pernah tahu bahwa diskursus agama versus pancasila bukan topik baru di republik ini. Wacana tersebut telah hidup diseminar-seminar, di berbagai kajian, mimbar dan berbagai forum diskusi sejak puluhan tahun yang lalu. Dimasa orde lama dan orde baru persinggungan tafsir agama dan tafsir pancasila tidak terlalu terasa dampaknya karena hanya berputar-putar dilingkaran elite, aktivis dan akademisi. Adu tafsir tersebut kemudian makin terasa dampaknya sejak Pemilu 2014. Bahkan bukan hanya wacana, debat Agama versus Pancasila bahkan tumbuh menjadi konflik yang kongkrit hingga menyebabkan pembelahan luar biasa dalam masyarakat kita. Akibatnya masyarkat kita seolah terjebak dalam kerentanan sosial karena konflik tersebut gagal dimoderasi oleh negara. Salah satu bentuk kegagalan negara dalam memoderasi diskursus tersebut terlihat dari pernyataan kontroversial seorang pejabat negara yang digaji sedemikian besarnya yang sedang kita bahas ini. Pemerintah yang harusnya tampil mengelola public discourse justru gagap dan seperti membangun demarkasi dengan memonopoli tafsir atas Agama dan Pancasila. Semakin berbahaya karena ditengah masyarakat muncul semacam kepercayaan bahwa Agama seolah tidak pancasilais dan pancasila seolah tidak agamis akibat kegagapan pemerintah tersebut. Bagaimana mungkin kehidupan berwarganegara dapat tentram jika Pemerintah tetap berpijak diatas satu tafsir dan menghukum tafsir yang lain? Akhirnya semoga pernyataan kontroversial semacam ini tidak lagi keluar dari kantor pemerintah dan semoga pemerintah kita berfokus membenahi persoalan-persoalan kongkrit yang lebih urgent untuk diselesaikan daripada menjadikan isu agama versus pancasila sebagai pelarian dari kegagalan membangun ekonomi. Biarlah public discourse berkembang alamiah hingga mencapai sintesanya sendiri. Penulis adalah Peneliti Sentra, Pusat Studi Politik dan Kebudayaan di Maluku Utara
Kapal Selam Korsel (6): Jenis Kapal Selam yang Dibutuhkan TNI AL
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Melihat fakta dan data dengan semakin meningkatnya kekuatan serta kemampuan kapal selam negara di kawasan regional, maka perlu adanya perimbangan kekuatan (balance of power) untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan kawasan. Kekuatan AL negara tetangga semakin maju dengan datangnya berbagai peralatan dan senjata yang lebih modern. Pengadaan kapal selam untuk TNI AL harus mampu menjawab fenomena tersebut serta memberikan efek detterence, minimal seimbang dengan kekuatan negara-negara di kawasan. Dengan kondisi perairan Indonesia itu perairan tropis akan sangat menguntungkan bagi kapal selam dalam melaksanakan operasi tempur, mengingat kondisi perairan tersebut berpengaruh sangat buruk pada pendeteksian sonar (poor sonar condition) terutama bagi sonar aktif yang umumnya digunakan oleh kapal-kapal permukaan. Kondisi perairan tropis tersebut memiliki kadar garam (salinity) yang cukup tinggi, pengaruh “afternoon effect” yang lebih besar, juga organisme dan biota laut yang lebih banyak serta pengaruh kontur dasar laut yang beragam membuat kemampuan pendeteksian sonar relatif buruk terutama bagi kapal permukaan. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh kapal selam dalam melaksanakan operasi tempurnya dengan merancang suatu konsep operasi tempur khusus dalam pemanfaatan konstelasi geografis dan hidro-oseanografis perairan Indonesia. Prinsip utama dari kapal selam yang dibutuhkan, serta dihadapkan dengan konstelasi geografis, perimbangan kekuatan dan keberlanjutan proses Transfer of Technology dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, Tingkat kesenyapan dengan Radiated Noise Level yang rendah; Kedua, Tingkat kemampuan penghindaran deteksi (Silent and Stealthy); Ketiga, Segi persenjataannya yang mematikan (Deadly). Keempat, Harus memiliki persyaratan kemampuan peperangan kapal selam yang unggul, karena kapal selam ini meskipun tergolong konvensional, namun ia juga diharapkan mampu membawa senjata-senjata strategis yang dapat menghancurkan lawan, selain torpedo (Wire Guided and Wake Homing Torpedo) yang mampu menghancurkan sasaran kapal permukaan maupun kapal selam, juga rudal untuk sasaran permukaan, sasaran udara maupun sasaran darat. Faktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah faktor keselamatan yang mampu meminimalkan tingkat resiko kecelakaan namun memaksimalkan tingkat safety terhadap personal dan material. Biaya pengoperasian relatif murah. Meskipun harga kapal selam relatif lebih mahal dari harga umumnya kapal permukaan, namun operasional kapal selam dinilai lebih murah dari kapal lainnya. Karena kapal selam dapat beroperasi secara Individu, tidak membutuhkan escort atau perlindungan baik oleh kapal pemukaan maupun oleh pesawat udara. Populasi pengguna, tingkat kepercayaan terhadap suatu jenis kapal selam dapat dilihat dari banyaknya kapal selam jenis tertentu dioperasikan oleh negara-negara pengguna. Mampu menyiapkan Integrated Logistic Support secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Detterent effect dari kapal selam juga menjadi pertimbangan penting. Memiliki senjata pengelabuan (decoy) sebagai tindakan penghindaran terhadap serangan senjata lawan berupa Torpedo Counter Measure (TCM). Kemampuan manuver bawah air yang lincah disesuaikan dengan kondisi geografis dan kontur dasar laut negara pengguna kapal selam. Memiliki durasi menyelam lebih lama dari pada Kapal Selam konvensional biasa. Mampu memberikan level of confidence yang tinggi terhadap pengawaknya. Dapat dijadikan stepping stone keberlanjutan program Transfer of Technology yang dalam rangka meningkatkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Kajian ini membahas tentang perbandingan kemampuan dari tiga jenis Kapal Selam tersebut di atas sehingga dapat menjadi alternatif dalam upaya percepatan pemenuhan kemampuan TNI Angkatan Laut yang diharapkan. Tiga jenis Kapal Selam tersebut adalah kapal selam jenis DSME 209/1400 dari Korea Selatan, kapal selam HDW Class 214/2000 dari Turki, dan kapal selam jenis Kilo 636/3100 dari Rusia. Perbandingan antara tiga kelas ini dibatasi pada kemampuan yang dijelaskan pada saat presentasi di Gedung Neptunus Mabes TNI AL maupun informasi terbuka dari Internet. Khusus kapal selam DSME 209/1400 data yang digunakan berdasarkan fakta yang ada di kapal selam KRI Nagapasa-403. Berikut ini adalah deskripsi secara umum tentang 3 Kapal Selam tersebut: Kapal Selam class DSME 209/1400 (Nagapasa Class). Kapal Selam konvensional diesel elektrik jenis ini merupakan adaptasi dari kapal selam diesel elektrik Type 209 yang awalnya dikembangkan oleh Howaldtswerke-Deutsche Werft - HDW Jerman. Prototype kapal selam jenis ini menggabungkan desain type 2019/1300 Jerman dengan Changbogo class Korea Selatan, sehingga merupakan kapal selam jenis baru di dunia. Ketiadaaan lisensi dari HDW Jerman membuat beberapa peralatan pokok mengalami modifikasi, ditambah lagi dengan ketiadaan klasifikasi dan register internasional dalam pembangunan kapal sehingga kapal tidak memiliki standar yang jelas. Data secara umum hampir sama dengan kapal selam jenis 209/1300 kelas Cakra milik TNI AL, hanya bobot (displacement) yang lebih besar. Keunggulan. Kapal selam ini memiliki fungsi AKPA, AKS dan Intai Taktis / Strategis; Senjata utama Black Shark Torpedo (Namun belum ada saat ini, hingga 2 tahun ke depan); Memiliki sistem Sewaco yang modern dan dapat di-upgrade untuk meluncurkan sub-missile; Posisi alat angkat non penetration hull kecuali periskop; Memiliki baling-baling (propeller) 7 blades dan bentuk skew blades (bentuk sabit); Sistem pengoperasian mirip dengan kapal selam 209 kelas Cakra. Data base peralatan sudah lebih umum sebab banyak negara di dunia yang menggunakannya; Adanya keberlanjutan proses pembangunan dengan infrastruktur yang ada di PT PAL; Terpenuhinya asas komunaliti, karena kesamaan jenis dengan kapal selam kelas Nagapasa. Kelemahan. Kemampuan tempur yang dimiliki tidak jauh berbeda dengan kapal selam kelas Cakra yang memiliki perbedaan teknologi selama 30 tahun. Memiliki efisiensi penggunaan baterai yang rendah. Penggunaan baterai cukup boros sehingga waktu snorkel akan bertambah dan hal ini membahayakan dari segi taktis pertempuran maupun dalam hal pemeliharaan. Proses dan hasil alih teknologi selama pembangunan 3 kapal selam DSME 209 tidak maksimal, kurangnya komitmen dari pihak DSME untuk memberikan alih teknologi. Performance yang ditunjukan oleh kapal selam DSME 209 tidak maksimal, sampai saat ini masih dilaksanakan perbaikan dan penyempurnaan sistem di KRI Nagapasa-403. Noise level cukup tinggi disertai getaran pada badan kapal; Kemampuan sensor-sensor yang terbatas seperti diantaranya tidak dilengkapi Active Sonar, Towed Array Sonar, Distributed Array Sonar, Mine /Obstacle Avoidance Sonar, dan Periscope masih terganggu visualisasinya. Suku cadang terbatas, saat ini KRI Nagapasa menggunakan suku cadang KRI Alugoro. Belum teruji dalam pertempuran dan latihan-latihan, hingga kini belum dapat menembakan senjata (baik torpedo maupun rudal). Kapal Selam HDW Kelas 214/2000. Kapal Selam ini rencana diproduksi di galangan kapal Savunma Teknolojileri Muhendislik Ve Tecaret As (STM) Turki bekerja sama dengan Thyssenkrupp Marine System (TKMS), Jerman. Kapal selam ini dilengkapi dengan sistem pendorongan Fuel Cell (Air Independent Propulsion/AIP) dan sewaco yang lengkap (Cilyndrical Array Sonar, Passive Ranging Sonar, Flank Array Sonar, Cilyndrical Transducer Array, Towed Array Sonar, Intercept Array Sonar, Radar, ESM dan Optronic). Keunggulan. Kapal selam ini memiliki fungsi AKPA, AKS dan Intai Taktis/Strategis yang lexc d vbih advance. Memiliki sistem persenjataan yang lengkap dan modern, dipersenjatai dengan torpedo, sub-missile (sub to surface, sub to land dan sub to air). Kemampuan menyelam lebih lama karena telah menggunakan AlP (Air Independent Propulsion) sehingga tidak tergantung dengan pengisian ulang baterai (berlayar snorkel). Kemampuan menyelam operasional lebih dalam karena badan tekan menggunakan HY100. Memiiiki noise level yang rendah karena menggunakan baling-baling bentuk skew blades (bentuk sabit). Memiiiki kemampuan jarak jelajah 10.000 NM, full integrasi sistem penembakan dan kontrol senjata, dengan 6 multi functional consoles. Keberlangsungan proses alih teknologi masih dapat berlanjut dengan menggunakan infrastruktur pembangunan kapal selam di PT PAL. Memiliki lisensi dari HDW Jerman dan menggunakan teknologinya untuk memproduksi kapal selam kelas 214. Waktu pemesanan yang relatif lebih singkat dari kapal selam jenis lain, karena ketersediaan kapal selam yang sudah siap pakai. Adanya keterlibatan dan tanggung jawab negara Turki dalam proses pembangunannya. Dari perspektif operasional, penggunaan kapal selam dengan tipe yang berbeda memiliki potensi untuk mengembangkan taktik peperangan yang lebih luas. Merupakan kelanjutan generasi dari kelas 209 Kelas Cakra (Generasi ke-5). Kapal Selam 214 merupakan generasi ke-7 dalam HDW Submarine Family Tree. Kelemahan. Penggunaan AIP di kapal selam ini memerlukan biaya ekstra. Kapal Selam Kelas Kilo/3100 Project 636. Andalan Rusia dalam ekspor kapal selam ada pada kelas kilo, selain karena dikenal dengan teknologi semi stealth. Mesin diesel yang digunakan pada kelas kilo ini terbukti tangguh dalam memberikan perlawanan. Kilo adalah nama kelas yang diberikan NATO untuk kapal selam militer bertenaga diesel buatan Rusia. Versi asli dari kapal selam ini di Rusia dikenal dengan nama Project 877 Halibut. Kapal selam kelas ini juga memiliki versi yang lebih baru yang dikenal dengan nama Improved Kilo dan dikenal juga dengan Project 636 Varshavyanka. Kapal selam ini juga memiliki fungsi AKPA, AKS dan Intai Taktis/Strategis. Project 636 ini adalah penyempurnaan dari Kilo Class Project 877 EKM. Dengan penyempurnaan pada kemampuan DG, penambahan kecepatan, jarak jelajah ekonomis mencapai 7.500 NM. Badan tekan dilapisi karet (Anti Acoustic Rubber Coating) sebagai pelindung plat badan tekan dan penyerap gelombang sonar aktif kapal lawan, pengurangan kebisingan sehingga dapat mendeteksi musuh dari jarak yang lebih Jauh. Dan sangat mendukung dalam penggunaan rudal jelajah (anti ship/land attack cruise missile) Club-S yang didukung dengan sewaco yang modern. Dengan kelengkapan senjata rudal yang memiliki jarak tembak lebih dari 220 km. Selain itu kapal selam ini dapat membawa berbagai jenis torpedo (TEST-71 MKE, UGST, Type 53/65) dan rudal Club-S, SAM Igla. Keunggulan. Lambung kapal dilapisi Anti Acoustic Rubber Coating yang berfungsi sebagai pelindung plat badan tekan dan menyerap pancaran sonar aktif lawan sehingga gelombang sonar aktif lawan tidak memantul kembali, oleh sebab itu kapal selam class Kilo 636 sulit dideteksi oleh kapal lawan. Memiliki senjata yang bervariatif yang salah satunya rudal jarak jauh dengan sasaran darat, sasaran permukaan maupun sasaran udara. Towed radio anntena bisa diluncurkan dari kedalaman 100 meter. Periskop dilengkapi dengan TV/IR camera, optronic dan GPS. Merupakan kapal selam Rusia yang terlaris. Kelemahan. Ukurannya cukup besar sehingga kurang optimal bila dioperasikan di perairan littoral. Mengalami kendala adaptasi dengan iklim tropis. Harus membangun fasilitas sandar maupun fasilitas pendukung yang baru. Tidak adanya keberlanjutan alih teknologi dengan menggunakan infrastruktur pembangunan Kapal Selam di PT PAL. Dari tiga tipe kapal selam yang dilaksanakan pemilihan selanjutnya masing-masing disusun matrik perbandingan berpasangan dengan tiga kriteria yaitu Bidang Teknis, Bidang Operasional dan Bidang Strategis. Hasil nilai dari perbandingan tersebut yang berupa nilai eigenvektor utama selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar pemilihan alternatif, yaitu Kapal selam type 209/1400 DSME, 214 dan Kilo Class. Turki memang yang terkesan membuatnya saat itu, tetapi yang terjadi sesungguhnya yang membuat adalah Jerman. Sebab saat Turki datang ke Indonesia untuk presentasi, memang galangan di Jerman sedang overloaded, sehingga Jerman membuatnya di Turki. Walaupun bagaimana, akan lebih bangga ke Jerman langsung atau ke Indonesia langsung, bukan ke Turki. (Selesai) ***
Serius Indonesia Belum Ada Virus Corona?
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Sampai hari ini pemerintah belum mengkonfirmasi satupun adanya kasus virus Corona di Indonesia. Zero cases. Artinya dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa (proyeksi 2020), tidak ada satu pun yang terkena penularan virus mematikan made in China itu. Dahsyat! Fenomena ini jelas patut disyukuri, kalau benar faktanya memang seperti itu. Alhamdulillah…. Sujud syukur kalau perlu……. Masalahnya fakta tersebut saat ini banyak dipertanyakan. Tak kurang lembaga kesehatan dunia WHO dan sejumlah ahli dengan reputasi dunia mempertanyakannya. Too good to be true. Terlalu bagus untuk dipercaya. "Kami khawatir karena Indonesia belum melaporkan satu kasus virus corona yang terkonfirmasi," kata kata perwakilan WHO untuk Indonesia, Dokter Navaratnasamy Paranietharan seperti dikutip portal CNN. Sejumlah media di Australia seperti The Sydney Morning Herald dan The Age menyebut Indonesia belum memiliki alat pendeteksi Corona. Spekulasi ketidakmampuan tim dan peralatan medis di Indonesia itu dipicu oleh pengakuan Matthew Hale seorang warga Australia yag tinggal di Bali. Dia khawatir telah terpapar virus Corona, namun dia mengkritik penanganan dan perawatan dan uji lab di sebuah rumah sakit di Bali. Keraguan bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu mendeteksi virus Corona sebelumnya juga dikemukakan oleh seorang peneliti dari Harvard University sebuah kampus prestisius di AS. "Indonesia melaporkan nol kasus, tapi mungkin sebenarnya sudah ada beberapa kasus yang tak terdeteksi," ujar ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health. Berdasarkan kalkulasinya, Indonesia bersama Thailand adalah negara yang paling potensial terpapar virus itu. Mengingat jarak dengan Wuhan yang sangat dekat dan banyaknya penerbangan ke wilayah ini. Negeri gajah putih itu sampai hari Senin (10/12) telah mengkonfirmasi adanya 32 kasus, dan Kemungkinan terus bertambah. Logikanya jumlahnya di Indonesia lebih banyak. Selain Thailand sejumlah negara yang ada di sekitar Indonesia seperti Filipina, Malaysia, Singapura, Laos, bahkan Australia sudah melaporkan adanya kasus warganya yang terpapar virus Corona. Di seluruh dunia sudah 25 negara yang mengkonfirmasi kasus serupa, termasuk 1 kasus di AS. Seorang wanita asal Chicago yang baru saja kembali dari Wuhan positif Corona. Apa orang Indonesia sakti dan kebal dari virus ini. Sebanyak 245 orang WNI yang baru pulang dari Wuhan dan sekarang di karantina di Natuna juga dinyatakan sehat. Singapura negara tetangga terdekat Indonesia bahkan sudah menyatakan status siaga orange. Satu tingkat di bawah level bahaya. Lha kok Indonesia masih tenang-tenang saja. Wajar bila dunia sangat khawatir dengan Indonesia. Dengan populasi terbesar keempat di dunia, dan dengan penanganan kesehatan yang tidak memadai, pandemi Corona bisa menjadi sebuah bencana besar. Bisa jauh lebih berbahaya Bukan hanya dunia sesungguhnya yang meragukan klaim pemerintah. Di dalam negeri keraguan semacam itu juga sangat nyata. Perbincangan di dunia nyata dan dunia maya banyak yang mempertanyakan. Di tengah masyarakat yang terbelah sangat dalam pasca pilpres, rumors, desas-desus, hoax dan bahkan provokasi banyak berseliweran. Para penentang pemerintah cenderung membesar-besarkan persoalan. Sebaliknya pemerintah dan para pendukungnya cenderung mengecil-gecilkan persoalan. Namun kali ini tampaknya soal ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Intensnya hubungan kedua negara. Banyaknya turis Cina ke Indonesia (2.7 juta jiwa) dan jumlah pekerja Cina di Indonesia memunculkan kekhawatiran yang sangat tinggi. Fakta bahwa pemerintah sering menutup-nutupi fakta sebenarnya tentang pekerja Cina menimbulkan kekhawatiran yang sangat tinggi. Sebagai contoh sebelumnya pemerintah mengklaim pekerja Cina di Morowali, Sulawesi Tenggara hanya 3.000 orang. Namun ketika muncul virus Corona media berbasis Perancis France24 menyebut sekitar 43 ribu pekerja China di sebuah prabrik nikel di Morowali dikarantina, jadi heboh. Berita tersebut segera dibantah oleh Kemenaker dan menyebutnya sebagai disinformasi. Jumlah tersebut adalah total pekerja di pabrik nikel tersebut. Apa lacur, publik terlanjur lebih percaya berita tersebut. Apalagi bersumber media asing. Kredibilitas pemerintah saat ini di mata publik sangat rendah. Kasus buronnya kader PDIP Harun Masiku menjadi contoh nyata. Betapa informasi yang bersumber dari pejabat pemerintah sangat tidak bisa dipercaya. Perlu waktu beberapa hari bagi pemerintah untuk mengakui bahwa Harun Masiku sudah kembali ke Indonesia. Menkumham Yasona Laoly dan pimpinan KPK secara percaya diri bicara kepada publik bahwa Harun masih berada di luar negeri. Padahal Majalah Tempo memiliki bukti CCTV Harun sudah kembali ke Indonesia. Bayangkan untuk mendeteksi “makhluk” sebesar Harun Masiku saja petugas imigrasi kita mengalami “kesulitan,” atau sengaja pura-pura tidak melihat. Apalagi untuk mendeteksi virus Corona yang perlu peralatan khusus dan mahal. Harun Masiku jelas berbeda dengan virus Corona. Untuk menutupi kasus Harun hanya perlu menciptakan kebohongan baru, dan memecat sejumlah orang termasuk Dirjen Imigrasi sebagai tumbal. Menutupi kasus Corona —kalau benar seperti dikhawatirkan WHO dan para pakar— dampaknya sangat serius. Jangan sampai skandal besar dr Li Wenliang terulang di Indonesia. Dokter spesialis mata itu dibungkam oleh aparat keamanan Cina ketika menginformasikan kemungkinan adanya penyebaran virus mematikan Corona. Ketika kasus itu akhirnya meledak, semuanya sudah terlambat. Negara adidaya yang secara sombong digambarkan oleh Presiden Cina Xi Jinping sangat kuat. “Tak ada kekuatan yang bisa mengguncang Cina,” sesumbarnya. Akhirnya Cina harus tunduk dan luluh lantak oleh virus Corona. Penyakit yang kata ahli dari dari AS "hanya Tuhan yang bisa menghentikan." Kalau Indonesia, kira-kira apa ya yang akan disombongkan? end.
Obituari Gus Sholah (2): Keputusan Kontroversi Terima Pinangan Wiranto
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Bahwa KH Salahuddin Wahid yang akrab dipanggil Gus Sholah pernah menjadi Calon Wakil Presiden berpasangan dengan Calon Presiden Wiranto dari Partai Golkar adalah fakta politik. Itulah fakta politik pada gelaran Pilpres 2004. Fakta politik menujukkan bahwa Gus Sholah maju menjadi cawapres itu atas dukungan PKB, partai yang kelahirannya dibidani KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, kakak Gus Sholah sendiri. Itulah fakta politik diantara Dua Gus ini. Namun, ijtihad politik Gus Sholah tersebut seakan mengikis habis sisi kontroversial dirinya dengan Gus Dur, tapi justru masuk ke wilayah kontroversi yang lain. Pasalnya, Gus Sholah menerima pinangan capres partai Golkar Wiranto. Keputusan itu menjadi antiklimaks kariernya di Komnas HAM. Betapa tidak, Wakil Ketua II Komnas HAM ini harus berpasangan dengan orang yang dianggap bertanggungjawab atas sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia. Sementara Komnas HAM yang digawangi Gus Sholah harus bergiat mengungkap kasus pelanggaran HAM dan beberapa kali bergesekan dengan Wiranto. Deklarasi pasangan Wiranto-Gus Sholah ini dilakukan di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (11/05/2004) malam. Ini merupakan babak baru dari perjalanan karier politiknya. Namun, pasangan dengan latar belakang bertentangan itu harus kalah pada pertama. Namun, kekalahan di Pilpres 2004 tak membuat Gus Sholah patah arang. Itu ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam beragam kegiatan sosial keagamaan. Pada Februari 2006, KH. Yusuf Hasyim menelpon pria dengan nama kecil Salahuddin al-Ayyubi ini. Dalam hubungan telpon tersebut disampaikan niatnya mundur sebagai pengasuh Tebuireng yang dipegangnya selama 41 tahun. Selain itu, meminta Gus Sholah untuk menggantikannya. Pada 12 April 2006, Gus Sholah bertemu dengan pamannya yang akrab dipanggil Pak Ud itu dan keluarga besar Tebuireng serta para alumni senior. Pertemuan itu untuk mematangkan rencana pengunduran diri Pak Ud itu dan naiknya Gus Sholah sebagai pengasuh Tebuireng. Keesokan harinya, pergantian pengasuh diresmikan bersamaan dengan acara Tahlil Akbar Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dan Temu Alumni Nasional Pondok Pesantren Tebuireng di halaman ponpes. Langkah pertama yang diambil Gus Sholah dalam memimpin Tebuireng, adalah melakukan ”diagnosa” atau mendeteksi ”penyakit” yang sedang menimpa Tebuireng. Sejak April hingga akhir 2007, Gus Sholah secara berkala mengadakan rapat bersama unit-unit yang ada di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy’ari ini. Dia meminta laporan tentang kendala yang dihadapi, disamping meminta masukan dan kritik. Selain itu, Gus Sholah menurunkan ”mata-mata” yang turun langsung ke kamar para santri untuk mengkonfirmasi kinerja pengurus ponpes. Selama memimpin Tebuireng, Gus Sholah berupaya menggugah kesadaran para guru, pembina santri, dan karyawan Tebuireng untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kinerja berdasar keikhlasan dan kerjasama. Langkah kongkritnya mengadakan pelatihan terhadap para guru dengan mengundang konsultan pendidikan dari Konsorsium Pendidikan Islam (KPI), yang juga membantu para kepala sekolah untuk menyusun SOP (Standard Operating Procedure) bagi kegiatan belajar mengajar (KBM) ponpes. Mulai awal 2007, Ponpes Tebuireng menerapkan sistem full day school di semua unit pendidikan. Para pembina dibekali dengan latihan khusus, baik latihan kedisiplinan dan psikologi agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Rencananya, seorang pustakawan akan didatangkan guna mengelola perpustakaan secara sistematis dan terarah. Pada saat yang sama, Madrasah Mu’allimin dan Ma’had Aly didirikan, serta kegiatan pengajian dilakukan secara klasikal melalui Madrasah Diniyah dan kelas Takhassus. Sejak awal kepemimpinannya, Gus Sholah berupaya memperbaiki sarana fisik secara bertahap. Klinik kesehatan dibangun di dekat kompleks SMA, masjid diperluas dan ditingkatkan mutunya dengan tetap mempertahankan bangunan lama, ruang makan diperbaiki, dan gedung-gedung tua direnovasi. Seluruh proses pembangunan fisik ini selesai pada 2014. Selain memimpim Tebuireng, aktivitas Gus Sholah di berbagai kegiatan sosial tetap padat. Dia menjadi anggota Forum Pemantauan Pemberantasan Korupsi (2004), Barisan Rakyat Sejahtera (Barasetra), Forum Indonesia Satu (FIS), Kajian Masalah Kepahlawanan yang dibentuk oleh IKPNI (Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia), dan lain-lain. Gelaran Pemilu Sebagai seorang wartawan, saya beberapa kali melakukan wawancara khusus terkait Pilpres 2014 dan Pilkada Jatim 2018. Dua kontestasi gelaran pemilu yang berbeda. Namun, cukup menarik untuk disinggung dalam tulisan ini. Ketika Pilpres 2014, seusai wawancara seputar Capres Joko Widodo dan Capres Prabowo Subianto, tiba-tiba Gus Sholah menyinggung perihal Mobil ESEMKA yang selalu digadang-gadang Jokowi sebagai karya “anak bangsa”. “Coba cek, saya dengar mobil itu bukan buatan Esemka. Ini sudah ramai di media,” katanya kala itu. Padahal, saat itu Gus Sholah disebut-sebut sebagai pendukung Jokowi. Namun, dia masih meminta saya untuk mencari tahu soal Esemka. Hasilnya, ternyata benar ucapan Gus Sholah tadi perihal “keaslian” Esemka. Pelajaran yang bisa kita petik dari sini, Gus Sholah ingin seorang pemimpin itu berkata jujur, ia tidak boleh berbohong. Dan, faktanya, silakan menilai sendiri! Saat Pilkada Jatim 2018, Gus Sholah menjadi “Ketua Tim 17 Ulama” yang bertugas mencari figur bacawagub yang layak dan tepat untuk dipasangkan dengan Khofifah Indar Parawansa sebagai bacagub yang diusung Partai Golkar bersama beberapa parpol lainnya. Kala itu, ada beberapa nama yang disodorkan sebagai bacawagub Khofifah, seperti Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak, Hasan Aminuddin (NasDem), Masfuk (PAN), Wakil Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, dan Saiful Rachman (Birokrat). Siapakah yang akan dipilih Tim 17 Ulama dan Khofifah nanti, kata Gus Sholah, bisa terlihat pada pertengahan November 2017. “Dalam dua minggu ke depan, tim akan melakukan surve atas nama-nama yang masuk,” ungkap Gus Sholah. Kamis malam, 19 Oktober 2017, Tim 17 Ulama sedang menggodok nama-nama bacawagub sebelum dipilih Khofifah. Setidaknya ada 8 nama yang masuk ke Tim 17 Ulama. Akhirnya, pilihan jatuh kepada Emil Elestianto Dardak. Padahal, sebelumnya, Emil disebut-sebut Gus Sholah supaya menyelesaikan dulu tugasnya sebagai Bupati Trenggalek. “Siapa yang mencalonkan Emil? Dia kan baru dua tahun menjabat Bupati Trenggalek, ya lebih baik selesaikan sajalah tugasnya sebagai bupati. Kecuali memang ada permintaan yang sangat mendesak dan elektabilitasnya tinggi,” tegasnya kala itu. Itulah politik! Bersama Khofifah, Emil pun akhirnya terpilih menjadi Gubernur dan Wagub Jatim. (Selesai) Penulis wartawan senior.
Kapal Selam Korsel (5): Kapal Selam DSME Belum Penuhi Aspek Sesuai Harapan TNI AL
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Saat Menteri Pertahanan masih dijabat Ryamizard Ryacudu, ia mengungkapkan kekecewaan TNI AL terhadap kualitas kapal selam terbaru TNI AL, KRI Nagapasa-403 yang merupakan jenis kapal selam Changbogo buatan DSME (Daewoo Ship Building & Marine Engineering) Korea Selatan. Masalah yang diungkapkan adalah soal kapal selam yang kurang bertenaga, akibat baterai yang kurang mampu memasok daya total yang dibutuhkan. Karena spek kapal selam CBG yang dibeli Indonesia masih belum memiliki sistem canggih seperti AIP (Air Independent Propulsion) yang bisa membantu pengisian baterai, akhirnya kemampuan arung bawah air kapal selam asal Korsel ini juga jadi terbatas. Kurangnya daya bisa menyebabkan ketidakstabilan pada berbagai perangkat elektronik yang tertanam di kapal selam yang dibeli untuk TNI AL itu, yang kemudian juga dapat berdampak pada keandalannya. Kemhan juga menerima sejumlah kisah kendala lainnya, tapi untuk saat ini masih dirahasiakan. Pemerintah telah melayangkan protes ke pihak Korsel. “Sudah kita proses kemarin tapi lambat karena kapalnya besar tapi baterainya kecil. Itu yang pertama tapi saya sudah langsung ke pabrik, saya sama KSAL. Jadi, sudah tidak ada masalah lagi, tapi yang kedua, ketiga terus,” kata Ryamizard di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/10/2017). Ryamizard mengatakan, ada dua kapal selam lagi yang masih dalam tahap produksi. Dua Kapal selam terakhir diproduksi PT PAL yang diawasi langsung oleh perusahaan asal Korsel, DSME. Bila hasil kapal selam tersebut baik, Ryamizard menyampaikan tak menutup kemungkinan untuk memesan kembali ke Korsel. “Lihat dulu kalau bagus tambah lagi, tidak mahal. Yang mahal beli teknologi dan mendidik orang yang mahal,” ucap Ryamizard kala itu. Ketika itu, Indonesia memesan tiga unit kapal selam bermesin diesel elektrik tipe 209/1400 kelas Chang Bogo ke Korsel dengan kesepakatan kerja sama transfer teknologi. Kapal selam pertama dan kedua dibangun di perusahaan pembuatan kapal Korsel, DSME. Melansir dari Kumparan.com, Jum’at (27/10/2017), kapal selam ketiga dibangun di galangan kapal dalam negeri PT PAL Indonesia, Surabaya bekerja sama dengan DSME Korsel. TNI AL mendukung penuh realisasi kegiatan untuk proses pencapaian kemandirian industri pertahanan terutama kapal selam. Pembangunan tiga kapal selam 209 DSME yang menyertakan TOT (Transfer of Technology) sebagai bagian integral dari pembangunan 3 kapal itu, dengan dilaksanakannya pembangunan 2 kapal selam di galangan DSME dan joint section kapal selam lainnya dengan menggunakan fasilitas infrastruktur yang dibangun di PT PAL. Dalam pasal 3 Undang undang RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan, tertuang bahwa Penyelenggaraan Industri Pertahanan bertujuan: Mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif; Mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan; dan Meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang andal. Realisasi dari amanat UU tersebut telah berjalan dengan adanya pembangunan infrastruktur pembuatan Kapal Selam di PT. PAL. Saat ini PT. PAL sedang melaksanakan Joint Section kapal selam ke-3 dan akan melaksanakan overhaul KRI Cakra-401. Salah satu tahapan untuk menuju kemandirian industri pertahanan terutama kapal selam yang saat ini dilaksanakan oleh DSME kepada PT. PAL melalui Transfer of Technology. UU Nomor 20 Tahun 2005 tentang alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan telah dijelaskan soal TOT. TOT adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya. Untuk pencapaian alih teknologi ini diperlukan komitmen kuat dari kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima dalam realisasinya di lapangan. Yang terjadi saat ini proses alih teknologi pada saat pembangunan 3 Kapal Selam 209 DSME adalah proses “Learning by Seeing”. Sedangkan untuk mencapai keberhasilan proses alih teknologi adalah adanya proses pembentukan Dynamic Learning (dinamika belajar) dengan cara belajar sambil bekerja (Learning by Doing), belajar sambil memakai (Learning by Using) dan belajar sambil saling berhubungan (Learning by Interacting). Terlebih dalam pembangunan Kapal Selam yang memerlukan tingkat safety yang tinggi, serta teknologi yang presisi. Di satu sisi TNI AL memerlukan jenis kapal selam yang memenuhi kriteria berkualitas dan handal. Sementara di sisi lain hal tersebut sulit diwujudkan dengan proses Transfer of Technology yang berlangsung saat ini, mau pun kualitas hasil produksi kapal selam 209 DSME yang belum memenuhi aspek yang diharapkan oleh TNI AL sebagai sebuah kapal selam. Tengok saja bagaimana kekuatan kapal selam di negara kawasan regional. Peta perimbangan negara-negara pengoperasi kapal selam di kawasan regional bisa digambarkan berikut: Australia. Memiliki enam unit kapal selam kelas Collins type 471 yang khusus dirancang oleh galangan Swedia Kockums untuk Angkatan Laut Australia. Empat unit diantaranya sudah di-upgrade dan selesai pada Maret 2003. Antara lain dengan penyempurnaan pada combat system. Collin class memlliki kapasitas persenjataan hingga 22 rudal jenis Harpoon dan torpedo 533 mm. Kapal selam ini memiliki kecepatan 20 kts (menyelam) dan mampu menyelam sampai kedalaman 300 m. Dalam program jangka panjang hingga tahun 2050, Australia telah menandatangani kontrak pembangunan 12 kapal selam baru yang akan dibangun oleh perusahaan Perancis Naval Group di Australia. Kapal selam baru tersebut diproyeksikan untuk menggantikan kapal selam kelas Collins yang sudah akan memasuki masa pensiun. Dari beberapa media menyatakan, kapal selam yang tipe shortfinbarracuda tersebut merupakan desain kapal selam yang berbasis kapal selam nuklir Perancis Barracuda. Selain itu, Australia juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti: Frigate Anzac Class yang dilengkapi heli AKS Kaman Sea Sprite dan pesawat Patmar P-3C Orion yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo MU-90 Eurotorp. RRC (Tiongkok). Memlliki puluhan jenis kapal selam dari kelas Golf, Romeo (Wuhan), Kilo, Song, Han, XIa, Shang, sampai kelas Jin. Dalam perkembangannya China telah berhasil mengekspor kapal selam type 053G Ming Class ke Bangladesh dan program terbaru adalah China sedang membangun kapal selam type S26T yang merupakan varian export dari 039A Yuan class untuk Royal Thailand Navy. Taiwan. Memiliki dua kelas kapal selam, yaitu kapal selam latih kelas Hai Shib (Tench atau GUPPY II), dan kelas Hai Lung (Zwaardvis). India. Memiliki kapal selam kelas Foxtrot, Shishumar (Type 209), Sindhughosh (Kilo), pada 2008 India memulai program pengadaan 6 kapal selam scorpene dalam bentuk TOT dengan keseluruhan kapal tersebut dibangun di Mazagon Shipyard India. Kapal pertama diluncurkan pada 2015 dan masuk dinasl Indian Navy pada tahun 2017. Untuk memperkuat armada kapal selamnya pada 2010, India telah membangun kapal selam modern (Nuclear Powered Ballistic Missile Submarine) yang diberi nama Arihant class. Namun untuk melatih kru kapal nuklir tersebut India menyewa satu kapal selam nuklir kelas Nerpa dari Rusia yang masih beroperasi sampai saat ini. Selain itu AL India juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Destroyer Delhi Class yang dilengkapi heli AKS Kamov 31 Helix dan pesawat Patmar llyushin 38 May yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo. Singapura. Memiliki kapal selam jenis kelas Challenger (refit eks-kelas Sjoormen Swedia), dan kelas Archer (aslinya dari kelas Vastergotland, dan akan di-refit menjadi kelas standar Sodermanland dari Swedia). Selain itu Singapura juga berencana membeli beberapa kapal selam Vastergotland Class buatan Swedia yang lebih modern, dilengkapi dengan flank array sonar dan AlP (Air Independent Propulsion). Pada tahun 2014 untuk menambah kekuatan armada kapal selamnya Singapura telah memulai program pengadaan dua kapal selam baru dengan galangan kapal Jerman TKMS (Thyssen Krupp Marine Systems), kapal selam yang dibangun adalah type 218SG berbasis type 214. Kedua kapal selam tersebut direncanakan akan diterima oleh Singaporean Navy pada 2021 dan 2022. Selain itu AL Singapura juga memiliki kapal permukaan dan pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Frigate Lafayette Class, APV Presistance Class dan pesawat Patmar Fokker 50 yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo. Malaysia. Sebagai negara tetangga yang tak mau ketinggalan dalam persaingan kepemilikan kapal selam, Malaysia telah memiliki 1 (satu) kapal selam latih Agosta 70 Class dan 2 (dua) kapal selam Scorpene Class dari DCNS Perancis. Scorpene memiliki keunggulan teknologi yang sudah mutakhir, didukung oleh persenjataan yang memadai seperti rudal SM-38 Exocet (enam peluncur rudal), tabung torpedo untuk meluncurkan torpedo jenis “Black Shark” (Advanced Heavyweight Torpedo) jenis SUV Surface and Undenflrater Torpedo. Persenjataan dikendalikan dengan Advanced Combat System (ACS). ACS memungkinkan kendali persenjataan bekerja bersama dengan rangkaian perangkat sensor secara simultan, hal ini berpengaruh terhadap penanganan persenjataan lebih cepat, senyap dan fleksibel. Dengan sistem ini setiap tabung peluncur dapat meluncurkan rudal dengan aman dan senyap di kedalaman laut. Selain itu AL Malaysia juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Frigate Lekiu Class yang dilengkapi heli AKS Super Lynx dan Corvette Kedah Class. Jepang. Memiliki armada kapal selam kelas Ko-hyoteki (midget), KD1 sampal KD7, J1, J2, J3, C1, C2, C3, A1, A2, A modifikasi, B1 (seri 1-15), B2, B3, Sen Toku (aka 1-400), Kaichu, Kaisho, Sen Take' (aka 1-200), KRS, DI, D2, Sen Ho, Sen Ho She, dan LA. Untuk Pasukan Bela Diri Maritim memiliki kapal selam kelas Gato, Hayashio, Natshushio, Oshio, Uzushio, Yushio, Harushio, Asashio, Oyashio, dan kelas S. Dari kesemua kapal yang dioperasikan oleh Jepang, kapal selam kelas Soryu adalah kapal selam terbaik yang mereka operasikan. Kapal selam ini sempat menjadi pesaing DCNS Shortfin Barracuda saat pemilihan proyek kapal selam pengganti Collins oleh Royal Australian Navy. Korea Selatan. Memiliki kapal selam kelas Chang Bogo (Type 209) dan kelas Son Won-il class (Type 214). Saat ini Korsel sedang membangun kapal selam dengan berat 3000 ton yang diberi nama project Chang Bogo Three. Setelah berhasil mengirim satu kapal selam kelas DSME 1400 ke Indonesia, Korsel adalah Negara ke-lima sebagai Negara eksportir kapal selam. Pada awal 2017, Korsel telah mulai mendekati Philipina untuk menawarkan pengadaan kapal selam untuk Angkatan Laut Filipina. Korea Utara. Memiliki kapal selam kelas Romeo, Sang-0, dan Yugo (midget submarine). Walaupun secara kualitas kapal selam Korut di bawah negara-negara di kawasan, namun secara kuantitas Korut menduduki ranking 2 negara operator kapal selam karena sampai saat ini mereka masih mengoperasikan sebanyak 70 kapal selam. Pakistan. Memiliki Kapal selam kelas Hashmat (Agosta 70), Khalid (Agosta 90B class submarine), dan 3MG110 class (midget submarine). Vietnam. Angkatan Laut Vietnam telah mengakuisisi enam kapal selam kelas Kilo 636 dari Rusia. Kini Vietnam menduduki peringkat kedua militer terkuat Negara-negara ASEAN. Selain kapal selam kelas Kilo itu, Angkatan Laut Vietnam juga mengoperasikan beberapa kekuatan AKS berupa fregat kelas Gepard, kelas Molniya, kelas Petya, dan Korvet kelas Tarantul. Thailand. Angkatan Laut Thailand (RTN) terus berkembang dengan pengadaan alutsista untuk mendukung operasi dan kebutuhannya. Selain kapal induk kelas Chakri Narubet, saat ini Angkatan Laut Thailand sedang memesan satu kapal selam type S26T yang merupakan varian export dari 039A Yuan class. Melihat fakta dan data di atas, dengan semakin meningkatnya kekuatan serta kemampuan kapal selam negara di kawasan regional, maka perlu adanya perimbangan kekuatan (balance of power) untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan kawasan. Kekuatan AL negara tetangga semakin maju dengan datangnya berbagai peralatan dan senjata yang lebih modern. Bagaimana dengan Indonesia? Pengadaan kapal selam untuk TNI AL harus mampu menjawab fenomena tersebut serta memberikan efek detterence, minimal seimbang dengan kekuatan negara-negara di kawasan. (Bersambung) ***
Risma Bukan Kodok
Oleh Dimas Huda Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang == Jakarta, FNN - Begitu penggalan puisi Chairil Anwar berjudul “Aku”. Sastrawan ini menyebut dirinya sebagai binatang jalang. Duh, sudah binatang, jalang pula. Sudah barang tentu, Chairil tidak sedang bermaksud menganggap kedua orang tuanya, ibu yang melahirkannya, sebagai binatang. Tidak. Lagi pula, rasanya tidak ada orang yang dengan senang hati disebut binatang. Toh begitu, tidak sedikit orang yang memberi nama anak-anak mereka dengan nama binatang. Sebut saja Gajah Mada, yang jadi Patih Majapahit itu. Ada Kasman Singodimedjo, Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang menjadi cikal bakal dari DPR. Dan banyak lagi. Dalam khazanah bahasa Melayu, binatang digunakan sebagai perlambangan. Sebut saja, kuda tunggangan, katak dalam tempurung, anjing menyalak bukit, dan seterusnya. Sebagian adalah perumpamaan. Hanya saja dari nama-nama yang ngetop itu tak ada nama tokoh bernama “kodok”. Nah, boleh jadi inilah yang menjadikan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, nggak sudi disebut “kodok” oleh Zikria Dzatil dalam statusnya di Facebook. Risma menganggap olokan tersebut sama dengan merendahkan kedua orang tuanya. “Kalau saya kodok berarti orang tua saya kodok. Saya tidak ingin orang tua saya direndahkan," pekiknya, Rabu (5/2). Inilah salah satu dalih mengapa Risma menyeret Zikria ke penjara. Seperti yang sudah terjadi, polisi menangkap Zikria di kediamannya, di Perumahan Mutiara Bogor Blok E-6/24, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat gara-gara ulah Risma. Zikria dijerat dengan menggunakan UU ITE, Ancaman hukuman paling lama 6 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 milyar. Risma adalah kader partai penguasa. Ia ingin mengatakan bahwa dirinya bukan “kodok”. Risma adalah banteng. Ohoi … Rasanya, Risma sedang baper alias bawa perasaan. Ia mencari-cari dalih untuk membenarkan tindakannya memidanakan rakyat kecil. Rakyat yang serba terbatas. Rakyat yang harusnya punya hak untuk mengkritik pejabat publik. Kader PDI Perjuangan, biasanya sangat bangga disebut “banteng”. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, memekik: “Banteng …” tatkala memanggil kader PDIP dalam berbagai kesempatan kampanye. Pekikan itu biasanya disambut dengan sukacita peserta kampanye "Kemarin ini keren kan, ketika saya hanya bilang, setop banteng merumput,” ucap Megawati saat berpidato di pembukaan Kongres V PDI Perjuangan di Grand Inna Bali Beach Hotel, Sanur, Bali, 8 Agustus 2019. Pernyataan Mega itu terkait kabar pindahnya posko pemenangan Prabowo-Sandiaga ke Solo, Jawa Tengah, yang notabene adalah 'kandang banteng'. Dia memerintahkan para kader partai banteng moncong putih untuk berhenti 'merumput'. Kalimat seperti itu sudah biasa di kalangan PDIP. Risma juga kader “Banteng”. Kedua orang tua Risma tidak serta merta menjadi banteng pada saat ini. Pendukung Joko Widodo juga dengan senang hati disebut “cebong”. Begitu juga pendukung Prabowo. Rela disebut “kampret”. Mereka yang disebut cebong atau kampret ini bukan anak kodok maupun kelelawar. Jadi harusnya tidak ada masalah. Politik itu mestinya asyik-asyik saja. Pemimpin mestinya nggak baperan. Jangan dikit-dikit tersinggung. Meniru Jokowi, Prabowo Subianto, juga Anies Baswedan jauh lebih baik bagi Risma. Bisa dibayangkan berapa banyak rakyat kecil akan masuk bui jika ketiga pemimpin bangsa ini baperan. Ketiga pejabat ini nyaris saban hari dirisak di media sosial. Meme menghina yang ditujukan kepada mereka bertebaran. Nggak percaya? Googling saja. Jokowi santai. Prabowo berlagak pilon. Anies asyik dengan tugasnya. Semua asyik saja. Mereka sadar, itu adalah risiko menjadi pemimpin. Kualitas mereka sudah teruji. Keistimewaan Kodok Kembali ke kodok. Manusia adalah mahluk yang paling sempurna. Itu pasti. Namun kodok juga tidak buruk-buruk amat. Kodok merupakan salah satu hewan yang mendapatkan pembahasan khusus di dalam Islam. Binatang yang selalu riuh rendah suaranya kala musim hujan ini, merupakan binatang yang istimewa. Pada sebuah hadits sahih disebutkan Nabi Muhammad bersabda: “Berilah keamanan bagi kodok (jangan dibunuh), karena sesungguhnya suaranya yang kalian dengan adalah tasbih, taqdis, dan takbir. Sesungguhnya hewan-hewan meminta izin kepada Rabb-nya untuk memadamkan api dari Nabi Ibrahim, maka diizinkanlah bagi kodok. Kemudian api menimpanya maka Allah menggantikan untuknya panas api dengan air”. Kodok tak mungkin menjadi manusia. Begitu juga Risma. Biar dibilang kodok oleh seluruh rakyat Surabaya sampai Bogor sekalipun, tidaklah mungkin ia berubah menjadi kodok. Risma terlalu gemuk untuk menjadi kodok. Lagi pula, kalau jadi kodok, Risma tidak akan mungkin bisa menjadi walikota. Apalagi memenjarakan rakyat kecil. Risma jelas tidak peka bahasa. Ada yang bilang manusia adalah hewan yang berakal. Jika pikiran digunakan, manusia berbeda dengan binatang. Sikap Risma yang baperan itu tidak pantas ditunjukkan seorang pemimpin. Selain itu, Risma juga terlalu genit. Sering kali ia menunjukkan kelakuan aneh-aneh. Pada satu hari ia tampak sibuk mengatur lalu lintas. Pada hari lainnya, kedapatan menyapu jalan. Lalu, membersihkan gorong-gorong. Risma lupa, bahwa ia dipilih rakyat untuk menjadi walikota. Bukan tukang sapu jalan, apalagi mengatur lalu lintas. Semua itu ada petugasnya masing-masing. Risma diharapkan melahirkan karya besar menjadikan Surabaya tempat yang nyaman bagi warganya. Tak sedikit nitizen memuji Risma karena kelakuannya itu. Namun, lantaran kegenitannya itu, ada juga sejumlah warganet yang tak tahan untuk tidak berkomentar. Mereka memasang status yang berisi kritik. Ada yang mengoloknya sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Celakanya, kritik itu mendapat respon Risma secara negatif. Dia menyeret olokan itu sebagai penghinaan kepada TKW. Itu dianggap merendahkan martabat TKW. Lucu. Padahal bisa saja orang berpendapat sebaliknya: memuliakan TKW menjadi sederajat walikota? Lantaran sikap baper ini, Risma lupa bahwa dirinya adalah pejabat publik. Pejabat publik harus siap dipuji, tapi harus siap juga dihina. Risma memang tak sehebat Jokowi, Prabowo, maupun Anies. Tapi setidaknya Risma mestinya paham bahwa kritik dan hinaan adalah risiko pejabat publik. Rakyat boleh mengkritik pejabat tinggi berdasarkan pada azas kebebasan berpendapat yang diatur Undang-Undang. Mengkriminalisasi rakyat yang mengkritik jelas mengabaikan hak demokrasi warga negara. Risma telah merusak demokrasi. Padahal memaafkan itu membebaskan. Penulis wartawan senior.