OPINI

Jiwa Kenegarawanan Otentik

By M Rizal Fadillah PIDATO kebangsaan Prof. Dr. KH Haedar Nashir, M.Si sangat menarik. Terutama saat menyoroti rencana MPR untuk melakukan amandemen kelima yang berkaitan dengan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Haedar mencium adanya kepentingan pragmatis yang melatar belakangi agenda amandemen tersebut. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menyatakan bahwa ketika kini tumbuh kembali gagasan amandemen UUD 1945, seyogyanya difikirkan dengan hikmah kebijaksanaan yang berjiwa kenegarawanan otentik. Dua hal penekanan dari narasi ini yaitu hikmah-kebijaksanaan dan kenegarawanan otentik. Hikmah-kebijaksanaan berhubungan dengan kerakyatan. Artinya orientasi pengambil keputusan politik harus pada kepentingan rakyat bukan kepentingan Presiden, Partai Politik, atau Wakil Rakyat. Apapun agenda politiknya inilah yang harus menjadi basis. Tanpa orientasi pada kepentingan rakyat maka semuanya menjadi sewenang-wenang. Demokrasi yang dicuri atau dikhianati. Kenegarawanan otentik merujuk pada sejarah dimana para pendiri negara dahulu menyusun aturan dasar itu berdasarkan pandangan yang jauh ke depan. Memberi panduan bernegara dari generasi ke generasi tidak berdasar kepentingan pendek untuk diri, kelompok atau partainya. Sinergi dibangun atas dasar kompromi-kompromi. Demi berbangsa dan bernegara yang baik sesuai dengan filsafat dan otentisitas bangsa Indonesia sendiri. Musyawarah untuk mufakat. "Belajarlah dari empat kali amandemen di awal reformasi yang mengandung sejumlah kebaikan dan kemajuan, tetapi menyisakan masalah lain yang membuat Indonesia kehilangan jati dirinya yang asli" demikian Haedar memandang perjalanan politik pragmatis. Kehilangan keaslian jati diri. UUD 1945 dan implementasinya telah terkoyak-koyak, tak berwibawa, dan melenceng jauh. "Apalagi jika wacana amandemen UUD 1945 berorientasi kepentingan pragmatis jangka pendek. Sebab, itu jelas bertentangan dengan spirit reformasi, Pancasila dan UUD 1945 yang telah dibangun 76 tahun lalu". Apa yang diagendakan hanya nafsu untuk memperbesar kekuasaan oligarkhi bukan demi rakyat, karenanya hal ini bertentangan dengan spirit reformasi yang menginginkan demokratisasi berkeadaban. Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 produk 76 tahun lalu, artinya Pancasila yang semestinya dimaknai luhur serta UUD 1945 yang asli. Membangun kenegarawanan yang otentik bukan seenaknya mengamandemen UUD 1945 tetapi mengembalikan pada semangat "the founding fathers" saat menyusun UUD 1945. MPR yang berdaulat sebagai lembaga negara tertinggi, GBHN yang diamanatkan untuk dijalankan oleh Mandataris MPR, keterwakilan golongan, Presiden orang Indonesia asli, serta DPR yang kuat dan tidak terkooptasi oleh permainan Presiden. Inilah otentisitas itu. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini tidak ekstrim atau radikal dalam mengajak kembali ke UUD 1945 asli, akan tetapi bahwa adanya keharusan untuk kembali kepada jiwa kenegarawanan yang otentik adalah absolut. Kiranya para pengambil keputusan politik diharapkan lebih arif dan bijaksana dalam berkhidmat pada kepentingan rakyat untuk dimensi yang panjang. Mengokohkan fondasi aturan dan panduan demi generasi yang akan datang. Negarawan selalu bekerja keras untuk kehidupan bangsa yang lebih baik. Bukan menggemukkan diri dan membagi-bagi kekuasaan kepada para pengekor dan penjilat. Rakyat sebenarnya sudah ingin berteriak keras meski yang diteriaki itu orang-orang tuli dan buta. "Stop amandemen UUD 1945 dan kembali ke UUD 1945 asli !". *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Kerumunan dan Jokowi

Dalam sistem Demokrasi, Jangan pernah berhenti mengkritik konstruktif terhadap Jokowi, karena dia adalah seorang Presiden, sebagai Kepala Pemerintahan yang juga Kepala Negara, yang apa bila ada kekeliruan atau kesalahan dibiarkan bisa membahayakan Negara! Oleh Sugengwaras SAYA menghimbau, agar semua orang yang dekat, para pembantu, para penegak hukum, para stake holder dan seluruh rakyat Indonesia memahami dan menyadari hal ini Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit Oleh karenanya jangan pernah mencoba menyerah, serta jangan pernah menyerah untuk mencoba Jangan katakan kepada Allah aku punya masalah, tapi katakan pada masalah aku punya Allah yang maha segalanya! Juga pahami, karena keberaniannya yang luar biasa, akhirnya ketakutan sendiri, dan karena ketakutannya yang amat sangat akhirnya berubah menjadi sangat berani ! Hukum yang mengikat dan memaksa, belum bisa membuat seratus persen, benar terasa adil, dan adil terasa benar Oleh karenanya, marilah kita selalu menyeimbangkan dunia dan akhirat, doa dan tindakan Seimbang bukan berarti sama berat atau sama besar, tapi tergantung situasi dan kondisi serta masalah yang dihadapi Konkritnya, amat lemah dan sangat vulgar, apa yang dipertontonkan para penegak hukum dalam proses persidangan maupun tindakan hukum saat ini HRS dan JOKOWI yang sama+sama mengakibatkan kerumunan namun faktanya mendapatkan perlakuan tindakan hukum yang jauh dan sangat berbeda. Kerumunan di Bandara Sukarno Hatta saat penjemputan HRS yang juga dibolehkan Profesor Mahfud MD selaku Menkopolhukam, kerumunan di Petamburan saat HRS menikahkan putrinya termasuk yang di Mega Mendung, juga dugaan Kebohongan laporan kondisi kesehatan HRS saat di RS UMMI, beda tipis dengan kerumunan yang diakibatkan oleh Presiden Joko Widodo saat pemberian bansos dan sembako di Prabumulih, Palembang, Bekasi dan Cirebon serta kebohongan Jokowi atas beberapa janjinya terhadap rakyat saat pilpres. Saya yakin tidak ada yang bodoh para petugas dan para penegak hukum.. HRS adalah rakyat biasa yang kebetulan sebagai Ulama Besar yang diteladani banyak umat Islam. Jokowi adalah seorang Presiden, yang merupakan figur dan simbol Negara. Secara etika dan wibawa, bagaimanakah pandangan kita saat melihat seorang Presiden melempar lempar sembako kepada rakyatnya sehingga terjadi rebutan, desak desakan, injak injakan hanya karena ingin mendapatkan segepok sembako, atau antri antrian untuk divaksin agar terpenuhi persyaratan dan lolos dari kesulitan bebagai hal? Juga terkait penghentian kasus penembakan oleh kepolisian terhadap 6 orang laskar FPI pengawal HRS di Km 50 jalan tol Japek, dimana yang semula Kom nas HAM RI bekerja secara profesional, tiada angin, tak ada hujan tiba tiba lantang berteriak memperkuat pernyataan POLRI atas telah terjadinya tembak menembak itu. Demi Allah, demi hukum, demi agama, bangsa dan negara, jangan bohongi dan bodohi rakyat ! Kepada KAPOLRI, tanpa mengurangi rasa hormat, buka kembali kasus KM 50 itu Tanpa ada pamrih apapun aku akan masuk sebagai Tim Pembela pihak HRS sebagai solidaritas saya sesama WNI yang didzolimi Sebagai mantan Prajurit yang pernah melatih penembak mahir, dadaku mendidih membiarkan dan melupakan kebohongan dalam peristiwa ini Hadapilah secara ksatria permohonan saya ini agar borok Polisi terkoyak dan kembali bersih untuk layak Polisi menjadi kebanggaan yang dicintai dan disegani rakyatnya... *) Purnawirawan TNI AD

Amandemen, Alat Elit Bertransaksi

Oleh Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) ELIT politik makin jauh dari aspirasi dan harapan rakyat. Siapa elit politik itu? Mereka diantaranya yang duduk di eksekutif dan legislatif. Atau pengendali mereka. Mereka kerja sendiri sesuai kepentingannya. Lalu, di mana kepentingan rakyat? Tetap ada, tetapi kepentingan elit lebih utama. Atas nama rakyat ramai hanya saat pemilu. Mendengarkan aspirasi rakyat terjadi hanya ketika kampanye. Selebihnya, agenda mereka seringkali bukan menjadi agenda rakyat. Revisi UU KPK dan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang mendapat protes masif dan didemo oleh massa dari berbagai elemen bangsa, mulus-mulus saja. Alasan apa mereka mengesahkannya? Adakah ada kepentingan rakyat disitu? Anda pasti tahu jawabannya. RUU HIP yang juga diprotes, hingga hari ini tidak dicabut keberadaannya di prolegnas. Seperti sedang menunggu di tikungan. Ada waktu yang tepat, bahas. Rakyat lupa, lanjut lagi. Sak karepmu dewe! Sekarang, hangat isu amandemen. Lobi-lobi tingkat elit terus bergerilya. Sejumlah orang ngotot dan sedang cari dukungan. Kabarnya, sudah ada sepertiga anggota DPR yang siap mengusulkan. Syarat sudah terpenuhi. Lobi masih terus dilakukan untuk menentukan apa saja yang akan diamandemen. Untuk sementara, ada tiga kelompok. Pertama, kelompok yang tidak setuju dengan amandemen. Salah satunya PKS. Kedua, setuju amandemen tapi terbatas. Terbatas artinya tidak membahas periode jabatan presiden. Ketiga, setuju amandemen, tapi diperluas batasannya. Bagaimana pendapat rakyat? Gak didengar. Giliran suara, dipakai. Giliran aspirasi, No way. Para elit rajin survei jelang pemilu. Kenapa untuk memutuskan UU yang akan menentukan nasib rakyat dan berpotensi mengubah struktur negara ini, tak ada survei? Elit politik gak nanya kepada rakyat: apakah rakyat setuju atau tidak terhadap amandemen ini. Mestinya, tanya dulu kepada rakyat. Lakukan survei kualitatif dan juga kuantitatif. Kualitatif, tanya dan ajak bicara para akademisi, agamawan, tokoh masyarakat, LSM, dan orang-orang yang kempeten di bidangnya. Biarlah mereka memberi pandangan, gali pemikiran-pemikiran cerdas mereka. Tanya juga kepada rakyat secara umum melalui survei kuantitatif. Berapa persen yang setuju, dan berapa persen yang menolak. Jangan asal amandemen. Nafsu sekali untuk amandemen! Amandemen ini akan menjadi ajang para elit, terutama parpol untuk negosiasi. Buat kepentingan siapa? Ya kepentingan mereka lah. Gak mungkin untuk kepentingan emak lu. Kalau sudah nego, ya liar. Siapa yang bisa kontrol? Civil society sudah makin melemah. Siapa yang menjamin kalau amandemen tidak merambah ke pembahasan presiden tiga periode? Meski Pak Jokowi sendiri tegas menolaknya. Siapa yang menjamin amandemen tidak digiring untuk mengubah jabatan presiden menjadi delapan tahun? Siapa yang menjamin amandemen tidak mengembalikan pemilihan presiden ke sidang MPR? Intinya, amandemen kali ini akan liar. Sulit dikontrol dan dikendalikan Hukum yang berlaku adalah lu dapat apa, gue dapat apa. Fraksi-fraksi di DPR dan parpol akan bermanuver. Di sisi lain, rakyat sedang menderita akibat dampak covid. Kenapa tidak prioritaskan saja dulu pada dua hal. Pertama, bagaimana covid ini segera berakhir. Kedua, bagaimana pertumbuhan ekonomi digenjot lagi, agar utang negara terbayar, dan ekonomi rakyat berputar. Dua hal ini jika sukses, cukup membuat rakyat gembira. Silahkan amandemen, tapi jangan sekarang. Entar setelah 2024. Setelah semua habis periodenya. Setelah situasi politik tidak lagi tegang.

Mengapa Jokowi Gagal Meraih Prestasi Dalam Isu Perubahan Iklim

Perbankan tidak pernah sejalan dengan visi pemerintah Oleh Salamuddin Daeng Perbankan di Indonesia tidak memiliki visi yang sejalan dengan komitmen pemerintah. Perbankan Indonesia layaknya lintah darat yang berorientasi bunga yang mencekik. Lebih dari itu tidak ada visi perbankan dalam masalah masalah lingkungan hidup dan masalah keadilan sosial. Bagaimana mungkin pemerintah dapat meraih komitmen besar di bidang lingkungan hidup tanpa melibatkan masyarakat dan dunia usaha? Sementara keterlibatan mereka butuh dukungan perbankan. Bagaimana mungkin pemerintah bisa meraih konsensus climate change, sementara sumber pembiayaan untuk meraihnya tidak disediakan oleh perbankan ? Bagaimana mungkin dunia usaha terlibat jika isu penurunan emisi, sementara isu perubahan iklim ini didesain sebagai isu yang berbiaya mahal oleh perbankan? Akibatnya agenda ini hendak disukseskan dengan cara memeras keuangan BUMN. Akibatnya pemerintah jalan sendiri dan bank hanya mencari celah untuk mengambil keuntungan secara sepihak dari kebijakan pemerintah namun tidak dalam rangka mendukung visi besar pemerintah. Seperti pepatah kesempatan dalam kesempitan. Idiom dunia tukang kredit ; Anda butuh uang? Bank menyediakan. Tapi anda dicekik. Bukan untuk mendukung tujuan anda tapi untuk menjerat leher anda. Bayangkan sebagian besar kredit perbankan indonesia hanya dialokasikan bagi tambang energi kotor dan pembangkit energi fosil. Tidak ada dukungan perbankan membiayai energi bersih. Sementara BUMN yang ditugaskan pemerintah untuk meningkatkan bauran energi tidak punya modal, tidak punya uang, dan usahanya pun berjalan tertatih tatih. Akibatnya tidak ada satu pun usaha di bidang energi yang layak yang memenuhi aspek studi kelayakan, yang menguntungkan secara ekonomi dalam berbagai skala usaha, yang dapat dikerjakan oleh masyarakat, koperasi, UMKM, dan juga oleh BUMN. Hanya usaha energi kotor yang layak, karena memang sudah establish, konglomerasi energi kotor kian kaya, mendapatkan karpet merah dari perbankan, fasilitas kredit mudah, dukungan perbakkan dan dukungan keuangan lainnya. Padahal lima tahun lebih sudah waktu yang dilalui Presiden Jokowi untuk memenuhi komitmennya pada perjanjian internasional dalam bidang lingkungan hidup. Presiden menandatangani COP 21 Paris tahun 2016 di hadapan pemimpin dunia. Perjanjian ini juga telah disyahkan menjadi UU melalui DPR. Sebuah komitmen bersama internasional untuk menurunkan emisi karbon, yang merupakan penyebab kerusakan lingkungan nomor satu saat ini. Komitrmen yang baik dalam rangka memperbaiki kualitas hidup.manusia dam kualitas hidup bangsa Indonesia. Lalu mengapa presiden Jokowi tidak bisa mengatur bank? Perbankkan ini tunduk pada siapa. *) Peneliti AEPI

Awas, Ketua MPR Bambang Soesatyo Kunci Tiga Periode

By Asyari Usman SALAH seorang figur politik yang berpotensi menghancurkan reformasi Indonesia adalah Bambang Soesatyo (Bamsoet). Dia menjabat sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Bamsoet bisa merusak bangsa ini karena dia ada pada posisi untuk menjadi fasilitator keinginan Jokowi untuk duduk sebagai presiden tiga periode. Atau setidaknya diperpanjang sampai 2027 lewat Tap MPR. Akhir-akhir ini wacana (gagasan) untuk mengubah (mengamandemen) UUD 1945 semakin gencar dibicarakan. Memang tujuan tunggal amandemen adalah untuk menghidupkan kembali pedoman pembangunan nasional dalam bentuk Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang dulu disebut GBHN. Tetapi, sidang MPR dengan agenda tunggal penyusunan PPHN itu sangat mungkin dibajak untuk membicarakan masa jabatan presiden. Ini yang sangat berbahaya. Memang Bamsoet menegaskan selama ini MPR tidak pernah membahas masa jabatan presiden. Dan dia juga mengatakan Jokowi tidak ingin amandemen melebar ke pembahasan masa jabatan presiden tiga periode. Yang menjadi masalah ialah, di Indonesia ini 95% politikus tidak bisa dipercaya. Lidah mereka bisa ditumbuhi tulang khusus untuk menipu rakyat. Yaitu, tulang tiga periode. Hari ini Bamsoet mati-matian menjamin tidak akan terjadi tiga periode jabatan presiden. Namun, ketika nanti sidang berjalan, dia bisa dengan enteng berkilah bahwa sebagian besar anggota MPR menghendaki pembahasan tiga periode. Dan Bamsoet pun ketuk palu tiga periode atas kehendak rakyat yang diwakili sekian ratus anggota MPR. Perlu diingat bahwa gerakan tiga periode itu punya kronologi yang sangat rapi. Pertama, lembaga “surpay” abal-abal menurunkan hasil penelitian bahwa rakyat senang dengan kinerja Jokowi. Lebih 66% responden puas (Maret 2021). Kemudian, dimunculkan Komunitas Jokpro 2024 (Juni 2022) yang mendukung Jokowi tiga periode bersama Prabowo. M Qodari, penggagas Jokpro, mengatakan dia mendukung Jokowi tiga periode. Jokowi sendiri membiarkan Jokpro melakukan kegiatan. Setelah itu, Bamsoet menjumpai Jokowi di Istana Bogor (13/8/2021). Mereka membicarakan proses amandemen untuk menampung PPHN. Di situlah, kata Bamsoet, Jokowi menegaskan dia tidak mau amandemen tunggal melebar ke periodisasi jabatan presiden. Setelah itu, Jokowi mengumpulkan para ketum dan sekjen parpol koalisi pemerintah, termasuk ketua umum PAN, Zulkifli Hasan, sebagai anggota baru. Para pengamat menafsirkan pertemuan ini sebagai konsolidasi amandemen tiga periode. Dengan bergabungnya PAN, koalisi hanya kekurangan 3 anggota MPR untuk meloloskan tiga periode. Tentu mencari 3 kursi itu akan sangat mudah. Jangankan 3, mencari 300 pun tidak masalah bagi konsorsium bandar tiga periode. Tapi, sekali lagi, kunci amandemen tiga periode itu ada di tangan Bamsoet. Dia sudah sangat berpengalaman. Dia ada pada posisi untuk membuka pintu amandemen tiga periode. Dan dia juga bisa menutup rapat pintu itu, kalau dia tidak sedang “silau mata”. Jadi, hati-hatilah dengan Bamsoet. Beliau termasuk politikus yang tidak bisa dipercaya. (Penulis wartawan senior)

Pekerja Pribumi Harus Dilindungi

By M Rizal Fadillah ABDUL Ghani Baradar pemimpin Afghanistan di depan pertemuan IATA yang dihadiri pejabat dan pengusaha Saudi Arabia serta utusan anggota IATA menyatakan dengan tegas "Silahkan inves dan mengelola kekayaan Afghanistan termasuk hotel yang memang negara kami minus perhotelan dengan catatan adil dalam bagian dan tenaga kerja wajib dari pribumi Afghanistan". Pernyataan Baradar tersebut menyebar di berbagai media yang memberi gambaran realisasi jaminan bahwa Taliban kini telah berubah. Menampilkan sosok yang siap bekerjasama dengan banyak pihak. IATA langsung atau tidak berhubungan dengan pengembangan destinasi wisata setiap anggota. Kehadiran dan tawaran Afghanistan tentu menarik bahkan unik. Suatu negara yang rentan konflik bahkan seperti tak pernah sepi dari perang kini siap untuk menjadi destinasi wisata dan menjadi bagian dari lalu lintas transportasi udara dunia yang terbuka. Investasi perhotelan diundang. Artinya Pemerintahan Baradar lebih siap untuk menjamin keamanan dan stabilitas. Afganistan sebagai wilayah "keras" kini menawarkan persahabatan. Taliban bukan teroris yang menakutkan. Itulah sekurangnya yang dipesankan Baradar. Ia ingin dunia hadir ke negerinya dengan penuh sukacita menikmati alam dan kehidupan sosial yang ramah. Yang lebih penting dalam pesannya adalah proteksi untuk pekerja pribumi. Sebesar apapun investasi namun tidak boleh menggusur lapangan kerja bagi warga Afghanistan sendiri. Komitmen Pemerintahan Taliban ini patut digaris bawahi. "Kami takut kelak di akhirat nanti diminta pertanggungjawaban kalau sampai mengizinkan tenaga kerja asing sementara rakyat kami jadi pengangguran, betapa kami zalim karena kekayaan Afghanistan adalah sepenuhnya milik rakyat Afghanistan" Di tengah membanjirnya TKA asal China ke Indonesia, nampaknya pesan ini cukup menohok. Indonesia bekerja keras merayu kehadiran investor, akan tetapi disayangkan paketnya adalah tenaga kerja asing yang menyertai. Sementara angka pengangguran angkatan kerja cukup tinggi dan suara kritik untuk menyetop banjirnya TKA China tersebut dianggap angin lalu saja. Rezim atau oknum pendukung yang masih berteriak Taliban harus diwaspadai bahkan dijauhi karena radikalisme atau terorisme yang dikhawatirkannya haruslah mulai berkaca diri. Perlindungan lemah pekerja pribumi dan membuka kran kedatangan masif TKA China adalah wajah buruk pemimpin bangsa. Wajah buruk dan kriminal rezim bagaikan teroris yang membawa bom bunuh diri yang sedang meneror para pekerja pribumi. Wajah yang jauh lebih buruk daripada wajah Taliban yang dituduh dan dijelekkan kemana-mana. Ketika Afghanistan membuka dan mengundang investasi, maka ayolah pengusaha hebat Indonesia berinvestasi di Afghanistan. Hanya saja satu catatan janganlah berinvestasi dalam beternak kodok dan cebong di sana. Afghanistan adalah negeri ahlus sunnah wal jama'ah yang jumhur ulama tidak membolehkan untuk makan kodok apalagi cebong ! *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Waspada Proxy War

Oleh Sugengwaras Bangsaku bangsaku, bangsamu bangsamu (China), Agamaku agamaku, agamamu agamamu (Islam). Proxy war (perang non militer) tidak kalah bahayanya dibanding perang fisik bersenjata ! Ini dulu sering disinggung dan diingatkan oleh para tokoh militer Indonesia, termasuk Jendral Gatot Nurmantyo , namun tak kurang yang menganggap abal abal dan mencari sensasi Tahun 2001 saat saya sebagai Kepala Departemen Operasi yang juga sebagai Dosen Sesko TNI, bersama siswa Sesko TNI dan rombongan, mengadakan kunker / studi banding ke Vietnam (Selatan). Layaknya kunker kunker ke negara negara lain, sudah ada kordinasi sebelumnya antar negara terkait agenda / susunan acara selama kunker. Tapi menjadi luar biasa saat kunker ke Vietnam ini ada acara yang diluar apa yang telah dikordinasikan sebelumnya, dimana pihak Vietnam dengan hormat mohon kesediaan Indonesia untuk bisa memenuhi acara ini. Sebagai tamu dan demi nama bangsa Indonesia ketua tim kami, LetJen JS menyetujui dan mempersilahkan delegasi Vietnam untuk mengatur dan memulai acara tersebut ( acara tanya jawab, di forum formal, diluar dugaan kita, yang tidak biasa dilakukan di negara negara lain). Salah satu pertanyaan yang cukup menggigit adalah pertanyaan dari seorang Jendral Vietnam yang secara vulgar menanyakan tentang bagaimana pandangan Indonesia terhadap Vietnam, apakah tergolong sebagai musuh? Menyikapi pertanyaan ini, Jendral JS, ketua tim delegasi Indonesia, dengan hati hati tapi penuh wibawa menunjuk ke saya untuk menjawab pertanyaan jendral Vietnam itu (saya yang ketiban sampur, membenarkan strategi Letjen JS yang menunjuk saya untuk meladeni Jendral Vietnam itu, karena di samping sebagai KADEPOP juga dalam keadaan pangkat saya Kolonel / Pamen, sehingga ada alasan memaklumi ika ada kurang tepatnya menjawab Esensi jawaban saya : Indonesia menyadari letak geografi dan geostrategi serta bentuk fisik negara kepulauan yang banyak celah dan kerawanan, yang terdiri dua pertiga lautan dan sepertiga daratan, dengan mayoritas populasi penduduk di P Jawa Oleh karenanya, Indonesia telah merumuskan kunci kunci jawaban untuk mencegah, menangkal dan menyelesaikan, jika terjadi infiltrasi atau invasi atau kombinasi keduanya, baik secara fisik maupun non fisik, kapanpun, dari manapun, bagian manapun, di mana pun, dalam bentuk apapun dan kekuatan seberapapun, mulai dari kawasan udara, laut hingga menyentuh ujung paling luar daratan, untuk menggagalkan, menghancurkan dan meniadakan bahaya / ancaman nyata dari musuh Ini penting, tapi lebih penting bangsa Indonesia akan senantiasa menciptakan, menjaga dan memelihara perdamaian, persahabatan, persaudaraan dan kenyamanan kesemua negara dan bangsa disekitar keliling Indonesia, termasuk Negara Vietnam Jadi dari pandangan kami bangsa / NKRI, Vietnam adalah tetangga kami, saudara kami dan sahabat kami, untuk menatap masa depan dunia yang lebih baik ! Entah salah atau benar, yang penting sudah saya laksanakan perintah atasan saya untuk menjawab pertanyaan Jendral Vietnam itu Diluar dugaan, setelah penerjemah mengakhiri penjelasanya kepada audensi, terdengar tepuk tangan meriah dari kedua belah pihak, Indonesia dan Vietnam,disertai jabatan erat dan rangkul rangkulan selesai acara pokok... Saudara saudaraku sebangsa dan setanah air, bukan watak dan karakter saya untuk pamer atau narsis tentang kejadian kecil ini Saya bermaksud untuk mengambil hikmahnya karena bagi orang orang yang lebih mengerti dan lebih tahu, jawaban tadi monoton, tidak relevan dan tidak berlaku untuk saat ini, dianggap usang, kuno ketinggalan kereta api, ketinggalan jaman, tidak tahu perkembangan dan dinamika peradaban dunia saat ini Apalagi jika disinggung masalah bahaya laten komunis kebanyakan akan menganggap preettt... Marilah kita bersikap, mantan PKI dan anak cucunya, harus kita bina dan arahkan, manfaatkan, jangan terus dicurigai apalagi didiskriminasi, namun tetap waspada, karena pihak ketiga apalagi yang berideologi komunis maupun seolah berpindah haluan kapitalis, yang senantiasa ingin melemahkan dan menghancurkan NKRI melalui landasan, doktrin, ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia PANCASILA, dengan cara menggerigit sedikit demi sedikit, mengoyak, merobek lewat Undang Undang, perpu atau tindakan tertutup dan terbuka seperti membuat gaduh, kebohongan, penjungkirbalikan fakta sejarah, penghasutan, pengelabuhan, diskriminasi, kriminalisasi maupun adu domba serta pecah belah umat Islam, karena mau tidak mau, suka tidak suka umat Islam adalah aset terbesar NKRI Bisa jadi, kasus Mohamad Kece, ustad Waloni dan ustad UAS merupakan bagian dari skenario ini Apalagi HRS, solidaritas sesama WNI untuk kebenaran dan keadilan harus kita tunjukkan Tidak ada hakim yang kuat, tidak ada pemerintahan yang kuat, kecuali yang jujur, benar dan adil, bersama sama rakyat ! Rumus saya hanya satu...jika pihak lain masih mau mendengar, melihat dan merasakan sesuatu yang jujur, benar dan adil, layak kita hormati Namun jika sudah berpikiran dan bertindak bak IBLIS, harus kita imbangi dan lawan bak MEMBASMI IBLIS ! Jika cara cara hukum, tulisan dan tindakan tindakan konstitusi tetap diabaikan, kita harus siap REVOLUSI...!!! Oleh karenanya, saya menghimbau, semua saudara saudaraku, apapun suku dan agamamu, waspada dan hati hatilah, tetap pelihara kesatuan dan persatuan bangsa, jangan terpengaruh atau terhasut hal hal yang tidak jelas yang dapat merugikan orang lain dan diri sendiri, dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika yang berlandaskan Pancasila yang dikumandangkan 18 Agustus 1945 MERDEKA....!!! Penulis adalah Purn. TNI AD, Panglima TRITURA, Ketua DPD APIB Jabar, Pengaping / Pembina KAMI Jabar, Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI.

Antara Habib Rizieq dan Pinangki, Keadilan Suka-suka yang Dipertontonkan

Oleh Ady Amar *) AKHIRNYA Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, menguatkan putusan PN Jakarta Timur kepada Habib Rizieq Shihab, yaitu hukuman 4 tahun penjara, Senin, 30 Agustus. Itu berkaitan dengan perkara tes swab RS Ummi Bogor. Habib Rizieq dianggap bohong karena mengatakan dirinya sehat, dan karenanya menimbulkan keonaran. Putusan PT DKI Jakarta itu tidak terlalu mengejutkan, sepertinya sudah seharusnya diberikan pada Habib Rizieq. Sehingga suara PN Jakarta Timur dan PT DKI Jakarta seperti koor saja. Pokoknya ia harus dihukum, dan itu 4 tahun. Jika lalu orang berasumsi, itu agar pelaksanaan Pilpres 2024 tidak "direcoki" manusia satu ini, itu pun tidak salah. Mengadangkan dalam sel Habib Rizieq sampai Pilpres berlangsung, itu kesan yang ditangkap publik. Keonaran apa yang ditimbulkan Habib Rizieq dengan bohong atas kesehatannya, itu tidak ada yang bisa membuktikan. Pokoknya tuduhan ada keonaran yang ditimbulkan, dan jaksa penuntut umum (JPU) bisa leluasa menjerat dengan pasal tuntutan memberatkan, 6 tahun. PN Jakarta Timur memvonis 4 tahun penjara, lalu dikuatkan PT DKI Jakarta dengan vonis yang sama. Bohong dengan menyatakan diri sehat, yang kemudian hasil tes swab PCR positif Covid-19, itu tidak dapat dikatakan bohong. Saat itu Habib Rizieq merasa sehat, maka ia katakan sehat, itu sebelum hasil tes keluar. Dan setelah hasil tes keluar dan positif, maka ia melakukan isoman di rumah. Bohong itu jika hasil tes sudah keluar dan jelas hasilnya positif, tapi ia mengatakan sehat, maka itu disebut bohong. "Bohong" yang tidak dapat dikatakan bohong, itu sebenarnya pintu masuk saja untuk memenjarakannya. Ditambah tuntutan bohong yang menimbulkan keonaran, itu agar majelis hakim bisa memvonis seberat-beratnya. Jadi, sekali lagi, tidak ada yang aneh. Itu hal yang memang sepertinya sudah "ditetapkan", agar hukuman tetap ditetapkan 4 tahun penjara. Hukuman itu diberikan untuk perbuatan yang tidak diperbuat Habib Rizieq. Tidak bohong tapi nalar publik dipaksa untuk menganggap ia berbohong, dan juga tidak ada keonaran, tapi lagi-lagi itu mesti dianggap ada keonaran yang ditimbulkan. Hukum suka-suka pada Habib Rizieq Shihab terang benderang ditampakkan, dan itu mencederai rasa keadilan. Manusia satu ini seolah manusia berbahaya, dan karenanya harus dipenjara meski tanpa kesalahan. Habib Rizieq Shihab, lewat pengacaranya melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kita lihat saja nanti, apakah MA akan membebaskannya karena ia tidak terbukti bersalah, atau... Istimewanya Pinangki Ada tiga tuntutan pada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia terpidana kasus suap, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat dalam perkara pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), menjatuhkan vonis 10 tahun, dari tuntutan JPU yang 4 tahun. (Bandingkan kasus Habib Rizieq Shihab pada perkara "bohong" dan "keonaran" yang tidak terbukti, itu dituntut JPU 6 tahun). Pinangki memang terpidana istimewa. Meski perbuatannya perbuatan nista berat, ia tetap diistimewakan dengan suka-sukanya pengadilan. Ia yang semula divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Pusat 10 tahun penjara, melakukan banding pada PT DKI Jakarta. Maka PT DKI Jakarta memberinya korting 6 tahun. Hukumannya ditetapkan jadi 4 tahun. Alasannya, karena yang bersangkutan masih punya anak kecil. Kok enak .tenan. Dan JPU tentu tidak berkehendak kasasi ke MA, karena terpidana mendapat keistimewaan pemotongan hukuman luar biasa. JPU tampak "melindungi" garong Pinangki, yang sesama korps Adhyaksa. Jika orang lalu membandingkan "kesalahan" tidak bersalah Habib Rizieq itu dengan garong Pinangki, yang sama-sama divonis PT DKI Jakarta 4 tahun penjara. Maka keduanya mustahil bisa diperbandingkan, kecuali pada hukumannya yang sama-sama sesuka-sukanya. Tapi yang pasti keduanya memang sama-sama ditarget. Yang satu (Habib Rizieq Shihab) ditarget hukuman berat meski ia tidak melakukan kesalahan. Dan satunya lagi (Pinangki) meski garong, ia ditarget dengan hukuman seringan mungkin. Garong memang tampak dimuliakan, itu terbukti dengan kasus Pinangki. Sedang penegak amar ma'ruf nahi munkar, semacam Habib Rizieq, itu seolah musuh yang mesti dipenjarakan. Masih berharap pada MA? Tentu berharap keadilan akan diputus MA atas kasus Habib Rizieq Shihab dengan putusan pembebasannya. Optimistis dalam mencari keadilan atas kasus Habib Rizieq, ini mesti terus diikhtiarkan. Tidak perlulah umat terlampau larut dalam kesedihan panjang atas putusan PT DKI Jakarta. Mengetuk pintu langit wajib terus digelorakan, agar bantuan-Nya segera ditampakkan. Kita semua jadi saksi atas pengadilan sesat yang terus dimunculkan, yang itu pantas diakhiri dengan campur tangan Tuhan. Meminta Tuhan ikut hadir, itu sebuah pengharapan tidak sia-sia, bahkan seharusnya. (*) *) Kolumnis

Ketidakadilan Itu Dilawan, Bukan Dikeluhkan

By Asyari Usman PENGADILAN Tinggi (PT) Jakarta menguatkan vonis 4 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur atas Habib Rizieq Syihab (HRS). Jalan berikutnya adalah kasasi. HRS dihukum oleh PN dengan dakwaan berbohong soal hasil tes swab RS Ummi Bogor. Para pendukung HRS merasa tidak adil. Sangat tidak masuk akal kasus tes swab yang sangat sepele itu diganjar hukuman penjara 4 tahun. Sebetulnya, mungkin kasus pembohongan yang lebih berbahaya dari bohong RS Ummi sudah terjadi ribuan kali. Namun, baru kali ini hukuman yang dijatuhkan begitu berat. Dari sudut pandang mana pun, hukuman 4 tahun untuk HRS sangat keterlaluan. Pantaslah publik merasakan ketidakadilan. Publik kemudian berteriak keras tentang ketidakadilan. Nah, sekarang bagaimana cara agar ketidakadilan bisa dibalikkan menjadi keadilan? Atau, minimal ketidakadilan itu dicegah agar tidak merajalela? Apa yang harus dilakukan? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Tetapi, sejarah generasi terdahulu memperjuangkan keadilan sesungguhnya bisa dijadikan acuan. Kita, banga Indonesia ini, memiliki sejarah yang sangat panjang dan brutal tentang perjuangan melawan ketidakadilan. Sejarah itu antara lain adalah 350 tahun ketidakadilan di bawah penjajahan Belanda. Selepas penjajahan Belanda, ketidakadilan dilanjutkan oleh Jepang. Selepas Belanda dan Jepang mengobral ketidakadilan, dilanjutkan pula oleh pemerintahan yang silih berganti. Sampailah akhirnya ketidakadilan itu terasa memuncak sekarang ini. Luar biasa maraknya ketidakadilan itu. Sebaliknya, betapa redupnya keadilan. Nah, apa yang harus dilakukan untuk melenyapkan ketidakadilan? Sejarah mencatat bahwa perjuangan melawan ketidakadilan tidaklah ringan. Perjuangan itu berdarah-darah. Banyak korban nyawa. Dan berlangsung puluhan tahun. Intinya adalah pengorbanan. Ketidakadilan bisa lenyap, alias keadilan bisa tegak, jika pengorbanan melebihi modalitas ketidakadilan itu. Maknanya, ketidakadilan akan sirna kalau dosis pengorbanan tinggi. Para pelaku ketidakadilan akan lumpuh. Ini semua diceritakan oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke ketika para pejuang melawan ketidakadilan. Banyak yang tewas. Dibunuh, Disiksa. Yang berlaku adalah hukum rimba. Tidak ada hukum rasional yang bisa melenyapkan ketidakadilan. Karena ketidakadilan itu bersendikan “hukum sesuka hati”. Mungkinkah Anda hidup berdampingan secara damai dengan orang yang menggunakan “hukum sesuka hati” itu? Para pejuang yang melawan ketidakadilan di masa lampau tak pernah tidur nyenyak. Mereka bergerilya mencari para penegak ketidakadilan. Mereka keluar-masuk kampung dan hutan. Jika mereka berjumpa dengan para penegak ketidakadilan itu, ada dua gendangnya atau “ending”-nya. “Kalau tidak mereka, berarti kami yang selesai.” Di zaman penjajahan dulu, perjuangan melawan ketidakadilan berlangsung lama. Melelahkan. Korban nyawa tak terhitung. Dampak sosialnya juga besar. Tetapi, ini semua dilakukan karena tidak ada jalan lain. Ketidakadilan itu sama seperti jalan buntu. Anda ada di situ. Anda tidak bisa menghindar dari kejaran ketidakadilan. Karena itulah, Anda harus menciptakan jalan keluar sendiri dari jalan buntu itu. Dalam bahasa lain, ketidakadilan harus dilawan. Bukan dikeluhkan.[] (Penulis wartawan senior)

Sebaiknya Hentikan PPKM

Awal gagasan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sudah tidak jelas, karena makna pemberlakuan adalah kata keterangan yang menerangkan lamanya waktu pembatasan kegiatan. Padahal kebijakan ini ditujukan untuk menyikapi sesuatu dalam keadaan darurat. Oleh Sugengwaras KAPANPUN dan di manapun sebutan keadaan darurat hanya diasumsikan, dikonsumsikan, dan diprediksikan selama keadaan darurat (sangat terbatas, sangat tertentu, sangat khusus). Kalau pada implementasinya keadaan darurat terus diperpanjang, apa lagi tidak bisa diprediksi kapan berakhirnya, maka ini layak dikatakan tidak konsisten dan tidak konsekwen, bahkan tidak ada ketegasan atau bisa dikatakan mencla- mencle, tidak profesional, tidak berkonsep kredibel/eligibel, ngambang, ngawur, hanya mengedepankan kekuasaan, yang membuat masyarakat cemas harap, khawatir, curiga, dan berpotensi meremehkan atau melawan! Ini yang perlu disadari oleh rezim, karena sesungguhnya banyak orang yang cerdas, arief, ahli, dan bijak di lingkungan istana, namun pada kenyataanya berjalan sendiri-sendiri, dimana ada yang berpikir keselamatan orang banyak, namun ada yang berwacana aneh-aneh, bahkan ada yang sudah memulai gepyak sayap untuk koalisi menuju ke arah membawa negara ini. Lebih memprihatinkan, karena presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara tak kunjung peka dan peduli terhadap situasi dan kondisi seperti ini, atau mungkin sengaja ada pembiaran untuk maksud dan tujuan tertentu. Hal yang sangat mendasar yang dilupakan dan ditinggalkan penggagas PPKM adalah Hak Azasi Manusia (HAM). Seharusnya disadari, HAM adalah hal yang sangat fundamental menyangkut kebebasan dalam kelangsung hidup. Karena manusia tidak hidup sendirian yang nota bene berkelompok, berbangsa, dan bernegara, maka muncullah kesamaan tujuan dan kepentingan yang akhirnya terjadi gesekan, persaingan, dan egosentrik. Dari sinilah lahir hukum yang bersifat mengikat untuk mengikuti aturan yang ada dan bersifat memaksa untuk yang melanggar. Selanjutnya, hak asasi munusia yang bebas tadi dibebani lagi tanggung jawab atau istilah sekarang bebas yang bertanggung jawab (inilah hubungan klausal antara HAM dan Hukum). Obyek PPKM adalah masyarakat (makhluk sosial yang beraneka ragam kepentingan, bahkan ada hubungan atau kesinambungan kerjasama di antara yang satu dengan yang lain, saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup sehari hari). Oleh karenanya pemerintah harus bisa menyelami dan menghayati kondisi rakyatnya, dimana hanya sebagian kecil yang hidupnya dijamin negara seperti TNI POLRI, ASN, dan jajaran stake holder yang digaji tiap bulanya, sedangkan sebagian besar lainnya hidup mandiri dan berusaha mulai tingkat tinggi hingga tingkat menengah dan rendah, bahkan ada yang selalu kesulitan dalam menghadapi hidup hari esok. Di sisi lain jika kita cermati tentang teknis tahapan dan pola operasionalnya, semestinya kita bisa berpikir logis, jika pemakain masker sudah aman kenapa harus jaga jarak, jika jarak sudah terjaga kenapa harus pakai masker. Jika bermasker dan jaga jarak sudah dilakukan kenapa harus divaksin. Jika pemakaian masker, jaga jarak dan vaksin sudah dilakukan kenapa harus di PPKM Kita memahami, itu semua sebagai penyempurnaan yang lebih baik bagi keselamatan kita semua, namun pemerintah juga perlu mempertimbangkan akibat akibat PPKM, terutama bagi rakyat kecil kebanyakan. Oleh karenanya, saya menghimbau, agar rezim ini benar-benar memahami kondisi rakyat kebanyakan agar tidak parno, trauma, atau menyepelekan PPKM ini demi efektifnya kita mencari nafkah dan terjaga dari Virus pandemi Covid - 19 ini, dengan bijak MENGHENTIKAN PPKM ! Penulis, Purnawirawan TNI AD.