OPINI
Mabes Polri Akhirnya “Melawan” Jokowi
Pertanyaan selanjutnya, mengapa Jokowi “membolehkan” Sekretariat Presiden membeli merek Quechua Arpenaz dari Prancis? Apa industri kecil-menengah di Indonesia belum ada yang mampu memproduksinya? Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN PENGARAHAN tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Nusa Dua, Bali, pada Jumat, 25 Maret 2022, berbuntut panjang. Setidaknya, tudingan Presiden Joko Widodo yang menyebut seragam Polri-TNI masih impor justru diklarifikasi telah sesuai dengan ketentuan Pemerintah. Seperti dilansir dari Tempo.co, Jumat (25 Maret 2022 13.06 WIB), Mabes Polri menyatakan, pengadaan seluruh seragam dan atribut yang digunakan aparat kepolisian telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo memastikan, pengadaannya memedomani arahan Presiden. Ia tidak merinci apakah memang seragam hingga sepatu yang digunakan polisi saat ini adalah hasil impor. “Kalau Polri pengadaan mendukung kebijakan pemerintah dan memedomani arahan Bapak Presiden,\" katanya, Jumat, 25 Maret 2022. Presiden Jokowi melihat rinci pengadaan barang dan jasa di pemerintahan pusat, daerah, sampai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tak hanya yang skala makro tapi juga mikro. Jokowi mengaku miris karena pengadaan ini masih banyak diisi oleh barang-barang dari luar Polri. \"Cek yang terjadi, sedih saya belinya barang-barang impor,\" kata Jokowi sambil geleng-geleng kepala dalam acara tersebut. Untuk pengadaan barang dan jasa, Jokowi menyebutkan anggaran modal pemerintah pusat mencapai Rp 526 triliun. Pemerintah daerah lebih besar lagi yaitu Rp 535 triliun. Sementara di BUMN yaitu Rp 420 triliun. Menurutnya, kalau saja 40 persen dari total anggaran modal pengadaan ini bisa dialihkan untuk produk lokal, maka bisa memicu pertumbuhan ekonomi di pusat dan daerah sampai 1,71 persen. Sehingga, pemerintah tiodak usah cari investor lagi dan diam saja seraya konsisten membeli barang-barang yang diproduksi di pabrik dan UMKM lokal. “Bodoh sekali kita kalau tidak melakukan ini,” tegas Jokowi. Jokowi lalu menyinggung beberapa contoh pengadaan seperti CCTV yang harus diimpor, padahal ada yang diproduksi di dalam negeri. \"Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV saja beli impor,\" katanya. Kemudian, seragam dan sepatu tentara hingga polisi yang dibeli dari luar negeri, di saat produksi lokal ada di mana-mana. Belum lagi impor alat kesehatan yang di dalam negeri ada, tapi masih membeli produk impor. \"Jangan diteruskan,\" kata Jokowi. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan kebijakan impor beras, gula, kedelai, dan bahan pangan lainnya yang terjadi selama ini? Apakah Jokowi tidak pernah melarangnya, atau malah mendiamkannya? Apakah lahan pertanian kita sudah habis sehingga produksi pertanian jadi sangat berkurang? Kalau CCTV saja masih impor, bagaimana dengan tenda yang dipakai Jokowi berkemah di titik nol calon Ibu Kota Negara (IKN) bermerk Quechua Arpenaz? Jokowi berkemah Senin hingga Selasa, 14-15 Maret 2022. Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengatakan, dalam kegiatan kemah, Jokowi dan para pejabat memakai tenda seperti kegiatan kemah pada umumnya. Tenda itu merupakan inventaris Sekretariat Presiden. Tenda tersebut tidak baru, melainkan sisa penanganan bencana gempa bumi Poso 2018 lalu yang tidak terpakai. Kasetpres Heru menjelaskan, tenda yang digunakan Jokowi bermerk Quechua Arpenaz. Merek yang sama juga digunakan oleh para menteri dan pejabat lainnya. “Sama sisa stok jaman dulu juga,” ujar Heru. Cobalah tengok tenda bermerk Quechua Arpenaz ini dari mana asalnya. Tenda yang digunakan Jokowi memicu rasa penasaran sebagian orang. Tenda yang digunakan Jokowi merupakan jenis inflatable air, Quechua Arpenaz ini merek dagang Prancis. Ini adalah tenda yang mampu menampung hingga empat orang. Tenda ini memiliki ruang tidur dan ruang tamu yang luas. Ruang tamu ini juga disetel berdiri agar memudahkan para tamu. Bahan yang digunakan tenda ini dapat mengurangi panas dengan ventilasi mekanik. Tenda ini juga dapat menahan angin hingga 60 km/jam, dengan berat 20 kilogram. Mengutip CNBC Indonesia (16 March 2022 09:15), harga tenda tersebut, berdasarkan penelusuran dari sejumlah lapak toko online berkisar Rp 10 jutaan. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Jokowi “membolehkan” Sekretariat Presiden membeli merek Quechua Arpenaz dari Prancis? Apa industri kecil-menengah di Indonesia belum ada yang mampu memproduksinya? Cobalah Googling dan ketik “industri tenda untuk kemah Indonesia”. Di sini muncul sekitar 160.000 hasil (0,44 detik). Beragam jenis tenda mulai harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah semua ada di sini. Sangat ironis jika tenda saja harus beli merek luar seperti Quechua Arpenaz dari Prancis. Industri pertahanan seperti Pindad Bandung saja mampu bikin senjata yang menang kompetisi dengan negara lain, masa’ jahit tenda kemah saja tidak mampu, malah beli merek dagang asing. “Coba CCTV beli impor, di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju buat CCTV saja beli impor,” tandas Jokowi, kesal dengan nada tinggi. Keliatan sekali Jokowi sangat marah dan kesal. Yang kena damprat adalah menteri yang paling doyan gunakan APBN untuk belanja impor. Antara lain Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Kemendikbud Ristek, dan BUMN. Namun, mengapa yang “ditegur” secara terbuka justru terkait seragam Polri dan TNI? Jokowi jelas mulai “bermain api” dengan institusi yang selama ini terkesan berada di belakang Jokowi dan koleganya. Sebelum berbicara soal impor-imporan itu, seharusnya Jokowi berkaca diri terlebih dahulu. Sehingga, tidak sampai kena “skakmat” seperti diucapkan oleh Kepala Divisi Humas Polri di atas. “Kalau Polri pengadaan mendukung kebijakan pemerintah dan memedomani arahan Bapak Presiden,\" kata Irjen Dedi. (*)
Merekayasa Kudeta Terhadap Konsitusi
Jika ada partai yang mendukung dan melakukan gerakan mengkhianati UUD 1945, jelas partai tersebut wajib dibubarkan, sebab sudah terbukti melakukan pengkhianatan. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Pancasila MASIH ingat di benak kita dengan #2019 Ganti Presiden #polisi dengan garang membubarkan acara deklarasi di Tugu Pahlawan dan disiapkan kelompok yang berseberangan untuk diadu-domba. Masih ingat juga bagaimana Achmad Dani yang tidak bisa ikut karena tidak bisa keluar dari hotel Majapahit di jalan Tunjungan Surabaya yang saat itu puluhan angkot bayaran menutup jalan Tunjungan agar Acmad Dhani tidak bisa ikut deklarasi di Tugu Pahlawan. #2019 Ganti Presiden #tidak ada pelanggaran hukum bahkan konstitusi menjamin berkumpul, berserikat mengeluarkan pendapat. Ini berbeda dengan sekarang, isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode jelas melanggar konstitusi. Pasal 7 UUD 1945: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Jadi, kalau ada yang coba-coba untuk mengkudeta Konstitusi harusnya polisi menangkap mereka yang menyebarkan isu dan bahkan memasang bahlio, mengumpulkan masa, membuat deklarasi dukung-mendukung, tetapi polisi membiarkan bebas melanggar konstitusi. Ada grand desain untuk melakukan pengunduran pemilu demi kepentingan oligarki, perdebatan antara Luhut Binsar Pandjaitan dan para pakar tentang big data, sudah jelas bagaimana peran Menko Marinves ini sebagai inisiator penundaan pemilu dan presiden tiga periode. Sebagai pejabat negara jelas dengan terang-terangan melanggar hukum, dan berkhianat pada UUD negara. Bukannya dalam sumpah jabatan akan setia pada konstitusi negara dan segala peraturan selurus-lurusnya. Teks sumpah jabatan menteri: \"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara\". Teks sumpah jabatan presiden: \"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. Jadi. jelas ide untuk menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden dan pejabat negara bukan hanya melanggar konstitusi tetapi mengingkari sumpah atas nama Allah, pengkhianatan terhadap sumpah jabatan jelas telah pupus etika dan moralnya. Begitu juga dengan Anggota DPR yang ikut mendukung menunda pemilu dan memperpanjang jabatan juga merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan sumpah jabatan. Teks sumpah Anggota DPR sebagai berikut: \"Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota DPR dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sudah jelas merupakan pengkhianatan pada UUD 1945, sebab tidak dijadikan pedoman mengambil kebijakan UUD 1945 yang mengatur jabatan Presiden di khianati. Jika ada partai yang mendukung dan melakukan gerakan mengkhianati UUD 1945, jelas partai tersebut wajib dibubarkan, sebab sudah terbukti melakukan pengkhianatan. Rekayasa untuk perpanjangan masa jabatan Presiden tampak dengan mulai tumbuhnya baliho dukungan dan mulai ada operasi untuk membentuk opini masyarakat melalui deklarasi bayaran. Bagaimana negara dalam keadaan bahaya justru aparatnya tidak melakukan tindakan dan pencegahan. Di sini kita bisa membandingkan ketika deklarasi #2019 Ganti Presiden #yang tidak melanggar konstitusi itu justru dilakukan tindakan represif, perlu dilakukan perlawanan oleh rakyat yang setia terhadap konstitusi dan Pancasila maka perlu digalakkan lagi #2024 Ganti Presiden #jelas demi tegaknya konstitusi. (*)
Lelaki Perasa dan Perempuan Perkasa
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI PROPAGANDA dunia selalu menempatkan kaum lelaki sebagai satu-satunya makhluk penuh jasa dan perkasa. Pikiran, ucapan dan tindakannya terlanjur dijuluki pemilik dominasi dan hegemoni yang digdaya. Sejak muda penuh dinamika, menjadi kepala rumah tangga hingga menjabat kepala negara. Populasi maskulin itu memang selalu unggul dan dianggap paling menentukan dan berkuasa. Hakikatnya sering dilupakan, bahwasanya Tuhan telah menciptakan perempuan sebagai kekuatan kehidupan dunia. Tidak sekadar mengandung dan melahirkan bayi, perempuan secara historis filsafat dan historis materialisme menjadi awal peradaban manusia. Divonis lemah karena lebih dominan menggunakan hatinya ketimbang logika. Sejatinya wanita adalah pekerja nyata seumur hidupnya dengan seluruh ketulusan, pengobanan jiwa dan raga. Sebagai anak, istri dan sekaligus sebagai seorang ibu, kemuliaan amanah itu tak akan sanggup dipikul semua pria. Beban Sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dan sosial agama begitu berat membebani pundaknya. Melampau batas dari sekedar mengurus mahligai pernikahan dan memenuhi persoalan angka dan biaya. Peran dan fungsinya sebagai pondasi yang menopang keluarga, katakter feminim itu juga vital memengaruhi pembentukan anak soleh-soleha sebagai tunas bangsa. Saat krisis tak terhingga menyelimuti sampai ke tulang sumsum, semua pemuda dan orang dewasa penuh pertimbangan hanya bisa terlena dan pasrah menikmati suasana. Emak-emak berani tampil untuk bersuara dan bersikap kritis pada penguasa. Gigih dan militan aksi turun ke jalan menghadapi mara bahaya, mewakili seluruh rakyat yang penuh nestapa dan derita. Mengambil alih peran aktifis pergerakan, politisi dan mayoritas mahasiswa, betapa Indonesia kekinian yang sesungguhnya hanya ada realitas lelaki perasa dan perempuan perkasa. *) Tulisan ini didedikasikan untuk Fatia Maulidiyanti Kontras, emak-emak ARM dan aktifis organisasi pergerakan serta semua kesadaran kritis dan gerakan perlawanan yang dipelopori oleh kaum ibu dan perempuan Indonesia.
Anies Baswedan – Puan Maharani “Kartu Mati”?
Namun, di tengah jalan, 2001, Gus Dur dipaksa lengser oleh MPR juga dengan rekayasa hukum seolah terlibat kasus Buloggate dan Brunaigate. PKB sebagai partai pengusungnya nyaris tidak ada pembelaan sama sekali. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN WACANA memasangkan Anies Baswedan dengan Puan Maharani pada Pilpres 2024 ditawarkan oleh Puan sendiri saat diwawancarai CNN Indonesia. Dalam politik mungkin saja hal itu bisa terjadi. Apalagi jika Presidential Threshold 20 persen masih tetap dipertahankan dan didukung oleh PDIP yang salah satu Ketua DPP-nya adalah Puan Maharani. Sebagai Gubernur DKI Jakarta yang tidak punya kendaraan, jelas tawawan Puan ini sangat menggiurkan Anies Baswedan. Bahkan, sebelum menyatakan kesediannya bila dipasangkan dengan Anies, Puan juga sudah menjawab isu soal dirinya ditawari menjadi Wakil Presiden menggantikan Ma’ruf Amin. Tujuannya, agar sikap PDIP yang kukuh menolak penundaan pemilu menjadi goyah. “Itu juga saya bingung ya caranya gimana, caranya pakai apa, karena di aturannya nggak ada kayak begitu,” kata cucu Bung Karno itu. Puan menegaskan pergantian kepemimpinan di Indonesia punya mekanisme tetap. Dia heran jika ada pihak yang mengusulkan ide-ide di luar konstitusi dengan gampangnya. “Jadi dua periode, setiap periode itu ada mekanismenya, aturannya, sesuai UU kemudian mau ganti-ganti seenaknya itu dari mana aturannya, saya belum tahu. Coba kasih tahu saya aturannya kayak gimana. Kok terlalu gampang, kemudian mengganti dan menego sesuatu hal yang sangat luar biasa,” tegas Puan. Dalam wawancara tersebut, Puan Maharani juga bicara soal dugaan orang-orang di sekitar Presiden Joko Widodo yang mencoba mempengaruhi isu soal penundaan pemilu. Puan menyebut kemungkinan itu terbuka. “Ya mungkin saja, bisa saja, karena ya mungkin dengan menunjukkan data, kemudian mengatakan Indonesia masih membutuhkan Pak Jokowi, kemudian Indonesia masih membutuhkan pemimpin yang sekarang dalam masa sulit seperti ini karena pandemi COVID-19 yang masih ada, dan lain-lain dan sebagainya, itu mungkin saja,” kata Puan, Rabu (23/3/2022). Menurut Puan, tidak mungkin seorang presiden itu sepertinya terkungkung sendiri tidak punya teman atau tidak punya lingkungan yang datang dari berbagai macam kalangan. “Namanya lingkungan presiden, itu pasti semuanya mau dekat presiden dan semuanya bisa memberikan masukan atau kemudian memberikan data atau hal-hal yang menurut yang bersangkutan itu akan mempengaruhi presiden,” tambahnya. Puan yakin Jokowi merupakan sosok yang punya pendirian. Dia juga yakin, Jokowi akan menjaga perasaan dan harapan rakyat. “Yang bisa saya sampaikan adalah saya meyakini bahwa Presiden Jokowi itu pasti mempunyai keteguhan hati untuk bisa menjaga apa yang (telah) menjadi amanah dan amanat rakyat Indonesia,” ujar Puan. Puan Maharani menawarkan peluang berduet dengan Anies Baswedan pada Pilpres 2024 mendatang. Puan menegaskan dirinya tidak memiliki masalah, apalagi sampai bermusuhan dengan Anies. “Mungkin saja (duet dengan Anies), nggak ada yang tidak mungkin di politik. Semua dinamika itu bisa terjadi. Ya tinggal kita lihat lagi tahun depan-lah bagaimana ceritanya, cerita-cerita politik,” kata Puan, Rabu (23/3). Puan tak memungkiri kerap bertemu dengan Anies secara tak sengaja. Mantan Menko PMK itu juga tak menutupi soal lancarnya komunikasi dengan Anies. “Saya sering, suka juga secara tidak sengaja bertemu dengan Pak Anies dalam acara-acara. “Komunikasinya, jika ada perlu suka berkomunikasi dan jika ada acara juga komunikasi. Kok jadi kesannya saya musuhan begitu sama Pak Anies, nggak-lah,” tegasnya. Mengapa tiba-tiba Puan melontarkan dan menawarkan dirinya untuk menjadi pasangan Anies Baswedan kelak pada Pilpres 2024 nanti? Padahal, selama ini PDIP terkesan “memusuhi” Anies terkait kebijakannya? Mengapa Puan lebih tertarik pada Anies ketimbang Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, atau Menhan Prabowo Subianto? Harus diakui, elektabilitas tiga pejabat ini masuk tiga besar. Puan jelas masih di bawah mereka. Dengan menggaet Anies, “nilai jual” Puan jelas bakal terdongkrak. Namun, ini belum tentu bagi Anies. Bisa jadi, Anies bakal ditinggal pendukung fanatiknya, seperti halnya setelah Prabowo bergabung dengan Koalisi Pemerintah. Kalaupun akhirnya pasangan Anies – Puan ini menang Pilpres 2024, posisinya Anies “belum tentu aman”. Bisa saja suatu saat nanti, Anies dilengserkan dari jabatan Presiden dan digantikan Puan yang sebelumnya Wapres. Ingatlah, bagaimana Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang melalui rekayasa kasus Buloggate dan Brunaigate, dipaksa lengser dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri (Ketum DPP PDIP) yang sebelumnya Wapres. Apalagi, Anies yang secara politik tidak punya kendaraan (parpol). Gus Dur yang saat itu masih menjabat Ketum NU “dimanfaatkan” suara pengikutnya untuk kepentingan Pemilu 1999. Dalam pemilihan presiden di MPR, suara Gus Dur mengungguli Megawati. Ia pun ditetapkan MPR yang diketuai Amien Rais sebagai Presiden ke-4 dengan Wapres Megawati Soekarnoputri. Namun, di tengah jalan, 2001, Gus Dur dipaksa lengser oleh MPR juga dengan rekayasa hukum seolah terlibat kasus Buloggate dan Brunaigate. PKB sebagai partai pengusungnya nyaris tidak ada pembelaan sama sekali. Pelajaran dan pengalaman politik seperti itulah yang seharusnya dibaca dan dipelajari dengan cermat oleh Anies Baswedan dan para pendukungnya. Jadi, jangan mudah tergiur dengan tawaran manis dari Puan Maharani. Dapat dipastikan, sejarah itu akan berulang. Namun, tentunya dalam format yang berbeda disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Jasmerah! (*)
Diplomasi Racun Israel
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Apapun alasan dan upaya Israel untuk diterima dalam pergaulan dunia fakta tak bisa menghapus bahwa Israel adalah negara penjajah. Menduduki wilayah dan merampok habis kekayaan warga Palestina. Dunia masih termangu-mangu atas perilaku jahat Israel itu. Israel menjadi model dari negara kolonial dalam kehidupan modern. Zionis Israel sangat intensif kasak kusuk untuk membuka hubungan diplomatik dengan berbagai negara dunia. Memanfaatkan momentum apapun yang ada. Negara Timur Tengah menjadi target utama untuk mendukung kepentingan diplomatiknya. Kini Asia Tenggara juga dibidiknya. Israel itu terkenal pintar sekaligus licik. Indonesia tengah dirayu. Memanfaatkan Pemerintahan Jokowi yang lemah dan mudah dikendalikan. Pemerintah ini juga kurang bersahabat dengan umat Islam. Hal ini menjadi celah bagi agresivitas diplomasi negara zionis Israel. Masih ingat kita \"pertemuan\" Menhan Prabowo dengan Itay Tagner Kuasa Usaha Israel di Bahrain saat acara Manama Dialogue ke 17 tahun 2021. Israel pun merayakannya. Kemudian pembukaan Museum Holocaust di Minahasa sebagai ruang kampanye zionis Israel untuk mencari simpati. Kelicikan dan kemunafikan yang dipertontonkan. Menjadi korban dari kekejaman untuk menutupi perilaku diri sebagai penjajah yang kejam. Sebelumnya beberapa tokoh telah diundang ke Israel untuk mendengarkan bisikan racun membuka jalan bagi hubungan diplomatik yang lebih erat. Kemarin tanggal 20-24 Maret 2022 diadakan pertemuan antar Parlemen di Nusa Dua Bali. Israel tentu hadir karena tidak mau kehilangan momen. Mengutus Avi Ditcher (Partai Likud) dan Nira Spak (Partai Yesh Atid). 114 th Inter Parliamentary Union Assembly and Other Related Meetings tersebut dihadiri oleh 33 Ketua Parlemen dan 35 Wakil Ketua Parlemen. Untuk hasil nampaknya tidak begitu signifikan selain membangun kerjasama dan persahabatan yang lebih kuat. Yang menarik adalah aksi bendera Israel oleh kedua wakilnya. Avi Ditcher dan Nira Spak yang memegang bendera Israel Bintang David di antara jajaran bendera peserta IPU. Keduanya didampingi kiri kanan oleh petugas berpakaian adat Bali. Bukti bahwa mereka benar benar hadir pada meeting Bali tersebut. \"Terimakasih Indonesia atas sambutan hangat delegasi Israel ke Konferensi Internasional Parliamentary Union di Bali \" kata akun twitter @AviKaner. Indonesia harus tetap mendukung Palestina yang terjajah. Tidak membuka jalan bagi pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel. Segencar apapun upaya Israel itu. Kemerdekaan Palestina adalah harga mati. Bangsa Indonesia akan menentang Pemerintah yang diam-diam membuka jalan untuk hubungan diplomatik. Zionis Israel itu pintar sekaligus licik. Biasa menyuntik vaksin tetapi sebenarnya untuk membunuh. Diplomasi racun Israel sangat berbahaya. Bandung, 25 Maret 2022
Rakyat Butuh Subsidi Migor Pemerintah Malah Ajak Sumbangan Dana IKN
Lebih baik Jokowi meminta sumbangan dari pejabat yang harta kekayaannya terus meroket di tengah pandemi, atau para pengusaha kelapa sawit yang semakin tajir di bulan-bulan ini. Oleh: Jajang Nurjaman, Koordinator Center for Budget Analysis (CBA) BAIK pemerintah maupun masyarakat sedang mengalami kesulitan. Rakyat begitu sengsara karena harga minyak goreng (Migor) meroket, sedangkan pemerintah teriak-teriak kekurangan dana pemindahan ibu kota negara (IKN). Berdasarkan data Kemendag, rata-rata harga migor curah hari ini Rp 18.100 dan premium Rp 25.400 per liter. Beda jauh dengan harga migor di Malaysia yang stabil di kisaran Rp 8.500 per liter. Anehnya bukannya fokus menangani harga migor yang selangit, pemerintah malah ikut merengek soal dana pemindahan IKN. Seperti tidak punya rasa empati atas kesulitan ibu-ibu, pemerintah malah minta masyarakat membuat patungan dana IKN. Pemerintah seperti tidak ada puasnya membuat masyarakat jadi lebih miskin. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berjanji dana IKN tidak akan membebani APBN, apalagi menyusahkan rakyat, hanya dibutuhkan sekitar Rp 93 triliun atau setara 20 persen dari total rencana dana awal Rp 466,9 triliun. Janji itu kemudian berubah, penggunaan dana APBN menjadi 53,5 persen dan anggaran IKN juga belum pasti, perkiraan akan meroket butuh sampai Rp 700 triliun. Jika pemerintah masih tetap ngotot untuk menggalang dana IKN Nusantara dari masyarakat sebaiknya jangan menggunakan kata Nusantara karena bisa merusak citra agung nama Nusantara yang dihormati. Pakai saja nama koin untuk Jokowi sebagai pemimpin negara atau koin untuk Luhut (Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan) sebagai penanggung jawab investor yang gagal menarik investor untuk IKN. Presiden Jokowi sendiri jangan cuma meminta sumbangan dari rakyat yang sedang mengalami kesulitan karena pandemi dan harga migor yang meroket. Lebih baik Jokowi meminta sumbangan dari pejabat yang harta kekayaannya terus meroket di tengah pandemi, atau para pengusaha kelapa sawit yang semakin tajir di bulan-bulan ini. Contoh pejabat yang harta kekayaannya terus naik di tengah pandemi, seperti Luhut yang katanya sangat dermawan sampai-sampai banyak menyumbang alat PCR. Atau bisa juga dari 500 pengusaha kelapa sawit yang selama ini menguasai 8,5 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Para pengusaha ini layak dimintai sumbangan karena semakin tajir melintir berkat lahan yang sebenarnya milik negara. Jika masih tidak cukup juga patungan koin dari masyarakat dan pejabat serta pengusaha tajir melintir, Pemerintah bisa kerja sama dengan KPK dan aparat penegak hukum untuk kembali membuka kasus-kasus besar. Banyak kotak pandora kasus korupsi yang bisa bermanfaat bagi APBN, seperti kasus kardus durian dan sebagainya. (*)
Perlawanan Seniman Bandung
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan \"Saya tak peduli tanah milik siapa, tetapi saya tergerak hati bahwa yang dihancurkan adalah masjid\" demikian salah seorang seniman lukis Herru Prayogo menyatakan. Sebagai budayawan ia tidak bisa menerima hilangnya masjid yang kini berubah menjadi mini mart Indomaret. \"Saya ekspresikan sikap ini dengan lukisan\". Herru menjadi salah satu pelukis dalam aksi performance art di Jalan Cihampelas depan Indomaret tersebut. Sejumlah seniman menggoreskan aspirasi atau kegundahan hatinya dalam lukisan. Nuansa kelam kesedihan terasa dari berbagai coretan dalam kanvas. Herru Prayogo meski baru mengalami musibah kecelakaan di jalan namun memaksakan datang untuk melukis Masjid Nurul Ikhlas dalam mendung atau kegelapan judulnya \"Cagar Budaya yang hilang\". Herru Prayogo dikenal sebagai pelukis tercepat di Asia Tenggara. Untuk sebuah lukisan kompleks ia mampu melukis 5 atau 6 menit saja. Lain lagi dengan Asep Berlian, alumnus Seni Rupa dan Design ITB dan pernah mengikuti program Magister di Melbourne, dengan kostum hitam bertopeng dan berantai besi, ia melukis \"perlawanan\" atas penghancuran masjid Nurul Ikhlas Cihampelas. Di tengah lukisan Masjid Nurul Ikhlas, tergambar kumpulan orang dengan berbagai tulisan \"kembalikan masjid ummat\", \"kapitalis Bandung\", \"tangkap.. adili yang jual cagar budaya heritage Sunda\", \"ummat Islam marah\", \"merdekakan tanah pribumi\" dan lainnya. Asep Berlian yang pernah menjadi pelukis utama saat peringatan Asia Afrika dan memiliki pengalaman pameran di berbagai belahan dunia, merasa perlu meneriakkan suara keadilan melalui kanvas yang selalu menjadi sahabatnya. Mungkin baginya pemilik Indomaret adalah bagian dari \"kapitalis Bandung\" yang ia tulis. Entahlah. Yang pasti ia siap membela masjid cagar budaya yang secara brutal telah dihancurkan itu. Asep yang lain adalah Asep Kandang Wesi yang lebih dikenal dengan Asep KW. Lukisannya sangat bermutu, tidak \"kw\". Goresan pertamanya di kanvas performance art adalah tangan besar berkuku tajam, ada tetesan darah. Mengacak-acak masjid. Lalu ada jalan yang menggambarkan 7 Indomaret di Jalan Cihampelas . Berjarak pendek. Mungkin tangan besar berkuku dan berdarah adalah simbol dari keserakahan perusahaan ritel Indomaret. Seorang pemulung ikut dilukiskan. Menurut Asep, pemulung itu adalah sahabatnya yang senantiasa berbincang soal masjid Nurul Ikhlas dan Indomaret. Ada pelukis lain Bambang Harsito yang menuangkan dengan nuansa relijius. Kaligrafi yang menempatkan Allah di atas. Bahwa semua rencana manusia yang materialistis akan berhadapan dengan kehendak Ilahi Yang Maha Kuasa. Masjid yang dikaburkan ataupun dikuburkan dalam gambar, bukanlah akhir. Ada masa bahwa kebenaran akan terkuak dan tegak. Hadir dan menggoreskan Kang Bahar Malaka, seniman yang sering berada di Saudi. Seniman \"dadakan\" pun diberi ruang untuk berekspresi. Kolaborasi yang menghasilkan konklusi bahwa masjid dalam keadaan terkepung oleh tuduhan dan fitnah dari si penghancur. Termasuk pura-pura bodoh soal cagar budaya. Perda dan Undang-Undang yang dicoba untuk dilawan. Masyarakat Bandung dipastikan tidak akan tinggal diam. Seniman telah melakukan perlawanan. Painting is sharper than words--Lukisan lebih tajam daripada perkataan. (*)
Hanya Sibuk Membahas Teori - Pasti Gagal
Seorang pejuang akan gagal kalau melaksanakan segalanya sesuai aturan (zoom sana sini) hanya sebatas beradu kata-kata dan teori-teori ... pejuang yang hanya sibuk membahas teori dan aturan pasti akan gagal (bukan berarti merendahkan nilai nilai aturan). Begitu kata Ulyses S. Grand. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih NEGARA dan politik di Indonesia dirusak oleh praktek Teori oligarki kembar tiga: Oligarki Politik (Badut Politik), Oligarki Ekonomi (Bandar Politik) dan Oligarki Sosial (Bandit Politik). Menu tersebut begitu padat di media sosial, muncul karena kejengkelan, kemarahan dan ikon itu harus dilawan dan dihabisi, dengan nada marah. Oligarki dengan tenang dan kalem terus menerjang, mencengkeram, menggenggam. Oligarki tidak peduli dengan kemarahan mereka tetapi pasti terus mempelajari perkembangan terkini, untuk ambil tindakan taktis riil sesuai keadaan yang ada. Cara mereka tidak mungkin muncul dipermukaan dengan zoom meeting ini itu secara terbuka. Kalau ada kalimat teori atau mungkin bisa di maknai strategi oligarki, hampir tidak ada yang faham, tahu secara detil atau mampu merumuskan dengan detil dan tepat teori dan strategi mereka, dari fakta oligarki mampu mengendalikan hampir semua pengambil kebijakan negara, semua tunduk dan lumpuh dalam genggamannya. Hampir semua tenggelam terbawa arus membahas dampak yang muncul macam-macam variannya. Tidak pernah terdengar kapan Oligarki mengadakan seminar, kajian, atau rapat rapat online yang bisa diketahui. Prinsip apa sebenarnya yang oligarki miliki. Mungkinkah meraka menggunakan ajaran Mao Tsetung, \"Saya tidak pernah membaca tulisan tentang strategi ketika kita bertempur, kita tidak membawa serta buku apapun\". Atau mungkin menggunakan ajaran Napoleon Bonaparte, \"siapapun sanggup merencanakan operasi militer, namun tidak banyak yang sanggup berperang, hanya genius militer sejati yang sanggup menangani perkembangan dan keadaan\". Ahli strategi unggulan adalah memandang segalanya apa adanya, mereka sangat peka terhadap bahaya dan kesempatan (mungkin kondisi itu sangat di pahami oleh Oligarki dengan senyap, tenang). Teori atau strategi bukanlah sederet pertanyaan dalam menerapkan sebuah resep. Kemenangan tidak tidak memiliki rumus ajaib. Gagasan hanyalah semacam kekuatan tersembunyi, terletak di otak. Prinsip oligarki adalah tindakan adalah eksekusi untuk kemenangan. Mereka bergerak dan menerkam sangat senyap tetapi dampak kerusakan yang diakibatkan sangat besar. Mereka bergerak dan bertindak dengan cepat dan sadis menyesuaikan dan beradaptasi dengan keadaan. Fakta yang kita rasakan dari eksekusi Oligarki: bisa membeli suara Pilpres, Pilkada, dan membeli UU apapun yang mereka inginkan untuk menguasai Indonesia. Sementara kita lemah dalam tindakan tetapi sibuk luar biasa membahas macam-macam teori, sekalipun demo-demo sporadis tetap muncul tetapi sangat mudah dipatahkan oleh mereka. Teori itu penting, tetapi saatnya bertindak terlalu banyak buku, teori dan pemikiran hanyalah memperparah masalahnya. Banyak teori yang tidak ada hubungannya dengan kondisi kita yang sekarang. Pengetahuan, pengalaman, dan teori mempunyai keterbatasannya sendiri. \"Pikiran kita harus sanggup mengikuti perubahan dan beradaptasi terhadap keadaan yang tak terduga dan berubah-ubah. Kemampuan tersebut akan semakin realistis\". Strategi mempunyai hukum yang sulit di elaskan atau aturan aturan abadi adalah sama dengan mengambil posisi statis, yang akan menjatuhkan diri kita. Kalau kita terus sibuk membahas teori - tanpa eksekusi tindakan dan gerakan dan tidak bergerak akan mati. Yang cepat dan memiliki mobilitas bergerak akan hidup. Seorang pejuang akan gagal kalau melaksanakan segalanya sesuai aturan (zoom sana sini) hanya sebatas beradu kata-kata dan teori-teori ... pejuang yang hanya sibuk membahas teori dan aturan pasti akan gagal (bukan berarti merendahkan nilai nilai aturan). Begitu kata Ulyses S. Grand. Oligarki cukup menekan dan perintah dengan senyap Mei harus sudah clear rencana perpanjangan masa jabatan Presiden atau Amandemen UUD untuk masa jabatan 3 periode. Semua pejabat negara sibuk merekayasa kalau perlu harus dipaksa. Oligarki paham berdasarkan Tes The Water berdasar pengalaman situasi dan kondisi selama ini, kalaulah rakyat marah hanya sekejap setelah itu menyerah dan melupakan. Pilihan saat ini untuk menyelamatkan Indonesia adalah People Power atau Revolusi, bisa saja itu hanya pilihan karena hanya berkata kata dengan seribu teori yang tidak membumi bahkan hanya menjadi uap dan menguap ke udara. (*)
Kalian Menunggu Apa Lagi?
Oleh Raden Baskoro Hutagalung - Aktivis Forum Diaspora Indonesia Tinggal di Perth Australia. Dulu Soekarno dijatuhkan dengan alasan beraviliasi dengan PKI yang gagal kudeta 1965, menyebabkan sembako langka dan kemiskinan. Padahal Soekarno adalah bapak pendiri bangsa, yang memproklamirkan bangsa ini merdeka bersama Mohammad Hatta. Dulu Soeharto dijatuhkan karena pemerintahannya yang KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), otoriter militeristik, padahal Soeharto lah yang menyelamatkan bangsa ini tidak menjadi komunis, Soehartolah yang membangun fondasi dasar kesejahteraan bangsa ini maka digelari Bapak Pembangunan Nasional RI. Di zaman Soeharto semua bahan pokok murah, biaya hidup murah, dan kehidupan antar masyarakat kita rukun saling menghormati (harmonis). Dulu, Habibie dijatuhkan karena lepasnya Timor Leste. Habibie dianggap tidak punya wibawa dan terlalu terbuka. Padahal Habibie berhasil menjaga bangsa ini dalam masa transisi yang rawan akan perpecahan. Habibie adalah tidak hanya ikon kegeniusan orang Indonesia tapi Asia di mata dunia. Keilmuan dan pergaulan internasional Habibie ketika jadi Presiden Dolar dapat ditekan sampai 6000 rupiah. UU kebebasan Pers dikeluarkan. Dulu Gus Dur dijatuhkan karena kasus Bulog Gate dan bantuan Sulthan Brunei. Gus Dur dicap super liberal dan sekuler. Padahal, Gus Dur adalah mantan Ketua Ormas Islam terbesar di negara ini. Pikiran Gus Dur yang moderat, menjadi penyeimbang antara masivenya masuk pemikiran fundamental Islam. Dan di zaman Gus Dur, marga Tiongha tak lagi menjadi asing, marga Tiongha diakui eksistensinya dalam kuktur sosial budaya nusantara. Dulu, Megawati kita kalahkan dalam Pilpres melawan SBY. Megawati kita hujat sebagai tukang jual aset bangsa gara-gara penjualan Indosat dan kapal VLCC. Sedangkan Megawati ketika itu adalah Presiden RI. Padahal, Megawatilah ikon pendobrak lahirnya reformasi. Megawati adalah anak kandung Soekarno tokoh proklamator kita. Dulu, SBY kita hujat dengan kata “lamban”, penakut, pro-Amerika, dan liberal. Padahal, ketika SBY menjabat alam demokrasi bangsa ini tumbuh dan berkembang. Hutang IMF dilunasi. Harmonisasi antar-masyarakat cukup terjaga. Nah sekarang kita lihat dalam kepemimpinan rezim ini. Dia entah siapa? Entah dari mana asal usulnya? Apa jasa dan karyanya terhadap bangsa ini? Apa legacy yang dia berikan buat bangsa dan negara ini? Semua kelemahan dan kekurangan para pendahulunya dia miliki semua. Mulai dari : tidak ada wibawa, penakut pada Luhut, pro asing China, KKN semakin brutal, korupsi gila-gilaan, otoriter dan anti kritik alias polisiristik, tidak hanya sekuler liberal tapi anti-agama khususnya Islam, perkataan tak sesuai dengan perbuatan alias pembohong, raja hutang, banyak sekali omongan tipu, jual aset bangsa secara murah, ngurus minyak goreng langka saja tidak bisa, rakyat bayar pajak gila gilaan, Narkoba semakin parah, keharmonisan hidup rakyat rusak, kewibawaan negara dimata dunia tidak ada, anak-anaknya di laporkan ke KPK, dan yang paling parah itu adalah, memaksa pindah ibu kota, mau tambah periode atau perpanjang masa jabatan yang jelas melanggar konstitusi negara kita.. Kok semua pada diam? Kok semua pada takut? Kok semua pada bingung? Kok semua pada ragu-ragu? Kok semua pada bisu? Mana yang lebih hebat beliau dari pada Soekarno? Mana yang lebih kuat beliau dari pada Soeharto? Mana yang lebih genius beliau dari pada Habibie? Mana yang lebih kharismatik beliau dari pada Gus Dur? Mana yang lebih idealis beliau dari pada Megawati? Mana yang lebih pintar beliau dari pada SBY? Buka mata hati dan pikiran kita semua dengan jujur. Tak ada sebenarnya yang dia punya. Semua hanya by design melalui sihir tipu media pencitraan. Lalu siapa yang rugi? Siapa yang bodoh? Dan siapa yang menikmati? Ingat, jangan bangsa ini seperti cerita kodok rebus. Yang asyik bermain dalam kuali berair. Lalu para kodok ini tak sadar, di bawah kuali tempat mereka bermain asyik sedang dinyalakan tungku api yang panas. Awalnya tentu asyik dan hangat. Tapi kalau sempat terlambat sadar dan keluar, maka jadilah kalian semua kodok rebus. Sekarang tunggu apa lagi? Tunggu jadi kodok rebus? Atau sadar bangkit keluar semua dan bersatu melawan semua kerusakan bangsa ini. Ingat, dia bukanlah siapa-siapa. Dia bukanlah apa-apa, kalau rakyat bersatu padu kompak bersama. Mati satu tumbuh seribu. Negara ini negara hukum dan berkedaulatan rakyat, bukan cukong. Sehebat apapun polisi dan senjatanya, mereka hanya sanggup menahan demo ratusan ribu di satu titik untuk maksimal lima hari. Tapi kalau yang demo, turun ke jalan itu jutaan manusia, di banyak titik ibu kota secara serempak? Saya jamin, satu minggu pun mereka tidak kuat karena yang dilawan adalah rakyat yang pasti bapak, ibu, abang, teman, saudaranya sendiri. Tapi ingat, semua tetap taat konstitusi, karena yang dilawan adalah penguasa budeg, tak peduli HAM, dan demokrasi. Jadi melawannya hanya dengan kekuatan rakyat. Sadar dan bersatulah. Kalian menunggu apa lagi? Solo Raya, 23 Maret 2022.
Seharusnya Dibedakan Antara Islamofobia dan Terorisme
Ia juga mendapati kasus teroris yang ditangkap dan diadili, tapi prosedural penangkapannya selalu ganjil alias menyalahi aturan. Kasus teranyar yaitu penangkapan dan tembak mati dr. Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN TEPATNYA Selasa, 15 Maret 2022, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai “Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia”. Resolusi tersebut diputuskan melalui konsensus oleh 193 anggota PBB dan disponsori bersama oleh 55 negara mayoritas Muslim. Resolusi menekankan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dan mengingatkan resolusi 1981 yang menyerukan “penghapusan segala bentuk intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan”. “Congratulations to the Ummah. Semoga ada manfaatnya. Bravo to Pakistan yang mewakili (57 negara anggota) OKI mensponsori resolusi ini. Thanks to PM Imran Khan,” komentar Imam Shamsi Ali dari Nusantara Foundation di New York. Menurutnya, diadopsinya resolusi penetapan 15 Maret sebagai “The Day to Combat Islamophobia” tersebut sebuah langkah positif. “Semoga bisa efektif dalam mengurangi Islamophobia di seluruh dunia,” lanjut Imam Shamsi Ali kepada FNN. Para pembenci Islam di sini wajib tahu informasi ini agar tidak terjerumus pada kebencian akut yang tak berdasar. Umat Islam di Indonesia selama ini sudah menjadi korban “kampanye” Islamofobia. Apalagi kampanye Islamofobia di Indonesia “difasilitasi” dengan keberadaan lembaga-lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Salah satu buktinya, Kepala Komjen Polisi Boy Rafli Amar menyatakan, 198 pesantren terafiliasi dengan terorisme, meski akhirnya meminta maaf pada Pengurus MUI Pusat, Kamis (3/2/2022). Boy Rafli kemudian berjanji, BNPT tidak akan sungkan-sungkan mengubah peristilahan dan diksi yang dianggap kurang tepat dan dapat menimbulkan kesan stigma negatif kepada Islam dan umat Islam. Apalagi, umat Islam memang merasa terteror oleh kegiatan pelaksanaan penanggulangan radikalisme-terorisme selama ini. Mereka merasa sedang dipojokkan, bahkan dijadikan target. Karena, sepanjang yang berkaitan dengan penyebaran paham radikal dan penangkapan terduga teroris, semuanya dihubungkan dengan orang Islam dan simbol-simbol Islam. Framing berita sedemikian rupa sehingga tercipta kesan bahwa Islam dan umat Islam demikian jahat terhadap negara ini. Yang disasar bukan saja mereka yang diduga telah dan/atau akan melakukan aksi teror, melainkan juga yang berpakaian cingkrang, bercadar dan yang berjenggot. Menurut Dr. Masri Sitanggang, stigmatisasi Islam radikal sudah terasa sejak periode pertama Presiden Joko Widodo berkuasa (2014-2019). Berdasarkan apa yang disebut “survey”, disiarkan bahwa paham radikal telah merambah ke sekolah-sekolah dan kampus melalui pengajian dan Studi Islam Intensif yang dilakukan OSIS atau Lembaga Dakwah Kampus. Periode kedua pemerintahan Jokowi, kecemasan umat Islam meningkat. Pasalnya, semua kementerian dalam Kabinet Indonesia Maju seperti punya tugas yang sama: berantas radikalisme; dan itu, sekali lagi, terarah kepada Islam dan Umat Islam. Kepala BPIP Yudian Wahyudi ketika baru menjabat sepekan menyebutkan: “Musuh terbesar Pancasila adalah agama”. Agama yang dimaksud tentunya adalah Islam. Meski Yudian coba meluruskan setelah gaduh besar, yang dimaksud adalah adanya kelompok yang menggunakan agama untuk memusuhi Pancasila, tapi tetap saja tidak bisa lurus. Logika pelurusannya, tidak lurus. Begitu penilaian Masri Sitanggang. Islamopobia dan Terorisme Menyusul penetapan PBB tanggal 15 Maret sebagai “Hari untuk Memerangi Islamofobia”, tentu saja keberadaan Detasemen Khusus (Densus)-88 yang menjadi “eksekutor” hasil kampanye Islamopobia harus dievaluasi. Densus-88 didirikan pada 20 Juni 2003 melalui Surat Keputusan Nomor 30 Tahun 2003, sebagai tindaklanjut diterbitkannya UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, yang mempertegas kewenangan dari Polri dalam pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia. Unit ini didirikan sebagai respons atas maraknya aksi teror yang dilakukan organisasi teroris jejaring Al-Qaeda, salah satunya yaitu Jamaah Islamiyah (JI). Jadi, tugas utamanya adalah memberantas terorisme. Setelah lebih dari satu dekade, banyak kasus belum tuntas yang ditangani Densus-88. Namun, setelah kasus Siyono ramai, kasus-kasus serupa yang menumpuk seperti gunung es ini akhirnya muncul ke permukaan. Ketua Komnas HAM (saat dijabat) Hafid Abbas mengakui terkuaknya kasus tewasnya Siyono telah membuka kesadaran masyarakat luas bahwa ada hal yang ditutup-tutupi oleh Densus-88. Densus-88 terpojok karena Siyono meninggal ketika pemeriksaan. Bahkan, Kapolri (saat itu) Jenderal Badrodin Haiti mengakui ada kealpaan dari anak buahnya dalam kasus Siyono. Hafid pun menyebut kasus ini merupakan pintu gerbang pertama untuk menuntut Densus-88 lebih terbuka. Pernyataan Hafid ini disambut baik oleh peneliti KontraS, bahkan dengan penuh harap. Mantan Koordinator KontraS Haris Azhar menyakini Densus-88 bukan hanya harus terbuka, tapi juga harus memperbaiki kinerjanya. “Kami meyakini adanya banyak pelanggaran hukum di sektor prosedural maupun pelanggaran hukum substansial. Misalnya orangnya gak terbukti sebagai teroris, tapi ditangkap, disiksa, bahkan ditembak mati,” kata Haris. Ia juga mendapati kasus teroris yang ditangkap dan diadili, tapi prosedural penangkapannya selalu ganjil alias menyalahi aturan. Kasus teranyar yaitu penangkapan dan tembak mati dr. Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Dalam versi polisi, Sunardi tewas ditembak Densus-88 karena melakukan perlawanan. Sunardi merupakan seorang dokter. Pria kelahiran Sukoharjo Mei 1968 itu selama ini membuka praktik di rumahnya, Kelurahan Gayam, Kecamatan Sukoharjo Kota. Sunardi diduga terlibat terorisme. Eksekusi terhadap dr. Sunardi dan terduga terorisme sebelumnya seakan menjawab pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi saat penutupan Rakor Nasional Kamar Dagang Indonesia (Kadin) 2017 di Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2017). “Negara lain begitu (membebaskan visa), kenapa kita tidak? Karena takut teroris. Alasannya ada saja,” kata Jokowi, seperti dilansir Detik.com, Selasa (03 Okt 2017 20:09 WIB). Ketakutan terhadap masuknya teroris menjadi alasan pejabat Indonesia yang enggan membebaskan visa ke banyak negara. Menurutnya, alasan ini hanya upaya membuat cemas dirinya saja sebagai presiden. “Nakut-nakutin Presiden. Saya ini nggak punya (rasa) takut,” ujar Jokowi disambut tawa terbahak-bahak seisi ruangan. Jokowi kemudian membuka kebijakan bebas visa untuk banyak negara, terlepas dari kekhawatiran soal terorisme. Menurutnya, tidak perlu ada kekhawatiran soal masuknya teroris gara-gara kebijakan bebas visa. “Katanya teroris masuk. Kan terorisnya dari kita,” kata Jokowi santai. Ratusan pengusaha di ruangan tertawa cukup lama, sekitar 10 detik. Memang, faktanya seperti kata Presiden Jokowi, para terduga teroris dari Indonesia, kecuali Dr. Azhari dan Nurdin M. Top yang dari Malaysia. (*)