OPINI
Amandemen UUD 1945 Berbahaya
Oleh Tony Rosyid Banjarnegara, FNN - Amandemen UU 1945, sudah beberapa kali terjadi. UUD 1945 bukan kitab suci, kata Bambang Soesatyo, ketua MPR. Karena itu, bisa diubah dan tak perlu tabu. Kita semua tahu, Bamsoet, panggilan akrab ketua MPR ini adalah inisiator, orang yang paling awal dan paling getol usulkan presiden tiga periode. Entah apa agenda di balik itu, yang pasti semangat itu nampaknya belum surut hingga hari ini. DPR terbelah terkait hal ini. Dua fraksi mendukung Amandemen yaitu PKB dan PPP. Enam fraksi menolak yaitu PKS, Demokrat, Nasdem, Gerindra, Golkar dan PAN. Dua faksi yang berseberangan ini perlu tulisan sendiri untuk membedahnya. Terutama alasan mengapa PKB dan PPP setuju, ini menarik untuk dianalisis kepentingan politiknya dibalik dukungan itu. Tepatnya, ada hal menarik dibalik manuver partai-partai ini. Ditolaknya amandemen UUD 1945 saat ini karena dua alasan. Pertama, alasan normatif. Karena Indonesia sedang fokus hadapi pandemi. Amandemen UUD 1945 bisa membuat pemerintah gagal fokus. Ini argumen normatif, halus dan santun. Biasanya, argumen macam ini hanya basa-basi. Bukan argumen yang sesungguhnya. Argumen semacam ini oleh penguasa dianggap sopan, dan oleh rakyat dianggap rasional. Kedua, argumen substansi. Ada kekhawatiran yang amat serius bahwa amandemen akan dijadikan pintu masuk untuk mengubah masa jabatan presiden. Selama ini, wacana presiden tiga periode atau pemilu diundur 2027 kencang sekali. Ada banyak informasi bahwa ini bukan sekedar wacana dan main-main, tapi ini agenda besar yang telah dipersiapkan dengan matang. Ada pihak-pihak yang ngotot dengan agenda ini untuk menjaga kepentingannya di dalam kekuasaan. Salah seorang ketua umum partai bicara ke saya, jika agenda ini dipaksakan akan berpotensi memicu kegaduhan nasional. Karena jelas-jelas bertentangan dengan aspirasi rakyat. Rakyat mendukung sikap enam partai yang menolak amandemen saat ini. Bukan amandemennya, tapi agenda dibalik amandemen itu yang harus diwaspadai. Meski narasinya "amandemen terbatas", tapi tak ada yang menjamin akan betul-betul terbatas. Ini bisa liar. Sejumlah survei menunjukkan bahwa mayoritas rakyat menolak presiden tiga periode. Ini sama dengan pendapat presiden Jokowi itu sendiri, menolak jabatan presiden tiga periode. Klop! Presiden Jokowi dan rakyat kompak. Jadi, kalau ada pihak-pihak yang memaksakan tiga periode hanya akan mengundang banyak masalah. Ini sikap tidak rasional dan berbahaya. Tapi, semua akan tetap bergantung ke dua pihak. Pertama, ke ketua umum PDIP. Dan kedua, ke presiden Jokowi itu sendiri. Kalau kedua orang ini setuju amandemen, siapa yang bisa menghalangi? Jika amandemen UUD 1945 disetujui, maka lobi dan negosiasi terkait presiden tiga periode akan terbuka. Saat itulah rakyat boleh jadi akan menyaksikan nasib demokrasi kita yang semakin terpuruk. Reformasi pun akan secara sempurna kehilangan jejak spiritnya pasca KPK direvisi UU-nya. Kita berharap, kedua tokoh besar ini menolak amandemen, karena ini berpotensi memancing kegaduhan politik. Lebih baik bangsa ini fokus tuntaskan pandemi dan genjot pertumbuhan ekonomi. *) Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Waspadai, Upaya "Selundupkan" Pasal Perpanjangan Jabatan Presiden!
Oleh : Mochamad Toha Pengganti Jokowi dipastikan akan sulit mengembalikan perekonomian yang sudah berantakan dalam waktu 5 tahun. KETUA MPR Bambang Soesatyo telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (13/8/21). Menurut Ketua MPR, Presiden Jokowi akhirnya setujui amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (RI) Tahun 1945. Politikus Partai Golkar itu memastikan bila nantinya pembahasan amandemen itu tidak akan menjadi bola liar, khususnya terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Kekhawatiran itu justru datang dari Presiden Jokowi. Ia mempertanyakan apakah amandemen UUD 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar, termasuk mendorong perubahan periodesasi presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode? “Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD NRI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar,” kata pria yang karib disapa Bamsoet seperti dikutip dari laman mpr.go.id, Minggu (15/8/2021). Bamboet menyebut, Presiden Jokowi mendukung dilakukan amandemen terbatas UUD 1945 hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak akan melebar ke persoalan lain. Adapun PPHN diperlukan sebagai bintang penunjuk arah pembangunan nasional. Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amandemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN, karena merupakan domain dari MPR. “Beliau hanya berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden, karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu,” ujarnya. Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyatakan, pasal 37 UUD 1945 mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi. Perubahan tak bisa dilakukan secara serta merta dalam pembahasan rapat semata. Namun, terlebih dahulu diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, serta melalui beberapa tahapan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib MPR. Dengan demikian, tidak terbuka peluang menyisipkan gagasan amandemen di luar materi PPHN yang sudah diagendakan. “Semisal, penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Karena MPR RI juga tidak pernah membahas hal tersebut,” tegas Bamsoet. Menurutnya, amandemen terbatas hanya akan ada penambahan dua ayat dalam amandemen UUD 1945. Salah satu contohnya seperti penambahan ayat pada Pasal 3 dan Pasal 23 UUD 1945. Penambahan satu ayat di Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat di Pasal 23 mengatur kewenangan DPR menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai PPHN. “Selain itu, tidak ada penambahan lainnya dalam amandemen terbatas UUD 1945,” kata dia. Pada Rabu 18 Agustus 2021, Bamsoet kembali menegaskan rencana amandemen konstitusi itu dengan menyebut bahwa Konstitusi UUD 1945 bukan merupakan Kitab Suci. Oleh karena itu, menurut Bamsoet, jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan atau amendemen UUD 1945, maka tidak boleh dianggap tabu. “UUD NRI 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan,” ungkap Bamsoet dalam acara peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR yang dipantau secara daring, Rabu (18/8/2021). Tapi, publik tak percaya dengan ujaran Bamsoet yang menjamin amandemen hanya terbatas pada PPHN dan tidak melebar pada perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Sebab, politisi berbohong itu lumrah sebagaimana lazimnya Jokowi berbohong. Sementara itu di DPR, wacana tiga periode atau menambah jabatan Jokowi menjadi 8 atau 7 tahun di periode kedua ini menguat. Pandemi Covid-19 akan dijadikan dalih untuk memperpanjang kekuasaan Jokowi melalui Amandemen konstitusi khususnya ketentuan pasal 7 UUD 1945. Ia menjamin amandemen hanya terkait PPHN. Sayangnya Bamsoet tak mau merinci apa yang dimaksud PPHN dalam wacana amandemen. Bagaimana jika dalam PPHN dimaksud memuat PPHN dalam Kondisi Darurat? Bagaimana nanti jika kelak Kondisi Darurat itu termasuk bencana non alam seperti Pandemi Covid-19? Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin mempertanyakan, bagaimana nanti, jika norma yang diadopsi dalam amandemen PPHN berbunyi: “Dalam hal negara mengalami kegentingan yang memaksa, baik oleh sebab bencana alam, bencana non alam, kerusuhan, dan sebab lainnya, maka Pemilu dan Pilpres ditangguhkan,” tulisnya. Dan, “Jabatan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD dan MPR ditambah hingga menjadi 8 tahun dan setelahnya Pemilu dan Pilpres dapat kembali diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi kegentingan telah berlalu.” Seperti diketahui, beberapa bulan terakhir ramai kembali soal wacana masa jabatan presiden dan wakil presiden ditambah menjadi tiga periode. Wacana itupun seolah menguat dengan munculnya sejumlah komunitas pendukung Jokowi untuk maju kembali sebagai presiden. Namun, dibutuhkan amendemen UUD 1945 untuk mengubah ketentuan yang mengatur masa jabatan presiden itu, misalnya menjadi maksimal tiga periode. Karena, gagasan tiga periode jelas menabrak Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan presiden dan wakil presiden hanya bisa menjabat maksimal dua periode. Sebelumnya, Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 alias Jokpro 2024 terus mendorong supaya Presiden Jokowi bisa maju lagi pada Pilpres 2024 berpasangan dengan Prabowo Subianto. Penasihat Jokpro 2024, M. Qodari optimis Amandemen UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden menjadi 3 periode sangat mungkin dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam UUD RI 1945 terpenuhi. “Memang UUD 45 sudah mengatur pada pasal 37 bahwa UUD 45 bisa diubah sejauh syarat-syaratnya dipenuhi, diusulkan sepertiga anggota MPR, kemudian dihadiri 2/3 anggota MPR dan juga disetujui 50 persen plus 1 kalau nggak salah nanti bisa dicek konstitusinya,” ujarnya. “Tapi intinya sejauh syarat-syarat itu terpenuhi, maka kemudian amandemen bisa dilakukan,” lanjut Qodari dalam keterangannya, Sabtu (13/8/2021). Ia menambahkan, pada kenyataannya amandemen UUD 1945 sudah pernah dilakukan beberapa kali: 1999, 2000, 2001, dan 2002. Ia mengatakan, amandemen itu dilakukan secara faktual bukan prank atau tipuan. Untuk itu, Qodari berpandangan dengan besarnya koalisi pemerintahan di parlemen sudah memenuhi syarat untuk melakukan amandemen UUD 1945. “Jadi kalau kita bicara kekuatan politik yang ada pada hari ini ya yang ada di parlemen, itu sudah sangat mendekati syarat-syarat untuk peluang bisa terjadinya amandemen, begitu,” ungkapnya. Qodari menyatakan, dukungan untuk Jokowi maju menjadi tiga periode saat ini pekerjaan rumahnya hanya dengan rakyat. Pasalnya soal urusan dengan elite politik terkait amandemen sudah terselesaikan. “Jadi PR kita hari ini ada dua, pertama elite politik, yang kedua adalah masyarakat, saya melihat bahwa PR terbesar itu justru ada di masyarakat, karena ya kalau bicara elite politik tanya setuju apa nggak, ya kan 80 persen koalisinya Pak Jokowi,” kata Qodari. Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer tersebut, dengan koalisi besar di parlemen bukan tidak mungkin amandemen akan dilakukan. Menurutnya, UU Omnibus Law yang berat saja bisa lolos di parlemen. “Kita udah melihat bagaimana perundang-undangan yang sulit misalnya seperti Omnibus Law segala macam kan disetujui begitu. Jadi, saya melihat PR kita itu ada di masyarakat,” lanjut Qodari. Ia memperkirakan target amandemen UUD 1945 terjadi sebelum dimulainya tahapan pemilu oleh KPU yang diperkirakan akan terjadi sekitar pertengahan 2022. Agar antara amandemen dengan tahapan pemilu tidak bertabrakan sekaligus mempermudah pekerjaan KPU. Tapi, berdasarkan pengalaman selama ini, yang patut diwaspadai adalah “penyelundupan” pasal “perpanjangan” jabatan presiden dan wakil presiden. Sumber FNN.co.id dan FORUM yang dekat dengan Istana menyebutkan, semua skenario itu tak mungkin diterima Presiden Jokowi. “Apa pun caranya untuk 3 periode, akan ditolak oleh Jokowi,” ungkapnya. Sebab, rencana 3 periode bagi Presiden Jokowi terlalu beresiko. “Dia harus tanggungjawab kembalikan kondisi ekonomi RI yang hancur. Yang tak mungkin bisa dikembalikan dalam 5 tahun terakhir,” lanjutnya. “Jokowi itu pinter, Mas. Daripada mumet mengembalikan kondisi perekonomian RI yang berantakan, lebih baik mundur teratur dan aman. Biarkan Presiden hasil Pilpres 2024 yang tanggungjawab kembalikan perekonomian RI yang sudah berantakan,” tegasnya. Sehingga siapa pun Presiden hasil Pilpres 2024, dipastikan namanya rusak karena tidak akan mampu mengembalikan perekonomian Indonesia dalam waktu singkat. Penulis adalah Wartawan FNN.co.id
Taliban Menang Umat Senang
By M Rizal Fadillah TALIBAN pimpinan Hibatullah Akhundzada menang, rezim boneka tumbang, Ashraf Ghani tunggang langgang, umat Islam senang. Sebagai kekuatan Islam puritan di Afghanistan yang selalu dipojokkan bahkan dikualifikasi kelompok radikal bahkan teroris, kesuksesannya menjadi perhatian dunia. Uniknya setelah kembali berkuasa Taliban justru menuai harapan. Afghanistan yang lebih baik ke depan. Pimpinan baru adalah Abdul Ghani Baradar. Awalnya boneka Sovyet Komunis Babrak Karmal menjadi Presiden setelah menggulingkan dan mengeksekusi mati Hafizullah Amin. Gabungan kekuatan Mujahidin pimpinan Gulbuddin Hekmatyar melakukan perlawanan dan berhasil mengambil alih kekuasaan. Namun yang terjadi adalah perang saudara. Faksi baru Taliban sukses merebut kekuasaan yang kemudian digulingkan oleh invasi Amerika. Ashraf Ghani menggantikan Hamid Karzai boneka Amerika. Taliban kini mengusir Ghani dan berhasil berkuasa untuk kedua kalinya. Sebelum sukses seperti saat ini, delegasi Taliban pernah datang ke Indonesia untuk membangun hubungan baik. Jusuf Kalla menjadi figur penting dari persahabatan ini. Dan saat bangsa Indonesia merayakan HUT kemerdekaan ke 76 kemarin Taliban mengucapkan selamat dan menyatakan kemenangan perjuangannya serupa dengan bangsa Indonesia yang telah memerdekakan negaranya dari penjajah asing. Kemenangan Taliban dapat membuat ketar-ketir rezim yang cenderung memusuhi umat Islam. Penyematan Islam radikal, intoleran, bahkan ekstrem adalah bukti tiada penghargaan dan persahabatan kepada umat. Kriminalisasi ulama dan tokoh Islam adalah bukti lanjutan. Sesungguhnya aneh pemimpin negara ini justru cenderung mengeliminasi kekuatan Islam. Benar Taliban itu di Afghanistan bukan di Indonesia tapi pemimpin negara Indonesia harusnya sadar bahwa umat Islam dimana pun adalah pejuang. Bukan umat yang mudah untuk dikuyo-kuyo. Taliban memberi pelajaran bahwa penjajah itu cepat atau lambat akan dikalahkan. Pemerintah Jokowi seharusnya jangan memusuhi dan meminggirkan kekuatan umat Islam. Karena hal demikian di samping a historis tetapi juga mengabaikan fakta politik. Dampaknya akan buruk, bukan saja menjadi catatan hitam sejarah tetapi juga akan terus mendapat perlawanan. Andai Pemerintah segera membebaskan HRS, mengusut pelanggaran HAM berat pembunuhan 6 laskar FPI, melepas tokoh KAMI yang diadili, serta mengubah kebijakan politik anti Islam, maka Jokowi mungkin akan selamat. Taliban sudah pasti tidak berkaitan dengan Indonesia namun persoalan keumatan dan kekuasaan berlaku universal. Spiritnya sama yaitu tidak boleh ada penjajahan dan tindakan sewenang-wenang. Agama yang dimusuhi dan dikecilkan adalah jalan menuju keruntuhan dan malapetaka. Keberhasilan Taliban itu di luar dugaan semua pihak. Amerika pun kaget atas cepatnya Taliban merebut Istana. Semoga Pemerintah Indonesia juga semakin arif dan bijaksana. Perubahan itu sering terjadi dengan cepat dan tiba-tiba. "Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan, Kami turunkan siksa secara tiba-tiba (baghtatan), maka ketika itu mereka terdiam putus asa" (QS Al An'am 44). *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Inspirasi Santri Afghan
Oleh : Daniel Mohammad Rosyid DUNIA beberapa hari ini dikejutkan oleh kemenangan para santri Afghan dalam mengambil alih pemerintahan dari pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan boneka yang mengandalkan dukungan AS dan sekutunya untuk bertahan kini meninggalkan Afghanistan entah ke mana. Selama 20 tahun lebih para santri Afghan itu berjuang dengan darah dan airmata untuk mengusir penjajah. Lebih menakjubkan lagi: Kabul ditaklukan hampir-hampir tanpa setetes darah pun. Ironis, di sebuah kawasan di timur jauh Afghanistan berjarak sekitar 10ribu kilometer yang disebut Indonesia, sejarah justru menemukan sebuah bangsa yang pernah menyatakan kemerdekaannya namun kini justru semakin terjajah secara politik, ekonomi dan budaya. Bangsa yang berani menyebut dirinya merdeka selama 76 tahun justru telah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa merdeka. Kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta itu sejak awal sudah dibegal oleh kekuatan-kekuatan nekolimik asing yang tidak pernah rela membiarkan negeri kepulauan ini merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Konferensi Meja Bundar 1949 sudah menjegal konstitusi UUD 45 pada saat republik ini harus tunduk pada non-state actors semacam IMF dan the World Bank. Sistem keuangan riba sejak awal telah membuat kemerdekaan itu ilusif. Penjarahan kekayaan alam negeri ini dilakukan secara terstruktur, sistemik dan masif melalui riba ini. Kini kita dipaksa WHO untuk percaya bahwa pandemi PCR test ini adalah pandemi Covid-19 untuk merampas kebebasan sipil demi kejayaan industri vaksin asing. Longsor konstitusional oleh riba itu kemudian diikuti oleh gempa sekulerisme, banjir konsumerisme dan akhirnya tsunami dunguisme sejak 5 tahun terakhir. Gempa sekulerisme itu berepicentrum pada sistem persekolahan paksa massal yang dirancang sebagai instrumen teknokratik untuk menjauhkan agama dari kehidupan berbangsa dan bernegara, menyiapkan tenaga kerja yang trampil untuk menjalankan mesin-mesin pabrik sekaligus cukup dungu untuk bekerja bagi kepentingan investor asing. Konsumerisme dipompa lebih jauh melalui televisi dan setelah era internet dan medsos selama 10 tahun terakhir, dunguisme mentsunami bangsa ini. Dunguisme ini diperberat melalui covid-19 Meerlooan bioterror yang telah memperkosa pikiran waras massal manusia selama setahun lebih ini. Adalah santri Afghan yang masyhur disebut Thaliban itu yang menjadi penghibur bagi pikiran yang masih mencoba untuk merdeka dari teror ketakutan covid-19 ini. Kini monsterisasi Thaliban mulai digencarkan oleh residu dan boneka kekuatan-kekuatan nekolimik untuk tetap menjajah bangsa ini. Proklamasi telah mengantarkan bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan, namun seluruh protokol covid-19 ini justru mendesaknya mundur dari pintu gerbang itu. Hak-hak dasar kita sebagai warga negara yang merdeka justru dirampas, dan massal warga negara itu justru membiarkan perampasan itu terjadi dengan alasan kesehatan publik. Sejarah telah menemukan kami kini menjadi bangsa yang kerdil. Merdeka adalah bebas dari penghambaan kepada apa pun selain hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Penampilan para santri Afghan yang sederhana itu memberi inspirasi bahwa kemerdekaan itu memang sederhana. Tapi yang sederhana ini ternyata sulit dipahami oleh manusia berjas dan berdasi yang sudah mengalami gempa sekulerisme, banjir konsumerisme dan tsunami dunguisme. Negara-negara yg masih menyebut dirinya dengan congkak sebagai negeri maju itu kini dicekam oleh Orwellian totaliterianism. Terimakasih Thaliban (santri Afghan), untuk inspirasimu. Sudilah belajar dari keteledoran kami. Jangan ulangi kesalahan pemimpin-pemimpin kami. Semoga Allah SWT memberi ridha, maunah dan kekuatan untuk membangun Afghanistan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta menjadi bagian dari komunitas dunia yang cinta perdamaian dan kemerdekaan. Aamiin. (Bandung, 20 Agustus 2021) Ketua MPUI-I (Majelis Permusyawaratan Ummat Islam Indonesia)
Menduga Tangis Mega
By M Rizal Fadillah ANEH Ketum PDIP Megawati tiba tiba memuji Jokowi soal perhatian pada rakyat hingga kurus katanya. Ia pun mengecam mereka yang menjuluki kodok kepada Jokowi. Bergetar bermimik menangis. “Saya suka menangis” katanya. Terkesan pasang badan untuk Jokowi. Manuver politik apakah ini ? Wajar jika kemudian memunculkan banyak dugaan bahwa itu sebagai tangis derita, tangis bahagia, atau tangis buaya. Jika ini adalah tangis derita berarti Mega sedang tertekan. Lebay Ketua Partai Politik terbesar di negara Indonesia begitu memelas kepada petugas partai yang dikesankan bawahan. Ada tekanan besar yang dirasakan. Apakah ancaman Jokowi akan berkoalisi dengan Golkar atau all out untuk Ganjar ? Puan akan dibuat nyungsep. Tentu bukan telunjuk Jokowi sendiri yang mengancam tetapi bersama Luhut dan Republik Rakyat China. Untuk tangis bahagia adalah deal politik bahwa Jokowi dan oligarkhinya telah siap untuk menaikkan Puan ke singgasana tertinggi pada Pilpres 2024 atau 2027 yang artinya PDIP sepakat perpanjangan Jokowi hingga 2027. Menunggangi pandemi. Bahagia karena Puan bebas memilih pasangan yang syukur-syukur Gibran atau kroni pilihan Jokowi. Bahagia juga mungkin Juliari kader PDIP akan dihukum ringan. Nah air mata buaya adalah kepura-puraan “pukul anak sindir menantu”. Sebutan “kurus” dan “kodok” meski dengan narasi pembelaan tetapi bermakna sindiran sangat dalam. Memikirkan rakyat sebenarnya adalah menjadi pikiran rakyat. Rakyat yang bingung kepada Presiden yang selalu memikirkan kodok dan kecebong di kolam Istana. Kecebong yang pernah dimangsa biawak dan esok akan dimakan buaya. Setelah makan maka keluarlah air mata buaya itu. Cerita tangisan dalam sambutan peletakan batu pertama Pembangunan Perlindungan Kawasan Suci Pura Besakih di Bali itu viral di media. Memang aneh jika Puteri Proklamator Soekarno yang gagah dan biasa galak harus sedemikian cengeng dan terkesan pasang badan untuk petugas partainya yang kurus dan menurutnya sering dihina sebagai kodok tersebut. Politik adalah bidang yang kaya dengan segala kemungkinan. Aristoteles menyebut manusia adalah “zoon politicon” hewan yang berpolitik. Karenanya tak aneh jika kekuasaan dapat mengubah manusia untuk berperilaku seperti hewan apakah macan yang menakutkan, kancil yang menipu, bunglon yang bermimikri, kodok yang melompat, atau buaya yang berpura-pura mengeluarkan air mata. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan .
Belajar Logika Terbalik dari Ngabalin
Oleh Ady Amar JABATANNYA sebagai tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP), dimana Pak Moeldoko sebagai Kepala KSP nya. Namanya Ali Mochtar Ngabalin. Selalu menyerang balik siapa saja yang mengkritik sang Bos, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kadang serangan baliknya lebih dahsyat dari kritikan pengamat atau mereka yang tidak sependapat dengan kebijakan penguasa. Tidak jelas benar apakah Ngabalin itu memang jubir resmi istana, tapi setidaknya orang mengenalnya sebagai jubir yang muncul jika Presiden Jokowi menurutnya dalam "bahaya". Dan ia muncul seolah petugas pemadam kebakaran. Tampaknya ia menikmati benar perannya. Ngabalin lalu menjadi langganan televisi berita, khususnya dalam tema dialog. Sepertinya senang mengundangnya, karena dialog akan seru jika ia tampil. Ngabalin memang selalu tampil all out. Menjadi hal biasa jika ia bicara tidak mau berhenti, tidak memberi kesempatan lawan dialognya untuk memberi penjelasan. Ngabalin terus memotong pembicaraan, ia tampil memonopoli pembicaraan. Moderator tampak sulit mencegah-menghentikan kebiasaan Ngabalin menyalak pembicaraan lawan debatnya. Dengan ciri khasnya mata melotot-lotot dan acap telunjuknya yang diarahkan pada lawan debatnya, menjadi kebiasaannya, sepertinya sudah jadi trade mark nya. Intonasi bicaranya keras meninggi, seperti tampak mau berantem. Tampilan Ngabalin memang menyebalkan buat yang tidak suka perdebatan model tidak biasa itu. Tapi bagi yang suka, menganggapnya itu entertaint yang malah buat ketawa. Menganggapnya seru, dan bisa menampakkan sisi lain dari seseorang yang membela sang Boss dengan lagak berlebihan. Televisi berita asyik menghadirkan dialog model demikian. Rasanya tidak bosan-bosan mengundang Ngabalin sebagai narsum, seperti wakil istana tidak ada yang lain selainnya. Mengundangnya itu tentu punya alasan tersendiri, dan itu pastinya menguntungkan. Konon acara dialog jika mengundang Ngabalin, lumayan tinggi ratingnya. Itu setidaknya alasan televisi mengundangnya, semata karena menguntungkan. Faktor menguntungkan itu yang menjadikan media televisi abai melihat aspek lainnya yang tidak kalah penting, informasi edukatif. Tampaknya aspek keuntungan selalu menang dan jadi pertimbangan utama. Bagi kalangan belum "cukup umur" sebaiknya hindari menyaksikan dialog model menyalak ala Ngabalin. Dialog dengan tidak memberi kesempatan lawan bicara dalam berargumen, itu bukan budaya baik. Tidak patut dicontoh, bisa jadi akan mengganggu perkembangan mental anak yang baru akan menginjak dewasa. Takutnya anak-anak tadi menganggap, bahwa dialog menang-menangan dengan tidak menghargai lawan bicara itu hal lumrah. Pernyataan Kontroversial Andalannya Ali Mochtar Ngabalin, jika ia aktor sinetron/film, mungkin peran antagonis menjadi peran yang pas untuknya. Ia mampu memerankan peran yang menyebabkan orang lain terkaget-kaget dan "mual". Dan itu lewat pernyataannya. Ia acap memakai diksi dan narasi yang umum tidak biasa lakukan. Misal, menjuluki Pak Busro Muqodas, dengan otak sungsang. Sebelumnya, Pak Amien Rais disebutnya, mulut Amien Rais tak sematang usianya, artinya seseorang yang sudah lamban berpikirnya. Ia tidak segan mengatakan narasi menyerangnya, itu pada tokoh-tokoh senior dan "lurus" dikarenakan kritiknya pada sang Bos. Saat ramai muncul komen berkenaan mural seseorang yang mirip Presiden Jokowi, yang matanya ditutup tulisan 404: Not Found, di Batuceper, Tangerang. Maka, seperti biasanya, Ngabalin menyerang mereka yang menganggap mural bagian dari ekspresi yang tidak patut dibungkam, itu dengan manusia "kelas kambing". "Hanya warga negara kelas kambing yang tidak punya peradaban, menghina kepala negara #JokowiAdalahKita," komennya. Bahkan tidak cukup sampai disitu saja, tapi ia perlu tambahkan bahwa manusia "kelas kambing" itu dengan sebutan kelompok kadal kadrun. Dengan menyebut demikian, seolah mau menegaskan, bahwa ia sebenarnya ada di kubu cebong. Tampaknya Ngabalin akan terus gunakan diksi dan narasi tidak biasa, dan ia memang menikmatinya. Kita seolah diminta untuk memaklumi, bahwa ia sedang bekerja, sedang menjalankan tugasnya sebagai "penjaga" sang Bos. Maka apa saja ia akan lakukan. Itu pilihan yang pastilah sudah dihitung cermat seorang Ngabalin. Tentu peran yang dimainkannya, pastilah peran yang dapat restu penuh istana. Jika istana jengah dengan sikapnya, pastilah diksi dan narasi yang dipakai Ngabalin tidak demikian. Atau setidaknya sikapnya terkoreksi menjadi lebih lembut. Maka, memang cuma istana yang mampu melembut dan kasarkan sikapnya. Menarik ungkapan pegiat dakwah, yang hampir tidak pernah berkomentar masalah politik, lalu lewat Twitternya, ia harus berkomentar. Ia adalah Ustadz Salim A. Fillah. Meski tidak menyebut nama Ali Mochtar Ngabalin, ia hanya menulis satu paragraf singkat, "Kambing tidak menjilat dan tidak menggonggong". Lalu netizen ramai-ramai menimpali, dan salah satunya, "Yang kebiasaan menjilat dan menggonggong... binatang itu namanya anjing (asu, kirik)". Logika kita mesti terbalik, setidaknya diajak Ngabalin untuk terbalik, bahwa binatang anjing derajat atau kelasnya lebih tinggi ketimbang kambing. Memangnya situ pernah makan daging anjing, ya?! (*) *) Kolumnis
Tuntaskan Dugaan KKN Samin Tan Pada Kontrak HSD Dengan Pertamina Patra Niaga!
Oleh Marwan Batubara PADA 5 April 2021 KPK berhasil menangkap Samin Tan di sebuah café Jl. MH Thamrin, Jakarta setelah menjadi buron yang masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak Mei 2020. Samin Tan adalah tersangka kasus dugaan suap pengurusan terminasi kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian ESDM. Dalam kasus ini, Samin diduga menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar Rp 5 milar. Uang tersebut diduga terkait upaya Samin Tan memperoleh izin perpanjangan kontrak PKP2B bagi AKT. Padahal kontrak sudah berakhir Oktober 2017 sesuai SK Menteri ESDM No.3174K/30/MEM/2017. Samin disangka melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 UU No.31/1999 yang dirubah menjadi UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Pada 16 Agustus 2021 Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Samin Tan hukuman pidana penjara 3 tahun potong masa tahanan, dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa penuntut mengatakan dengan telah beralihnya penguasaan uang Rp 5 miliar dari Terdakwa kepada Eni Maulani Saragih melalui Tahta Maharaya, maka unsur memberi atau menjanjikan sesuatu terbukti menurut hukum, sehingga jatuhlah vonis tersebut. Kita tidak yakin apakah Samin akhirnya masuk penjara meski vonis sudah ditetapkan. Kekhawatiran ini berpangkal dari dugaan bahwa jaringan Samin Tan sangat kuat dalam oligarki kekuasaan dan juga statusnya sebagai The Crazy Rich di Indonesia (ke-40 terkaya Indonesia 2011). Hal ini terbukti dalam banyak kasus korupsi yang melibatkan para crazy riches. Samin Tan bisa lolos jerat hukum dan tak kunjung membayar kewajiban dalam kasus KKN berikut. Kasus Samin Tan Memanipulasi Uang Negara Rp 451,66 Miliar Samin Tan terlibat memanipulasi uang negara bernilai Rp451,66 miliar. Perusahaan milik Samin Tan, PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT), anak usaha PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BLEM) berkontrak jual beli BBM jenis solar atau high speed diesel (HSD dengan PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina pada Februari 2009. Setelah kontrak pertama tersebut, terjadi 2 kali perubahan kontrak (yakni pada 2/2010 dan 6/2011) menyangkut perubahan periode pasokan, volume HSD dan nilai discount. Ternyata AKT tidak membayar tagihan sesuai jadwal. Periode 2009-2016, tunggakan AKT mencapai US$ 39,56 juta ditambah Rp 21,34 miliar. Karena itu pada Juli 2012 Patra Niaga menghentikan suplai HSD. Sejak 2012 hingga 2014 Patra Niaga terus melakukan penagihan dan negosiasi utang dengan AKT. Pada akhir 2014, dari total utang US$ 39,56 juta dan Rp 21,34 miliar, dana yang berhasil ditagih Patra Niaga hanya US$ 3,94 juta! Pada 2016, AKT mengajukan voluntary PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Niaga. Pengadilan mensahkan Putusan Homoligasi 4 April 2016. Jumlah tagihan Patra Niaga yang diakui AKT sebagai utang adalah Rp 451,66 miliar (kurs Rp 13.890 per US$). Dalam putusan, tampaknya Pengadilan Niaga sengaja tidak memuat ketentuan batas waktu dan sanksi hukum jika utang gagal dilunasi. Ternyata sejak Putusan Pengadilan Niaga 2016 hingga saat ini, AKT tidak pernah mencicil utang. Apalagi melunasi. Jelas terlihat bahwa Sang Crazy Rich Samin Tan tidak mempunyai niat baik melunasi utang. Ternyata Pengajuan voluntary PKPU yang dilakukan Samin Tan pada 2016 merupakan rekayasa licik sekaligus manipulatif agar bebas dari utang. Jangan-jangan Pengadilan Niaga yang membuat putusan tanpa batas waktu dan sanksi pun sudah ikut “terpengaruh” oleh Samin Tan dan kawan-kawan, oknum oligarkis. Kasus ini menyangkut uang negara bernilai Rp451,66 miliar. Samin Tan telah membawa kasus utang-piutang ke Pengadilan Niaga. Namun setelah 5 tahun Pengadilan Niaga membuat keputusan, Samin Tan tidak kunjung mengeksekusi keputusan dan membayar utang. Artinya Samin Tan memang sengaja menggunakan modus memanfaatkan Pengadilan Niaga sebagai cara agar bebas dari kewajiban membayar utang. Modus licik Samin Tan ini jelas jelas merupakan rekayasa manipulatif yang harus segera diproses menurut hukum pidana! KPK Jangan Tebang Pilih Samin Tan telah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta untuk kasus izin tambang PKP2B PT AKT, yang melibatkan uang suap Rp 5 miliar. Kasus perizinan ini belum merugikan keuangan negara. Dalam kasus jual-beli solar AKT dengan Patra Negara, Samin telah memanipulasi uang negara Rp 451,66 miliar. Maka sangat jelas bahwa kasus ini jauh lebih penting dan sangat mendesak untuk dituntaskan dan diproses secara hukum oleh KPK. Saat mengusut kasus suap izin tambang AKT, KPK sampai harus memasukkan Samin Tan sebagai DPO dan menjadikannya sebagai buron sekitar 1 tahun. Untuk kasus manipulasi uang negara, Pertamina Patra Niaga, Rp 451,66 miliar, berlipat-lipat dibanding kasus suap izin Rp 5 miliar, KPK tidak perlu susah payah memburu pelaku, karena Sang Crazy Rich berada dalam tahanan KPK. Asal ada niat baik, concern atas kerugian negara hampir setengah triliun Rp, maka KPK tinggal dalami kasus dan lanjutkan dengan proses penyidikan. Karena itu, IRESS menuntut agar KPK segera mengadili Samin Tan, terutama karena tidak kunjung dan tidak berniat baik melunasi kewajiban, terlibat KKN merekayasa kasus pengadilan (niaga), dan berpotensi merugikan negara Rp 455,66 miliar. Jangan sampai kasus yang sudah terang benderang ini tidak dipilih untuk “ditebang” oleh KPK, karena mungkin Samin Tan dibackup oleh oknum-oknum yang berada dalam jaringan oligarki penguasa-pengusaha. Kita ingatkan agar KPK tidak tunduk pada tekanan oknum-oknum oligarki kekuasaan. Pertamina & Patra Niaga Jangan Membiarkan Kerugian Negara Patra Niaga merupakan anak usaha Pertamina dengan kepemilikan saham penuh, sama seperti negara memiliki saham di Pertamina, yakni 100%. Artinya kalau Pertamina 100% milik negara, maka Patra Niaga juga 100% milik negara. Terserah apakah status Patra Niaga menurut UU BUMN No.19/2003 hanyalah perusahaan swasta, dan bukan BUMN, namun pemiliknya tetap 100% negara. Karena itu, maka kewajiban negara dan setiap warga negara (rakyat) untuk melindungi dan mengamankan Patra Niaga dari berbagai potensi kerugian. Karena menyangkut aset negara, IRESS dan rakyat memiliki legal standing menuntut penuntasan kasus Samin Tan ini. Namun, yang relevan dan paling bertanggungjawab untuk menuntut penyelesaian kasus adalah manajemen Patra Niaga dan Pertamina. Sejauh ini publik tidak melihat upaya intensif Patra Niaga dan Pertamina mengembalikan uang negara Rp 451,66 miliar tersebut. Jika tetap pasif, dapat dianggap terjadi pembiaran potensi kerugian negara, atau malah terlibat dugaan KKN, maka manajemen BUMN dan anak usaha tersebut pantas untuk pula diproses secara hukum.[] *) Direktur Eksekutif IRESS
Desa Mengepung Kota, Kota Mengepung Ibukota
Oleh Sugengwaras Meskipun aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, sebagai WNI, aku berhak mengingatkan pemerintah,i terutama BIN (Badan Inteljen Negara , barangkali kita beda pendapat, tapi anggap sebagai pengayaan pandangan untuk sumbang pikir dalam mencintai dan menyelamatkan negeri ini. Tidak salah BIN tak pernah bersuara, tapi aku menyesal ketika kalian ikut ramai- ramai bervaksin, lantas bagaimana dengan tugas pokokmu, karena yang saya rasakan di era Jokowi, lebih menonjol atas kebohongan, kegaduhan, dan terpecahnya bangsa. Salahkah penglihatanmu? Kurang dengarkah telingamu? Apa dan ke mana pikiranmu? Saya khawatir, semua tugas bisa kau laksanakan kecuali tugas pokokmu! Lihat dan camkan kota Tangerang di sebelah barat Jakarta, kota Bogor di sebelah selatan Jakarta dan kota Bekasi di sebelah timur Jakarta. Ketiga kota itulah kota kota penyangga Jakarta ibu kota negara kita. Di Tangerang, terutama di Pantai Indah Kapuk (PIK), dengan dihalau dan dilarangnya pembentangan Bendera Merah Putih sepanjang 21 meter di jembatan dengan alasan mencegah kerumunan (program PPKM), menarik perhatian saya PIK lebih layak anonim dari Perumahan Inti Komunis. Tata bahasa Indonesia yang benar adalah Pantai Kapuk Indah disingkat PKI. Di Bogor, begitu antusiasnya wali kota Bogor Bima Arya terhadap HRS, ada apa? Mengapa? Mungkinkah Bima Arya ada kedekatan dengan Cina? Kemudian Bogor akan dijadikan sarang pergerakan Cina? Di Bekasi, pada dekat perbatasan Jakarta - Bekasi begitu padatnya pembangunan menara-menara dan instalasi atau stasiun kereta cepat Jakarta - Bandung. Saya berprediksi menara/apartemen itu akan dijual dengan harga mahal yang tidak terjangkau oleh rakyat pribumi dan akan ditempati dan dikuasai Cina. Maka, lengkaplah barat, selatan dan timur Jakarta telah dikuasai dan dikepung Cina, sedangkan sebelah Utara Jakarta Tangerang terbentang lautan luas yang nyaman bagi Cina. Dalam operasi strategi militer, jika kita kembangkan lebih jauh, maka Konawe, Morowali, Sulawesi Barat, bisa dijadikan POSKOUT (Pos Komando Utama) Cina, karena jauh dari keramaian dan pengawasan. Pantai Indah Kapuk bisa dijadikan POSKOTIS (Pos Komando Taktis) karena dekat dengan target, pusat pemerintahan. Sedangkan kota Bogor, Tangerang dan Bekasi sebagai alternatif atau cadangan dalam rangka pergerakannya. Sebenarnya tidak ada yang hebat dari mereka, yang lebih hebat adalah para pengkhianat bangsa yang link up dan menjalin konspirasi dengan mereka. Meskipun hingga saat ini kinerja BIN belum dirasakan rakyat, namun saya yakin tidak ada orang-orang BIN yang menjalin konspirasi dengan Cina, karena bicara Cina tidak terlepas dengan infiltrasi, invasi, narkoba, perjudian, perdagangan manusia dan lain lain. Wajar rakyat berharap, BIN bekerja secara profesional, bukan sekadar asal rezim Jokowi senang, tapi untuk kepentingan agama, bangsa, dan negara. Bolehkah warga negara bertanya, di mana-mana terpasang gambar dan foto kekompakan dan kebersamaan TNI POLRI tapi kenapa POLRI di bawah kendali langsung Presiden, sedangkan TNI hanya pada Menhan. Mengapa BIN tidak ada greget terhadap masuknya Cina ke Indonesia, yakinkah tidak ada yang ilegal cara masuknya? Dengan telah dilaporkannya oleh Jenderal Gatot Nurmantyo sewaktu menjabat Panglima TNI, terkait masuknya 5000 pucuk senjata, bagaimana tindak lanjut BIN? Jika benar di mana keberadaan 5000 pucuk senjata itu, dan bagaimana pertanggungjawabannya? Tolong, waspadai para pejabat dan wilayah kota-kota penyangga Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) dan Konawe, Morowali Sulbar, agar lebih peka dan peduli terhadap ancaman nyata. Ini hanya pemikiran dan prediksi salah satu WNI, yang mungkin bisa salah, yang masih mencintai NKRI umumnya dan BIN khususnya. WASPADA...!!! Penulis Purnawirawan TNI AD
Tameng Budaya dan Luruskan Wajah
By M Rizal Fadillah KETIKA kita merdeka 17 Agustus 1945 lalu menetapkan Dasar dan Konstitusi Negara pada 18 Agustus 1945, maka itulah arah bangsa. Ke sana wajah bangsa kita harus menghadap. Melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia adalah tujuan yang harus selalu dijaga. Pandangan lurus tersebut dilakukan dalam semua bidang kehidupan baik ekonomi, budaya, hukum, maupun politik. Basisnya adalah keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya Agama harus menjadi fondasi. Tak ada jaminan keberhasilan tanpa bergantung kepada ridlo dan kekuasaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Orang beragama khususnya seorang Muslim harus memiliki pandangan yang lurus "Fa aqim wajhaka lid dieni haniifa"--hadapkan wajahmu dalam beragama dengan lurus (QS Ar Rum 30). Juga "Wa anna hadzaa shirootii mustaqiiima, fat tabi'uuhu"--dan sungguh inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah (QS Al An'am 153). Muslim berbangsa sudah sepatutnya berpandangan lurus sesuai dengan komitmen bersama yang sesuai atau sekurangnya tidak bertentangan dengan Agama. Berdasarkan keyakinan lurus agamanya tersebut maka ia harus berjuang untuk selalu meluruskan wajah bangsa. Konsepsi Ketuhanan yang berkebudayaan tidak boleh dihidupkan kembali apalagi dimaknai bahwa budaya itu mendominasi ketuhanan. Artinya adat menutupi agama. Konsepsi ini pernah diperjuangkan dahulu oleh Menteri Daud Yusuf, tokoh CSIS AMW Pranarka, dan "penentu" Orde Baru Ali Moertopo melalui konsep "Strategi Kebudayaan". Pranarka "Hegelian" mencanangkan "tesis" budaya mengantisipasi "anti tesis" agama. Sekularisasi berbasis kultur untuk mengisi nasionalisme. Ini model dari pembengkokkan arah bangsa. Meminggirkan agama sebagai basis dari persatuan bangsa. Agama tidak mempermasalahkan budaya dan adat istiadat. Diharapkan memperkuat. Akan tetapi jika budaya dijadikan tameng bagi pengeleminasian nilai-nilai agama atau lebih jauhnya persatuan bangsa, maka hal ini membangun iklim yang tidak sehat. Acara kenegaraan mesti jadi cermin yang diisi dan ditampilkan wajah persatuan Indonesia bukan sekedar kebhinekaan. Perlu disadari bahwa "bhineka" itu "tunggal Ika". Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan harus berada pada domain "ika" bukan semata "bhineka", menyatukan bukan mengurai. Tampilan Jokowi, yang diikuti para pejabat, berbaju adat yang ingin mengangkat keragaman budaya itu bagus bagus saja, tetapi jika salah tempat maka menjadi kontra-produktif. Apalagi jika hal itu hanya sebagai pencitraan atau justru membangun kecemburuan budaya yang satu atas budaya lainnya. Mari luruskan kembali wajah bangsa. Budaya tak boleh jadi tameng untuk menutupi kelemahan. Kesederhanaan yang menjadi wajah palsu untuk memanipulasi korupsi, defisit, hutang luar negeri, dan gagal kepercayaan. 17 dan 18 Agustus telah lewat, bangsa harus mengingat pada spirit dan nilai 17 dan 18 Agustus 1945. Setelah kini jauh melenceng, maka kembalilah pada Pancasila dan UUD 1945 itu. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PIK, Perumahan Inti Komunis
Oleh Sugengwaras MEMANG sederet perumahan di Pantai Indah Kapuk (PIK) telah dihuni oleh keturunan asing, aseng, Cina, karena sengaja dibuat harga yang tidak akan terjangkau untuk dibeli orang pribumi kebanyakan. Untuk ini kita boleh menduga, perumahan itu dijadikan basis pergerakan komunis Cina, karena memang tempat dan sistem keamanannya sangat strategis yang bisa menghubungkan dengan pusat pemerintahan, pelabuhan laut, bandara dan jalur-jalur tranportasi darat, laut dan udara, yang sangat fleksibel dan aman. Sesungguhnya kita tidak bisa menggeneralisir bahwa orang orang Cina yang berada dan tinggal di Indonesia menjadi biangkerok dan penghambat kemajuan bangsa Indonesia. Bahkan bisa terbalik, bahwa kita boleh meniru keuletan, ketangguhan, dan kecerdasan dalam memperjuangkan kelangsungan hidup. Sementara ditinjau dari proses kelahiran, keberadaan dan niatnya, bangsa dan keturunan Cina di Indonesia bisa digolongkan, lama, sedang dan baru. Adapun profesinya, murni menjalankan kelangsungan hidup terutama dengan cara berdagang, menempuh keahlian / profesi bebagai bidang, namun ada memang yang menjalankan tugas negaranya. Yang ketiga inilah yang patut kita waspadai, karena mereka bisa berbuat meluluhlantakkan NKRI ini. Dari pengalaman era Pak Harto, yang pernah membesarkan dan memanjakan pengusaha Cina, di luar dugaan mereka dengan terang-terangan membalas air susu dibalas dengan air toba. Artinya Pak Harto yang berharap mereka bisa menjalin kerja sama dengan pengusaha pengusaha hitam Indonesia, ternyata berbalik 180 °, yang menolak mentah mentah permintaan Pak Harto agar mereka menyisihkan 1 - 2,5 % dari keuntungan bersihnya untuk mensubsidi pengusaha pribumi. Bangsaku adalah bangsaku, bangsamu adalah bangsamu. inilah tepatnya adagium dibenak mereka. Nasi sudah menjadi bubur Dengan kelihaian mereka, sampai sampai tidak sadar bahwa para pejabat kita sejak pangkat/jabatan terendah sampai tertinggi telah dibina dan ditemani dengan sebaik baiknya dan serapi rapinya. Dan inilah kelemahan mendasar bangsa kita, yang selanjutnya para pejabat itu berpotensi menjadii pelopor pengkianat bangsa. Jadi tidak usah heran, jika seorang pejabat akan pindah mutasi atau promosi jabatan, para Cina ini lebih dahulu tahu dibanding anak buah sang pejabat itu sendiri. Jadi juga tidak usah gumun, dan tak perlu kaget, kenapa para kerucuk TNI POLRI yang didepan / lapangan lebih ganas dan sangar menghadapi lawannya di lapangan, karena mereka melaksanakan perintah tuan pejabat yang beresiko tinggi. Oleh karenanya, kejadian penghalauan atau larangan terhadap rencana pembentangan bendera Merah Putih di Jembatan PIK sepanjang 21 meter dengan alasan pembenaran / PPKM, adalah peristiwa yang bisa terjadi, yang menaikkan citra pejabat di mata sipit, sekaligus menambah keakraban dan kesejahteraanya. Sebagai mantan Prajurit, dada saya terasa mendidih melihat kejadian ini, begitu mudahnya, begitu hinanya bangsa dan simbol negara ini dipermainkan oleh konspirasi (kerjasama kejahatan negara) Saya boleh menuduh, inilah hasil konyol era rezim Jokowi, yang telah mendidik dan membawa bangsanya bak "Ayam Sayur." Bangsaku menjadi apatis, parno, acuh, masa bodoh melihat penyimpangan dan perselingkuhan negara yang terjadi. Nyali jadi kecut ketika melihat para tokohnya terus terus dibuly, ditangkap, ditahan, dianiaya dan dipenjara Padahal ini semua strategi untuk mencapai tujuan, melemahkan, memporak porandakan dan menghancurkan segala aspek kehidupan bangsa Indonesia. Saya berharap....bangsaku bangun, bangkit dan bangkit kembali, dengan cara cara yang elegan, yang berani dan bertanggung jawab, untuk menyelamatkan NKRI. Yakinlah, TNI POLRI tahu mana yang salah dan benar, mana yang tepat dan tidak tepat untuk kepentingan negara Kalau toh melihat sementara ini para pimpinan mereka bertindak lain, pahamilah seorang prajurit/ bhayangkara harus tunduk dan patuh pada perintah atasan/pimpinan, namun mereka bisa melawan atau tidak patuh dan tidak tunduk, manakala perintah itu merugikan dan membahayakan terhadap agama, bangsa dan negara. Dengan kata lain, para pimpinan stake holder janganlah bermimpi, bahwa perintah anda akan selamanya dikuti dan dilaksanakan oleh anak buah anda Wait and see....! Penulis Purnawirawan TNI AD.