OPINI
Door, Dokter Ditembak Densus
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan DENSUS 88 menembak seorang dokter di Sukoharjo. Peluru yang menembus punggung dan pinggulnya itu telah menewaskan aktivis kemanusiaan yang berjalan dengan bantuan tongkat karena sakit stroke. Tidak terbayang bahwa ia memiliki kemampuan untuk melawan pasukan Densus 88 yang bersenjata lengkap dan hebat itu. Termasuk bisa menabrakan mobilnya ke arah pasukan. Maen tembak dan membunuh bukan saja tidak profesional tetapi juga membuat kasus menjadi tertutup. Terduga teroris telah dihukum mati dengan bukti hanya dugaan. Sadis sekali. Sepertinya asas praduga tak bersalah itu hanya ada dalam ruang perkuliahan. Prakteknya adalah kepastian bersalah sehingga membunuhmenjadi hal yang tidak dianggap masalah. Penembakan Sunardi, dokter yang dikenal baik dan sering menggratiskan pembiayaan, adalah Extra judicial killing. Kejahatan kemanusiaan. Tuduhan perlawanan sepertinya standar dalam mengolah pembenaran. Persis seperti kasus pembantaian 6 anggota Laskar FPI yang diawali dengan cerita perlawanan dan tembak menembak. Ternyata fakta tidak sesuai cerita. Realitanya adalah pembantaian atas rakyat yang tidak berdaya. \"Teroris\" menjadi lingkaran target latihan memanah atau menembak. Densus 88 memiliki otoritas yang nyaris tidak berbatas. Prosedur hukum bisa dilewati hanya dengan alasan bahwa teroris itu berbahaya. Apa bahayanya bagi penghancuran organ vital negara oleh aktivitas Munarman, Farid Okbah, Ahmad Zain An Najah, Anung Al Hamat, dan Dr Sunardi? Tidak ada ! Jama\'ah Islamiah adalah umpan untuk menjerat. Pemerintah tidak pernah menjelaskan makhluk apa Jama\'ah Islamiah itu. Harusnya detail mengungkap \"company profile\" dari perusahaan ini. Plat merah atau swasta murni, buatan atau mainan ? Densus 88 yang sudah berulang kali mengaitkan harus mampu membantu menjelaskan hal ini agar benar, jujur, dan serius dalam melindungi rakyat. Kini seorang dokter yang baik telah tewas ditembus peluru tanpa bisa membela diri atas tuduhannya sebagai teroris. Densus 88 harus bertanggungjawab. Komnas HAM patut untuk segera mengusut dan Presiden mesti bicara. Nyawa bukan koin judi pertaruhan yang dapat hilang dengan sia-sia. di negara berideologi Pancasila. Terlalu dalam luka bangsa oleh perilaku jumawa penguasa negara. Mencuri merampok, membunuh, memperkosa, dan adu domba. Semua atas nama investasi dan demokrasi untuk membangun negeri. Negeri ini telah terjajah oleh para oligarkhi. Kini penjajah itu telah menembak seorang dokter hingga punggung atas dan pinggul kanan tertembus peluru. Door... innalillahi wa inna ilaihi roojiuun. (*)
Luhut -Surya Paloh Mau Berantem di Hotel Borobudur
Oleh: Yosef Sampurna Nggarang - Sekjend Pergerakan Kedaulatan Rakyat. SABTU siang (5 Maret 2022) saat saya sedang menikmati minuman Kopi Arabika yang dikirim dari Labuan Bajo sambil menuntaskan bacaan otobiografi dari wartawan senior Panda Nababan (PN) yang juga Politisi senior partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, tiba- tiba angin kencang melanda seluruh wilayah ; Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Angin yang kecang itu sangat terasa. Hingga beberapa ibu-ibu di kompleks saya di Cempaka Putih,Jakarta Pusat yang sedang berkumpul untuk undi arisan mingguan di teras sebuah warung terpaksa cepat bubar kembali ke rumah masing-masing. Sebelumnya, saya mendengar obrolan ala ibu-ibu ini soal harga kebutuhan pokok yang terus naik. “Iye. gile (dialek Betawi), barang-barang pada naik, yang turun cuma kolor di pinggang”, respons dari seorang bapak yang berdiri tidak jauh dari tempat ibu -ibu itu berkumpul. Saya pun ikut berdiri masuk ke kamar menghindari angin kencang dan terus melanjutkan bacaan Otobiografi yang dikirim oleh Bang PN tahun 2021 lalu dengan judul: Lahir Sebagai Petarung. Buku setebal 1052 halaman yang terdiri dari dua bagian. Buku satu:Menunggangi Gelombang dan buku dua: Dalam Pusaran Kekusaan. Buku otobiografi Bang PN ini sangat menarik. PN menulis soal hubungan dia dengan para elit di negeri ini; presiden Jokowi, Wapres JK, Megawati, Taufiq Kemas Menteri Koordinator Maritim Dan Investasi (Menko Marves),Prabowo, Surya Paloh, dan tokoh-tokoh lainnya. Saya tertarik mengutip di buku bagian dua: ”Luhut Panjaitan Tidak Masuk Kabinet”. PN menceritakan soal mengapa nama LBP tidak masuk dalam daftar Kabinet saat awal pemerintahan Jokowi (2014). PN pun bertanya ke Jokowi soal ini. “Jokowi mengungkapkan adanya kendala Ketika mengangkat Luhut. Jokowi pribadi sebenarnya sudah memasukan nama Luhut dalam daftar menterinya. Namun, kata Jokowi, wakil presiden Jusuf Kalla dan dua ketua umum partai pengusung, yakni Megawati dan Surya Paloh, tidak menyetujui Luhut masuk Kabinet”. Alasan dari ketiga tokoh ini karena Luhut adalah Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar (2008-2014), yang mana saat itu Golkar mengusung Prabowo halaman (893-904). Masih di bab ”Luhut Tidak Masuk Kabinet”, PN menceritakan soal LBP pernah punya keinginan untuk menjadi calon wakil presiden. Berikut kutipannya: “Menjelang pemilihan Presiden tahun 2014, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) pernah punya keinginan untuk menjadi calon wakil presdien. Saat itu, nama Jokowi muncul sebagai calon Presiden berdasarkan beberapa hasil survei. Keinginan Luhut untuk maju sebagai calon wakil presiden disampaikan langsung kepada saya. Luhut meminta tolong kepada saya untuk mengundang beberapa anggota DPR lintas fraksi bertamu di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Pada pertemuan itu, dia mengungkapkan keinginannya untuk maju sebagai calon wakil presiden. Kalau kalian tidak setuju dengan saya, paling tidak kalian janganlah menghalangi saya”, kata Luhut dalam pertemuan itu. Kala itu, putra kelahiran Simargala,Huta Namora,, Silaen, Toba Samosir, Sumatra Utara, pada 28 September 1947 ini menunjukkan keseriusannya dengan membentuk tim sukses, yang beberapa di antaranya adalah teman- temannya di Akabri Angkatan 1970, seperti Fachrul Razi, Agus Widjojo, dan Jhoni Lumintang. Tim sukses ini diberi nama Bravo 5 dan bekerja menggalang dukungan untuk Luhut dari seluruh Indonesia. Selain itu, untuk menunjukkan keseriusannya, Luhut juga mengaku sudah menyiapkan anggaran pencalonan. ”saya betul- betul sudah siap. Sekarang saya sudah siapkan dana. Dalam kendali saya ada uang cash Rp 200 miliar sampai 300 miliar,” kata Luhut. Setelah pertemuan itu, Luhut mulai melakukan pendekatan dengan banyak pihak. Dalam suatu kesempatan, Luhut bersama tim dari Akabri 70 , beberapa tokoh partai politik, dan rekan bisnisnya mengadakan rapat di halaman sekitar kolam renang rumahnya di Kuningan. Saya juga di undang. Pada pertemuan itu, Luhut meminta pendapat kami tentang rencananya maju sebagai calon wakil presiden. Setelah beberapa peserta memberikan pendapat, tiba- tiba Luhut berkata, “Panda giliran kau sekarang kasih pendapat tentang rencana kita ini.” Saya mengatakan,” saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo, dia memilih wakilnya F.X . Hadi Rudyatmo, ketua DPC PDI Perjuangan Solo yang kebetulan beragama Katolik. Setelah dia menjadi Gubernur DKI Jakarta, Hadi Rudyatmo yang beragama Katolik yang menjadi Wali Kota Solo. Kemudian saat dia menjadi Gubernur DKI, Jokowi memilih wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang kebetulan beragama Kristen. Kemudian, Jokowi pergi dan Ahok yang menjadi Gubernur. Nah, apakah tradisi itu nanti akan diteruskan, Saudara Luhut? Apa iya, jika nanti ada apa- apa wakilnya yang Kristen sudah bisa diterima oleh para elit politik Indonesia untuk menjadi Presiden? Apakah kondisi ini nantinya tidak menjadi kontra produktif terhadap pencalonan Jokowi sebagai Presiden? Belum selesai saya menyampaikan pendapat, tiba- tiba Luhut menyergah, “ sudah, jangan diteruskan, Panda. Aku sudah menangkap apa yang kau mau. Dengan ini, saya menyampaikan saya tidak maju menjadi Cawapres.” Beberapa temannya mengacungkan jempol kepada saya dari bawah meja, termasuk Fachrul Razi. Karena, mereka semula segan membantah omongan Luhut. Seketika setelah saya bicara, suasana menjadi cair, wajah- wajah mereka ceria dan tidak kaku lagi. “Konsentrasi kita sekarang memperkuat Bravo 5, mendukung Jokowi,” kata Luhut bersemangat. Nama Bravo 5 terinspirasi dari jalan Banyumas nomor 5, Menteng, Jakarta Pusat, rumah mertua Luhut.” Halaman (902-904) Lalu soal bagaimana PN menjadi “Informan Jokowi”. PN menceritakan hubungan LBP dan surya Paloh yang kurang baik dan hampir berkelahi secara fisik di hotel Borobudur, Jakarta Pusat tahun 2014 halaman (907-909). Berikut kutipannya: “Ketika Jokowi belum lagi genap dua bulan sebagai presiden di periode pertamanya, misalnya, saya informasikan mengenai konflik yang terjadi antara Luhut B. Panjaitan dan Surya Paloh, menjelang Munas Golkar 2014. Partai Golkar ketika itu memang sedang kisruh karena terjadi polarisasi terkait akan diadakannya pemilihan ketua umum baru. Saya sendiri mendapat informasi ini dari seorang kawan, yang kemuadian saya konfirmasi langsung ke Surya dan Luhut. Menurut kawan saya, Luhut dan Surya bahkan akan sempat berkelahi secara fisik di Hotel Borobudur, Jakarta. Ketika itu, keduanya dipertemukan di hotel tersebut oleh pengusaha Tomy Winata. Maka, ketika mendapat informasi soal konflik kedua tokoh tersebut, saya pun menanyakan soal ini kepada Tomy terlebih dahulu. “Aduh, pak Panda, maksud saya sebenarnya baik, saya mau mempertemukan mereka karena keduanya kan sama- sama teman. Tapi, saya tidak menyangka keduanya malah jadi ribut, menyesal juga saya,” kata Tomy. Setelah itu, saya datanglah Surya. Dia mengatakan, peristiwa itu hanya bikin malu dirinya kalau diceritakan kepada saya. “Lho, malau kenapa? Perbedaan pendapat itu kan biasa dan kita juga biasa diskusi,” kata saya. Akhirnya Surya pun mau berceritra. Dia mengatakan, meski dirinya sudah punya partai sendiri, partai Nasdem, dia sebagai orang yang dibesarkan oleh Golkar merasa punya tanggung jawab kalau ada masalah di dalamnya. Itulah yang membuat Luhut sebagai kader Golkar marah kepada Surya. “Aku bukan mau membela Luhut, Sur, tapi kau memang tidak bisa lagi ikut dalam urusan Golkar karena, kau sudah di Nasdem,” kata saya. Kemudian, saya menemui Luhut untuk mendapat informasi dari kedua belah pihak. Luhut menyangka Surya mengadu kepada saya mengenai pertikaian tersebut. “Enggak, aku dapat cerita dari seorang kawan,” kata saya. Luhut pun mengatakan dirinya awalnya hanya mau mengingatkan Surya agar tidak lagi ikut cawe- cawe di Golkar., “Tapi, dia keras kepala, Pan. Padahal, apa pun alasanya, apa pun pembenarannya, dia nggak ada urusan lagi sama Golkar,’ tutur Luhut. Kini, gaduh wacana penundaan pemilu 2024 yang otomatis perpanjang masa presiden, yang mana nama Menko Maritim dan Investasi dilansir dari portal Tempo.Co Senin (7 Maret 2022) ” Luhut Disebut Sempat Kumpulkan Ketua Partai Bahas Penundaan Pemilu”. Publik ingin tahu, bagaimana hubungan Luhut, Megawati, Surya Paloh dan Jusuf Kalla, apakah sudah berdamai? Kalau sudah berdamai,apakah mereka ikut diajak pertemuan dalam wacana penundaan pemilu 2024? Kok Megawati dan Surya Paloh menolak? Mengapa? Tanyakan saja ke Bang PN? Ya, dua kali saya menghubungi belum di respons, tidak biasanya bang PN telat respons kalau saya kontak. Akhirnya saya mikir juga, jangan- jangan bang PN sedang sibuk rapat di pinggir kolam bahas wacana penundaan pemilu 2024? (*)
Pak Jokowi Bisa Deklarasikan Keadaan Darurat 25 Tahun
Oleh Asyari Usman, Jurnalis Senior FNN SETELAH upaya untuk menunda pemilu kandas, dalam beberapa hari ini muncul kembali gagasan tiga periode untuk Jokowi. Di sejumlah daerah di Jawa, “rakyat” membuat deklarasi yang mendukung tiga periode. Tidak jelas apakah “rakyat” yang dimaksud itu bukan kerumunan rekayasa. Kelihatannya, kubu Jokowi kembali ke strategis awal. Yaitu, berusaha mengubah UUD 1945 agar batasan dua periode untuk jabatan presiden bisa menjadi tiga periode. Skenario ini jauh lebih mudah ketimbang menunda pemilihan umum. Tapi, benarkah tiga periode lebih mudah? Tidak juga. Upaya untuk mengubah UUD pasti tidak akan pernah enteng. Parpol-parpol besar akan menjadi rintangan. Ini yang tidak mudah. Sebab, mereka juga punya ambisi untuk merebut kursi presiden. Mereka tidak akan bisa digiring untuk menyetujui tiga periode. Sebetulnya, penundaan pemilu masih sangat terbuka bagi Presiden Jokowi. Kalau benar dugaan bahwa beliaulah yang menginginkan penundaan itu, Pak Jokowi tak perlu repot-repot. Cukup dengan satu-dua lembar kertas saja. Ini saran kepada Presiden Jokowi. Keluarkan dekrit yang menyatakan negara dalam keadaan darurat. Tapi, jangan tangung-tanggung. Berlakukan keadaan darurat selama 25 tahun sampai 2054. Memang ada risko tetapi ada modal besar Pak Jokowi. Yaitu, survei yang menunjukkan tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja Jokowi mencapai 73%. Ini modal yang dahsyat bagi Jokowi. Kalau ada yang bertanya apa yang darurat? Belakangan saja dijelaskan. Yang penting didekritkan dulu. Banyak kok yang darurat. Misalnya, darurat pembangunan ibu kota baru, darurat minyak goreng, darurat bisnis tes PCR, darurat perang Rusia-Ukraina, darurat karir Gibran dan Bobby, dlsb. Setelah diumumkan keadaan darurat, terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Dengan Perppu ini, pemilu 2024 ditunda. Semua lembaga perwakilan seperti DPR, DPD, DPRD, dibubarkan. Begitu pula lembaga-lembaga lainnya. Bubarkan pula semua partai politik. Ambil alih semua kekuasaan. Bekukan UUD 1945. Tak usah takut. Sebab, kalau 73% puas, apa yang dikhawatirkan? Berlakukan darurat militer. Siapkan panglima TNI dan Kapolri yang akan mengamankan dekrit dan kekuasaan darurat. Semua kekuasaan akan berada di tangan Presiden Jokowi. Batasi hak-hak sipil. Demonstrasi (unjuk rasa) dilarang dengan ancaman tembak di tempat. Bubarkan semua komisi perlindungan hak sipil seperti Komnas HAM, Komnas Anak, dll. Sebarkan intelijen ke seluruh pelosok negeri. Inteli semua rumah warga negara. Siapa saja yang melawan, tangkap. Masukkan ke penjara. Kebut pembangunan 10,000 penjara baru. Tidak ada prosedur peradilan. Karena memang semua kekuasaan, termasuk kekuasaan kehakiman, ada di tangan Jokowi. Semua organisasi kepengacaraan, bubarkan. Kalau ada pengacara yang menentang, tangkap langsung. Jebloskan ke penjara. Berlakukan larangan berkumpul lebih dari dua orang. Warga masyarakat tidak boleh keluar rumah setelah pukul 21.00. Umumkan sanksi keras bagi pelanggaran larangan keluar rumah (curfew). Jam malam ini berlakukan juga sampai 2054. Bagaimana kalau ada perlawanan rakyat secara serempak? Pasti ada kemungkinan itu. Rakyat akan melawan begitu Pak Jokowi mengeluarkan Perppu keadaan darurat 25 tahun. Bahkan, para Jokower pun mungkin akan menentang juga. Tapi, keadaan darurat akan memberikan kewenangan besar kepada Jokowi untuk menumpas perlawanan --dengan segala cara. Untuk keamanan Pak Jokowi, tempatkan tank dan panser di sekeliling Istana. Buat landasan untuk helikopter ukuran besar di komplek Istana. Helikopter besar itu harus bisa terbang jarak jauh. Dan harus bisa mengangkat kargo 20 peti. Umumkan bahwa bandara Halim PK hanya untuk keperluan Presiden. Tidak boleh lagi ada penerbangan sipil di bandara ini. Siapkan pesawat khusus kepresidenan yang siaga 24 jam. Siapkan tempat pendaratan di Penajam Paser dan di luar negeri seandainya ada keperluan mendadak. Korea Utara, China atau Zimbabwe kelihatannya siap membantu. Inilah saran andaikata benar Pak Jokowi perlu menambah masa kekuasaan. Percayalah, periode ketiga saja tidak akan mencukupi. Makanya disarankan pemberlakukan keadaan darurat selama 25 tahun.[]
Kadaluwarsa Kok Bisa Ditunda
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan NEGERI ini sepertinya berantakan. Baru baru ini berita di republika.co.id cukup lucu tetapi membuat hati trenyuh dimana vaksin yang sudah \"expired date\" akan didiskusikan dengan pakar untuk kemungkinan diperpanjang masa lakunya. Weleh. Rupanya sekarang ini musimnya mundur-munduran setelah ramai kemarin soal pemilu yang diusulkan untuk ditunda oleh tiga Ketum Partai yaitu PKB, PAN, dan Golkar. Meski partai politik lain tidak sejalan tetapi usulan ini membuat heboh. Menko Luhut dan Presiden dikait-kaitan dengan ajuan penundaan tersebut. Presiden yang akan kedaluwarsa pada tahun 2024 diwacanakan diperpanjang. Presiden sendiri ambigu menyikapinya di satu sisi akan taat Konstitusi, artinya akan patuh pada masa jabatan hanya dua periode, dilain sisi justru menyatakan tidak bisa melarang usulan tersebut karena menurutnya hal itu adalah bagian dari dinamika demokrasi. Mungkin demokrasi terpimpin. Kemungkinan perpanjangan masa berlaku vaksin Covid 19 ini disampaikan oleh Jubir Satgas Penanganan Covid 19 Wiku Adisasmito. Hal ini dimaksudkan agar sisa stock vaksin yang ada tidak terbuang sia-sia. Ada sekitar 18 juta stock vaksin. Menurutnya perpanjangan itu dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan para pakar. Meski hasil telaahan dan kehati-hatian akan tetapi fenomena perpanjangan masa berlaku vaksin yang telah kedaluwarsa adalah menarik dan mungkin mengejutkan. Memunculkan kekhawatiran publik akan dampak yang diakibatkannya. Jangankan kedaluwarsa yang masih dalam tenggat waktu saja masih terdengar adanya dampak itu. Menurut Ketua Tim Riset Uji Klinis Covid 19 dampak penyuntikan vaksin kedaluwarsa adalah dapat mengurangi sensitivitas vaksin sehingga antibodi yang terbentuk menjadi rendah, bahkan vaksin Sinovac tidak membentuk antibodi sama sekali. Ahli lain menyebut dampak negatif tergantung pada kondisi tubuh seseorang. Mungkin pihak Kemenkes memiliki berbagai alasan terhadap perpanjangan kedaluwarsa vaksin termasuk agar jutaan stock tidak terbuang sia-sia. Akan tetapi semestinya perhitungan jumlah, alokasi, dan mekanisme penyuntikan harus diperhitungkan dengan tepat. Termasuk risiko untuk membuang sisa stock vaksin yang telah kedaluwarsa. Aspek prinsipil disini juga terkait masalah \"perlindungan konsumen\" dimana konsumen sama sekali tidak mengetahui suatu vaksin itu kedaluwarsa atau tidak. Ketika aspek ekonomi bisnis dan politik menjadi pertimbangan dari suatu kebijakan, maka biasanya selalu menimbulkan masalah. Perpanjangan masa laku vaksin kedaluwarsa pun bakal menimbulkan masalah. Begitu juga masa berlaku Presiden yang akan diperpanjang setelah \"expire date\" atau kedaluwarsa dipastikan akan menimbulkan masalah konstitusional. Demi menjaga dan melindungi kesehatan apapun jika masa laku sudah habis atau kedaluwarsa maka kita tidak perlu ragu-ragu lagi untuk tidak menggunakan atau membuangnya. Apakah itu Vaksin maupun Presiden. (*)
Radikal dalam Menghakimi Radikalisme
Saya hanya ingin mengatakan masanya untuk semua menghentikan politisasi isu radikalisme. Selain hanya menambah keresahan dalam masyarakat, juga akan semakin mempertajam kecenderungan karakter “we vs them” (kami lawan mereka). Oleh: Imam Shamsi Ali, Ustadz di Paman Sam SERINGKALI kita dengarkan istilah politisasi agama. Tentu yang dimaksud demikian adalah penggunaan atau pelabelan agama untuk kepentingan-kepentingan politik. Dengan kata lain agama dijadikan obyek demi meraih kepentingan politik. Atau sebaliknya isu agama juga sering dipakai untuk mengganjal lawan politik. Akibatnya dalam penilaian tentang sesuatu atau seseorang tidak lagi berdasarkan nilai baik atau buruknya. Tapi lebih kepada kepentingan politik tertentu. Contoh kecil dalam busana misalnya. Betapa larisnya baju-baju koko dan kopiah di musim-musim politik untuk berkunjung ke masjid-masjid dan majelis ta’lim. Juga banyak politisi wanita yang selama ini alergi dengan hijab tiba-tiba berhijab rapih. Sebaliknya tuduhan-tuduhan ekstremisme atau radikalisme kerap digaungkan dimusim-musim politik. Tentu dimaksudkan untuk menekan dan mengganjal pihak-pihak tertentu yang dianggap gangguan bagi sebagian untuk mendapatkan kepentingan politiknya. Sebaliknya prilaku radikal dan intoleransi dipertontonkan oleh sebagian orang atau sekelompok orang tertentu dengan tanpa malu tetap saja dibiarkan. Bahkan seolah dipelihara dan mendapat perlindungan. Akibatnya konsep moderasi atau radikalisme menjadi aneh dan membingungkan. Moderasi menjadi seperti yang sering saya sampaikan berbentuk moderasi sepihak. Sebaliknya radikalisme juga menjadi terasa sangat dipaksakan pada pihak tertentu. Jahatnya kerap kali label radikal ini tidak berakhir pada tataran persepsi atau wacana semata. Tapi sering menjadi alat perangkap untuk menjerumuskan pihak-pihak tertentu atas nama keamanan dan loyalitas kebangsaan. Saya kembali teringat peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Di mana saat itu kata radikalisme atau ekstrimisme menjadi kata yang paling populer berdampingan dengan kata “terror”. Sehingga peperangan yang disebut “war on terror” ketika itu tidak bisa dilepaskan dari peperangan kepada mereka yang dilabel “kaum radikal”. Belakangan opini tersebut semakin tergiring menuju kepada satu kelompok. Yaitu orang-orang Islam yang tidak setuju dengan kebijakan global Amerika dan sekutunya di berbagai belahan dunia, khususnya di Timur Tengah. Tapi oleh pihak-pihak tertentu penggiringan opini semakin mengarah kepada Umat Islam. Pada akhirnya apa yang disebut sebagai peperangan kepada teror atau “war on terror” tadi berubah menjadi peperangan kepada umat Islam atau Islam (war on Islam). Inilah Sesungguhnya di kemudian hari yang diterjemahkan oleh Donald Trump dalam sebuah kebijakan “Muslim Ban” atau pelarangan orang Islam masuk Amerika. Dimulai dari 7 negara. Tapi tujuannya mengarah kepada pelarangan secara totalitàs orang-orang Islam untuk masuk Amerika. Pada sisi lain, sejak Bush hingga Trump ada pihak-pihak tertentu yang kemudian dilabeli “Muslim moderate”. Pelabelan itu bukan berdasar pada nilai moderasi itu sendiri. Tapi lebih kepada dukung mendukung untuk kepentingan politik global mereka. Di zaman GW Bush misalnya Saudi Arabia dijuluki sebagai negara/bangsa yang moderate. Saya masih ingat bagaimana Pangeran Bandar bin Sultan, Dubes Saudi untuk AS ketika itu begitu akrab dengan Presiden Bush. Padahal dari sekian yang dituduh sebagai pelaku serangan 9/11 mayoritasnya berkebangsaan Saudi Arabia. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa ternyata penilaian radikal dan/atau sebaliknya moderat itu banyak ditentukan oleh kepentingan, termasuk kepentingan politik. Dan pada akhirnya nilai moderasi atau sebaliknya radikalisme itu terasa kehilangan esensinya. Hari-hari ini Isu radikal kembali ramai dibicarakan. Banyak tokoh agama yang dimasukkan ke dalam deretan Ustadz-Ustadz radikal. Yang pada umumnya tidak memiliki justifikasi yang jelas. Beberapa kriteria Ustadz radikal yang disampaikan juga terasa remang-remang dan dipaksakan. Satu di antara kriteri itu adalah anti Pancasila. Dalam perspektif nasionalisme, tentu kriteria ini sah-sah saja. Tapi ancaman terhadap Pancasila memangnya hanya dari para Ustadz? Bagaimana dengan mereka yang berpaham komunis yang mengancam ketuhanan? Bagaimana pula dengan para koruptor yang merusak keadilan sosial dan kemanusiaan? Hal lain bahwa Ustadz radikal itu sering mengkafirkan. Mengkafirkan sesama Muslim memang dilarang. Bahkan bisa saja yang mengkafirkan itu terjatuh ke dalam kekafiran. Tapi mengkafirkan mereka yang “tidak mengimani” ajaran Islam itu memang demikian adanya . Karena memang kata kafir berarti “tidak mengimani” alias mengingkari. Kata kafir dalam arti “tidak mengimani” inilah yang disebut dalam Al-Quran. Islam sangat jelas dalam mengatur relasi pwmerintah (raa’i) dan rakyat (ra’iyah). Islam sangat memperketat bolehnya rakyat untuk melawan pemerintah. Tapi Islam pada saat yang sama mengajarkan bahwa mengkritisi pemerintan dalam hal-hal yang salah menjadi kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Apalagi dalam tatanan negara demokrasi pemerintah dikontrol oleh kekuasaan tertinggi (rakyat). Isu lain adalah ekslusifitas yang juga menjadi rancu ketika dihubungkan dengan agama. Karena pada semua agama ada Karakter ekslusif. Khususnya ketika bersentuhan dengan akidah dan ibadah ritual. Umat ini sadar bahwa membangun kesatuan dan ukhuwah itu penting. Baik ukhuwah imaniyah maupun wathaniyah. Tapi bukan berarti membuka batas-batas yang memang berbeda secara mendasar. Ada hal-hal ekslusif dalam beragama. Dan itu tidak perlu dianggap tidak bersahabat. Apalagi dinilai radikal. Demikian juga dalam hal budaya dan tradisi. Islam adalah agama universal. Karenanya Islam ada di seluruh belahan dunia. Mau atau tidak Islam akan bersentuhan dengan semua kultur dan budaya. Namun kehadiran Islam di sebuah lokalitas tidak merubah atau menghapus budaya lokal. Tapi lebih kepada mengoreksi atau membenarkan jika ada yang secara mendasar bertentangan dengan prinsip dasar ajaran agama. Itulah yang disebutkan dalam hadits: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak (maakarimal akhlak)”. Oleh karena itu kriteria-kriteria yang dijadikan alasan untuk menuduh sebagian Ustadz radikal tidak jelas dan rentang membawa kepada penilaian sepihak. Dan tentunya yang paling mendasar dari semua ini adalah kenapa hanya Ustadz-Ustadz? Bagaimana dengan pemimpin agama lain? Bagaimana para politisi yang korup? Bagaimana para pebisnis yang ekslusif dan mengancam keadilan sosial? Tidakkah mereka itu termasuk kaum radikal yang mengancam bangsa dan negara? Saya hanya ingin mengatakan masanya untuk semua menghentikan politisasi isu radikalisme. Selain hanya menambah keresahan dalam masyarakat, juga akan semakin mempertajam kecenderungan karakter “we vs them” (kami lawan mereka). Kecenderungan memecah belah atau ‘divide at empire’ ini juga jangan-jangan memang jadi bagian dari pelemahan Umat dan bangsa itu sendiri. Karena sesungguhnya Umat dan tokoh-tokohnyalah, termasuk para Ustadz, yang menjadi tulang punggung ketahanan bangsa. Dan kecurigaan-kecurigaan itu wajar saja terbangun karena sejak lama semakin terasa jika memang ada “hidden power” yang bermain dan bertepuk di balik layar. Semoga tidak! Jamaica City, 8 Maret 2022. (*)
Hore, Luhut Mengemis ke Saudi Arabia
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan Di tengah kecenderungan tangan-tangan Pemerintah sangat anti Arab, kejutan muncul berupa pertemuan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan dengan putera mahkota Kerajaan Saudi Arabia Muhammad Bin Salman (MBS). Pertemuan keduanya membahas investasi Saudi Arabia di Indonesia baik energi baru dan terbarukan, lingkungan hidup, dan tentu saja ajakan investasi pada proyek IKN baru. Riang gembira Luhut ketemu MBS \"saya tak pernah menyangka pertemuan saya dengan Pangeran akan terwujud dalam suasana akrab seperti ini, dimana saya diundang untuk acara makan malam di halaman Istana Kerajaan bersama jajaran kabinet senior Arab Saudi\". Aneh Luhut merasa bahagia dan riang gembira padahal selama ini selalu mendapat \"pelukan hangat\" dari \"sahabat yang lebih akrab\" Republik Rakyat China. Adakah perubahan arah untuk kini berkeliling \"mengemis investasi\" ke dunia Arab seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan lainnya. Lalu China kemana ? Apa hasil dari berakrab-akrab \"jual kedaulatan\" dengan menerima TKA Cina yang banyak itu ? Ditipukah oleh janji-janji indah pak Ji Ping sehingga terpaksa harus makan malam di Istana Kerajaan Saudi? Pejabat Indonesia ini aneh di satu sisi butuh duit dari negara-negara Islam, tetapi di lain pihak kebijakannya tidak bersahabat dengan umat Islam di negerinya sendiri. Islamophobia dibiarkan meraja lela. Anti Arab pun merebak. Sebutan Kadrun \"ala PKI\", do\'a menafikan bahasa Arab,Tuhan bukan orang Arab, hingga penzaliman kepada keluarga keturunan Arab seperti Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar Smith. Radikal radikul diarahkan terang-terangan kepada pendakwah dan aktivis Islam. Tokoh Islam pun diadili. Hilangnya rasa malu dan kesadaran ini menjadi fenomena politik. Sadarkah Luhut Binsar Panjaitan yang beragama Kristen itu akan pesan dari hadiah kiswah Ka\'bah, kotak hitam berisi tasbih dan duplikat kunci Ka\'bah, serta bingkai kaligrafi ayat-ayat Qur\'an ? Mengapa bukan hadiah pedang atau hiasan pohon kurma yang lebih netral dan menjadi simbol Kerajaan Saudi Arabia ? Bergaya, ngotot, dan berambisi untuk memindahkan Ibukota Negara dengan tahap awal membangun Istana, gedung DPR, Gedung MPR, DPD, MA, KY, dan Gereja itu sudahkah dipastikan memiliki uang ? Ternyata belum. Menkeu pun mengeluh. UU sudah diproduk, Kepala Otorita segera ditunjuk, Jokowi siap berkemah, eh ini baru berkeliling mengemis-ngemis cari investasi. Ke Saudi lagi. Umat Islam Indonesia sedang tidak merasa nyaman atas pola kebijakan politik Pemerintahan Jokowi saat ini. Dinilai selalu memojokkan. Membunuh sadis enam kader umat di peristiwa KM 50 disikapi santai-santai saja. Malah terkesan bermain-main dengan hukum. Belum lagi penzaliman sebelumnya seperti pembunuhan di depan Bawaslu dan tewasnya ratusan petugas KPPS yang \"case closed\". Mencibir Islam dan Arab di dalam negeri sambil mengemis berkeliling ke dunia Arab atau dunia Islam sebagai politik luar negeri, menunjukkan wajah politik yang hipokrit dan memalukan dari pejabat yang memang tidak punya rasa malu. Jadi teringat kebodohan Menteri Pertanian Rusia yang menggagas untuk meningkatkan ekspor babi ke Indonesia dengan mengambil contoh Jerman yang memproduksi 5,5 juta babi konon 3 juta ekor diekspor ke Asia termasuk Indonesia. Presiden Putin tertawa. Ia geli pada ide bodoh itu. Indonesia mayoritas penduduknya adalah muslim yang tentu tidak memakan babi. Luhut Binsar Panjaitan yang beragama Kristen itu diberi hadiah kiswah Ka\'bah, kaligrafi ayat Qur\'an dan lainnya. Ini sebagai peringatan sekaligus penyadaran bahwa Pemerintah harus bersikap lebih santun dan bersahabat dengan umat yang berkiblat ke Ka\'bah itu. Stop Islamophobia pak Jokowi. Kita menepuk jidat, tapi bersorak gembira \"Horeee.. Luhut mengemis ke Saudi Arabia!\". (*)
“Opung” Luhut Inspirator Penundaan Pemilu?
Jika Presiden Jokowi tidak pernah perintah Luhut untuk mengkodisikan PKB, Golkar, dan PAN untuk perpanjangan masa jabatan, Presiden harus perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk periksa Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto, dan Zulkifli Hasan. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN MESKIPUN Juru Bicara Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, yakni Jodi Mahardi, sudah membantah kalau usulan penundaan Pemilu 2024 tersebut didesain oleh Luhut, toh isu ini semakin liar. Dia mengakui bahwa Luhut memang sering bertemu dengan tokoh politik. Tapi, dia menampik usulan penundaan Pemilu 2024 didesain oleh Luhut. “Pak Luhut kan sering bertemu dengan berbagai tokoh politik. Itu mungkin dilakukan Pak Luhut untuk mem-brief perkembangan terkini. Tapi, setahu saya tidak ada pembahasan atau perpanjangan itu dari ide Pak Luhut itu, enggak ada,” katanya seperti dilansir CNNIndonesia.com. Menurut Jodi, pertemuan Luhut dengan petinggi-petinggi partai politik itu adalah hal yang wajar. Selain silaturahmi dengan partai koalisi pemerintah, kata Jodi, Luhut pun terbuka dengan pihak oposisi. Luhut mengamati saja bagaimana perkembangan aspirasi di masyarakat, “Tapi bagaimana posisi beliau dalam isu ini saya enggak tahu,” kata Jodi. Konon, misi penundaan pemilu 2024 sebenarnya sudah diupayakan sejak lama. Bukan hanya baru-baru ini. Alasannya, ada sejumlah program pemerintah yang belum rampung akibat pandemi Covid-19. Salah satu yang jadi alasan adalah proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Misi memunculkan isu penundaan pemilu 2024 juga didasari big data dari jutaan percakapan dalam media sosial. Diklaim, ada begitu banyak bahkan mayoritas di medsos yang mendukung jika Presiden Joko Widodo lanjutkan menjabat. Setelah itu baru diatur siasat siapa saja tokoh yang perlu bicara di depan publik. Diawali Menteri Investasi Bahlil Lahadalia sudah menyampaikan pada 10 Januari lalu. Dia mengklaim usulan itu aspirasi dari pengusaha. Kemudian dilanjutkan Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Menurut sumber FNN di lingkungan Istana, sumber kegaduhan penundaan Pemilu 2024 ini tidak lain adalah “Opung” Luhut sendiri. “Opung berambisi untuk membuat pemerintahan Jokowi diperpanjang 2 tahun. Seperti yang dikondisikan Opung pada PKB, Golkar, dan PAN,” ungkapnya. “Janji Opung saat melakukan pendekatan, partai yang berhasil membuat Pemilu 2024 mundur 2026 atau 2017 nantinya akan dapat jatah 1 Menteri atau wakil menteri,” lanjut sumber tadi. Rencana Opung Luhut itu ditentang petinggi PDIP seperti Hasto Kristiyanto, Puan Maharani, dan Megawati Soekarnoputri. Mereka menentang keras dan melawan ambisi Opung Luhut tersebut. Sebelumnya, Partai Demokrat dan PKS telah menyatakan sikapnya menolak usulan penundaan Pemilu 2024 itu. Disusul oleh PDIP dan Partai Gerindra. Tolak penundaan Pemilu 2024. Sikap sama juga sudah diumumkan KPU. Tinggal PPP yang belum menyatakan sikapnya. Diharapkan, PPP bersikap sama. Tolak penundaan Pemilu 2024. “Jika menolak, PPP akan gawat dan hancur pastinya,” ungkap sumber tadi. Semua data korupsi terkait kepengurusan PPP selama ini akan dibongkar ke publik. Sehingga Nahdliyin tahu, bahwa PPP itu partai korup yang harus ditinggalkan umat Islam. Wakil Ketua Umum Gerindra Sugiono menegaskan bahwa Gerindra taat terhadap konstitusi, dimana amanat UUD NRI 1945 jelas memerintahkan bahwa pemilu digelar 5 tahun sekali. Sugiono mengatakan, Indonesia sudah memilih demokrasi sebagai sistem politik. Salah satu perwujudan dari demokrasi tersebut, lanjutnya, adalah penyelenggaraan pemilu secara tetap dan periodik. Menurutnya, rakyat secara umum telah menunjukkan keinganannya agar pemilu pada 2024 tetap dilaksanakan. Di samping itu, pemerintah dan DPR telah sepakat bahwa pemilu akan diadakan pada 14 Februari 2024. “Gerindra akan selalu taat kepada ketentuan dan asas konstitusional. UUD NRI tahun 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali dan itu merupakan sebuah perintah yang jelas dari konstitusi kita,” ungkap Sugiono. “Hal-hal tersebut, menurut saya merupakan alasan-alasan mengapa kami tidak setuju dengan wacana penundaan Pemilu 2024 tersebut,” lanjutnya. Cerita Zulhas Adalah petinggi PAN Zulkifli Hasan yang membuka cerita pertemuannya dengan Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu. Zulhas mengaku diundang “Opung” Luhut khusus membicarakan usulan penundaan Pemilu dan Pilpres 2024. PAN diminta untuk mendukung dan harus disampaikan ke publik oleh ketua umum dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemenangan Pemilu PAN yang digelar 15 Februari 2024. Opung mengklaim, Presiden Jokowi sudah setuju. Zulkifli lantas meminta pendapat dari elite partainya. Seorang petinggi PAN membeberkan, Zulhas bertanya apakah tepat jika PAN menjadi partai pertama yang melontarkan usulan penundaan Pemilu 2024 di forum Rakornas Pemenangan Pemilu Partai. Semua petinggi PAN yang hadir di rumah Zulhas itu sepakat tidak terburu-buru menyampaikan usulan tersebut, dan perlu membahasnya bersama pengurus lainnya. Ketika dikofirmasi soal pertemuannya dengan Opung, Zulhas tak menjawab secara gamblang. “Saya komunikasi biasa saja dengan Pak Luhut,” ujarnya di DPR, Jumat lalu (25/2/2022). Sepekan kemudian, pengurus PAN kembali menggelar pertemuan pada 23 Februari. Kali ini digelar di salah satu restoran milik putra Ketua Dewan Kehormatan PAN Soetrisno Bahir di Kawasan Senayan. Salah satu pengurus PAN yang hadir bercerita, di tengah jamuan, Zulhas pamit karena ada pertemuan mendadak dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Zulhas lalu kembali dan menceritakan hasil pembicaraan dengan Airlangga ke pengurus PAN yang masih berada di restoran. Kepada Zulhas, Airlangga menegaskan dukungan Golkar atas penundaan Pemilu 2024 itu dan akan menyampaikan saat kunjungan kerja ke Riau, 24 Februari lalu. Airlangga juga telah meminta Zulhas segera bicara terbuka atas nama PAN mendukung penundaan Pemilu 2024 ini. Airlangga pun meyakinkan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkannya untuk mendorong penundaan Pemilu 2024. Saat dikonfirmasi, dia mengakui ada perbincangan dengan Airlangga soal penundaan pemilu 2024. “Saya komunikasi dengan Pak Airlangga, tetapi enggak ada setting-an kami bertiga bicara berbarengan ya,” katanya. Karena tidak mendapat dukungan penuh dari partai koalisi, bola panas isu penundaan pemilu 2024, tampaknya siap berganti dengan isu “tiga periode” masa jabatan presiden. Apakah isu terakhir ini merupakan “Plan B” setelah “Plan A” dinilai gagal meyakinkan parpol koalisi? Seperti dilansir Antara, Senin (7/3/2024), Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan Presiden Jokowi mempunyai sikap dan komitmen yang jelas bahwa pemilu tetap digelar pada 2024. Presiden saat memimpin Rapat Kabinet pada 14 September 2021 dan 27 September 2021 justru memerintahkan jajarannya untuk memastikan Pemilu 2024 berjalan aman, lancar, dan tidak memboroskan anggaran, terang Mahfud. “Sama sekali tidak pernah ada pembicaraan masalah penundaan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan (presiden),” tegas Mahfud. Jika Presiden Jokowi tidak pernah perintah Luhut untuk mengkodisikan PKB, Golkar, dan PAN untuk perpanjangan masa jabatan, Presiden harus perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk periksa Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto, dan Zulkifli Hasan. Bila perlu, ormas, individu, pengamat politik, atau pejuang konstitusi juga melaporkan ketiga Ketum parpol itu ke Polri karena telah memfitnah Luhut dan Jokowi untuk muluskan ego politik partai dengan tunda Pemilu 2024. Untuk membuktikan dia tak khianati konstitusi dan berambisi perpanjang kekuasaan. Karena, argumentasi ketiga Ketum partai itu atas perintah Luhut dengan restu Jokowi. (*)
Mempercepat Pemilu 2024 Demi Keselamatan Bangsa
Alih-alih rezim bermanuver melontarkan usulan penundaan pemilu 2024, respons rakyat justru ingin percepatan pelaksanaan pilpres guna menyelamatkan negara dari krisis multidimensi. Selain dikelola aparat pemerintahan bermental penjahat, bangsa ini kian terpuruk karena dekadensi moral dan kegagalan pembangunan di pelbagai sektor. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI Usulan penundaan pemilu 2024 yang substansinya membungkus syahwat memperpanjang kekuasaan. Semakin berkelindan mengiringi persekongkolan pejabat eksekutif dan legislatif. Paduan suara sumbang dan memekakkan telinga kesadaran, semakin percaya diri dan ndableg meski banyak mendapat cemoohan juga hujatan rakyat. Pasalnya, ditengah suasana yang mengindikasikan keterpurukan dan kebangkrutan Indonesia. Pemerintah malah tak tahu diri dan seperti berhalusinasi memperpanjang jabatan. Utang menjulang yang rentan tak terbayar, keadaan kebijakan fiskal dan moneter yang semakin kritis, kemiskinan mengintai kelangkaan bahan pangan dan menurunnya daya beli rakyat. Malah disikapi rezim sebagai keberhasilan, sehingga pemerintah seperti orang kesurupan mengusulkan penundaan pemilu 2024. Dengan kata lain, sudah bobrok mau lama bekuasa. Dengan kondite dan jejak rekam yang menjadi mimpi buruk dalam sejarah pemerintahan Indonesia yang pernah ada. Cek ombak melambungkan penundaan pemilu 2024 yang diusung berjamaah oleh gerombolan hipokrit, koruptor dan penjilat kekuasaan. Nafsu berkuasa yang malu-maluin itu bukan hanya penghianatan dan kejahatan konstitusi. Lebih dari itu, menyemburkan suasana *\'politik sandera\'* diantara para kekuatan birokrasi dan politisi. Saling pagut-memagut, saling tikam-menikam yang seperti diketahui rakyat akhirnya berujung politik dagang sapi atau kumpulan keramaian asongan politik. Tapi rezim terhentak, sontak terkaget-kaget. Resistensi dan perlawanan politik dari semua kesadaran kritis dan gerakan perubahan. Betapapun niat jahat kekuasaan dikemas secara konstitusional dan seolah-olah dipenuhi akal sehat, kebusukan tetap beraroma menyengat diendus publik. Rakyat terlanjur merasakan, penundaan pemilu 2024 merupakan representasi penyakit dan sekaratnya kekuasaan yang disokong oligarki. Meninggalkan kerusakan dan kehancuran sistem serta harus mempertanggungjawabkan limpahan kucuran cuan oligarki. Rezim kini dalam keadaan SOS, semakin kebablasan dan menjadi rezim otoriter dan diktator. Atau mengambil pilihan sadar dan bertanggungjawab kepada rakyat atas semua distorsi penyelenggaraan negara. Pemerintahan Jokowi terpaksa menemui situasi dilematis, menimbang-nimbang reaksi oligarki atau menghadapi pengadilan rakyat. Sejauh tarik ulur usulan penundaan pemilu berkembang. Rakyat seperti semakin terkonsolidasi terus meningkatkan gelombang aksi demostrasi dan penolakan aturan pemerintah, yang bisa saja mewujud pembangkangan sipil. Seperti eskalatif dan akumulatif, tuntutan Jokowi mundur semakin menggema di seantero publik. Lupakan penundaan pemilu 2024, karena sesungguhnya rakyat mendesak pilpres secepatnya diadakan sebelum 2024. Ganti presiden sekarang juga. Demi keselamatan dan masa depan bangsa dalam bingkai Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI. (*)
Pemilu Ditunda? No Way!
Oleh Tony Rosyid, Pengamat Politik Jokowi menolak amandemen UUD 45. Ini artinya, presiden menolak aturan pemilu diubah. Dengan begitu, pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Setiap Presiden hanya berhak menjadi Presiden dua periode, tidak lebih. Megawati, ketum PDIP, atasan Jokowi di partai, juga dengan tegas menolak pemilu ditunda. Megawati bilang: itu inkonstitusional. Sebelumnya, PKS sebagai partai oposisi sudah lebih dulu menyampaikan penolakannya. Kemudian Demokrat, PPP, Nasdem dan Gerindra juga menolak pemilu ditunda. Empat partai bersama PDIP dan PKS sepakat pemilu dilaksanakan tanggal 14 Pebruari 2024. Gak ada ruang untuk penundaan. Tidak hanya parpol, Dewan Parwakilan Daerah (DPD) melalui ketuanya yaitu LaNyalla juga dengan sangat tegas menolak usulan pemilu ditunda. Muhammadiyah, ormas terbesar kedua di Indonesia, melalui Sekjennya, juga tak kalah tegasnya ketika menolak pemilu ditunda. Majelis Ulama Indonesia atau MUI juga menolak. Begitu juga para akademisi. Diantaranya para guru besar dan mahasiswa siap turun ke jalan jika pemilu benar-benar ditunda. Berdasarkan sejumlah survei, rakyat secara mayoritas menolak pemilu ditunda. Dalam hal ini, rakyat lintas parpol, ormas dan dukungan politik, kompak menolak pemilu ditunda. PAN yang mengusulkan pemilu ditunda sedang dihakimi oleh kadernya. Partai ini dianggap mengkhianati konstitusi dan konstituennya. Bahkan ada ancaman KLB kalau ketum PAN tidak minta maaf dan mencabut usulannya itu. Golkar dan PKB, dua partai yang ikut mengusulkan pemilu ditunda juga mendapatkan penghakiman oleh publik. Gelombang penolakan terhadap usulan pemilu ditunda semakin kuat dan semakin besar. Ini tentu saja berpotensi menciptakan situasi tidak kondusif bagi bangsa ini jika dipaksakan. Kenapa mayoritas rakyat menolak pemilu ditunda? Pertama, itu inkonstitusional. Sebagaimana hal ini diungkapkan oleh ketum PDIP, Ketua Majlis Syura PKS dan sejumlah tokoh lainnya. Kedua, tidak ada alasan kuat untuk menunda pemilu. Tidak ada perang, tidak juga ada bencana besar yang menjadi penghalang untuk diselenggarakannya pemilu. Hal ini diungkapkan salah satunya oleh Surya Paloh, Ketum Partai Nasdem. Jadi, alasan menunda pemilu oleh para pengusul terlihat \"ngasal\" dan berubah-ubah. Tidak konsisten. Dari sini, publik membaca ada pihak-pihak berkepentingan yang ngotot pemilu ditunda. Ketiga, menunda pemilu berpotensi menciptakan kekeruhan sosial dan politik. Jika pemilu dipaksakan untuk ditunda, ini akan dapat menjadi pemicu protes massal yang boleh jadi akan tak terkendali. Menunda pemilu bisa menjadi anti klimaks kemarahan rakyat, dan ini berbahaya bagi keberlangsungan negara kedepan. Jangan sampai ini minjadi trigger lahirnya \"social movement\". Ada pihak-pihak yang disinyalir menunggu bola liar ini tumpah. Mereka akan berselancar di atas gelombang protes rakyat yang berada pada puncak kemarahannya. Ini tidak boleh terjadi. Karena itu, mari kita berkomitmen dengan konstitusi dan sistem demokrasi yang ada. \"Ora usah neko-neko!\" Ada yang menganggap bahwa usul pemilu ditunda itu bagian dari hak berdemokrasi. Memang betul. Tapi mesti mempertimbangkan situasi dan konteks politiknya. Demokrasi memang memberi ruang seluas-luasnya bagi warga negara untuk berpendapat. Namun, tidak berarti bebas tanpa batas dengan tidak menghitung potensi berbahayanya bagi bangsa ini. Karena usulan menunda pemilu diakomodir sebagai bagian dari hak demokrasi, apalagi melibatkan elit politik yang disekenariokan secara sistemik, maka muncul \"hak demokrasi yang lain\" yang mengusulkan pemilu dimajukan waktunya. Ini satu hal yang sensitif dan dapat semakin memperkeruh situasi. Bukan waktu yang tepat untuk saling adu kekuatan. Gak perlu bayar 200 ribu kepada tukang cendol, atau orang-orang kecil lainnya untuk ikut-ikutan mengusulkan pemilu ditunda. Tidak perlu juga memobilisasi massa dari kelompok masyarakat untuk unjuk kekuatan. Ini tidak mendidik, dan sangat ironis. Kalau kita konsisten dengan demokrasi, biarlah semua pendapat itu lahir dan muncul secara naluriyah, tak ada rekayasa, intimidasi dan upeti. Dengan begitu, ruang demokrasi kita akan terjaga kualitasnya dan bermartabat. Sudah saatnya, manuver untuk menunda pemilu dikubur. Rakyat ingin hidup damai, tenang, nyaman dan stabil, tanpa risau dengan bau busuk yang menyengat dari usulan pemilu ditunda. (*)
Boikot Nasi Padang?
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan CUITAN di media sosial dari akun yang dikenal warga cebong itu dihujat netizen sebagai seruan berlebihan. Mungkin membela Menteri Agama yang dilarang menginjak tanah Sumatera Barat akibat membandingkan azan dengan gonggongan anjing. Boikot warung nasi padang di samping tidak relevan juga tidak efektif dan bernuansa SARA. Tiga ketololan atas seruan boikot ini, yaitu : Pertama, masakan padang adalah makanan lokal halal yang telah menasional. Disukai bukan saja oleh orang padang. Keberadaannya tersebar dimana-mana. Penyajian cepat dan tentu saja nikmat meski sedikit pedas. Kedua, alasan sikap masyarakat Sumbar terhadap Menag Yaqut adalah bagian dari perasaan sakit hati atau ketersinggungan umat Islam pada umumnya atas ucapan Menag soal azan dan gonggongan anjing. Masa dikaitkan dengan nasi padang ? Ketiga, kekanak-kanakan ajakan boikot nasi atau masakan padang, sebab jika berbalas maka dapat menjadikan kondisi yang tidak sehat. Ironi jika harus ada boikot warteg, sate madura, coto mangkasara, atau pecel madiun. Ah kacau jadinya. Cuitan yang viral itu adalah \"woii Nusantara.. Boikot produk Minang. Haramkan membeli nasi Padang.. Takebeer\" @K3nshin_KR. Cuitan keterlaluan ini seperti khasnya pengejek Islam pakai \"takebeer\" segala. Semestinya Menag Yaqut dan pendukungnya menyadari akan kekeliruan yang membuat umat Islam mereaksi. Demikian juga Presiden yang telah memberi kepercayaan kepadanya sebaiknya melakukan evaluasi agar pemerintahan dapat berjalan lebih stabil. Tidak berada di atmosfir politik yang selalu gaduh dan gaduh terus. Menu makanan padang beragam ada gulai tunjang, dendeng bathokok, ayam pop, telur balado, ikan tenggiri asam pedas, ati ampela kentang, udang pedas manis, gulai daun singkong dan lainnnya. Tentu tidak lupa daging rendang. Nah rendang ini telah dinobatkan oleh CNN sebagai makanan terlezat pada bulan Juli 2011. Suryadi Sunuri peneliti Universitas Leiden Belanda menjelaskan bahwa masakan padang pertama kali ditemukan dalam iklan harian Pemandangan di Batavia tahun 1937. RM itu bernama Goncang Lidah di Cirebon milik Ismael Naim dengan sebutan populernya Padangsch Restaurant. Situs Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volken Kunde (KITLV) menyatakan RM Padang pertama didirikan di bawah tenda mirip penjual nasi kapau di Bukit Tinggi. Kini Nasi Padang bukan saja telah menasional tetapi juga berada di luar Indonesia seperti RM Indo Kitchen California dan San Fransisco, Restaurant Pondok Buyung di Sydney Australia, serta RM Padang yang ada di Qatar, Malaysia, Tiongkok dan negara lainnya. Jadi lucu lucu saja jika tekanan kepada Menag Yaqut yang dilarang ke Sumatera Barat akibat membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing dilawan dengan boikot produk minang atau mengharamkan nasi padang. Nasi padang itu dijamin halal, tidak seperti beer yang banyak diminum oleh para pembenci agama. Bipang juga haram, lho. Nah yang pasti haram adalah kalau ada orang yang menyamakan riuhnya gonggongan anjing dengan suara azan dari beberapa masjid. Untung saja tidak ada yang begitu. (*)