OPINI

Kartu Vaksin untuk Masuk WC

By M RIzal Fadillah BAHWA vaksin itu penting mungkin tak mesti diperdebatkan meskipun masih ada sedikit pro kontra atas kualitas vaksin, usia untuk divaksin, maupun efek vaksin. Kecurigaan konspirasi tetap muncul meski tidak dominan. Vaksin sudah menjadi fenomena dunia dengan berbagai merk yang saling bersaing. Masalahnya adalah vaksin bagi warga negara itu hak atau kewajiban? Para pakar hukum lebih melihat pada dasar hukum yang ada sehingga meyakini dan menyatakan bahwa warga untuk divaksin itu adalah hak. Artinya seseorang boleh berkeberatan atau menolak untuk divaksin. UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak mengadopsi sanksi atas penolakan vaksin apalagi berkategori pidana. Pemerintah menganggap vaksin itu wajib dengan alasan untuk keamanan semua. Meskipun belum berani memberi sanksi pidana tetapi Perpres No 14 tahun 2021 telah mengatur sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan masyarakat atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian pelayanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda. Sanksi penundaan atau penghentian pelayanan administrasi pemerintahan adalah memberatkan dan melanggar hak-hak warga bahkan bisa disebut penganiayaan atau pembunuhan hak administrasi rakyat. Vaksin menjadi alat pemaksaan kebijakan. Menteri Luhut Binsar Panjaitan dalam acara pemantauan vaksinasi di Setda Sleman menyatakan bahwa Pemerintah sedang mempersiapkan kartu vaksin Covid 19 dimana kartu vaksin ini menjadi syarat untuk masuk ke tempat umum seperti tempat kunjungan wisata atau pusat perbelanjaan. Masuk restauran pun kata Luhut harus ada kartu vaksin. Tempat-tempat yang nantinya dibolehkan untuk dikunjungi atau dimasuki dengan syarat kartu vaksin akan semakin banyak dan meluas. Harus ada ketentuan yang jelas untuk pengaturannya. Jika bersanksi hukum berat maka harus dituangkan dalam aturan setingkat Undang-Undang, jangan sampai seperti PPKM baik darurat maupun level-levelan yang pengaturannya hanya dalam bentuk Instruksi Mendagri. Pengaturan Pemerintah dalam menangani pandemi ini terlihat acak-acakan. PPKM saja nomenklaturnya tidak dikenal dalam Undang-Undang. PPKM diumumkan oleh Presiden namun bingkai aturannya berupa Instruksi Mendagri. Sementara soal vaksin dan vaksinasi ternyata diatur dalam Peraturan Presiden. Jadi kacau. Persyaratan kartu vaksin ada tanda-tanda akan diatur seenaknya. Dan jika ini dilakukan maka dampak publiknya sangat besar. Masyarakat mungkin akan banyak keberatan dan menolak pemberlakuan kartu vaksin yang bersifat pemaksaan. WHO meminta agar vaksinasi tidak dipaksakan. Menurutnya akan menjadi boomerang. Luhut menegaskan masuk mall dan restauran harus dengan kartu vaksin. Perluasannya bisa-bisa seluruh fasilitas umum harus dengan menunjukkan kartu vaksin seperti ke pasar, toko-toko, kampus, sekolah, masjid, hingga warteg dan WC umum. Terbayang dalam perjalanan atau sedang berjalan-jalan sudah kebelet tapi tidak memiliki atau lupa membawa kartu vaksin lalu tidak bisa masuk ke WC umum. Terbayang betapa sulitnya pengawasan atas konsistensi pelaksanaan. Dipastikan juga akan menambah biaya pekerjaan. Jadi pemberlakuan suatu kebijakan umum yang mengikat luas harus dengan persetujuan rakyat. Bukan semata atas kemauan dan cara yang ditentukan oleh Pemerintah sendiri dengan aturan atau tafsir aturan yang semau-maunya. NKRI ini bukan milikmu ! *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Orang Utan dan Binatang Istana

Entah siapa dan mulai kapan orang menyebut nama seekor binatang memakai nama manusia, barangkali karena ada kemiripan antara binatang tersebut dengan layaknya manusia, mungkin karena watak, sifat atau fisiknya. ORANG utan adalah satu-satunya binatang dari jutaan binatang di dunia yang mendapat kehormatan menerima predikat manusia, meskipun kuatnya tidak mirip harimau sang raja hutan, anjing polisi yang cerdas, gajah di Sumatra yang gede, Comodo di Pulau Buru yang kokoh perkasa, banteng di Spanyol yang tangguh maupun rusa yang populer soal tipu menipu, dan inilah yang disebut salah kaprah Maka, menjadi lumrah jika di lingkaran istana ada orang yang layak dijuluki binatang istana karena sifat, karakter dan tabiatnya yang sekelas binatang, yang mengedepankan kekuatan, kesempatan dan kemauannya untuk berpikir bisa dan menang tanpa dibarengi otak yang bermanusiawi. Dari sini kita bisa mencermati, siapa- siapa saja orang yang tergolong binatang itu, yang mengedepankan kekuasaan, wewenang, pengaruh dan kesempatan tanpa berpikir utuh untuk agama, bangsa dan negara. Orang kritis dianiaya, orang pidana nista nestapa dikasih jabatan strategis, orang salah direkayasa menjadi benar, orang benar dipoles agar menjadi salah, nyawa manusia dianggap nyawa binatang, orang kayak binatang kanibalis dipuja- puja, masa depanmu terserah kamu, kiniku adalah kesempatanku Konkritnya mereka berupaya merombak dan menggoyah Pancasila, menyusun HIP/ BPIP dengan berkedok aku Pancasilais, memasalah dan membenturkan agama dengan Pancasila dengan memakai topeng seorang agamis, merencanakan pindah Ibu Kota Negara baru di tempat yang sulit diterjemahkan, membikin gagasan Omnibus Law dengan berpikir terbalik memberdayakan bangsa lain dan mengkerdilkan bangsa sendiri, menggadaikan tanah dan lahan strategis bak tikus tanah yang otaknya hanya garuk-garuk tanah leluhur, menguasai dan merangkap beberapa jabatan untuk sinergi konspirasi, juga mereka yang mau dikontaminasi untuk memanfaatkan jabatan yang dilengkapi senjata agar menakut-nakuti rakyatnya, termasuk mereka mereka yang selalu mengubah hukum untuk mendukung pergantian jabatan Tidak ketinggalan mereka yang seharusnya menegakkan hukum justru terang terangan mengobrak abrik hukum tanpa malu, tanpa gentar. Otak otak penggadai negara dan pelacur jabatan inilah biang kehancuran NKRI. Oleh karenanya, tidak mungkin memberangus mereka-mereka ini dengan cara cara seporadis sendiri sendiri. Harus ada komando yang mengkordinir untuk berbuat dan berupaya menghadapi manusia binatang yang tak lekang dengan cara cara terbaik mengahadapi orang bisu dan orang tuli. Berupaya adalah batas kemampuan manusia, adapun keputusan adalah hak sang pencipta, sekecil dan sebesar apapun kelak ada balasannya. Setiap tujuan senantiasa dibatasi ruang dan waktu, yang harus direncanakan, dipersiapkan, dilaksanakan, diawasi dan dievaluasi secara cepat dan tepat. Maka bangsaku, janganlah pernah putus asa, bangun, bangkit dan bangkitlah untuk terus bergerak dan berjuang hingga titik akhir, dijalan Allah. Percayalah tidak ada pahlawan kesiangan dan pengorbanan yang sia sia dalam menegakkan kebenaran dan keadilan ditengah tengah kedzoliman.. Percaya dan yakinlah tidak ada musuh yang dahsyat kecuali pengkhianatan bangsamu sendiri! Semoga Allah swt, TYMK senantiasa membimbing dan melindungi kita semua.. Penulis adalah Purnawirawan TNI AD.

Erick Tohir Menteri Payah

By M Rizal Fadillah RAMAI pemberitaan bahwa mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis ditetapkan oleh para pemegang saham menjadi Komisaris dari anak usaha BUMN PT Pupuk Iskandar Muda. Politisi PDIP ini diangkat pada bulan Februari 2021. Koruptor yang dijadikan Komisaris BUMN bukan saja tidak patut tapi juga melanggar asas good governance. Izedrik Emir Moeis dihukum 3 tahun penjara dan denda 150 Juta oleh PN Jakarta Pusat pada 14 April 2014 dalam kasus suap pemenangan tender PLTU Tarahan Lampung tahun 2004. Rekening Bank Century nya diisi dana USD 357 ribu hasil "hadiah" dari konsorsium Alstom Power Inc Amerika Serikat dan Marubeni Inc Jepang. Saat itu Emir menjadi Wakil Ketua Komisi Energi DPR. Pengangkatan mantan napi korupsi ini tentu bukan tanpa sepengetahuan Menteri BUMN sebab dalam Pasal 6 Permen BUMN No 04/MBU/2020 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN mengatur kemungkinan Tim Evaluasi menyampaikan hasil kepada Menteri BUMN. Untuk kesekian kalinya Menteri BUMN Erick Thohir menjadi sorotan atas pengangkatan Komisaris di lingkungan BUMN yang di bawah tanggungjawabnya. Sebelumnya adalah Abdi Negara Nurdin atau Abdee Slank yang diangkat menjadi Komisaris PT Telkom. Tim Sukses Jokowi yang pernah menjadi pemakai narkoba dan berfoto telanjang celana merosot menutup kemaluan ini diramaikan publik akan kepatutan dan kemampuannya. Lalu Ahok mantan Wakil Gubernurnya Jokowi di DKI, figur kontroversial yang mantan terpidana kasus penodaan Agama telah diangkat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina. Demikian juga Erick Thohir menjadi "tertuduh" dari pelanggaran Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2013 mengenai Statuta UI soal perangkapan jabatan Rektor UI Ari Kuncoro dengan Komisaris Bank BUMN. Semestinya Erick Thohir sebagai Menteri BUMN bertanggungjawab atas "kekacauan" pengangkatan Komisaris di berbagai BUMN ini. Asas kepantasan, kompetensi, dan integritas nampak diabaikan. Pertimbangan politik lebih dominan sejalan dengan politik bagi-bagi kekuasaan dan kekayaan Pak Jokowi. Mundur adalah pilihan terbaik untuk Erick Thohir. Namun sayangnya di negeri ini budaya malu dan salah sepertinya sudah tidak ada. Mundur menjadi tabu bahkan seperti sebuah dosa. Soal Emir Moeis yang kini mengemuka telah dikritisi MAKI yang meminta Erick untuk mencopot Emir. Namun semua tahu Erick Thohir butuh "petunjuk" Presiden dulu untuk ini. Tentu skeptis untuk terjadi pencopotan karena masalahnya Emir Moeis adalah kader PDIP yang menjadi bagian dari politik tawar menawar, tekan menekan serta sandera menyandera di lingkungan Istana. Suara publik akan menjadi angin lalu. KPK sudah meminta Emir Moeis untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK. Pejabat KPK menyatakan "Jabatan publik diisi oleh figur yang anti korupsi dan memiliki track record yang baik". Erick Thohir itu Menteri payah. Jokowi pun sebenarnya memang Presiden yang payah. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Korban Vaksin Masih Saja Terjadi

Oleh: Mochamad Toha Vaksinasi kembali memakan korban. Kali ini menimpa seorang Ketua RT di Dusun Babadan, Kelurahan Tinap, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Jarwanto, sang Ketua RT itu meninggal dunia usai seminggu divaksin Covid-19. Tak jelas, jenis vaksin apa yang disuntikkan pada pria berusia 40 tahun itu. Faktanya, setelah divaksin, Jarwanto diketahui terpapar Covid-19. Jarwanto meninggal dalam perawatan di RSUD dr Sayidin Magetan usai melakukan vaksinasi Covid-19 sepekan sebelumnya. Ketika menjalani vaksinasi, mendiang Jarwantio bermaksud ingin memberi contoh kepada warganya agar bersedia divaksin di Balai Desa Pojoksari, tetangga desa. Namun, sepekan kemudian, stamina ayah seorang putri itu tiba-tiba drop dan meninggal dunia. Karena dirawat di masa pandemi, ia pun dinyatakan meninggal karena terpapar Covid-19. Bahkan matanya sempat tak melihat usai divaksin Covid-19. “Kondisinya sempat semakin drop, bahkan matanya terbuka tapi tak bisa melihat sekeliling, bicaranya juga tak jelas," kata Suwito, salah seorang warga Desa Baron, Kecamatan Magetan yang masih saudara ipar Jarwanto seperti dilansir Surya, Kamis akhir Juli 2021 lalu. “Badan sudah lemas, tidak bisa jalan. Kondisi itu terjadi seminggu setelah divaksin,” imbuh Jarwanto. Karena meninggalnya almarhum Jarwanto dikabarkan kena Covid-19, istri dan anaknya sempat dijauhi tetangga. Karena itulah pihak keluarga melakukan swab test ke Puskesmas Sukomoro. “Istri dan anak almarhum, saya antarkan untuk swab test ke Puskesmas Sukomoro, hasilnya negatif,” ujar Suwito. Dari informasi yang didapatkan, Jarwanto menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD dr Sayidiman setelah mengalami drop. Keluarga membawa Jarwanto setelah sepekan menjalani vaksinasi Covid-19 di Balai Desa Pojoksari, Kecamatan Sukomoro. Menurut istri dan anaknya, korban tidak mengeluh apa-apa usai menjalani vaksinasi. Bahkan masih memimpin kerja bakti di lingkungannya dan mengajar mengaji untuk anak-anak dan orang tua di masjid desa. Almarhum Jarwanto memang punya riwayat asam lambung. “Tetapi setelah diperiksa tenaga medis ia dinyatakan sehat, sehingga tetap divaksin,” kata Serma TNI AU Samuji, kakak ipar Jarwanto. Dituturkan Samuji, saat Jarwanto drop dan akan dibawa ke RSUD, pihaknya diminta untuk tandatangan kalau korban terpapar Covid-19. “Kami pun tanda tangan karena takut kalau ia (Jarwanto) tidak tertolong. Almarhum meninggal kekurangan oksigen,” kata Samuji. Sementara Lurah Tinap, Suwarni mengakui bahwa selama pandemi sudah ada 13 warganya yang meninggal akibat Covid-19. Yaitu 11 warga asli dari Kelurahan Tinap, satu orang asal Jakarta, dan satu asal Bangkalan. Ketika seseorang meninggal dan dinyatakan karena Covid-19, tidak ada lagi daya dan upaya keluarga korban untuk meminta pertanggungjawaban dari Pemerintah sebagai penyelenggara vaksinasi. Apalagi, selama ini dalihnya selalu: karena ada komorbid. Tapi, untuk kasus Trio Fauqi Virdaus, warga Buaran, Jakarta Timur, yang meninggal dunia sehari setelah disuntik vaksin AstraZeneca, Pemerintah tampak sulit mengelaknya. Apalagi, hasil otopsi menyebut, tidak ada komorbid pada korban. Hasil autopsi dibacakan dokter RSCM pada Selasa sore akhir Juli 2021. Hanya menerangkan dua poin saja, yakni Trio dinyatakan tidak ada komorbid atau penyakit penyerta. Poin dua, ada flek hitam di paru-paru, tapi flek ini tak berkaitan dengan kematian. Viki, kakak korban menerangkan, hasil autopsi Trio dibacakan melalui Zoom yang diikuti Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI), Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI, Dokter dari RSCM, dan Puskesmas Duren Sawit. “Hasilnya itu saja, jadi tidak ada komorbid baik penyakit jantung, diabetes, itu tidak ada. Makanya, kalau tidak ada komorbid, kondisinya sehat walafiat, tidak ada riwayat penyakit berat, ini murni karena vaksin dong,” ujarnya. Korban vaksinasi terbaru adalah Amelia Wulandari, seorang mahasiswi akhir pada Fakultas Hukum Universitas Syiah (USK) Kuala Banda Aceh. Sejak Minggu (1/8) 2021 Amelia harus dirawat di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh karena lumpuh setelah mendapatkan vaksinasi anti-COVID-19 oleh tenaga kesehatan. Semula korban dirawat di Rumah Sakit Swasta Montella Meulaboh, tapi karena kondisinya memburuk kemudian ia dirujuk ke RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Syarifah Junaidah, seorang mahasiswi yang lumpuh setelah mendapatkan penyuntikan vaksin Sinovac diduga mengalami psikosomatis. “Jadi, dugaan sementara pasien mengalami psikosomatis, artinya banyak cemas atau pikiran yang berlebihan setelah mendapatkan vaksinasi,” kata Syarifah Junaidah, Selasa (3/8/2021). Meski saat ini korban mengaku lumpuh setelah mendapatkan penyuntikan, namun menurut Kadinkes, hal tersebut belum bisa dipastikan secara medis. Menurut Syarifah Junaidah, untuk bisa memastikan seseorang lumpuh tersebut harus adanya uji laboratorium dan pemeriksaan lebih lanjut guna memastikan penyebab pastinya. Jadi, pihaknya belum bisa pastikan apakah lumpuh ini karena vaksin atau faktor lain, masih perlu pendalaman lebih lanjut secara medis. Pihaknya bersama dokter di RSUD Cut Nyak Dhien masih terus melakukan pemantauan dan pemberian obat-obatan kepada pasien, sehingga diharapkan kondisi pasien Amelia Wulandari semakin membaik, demikian Syarifah Junaidah. Perlu dicatat, dengan mutasi yang begitu cepat dan semakin kuat, Covid-19 sekarang ini tidak hanya menyerang saluran pernafasan hingga masuk ke paru-paru, tapi juga mulai menyerang saluran pencernaan, sistem saraf, dan mata. Mengapa corona bisa bermutasi sampai ratusan variasi genetika yang berbeda? Salah satunya karena masifnya penyemprotan desinfektan berbasis alkohol dan bahan kimia lainnya. Inilah yang tidak pernah dipikirkan oleh para peneliti. Perlu diingat, virus corona itu basic-nya seperti virus influenza. Habitatnya juga ada di kulit sekitar hidung manusia. Mereka ini bertugas membersihkan zat-zat patogen yang menempel di kulit sekitar hidung dan bibir atas. Sifat dasar virus (bakteri) itu serupa dengan antibodi, manusia, hewan, atau tanaman. Yakni, kalau mereka tersakiti, mereka akan memperkuat dirinya, dan menggandakan dirinya beratus-ratus kali lipat, dibandingkan pada kondisi normal. Covid-19 yang tertuduh sebagai pembunuh massal sadis itu, berusaha dibunuh secara massal pula, dengan disemproti desinfektan secara massal. Akibatnya, ada sebagian yang mati, ada sebagian yang masih hidup. Barangkali yang masih hidup lebih banyak dibanding dengan yang telah mati. Karena sudah menjadi sifatnya virus/bakteri itu, maka yang hidup ini menggandakan dirinya beratus-ratus atau beribu-ribu kali lebih banyak dan lebih kuat dibanding sebelumnya. Kalau sebelumnya kemampuan terbangnya hanya sekitar 1,8-2 m, menjadi akan lebih jauh lagi dibanding dengan itu. Kemampuan terbang lebih jauh inilah yang menyebabkan mereka menjadi bersifat “airborne infection”. Akibat dari penyemprotan desinfektan secara massal, menyebabkan mereka menjadi: Lebih banyak; Lebih kuat; Mampu terbang lebih jauh; Daya rusaknya lebih hebat. Makanya tidak heran kalau sekarang ini banyak ditemukan varian baru corona di dunia. Dengan mutasi yang begitu cepat dan kuat, Covid-19 sekarang ini tidak hanya menyerang saluran pernafasan hingga masuk ke paru-paru, tapi juga menyerang saluran pencernaan, sistem saraf, dan mata. Kasus yang menimpa Amelia Wulandari merupakan wujud dari serangan Covid-19 ke sistem saraf sehingga menyebabkan kelumpuhan. Sedangkan kasus Jarwanto sehingga matanya tak bisa melihat sekeliling, adalah wujud serangan terhadap mata. Untuk kasus Trio Fauqi Virdaus yang ada flek hitam di paru-parunya, sehari setelah divaksin Astra Zeneca, diduga kuat karena terjadi penggumpalan darah. Penulis adalah Wartawan FNN.co.id

Analisa Kritis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal 2/2021

Oleh Fuad Bawazier KEMARIN, 5 Agustus 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk Kuartal (Q) 2 /2021 yakni April, Mei dan Juni 2021. Melengkapi komentar-komentar yang muncul dan menjawab banyak pertanyaan yang saya terima, rasanya perlu “diluruskan” agar tidak ada misleading terhadap data lengkap BPS itu. Dengan methode yang sama Year on Year (YoY) maka pertumbuhan ekonomi Kuartal 2/2021 Indonesia yang 7,07% itu sebenarnya terbilang rendah sebab negara partner utama dagang Indonesia pertumbuhannya sebagai berikut: Singapura 14,3%, Tiongkok 7,9%, USA 12,2%, Eropa 13,2%, dan Hongkong 7,5%. Hal tersebut terjadi karena tahun dasar pembandingnya adalah Kuartal 2/2020 yang memang amat rendah alias Kuartal yang paling jeblok. Sementara yang ditekankan Menko Petekonomian hanya negara-negara yang pertumbuhannya lebih rendah dari Indonesia yang umumnya Kuartal 2/2021 memang sedang diterpa pandemi dahsyat seperti India dan Jepang. Betul pertumbuhan dengan metode Q to Q untuk Q2/2021 Indonesia adalah 3,31. Tetapi bila kita melihat ke belakang, masih dengan metode Q to Q, kebanyakan pertumbuhan ekonomii Indonesia minus (negatif). Dan sesuai dengan kesepakatan internasional, apabila 2 kuartal berturut-turut minus, berarti ekonomi sedang resesi. Inilah datanya sejak ada Covid: Q4/2019................ -1,74 Q1/2020................ -2,41 Q2/2020................ -4,19 Q3/2020................ 5,05 Q4/2020................ -0,42 Q1/2021..................-0,92 Q2/2021.................. 3,31 Jadi lebih sering resesinya dan baru lepas Kuartal 2 ini yang positif. Tapi sudah dapat diduga bahwa Q3 tahun ini akan kembali minus lagi karena pandemi kembali menerpa dengan PPKM-nya. Jadi tampaknya akan kembali ke resesi lagi bila Q4 nya kembali minus. Intinya pertumbuhan Q2/2021 yang tinggi itu (7,07) adalah karena tahun pembandingnya (Q2/2020) yang memang rendah sekali. Kedua, alhamdulillah ada kenaikan harga komoditas ekspor yang signifikan seperti batubara dan minyak sawit, tapi itu faktor eksternal, di luar kendali kita. Jadi kesimpulannya, seperti dilaporkan BPS bhw tingginya pertumbuhan ekonomi Q2/2021 itu karena Low Base Effect, yaitu rendahnya Q2/2020 sebagai angka pembandingnya. Ingat kuartal 2/2020 kita sedang diterpa berat Pandemi. Makanya meski pertumbuhan Q2/2021 tampak “mengesankan” sebetulnya angka PDBnya sendiri hanya Rp2773 triliun alias masih di bawah angka PDB Q3/2019 (sebelum ada Pandemi) yang Rp2819 triliun. Alias ekonomi kita masih menciut, belum kembali ke angka yg semula (normal). Last but not least, khususnya bagi ekonom yang suka dengan analisa varian ataupun hipotesa yang lebih kritis, dan tetap dengan metode YoY, dapat diungkapkan sbb: PDB (riil) Q2/2019 Rp2735,4 triliun, bila diasumsikan keadaan normal yaitu pertumbuhan ekonomi 5%, maka PDB Q2/2020 seharusnya Rp2872,2 triliun alias masih lebih besar dari angka PDB Q2/2021 yang hanya Rp2773 triliun, yang berarti masih minus. Bila pertumbuhan Q2/2020 diasumsikan nol persen alias sama saja dengan Q2/2019 yaitu Rp2735,4 triliun, maka angka PDB Q2/2021 yg Rp2773 triliun itu hanya menunjukkan pertumbuhan 1,3%. Maka meski kita bersyukur dengan angka pertumbuhan resmi Q2/2021 yang 7,07% (YoY), tapi ekonomi kita sebetulnya masih jauh dari pulih. Kenapa? Karena PDB Q2/2021 masih di bawah PDB Q3/2019 yang Rp2819 triliun atau praktis masih sama dengan Q4/2019 yang Rp2770 triliun. Itulah sebabnya saya sebutkan bahwa pertumbuhan 7,07% itu masih relatif rendah sebab untuk mengejar ketinggalan selama ini kita harus tumbuh dengan 2 digit seperti Singapore, USA dan Uni Eropa. Artinya, kita masih harus kerja keras dan cerdas, bukan euphoria apalagi membusungkan dada. Penulis Menteri Keuangan era Presiden Habibie.

Perang Baliho Dimulai

By M Rizal Fadillah MULAI ramai kemunculan baliho para petinggi partai di berbagai daerah. Sekurangnya ada Puan Maharani (PDIP), Airlangga (Golkar), dan Muhaimin Iskandar (PKB). Tentu bukan asal pasang jika bukan tujuan sebagai sosialisasi Pilpres 2024. Bahasa kasarnya kampanye dini. Konten seruan "kamuflase" memang di sekitar pandemi covid 19. Dinilai kurang etis di masa prihatin menghadapi pandemi ini para selebriti politik sudah mulai "menebar pesona" untuk 2024. Anggapannya mungkin perlu "jualan diri" harus lebih dini. Tidak mampu dalam bentuk prestasi ya minimal baliho. Tak peduli bahwa hal itu bisa mengotori atau menambah sumpek kota. Puan Maharani yang terbanyak baliho. Untuk beberapa daerah mendapat dukungan pemerintah setempat. Walikota Gibran mengakui pemasangan baliho di kotanya atas perintah PDIP. Pengamat menduga jebloknya posisi Puan dalam beberapa survey harus di upgrade dan ditopang oleh sosialisasi baliho. Masyarakat ada yang mengenal ada yang tidak dengan figur yang ada dalam baliho tersebut. Bahkan di Blitar dan Surabaya beberapa baliho menjadi korban vandalisme yaitu dicoret-coret oleh masyarakat. Polisi terpaksa harus mengusut laporan perusakan baliho. Kepak Sayap Kebhinekaan yang tertulis dalam baliho berefek pada kepak sayap kekecewaan. Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto juga tampil dalam banyak baliho. ketua DPD Golkar Blora mengakui pemasangan baliho itu untuk sosialisasi Airlangga demi Pilpres 2024. Mottonya adalah Kerja Untuk Indonesia, motto yang jelas bernuansa kampanye. Mungkin selama ini dirasakan tidak bekerja atau kurang kerjaan. Massa kampanye masih jauh namun partai-partai besar justru mencuri start dengan memanfaatkan pandemi. Tipis antara sosialisasi dan kampanye sebagaimana sulit untuk membedakan ajakan dengan seruan. Sebenarnya masyarakat awam juga tahu bahwa yang dilakukan oleh Puan dan Airlangga melalui tampilan baliho adalah sebuah kampanye. Ditambah dengan baliho Cak Imin panggilan Muhaimin Iskandar Ketua Umum PKB maka fenomena baru telah muncul, yaitu kampanye terselubung untuk Pilpres 2024. Perang baliho dimulai. Ada tiga probabilitas dari fenomena munculnya baliho-baliho petinggi Partai ini, yaitu : Pertama, memang sosialisasi diri figur yang ingin menjadi kandidat Capres/Cawapres 2024. Start dini untuk mendongkrak kekurangan popularitas sebagaimana ditampilkan dalam survey-survey. Kedua, permainan partai politik untuk menghambat aspirasi liar yang menginginkan Jokowi menambah masa jabatan kepresidenannya. Munculnya figur dari partai-partai menutup dukungan atau perlawanan terhadap masa jabatan tiga periode. Ketiga, munculnya baliho figur untuk 2021 itu diskenariokan oleh Jokowi dan oligarkhinya sendiri. Dirigen dari baliho ini adalah Jokowi. Tujuannya untuk membangun citra bahwa kekuasaan aman hingga 2024. Antisipasi atas desakan yang menguat agar Jokowi meletakkan jabatan sebelum 2024. Perang baliho bisa meningkatkan jumlah figur yang muncul dan hal ini sangat tidak sehat. Di samping tidak empati pada penderitaan rakyat yang sedang sekarat menghadapi pandemi, juga bagian dari kapitalisasi politik. Mereka yang kuat kapital itulah yang terbanyak baliho. Ketidakadilan ini berbahaya dan merusak. Nah, sebelum menjamur dan tak terkendali sebaiknya dilarang saja pemasangan baliho bernuansa kampanye tersebut. Jangan bodohi rakyat dengan bahasa sosialisasi. Ingat dahulu baliho HRS yang dipasang di sekitar sekretariat saja sudah diobrak abrak abrik oleh tentara. Pangdam Jaya menjadi komandan operasi. Nah kini sebaiknya baliho politik yang tersebar dimana-mana itu dilarang atau dipaksa untuk diturunkan, jika bandel kirim saja pasukan TNI untuk menurunkannya. Jangan hanya berani kepada HRS. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Gejolak Panas Perebutan Kekuasaan 2024

Oleh Tarmidzi Yusuf PILPRESS masih lama. Tiga tahun lagi. Kampanye telah dimulai. Katanya pandemi. Menguatkan dugaan plandemi. Baliho bertebaran dimana-mana. Baliho Airlangga, Puan Maharani dan Cak Imin. Gencarnya baliho ketiga tokoh tersebut, tentu saja untuk mendongkrak elektabilitas. Maklum, elektabilitas 'nasakom', nasib satu koma. Tujuannya? Pertarungan mendapatkan kendaraan politik. Golkar dan PDIP bergejolak. Berpotensi terbelah. Golkar merah dan Golkar kuning. Golkar merah menguasai kepengurusan DPP. Motor kendalinya LBP. Jagonya, Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartarto. Golkar kuning menguasai mayoritas anggota parlemen dan jaringan se Indonesia. Tokoh sentralnya JK. Wakil Presiden 2004 dan 2014. Golkar kalau diibaratkan pesawat. LBP pegang kepala. Badan, sayap dan ekor dipegang JK. Siapa jago JK? Siapa lagi kalau bukan Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan. PDIP lebih seru lagi. Antara Ketua DPR Puan Maharani atau Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Puan Maharani puteri mahkota Megawati. Posisi yang diincar RI 2 mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Ganjar Pranowo jagonya LBP, Jokowi dan taipan cukong. Posisi yang dibidik kursi yang bakal ditinggalkan Jokowi, RI 1. Pendamping Ganjar, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Perang sekoci politik Golkar dan PDIP bakal seru. Bisa berdarah-darah berebut sekoci politik. Saatnya rakyat tidak percaya PSK, Pelacur Survei Komersial. Utak-atik hasil survei sesui order. Gilanya KPU, mengikuti hasil perhitungan quick count. Pertarungan politik telah dimulai. Saling kunci di RUU Pemilu. Kubu mana yang kuat. Tarik menarik presidential threshold dan pemilihan komisioner baru KPU dan Bawaslu. Diprediksi akan muncul tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden. Anies, Prabowo dan Ganjar akan muncul sebagai Calon Presiden. Sedangkan Calon Wakil Presiden kemungkinan besar AHY, Puan Maharani dan Airlangga. Itu kondisi normal. Bagaimana kalau kondisi tidak normal? Kabarnya isu Covid-19 belum akan berakhir hingga 2025. Gonta ganti varian. WHO dan pejabat tertentu sudah ngasih sinyal. Padahal, rakyat sudah 3 M (mual, muak dan muntah). Sampai kapan? Sampai tercapainya tujuan politik kelompok tertentu. Bisa damai. Bisa chaos. Ingat! TKA China komunis sudah disebar dimana-mana. Serem banget. Skenario peta koalisi bisa buyar jika kondisi darurat. Misalnya, terjadi prahara politik di PDIP dan Jokowi turun dan atau diturunkan sebelum 2024. Bisa jadi PDIP diam-diam bergerilya mendongkel kekuasaan Jokowi apabila PDIP dan Megawati terancam. Ingat, kasus lengsernya Gus Dur. Kita tahu, Jokowi sebagai representasi LBP dengan Megawati tidak akur-akur amat. Bagai api dalam sekam. Suatu saat akan konflik secara terbuka. Hanya tunggu waktu. Momentumnya? Jokowi dianggap gagal dalam menangani pandemi Covid-19. Secara politik Megawati di atas angin. Apalagi Ketua DPR Puan Maharani. Ketua MPR Bambang Soesatyo dari Golkar kuning. Jalan terbuka lebar untuk impeachment Jokowi. Tapi jangan lupa. Kabinet, TNI, Polri dan institusi negara strategis lainnya goyah. LBP makin terpojok. Jokowi siap-siap terpental dari istana. Siapa sangka, ditengah situasi tidak terkendali akibat perebutan kekuasaan. Muncul kejutan baru. Rakyat mengambil jalannya sendiri. Tahu sendiri. Rakyat sudah panas. Disiram sedikit langsung terbakar. Rakyat muak dengan kondisi hari ini. Demokrasi oligarki. Tiba-tiba rakyat menobatkan HRS sebagai tokoh pemersatu bangsa yang sedang tercabik-cabik. Tampil figur presiden yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Diluar prediksi semua pihak. Soalnya, belum ada tokoh nasional yang bisa memobilisasi massa puluhan juta orang selain HRS. Ditambah rakyat sudah mual, muak dan muntah dengan kondisi negara hari ini. Bagaimana skenario HRS tampil? _Wallahua'lam._ Yang jelas, sejarah telah memberi banyak contoh tentang munculnya pemimpin yang terdzalimi oleh rezim dzalim. Wait and see. Penulis, Pegiat Dakwah dan Sosial.

Copot Kapolda

By M Rizal Fadillah DUA Kapolda melakukan perbuatan yang berbahaya bagi bangsa. Keduanya adalah Kapolda Metro Irjen Pol Fadil Imran dan Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri. Fadil Imran diduga terlibat sekurangnya dalam pembiaran terjadinya pembantaian 6 anggota Laskar FPI. Sementara Eko Indra ikut mengecoh publik atas uang 2 Trilyun dana keluarga Akidi Tio. Irjen Pol Fadil Imran telah melakukan perbuatan berbahaya dengan mencoba mentersangkakan 6 orang korban pembantaian dan melindungi anggota Kepolisian Polda Metro Jaya yang bertindak sebagai Pelapor. Kapolda tidak menindak anggotanya yang kemudiannya berstatus Tersangka dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan tersebut. Kapolda Sumsel di tengah pandemi yang mencekam telah mengecoh publik dengan publikasi saat menerima dana sumbangan 2 Trilyun dari Heryanti anak bungsu pengusaha Akidi Tio yang kemudian diketahui ternyata uang 2 Trilyun tersebut hanya "pasir" saja. Hoax atau prank ini akan menjadi catatan sejarah bangsa. Nama Eko Indra pun ikut melegenda. Kapolri harus konsisten untuk membuktikan adanya langkah pembenahan di lingkungan Kepolisian dengan berani mencopot kedua Kapolda yang menghebohkan tersebut. Pembiaran atas pencemaran korps tentu berefek buruk bagi citra Kapolri sebagai atasan. Khusus mengenai kasus hoax keluarga Akidi Tio masyarakat menuntut penuntasan segera. Pemberhentian Kapolda adalah pilihan terbaik di samping proses hukum cepat tersangka Heryanti dan pihak lain yang terlibat. Menurut Kapolda informasi awal datang dari Kadinkes Sumsel dan Profesor Hardi Darmawan, dokter pribadi keluarga Akidi Tio. Masyarakat mengaitkan hoax 2 Trilyun dengan hoax Presiden soal dana 11.000 Trilyun. Dalam situs resmi Setkab, yang konon kini dihapus, tertulis "Datanya sudah ada, Presiden Jokowi : Uang kita yang disimpan di luar negeri Rp 11.000 Trilyun". Ternyata uang itu hingga kini tidak terbukti keberadaannya. Fakta yang terjadi justru hutang yang berjumlah 6.416 Trilyun di bulan Mei 2021. Di medsos netizen mencoba melakukan inventarisasi hoax Presiden mulai soal laku 6000 unit mobil Esemka, pengangguran digaji, sudah beli 2 juta Avigan, 50 juta masker, penguatan KPK, cetak 3 juta lahan pertanian, anak yang tak tertarik politik, persulit investasi asing, stop hutang luar negeri, stop impor, tidak bagi-bagi jabatan, hingga yang paling diingat yaitu ekonomi meroket. Mulailah untuk menjalankan prinsip good governance dengan pemberantasan hoax pejabat negara. Janganpah hoax itu selalu dituduhkan kepada rakyat semata. Pencopotan Kapolda Sumsel adalah bukti keseriusan dalam membenahi aparatur negara. Pandemi membuat panik sehingga aparat kehilangan kendali dan kontrolnya lagi. Membabi buta dengan "uang pasir" 2 Trilyun. Kapolda memang sudah meminta maaf atas ketidakhati-hatiannya, tetapi persoalan menghebohkan ini tidak cukup dengan meminta maaf. Ini bukan saat lebaran sebagai momen saling maaf memaafkan. Ini persoalan bangsa dan negara. Persoalan sosial, politik, dan hukum. Ayo copot Kapolda Metro dan Kapolda Sumsel, Kepolisian masih memiliki sumber daya manusia yang lebih baik, profesional dan berakhlak. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Melawan Covid-19: Intimasi dan Nutrisi

Oleh: Prof. Daniel Mohammad Rosyid Vaksinasi massal melawan flu Covid-19 saat ini semakin dipaksakan. Terakhir BIN (Badan Intelijen Negara) telah dilibatkan dalam vaksinasi santri pesantren. Bahkan sertifikat vaksin kini dijadikan syarat mobilitas. Ada rencana untuk menjadikannya sebagai syarat administrasi untuk memperoleh pelayanan publik. Kebijakan penanganan covid yang terlambat dan inkonsisten sehingga tidak efektif justru dijadikan alasan bagi vaksinasi paksa massal ini. Langkah ini dipijakkan pada pendakuan yang rapuh, dan inkonstitusional tapi sekaligus jahat. Ada 4 alasan mengapa vaksinasi tidak relevan dalam menghadapi Flu Covid-19. Pertama, covid-19 sebagai flu adalah self-limiting disease dan ditularkan lebih melalui droplet. Virus sulit menular di ruang terbuka, panas, dan berkelembaban tinggi. Ada upaya sesat mengubah Covid-19 sebagai bukan flu, ditambah dengan narasi virus menular melalui aerosol dan OTG, sehingga pandemi Covid-19 ini menjadi semacam teror biologis. Padahal flu itu tidak ada obatnya; vaksin bukan obat flu. Perangkat paling ampuh melawan flu adalah imunitas tubuh baik yang bawaan ataupun yang diperoleh melalui gaya hidup sehat manusia sebagai makhluq multi-dimensi, bukan sekedar makhluq biokimia semacam binatang. Anak muda yang sehat yang terpapar Flu Covid-19 akan mengalami gejala flu biasa atau sedikit lebih berat namun akan sembuh dengan sendirinya dengan bantuan obat flu plus multivitamin terutama vitamin D. Flu Covid-19 memang bisa mematikan jika menyerang manusia dengan penyakit tak menular bawaan (comorbid) seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, atau kanker dan pasien yang mengalami malnutrisi. Malnutrisi ini memperparah comorbid yang sudah ada pada pasien terduga Covid-19. Apalagi lansia. Jika ditangani dengan benar, angka kesembuhan covid-19 sangat tinggi. Tidak mengherankan karena Covid-19 memang sesungguhnya hanya flu. Apapun varian dan mutasinya, Covid-19 tetap hanya flu. Kedua, vaksin-vaksin yang beredar saat ini hanya memperoleh otorisasi darurat. Efikasinya tidak meyakinkan. Padahal, keluhan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) cukup banyak, sebagian malah mematikan. Kedaruratan ini highly debatable dan berpotensi maladministrasi publik. Hemat saya, kedaruratan justru diakibatkan oleh pandemisasi flu Covid oleh WHO, serta hampir semua protokol "kesehatan" nya, terutama pembatasan mobilitas lokal. Semburan narasi bahwa penularan melalui kerumunan telah mengantar pada protokol 3M (menutup mulut dan hidung dengan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Padahal tertular flu bagi warga muda yang sehat malah lebih baik daripada vaksinasi dengan hasil imunitas yang masih meragukan. Dengan nutrisi yang sehat, natural herd immunity melawan flu lebih murah daripada vaksinasi dan tanpa menghancurkan ekonomi. Ditambah dengan isolasi baik di rumah ataupun di rumah sakit, sumber-sumber imunitas manusia sebagai makhluq multi-dimensi justru tergerus habis. Padahal imunitas dibangun sebagian besar justru melalui keakraban interaksi manusiawi, aktifitas fisik dan mental di ruang terbuka di bawah matahari, serta nutrisi seimbang. Mobilitas lokal, apalagi metabolik (berjalan dan bersepeda), seharusnya justru dipromosikan pada saat karantina wilayah diterapkan. Ekonomi lokal bisa tetap berputar. Kedaruratan yang menjadi alasan pemaksaan vaksinasi massal adalah hasil kebijakan yang keliru atau bahkan maladministrasi publik: kebijakan bukan untuk melayani publik, tapi melayani pihak tertentu seperti industri farmasi. Ketiga, pemerintah mestinya menjalankan amanah konstitusi dengan mengambil politik kesehatan yang melindungi segenap bangsa melalui kemandirian sektor kesehatan. Politik kesehatan kita seharusnya lebih preventif dan promotif. Sudah lama sistem kesehatan nasional kita bermasalah: kuratif, tidak efisien, tidak berkelanjutan, dan tidak mandiri karena banyak tergantung pada industri farmasi asing. Vaksinasi dengan vaksin buatan sendiri (bukan impor) akan lebih diterima. Comorbid dan malnutrisi yang menggerogoti kesehataan publik kurang memperoleh perhatian serius dan makin terbengkalai akibat pandemisasi Covid-19 ini. Keempat, politik kesehatan yang benar adalah yang menempatkan publik bukan sekedar pasien atau pesakitan, tapi juga produsen kesehatan sebagai public goods. Publik adalah manusia yang merdeka yang tidak saja memiliki tanggungjawab atas kesehatan tubuhnya sendiri tapi juga memiliki potensi untuk ikut menyediakan kesehatan. Vaksinasi paksa massal melawan flu Covid-19 tidak saja merampas kemerdekaan sipil warga negara yang bertanggungjawab, tapi sekaligus a waste of public money. Imunitas nasional melawan flu covid-19 dapat dibangun dengan intimasi dan nutrisi massal. Bukan dengan isolasi dan vaksinasi paksa massal. Penulis adalah Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya

Melawan Covid19: Intimasi dan Nutrisi

Oleh Daniel Mohammad Rosyid VAKSINASI massal melawan flu Covid-19 saat ini semakin dipaksakan. Terakhir BIN dilibatkan dalam vaksinasi santri pesantren. Bahkan sertifikat vaksin kini dijadikan syarat mobilitas. Ada rencana untuk menjadikannya sebagai syarat administrasi untuk memperoleh pelayanan publik. Kebijakan penanganan covid yang terlambat dan inkonsisten sehingga tidak efektif justru dijadikan alasan bagi vaksinasi paksa massal ini. Langkah ini dipijakkan pada pendakian yang rapuh, dan inkonstitusional tapi sekaligus jahat. Ada 4 alasan mengapa vaksinasi tidak relevan dalam menghadapi Flu Covid-19. Pertama, covid-19 sebagai flu adalah self-limiting disease dan ditularkan lebih melalui droplet. Virus sulit menular di ruang terbuka, panas dan berkelembaban tinggi. Ada upaya sesat mengubah Covid-19 sebagai bukan flu, ditambah dengan narasi virus menular melalui aerosol dan OTG, sehingga pandemi Covid-19 ini menjadi semacam teror biologis. Padahal flu itu tidak ada obatnya; vaksin bukan obat flu. Perangkat paling ampuh melawan flu adalah imunitas tubuh baik yang bawaan ataupun yang diperoleh melalui gaya hidup sehat manusia sebagai makhluq multi-dimensi, bukan sekadar makhlus biokimia semacam binatang. Anak muda yang sehat yang terpapar Flu Covid-19 akan mengalami gejala flu biasa atau sedikit lebih berat namun akan sembuh dengan sendirinya dengan bantuan obat flu plus multivitamin terutama vitamin D. Flu Covid-19 memang bisa mematikan jika menyerang manusia dengan penyakit tak menular bawaan (comorbid) seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, atau kanker dan pasien yg mengalami malnutrisi. Malnutrisi ini memperparah comorbid yang sudah ada pada pasien terduga Covid-19. Apalagi lansia. Jika ditangani dengan benar, angka kesembuhan covid-19 sangat tinggi. Tidak mengherankan karena Covid-19 memang sesungguhnya hanya flu. Apapun varian dan mutasinya, Covid-19 tetap hanya flu. Kedua, vaksin-vaksin yang beredar saat ini hanya memperoleh otorisasi darurat. Efikasinya tidak meyakinkan. Keluhan ikutan pasca imunisasi cukup banyak, sebagian malah mematikan. Kedaruratan ini highly debatable dan berpotensi maladministrasi publik. Hemat saya, kedaruratan justru diakibatkan oleh pandemisasi flu Covid oleh WHO, serta hampir semua protokol "kesehatan" nya, terutama pembatasan mobilitas lokal. Semburan narasi bahwa penularan melalui kerumunan telah mengantar pada protokol 3M (menutup mulut dan hidung dengan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Padahal tertular flu bagi warga muda yang sehat malah lebih baik daripada vaksinasi dengan hasil imunitas yang masih meragukan. Dengan nutrisi yang sehat, natural herd immunity melawan flu lebih murah daripada vaksinasi dan tanpa menghancurkan ekonomi. Ditambah dengan isolasi baik di rumah ataupun di rumah sakit, sumber-sumber imunitas manusia sebagai makhluk multi-dimensi justru tergerus habis. Padahal imunitas dibangun sebagian besar justru melalui keakraban interaksi manusiawi, aktifitas fisik dan mental di ruang terbuka di bawah matahari, serta nutrisi seimbang. Mobilitas lokal, apalagi metabolik (berjalan dan bersepeda), seharusnya justru dipromosikan pada saat karantina wilayah diterapkan. Ekonomi lokal bisa tetap berputar. Kedaruratan yang menjadi alasan pemaksaan vaksinasi massal adalah hasil kebijakan yang keliru atau bahkan maladministrasi publik : kebijakan bukan untuk melayani publik, tapi melayani pihak tertentu seperti industri farmasi. Ketiga, pemerintah mestinya menjalankan amanah konstitusi dengan mengambil politik kesehatan yang melindungi segenap bangsa melalui kemandirian sektor kesehatan. Politik kesehatan kita seharusnya lebih preventif dan promotif. Sudah lama sistem kesehatan nasional kita bermasalah : kuratif, tidak efisien, tidak berkelanjutan, dan tidak mandiri karena banyak tergantung pada industri farmasi asing. Vaksinasi dengan vaksin buatan sendiri (bukan impor) akan lebih diterima. Comorbid dan malnutrisi yang menggerogoti kesehataan publik kurang memperoleh perhatian serius dan makin terbengkalai akibat pandemisasi Covid-19 ini. Keempat, politik kesehatan yang benar adalah yang menempatkan publik bukan sekedar pasien atau pesakitan, tapi juga produsen kesehatan sebagai public goods. Publik adalah manusia yang merdeka yang tidak saja memiliki tanggungjawab atas kesehatan tubuhnya sendiri tapi juga memiliki potensi untuk ikut menyediakan kesehatan. Vaksinasi paksa massal melawan flu Covid-19 tidak saja merampas kemerdekaan sipil warga negara yang bertanggungjawab, tapi sekaligus a waste of public money Imunitas nasional melawan flu covid-19 dapat dibangun dengan intimasi dan nutrisi massal.. Bukan dengan isolasi dan vaksinasi paksa massal. Penulis, Rosyid College of Arts Gunung Anyar.