NASIONAL
Tindak Lanjut Dugaan Korupsi Hibah KONI, Siapa Siap Eksekusi?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sejak Jum’at (6/3/2020) sebuah rekomendasi beredar di KPK, Kejaksaan, dan Polri. Sejenis “perintah” agar melacak proses Kontrak Atlet yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari KONI Provinsi. Isinya menyangkut penyalahgunaan dana tersebut. Kabarnya, target pertama adalah Kontrak Atlet yang tampil pada PON 2016 di Bandung. Ada tiga KONI Provinsi menjadi sasaran ketiga lembaga penegak hukum itu. Yakni: KONI Jatim, Jabar, dan DKI Jakarta. Aroma korupsi terkuat dilakukan ketiganya. Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, PP Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sudah memastikan, dana Hibah Olahraga hanya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Bukan Dana Transfer Atlet! Sehingga, dapat dipastikan, KONI Provinsi yang melakukan Kontrak Atlet telah melanggar aturan perundangan yang berlaku. Coba kita simak Pasal 9 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahgaraan Nasional, Bagian Kedua mengenai Alokasi Pendanaan. Pasal 9 (1)Dana yang diperoleh dari sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 hanya dapat dialokasikan untuk penyelenggaraan keolahragaan yang meliputi: a.olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi; b.pembinaan dan pengembangan olahraga; c.pengelolaan keolahragaan; d.pekan dan kejuaraan olahraga; e.pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga; f.peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana olahraga; g.pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan; h.pemberdayaan peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan; i.pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan; j.pembinaan dan pengembangan industri olahraga; k.standardisasi, akreditasi dan sertifikasi; l.pencegahan dan pengawasan doping; m.pemberian penghargaan; n.pelaksanaan pengawasan; dan o.pengembangan, pengawasan, serta pengelolaan olahraga profesional. (2)Tata cara penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya kita simak juga PP Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan, Bab XII mengenai Pendanaan Keolahragaan. Pasal 69 (1)Pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 70 (1)Sumber pendanaan keolahragaan ditentukan berdasarkan prinsip kecukupan dan keberlanjutan. (2)Sumber pendanaan keolahragaan dapat diperoleh dari: a.masyarakat melalui berbagai kegiatan berdasarkan ketentuan yang berlaku; b.kerja sama yang saling menguntungkan; c.bantuan luar negeri yang tidak mengikat; d.hasil usaha industri olahraga; dan/atau e.sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 71 (1)Pengelolaan dana keolahragaan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. (2)Dana keolahragaan yang dialokasikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah dapat diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 71 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam setiap penyelenggaraan PON, dipastikan terjadi transfer atlet nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov untuk KONI Provinsi. Kabarnya, ini terjadi di ketiga provinsi yang disebut di atas tadi. Jejak digital yang ditulis Kompas.com (11/02/2016, 20:07 WIB), terungkap adanya praktek kontrak atlet antar provinsi dalam gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016, September 2016. Atlet renang nasional, Indra Gunawan misalnya, ketika itu mengaku masih menunggu dana yang akan digunakan untuk latihan dan persiapan menjelang membela kontingan Jawa Timur di arena PON 2016, September 2016. Indra Gunawan, 27, yang saat itu bermukim dan berlatih di Bali mengaku mengalami kendala dana untuk berlatih secara maksimal. “Dana untuk suplemen, try out, training camp, dan juga peralatan tak pernah turun hingga saat ini,” kata Indra yang dikontrak Jatim bersama beberapa atlet nasional lainnya seperti Glenn Victor Sutanto. Ia menyebut, bahkan untuk melakukan tes fisik di Surabaya pun, Januari 2016, Indra tak bisa datang karena terkendala dana. “Pemberitahuan terlalu mepet, sehari sebelumnya. Belum lagi ada kendala dana,” ungkap Indra. Indra Gunawan merupakan peraih satu-satunya medali emas buat tim renang Indonesia di ajang SEA Games di Singapura, Juni 2015. Ketika itu Indra meraih medali emas untuk nomor 50 meter gaya dada. Indra yang dikontrak Jatim setelah pindah dari Sumatera Utara mengaku tidak bermasalah dengan gaji bulanan dari KONI Jatim. “Meski waktunya tidak teratur, namun gaji bulanan selalu saya terima,” kata ayah dua anak ini. Berita yang ditulis Kompas.com itu merupakan salah satu petunjuk adanya praktek Kontrak Atlet antar provinsi. Yang banyak Kontrak Atlet untuk PON 2008, 2012, dan 2016: Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Untuk mengambil atlet angkat besi Eko Yuli Wirawan misalnya, Jatim mesti membayar Kaltim dengan mahar Rp 300 juta. Nominal berkisar Rp 200 juta hingga Rp 500 juta juga dikeluarkan untuk 15 atlet lain yang pindah ke Jatim. Melansir Tirto.id (23 September 2016), diantara mereka ada lima atlet boling dari Jabar, yakni Oscar, Billy Muhammad Islam, Fachry Askar, Putri Astari, dan Tannya Roumimper. Jatim juga telah berhasil membajak perenang pelatnas, Ressa Kania Dewi dan Glen Victor Susanto. Kabarnya mahar dua atlet ini di atas Rp 600 juta. Untuk melobi perenang andalan Jabar lain, Triady Fauzi Sidiq, Jatim bahkan sempat menego Rp 780 juta. Namun, tawaran itu ditolak oleh KONI Jabar. Semakin besar prestasi dan potensi si atlet mendapat medali maka semakin juga mahal “uang pembinaannya”. Kegilaan tawaran mutasi atlet memang sudah kelewat batas. Pecatur andalan Jabar, Irene Kharisma Sukandar bahkan sempat “dibeli” Jatim Rp 1 miliar pada 2013. Surat kontrak antara Irene dan KONI Jatim sudah dibuat. Tapi, transaksi ini gagal karena Jabar menang saat proses gugatan di Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI). Dalam setiap penyelenggaraan PON pasti terjadi Transfer Atlet Nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov. Padahal, Dana Hibah Olahraga Provinsi itu targetnya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Penyelewengan Dana Hibah Olahraga Daerah semakin besar dilakukan oleh KONI Provinsi di posisi 3 besar PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga besar PON itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga daerah dipastikan melakukan penyelewengan Dana Hibah Olahraga dari Pemprovnya. Untuk fee transfer dan kontrak atlet nasional dari provinsi rival. Nilainya terbanyak dibanding daerah lain. Penyelewengan yang dilakukan KONI Provinsi tersebut berkedok permainan kontrak pemain. Kabarnya, KPK dan Kejaksaan sedang “membidik” tiga KONI Daerah (DKI Jakarta, Jabar, dan Jatim) sebagai tiga besar saat PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga daerah peserta kontingen PON 2008, 2012, dan 2016 itu yang banyak kontrak atlet nasional milik provinsi lain. Karena, dana Hibah Olahraga dilarang digunakan untuk bayar fee transfer dan kontrak pemain. Tampaknya, rekomendasi yang beredar tersebut dalam waktu dekat bakal dieksekusi oleh lembaga penegak hukum. Kita tunggu saja buktinya, bukan janji! *** Penulis wartawan senior.
Butuh Menko Perekonomian Yang Punya Kemampuan di Atas Rata-rata
By Kisman Latumakulita Jakarta FNN – Krisis dan resesi ekonomi itu hampir pasti datang menghampiri kita. Penyebaran Covid -19 awal tahun 2020 berakibat pada aktivitas ekonomi China dan ekonomi dunia tertekan. Sangat tergantung pada berapa lama kasus ini dapat diatasi. Semakin lama virus ini merajalela, semakin parah pula tingkat kerusakan ekonomi yang ditimbulkan. Dalam kondisi ketidakpastian ini, ekonomi China dan ekonomi dunia dipastikan anjlok pada triwulan pertama tahun 2020. Bahkan ada yang memprediksi ekonomi China bisa mengalami pertumbuhan negatif. Dampaknya terhadap ekonomi Indonesia juga bissa fatal. Apalagi, nilai ekspor Indonesia ke China selama 2019 tercatat U$ 25,85 miliar. Dampak dari melemahnya pertumbuhan ekonomi China kepada Indonesia, juga sebagai akibat dari struktur ekonomi Indonesia yang memang sangat lemah, sehingga krisis sulit untuk dihindari. Diperkirakan kita akan berhadapan dengan dua macam krisis, yaitu krisis keuangan dan krisis ekonomi. “Krisis ekonomi kemungkinan akan berkepanjangan. Berujung pada resesi ekonomi. Pemulihannya tidak mudah. Penyebab dan perjalanan kedua krisis ini akan berbeda, “ujar Managing Director Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan (Watyutink.com 03/03/2020). Sedangkan krisis keuangan, akan berakibat pada anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Kondisi ini sebagai akibat dollar yang keluar (capital outflow) lebih besar dari dollar yang masuk (capital inflow). Dampaknya, cadangan devisa akan terkuras dan menipis. Permintaan dollar akan menjadi sangat besar, sehingga kurs dollar naik, sementara rupiah bisa anjlok atau terjun bebas. Larinya dollar ke luar negeri, sebagai akibat dari defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang sangat besar. Angkanya mencapai U$ 30 miliar pada tahun 2018 dan 2019. Kecil kemungkinan untuk tahun 2020 bisa lebih rendah. Bahkan bisa jadi lebih besar dari tahun 2018 dan 2019. Namun kita anggap saja sama, yaitu sebesar U$ 30 miliar. Walaupun kemungkinan itu tidak mungkin terjadi. Untuk menambal lubang defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang sangat besar itu, harus melalui dua cara. Pertama, investasi langsung (foreign direct investment) dan investasi portopolio (portopolio investment) pada saham dan surat utang. Foreign direct investment pada tahun 2018 hanya sebesar U$ 12,5 miliar. Sedangkan tahun 2019 hanya menghasilkan U$ 20 miliar. Dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu sekarang, kemungkinan foreign direct investment akan mengalami hambatan serius untuk masuk ke Indonesia. Paling banyak kita hanya bisa mendapatkan pemasukan devisa sekitar U$ 15 miliar dari foreign direct investment. Itupun butuh kerja super dari tim ekonomi. Tim ini harus punya kemampuan mamahami makro ekonomi dan lobby di atas rata-rata. Kemampuan mereka tidak boleh di bawah rata-rata. Sisanya sekitar U$ 15 miliar lagi harus didapat dari portopolio investment. Masalahnya, investor asing sekarang ada kecenderungan untuk menunda investasi di semua lini. Investor asing lebih cenderung menyimpan dana cash. Terbukti, menurut Bank Indonesia (BI), investor asing sudah keluar dan menukar dollar setara dengan Rp 30,8 triliun. Jumlah tersebut setara dengan U$ 2,2 miliar. Terdiri dari investor asing yang melepaskan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 26,2 triliun. Sedangkan penjualan saham sebesar Rp 4,1 triliun. Sisanya, sekitar Rp 500 miliar lagi dalam bentuk penjualan obligasi korporasi. Kedua, Indonesia tahun 2020 ini membutuhkan dollar dalam jumlah besar untuk membayar utang, baik dalam bentuk SUN maupun obligasi korporasi yangh jatuh tempo. SUN yang jatuh tempo diperkirakan Rp 428 triliun, atau setara U$ 31 miliar. Dari jumlah tersebut, yang dipegang investor asing sekitar 60% atau setara U$ 18,6 miliar. Pemerintah tentu tidak punya persediaan dollar yang cukup untuk membayar SUN punya investor asing, yang jatuh tempo 2020 tersebut. Dengan demikian, utang kepada investor asing yang jatuh tempo sebesar U$ 18,6 miliar itu harus dibayar dengan menerbitkan SUN baru. Resikonya, SUN yang baru diterbitkan pemerintah tersebut, harus dibeli oleh investor asing. Jika gagal, kemungkinan rupiah akan anjlok semakin dalam. Sebagai gambaran, dengan kondisi ekonomi global yang melemah, resiko gagalnya menarik hutang baru terbuka lebar. Apalagi pada Februari lalu, investor asing terbukti menjual SUN dan obligasi korporasi U$ 2,2 miliar. Kenyataan ini memerlukan kerja tim ekonomi yang luar biasa ekstra. Tidak bisa asal-asalan, atau sambil mengurus organisasi partai dalam menghadapi pilkada 2020. Dari gambaran yang ada, terbukti neraca transaksi berjalan kita bermasalah atau merah. Neraca perdagangan kita juga merah. Neraca penerimaan sudah lebih dulu merah sebesar Rp 353 triliun. Pertanyaannya, berapa kemungkinan rupiah akan anjlok terhadap dollar? Seberapa besar rupiah bisa bertahan melawan dollar? Jawabannya tergantung pada seberapa besar cadangan devisa yang dipunyai Indonesia. Sebab, sangat terkait dengan naik-turunya cadangan devisa dari neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan. Lagi-lagi, untuk itu dibutuhkan komandan tim ekonomi yang punya kemampuan di atas rata-rata. Budiono dan Rizal Ramly Melihat gambaran tiga neraca keuangan kita yang semuanya merah, yaitu neraca transaksi berjalan , neraca perdagangan dan neraca penerimaan, maka Presiden Jokowi harus membuat keputusan yang terbilang radikal dan ekstrim. Presiden Jokowi harus secepatnya mengganti Menko Perekonomian, dengan yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Orangnya, harus sudah teruji menghadapi badai krisis ekonomi. Langkah ini pernah dilakukan Presiden SBY ketika berhadapan dengan krisis ekonomi 2008. Atas nama bangsa dan negara, SBY merunduk kepala kepada Budiono, dan meminta Budiono menggantikan Aburizal Bakrie sebagai Menko Perekonomin. Aburizal digeser SBY ke Menko Kersra menggantikan Alwi Shihab. Padahal Aburizal ketika itu Ketua Umum DPP Partai Golkar, partai pemenang pemilu 2004. Alhamdulilaah, hasilnya sangat dan sangat menggembirakan. Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi tahun 2008. Sebaliknya, bisa mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 4%. Padahal hampir semua negara di dunia, hanya mampu mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 2%. Amerika Serikat malah mencatat pertumbuhan ekonomi minus -1%. Luar biasa terobosan yang dilakukan SBY. Langkah seperti SBY ini yang perlu dilakukan Pak Jokowi sekarang. Mumpung belum terlambat. Selain mantan Wapres Budiono, anak bangsa yang juga mampu berhadapan dengan badai krisis ekonomi, dan mempunyai kemampuan di atas rata-rata adalah Rizal Ramly. Sebagai arsitek tim ekonomi Presiden Gus Dur, Rizal dengan timnya berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi 7,5% hanya dalam waktu 23 bulan pemerintahan Gus Dur. Saat Gus Dur menggantikan Presiden Habibie, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus -4%. Namun ketika Gus Dur jatuh, dan digantikan Presiden Megawati, ekonomi Indonesia telah mencatat pertumbuhan 3,5%. Dengan demikian, selama Gus Dur menjadi presiden 23 bulan, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 7,5%. Luar biasa Rizal Ramly dan tim ekonominya. Prestasi yang pernah dicapai Gus Dur, lebih besar dari prestasi tertinggi yang pernah dicapai Soeharto di akhir massa jabatannya tahun 1998. Namun prestasi Gus Dur, tentu saja bukan karena kemampuan Gus Dur di bidang ekonomi. Namun karena keberanian Gus Dur memberikan kewenangan kepada Rizal Ramly untuk memimpin tim ekonomi di pertengahan dan akhir masa jabatannya. Pada akhir tahun 1997, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 7,1%. Dengan angka pertumbuhan ekonomi 7,1% tersebut, berakibat pada Indonesia dimasukan ke dalam empat negara “Macan Ekonomi Baru di Asia”. Indonesia ketika itu bersama-sama dengan Singapura, Taiwan dan Korea Selatan. September tahun 1997, Rizal Ramly berani mengingatkan ABRI tentang kemungkinan Soeharto akan jatuh. Soeharto jatuh karena krisis ekonomi yang menghadang di depan mata. Ketika itu Rizal meminta agar ABRI segere mengantisipasi kemungkinan dari kejatuhan Soeharto. Peringatan Rizal kepada ABRI tentang kemungkinan kejatuhan Soeharto itu tidak disampaikan di sembarang tempat. Rizal menyampaikan warning tersebut di Markas Seskogab, Bandung. Disampaikan di depan pimpinan dan siswa-siswa Seksogab ABRI. Sekolah yang menyiapkan calon-calon jenderal dari Tiga Matra Angkatan (TNI AD, TNI AL, TNI AU) dan Polisi. Karakter Rizal juga terlihat sangat dominan adalah tidak mau didikte oleh siapapunm negara atau lembaga keuangan yang akan membantu Indonesia. Bantuan itu, baik dalam bentuk pinjaman maupun hibah. Sikapnya itu terlihat ketika memimpin pertemuan Consultative Group on Indonesia (CGI), lembaga donor bentukan Bank Dunia sebagai pengganti IGGI di Jepang tahun 2000. Lamanya waktu yang diberikan kepada anggota delegasi CGI yang mau ketemu empat mata dengan Rizal, sangatlah ditentukan oleh besar kecilnya nilai donor atau hibah yang akan diberikan. Jika nilai uanya besar, maka waktunya bisa lumayan lama ketemu dengan Rizal. Namun jika nilai komitmen itu di bawah U$ 100 juta, maka waktu yang tersedia tidak lebih dari 10 menit. Begitulah cara Rizal menunjukan kelasnya dalam bernegoisiasi. Demi harga diri bangsa dan negara Rizal tak mau membungkuk badan kepada negara atau lembaga keuangan manapun di muka bumi ini yang berjanji akan memberikan bantuan hibah atau pinjaman kepada Indonesia. Kemampuan sekelas Budiono dan Rizal Ramly itu yang hari ini tidak dimiliki oleh Airlangga Hartarto. Airlangga Hartarto hanya lulusan teknik mesin dari Fakultas Teknik UGM. Prestasinya selama menjabat Menteri Perindustrian juga tidak ada yang menonjol. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Airlangga tidak lebih baik dari Hartarto Sastrosoenarto, ayahnya yang menjabat Menteri Perindustrian selama sepuluh tahun (periode 1983-1993) di eranya Soeharto. Sebagai wartawan yunior, dari Harian Ekonomi NERACA, yang sering meliput bidang perindustrian di eranya Hartarto dan Tungki Ariwibowo Menteri Perindustrian, kemampuan Airlangga masih dua sampai tiga digit di bawah Hartarto dan Tungki. Pemahaman Arilangga terhadap makro ekonomi malah lebih para lagi atau minim. Bisa tiga sampai empat digit di bawah Hartarto dan Tungki. Untuk itu, tidak ada pilihan bagi Pak Jokowi, kecuali secepatnya mengganti Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan. Percayakan kepada anak bangsa yang sudah teruji dan terbukti menghadapi badai krisis ekonomi. Lepaskan dulu warna baju koalisi pendukung Pak Jokowi. Situasinya bisa saja bergerak lebih cepat dari yang diperkirakan. Sekarang urusan penyelamatan bangsa harus di atas segala-galanya. Jika lambat atau salah membuat keputusan, badai krisis ekonomi bisa mengulung Pak Jokowi bersama-sama koalisi partai pendukung. Ingat, tahun 1998 dulu itu, Soeharto sangat kuat-kuatnya memperoleh dukungan politik dari Golkar dan ABRI. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terbilang berhasil, yaitu sebesar 7,1%. Soeharto juga merencanakan untuk merombak kabinet. Namun semua langkah Soeharto itu, kalah cepat badai krisis ekonomi. Akhirnya, Soeharto bersama ABRI-nya tergulung juga, bersamaan dengan datangnya badai krisis keuangan global yang tidak bisa dibendung negara manapun. Semoga bermanfaat. Penulis adalah Wartawan Senior
Soal Corona, Masyarakat Bisa Akses Informasi dari 79 Negara
Aksi memborong kebutuhan sehari-hari di pasar modern maupun tradisional, karena adanya kekuatiran bakal terjadi kelangkaan produk. Contoh lainnya ketika pemerintah menghimbau untuk menjaga stamina. Masyarakat merespon bukan dengan memborong vitamin di apotik yang relatif lebih mahal, tetapi dengan memborong bahan-bahan herbal yang secara kultur sudah dipercaya khasiatnya oleh banyak orang. Sekali lagi ini soal trust. By Gde Siriana Yusuf Jakarta FNN - Percuma jika pemerintah ingin meredam kepanikan dan hoax atas penyebaran Corona hanya dengan himbauan. Informasi penyebaran yang cepat, yang meliputi 79 negara di luar China dengan mudah diakses masyarakat di manapun. Secara alamiah ketakutan itu muncul sebagai upaya untuk menjaga-jaga. Tidak perduli apapun bangsanya. Namun ketakutan ini dapat diimbangi dengan membangun trust kepada masyarakat. Apa saja upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam menghentikan penyebaran wabah Corona. Ada tiga aspek yang diamati masyarakat secara bersamaan, dan akan mempengaruhi sikap masyarakat dalam merespon perkembangan tentang Corona ini. Pertama, bagaimana cara kerja pemerintah dalam melawan Corona? Seperti apa konsistensi dan keselarasan ucapan atau penjelasan pejabat pemerintah. Bagaimana juga kordinasi antara pusat-daerah, dan kesiapan semua posko kesehatan yang ada di daerah. Bagaimana penyediaan gratis sanitizer hand wash maupun masker. Masyarakat juga perlu mendapat kesan bahwa pemerintah memang serius dan fokus menangani Corona. Masy akan selalu akan membandi-bandingkan apa yang dilakukan oleh pemerintah di sini dengan negara lain. Apalagi masyarakat dapat mengakses jurnal-jurnal ilmiah atau media internasional tentang Corona sebagai referensi untuk menilai situasi di dalam negeri. Contohnya, sebagian masyarakat meragukan Pemerintah yang menyatakan Corona masih zero case. Kedua, bagaimana ketersediaan semua kebutuhan masyarakat dengan harga normal. Kelangkaan suatu bahan pokok akan merusak trust kepada pemerintah, sehingga masyarakat akan berpikir kemungkinan banyak lagi barang-barang kebutuhan pokok yang susah didapat. Kondisi ini ditambah dengan pengetahuan masyarakat bahwa, banyak pabrik di Indonesia membeli bahan baku yang diproses dari China sudah cukup merata. Artinya masyarakat akan memproses sendiri informasi yang diterima dari pemerintah maupun sosial media, termasuk media online dengan fakta di pasar. Setelah itu, masyarakat yang menentukan sendiri bentuk responnya. Aksi memborong kebutuhan sehari-hari di pasar modern maupun tradisional, karena adanya kekuatiran bakal terjadi kelangkaan produk. Contoh lainnya ketika pemerintah menghimbau untuk menjaga stamina. Masyarakat merespon bukan dengan memborong vitamin di apotik yang relatif lebih mahal, tetapi dengan memborong bahan-bahan herbal yang secara kultur sudah dipercaya khasiatnya oleh banyak orang. Sekali lagi ini persoalan trust. Ketiga, kondisi pasar valuta dan saham. Baik itu pedagang besar, kecil maupun yang bukan pedagang. Setiap hari, baik langsung maupum tidak langsung, akan menerima informasi tentang naik-turun nya kurs rupiah dan harga saham. Pedagang setiap kali membeli bahan baku atau masyarakat yang berbelanja di pasar, akan mendapatkan harga naik, sudah tentu akan melakukan stocking lebih banyak lagi karena merasa harga akan terus naik. Tiga cara pandang ini jika bekerja secara bersamaan dalam pikiran-pikiran masyarakat, dapat saja membentuk kepanikan sosial yang lebih luas. Masyarakat sudah paham bahwa Corona tidak mematikan seperti flu burung. Tetapi masy paham bahwa penyebaran Corona lebih luas dan crpat dari flu burung. Masyarakat pikir sudah siap dengan kemungkinan itu. Tetapi pemerintah juga harus siap siaga dalam menjaga ketersediaan barang di pasar. Tentu dengan harga normal dan kestabilan rupiah. Sebab gejolak di pasar barang dan kurs lah yang lebih kuat dalam menciptakan kepanikan masyarakat. Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS)
Krisis Keseimbangan &Tenggelamnya Kapal Pemerintahan
By Haris Rusly Moti Jakarta FNN - Alam memberikan isyarat melalui peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Tuhan Yang Maha Kuasa memberi kelebihan pada setiap ciptaanya. Manusia misalnya diberi kelebihan akal yang tak dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Sementara itu, ciptaan Tuhan yang lain juga diberi kelebihan dalam insting hingga penglihatan dan penciuman yang sangat tajam dalam menditeksi setiap ancaman yang akan terjadi. Karena itu, alam dan makhluk hidup di luar manusia sering kali memberi isyarat tentang sebuah peristiwa yang akan terjadi. Kadang isyarat itu tak dapat dicerna oleh akal manusia yang tumpul batinnya. Hanya dengan kepekaan batiniah, kita bisa menangkap isyarat yang disampaikan alam. Isyarat alam itu biasanya terlihat berlangsung secara kebutulan (coinsdence). Orang Jawa menyebutnya “ndilalah”. Walaupun sebetulnya tak ada yang ujuk-ujuk terjadi. Tidak ada juga yang kebutulan. Jika dirunut, setiap peristiwa pasti ada sebab-musababnya. Ada hukum sebab akibatnya (kausalitas). Kapal Sinar Bangun yang tenggelam di danau Toba beberapa tahun lalu dapat saja dikatakan sebagai isyarat alam. Isyarat tentang nasib dari bangsa dan negara kita ke depan. Isyarat yang disampaikan oleh Toba, dapat ditafsirkan sebagai keadaan dan situasi yang dapat saja terjadi pada kapal pemerintahan. Kapal yang di-nakhodai oleh Presiden Joko Widodo ke depan. Krisis Kapasitas Ada dua isyarat alam yang dapat kita ditafsirkan terkait tenggelamnya kapal di Toba tersebut. Pertama, isyarat tentang “krisis kapasitas” yang merusak keseimbangan alam, juga keseimbangan ekonomi, sosial dan politik yang menenggelamkan sebuah “kapal” pemerintahan. Kapal Sinar Bangun itu dikabarkan sengaja mengangkut penumpang melebihi kapasitasnya. Ketika badai itu datang, maka kapal yang kelebihan kapasitas (over capacity) otomatis pasti kehilangan kendali keseimbangan. Kapalnya oleng, lalu tenggelam ke dasar danau. Pengalaman krisis keuangan dan resesi ekonomi yang terjadi di sejumlah negara, juga dipicu baik oleh kelebihan produksi (over production). Selain itu, terjadi kelebihan kapasitas (over capacity) yang menciptakan situasi ketidakseimbangan (unbalance) dalam neraca pergerakan ekonomi. Karena itulah, Tuhan Yang Maha Kuasa di dalam Qur’an Surat Ar-Rahman mengajarkan agar senantiasa menjaga keseimbangan. “Dan langit telah ditinggikan-Nya. Dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu”. Ketidakseimbangan dalam bidang ekonomi akan memicu krisis atau resesi ekonomi. Revolusi sosial atau amuk massa adalah akibat saja dari tidak tegaknya keseimbangan sosial yang ditandai oleh adanya ketimpangan antara sikaya dengan simiskin. Demikian juga alam semesta, jika keseimbangannya dirusak oleh tangan-tangan manusia, maka akan memicu “amuk alam” atau “revolusi alam”, seperti banjir, longsor, tsunami, gunung berapi, dan lain-lainnya. Surprising Krisis Kedua, isyarat tentang efek kejut atau "serangan pendadakan" yang memicu kepanikan dan mengguncang keseimbangan. Isyarat kejut ini dapat menenggelamkan sebuah kapal angkutan. Begitu juga dengan "kapal" pemerintahan. Persis seperti efek kejut (surprising) dari serangan krisis moneter yang merusak keseimbangan ekonomi. Efek yang pernah menenggelamkan sejumlah kapal pemerintahan di dunia. Termasuk diantaranya tenggelamnya kapal pemerintahan Orde Baru yang di-nakhodai oleh Presiden Soeharto tahun 1998. Sebagaimana kapal Sinar Bangun yang dikejutkan oleh serangan badai yang tidak diperkirakan sebelumnya oleh nakhoda kapal. Ketika badai itu datang secara mendadak, pasti tak ada sama sekali persiapan untuk mengantisipasinya. Nakhoda panik, penumpang juga panik dan hesteris. Maka, kapal yang kelebihan kapasitas itu otomatis kehilangan keseimbangan, dan tenggelam. Pelajaran tentang pendadakan serangan seperti itu sudah ditulis di dalam Qur’an surat Az Zumar. “Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur’an) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak, sedang kamu tidak menyadarinya”. Pendadakan azab itu dengan senjata “amuk alam”, seperti gempa, tsunami, lonsor, dan lain-lain. Biasanya azab datang di saat manusia sedang lengah, tidak waspada. Misalnya, sedang tertidur pulas, pesta pora, atau sedang sibuk dengan urusan dunia lainnya. Di dalam dunia intelijen, strategi pendadakan atau surprising intelijen, biasanya terjadi di luar dari jangkauan perkiraan keadaan (Kirka) maupun perkiraan dukun (Kirduk). Persis amuk alam yang terjadi di luar perkiraan, seperti gempa dan tsunami, yang datang secara mendadak dan mengejutkan. Karena itu, salah satu fungsi pentingnya intelijen negara adalah sebagai peringatan dini (early warning system). Tujuannya, untuk menghindari strategi pendadakan (strategic surprised) yang mengguncang keseimbangan. Termasuk yang bisa melumpuhkan mental, memicu kepanikan dan amuk sosial. Surprising intelijen atau strategi pendadakan (surprises), seperti peledakan bom, capital flight dan pelemahan nilai tukar, wabah penyakit adalah salah satu hal yang harus diantisipasi oleh intelijen negara. Apalagi kemajuan teknologi informasi saat ini, strategi pendadakan seperti itu dapat terjadi secara simultan dengan kecepatan pergerakan yang sulit dikendalikan. Krisis Keseimbangan Persis seperti manusia yang memikul beban (amanah) di luar batas kapasitasnya. Jika dipaksakan terus memikul, maka pasti akan tersungkur. Demikian juga sebuah negara dan pemerintahan, dapat berdiri karena ditopang baik oleh kapasitas mental manusianya, maupun kapasitas sistem negara yang mengoperasikannya. Jika kapasitas mental (karakter) manusianya telah rusak dan menjadi rongsokan. Para pemimpinnya sibuk merampok memperkaya diri dan keluarganya. Maka kapal pemerintahan tersebut, pasti akan hilang keseimbangannya dan tenggelam ketika dikejut kan oleh badai krisis yang bergolak. Di era reformasi, dan khususnya di era pemerintahan Joko Widodo, krisis keseimbangan terjadi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ketidakseimbangan alam terjadi akibat keserakahan mengeruk kekayaan alam . Kondisi ini ditopang oleh sistem Otonomi Daerah dan Pilkada langsung. Ketidakseimbangan di dalam neraca pergerakan ekonomi juga tak kalah mengancam. Ekonomi lebih besar pasak dari tiang. Lebih besar utang dari asset. Lebih besar impor dari ekspor. Lebih besar konsumsi dari produksi. Lebih besar belanja dari pendapatan. Demikian juga ketidakseimbangan di dalam kehidupan sosial jauh lebih mengancam. Global Wealth Report 2016 yang disampaikan oleh lembaga riset Credit Suisse menyebutkan Indonesia berada di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Dalam laporan terbaru Oxfam tahun 2017 berjudul “Menuju Indonesia Yang Lebih Setara” menyimpulkan sebagai berikut “Indonesia berada pada peringkat keenam dalam kategori ketimpangan distribusi kekayaan terburuk di dunia”. Pada tahun 2016, sebanyak 1 persen individu terkaya dari total penduduknya menguasai hampir separuh (49 persen) total kekayaan secara nasional. Jumlah miliarder mengalami peningkatan dari hanya satu orang pada tahun 2002 menjadi 20 orang pada tahun 2016. Selanjutnya Oxfam mencatat “tahun 2016, kekayaan kolektif dari empat miliarder terkaya tercatat sebesar U$25 miliar. Lebih besar dari total kekayaan 40 persen penduduk termiskin, sekitar 100 juta orang. Hanya dalam waktu sehari, orang Indonesia terkaya dapat meraup bunga dari kekayaannya lebih dari seribu kali lipat jumlah pengeluaran rakyat Indonesia termiskin untuk kebutuhan dasar mereka selama setahun penuh”. Penulis adalah Mantan Aktvis ‘98
RUU Omnibus Cipta “Fasilitas Kerja Untuk Korporasi”
By Dr. Margarito Kamis (Bagian Kedua) Jakarta FNN - Apakah RUU Omnibus Cipta Kerja mengatur pemberian hak eksklusif pada korporasi? Tidak. Jelas itu. Tetapi bukan itu pointnya. Pembatalan peraturan perundangan yang dinilai bertentangan dengan kebijakan investasi, pengaturan jam kerja, dan pengaturan skema upah pekerja, sanksi administrasi bagi perorangan penebang pohon di hutan, semuanya menguntungkan korporasi. Benar tidak ada teks yang secara eksplisit berisi pengaturan yang memberi hak eksklusif kepada korporasi dalam RUU ini. Jelas itu. Jelas pula, karena tidak mungkin muncul norma seperti itu. Tetapi serangkain norma, misalnya pengaturan jam kerja dan upah kerja dalam RUU ini, memiliki konsekuensi tak terlihat yang menguntungkan korporasi. Apa konsekuensi tak terlihat itu? Tidak logis mewajibkan pekerja yang bekerja jam-jaman atau bekerja kurang dari setahun untuk diberi pesangon. Nalarnya adalah tidak memberi pesangon atau fasilitas lainnya kepada pekerja, untuk alasan apapun, menurut RUU ini merupakan tindakan hukum yang sah dipakai oleh korporasi menghadapi pekerja. Pekerja tidak memiliki argumen, misalnya bersandar pada UU lain, UU Tenaga Kerja misalnya, menolak keputusan Korporasi. Mengapa? Bila kelak RUU ini menjadi UU, maka berlakukah prinsip hukum UU terbaru mengesampingkan UU yang terlebih dahulu. Toh dilihat dari sudut sifatnya, rezim dan materinya sama. Pekerja sengsara, dan Korporasi senang. Bagaimana dengan pekerja asing? Proyeksi tentative mereka turut senang. Mengapa? Toh mereka dapat bekerja sesuai skema kerja dalam RUU ini. Kerja untuk tertentu, setahun atau dua tahun, bahkan kurang dari itu, yang menjadi tipikal pekerja asing, jelas sejalan dengan tabiat korporasi. Mengapa? Pola kerja itu membebaskan korporasi dari serangkaian kewajiban. Spirit, skema dan sifat norma dalam RUU ini, sekali lagi, tipikal korporasi. Ini hebat. Hebat, karena korporasi tak perlu bersusah payah memperolehnya. Toh telah tersedia dalam RUU ini. Kelak setelah jadi UU, korporasi menjadikannya pijakan hukum pembuatan keputusan pekerja. Padahal korporasi besar Amerika harus bersusah payah melobi presiden untuk mendapatkan fasilitas itu. John Perkins melukiskan dengan sagat baik bagaimana Ronald Reagen menerima para korporat. Sedemikian seringnya Reagen menerima mereka, Perkins menyebut Reagen menjadi pelayan terbaik mereka. Strategi dan taktik, seringkali licik dan menjijikan, bukan hal yang tidak ditempuh korporasi bila cara itu yang paling menjanjikan, memungkinkan membawa mereka menguasai sumberdaya ekonomi. Kasus Ekuador dan Panama, menunjukan bagaimana korporasi menempuh strategi dan taktik jijik memperoleh akses ke sumberdaya alam, minyak khususnya. Tahun 1981, tulis Perkins Jamie Roldos, Presiden Ekuador berhasil merancang UU Hidrokarbon dan diajukan ke kongres untuk dibahas. RUU itu, andai berhasil dijadikan UU akan mengubah hubungan Negara itu dengan perusahaan-perusahaan minyak. UU ini diyakini berpengaruh melampaui Ekuador. Perusahan-perusahaan minyak, seperti biasanya, bereaksi, sesuai ramalan menghalalkan segala cara. Pejabat hubungan masyarakat mereka mulai mengeritik Jamie Raldos. Para pelobi mereka mulai membanjiri Quito dan Washingotn dengan tas-tas penuh dengan ancaman dan uang suap. Tetapi Raldos tidak mau tunduk pada mereka. Ia tanggapi dengan mengeritik konspirasi antara politik dengan minyak dan agama. Walau tak memberi bukti, terang-terangan ia mengeritik Summer Institutte of Lingustics (SIL) berkolusi dengan perusahaan minyak, lalu dengan satu langkah yang sangat berani ia mengusir SIL. Setelah itu, ketika berpidato di Stadium Olimpiade Atahualpha di Quito, Roldos mengumbar peringatannya kepada perusahaan minyak untuk menginggalkan Ekuador bila tidak tunduk pada UU yang akan disahkan. Roldos dengan geloranya yang hebat itu, yang telah diperingatkan oleh penasihatnya bahwa dirinya akan dibunuh. Nasihatnya itu membuat ia cukup berhati-hati dalam bertindak. Dalam penerbangan menuju satu komunitas di desa kecil di Selatan Ekuador pada tangal 24 Mei 1981 itu, Roldos diperingatkan agar tidak menggunakan pesawat biasa. Nasihat itu membuat dirinya menggunakan pesawat tipuan. Ternyata pesawat tipuan itulah yang jatuh, dan Jamie Roldos, Presiden hebat ini mati dalam kecelakaan itu (Perkins: 2016: 186). Korporasi, bukan warga yang, kalau bukan tertangguh, jelas paling sulit dihadapi oleh pemerintahan manapun di dunia, tidak terkecuali Amerika. Kepentingan mereka, selalu dalam sejumlah semua kasus, mustahil dikesampingkan. Selalu sama dalam semua kasus, tujuannya mereka hanya satu; mencetak keuntungan. Karena keuntungan yang memandu mereka, dengan hukum sebagai andalannya, maka kelompok ini tidak alergi terhadap campur tangan pemerintahan. Kebijakan-kebijakan yang bersifat campur tangan dapat diterima sejauh untuk memastikan keuntungan mereka. Begitu sebaliknya. Ini yang F.A Hayek ahli hukum konstitusi, yang menaruh perhatian pada bidang ekonomi sebut “wealth creating game” the game of catallaxy. Permainan ini, dalam diskripsi selanjutnya digambarkan sebagai permainan yang tidak dapat dimainkan hanya oleh satu kelompok, orang. Pemrintyah dalam konteks sebagai regulator, tetapi pada saat yang sama harus dapat melihat potensi keuntungan spesifik bagi partisipan pasar. The game of catallaxy, bukan game tanpa rules, tanpa panduan, dan tanpa arah. Dalam konteks itu keterlibatan pemerintah dikerangkakan pada konsep regulating by rules, dan dipandang sebagai hal yang tidak benar-benar buruk. Interfensi jenis ini sama baiknya sejauh, keterlibatan itu menjanjikan keuntungan, daripada intervensi berbentuk perintah diskresioner itu ditolak, setidaknya disangkal oleh pemerintah (Victor J. Venberg, 2001:19-20). Apakah RUU yan sedang diperbincangkan ini memungkinkan keterlibatan pemerintah jenis itu? Jawabannya ya. Kelak setelah menjadi UU, maka tersedialah fundasi kebijakan diskresioner bagi pemerinah, Presiden, menciptakan pasar investasi, yang akrab dengan investor. Karakter norma yang sangat elastis, misalnya norma tentang jam kerja, pengalihan wewenang MUI menerbitkan sertifikasi halal, pembatasan kewenangan Pemda membuat perda, jelas dalam semua aspek. Semuanya memungkinkan pembuatan kebijakan diskresioner dari Presiden. Pada titik ini tatanan factual dan tekstual konstitusi serta tatanan faktual pasar, setidaknya tatanan investasi yang dikerangkakan pada diskresi benar-benar bertolak belakang. Tak sejalan. Selain disebabkan konstitusi tidak membolehkan pemihakan tak berdasar konstitusi untuk diberikan pada satu kelompok usaha, korporasi, juga disebabkan norma-norma dalam RUU ini tidak memenuhi kriteria konstitusional tentang kepastian hukum. Konstitusi, silahkan diperika secara cermat sama sekali tidak berbicara mengenai korporasi. Ini memang standar. Yang dibicarakan dalam konstitusi adalah warga negara memiliki hak bekerja. Dengan mengatur hak warga negara, maka konsekuensinya adalah pemerintah dibebani konstitusional menciptakan lapangan kerja. Konsekuensinya pertama dan utama dari keharusan konstitusi itu adalah pekerja, bukan korporasi, sepenting apapun pemerintah memerlukan mereka, yang harus diproteksi. Tetapi apapun itu, masih tersedia kesempatan bagi pemerintah untuk menata ulang RUU ini. Tata ulang itu, dapat dilakukan baik melalui pembahasan dengan DPR atau cara lain yang sah, misalnya menarik RUU ini. Satu hal, dalam tata ulang itu harus dipastikan pekerjalah yang diproteksi, bukan sebaliknya korporasi, dengan cara memberi fasilitas inkonstitusional kepada mereka. (habis) Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate
Seluruh Dunia Takut Virus Corona, Percayakah Indonesia Masih Steril?
Bisakah dipercaya Indonesia tanpa virus Corona? Inilah yang menjadi perdebatan dan perbincangan hangat. Banyak yang tak percaya. Tapi ada juga yang percaya, khusunya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan jajarannya. Hanya saja, gurubesar epidemiologi di Universitas Harvard, AS, Prof Marc Lipsitch mengatakan secara statistik, Indonesia tak mungkin bebas dari virus Corona. By Asyari Usman Seluruh dunia mencemaskan penyebaran virus Corona (nama resminya Covid-19). Swiss memberlakukan larangan berkumpul di atas 1,000 orang. Event-event besar dibatalkan. Jepang menutup semua sekolah SD, SMP dan SMA sampai April. Rusia mendeportasi orang-orang yang melanggar wajib karantina. Belarus memberlakukan wajib test untuk orang-orang yang tiba dari Korea Selatan, Iran dan Italia. Tiga negara ini mencatat jumlah terbanyak kasus virus Corona di luar China. Serawak (Malaysia timur) melarang masuk orang-orang yang pernah pergi ke Korea Selatan (Korsel). Presiden Duterte membebastugaskan sejumlah pegawai imigrasi karena meloloskan orang China masuk ke Filipina di tengah wabah Corona saat ini. Diduga, para petugas imigrasi itu menerima uang pelicin. Banyak negara mengambil tindakan keras. Mereka sangat khawatir terhadap invasi Covid-19. Arab Saudi melarang masuk jemaah umrah dari Indonesia. Di Abu Dhabi, penguasa setempat menutup total dua hotel mewah yang di dalamnya ada dua warga Italia yang tertular Corona. Berbagai laga sepakbola, rugby dan baseball ditunda di segenap penjuru dunia. Sebagian tetap dilaksanakan tetapi di stadion kosong tanpa penonton. Termasuk sejumlah pertadingan Serie A (liga utama Italia). Sejauh ini, sudah 60 negara yang tertular Covid-19. Tidak ada satu pun benua yang steril dari virus baru ini. Sekarang ini Korea Selatan, Iran dan Itali muncul menjadi basis penyebaran baru. Korea Selatan mencatat 2,931 kasus dengan 18 kematian. Jumlah kasus baru di Korsel cukp cepat. Di Italia, jumlah tertular tercatat 889 orang; 21 meninggal dunia. Sedangan di Iran, jumlah penderita 388 orang (terbesar ketiga di luar China) dengan korban meninggal 34 orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menaikkan tingkat kewaspadaan Covid-19 ke level tertinggi. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, semua negara harus agresif bertindak agar penyebaran virus ini bisa diperlambat. Di seluruh dunia, jumlah yang meninggal akibat Covid-19 tercatat 2,924 orang per Sabtu sore (WIB), 29/2/2020. Jumlah penyandang virus ini mencapai 85,222 orang. Bagaimana dengan Indonesia? Para diplomat Barat, termasuk Amerika Serikat, menyatakan kekhawatiran mereka terhadap cara pemerintah Indonesia menangani ancaman Covid-19. Sejauh ini, pemerintah mengatakan tidak ada penderita virus baru itu. Memang ada pengamatan dan tes laboratorium yang dilakukan atas 136 terduga Corona, namun semuanya dinyatakan negatif. Informasi ini terbaca di lembaran laporan grafis yang kelihatannya dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) berdasarkan kesimpulan Laboratorium Rujukan Nasional Penyakit Infeksi per 27 Februari 2020. Lembaran “confidential” (rahasia) ini menyebutkan kasus dalam pengawasan tersebar di 44 rumahsakit di 22 provinsi. Ke-136 terduga itu semuanya negatif Corona. Sedikit mengherankan mengapa dokumen yang berlabel rahasia ini bisa beredar di media sosial. Bisakah dipercaya Indonesia tanpa virus Corona? Inilah yang menjadi perdebatan dan perbincangan hangat. Banyak yang tak percaya. Tapi ada juga yang percaya, khusunya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan jajarannya. Hanya saja, gurubesar epidemiologi di Universitas Harvard, AS, Prof Marc Lipsitch mengatakan secara statistik, Indonesia tak mungkin bebas dari virus Corona. Nah, apakah ada yang disembunyikan oleh para penguasa? Kalau jawabannya iya, tentu akan sangat riskan bagi Presiden Jokowi. Posisi politik presiden yang sering diguyonkan para netizen itu bisa terancam jika ada yang ditutup-tutupi terkait penyebaran Covid-19 di Indonesia. Tapi, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan di Yogyakarta, Sabtu (29/2/2020) bahwa tidak benar tuduhan pemerintah menutup-nutupi fakta Corona di Indonesia. Mahfud menekankan Indonesia masih bebas Corona. Seharusnyalah rakyat percaya kepada pemerintah. Tetapi, ketika orang di sekeliling kita kalang kabut akibat ketularan Corona, bisakah dipercaya Indonesia masih steril? Penulis adalah Wartawan Senior
Mendagri Tito Baperan Soal Nganggur, Keras & Galak di Medsos
By Luqman Ibrahim Soemay Jakarta FNN – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prof. Dr. M. Tito Karnavian mengatakan, pengangguran di Indonesia sekarang mencapai tujuh juta orang. Pengangguran ini menjadi poin utama kenapa investasi harus digenjot. Tujuannya, agar tercipta lapangan kerja (detik.com Kamis 20 Februari 2020). “Kita melihat hoax terjadi. Salah satu faktor hoax karena nganggur. Ngga ada pekerjaan lain. Seseorang yang menganggur, ada kecenderungan untuk berulah di media sosial (medsos). Misalnya, mencari sensasi atau demi eksistensi,” ujar Tito pada Rakornas Investasi di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta. “Saya punya saudara yang termasuk agak keras di sana. Padahal saya tahu dia ngga radikal. Dalam pemahaman idelogi dia ngga radikal. Tapi kok terlihat radikal sekali kalau di medsos. Setelah saya pelajari, nganggur ternyata. Biar ada sensasi, eksistensi segala macam”. Penyataan Mendagri Tito mengenai pengangguran yang mencapai tujuh juta orang adalah gambaran keresahan seorang pejabat negara. Keresahan yang layak dan patut untuk diapresiasi. Keresahan yang sangat mulia, sangat terhormat dan sangat bermartabat. Tentu saja, keresahan dari seorang pejabat yang ingin mencari jalan keluar untuk mengatasi pengangguran yang terbilang tinggi. Namun persoalannya menjadi lain, kalau Pak Mendagri Tito berpendapat bahwa radikal, galak atau kritis kepada pemerintah di medsos karena nganggur. Tidak punya pekerjaan. Sebab tampak kalau Pak Tito tidak dewasa, bahkan cenderung kekanak-kanakan. Pak Tito seperti tidak siap menghadapi perbedaan pendapat dari masyarakat sipil. Masyarakat sipil yang kritis terhadap tata kelola bangsa dan negara, yang nyata-nyata memang terlihat amburadul. Kata Dr. Syahganda Nainggolan ada di virus di mana misalnya, virus Harun Masiku, virus Jiwasraya, virus Asabri, virus Bumiputra dan terakhir dugaan virus corona. Kalau masyarakat sipil kritis kepada pemerintah, baik di medsos, maupun ruang diskusi dan seminar, itu karena mereka punya keresahan. Mereka juga punya kepedulian dengan nasib bangsanya. Keinginan untuk mencintai bangsa dan negara ini bukan hanya monopoli Pak Mendagri dan pemerintah. Walaupun sebagai Mendagri, Pak Tito bebas berbicara, namun sebaiknya lebih arif dan bijak. Kebiasaan dan hobby Pak Tito yang untuk membuat pernyataan di luar tupoksi ketika masih menjabat Kapolri, sebaiknya tidak lagi dilanjutkan saat menjabat menteri. Pak Tito sekarang sudah menjadi Mendagri lho. Jangan merasa masih menjadi Kapolri. Sehingga pilihan diksinya harus lebih sejuk dan bijak. Pak Tito sekarang adalah pimpinannya para pamong. Pernyataan Pak Tito sebaiknya bersifat mengajak dan mengayomi, layaknya seorang pamong. Bukan sebaliknya, membenturkan dan menciptakan perbedaan baru di masyarakat. Itu kurang bijak sebagai seorang Pamong. Perbedaan dalam diskursus politik itu hal biasa dan wajar di negara demokrasi. Pemerintah harus punya lawan tanding tanggung dari masyarakat sipil yang kritis dan tangguh. Tujuannya, agar pemerintah lebih hati-hati dalam menjalankan roda pemerintahan. Tidak asal-asalan dan amatiran dalam bekerja. Prinsip-prinsip Good Corporate Govermance harus benar-benar terlaksana dengan baik. Gubernur & Bupati 414 Tersangka Pada semua negara di dunia yang menganut sistem demokrasi, perbedaan pendapat dengan pemerintah sekeras apapun tetap saja dimaknai sebagai kekayaan bangsa yang paling berharga. Sebab bukan hanya Pak Tito dan pemerintah yang paling peduli dengan persoalan bangsa dan negara ini. Kita semua juga peduli dengan bangsa ini kok Pak Tito. Sekadar mengingatkan Pak Tito saja, bahwa sejak reformasi 1998 sampai akhir Desembes 2019, tercatat 414 orang Kepala Daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Kejaksaan dan Polri. Dari Jumlah tersebut 22 adalah para Gubernur. Sisanya 392 lagi adalah para Bupati dan Walikota. Mereka tidak nganggur. Jumlah mereka yang terjerat korupsi itu tidak sedikit. Hampir mencapai 75% dari total 548 Kepala Daerah seluruh Indonesia, terdiri dari 34 Gubernur dan 514 Bupati dan Walikota. Mereka semua berakhir tragis. Mereka menjadi penghuni Hotel Prodeo di Sukamiskin Bandung. Hampir dipastikan mereka bukanlah orang-orang sembarangan . Mereka juga itu tidak sedang nganggur lho Pak Tito. Mereka semua punya pekerjaan tetap kan? Punya jabatan paling terhormat di daerahnya masing-masing. Karena mereka menjabat sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota. Dari jumlah 414 orang itu, belum termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) dan para Kepala Dinas yang sering disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Lagi-lagi, dipastikan para Sekda dan para Kepala Dinas tersebut, tidak ada satu pun yang ganggur lho. Ya tentu mereka semua punya pekerjaan tetap sebagai Sekda dan Kepala Dinas di Provinsi, Kabupaten dan Kotamadya. Entah berapa angka korupsi yang melibatkan para Gubernur, Bupati dan Walikota, Sekda dan Kepala Dinas tersebut. Agak susah dihitung nilai korupsinya itu dengan kalkulator Pak Tito. Namun yang pasti mereka semua bukan orang-orang yang galak dan radikal di medsos. Bisa jadi mereka tidak yang suka berkomentar di medsos, baik itu yang mendukung atau yang mengkritik pemerintah. Korupsi Asuransi Ratusan Triliun Tidak cukup Pak Gubernur, Pak Bupati dan Pak Walikota yang terlibat korupsi. Publik negeri ini sedang dihebokan dengan skandal korupsi paling besar sepanjang sejarah negeri ini. Skandal korupsi di perusahaan asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri dan PT Bumiputra. Nilainya tidak kecil Pak Tito. Hampir mencapai ratusan triliun rupiah. Para pejabat negara maupun swasta yang terlibat skandal korupsi asuransi Jiwasrara, Asabri dan Bumiputra ini bukan orang-orang yang pengangguran juga Pak Tito. Mereka tentu saja tidak keras dan redikal di medsos. Mereka semua mempunyai jabatan dengan punya gaji. Mereka pelaku koruptor asuransi juga mendapatkan tunjangan jabatan dan pasilitas dari perusahaan yang terbilang pantastis. Ada yang punya pendapatan ratusan juta rupiah setiap bulan. Bahkan mungkin saja ada yang mencapai miliaran rupiah setiap bulan. Lagi-lagi mereka para koruptor itu tidak galak dan radikal di media sosial Pak Tito. Apalagi sebagai Direksi, Komisaris dan Manejer BUMN Asuransi, dipastikan mereka paling sopan dan santun kepada pemerintah. Bisa jadi mereka sering memuji-muji pemerintah setinggi langit di medsos. Mungkin juga mereka sering memuji-muji pemerintah di restoran dan rumah kopi papan atas, tempat mereka sering nongkrong membicarakan perampokan atas asset-asset negara. Biasanya mereka suka ketemu atau kumpul di Longue hotel bintang empat atau bintang lima. Tragisnya, terbukti ada diantara mereka yang pernah berkantor di Istana Negara. Kantor dengan simbol paling terhormat, dan paling bergensi untuk ukuran sebuah negara. Harry Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya pernah menjabat Tenaga Ahli Deputi III, Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi dan Startegis Kantor Staf Kepresidenan sejak 2018. Saran saya, sebagai pejabat negara sekelas menteri, sebaiknya Pak Tito lebih arif dan bijak dalam membuat pernyataan terkait dengan pengangguran, galak dan radikal ini. Jangan meresa masih menjadi Kapolri. Bahasa kerennya agar lebih “wise lah”. “Apalagi Pak Tito ini salah satu kandidat Calon Presiden atau Wakil Presiden 2024 paling potensial, “kata Menko Polhukam Mafudz MD. Hampir pasti, tidak ada anak negeri ini yang galak dan radikal di medsos tersebut, mau menjadi pengangguran. Mereka perlu menghidupi anak dan isteri mereka. Mereka juga perlu membiayai pendidikan anak-anak mereka. Mereka memerlukan duit untuk membeli buku, pakaian seragam, dan uang jajan dan transportasi harian anak-anak mereka ke sekolah. Kalau Pak Tito bisa membantu mereka, toh tidak perlulah juga Pak Tito mencemooh mereka sebagai yang nganggur. Biarkan perbedaan dan sikap kritis itu tetap dipelihara sebagai bentuk kepedulian mereka kepada bangsa dan negara. Yang lebih mengenaskan lagi, sejak reformasi 1998 sampai sekarang, sudah sembilan orang menteri yang duduk di kursi tersangka dan terdakwa. Pasti mereka juga bukanlah pengangguran. Tanpa perlu menyebut para menteri tersebut satu persatu (ada jejak digitalnya), mereka pejabat paling terhormat di negeri ini. Dua diantaranya menjabat sebagai Menteri Agama. Dua lagi menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga. Dua orang menjabat Menteri Sosial. Sisanya tiga orang lagi adalah Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri. Selain para menteri, mereka yang juga menjadi tersangka adalah para pejabat tinggi Negara. Bukan sembarang pejabat untuk ukuran Indonesia Pak Tito. Misalnya Ketua Dawan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ada lagi empat Ketua Umum Partai Politik yang punya perwakilan di DPR sudah menjadi terhukum. Dua orang Sekretaris Jendral Partai Politik juga juga sudah dihukum. Selain itu , 255 orang anggota DPR dan DPRD yang sudah dihukum karena terlibat korupsi. Mereka semua itu tidak nganggur lho Pak Tito. Ayo, pilih yang mana Pak Tito? Mereka yang tidak ngganggur, tidak galak, dan tidak radikal kepada penguasa, tetapi faktanya merugikan negara atau terlibat korupsi? Atau mereka yang nganggur, yang galak dan yang radikal, dengan tujuan untuk mengawasi pemerintahan, agar dikelola berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Govermant? Pengangguran Pelaku Sejarah Selamat untuk Pak Tito, yang sekarang menjabat sebagai Mendagri. Namun sekadar mengingatkan saja bahwa jabatan yang Pak Tito tempati sekarang adalah buah dari penjuangan panjang dan berdarah-darah sebagain besar teman-teman yang nganggur, namun galak, keras dan radikal kepada rezim Orde Baru. Mereka telah galak dan radikal sejak pertengahan tahun 1970-an, 1980-an dan 1990-an. Ketika mereka yang nganggur itu mulai galak, keras dan radikal kepada kekuasaan Soeharto di akhir tahun 1980-an dan awal 1990, Pak Tito mungkin masih letnan dua atau letnan satu polisi. Sebagai perwira muda, tentu saja Pak Tito lagi bangga-bangganya melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Namun mereka yang nganggur itu sudah berhadap-hadapan dengan tentara dan polisi Soeharto. Resikonya, di antara mereka ada yang masuk penjara. Namun ada juga yang meninggal dunia. Bahkan ada yang hilang sampai sekarang. Jasadnya pun entah dibuang kemana. Namun begitulah resiko perjuangan dari mereka yang ganggur, yang galak dan yang radikal di ruang-ruang publik. Perjuangan mereka yang nganggur, yang galak, yang keras dan yang radikal kepada kekuasaan Seoharto itu, tidak sia-sia. Hasilnya, Pak Tito bisa menjadi Kapolri, dengan jenderal bintang empat di pundak. Sekarang Pak Tito lebih terhormat lagi. Menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Selamat ya Pak Tito. Sebagai penutup, saya mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat At-Thalaq, ayat 2-3, yang artinya “barang siapa yang bertaqwa kepada Allaah, niscaya Allaah akan mengadakan baginya jalan keluar. Allaah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa yang bertwakal kepada Allaah, niscaya Allaah akan mencukupkan segala keperluannya”. Pada surat yang lain, Allaah SWT juga berfirman “tidak ada makhluk yang melata di muka bumi ini, melaikan Allaah telah mengatur rezikinya”. (Surat Huud ayat 6). Semoga Pak Tito tidak lagi alergi dan baperan terhadap kritik, baik yang galak, yang keras maupun yang radikal kepada pemerintah. Alergi dan baperan terhadap kritik itu hanya mengingatkan kita kembali pada cara-cara Orde Baru yang sudah kuno, usang dan primitif untuk membungkam para aktivis yang keras, yang galak dan yang radikal. Apalagi sebagai seorang Guru Besar yang bergelar profesor dan pehade. Penulis adalah Wartawan Yunior
My President Is An Idiot?
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Di media sosial dalam beberapa hari belakangan beredar meme dan desain kaos “My President Is An Idiot.” Usut punya usut meme dan desain kaos itu merupakan balasan atas aksi Abu Janda Dkk yang mengenakan kaos bertulisan “My Governor Is An Idiot.” Diduga Abu Janda alias Permadi Arya yang dikenal sebagai buzzer pendukung pemerintah ini, ingin mengolok-olok Gubernur DKI Anies Baswedan. Aksi ini merupakan salah satu paket bullyan yang memanfaatkan momentum banjir besar di Jakarta. Berdasarkan pengakuannya beberapa waktu lalu Permadi warga Bandung, Jawa Barat. Jadi olok-olok ini yang terkena bukan Anies. Sejumlah netizen menilai Permadi sedang mengolok-olok Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK). Logika yang masuk akal. Gubernur Permadi adalah RK bukan Anies. Dengan menggunakan logika semacam itu memang tidak ada alasan bagi Anies untuk berang, marah, apalagi membawa kasusnya ke ranah hukum. Netizen malah mendorong RK yang seharusnya membawa kasus ini ke ranah hukum. Apalagi banjir besar juga melanda wilayah Jabar. Bekasi yang bertetangga langsung dengan Jakarta, banjir parah. RK dipersalahkan karena dia tak nampak hadir dan memberikan bantuan kepada para korban. Beda dengan Anies yang langsung terjun ke lapangan. Dia memantau detik demi detik pergerakan banjir dan memastikan korban mendapat bantuan. Melalui medsos, RK diketahui malah tengah asyik goyang Tik Tok dengan artis Cinta Laura nun jauh di Australia sana. Sebuah pemandangan yang kontras dan ironis. Mendapat hujatan di medsos, RK buru-buru pulang ke Bandung. Dia mengaku tengah mempromosikan kopi Jabar di Australia. Cukup alasan sesungguhnya bagi RK menyeret Permadi ke ranah hukum. Ada dasar hukum yang kuat dan bahkan sudah ada yurisprudensinya. Tinggal copy paste. Beressss! Musisi tenar Ahmad Dhani pernah dijatuhi hukuman 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya karena membuat vlog yang berisi umpatan “idiot.” Jaksa menjerat Ahmad Dhani dengan pasal 45 ayat 3 juncto pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ucapannya diduga mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik saat acara deklarasi Ganti Presiden yang batal dilaksanakan di Surabaya, 26 Agustus 2018. Jadi seharusnya kalau RK mau, pasti polisi, jaksa, dan hakim sangat mudah menjerat Permadi Arya. Tidak ada kesulitan apapun. Kasusnya Permadi seharusnya juga jauh lebih berat dibanding Dhani. Dia melakukan aksi itu dengan terencana. Alias niat banget! Mulai dari membuat desain kaos, aksi foto bersama, dan penyebarannya di media sosial. Bisa dikenakan tambahan hukum karena tindak pidana berencana. Sementara Dhani cuma asal nyeplos saja. Permadi juga secara jelas menarget siapa korbannya, yakni Gubernur. Seorang pejabat negara. Kena pasal penghinaan. Sementara Dhani tidak menyebut secara spesifik siapa yang dituju. Memicu anarki dan radikalisme Dampak lain dari aksi Permadi yang tak kalah merusak adalah munculnya aksi anarki dan radikalisme. Menyatakan My President Is An Idiot bisa digolongkan subversi karena menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Permadi bisa dikenakan pasal sebagai aktor intelektual di balik aksi anarki dan radikalisme. Karena aksinya lah kemudian mendorong muncul olok-olok bahwa “Presiden saya seorang Idiot.” Terlalu! Sebagai gubernur yang pada pilpres lalu mendukung Jokowi-Ma’ruf, sudah sewajarnya RK bertindak. Bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga calon presiden pilihannya yang sekarang menjadi presiden diolok-olok oleh Permadi Dkk. Momentum ini juga sekaligus bisa digunakan untuk membuktikan bahwa pemerintah, petugas hukum negeri ini tidak tebang pilih. Tak peduli buzzer pendukung pemerintah, maupun penentang pemerintah, bila melanggar UU, akan dihukum. Dilibas. Permadi Arya Dkk bukanlah pengecualian. Jangan biarkan mereka seenaknya sendiri mengolok-olok hukum. Menciptakan perasaan diperlakukan tidak adil (percieve unjustice) pada masyarakat. Bila RK mau mengambil langkah ini, dipastikan dia akan mendapat dukungan luas dari masyarakat. Langkah itu sekaligus membantu pemerintah membuktikan bahwa tudingan publik selama ini salah. Bukankah ketidakadilan merupakan sumber anarki dan radikalisme sesungguhnya? Penulis wartawan senior.
Ada Parpol (PSI) yang Bermisi Menghadang Anies Baswedan
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Luar biasa! Ada partai politik (parpol) punya misi untuk menghadang seorang tokoh yang berpotensi menjadi pemimpin yang baik dan diperlukan oleh bangsa dan negara ini. Tak habis pikir kenapa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) secara blak-blakan mendeklarasikan dirinya akan menghadang Anies Baswedan maju ke Pilpres 2024. Dan mereka mengajak parpol-parpol lain untuk membentuk barisan nasional yang khusus bekerja untuk menjegal Anies. Sangat disayangkan sekali. Parpol yang diisi oleh para milenial yang seharusnya bebas dari pikiran kotor, akhirnya terkontaminasi oleh “satanic ideology” yang berintikan hasad dan dengki. Tidak pantas PSI terperosok ke situ. Sebab, mereka punya Grace Natalie yang hebat. Ada Guntur Romli yang berwawasan luas dan cerdas. Ada Raja Juli Antoni yang berkapasitas. Belum lagi Tsamara Amany yang pintar dan artikulat. Di luar dugaan, koridor pemikiran para milenial PSI menjadi sempit. Tak masuk akal para politisi muda itu ikut panik melihat popularitas Anies yang melaju secara natural. Tumbuh di atas kapabilitas, kapasitas, dan prestasi beliau. PSI seharusnya menjadi wadah intelektual yang lebih banyak menggunakan akal sehat ketimbang emosi partisan. Publik tertanya-tanya, apa gerangan yang membuat para politisi PSI menjadi Pasukan Sirik dan Iri? Apa alasan sesungguhnya untuk menjegal Anies? Apakah ada agenda pesanan para cukong yang takut mati langkah kalau Anies duduk di kursi presiden? Kalau jawaban untuk pertanyaan nomor tiga di atas adalah “iya”, maka PSI tak layak melanjutkan kiprahnya. PSI seharusnya memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang calon-calon pemimpin yang memiliki kompetensi. Yang berkemampuan. Yang berkapasitas. Yang memiliki integritas. Yang pro-keadilan. Bukan sebaliknya. Bukan malah menghasut masyarakat dan parpol-parpol lain agar mencegah seseorang yang muncul ke permukaan karena kemampuan yang ia miliki. PSI jangan sampai menjadi kendaraan para preman bisnis alias para cukong yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompok. Adalah Sekjen PSI Raja Juli Antoni yang mengeluarkan pernyataan bahwa Anies harus dijegal karena “Gubernur Indonesia” itu, kata dia, sangat primordial. Memainkan sentimen keagamaan. Dia katakan pula bahwa kinerja Anies hanya sebatas retorika. Apa iya? Di mana Anies bisa disebut primordial? Kapan dia menggunakan sentimen keagamaan? Apakah karena Anies bergaul lebih akrab dengan para ulama dan tokoh-tokoh umat serta ormas, kemudian disebut memanfaatkan sentimen keagamaan? Terus dikatakan primordial? Atau bahkan disebut sektarian? Kemudian, Anies hanya sebatas retorika tapi tak bisa kerja. Nah, atas dasar apa orang-orang PSI menyebut Anies cuma ‘omong doang’, tidak ada prestasi? Salah total. Apakah Anies harus sowan ke pimpinan PSI dan melaporkan begitu banyak penghargaan nasional dan internasional yang diterimanya? Apakah PSI tidak punya pulsa untuk meng-Google kata kunci “penghargaan untuk Anies”? Anies primordial, memainkan sentimen keagamaan dan hanya banyak bicara saja, adalah kesimpulan yang tidak akurat. Tak objektif. Ini tentu penilaian yang “reckless” dan “narrow minded”. Sangat berbahaya ucapan Raja Juli yang menganggap interaksi Anies dengan para ulama sebagai pertanda primordial dan memainkan sentimen keagamaan. Tak heran kalau orang mengatakan bahwa para politisi PSI itu aslinya tidak suka Islam dan umat Islam. Karena itu, mereka juga tidak rela seorang muslim yang baik menjadi presiden Indonesia. Tak rela tanpa alasan. Sangat jelas indikasinya. Mereka tidak suka figur yang jujur dan berintegritas menjadi pemimpin negara ini. Mereka tak rela bahwa orang itu adalah Anies Baswedan.[] 27 Februari 2020 Penulis wartawan senior.
Anies Baswedan Tidak Boleh dan Jangan Sampai Jadi Presiden
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Apapun dan bagaimanapun caranya, berapapun biayanya, Anies Baswedan tidak boleh dan jangan sampai jadi Presiden. Alasannya cukup banyak. Mulai dari idiologis, politis dan tentu saja yang paling penting dari aspek bisnis. Agenda terselubung itu sebenarnya sudah banyak yang tahu. Ada juga yang sekedar menduga-duga. Namun dugaan-dugaan itu mendapat pembenaran setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) buka kartu. Mereka mengajak parpol dan masyarakat untuk menjegal —begitu media menyebutnya— Anies Baswedan. Jangan sampai pada Tahun 2024 jadi presiden! Anies gagal menjadi Presiden Indonesia adalah harga mati. Tak ada tawar menawar. "Saya ingin mengajak teman-teman partai, maupun masyarakat yang masih pro dengan nasionalisme kita, saya kira harus ada barisan nasional yang secara serius mengadang figur yang terfokus isu populisme ini," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni dalam jumpa pers Indo Barometer di Hotel Atlet Century, Jakarta, Minggu (23/2). Clear sudah, terang benderang mengapa selama ini beberapa parpol, khususnya PSI, PDIP dan buzzer pendukung pemerintah habis-habisan mem-bully Anies. Ini urusannya berkaitan dengan Pilpres 2024. Tidak ada urusannya dengan kinerja, prestasi dan berbagai penghargaan internasional yang sudah diraih Anies. Mau Anies kerja benar seperti apapun. Mau Anies mendapat penghargaan dari dunia, termasuk penghargaan dari akhirat sekalipun, tidak ada urusannya. Mereka akan terus mem-bully. Hajar habissss…….. Mau ada skandal Jiwasraya, penggelapan dana Asabri triliunan rupiah, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, utang BUMN dan utang negara membengkak, mereka akan tutup mata. Abaikan. Alihkan isunya. Fokus cari kesalahan Anies! Kecilkan keberhasilan Anies memimpin Jakarta. Hilangkan beritanya dari media agar masyarakat tidak mengetahuinya. Kalau ada kesalahan Anies, besar-besarkan kesalahannya. Ramaikan di media sosial dan media konvensional. Kerahkan buzzer habis-habisan. Pastikan infonya menyebar di masyarakat. Bila tidak bisa ditemukan kesalahannya, cari terus sampai ketemu. Kalau tidak juga ketemu, bikin kesalahannya. “Tugas utama” semacam itu lah yang menjelaskan mengapa tiada hari tanpa bully atas Anies. Mereka mendapat momentum dengan datangnya musim hujan tahun ini. Kebetulan pula curah hujannya sangat ekstrem. Pasukan pem-bully ini tutup mata bahwa berdasarkan data BMKG curah hujan tahun ini paling ekstrem dalam 150 tahun terakhir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan ekstrem dengan intensitas lebih dari 150 mm/hari dengan durasi panjang dari Selasa (31/12/2019) sore hingga Rabu (1/1/2020) yang turun cukup merata di wilayah DKI Jakarta menyebabkan banjir besar. Curah hujan tertinggi tercatat di Bandara Halim Perdana Kusuma yaitu 377 mm/hari, di TMII: 335 mm/hari, Kembangan: 265 mm/hari; Pulo Gadung: 260 mm/hari, Jatiasih: 260 mm/hari, Cikeas: 246 mm/hari, dan di Tomang: 226 mm/hari. Data-data itu buat mereka tidak penting. Fokus pada fakta bahwa Jakarta terendam banjir. Abaikan data dan fakta lainnya. Abaikan juga fakta bahwa daerah lain di Jawa, termasuk di Bekasi yang notabene berada di Provinsi Jawa Barat juga banjir gila-gilaan. Tugas utama mereka adalah mengabarkan kepada publik sak-Indonesia bahwa Jakarta kebanjiran terus selama Anies jadi gubernur. Anggota Fraksi PSI dan PDIP di DPRD DKI beramai-ramai menyanyikan koor “Anies tidak becus memimpin Jakarta.” Tak perlu kaget bila di sejumlah media muncul judul berita “Jakarta Dikepung Banjir.” Foto-foto lama banjir Jakarta juga bermunculan kembali. Buat survei yang menyebutkan elektabilitas Anies tiba-tiba melorot karena gagal menangani banjir! Tak punya calon Mengapa mereka begitu khawatir Anies akan menjadi presiden? Padahal perhelatan Pilpres 2024 masih cukup lama. Alasannya cukup jelas. Sampai sejauh ini mereka belum punya calon yang cukup kuat untuk menandingi popularitas dan elektabilitas Anies. Tak perlu kaget kalau sekarang Prabowo didorong-dorong menjadi lawan Anies. Muncul survei bahwa keduanya merupakan kandidat paling kuat dan akan bersaing pada Pilpres 2024. Mereka coba diadu domba. Jadi ngeh kan sekarang mengapa beberapa waktu lalu muncul wacana agar Jokowi bisa menjabat sampai tiga periode. Anies adalah ancaman yang membahayakan estabilisme penguasa dan para pendukungnya. Apalagi sebagai Gubernur DKI Anies sangat berprestasi. Gagasannya memperbaiki kota Jakarta sangat inovatif. Sesuai dengan motto kampanyenya bersama Sandiaga Uno : Maju Kotanya, Bahagia Warganya! Dalam waktu dua tahun terakhir DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies telah meraih 40 penghargaan, termasuk beberapa penghargaan internasional dan dunia. Sebagai Gubernur pada tahun 2019 Anies terpilih sebagai gubernur terbaik versi Majalah Warta Ekonomi dan Rakyat Merdeka. Andai saja Anies tidak berprestasi, atau setidaknya prestasinya biasa-biasa saja, dijamin dia tidak akan ada yang mengusik. Toh tidak akan ada orang yang akan meliriknya. Aman. Setidaknya ada tiga alasan besar mengapa mereka bekerja keras memastikan Anies jangan sampai jadi presiden. Pertama, alasan idiologis. Alasan ini merupakan residu dari Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019. Anies diposisikan sebagai figur yang dekat dengan kalangan Islam. Kelompok Islam lah yang menjadi biang gagalnya Ahok menjadi Gubernur DKI. Kelompok Islam perkotaan lah yang menjadi lawan berat Jokowi pada pilpres lalu. Karenanya Islam dalam beberapa tahun terakhir sangat terkesan dimusuhi dan muncul berbagai stigma radikal. Kegaduhan yang diciptakan oleh ucapan Menag, dan pernyataan-pernyataan kepala BPIP menjadi indikator yang sangat jelas. “Pemerintah saat ini mengalami Islamophobia,” kata Putri Proklamator Rachmawati Soekarnoputri. Kedua, alasan politis. Anies saat ini diposisikan berada dalam kubu berseberangan dengan pemerintah. Posisinya pada Pilpres 2019 lalu mempertegas hal itu. Bagi PSI selain musuh idiologis, Anies juga musuh politis. Sementara bagi PDIP kehadiran Anies bisa memupuskan ambisi mereka untuk terus menguasai Indonesia, pasca Jokowi. Ketiga, alasan ekonomis. Anies adalah musuh berbahaya bagi kelompok oligarki yang dikendalikan oleh kelompok bisnis, khususnya taipan. Dia adalah musuh bebuyutan —meminjam istilah Ketua MPR Bambang Soesatyo—para cukong politik. Tindakannya menghentikan proses reklamasi di Pantai Utara Jakarta sangat merugikan para taipan. Ribuan triliun keuntungan di depan mata, untuk sementara terpaksa mengendap di dasar lautan. Perbedaan dalam soal reklamasi inilah menurut pengakuan Ahok kepada Tempo menjadi salah satu penyebab pecahnya kongsi dengan PSI. Padahal PSI semula didirikan untuk menjadi kendaraan politik Ahok. Baru menjadi Gubernur DKI saja sudah sangat merugikan para taipan. Apalagi kalau sampai terpilih menjadi Gubernur Indonesia! Sampai di sini paham khan? Penulis wartawan senior.