OPINI
Luhut Menghina Papua, Nyumbang Kalau Menang Gugatan Haris Azhar
By Asyari Usman MENKO “Banyak Urusan”, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), kembali membuat kejutan sekaligus pelecehan. Dia bilang kalau gugatan 100 miliar terhadap Haris Azhar (Lokataru) dan Fatia Maulidiyanti (Kontras) dikabulkan hakim, duitnya akan disumbangkan ke Papua. Ini jelas pelecehan terhadap rakyat Papua. Sebab, “uang panas” seperti itu tidak pantas diberikan kepada siapa pun. Itu menghina orang Papua, Pak Luhut. Meskipun niatnya baik. Nanti kalau mereka balas dengan narasi menohok, bisa kejang-kejang para penguasa di Jakarta. Misalnya begini. Orang Papua akan katakan, “Kami ini bukan orang miskin, Pak Luhut. Kami ini dimiskinkan oleh Panguasa.” Kalau mereka ucapkan itu, seratus persen benar. Lihat saja sejarah pengurasan bumi Papua oleh Freeport. Sudah berapa dekade. Berapa puluh tahun dikuras. Non-stop, 24 jam sehari. Yang diambil bukan tanggung-tanggung. Tapi kehidupan orang Papua begitu-begitu terus. Entah sudah berapa banyak emas yang telah dan akan dikeruk dari berbagai lokasi tambang di bumi Papua. Ada enam lokasi tambang Freeport di Papua (versi resmi). Yaitu, Grasberg Block Cave, Grasberg Open Pit, DMLZ, DOZ, Big Gossan, dan Kucing Liar. Menurut laporan tahunan PT Freeport Indonesia untuk 2017, dari keenam lokasi tambang ini ada cadangan tambang yang berisi tembaga, perak dan emas sebanyak 1.8 miliar ton. Cadangan ini akan dikuras oleh Freeport hingga akhir kontraknya pada 2041. Sejauh ini, hingga 31 Desember 2019 jumlah emas yang telah diambil mencapai 900 ton lebih. Masih ada sekitar 1,600 ton lagi yang akan dikuras sampai 2041. Untuk perak, yang akan digali hingga 2041 mencapai 8,500 ton. Sedangkan tembaga masih ada 20 juta ton lebih yang akan dikeruk Freeport. Nah, berapa duitnya itu, Pak Luhut? Dan semua angka-angka ini adalah versi resmi. Yaitu, berdasarkan laporan tahunan 2017 dan angka yang diungkapkan tahun lalu (2020) oleh wakil dirut Freeport bidang ekslporasi, Wahyu Sunyoto. Kalau menurut versi tak resmi, banyak orang yang yakin jumlahnya jauh lebih besar lagi dari angka-angka di atas. Jadi, orang Papua itu kaya. Cuma mereka hanya bisa menonton saja. Tidak adil ‘kan, Pak Luhut? Sudahlah tidak adil, sekarang Pak Luhut hina orang Papua dengan sumbangan 100 miliar. Itu pun kalau menang gugatan atas Haris dan Fatia. Kalau enggak menang, berarti tak jadi nyumbang. Kasihan sekali saudara sebangsa di Papua. Jangan begitulah, Tuan. Kalau mau nyumbang, keluarkanlah dari kantong sendiri. Masa sekalas Menko harus menunggu menang gugatan 100 miliar. Bikin malu komunitas bisnis itu, Pak Luhut. Masih ingat ‘kan, Akidi Tio saja nyaris berdonasi 2 (dua) triliun untuk bantu penanganan Covid. Saya sarankan Pak Luhut segera minta maaf ke orang Papua. Sebab, 100 miliar itu tak seberapa; apalagi uangnya dari hasil gugatan perdata pula. Setelah meminta maaf, bilang sama orang Papua bahwa Pak Luhut akan sumbang 1 triliun. Bukan 100 M. Supaya nanti bisa kelihatan dampaknya bagi rakyat di sana. Kalau berat rasanya duit sendiri 1 T, tentu bisa Pak Luhut ajak teman-teman super-kaya lainnya. Saya dengar, ada pejabat tinggi Indonesia yang diduga kuat punya simpanan tunai 1.5 (satu setengah) miliar USD di Singapura. Kalau 1.5 miliar dollar itu ‘kan berarti 21 triliun ‘kan Pak. Syukur-syukur Pak Luhut kenal dengan pejabat itu. Bisa diajak nyumbang ke Papua.[] (Penulis wartawan senior FNN)
Preventif Adiktif Kawasan Jakarta
Oleh: Yusuf Blegur Terkait Seruan Gubernur (Sergub) DKI No.8 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok, bisa dipastikan akan menimbulkan polemik bagi masyarakat Jakarta. Mengingat rokok telah menjadi kebutuhan sekaligus gaya hidup bagi sebagian besar orang. Aktivitas yang pada akhirnya dianggap menjadi habit. Industri zat adiktif yang menggerakkan sektor kapital besar dan lapangan kerja luas itu merupakan persoalan klasik dan terus ada melingkupi kontroversi berbahaya atau tidaknya, sehat atau tidaknya, bahkan pada soal halal atau haramnya mengonsumsi rokok. Kebijakan Anies Baswedan kali ini, pada prinsipnya merupakan hal yang positif dan banyak memberi manfaat bagi masyarakat Jakarta khususnya. Penutupan etalase dengan hordeng atau media apapun untuk pajangan dan penjualan rokok di retail-retail modern. Dapat membatasi penyebaran dan konsumsi produk yang mengandung zat adiktif itu. Terlebih di tengah pandemi. kebijakan tersebut bisa berdampak mengurangi penyebaran virus covid-19. Pembinaan kawasan dilarang merokok dapat mengurangi komunitas perokok dan meningkatkan penggunaan masker di ruang publik. Mengenai kekhawatiran dunia industri rokok yang menyatakan kebijakan itu mengganggu para pelaku usaha. Padahal mereka selama ini taat pada peraturan pemerintah daerah. Hal itu menjadi tidak beralasan mengingat aturan ini berkolerasi pada substansi membatasi semua hal atau kegiatan yang mengganggu aktifitas ruang publik, melindungi anak-anak termasuk perempuan dan utamanya menjaga kesehatan lingkungan masyarakat di ruang terbuka. Layaknya kebijakan-kebijakan penting dan strategis lainnya. Termasuk soal ekonomi. Jika itu merubah kebiasaan masyarakat yang selama ini dianggap buruk dan merugikan atau lebih banyak mudaratnya. Tentunya pada fase awal akan menimbulkan ketidaknyamanan elemen masyarakat tertentu. Terjadi semacam "culture shock" dalam pelaksanaannya. Akan tetapi di kemudian hari, masyarakat akan terbiasa juga dengan pola hidup yang baik, displin dan menjaga lingkungan sosial. Termasuk kesehatan dan keselamatan masyarakat yang harus menjadi skala prioritas bagi Anies Baswedan. Harapannya ke depan pembinaan kawasan dilarang merokok ini, dapat berlaku di semua tempat di Jakarta. Tidak ada diskriminatif bagi daerah dan para penjual rokok. Peraturannya tidak semata berlaku pada retail modern seperti mini market dan super market. Namun bisa luas hingga pada warung kelontong dan toko-toko lainnya di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Semoga kebijakan ini juga dapat menular bagi daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Sekali lagi, Anies tetap humanis. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Human Luhur Berdikari.
TNI Polri Harus Mawas Diri
By M Rizal Fadillah DUA figur Perwira Tinggi meramaikan jagat pemberitaan. Seorang TNI dan satunya lagi Polri. Keduanya melakukan langkah heroik sekurangnya dalam perspektifnya. Publik juga tidak sedikit yang bersimpati atas aksi dan langkahnya. Mencoba memahami akan keyakinan, alasan dan pertanggungjawaban perbuatannya. Adalah Brigjen Junior Tumilaar, Irdam XIII Merdeka yang membela seorang Babinsa agar tidak diperiksa oleh Kepolisian karena membantu dan melindungi seorang warga Ari Tahiru (67) dalam sengketa lahan dengan Citra Land Manado. Babinsa itu di samping dipanggil Polres juga didatangi Brimob Polda Sulut. Atas pemanggilan yang dinilai tidak patut ini, Junior menulis surat terbuka kepada Kapolri dengan tembusan kepada Panglima TNI, KSAD, Pangdam XIII Merdeka, serta anggota Komisi III DPR RI. Akibat surat terbukanya Junior diperiksa di Markas Puspomad Jakarta dan penjelasan Mabes TNI AD bernada menyalahkan perbuatannya. Adapun yang menarik dari sikap Junior adalah kalimat "Saya tentara pejuang. Saya tentara rakyat. Saya pertanggungjawabkan amanah jabatan saya". Perwira lainnya adalah Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri memukul dan melumuri wajah sesama tahanan Rutan Bareskrim M. Kosman alias Kece dengan kotoran manusia. Muhamad Kece ini memang keterlaluan dalam menghina agama Islam dan Nabi Muhammad SAW. Umat Islam bereaksi keras termasuk MUI dan Ormas Islam lainnya. Simpati pada Napoleon Bonaparte muncul atas alasan dari sikapnya yaitu : "Siapapun bisa menghina saya, tetapi tidak terhadap Allah ku, Rosulullah SAW, dan akidah Islam ku, karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apapun kepada siapa saja yang berani melakukannya". Ujung komitmennya adalah "akhirnya saya akan mempertanggungjawabkan semua tindakan saya terhadap Kece, apapun risikonya". Kedua peristiwa di atas hanya sebuah kasus dan bisa dianggap kecil, akan tetapi dalam konteks lain peristiwa ini memilik spektrum luas. Spektrum perjuangan dan pemberontakan terhadap kebijakan politik yang menekan dan tidak berpihak pada rakyat dan umat. Semua tahu bahwa tindakan Brigjen Junior dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte berlebihan dan berada di luar garis disiplin TNI dan Kepolisian. Yang mengkritisi perbuatannya pun dimaklumi atas dasar protap-protap. Kedua perwira tinggi ini pun sangat faham dan sadar sehingga menegaskan kesiapan untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya itu. Persoalannya bukan disitu, tetapi ini adalah teriakan keras kepada TNI untuk kembali ke jati dirinya sebagai tentara pejuang dan tentara rakyat. Mengoreksi kelaziman yang selalu menjadi pelindung dari pengusaha. Membangun kembali wibawa kesatuan atas arogansi institusi lain. Pemanggilan Babinsa oleh Polisi dan penggerudukan oleh Brimob adalah sebuah penistaan. TNI saja diperlakukan demikian apalagi rakyat biasa. Di sisi lain umat Islam kini merasa terzalimi oleh kebijakan politik yang tidak memihak bahkan netral sekalipun. Hukum tidak mampu mengayomi bahkan ironinya telah menjadi alat dari kekuasaan. Penistaan agama dibiarkan apalagi itu dilakukan oleh buzzer dan pendukung pemerintah. Penangkapan Kece sangat lambat menunggu dahulu reaksi dahsyat umat. Bonaparte menyentak dengan aksi berani yang memberi arti. Meski kini ia diberi sanksi untuk berada di ruang isolasi akan tetapi pesannya telah berada di ruang yang luas dan terbuka. Saatnya TNI dan Polri untuk mawas diri, jangan menjadi penghianat rakyat dan memusuhi umat. TNI dan Polri harus "back to basic". Kembali dari berselancar dan bertualang di kancah politik yang dirasakan sudah terlalu jauh. Berhentilah dari peran sebagai algojo kekuasaan. Rakyat dan umat perlu pengayoman dan perlindungan TNI dan Polri. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Brigjen Tumilaar “Mempertahankan Bangsa”, di Mana Salahnya?
By Asyari Usman PUSAT Polisi Militer AD (Puspomad) akan, atau telah, memeriksa Brigjen Junior Tumilaar. Tapi, untuk apa dia diperiksa? Pelanggaran pidana apa yang dia lakukan? Apakah inisiatif berkirim ke Kapolri itu pelanggaran berat? Surat pribadi itu hanya berisi permintaan agar Polisi tidak menahan Babinsa yang membela pemilik tanah yang diduga diserobot oleh PT Citraland Manado. Pak Tumilaar hanya mengekspresikan rasa keheranannya mengapa anggota TNI yang membela rakyat –rakyat itu miskin dan buta huruf pula— harus diganjar dengan hukuman? Beliau semata-mata menunjukkan semangat melindungi. Semangat “mempertahankan bangsa”. Apa yang salah dengan tindakan Irdam XIII/Merdeka itu? Di mana salahnya? Mudah-mudahan saja Komandan Puspomad Letjen Chandra Sukotjo hanya berbincang-bincang santai saja dengan Pak Tumilaar. Dan, ada baiknya, Pak Chandra memberikan penghargaan kepada bawahannya yang tidak takut berhadapan dengan konglomerat yang menyakiti rakyat. Sekarang ini, hampir tidak ada yang mau melindungi rakyat. Termasuk, maaf, Presiden Jokowi. Jadi, kalau ada perwira sejati yang bersedia membela rakyat, sangat pantas dia mendapatkan dorongan semangat dan apresiasi. Bukan malah diperiksa dalam konotasi buruk. Perilaku suka-suka hati para konglomerat properti, pertambangan, perkebunan, dll, semakin tidak terkendali. Mereka tidak lagi menghiraukan keluhan rakyat yang lahannya dirampas. Dari waktu ke waktu, kasus penyeroboton tanah selalu saja dimenangkan oleh korporasi. Para pejabat Pemerintah seharusnya melayani keperluan tanah rakyat lebih dulu sebelum berkolaborasi dan bertransaksi dengan pemilik uang besar. Setiap jengkal tanah di republik ini adalah milik seluruh rakyat. Karena itu, pemilikan lahan untuk rakyat harus menjadi prioritas. Ini merupakan amanat konstitusi. Sekali lagi, Brigjen Junior Tumilaar bukan seorang tentara yang bisa diajak bersekutu menindas rakyat. Beliau juga bukan model tentara yang akan diam berpangku tangan ketika melihat ketidakadilan. Semua pihak seharusnyalah melihat bahwa tindakan Pak Tumilaar untuk menegakkan keadilan adalah misi untuk menjaga ketenteraman. Ini juga misi untuk menjaga marwah negara dan pemerintah yang cenderung diinjak-injak oleh pemilik uang besar.[] (Penulis wartawan senior FNN)
Girang Hati Giring
Oleh Ady Amar *) GIRING Ganesha, Plt Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), pastilah girang, senang bukan alang kepalang. Pernyataan yang menghantam Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, sebagai pembohong, itu direspons banyak pihak bahkan dengan tanggapan berlebihan. Seolah apa yang disampaikan Giring itu sesuatu. Anies Pembohong menjadi viral dalam hari-hari ini. Bahkan Kompas, media yang biasanya malas menggarap hal ecek-ecek pun sampai perlu membuat video pendek pernyataan Giring itu. Media itu jadi seolah pantas mengangkatnya, sehingga di sebuah grup perkawanan, seorang jurnalis senior menanggapi dengan tanggapan sinis menyayangkan. Begini komennya, Kalau saja Pak Ojong dan Pak Jacob masih ada pasti mereka sedih melihat media yang didirikannya kehilangan bentuk. Giring pastilah Girang, meski ia dihajar sampai pada umpatan tidak mengenakkan. Dari sebutan politisi asal bicara, politisi tanpa ilmu, politisi cari panggung, dan seterusnya. Ia yang coba menyebut Anies Baswedan Pembohong, dan itu pada masalah penanganan pandemi Covid-19, yang disebutnya Anies tidak bekerja sungguh-sungguh. Tambahnya, bahkan itu ditampakkan dengan kengototan Anies yang tetap akan menghelat perhelatan Formula E. Sikap Giring ini tampaknya juga sikap PSI. Menjadi seolah partai yang memang dihadirkan untuk menjegal Anies. Apa saja yang dibuat Anies meskipun baik, tetap dikritisinya habis-habisan. Terkadang publik sulit membedakan antara politisi PSI dan buzzer. Bercampur aduk tidak karuan. Sikap politisi PSI, tidak saja Giring, tapi juga yang lainnya, sepertinya tidak ada beda, semua koor menghantam kebijakan Anies. Ulahnya berjalan dengan metode pokoknya hantam Anies Baswedan. Metode pokoknya, itu memang metode buzzer, dan tampaknya diadopsi politisi PSI. Anies disasar habis-habisan, itu tidak terlepas perhelatan Pilpres 2024, dimana elektabilitas Anies yang selalu ada di tiga besar, bahkan acap di peringkat pertama berbagai lembaga survei politik. Tampaknya itu membuat kecemasan tersendiri buat Giring dan kawan-kawan, lalu perlu dimunculkan ucapan "Anies Pembohong". Itu agar semua pihak mengingat-ingat agar tidak memilih calon presiden pembohong menjadi presiden, tambahnya. Apa yang diucapakan Giring itu pastilah ngasal ngomong. Dan meski apa yang disampaikan pada publik itu tanpa data, buatnya itu hal biasa. Yang penting suarakan Anies dengan hal-hal negatif. Itu sudah cukup, meski konsekuensinya ia akan digebuki pihak lain dengan sebutan politisi dungu dan sebagainya. Giring girang bukan alang kepalang, bahwa apa yang disampaikannya itu mendapat repons banyak pihak, meski harus menampakkan kualitasnya. Giring tampaknya memakai filosofi, menghantam yang di atas berharap ada buah yang jatuh. Dan buah yang jatuh itu meski berupa umpatan padanya, itu tidak masalah. Buatnya itu keuntungan tersendiri, setidaknya namanya jadi dikenal. Giring sebelum terjun ke dunia politik, ia memang cukup dikenal. Itu saat ia tampil sebagai vokalis grup band Nidji. Tapi saat mengadu peruntungan di dunia politik, ia belum punya panggung sendiri. Ia mencoba mencari panggung secara instan dengan cara menggebuki Anies Baswedan. Tampaknya pola yang dimainkan politisi PSI tidak lepas dari itu, berupaya menjauhkan Anies Baswedan dalam kontestasi Pilpres 2024. Meski langkah yang dilakukan politisi PSI itu belum terlihat hasilnya, tetapi pola yang dipakainya akan tetap menghantam Anies terus-menerus. Tidak penting efektif atau sebaliknya. Tampaknya evaluasi kebijakan tidak dikenal di partai satu ini. Kehadiran partai ini seperti partai main-main. Itu bisa diilustrasikan seperti anak-anak kecil di kampung yang melempar pohon mangga tetangga. Berharap ada buah yang jatuh. Terkadang lemparan batu itu mengena pintu atau jendela rumah, dan lalu anak-anak itu cuma bisa lari terbirit-birit tanpa punya rasa tanggung jawab. Tuduhan Giring pada Anies, itu tuduhan tidak main-main. Tuduhan pembohong bagi pemimpin yang bermoral, pastilah aib luar biasa. Tapi tentu tidak bagi pemimpin obral janji, yang mustahil bisa menepati janji. Bahkan jika bisa menepati janji, justru terlihat aneh. Anies tampak membiarkan umpatan Giring itu, bagai membiarkan anak-anak kecil pencuri mangga tadi, yang lari terbirit-birit. Karenanya, Anies tampak tidak menggubrisnya. Pastilah itu buat girang hati Giring. (*) *) Kolumnis
Giring Bermental Miring, Anies Tetap Humanis
Oleh: Yusuf Blegur Beredar video Giring Plt. Ketua Umum PSI, yang melontarkan narasi kebencian terhadap Gubernur DKI Jakarta. Dalam penayangan video yang diunggah di akun twiter PSI pada Selasa, 21 September 2021, eks penyanyi grup musik Nidji itu mengumbar tuduhan Anies Baswedan sebagai pembohong dan mengkhianati warga Jakarta. Apa yang disampaikan Giring dengan latar PSI yang selama ini selalu stereotif dan sinis terhadap Anies, merupakan cerminan watak politisi amatiran, miskin pengalaman, dan tak ubahnya sekelas buzzer bayaran. Sebagai pimpinan partai politik yang banyak diisi oleh anak muda dengan talenta dan pendidikan tinggi, sosok giring justru gagal mempresentasikan partai dengan basis ilmiah, terukur dan tetap santun. Mungkin perilaku Giring menjadi contoh dan gambaran umum bagaimana dan siapa sesungguhnya PSI itu. Belum lama PSI bersama PDIP menjadi inisiator dan berupaya menggalang dukungan parlemen Jakarta untuk menggunakan hak interpelasi. Alih-alih mendapat dukungan partai lain yang notabene sekoalisi di pusat, hak interpelasi Formula E malah ditolak. Bahkan PSI dan PDIP menuai kritik tajam dari publik se-Indonesia, karena usulan interpelasi dianggap kurang kerjaan dan tendensius terhadap kepemimpinan Anies. Harusnya Giring bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari kejadian itu. Bagaimana mungkin tidak disebut subyektif dan penuh ketidaksukaan terhadap gubernur Jakarta. PSI dan PDIP bungkam terhadap karut-marutnya situasi nasional, namun sibuk mencari-cari kesalahan pemimpin ibukota. Pemerintah pusat yang sering membuat kebijakan poltik blunder hingga menyebabkan penderitaan rakyat seantero republik. Kok malah Anies yang diserang? Mana karakter kreatif dan intelektual yang sering dibanggakan PSI?. Giring, caleg PSI yang gagal duduk di kursi Senayan, sepertinya harus lebih bersabar dan banyak belajar politik lagi. Video agitatif dan provokatif yang dibuatnya, justru semakin merendahkan dirinya. Sudah pasti memalukan keseluruhan anggota dan pengurus PSI. "Image building" yang sedang berproses menampilkan PSI sebagai partai anak muda yang cerdas dan pluralis. Seketika dihancurkan oleh kelakuan Giring yang justru seperti preman dan tidak berpendidikan. Lama-kelamaan PSI kelak akan berubah menjadi kumpulan gerombolan haters dan buzzer bayaran, jika perangai politiknya tidak mengedepankan proses dialektika berdasarkan data yang akurat dan argumentasi yang sehat. Atau mungkin sudah menjadi karakter PSI dengan tetap berwatak antagonis sesuai skenario sutradara sekaligus pemilik modal. Akhlak dan Keteladanan Sebagai Kekuatan Buat Anies Baswedan, tidak perlu menanggapi atau tidak penting untuk sekadar sedikit merespons. Hanya akan membuang waktu dan energi yang justru lebih banyak dibutuhkan untuk memajukan kotanya dan membahagiakan warganya. Bagi Giring kekonyolannya hanya untuk 'upgrading' sosoknya, namun bagi Anies malah cenderung menjadi 'downgrade' jika meladeninya. Giring sedang melakukan panjat sosial dan memungut setoran kapital, seperti kalangan milenial menyebutnya. Meski bagi para pemerhati dan khususnya pendukung Anies se-Indonesia, bisa saja memperkarakan unggahan video Giring ke ranah hukum. Sangat memungkinkan Giring dibawa ke tuntutan pidana karena pelanggaran UU-ITE. Selain lebih bermuatan rasa kebencian dan permusuhan serta tanpa basis data yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Video Giring harus ada yang tegas menyikapinya, seperti kekuasan pemerintahan pusat yang sering mengambil langkah hukum bagi rakyat yang mengkritik dan sekadar menyampaikan aspirasinya. Akan tetapi, bagi Anies Baswedan seorang gubernur Jakarta yang rasa presiden RI itu, lebih prioritas dan urgen menyelesaikan masalah ibukota. Meski dengan segudang prestasi pembangunan dan sederet penghargaan baik nasional maupun internasional. Anies tetap rendah hati, santun dan menghargai setiap perbedaan. Betapapun gosip, intrik dan fitnah sekalipun harus tetap dihadapi dengan hati yang dingin dan kecerdasan emosional. Framing dan rekayasa intoleran, radikal dan fundamentalis pada figur Anies, pada faktanya berbanding terbalik, Anies mampu mewujudkan dirinya sebagai pemimpin yang moderat, pluralis, inklusif serta menjunjung tinggi kebhinnekaan dan kemajemukan. Anies tetap humanis. Tampaknya untuk Giring dan keseluruhan orang-orang PSI, selayaknya berguru pada figur Anies Baswedan. Bahwasanya setinggi apapun ilmu dan sehebat apapun prestasi. Semua itu tak bernilai dan tak bermakna apapun tanpa akhlak yang baik. Selamat bagi PSI, tetap semangat berburu akhlak bukan materi dan kekuasaan. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Hunan Luhur Berdikari.
Komunis Itu Radikal dan Intoleran
By M Rizal Fadillah TUDUHAN pada umat Islam sebagai radikal dan intoleran jelas salah alamat. Di samping faktanya umat Islam itu ramah dan menjaga akhlaqul karimah juga memiliki tenggang rasa tinggi pada perbedaan. Keberagaman adalah sunnatullah. Agama tidak mengajarkan radikalisme, intoleransi, kekerasan, ataupun perbuatan destruktif. Kelompok radikal dan intoleran itu adalah komunis. Sejarah bangsa telah membuktikan bahwa intoleransi dan radikalisme itu menjadi monopoli aktivis komunis. Bahkan lebih dari itu, ada teror dan pemberontakan. Pembunuhan dan pembantaian. Kasus Muncar Banyuwangi menunjukkan betapa sadisnya PKI dengan Gerwaninya. Menjebak melalui acara pengajian. Banser dan aktivis NU diracun oleh para Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat lalu dibantai sadis. Mengubah salawatan menjadi nyanyian genjer-genjer dan membunuh 93 Pemuda Anshor. Berlanjut dengan pembantaian 62 Pemuda Ansor di Cemetuk yang mayatnya dimasukan ke dalam tiga "Lubang Buaya". Peristiwa di atas didahului oleh penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan Tujuh Pahlawan Revolusi pada 30 September 1965 di Jakarta. Peristiwa Lubang Buaya ini menggambarkan karakter fitnah, radikal, dan biadabnya para aktivis komunis di Indonesia. Perwira tinggi TNI menjadi target. Ditarik mundur ke belakang maka Madiun menjadi saksi sejarah kebrutalan komunis di bawah pimpinan Musso. Kejadian tahun 1948 itu membuat miris karena dengan hanya menguasai 13 hari Madiun, PKI/FDR telah membantai 1900 an santri dan ulama. Relief Monumen Kresek diantaranya menggambarkan kejahatan kemanusiaan komunis tersebut. TNI dan umat Islam adalah musuh abadi komunis. Berbasis slogan kerakyatan dan anti agama komunis bergerak secara terang terangan maupun melalui penyusupan. Berbasis pada doktrin Revolusi Kebudayaan Mao Ze Dong, komunis di negeri ini berperilaku radikal, intoleran dan sadis. Kini stop menembak umat Islam dengan isu radikal dan intoleran. Penyusup komunis berada di berbagai institusi sedang bersembunyi dan melakukan konsolidasi. Merekalah para penembak gelap yang sedang membunuhi umat Islam dengan menembakan peluru radikal dan intoleran. Memperalat pejabat, aparat, bahkan ulama. Ayo TNI dan umat Islam bersatulah untuk melawan kelompok radikal dan intoleran komunis. Mereka itu ada dan bersembunyi di balik ketiadaan. Membual dan menyebarkan fitnah, kegaduhan serta adu domba. Bahaya negara ada di belakang mata. Di balik pintu Istana. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Demokrasi dan Rule of Law, Cara Oligarki Kendalikan Penguasa
by Dr. Margarito Kamis SH. M.Hum. Jakarta FNN - State regulatory body atau commission, yang dalam studi tata negara juga disebut “auxelarry body”, bukan badan yang diatur UUD. Sama sekali bukan. Badan yang status organiknya bersifat independen ini, merupakan temuan terhebat oligarki Amerika. Badan ini disodorkan oleh kelompok penghisap seluruh sumberdaya ekonomi sebagai cara mereka melepaskan diri dari pengawasan langsung pemerintah. Dalam kasus Amerika, hambatan non tarif dagang antar negara bagian, monopoli angkutan barang, dan diskriminasi harga, semuanya tersambung dengan perilaku korporasi. Rockeffeler dengan standard Oilnya, berada di jantung utama menjadi salah satu sebab pembentukan Interstate Commerce Commission Act (ICC) tahun 1887. Sebab lain adalah adanya kenyataan korporasi telah megambil watak “trust.” Konsep yang saat itu belum menggema di Amerika, merupakan temuan hebat J.P. Morgan. Kombinasi sebab-sebab itu dipakai oleh Grover Cleveland (1885-1889), sang Presiden pro bisnis besar Sherman Act 1890. UU ini melarang semua bentuk monopoli, kombinasi, konspirasi pengaturan harga antar beberapa orang atau monopoli perdagangan di negara-negara bagian. Sukses? Tidak juga. Standar Oil jatuh tahun 1911 bukan karena UU ini. Investigasi Ida Tarbel, investigasi wartawan kawakan Majalah McLure’s menjadi sebab utamanya. Kala itu investigasi khas Ida Tarbel disebut “muckraker.” Terbuai dengan ide institusionalisasi, muncul lagi gagasan mengontrol lebih keras kelakuan para oligarkis ini. Korporasi terlihat seolah-olah mau dipukul habis melalui penciptaan sejumlah UU. Nyatanya yang terjadi adalah UU yang dibuat dalam masa krisis ekonomi hebat 1913-1921 itu justru menebalkan cengkeraman korporasi besar. Itulah dekorasi utama pemerintahan Woodrow Wilson. Wilson dan kongres merespon kenyataan itu melaui gagasan Federal Trade Commission (FTC 1914). Ini diatur dalam Clayton Act (Hendry Clayton, chairman house judiciary committee sebagai pemrakarsa). Nama resmi UU ini adalah Anti Trust Act. Sukseskah? Tidak juga. Korporasi naik lagi bersamaan dengan datangnya krisis ekonomi hebat tahun 1929-1933. Pemerintahan Franklin Delano Rosevelt (FDR) merespon krisis itu. Sangat agresif. Berbeda jauh dengan Herbert Hoover. Franklin D. Rosevelt, memang bukan kaki tangan oligarkis. FDR segera melukis pemerintahannya dengan Monetary dan Reconstruction Finance Corporation Policy. Kerbijakan itu diawali dengan pembentukan The Banking Act 1933. Belum cukup mengeliminasi laissez-faire ineviciency, dua tahun kemudian UU ini direvisi. Kongres segera membentuk The Banking Act 1935. Reymon Moley, Rex Tugel, Adolf Berle yang dilebeli “Brain Trust” dan “Trust Busting”, berada dibalik lahir kebijakan itu. Berle misalnya mengadvokasi pembentukan The Banghkin Act 1935. Menututnya, itu merupakan cara tepat menyingkirkan infesiensi ekonomi, khususnya di bidang keuangan. Berputar disekitar monetary policy untuk macro economy stabilization, pemerintah FDR segera keluarkan kebijakan yang terlihat melindungi masyarakat. Disodorkanlah kebijakan-kebijakan penukaran emas dengan surat berharga. Surat berharga itu dapat diuangkan di bank. Tetapi, ini yang menarik. Ketika surat-surat berharga itu dibawa ke bank, mereka menemukan kenyataan Bank telah diliburkan. Ini dikenal dengan “Bank Holiday”. dikenal juga sebagai “massacre day”. Kemana saja perginya emas-emas itu? Pergi ke Bank of England. Korporasi terus berpesta. Dengan dalih memukul omong kosong free market, Kongres segera membentuk The Securities and Exchange policy. Segera dibentuklah The Securities and Exchanges Commission (SEC; 1934). Kebijakan itu dikokohkan dengan Federal Deposit Insurance Corporation. Juga Federal Home Bank Loan, Federal Saving and Loan Insurance Corporation, Federal Kredit Union, dan the National Mortage Association. Semua kebijakan di atas melengkapi Federal Homes Loan Bank Act 1932 yang diteken oleh Hoover. Pemerintah FDR mengeluarkan Home Owners Loan Act (HOLA). Dalam HOLA ini, diatur pembentukan Federal Housing Administration. Terlihat manis, pemerintah FDR segera mengidfentifikasi komunikasi sebagai satu masalah di tengah putaran waktu krisis itu. Ini harus dibereskan. Kongres merespon. Kongres membuat the Federal Communication Commission (FCC 1934). Ini dituangkan dalam Federal Communication Act. Tahu bahwa kekacauan sosial selalu memanggil partner utamanya, yaitu instabilitas politik, maka masyarakat harus diberikan perhatian. Itulah gagasan yang harus dimengerti dari “Social Infrastructure Policy.” Dalam kerangka itulah dibentuk Social Security Act, dan lainnya yang sejenis dalam sifatnya. Memang secara teknis, Social Security Act itu bertujuan melakukan “stabilisasi ekonomi makro”. UU ini menyediakan jaminan untuk meraka yang tidak mempunyai pekerjaan, unemployment insurance, jaminan bagi para pensiunan, bantuan kepada anak-anak, dan program jaminan sosial lainnya. UU dalam gagasan awalnya dirancang sebagai cara memberi kepastian berkerlanjutan dan permanen terhadap peningkatan stok rumah secara nasional. Program ini tampak memungkinkan semakin banyak orang memiliki rumah. Ditujukan terutama kepada mereka yang berusia diatas 33 tahun. Bahu-membahu dengan pemerintah, Felix Frankfurther, Tomy Corcoran, James Landis dan Ben Cohen, eksponen utama “korporatis group,” seperti Merle dan kawan-kawan mengadvoksasi pembentukan National Labor Relation Act. Canggih cara kerjanya. Sebab mereka hanya mengadvokasi, dan Senator Robert Wagner yang memprakarsai pembentukan UU itu. Itu sebabnya UU sering disebut Wagner Act. UU ini memberi pekerja priveleg. UU ini mengatur apa yang dikenal dengan Labour Relation Board, yan bersifat independen. Apakah kehidupan berubah setelah itu? Mereka tetap saja buruh. Upah tetap saja menjadi soal. Satu-satunya yang terlihat hebat dari UU ini adalah buruh diberi kebebasan berserikat. Itu saja. Tidak lebih. Itulah demokrasi dan rule of law khas kaum oligarki. Pembaca FNN yang budiman, The Bankin Act 1933-1935 benar-benar merupakan cara licik oligarki mengisolasi, membatasi dan memotong ruang lingkup jangkauan kewenangan presiden. Kewenangan presiden itu dipotong dengan cara memberi sifat “independen” pada badan yang disebut regulatory body atau commission itu. Tidak mengherabnkan American Bar Aassociation (ABA) menemukan kenyataan New Deal Policy adalah cara pemerintah federal, yang bekerja dibawah kendali oligarki memperluas kekuasaan pemerintahan federal. Administrative agency, termasuk badan-badan independen itu diidentifikasi sebagai siasat institusional pemerintah pusat memperluas kekuasaannya. ABA atas dasar penilaian itu segera membentuk special committee on administrative law. Mereka memeriksa semua UU itu. Enam tahun mereka bekerja, adminsitrative agency segera diidentifikasi sebagai “administrative absolutism.” Amerika di sepanjang periode ini, dalam identifikasi mereka, ditarik dan dijatuhkan ke dalam totalitarianism. Roscou Pound, sosiolg kenamaan yang pandangannya tentang hukum begitu populer di Indonesia, kala itu bertindak sebagai salah satu chair-nya. Pound menyangkal independent commission yang diagungkan para politisi, karena diisi oleh para expert. Dalam kenyataan, Pound menilai tidak ada korelasi signifikan antara para expert dengan eksistensi independent commission. Pembaca FNN yang Budiman. Pemerintahan Franklin D. Rosevelt dengan New Dealnya dikenal juga sebagai “pemerintahan korporatis”. Bukan demokrasi, periode ini dilebel dengan korporatokrasi. Begitulah demokrasi dan rule of law di negara demokrasi sekelas Amerika. Rakyat menari dengan demokrasi sejauh bicara-bicara di satu sisi. Pada sisi oligarki, demokrasi memungkinkan mereka mendikte pemerintah membuat kebijakan dan menulis huruf-huruf dalam setiap UU. Bagaimana dengan demokrasi dan rule of law dinegeri kita? Mirip dalam banyak aspek. Kemiripan ini terlihat pada tampilan emprik KPK. Badan ini dirancang sedemikian canggih sehingga harus benar-benar berada di luar jangkauan UUD 1945 dan kekuasaan Presiden. Pembaca FNN yang berbahagia. Konsep independen untuk badan yang disebut regulatory body sejenis KPK dan Bank Indonesia itu, dalam sejarahnya digagas oleh Kolonel Edward Mandel House, mentor politik Presiden Wodroow Wilson. Orang ini juga yang berada dibalik gagasan Internatization liberty, pijakan kebijakan“self determination” untuk negara-negara yang hingga tahun 1919 itu masih terjajah. Konsep independent itu diambil dari pengadilan, dan disematkan untuk pertama kalinya pada The Fed. Sebagai konsekuensinya Presiden tidak bisa mengurus urusan-urusan pemerintahan itu. Ini yang di tahun 1935 ditunjukan oleh special committee American Barr Association sebagai totalitarianism dan administrative absolutism. Di jalan itulah Indonesia mutakhir merenda dengan takdir demokrasi dan rule of law-nya. Rakyat terus berpesta dengan kritik demi kririk kepada pemerintah di satu sisi. Namun di sisi lain pemerintah terus asyik dengan nadanya sendiri. Sistem politik, setidaknya sistem pengisian anggota DPR, terdekorasi manis sekali dengan diskriminasi yang level primitifnya begitu telanjang. Diskriminasi tersebut diinstitusionalisasi ke dalam parlementary treshold dan presidential treshold. Hukum itu? Namun sama busuknya. Mempertahankan hak, mulai kehilangan pijakan keabsahannya. Itulah sumbangan kecil mematikan dari UU Cipta Lapangan Kerja. Konyol sekali bangsa ini. Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate
Membangun Hankam Indonesia
Oleh: Daniel Mohammad Rosyid Seminggu terakhir ini wacana publik sebagian diwarnai oleh konflik yang meningkat di kawasan Laut Natuna Utara yang oleh China disebut Laut China Selatan. Konflik itu lalu diwarnai oleh pembatalan kontrak pembuatan kapal selam nuklir oleh Perancis pesanan Australia. Australia secara mendadak berpaling dengan memilih Inggris dan AS dalam pengembangan kemampuan nuklirnya. Eropa sekali lagi dihinakan oleh Inggris dan AS. Penting dicermati bahwa negara-negara yang dengan congkak menyebut dirinya maju itu sangat bergantung pada nuklir. Sementara itu Menhan Prabowo juga memilih Inggris untuk pengadaan Fregate terbaru bagi TNI AL yang akan dibangun oleh PT. PAL Indonesia. Indonesia sebelumnya telah memilih Korea Selatan dalam pengembangan armada kapal selam konvensionalnya. Belum lama ini Indonesia sempat menyatakan kekhawatirannya dengan nuklirisasi kawasan Indo-Pasific melalui pengadaan kapal selam nuklir oleh Australia ini. Penting dicermati bahwa Barat berusaha mempertahankan dominasinya sejak PD II dengan dua instrumen utama : penguasaan nuklir untuk persenjataan dan sumber energi, maupun US Dollar. China dan Rusia adalah penantang serius dominasi ini. Dominasi Barat ini diperkuat secara melembaga dalam PBB. Setiap ancaman nuklir oleh negara ataupun non-state actors yang tidak bersahabat dengan Barat dan penolakan atas monopoli US Dollar dalam perdagangan internasional akan dihadapi dengan keras, jika perlu dengan perubahan rezim yang telah menang Pemilu demokratis sekalipun. Baik De Gaulle, Soekarno, bahkan JF Kennedy sekalipun harus disingkirkan. Indonesia menjadi miskin bukan karena rakyatnya malas, bodoh dan korup, tapi karena dicegah untuk menguasai teknologi nuklir sebagai sumber energi bagi pembangunan, maupun harus menggunakan US Dollar untuk ekspor impornya. Sejak Orde Baru, perampokan besar atas kekayaan Indonesia itu dilakukan secara sistematik melalui perdagangan internasional ribawi yang sangat tidak adil. Ini adalah pemiskinan struktural dalam skala global. Pada saat konsumsi energi perkapita nasional Indonesia hanya sepersepuluh Barat sekitar 700 liter setara minyak pertahun, maka bangsa ini pasti akan tetap miskin. Jika beruntung akan bertahan pada posisi bangsa dengan pendapatan menengah. Tanpa PLTN kita tidak pernah mampu mengejar ketertinggalan ini dan menjadi negara maju. PLTN tidak saja menghasilkan listrik yang murah, tapi juga relatif bebas polusi selama tidak mengalami kebocoran. Setelah Donald Trump menarik AS dari perjanjian pembatasan nuklir, dalam perspektif pertahanan dan keamanan, kecenderungan nuklirisasi saat ini sangat berbahaya. Setelah pandemi ini, manusia sebagai spesies terorganisir terancam eksistensinya oleh perubahan iklim dan perang nuklir. Kedua yang terakhir jauh lebih merusak daripada perang biologis selama 16 bulan terakhr ini. Secara domestik, seperti terlalu banyak sekolah justru diikuti oleh kemunduran pendidikan, pembesaran polisi justru mulai menurunkan keamanan. Prinsip U-terbalik itu bisa berlaku untuk pertahanan: terlalu banyak senjata canggih yang mensyaratkan energi yang makin besar, kesehatan justru menurun dan pertahanan makin rapuh. Status pertahanan kita mungkin saat ini belum mencapai point of diminishing return. Pertahanan meningkat dengan hidup sederhana, hemat energi, dengan teknologi lebih konvivial. Pada saat AS mundur dari Afghanistan, perubahan rezim sedang terjadi di Jerman dan Jepang. Kedua anggota jangkar G7 ini untuk pertama kalinya menyatakan kemerdekaannya dari dominasi AS sejak PD II. Tanpa kedua negara itu, G7 tidak akan berarti apa-apa. Tidak ada negara G7 manapun yang cukup bodoh untuk membom nuklir negeri kepulauan yang kaya raya ini. Lebih menguntungkan jika bangsa ini ditundukkan dengan mantra sekulerisasi, demokrasi, standard, dan riba. Kekayaan negara ini terus mengalir ke G7 tanpa kita sadari. This must stop immediately. Saatnya sekarang. KA Agro Bromo Anggrek, 21/9/2021. Penulis adalah Guru Besar ITS
Harapan Baru Bank Muamalat Reborn
by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Baru-baru ini ummat Islam dapat kabar baik. Bank Muamalat, PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) resmi menandatangani Perjanjian Induk Restrukturisasi atau Master Restructuring Agreement (MRA), Rabu 15 September 2021 disaksikan oleh Menteri Badan Usama Milik Negara (BUMN), Erick Thohir. Dalam MRA antara Bank Muamalat dan BPKH ini diatur mengenai hubungan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan transaksi yang akan dilakukan secara terpisah di kemudian hari. Misalnya, penerbitan dan pembelian instrumen berbasis syariah (sukuk). Begitu pula dengan perjanjian pengelolaan aset pembiayaan berkualitas rendah milik Bank Muamalat. Dengan demikian, PT. PPA resmi menjadi pengelola aset berkualitas rendah milik PT Bank Muamalat Tbk. Pengelolaan aset ini sejalan dengan langkah bank syariah tersebut untuk melakukan penguatan modal. Perjanjian ini merupakan tamparan keras bagi Manajemen Bank Muamalat setelah terpuruk dalam pengelolaan aset dan modal Bank Muamalat. Sebagaimana kita ketahui, Bank Muamalat dalam lima tahun terakhir sedang menghadapi masalah keuangan yang serius. Dimana Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Bank pertama yang murni syariah tersebut, selalu gagal dalam mendapatkan investor baru. Menurut catatan penulis, rencana penyelamatan Bank Muamalat melalui rights issue selalu gagal. Berdasarkan RUPSLB 20 September 2017 diputuskan MINAPADI sebagai standby buyer. MINAPADI gagal masuk Bank Muamalat. Selanjutnya, berdasarkan RUPSLB yang diselenggarakan pada 28 Juni 2018 diputuskan pula Lynx Asia and SSG Capital sebagai standby buyer. Lagi-lagi manajemen gagal dalam mengelola dan mendapatkan investor. Selanjtnya pada tahun 2019 diselenggarakan dua kali RUPSLB dalam rangka rights issue. Pertama RUPSLB, 17 Mei 2019 dan Kedua pada 16 Desember 2019. Keputusannya sama. Al-Falah sebagai standby buyer. Gagal untuk keempat kalinya. Terakhir, RUPSLB pada 29 April 2021. Manajemen Bank Muamalat kembali gagal menghasilkan calon investor baru. Standby buyerpun tidak ada. Kegagalan Manajemen Bank Muamalat dalam lima kali rights issue tersebut. Kemungkinan disebabkan buruknya kinerja Manajemen Bank Muamalat dalam memperbaiki kinerja keuangan Bank Muamalat. Malah semakin terpuruk hingga semester I 2021. Berdasarkan laporan keuangan Bank Muamalat semester I 2021, hanya mampu meraup laba bersih Rp 4,903 miliar. Turun tipis jika dibandingkan periode sama tahun 2020. Padahal, aset Bank Muamalat per semester I 2021 terbilang cukup besar, yaitu Rp 51,621 triliun atau naik sekitar Rp 380 miliar dari tahun 2021, yaitu Rp 51,241 triliun. Demikian pula dengan aset dan laba bersih Bank Muamalat mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Laba bersih Bank Muamalat tahun 2019 tercatat Rp 16 miliar, anjlok sebesar Rp 30 miliar jika dibandingkan tahun 2018. Tahun 2018 masih meraih laba bersih mencapai Rp 46 miliar. Selain itu, Return on Asset (ROA) atau tingkat perputaran aset dalam tiga tahun terakhir terus melorot. Tahun 2018 ROA Bank Muamalat sebesar 0,08%, turun pada tahun 2019 menjadi 0,05%. Terakhir, tahun 2020 hanya 0,03%. Demikian pula dengan tingkat pengembalian modal (ROE) Bank Muamalat sangat rendah. Pada tahun 2018 ROE Bank Muamalat turun dari 1,16% menjadi 0,45% pada tahun 2019 dan 0,29% tahun 2020. Dibalik rendahnya kinerja Manajemen, dan upaya penyelamatan Bank Muamalat. Terutama pasca tturun gunungnya Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, BPKH bersama tokoh-tokoh ummat Islam pasca RUPLSB Bank Muamalat yang digelar 30 Agustus 2021 mulai membuahkan hasil. Patut kita apresiasi dan ucapkan terima kasih atas kerja keras Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, Erick Thohir, ICMI, MUI, BPKH, para tokoh Islam dan para pendiri Bank Muamalat dalam menyelamatkan aset kebanggaan ummat Islam. BPKH direncanakan dalam waktu kurang dari dua bulan lagi bakal mengucurkan dana segar untuk penyehatan Bank Muamalat. BPKH akan menjadi pemegang saham pengendali di Bank Muamalat. Bahkan, Bank Muamalat ke depan akan menjadi lini usaha BPKH. Kerjasama PT. PPA dan Bank Muamalat dalam pengelolaan aset Bank Muamalat agar aset Bank Muamalat lebih produktif. Bayangkan, tingkat perputaran aset Bank Muamalat yang beraset tahun 2020 Rp 51, 241 triliun hanya 0,03% dan tingkat pengembalian modal cuma 0,29%. Kerjasama Bank Muamalat dengan PT. PPA dan masuknya BPKH sebagai pemegang saham memberikan harapan baru bagi ummat Islam. Bank Muamalat akan kembali pada masa keemasannya seperti ditorehkan oleh Manajemen Bank Muamalat ketika itu. Sebagaimana kita ketahui, puncak keemasan Bank Muamalat terjadi pada tahun 2008 dengan ROE sebesar 33,14%. Harapan besar ummat Islam pasca masuknya BPKH, Bank Muamalat kembali berjaya dengan tampilnya manajemen baru Bank Muamalat yang berintegritas, profesional dan mempunyai ghirah keislaman sebagai pejuang ekonomi syariah menuju Bank Muamalat sebagai bagian dari ekosistem ekonomi syariah di Indonesia. Tidak berlebihan bila pergantian Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Bank Muamalat sebagai hal yang urgent. Setidaknya akan menjawab keraguan dan pesimisme publik. Apalagi BOC dan BOD layak diberi raport merah. Dua kegagalan dalam rights issue dan memperbaiki kinerja keuangan perseroan. Lebih khusus ummat Islam sebagai nasabah terbesar Bank Muamalat, bank kebanggaan pertama milik ummat Islam berharap banyak terhadap Bank Muamalat. Penulis adalah Pemerhati Ekonomi Syariah.