OPINI
Meneropong Hubungan Masa Depan China-Australia
Oleh: Achmad Nur Hidayat Hubungan diplomatik China-Australia mengalami kemunduran dari waktu ke waktu. Hal tersebut seiring juga memburuknya hubungan China-Amerika Serikat. Australia adalah sekutu AS paling penting di Asia Pasifik. Kedekatan China-Australia di satu sisi memengaruhi kebijakan Washington, namun disisi lain sejak kepemimpinan Donald Trump, Australia terkesan ditinggal sendirian. Namun, situasi sekarang beda, sejak penasehat Joe Bidden untuk kebijakan Asia, Kurt Campbell mengatakan pada Maret 2021 bahwa "AS tidak siap untuk meningkatkan hubungan bilateral dan terpisah pada saat yang sama sekutu dekatnya sedang mengalami paksaan ekonomi dari rivalnya". Kurt Campbel menyatakan AS tidak akan meninggalkan Australia sendirian. Perselisihan antara Australia dan China telah terjadi selama bertahun-tahun. Seperti AS dan negara-negara demokrasi lainnya, Australia menjalin hubungan dengan China, dan ekonomi keduanya tersebut menjadi terjalin dalam hubungan ekonomi yang sangat menguntungkan. Harta karun kekayaan alam Australia menjadi sangat diperlukan bagi mesin industri China yang berkembang pesat. Australia-China bahkan menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada tahun 2015. Namun seiring berjalannya waktu, kemesraan hubungan ekonomi tersebut berlahan mulai pudar. Canberra mulai gelisah tentang kebijakan luar negeri Xi Jinping yang suka berkonflik khususnya terkait laut China Selatan, jalur perdagangan Australia ke negara Asia lainnya. Malcolm Turnbull, Perdana Menteri Australian 2015-2018 beberapa waktu lalu menulis buku berjudul "A Bigger Picture" (2020) dengan mengatakan bahwa China menjadi lebih tegas, lebih percaya diri dan lebih siap tidak hanya untuk menjangkau dunia namun menjadi aktor internasional yang menuntut kepatuhan. Australia sangat terbuka mengkritik kebijakan China di Laut China Selatan. Mungkin Australia bisa menjadi partner bersama Indonesia dalam mengurangi hegemoni China di perairan laut internasional. Patut dingat bahwa China membangun instalasi militer di pulau buatan Laut China Selatan untuk memperkuat klaimnya di seluruh jalur air perdagangan tersebut. China aktif sekali dalam melakukan distribusi uang di sekitar kalangan politisi negara dagangnya. Begitu juga yang China lakukan di Australia. Turnbull mengingatkan, politik bagi-bagi uang tersebut dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah yang menguntungkan China. Sangat berbahaya. Australia berusaha mengurangi derasnya suap kepada politisi melalui Undang-undang baru yang dirancang untuk mengurangi pengaruh asing dalam pengambilan kebijakan publik. Tahun 2018, hubungan China-Australia memburuk. Pemerintahan Australia dipimpin Malcolm Turnbull melarang raksasa telekomunikasi China, Huawei, memasok peralatan untuk jaringan 5G Australia, dengan mempertimbangkan risiko keamanan yang terlalu besar terhadap infrastruktur penting. Hubungan semakin memburuk pada April 2020, ketika pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison saat ini menyerukan penyelidikan independen terhadap asal usul wabah virus corona yang diduga berasal dari Laboratium Wuhan di mana tuduhan semacam itu dinilai sebagai upaya manuver politik untuk menodai China. China berusaha meminta Canberra untuk mundur dari tuntutan investigasi tersebut. Sejumlah upaya dilakukan pemerintahan China terutama dalam tekanan ekonomi. China menangguhkan izin ekspor produsen daging sapi utama Australia; China mengenaian tarif hukuman "cukai" pada biji Barley dan minuman anggur; dan China menginstruksikan beberapa pembangkit listrik dan pabrik baja untuk berhenti membeli batubara dari Australia. Menurut lembaga thinktank Australia, diperkirakan bahwa Australia kehilangan $7,3 miliar dalam ekspor selama periode 12 bulan. Termasuk beberapa industri utama sangat terpukul seperti Industri seafood lobster, yang hampir sepenuhnya bergantung pada pembeli China, hancur setelah Beijing secara efektif melarang penjualannya. Kelihatannya Australia tidak mau mengalah pada tekanan ekonomi China. Australia merasa hubungan diplomatik cerdas harus dilakukan namun tidak boleh berkompromi pada nilai inti dan kepentingan nasional Australia. Beijing dinilai belum mampu menimbulkan rasa sakit ekonomi yang cukup untuk menekan Canberra agar menyerah. Kemungkinan China tidak dapat melakukan tersebut karena bala bantuan AS melalui Joe Bidden datang membawa insentif ekonomi ke berbagai partnernya termasuk Australia. Secara hitungan ekonomi, Jumlah Ekspor Australia yang terganggu dari sejumlah rintangan dagang China tersebut hanya 0,5 persen dari PDB-nya. Bahkan Australia mencari diversifikasi basis konsumennya seperti sebagian batubara yang diblokir China dialihkan ke India. Kelihatannya Beijing belum mampu menekan sempurna Canberra karena disisi lain Beijing sangat membutuhkan Biji Besi dan Lithium Australia untuk menopang kendaraan listrik China dan Industri Konstruksi China. Beijing menyalahkan Canberra. Dalam narasi Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan akhir tahun 2020 lalu bahwa “akar penyebab” perselisihan adalah “serangkaian langkah politik Australia yang salah” Tak lama setelah itu, China membagikan daftar 14 keluhan terhadap Canberra kepada pers lokal, yang mencakup tindakan seperti memblokir investasi China secara tidak adil dan mempelopori “perang dagang” China-Australia atas tindakan represif Beijing di Hong Kong dan provinsi Xinjiang barat jauh China. Bahkan hal yang sama dilakukan seorang diplomat top China kepada Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman yaitu memberikan dua daftar keluhan yang harus diperbaiki Washington untuk meningkatkan hubungan selama pembicaraan di kota pelabuhan Tianjin. Masa depan China-Australia kelihatannya masih mengalami kebuntuan mengingat keduanya terus saling menjatuhkan. Pada bulan April 2021, menteri luar negeri Australia membatalkan dua perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintah negara bagian Victoria sebagai bagian dari proyek pembangunan infrastruktur prioritas Xi Jinping yaitu Inisiatif OBOR. China mengklaim pembatalan kesepakatan itu “merugikan hubungan luar negeri.” Lesson Learned China mempengaruhi kebijakan pada dunia luarnya dengan mengeksploitasi pengaruh pasarnya. Ekspor Australia ditekan demikan rupa melalui pelarangan dagang sejumlah komunitas unggulan Australia. Namun tekanan ekonomi terhadap Australia ternyata tidak melemahkan keputusan Canberra untuk mengkritik persoalan COVID-19. Hal tersebut karena kesatuan politik Australia dalam menghadapi China. Ingat UU baru disahkan untuk mengurangi pengaruh kekuatan "Uang" asing dikalangan politisi Aussie. Reposisi AS terhadap partner strategiknya juga menambah percaya diri Australia dalam menghadapi tekanan ekonomi China. Konsekuensi ketegangan China-Australia memiliki konsekuensi jangka panjang dalam hubungan ekonomi kedua negara. Bila Indonesia mampu seharusnya dapat mengambil keuntungan ekonomi dari ketegangan dagang kedua negara tersebut. China mungkin gagal mengubah sikap Australia, namun Australia juga tidak mengubah China apapun. Kontestansi keduanya akan berumur panjang selama AS ikut aktif dalam memperkuat partnernya. Frontline sebenarnya dari konflik ini adalah terkait hubungan China-AS bila semakin menegang, China bisa mengalami kesulitan lebih lanjut dengan Australia dan Negara lain di Asia Pasifik. Penulis adalah Pendiri Narasi Institute, Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Bukan Cuma Dahlan Iskan Yang Pusing!
by Zainal Bintang Jakarta FNN - Nama Akidi Tio mendadak menjadi trending topic. Menjadi pembicaraan hangat semua media mainstream, baik cetak, televisi, dan juga online. Apalagi media sosial (medsos). Meskipun sudah almarhum pada usia 89 tahun 2009, masih patuh menyumbang untuk kemanusiaan. Itu terlihat ketika wakil keluarganya memegang sebuah styrofoam ukuran sedang dengan tulisan huruf kapital kata-kata: “Sumbangan Untuk Penanggulangan Covid-19 dan Kesehatan di Palembang-Sumsel. Dari Bapak Akidi Tio Dan Keluarga Besar sebesar Rp. 2 Triliun”. Angkanya yang mencengangkan. Seperlima APBD 2021 Propinisi Sumatera Selatan yang jumlahnya Rp. 10.5 triliun. Apalagi dengan APBD 2021 Kota Palembang hanya hanya Rp. 4.3 triliun. Juga masih jauh lebih besar dibanding jumlah dana yang dikumpulkan oleh Media Group pimpinan Surya Paloh bersama Yayasan Sukma ketika terjadi Tsunami di Aceh akhir 2004 yang hanya berhasil mengumpulkan kurang lebih Rp. 138 miliar. Itupun sudah sempat heboh. Dalam pemberitaan KOMPAS.com, Senin (26/7/2021), tertulis begini: “Pemprov Sumatera Selatan (Sumsel) mendapat bantuan dana hibah sebesar Rp 2 triliun untuk penanggulangan Covid-19 dari pihak yang mengatasnamakan keluarga almarhum Akidi Tio. Hibah itu diserahkan melalui Polda Sumsel yang prosesinya pada Senin (26/7/2021). Ini terungkap melalui akun media sosial resmi Humas Polda Sumsel. “Kapolda Sumsel Irjen Pol. Prof. Dr. Eko Indra Heri S, MM., menerima hibah/CSR dari keluarga alm. Akidi, Senin (26/7) bertempat di ruang Rekonfu Mapolda Sumsel,” tulis akun facebook Humas Polda Sumsel dalam unggahannya. Penyerahan Hibah/CSR disaksikan Gubernur Propinsi Sumsel H. Herman Deru, Dandrem 004 Gapo Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji S.I.P., S.sos., Kadinkes Lesty Nurainy Apt, M.Kes. Penyerahan Hibah dalam rangka penanganan Covid-19 di Propinsi Sumatera Selatan”. Dana hibah atau CSR? Bukankah CSR itu berarti tanggung jawab sosial perusahaan? Artinya, itu kewajiban yang diperlakukan menurut UU. Mengenai perusahaan membangun desa setempat, hal ini terkait dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility (TJSL). TJSL tidak hanya mengenai kegiatan yang dilakukan perusahaan, dimana perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi masyarakat setempat. Tetapi juga terkait kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. TJSL itu terpatri dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP 47/2012). Mungkin yang lupa dipertanyakan para awak media di Palembang kepada Gubernur, bahwa, jika sekiranya sumbangan itu adalah dana hibah dari CSR, maka bidang usaha yang mana milik almarhum yang terkena beban CSR itu? Tentu yang bisa menjelaskan hal ini adalah pakar keuangan dan perpajakan. Saya bukan ahlinya. Siapa Akidi Tio? Menjadi jelas, setidaknya bagi saya setelah membaca artikel di kanal Youtube pribadi “disway” asuhan DI (Dahlan Iskan) mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN). Judul tulisan “Bantuan 2 T”, disiarkan Rabu, 28 Juli 2021. Saya kutipkan disini potongan tulisan perintis kerajaan media “Jawa Pos Group” itu, tentang siapa almarhum Akidi Tio. Berikut ini petikan dialog DI dengan Prof. Dr. Hardi Darmawan, wakil dan sekaligus dokter keluarga almarhum. "Resminya bantuan itu nanti untuk kapolda, gubernur, atau Pemprov Sumsel?" tanya saya”. "Ke Kapolda Sumsel Pak Eko Indra Heri," ujar Prof Hardi. “Siapa yang menentukan bahwa bantuan itu untuk Kapolda Sumsel? Apakah atas arahan Prof Hardi?" tanya saya lagi. "Bukan arahan saya. Itu langsung keinginan keluarga. Untuk diberikan ke Kapolda," jawab Prof Hardi. "Bantuan itu nanti bentuknya uang kontan, cek, atau transfer? Atau berbentuk bantuan bahan makanan?". “Bentuknya uang. Akan ditransfer besok," jawab Prof Hardi kemarin sore. Berarti hari ini”. "Apakah boleh ditransfer ke rekening Polda? Juga apakah boleh dikirim ke rekening pribadi Kapolda?" tanya saya sambil mengingatkan aturan yang ada. “Masih diatur. Mungkin disiapkan rekening khusus”. Pengusaha yang menyumbang Rp 2 triliun itu, meninggal tahun 2009 lalu. Saat itu Tio berusia 89 tahun. Berarti 101 tahun hari ini. Beliau meninggal akibat serangan jantung. Makamnya juga di Palembang”, tulis DI. Tulisan itu diposting hari Rabu, 28 Juli 2021 jam 04.40. Setelah saya baca, karena penasaran, maka jam lima pagi lewat sepuluh menit, saya kirim pesan WhatsApp kepada bung DI. “Selamat pagi bung DI. Sebagai wartawan kawakan, mengapa anda tidak meminta dari Prof. Hardi Darmawan, identitas salah seorang atau semua tujuh orang anak almarhum Akidi Tio yang misterius itu? Between, tulisan anda "2 T" cukup menggoda. Menggoda untuk mengetahui: (1). Bagaimana reaksi Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK). Karena ada peraturan pembatasan transfer untuk uang kartal, hanya diperbolehkan 100 juta saja. (2). Bagaimana reaksi Menteri Keuangan yang lagi nafsu berburu sumber pajak/Wajib Pajak baru? Trims. Salam sehat selalu”. Saya menutup pesan itu. Terkait pertanyaan saya, mengapa DI tidak minta alamat dan nomer kontak seluruh tujuh anak almarhum Akidi Tio, akhirnya DI membalas WA saya pada sore hari jam 15.38 Wib dengan menulis: “tentu saja saya minta ke beliau ha ha”. Saya balas lagi : “tentu saja saya percaya anda melakukannya”. Akhirnya, Kamis 29/07/21) DI kembali menulis di kanal “disway” judulnya: “Pusing 2T”. Saya sarankan, lebih baik lagi jika pembaca yang budiman mau membaca sendiri tulisan itu secara lengkap di internet. Namun, saya kutipkan bahagian tengah tulisan itu. DI menulis, “sayangnya tidak ada penjelasan rinci dari ahli waris Akidi Tio. Pokoknya: menyumbang kapolda Rp 2 triliun. Saya tidak tahu apakah akan ada dokumen yang menyertai transfer dana itu. Yang jelas tidak ada dokumen apa pun yang ditandatangani Selasa lalu”. Lanjutan tulisan DI, “hari itu, Selasa siang lalu, dikira hanya ada acara rutin di ruang rapat lantai 3 Polda Sumsel. Wartawan tulis tidak boleh naik ke lantai 3. Hanya fotografer yang diizinkan. Wartawan menunggu di lantai bawah, menunggu para pejabat itu turun untuk diwawancarai secara door stop”. Pada bahagian akhir DI bertutur, “saya juga ingin menghubungi Prof Hardi sekali lagi kemarin sore. Saya ingin bertanya apakah dana itu jadi ditransfer kemarin. Telepon saya itu di-reject. WA saya juga tidak dibalas, meski ada tanda sudah dibaca. Tapi saya tetap hormat. Sehari sebelumnya beliau telah banyak menjawab pertanyaan saya. Saya pun menghubungi Ibnu Holdun, wartawan Sumatera Ekspres yang telah ke rumah Heryanti. (Ini nama anak perempuan Akidi yang tinggal di Palembang, yang menghadiri upacara itu di Polda. Nama dan no Hp-nya rupanya berhasil juga diperoleh lantaran kegigihan seorang DI). Rumah itu, kata Holdun, kosong. Pagarnya ditutup dan dikunci”. “Rumah itu lebih bagus dari tetangga sekitar. Tetapi tidak mencerminkan rumah orang kaya raya. Lihatlah sendiri foto rumah itu di bagian lain tulisan ini. Saya menyadari masih begitu banyak pertanyaan di seputar sumbangan Rp 2 triliun ini. Akidi telah menampar begitu banyak konglomerat negeri ini. Dan ia tidak peduli. Ia sudah 11 tahun mati. Akidi telah lama meninggal dunia. Tapi namanya hidup kembali. Akidi telah mengalahkan orang-orang yang masih hidup menjadi seolah-olah sudah lama mati”. Beginilah humor getir ala DI. Saya sudah bersahabat baik dengan DI sejak tahun 1975. Kami sama-sama memulai karier sebagai wartawan, pencari dan penulis berita yang diburu dari lapangan, sebelum akhirnya berubah menjadi pemimpin media milik sendiri. Dalam kenyataannya, DI jauh lebih sukses. Dalam tulisannya yang berjudul “Ai Lap Yu Pul” diunggah Selasa (27 Juli 2021) yang mencoba melacak jejak Akidi Tio, Ilham Bintang (IB) pendiri “kerajaan” rumah produksi “Cek & Ricek” juga menghubungi tokoh Palembang Anwar Fuadi. Ternyata Fuadi pun sebagai tokoh yang luas pergaulan, tidak tahu sama sekali siapa itu keluarga Akidi Tio, kata IB yang juga Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat. Maka, DI dan IB gagal menggeledah tokoh masyarakat Sumatera Selatan untuk menggali lebih dalam, “siapakah gerangan sang dermawan yang baik hati dan rendah hati itu?” Dipastikan seluruh hati rakyat Indonesia sangat terharu, bangga dan bersyukur, ternyata masih ada manusia sederhana. Manusia yang sama sekali tidak dikenal atau dikenal di kalangan dunia persilatan pengusaha keturunan taipan kelas naga. Tetapi, berani untuk tampil beda. Meminjam istilah DI, “Akidi telah menampar begitu banyak konglomerat negeri ini. Dan Akidi tidak peduli. Akidi sudah 11 tahun mati lalu”. Pastinya, hari-hari ini, bukan cuma DI yang pusing. orang lain pun kebagian pusing. Ditandai berhamburan begitu banyak pernyataan di media yang saling bertabrakan. Salah satunya diberitakan di media, Kamis (29/07/2021), bahwa Kementerian Keuangan mengatakan “sumbangan almarhum pengusaha Akidi Tio sebesar Rp. 2 triliun sebagai penerimaan hibah negara”. Kamis, 29 Juli 2021, Media Indonesia menurunkan judul berita, “BI Angkat Bicara Soal Transfer Bantuan Covid-19 Rp. 2 Triliun”. Kepala Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, pihaknya tidak mengetahui perihal sumbangan untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan itu. "Kalau menyangkut perpindahan uang, mungkin saya masuk ke situ. Kalau soal sumbangannya itu sendiri, mohon maaf saya tidak tahu, tidak punya informasi tentang itu," kata Erwin saat diwawancarai Metro TV, Kamis (29/7/2021). Benarlah kata Kapolda Sumsel, "saya hanya makelar kebaikan saja. Terkait alokasi, nanti akan ada ahli-ahli yang lebih paham. Saya hanya membantu menyampaikan seperti dengan gubernur, pangdam, dan steakholder terkait lainnya," ujarnya seperti ditulis di Kompas.com. Pesan WhatsApp dari teman lama masuk ke Hp saya: Tolong bilangin kepada bung DI, bukan cuma dia yang pusing, seluruh republik sepertinya dibuat terbingung-bingung juga. Tetapi sambil berdoa semoga sumbangan itu cepat dicairkan oleh negara. Mudah-mudahan bung DI mau juga membaca tulisan ini. Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya.
"Garuda Shield" Antisipasi "Dragon Shield"
By M Rizal Fadillah LATIHAN Bersama besar-besaran Tentara Amerika dengan TNI AD dengan sandi "Garuda Shield" akan dilaksanakan tanggal 1-14 Agustus 2021 di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Tak bisa dipungkiri Latihan Bersama saat ini berkaitan dengan ketegangan global antara Amerika dengan China. Khususnya klaim China soal Laut China Selatan. Publik dalam negeri memandang Latihan Bersama ini ada hubungannya dengan menguatnya cengkeraman RRC atas negara Indonesia baik program jalan sutera OBOR maupun dominasi ekonomi termasuk TKA asal China yang membanjir. TNI AD bermanuver di tengah hangatnya kondisi politik global dan nasional tersebut. Secara formal "Garuda Shield" sebagaimana penjelasan KSAD Jenderal Andika adalah kerjasama rutin tahunan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan personal TNI AD, namun sebagaimana penegasan pihak US Army kerjasama ini memberi bobot khusus pada tekad AS untuk mendukung kepentingan keamanan teman dan sekutu di kawasan. Commanding General of USARPAC General Charles A Flyn menyatakan "program ini seperti latihan multinasional Pasifik menjelajah ke wilayah negara lain". Tampaknya Latihan bersama "Garuda Shield" kali ini agak istimewa bahkan menjadi Latihan Bersama terbesar dalam sejarah. Sejumlah 2.282 personal tentara Angkatan Darat AS akan terlibat. Peningkatan ketegangan global yang berimbas pada ketegangan nasional berefek politik. Pemerintahan Jokowi yang terlalu dekat dengan RRC tentu menjadi kurang nyaman. Lalu, demi kebijakan politik luar negeri yang "bebas aktif" mungkinkah setelah ini akan diadakan Latihan Bersama "Garuda Shield" lain dengan Tentara China yang bisa saja bersandi "Dragon Shield" ? Jawabannya adalah sulit dan kemungkinan kecil untuk terjadi, dengan alasan : Pertama, Tentara China tidak terbiasa "bersekutu" apalagi melalui Latihan Bersama. Hegemoninya senantiasa mengandalkan kekuatan sendiri. Berbeda dengan politik militer AS yang gemar keroyokan sejak dulu, karenanya sebutan populer untuk ini adalah tentara sekutu (allied army). Kedua, hegemoni China selalu berbasis ekonomi, sehingga unjuk kekuatan militer bersama dengan negara "sahabat" akan berpengaruh pada stabilitas penguasaan ekonomi dan bisnis. Menekankan pada kerjasama politik dan militer menakutkan pelaku bisnis China. Ketiga, rakyat Indonesia tidak mudah menerima kehadiran Tentara China walau sekedar Latihan Bersama. Di samping trauma pada sejarah pemberontakan PKI yang dikendalikan RRC, juga masyarakat beragama khususnya umat Islam akan bereaksi keras menentang Latihan Bersama yang dipandang bagian dari penguatan penyebaran ideologi Komunis. Musuh agama. Latihan Bersama US Army dengan TNI AD saat ini strategis dan dapat mempengaruhi istana. Mengevalusi persahabatan erat dengan RRC atau menyerah. Garuda Shield Agustus adalah todongan senjata ke arah Istana. Berlebihankah? Mungkin iya mungkin tidak--Maybe yes maybe no. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Puan Menantang Jokowi
By M Rizal Fadillah SETELAH Ketua DPR Puan Maharani keluar kandang dengan memasang baliho di mana-mana, kini agak mengejutkan kader PDIP ini mulai tajam mengkritik kinerja pemerintahan Jokowi, khususnya dalam penanganan pandemi covid 19. Pemerintah dianggap gagal untuk segera memulihkan kepercayaan masyarakat di tengah pandemi. Bagai banteng menyeruduk, Puan Maharani menyatakan "percuma ada berbagai kebijakan bahkan pembatasan mobilitas rakyat kalau program ini di lapangan dijalankan ala kadarnya apalagi terkait dengan perut rakyat". Cukup tajam kritiknya. Tembakan putri Megawati ini dikemukakan di tengah Jokowi yang nampak kebingungan menangani lonjakan angka keterpaparan covid 19. Pada waktu berbeda Puan juga menggebrak soal komunikasi publik. "Perbaiki komunikasi publik termasuk kejelasan siapa yang pegang komando dari krisis ini, terutama terkait dengan keputusan Pemerintah" padahal baru saja Jokowi menetapkan Luhut dan Airlangga sebagai "komandan" penanganan pandemi melalui PPKM. Puan bukan Puan pribadi, ia merepresentasi pimpinan PDIP. Masyarakat tahu bahwa PDIP adalah "The Rulling Party" sehingga kebijakan Pemerintah adakah produk, sepengetahuan atau sepersetujuan PDIP. Akan tetapi realitas politik berbeda di lapangan. Ada pasang naik dan surut hubungan intim politiknya. Jokowi memang bukan kader murni PDIP dan gemar berjalan sendiri di sawah, got, hutan, atau jalan tol. Kata Rocky Gerung kritik Puan pada Pemerintah Jokowi itu bagai jeruk makan jeruk. Tetapi sebenarnya bedanya ada juga Puan itu jeruk Bali sedangkan Jokowi jeruk Mandarin. Bisa saja saling memakan, meskipun Luhut sebagai marketing jeruk Mandarin pernah memusatkan penjualannya di Bali melalui program "Work From Bali". Ketika relawan Jokowi menggaungkan perpanjangan jabatan Presiden tiga periode, PDIP yang memiliki Puan Maharani sebagai kader jagoan untuk dimajukan Pilpres 2024 tentu meradang. Begitu juga ketika Jokowi bermain-main dengan Ganjar Pranowo, Puan menghajar Gubernur Jawa Tengah ini. Sebenarnya Puan atau PDIP gak akur akur banget dengan Jokowi. Pandemi covid 19 menjadi kendaraan politik untuk saling memperkuat posisi. PDIP sedang bermurung durja dipukul Jokowi saat ini ketika kadernya Juliari Batubara didera tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK 11 tahun. Sejak revisi undang-undang yang mengaturnya, KPK menjadi modal politik strategis bagi Jokowi. Ketua KPK Firli Bahuri dan Dewan Pengawas berada dalam genggamannya. PDIP pun babak belur ketika banyak kadernya yang terjaring korupsi oleh KPK. Kritik Puan tentu menjadi menarik karena dapat dibaca sebagai tantangan Puan kepada Jokowi. PDIP sedang pasang kuda kuda. Jika PDIP menarik dukungan "petugas partai yang durhaka" maka dipastikan Pemerintahan Jokowi bakal ambrol. Mungkin sebelum 2024. Netizen agak nakal mencoba menantang Puan untuk lebih bergerak maju dalam mengkritisi pemerintahan Jokowi. "Mbak Puan harus bisa 'come up' dengan berbagai 'lirik' dan 'rima' yang lebih menendang, tuh. Ditunggu ya 'diss track' lanjutannya". Bising juga irama musik hip hop di sekitar istana. Hip nya Puan hop nya Jokowi. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
SNP Kesehatan, Kerangka HAM untuk Penanganan Darurat Kesehatan
Puluhan tahun isu kesejahteraan dan keadilan profesi kesehatan belum menemukan solusi komprehensif. Oleh Ganis Irawan *) PADA 5 April 2021, Sidang Paripurna Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menetapkan Standar Norma dan Pengaturan Tentang Hak Atas Kesehatan (SNP Hak Atas Kesehatan, atau lebih ringkas lagi, SNP Kesehatan). Untuk warga negara Indonesia pada umumnya, dokumen ini mengandung banyak pokok pikiran penting yang bisa menjadi dasar untuk memperjuangkan perbaikan kualitas dan akses terhadap layanan kesehatan. Di sisi lain, bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan SNP Kesehatan menawarkan banyak pokok pikiran yang penting untuk memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan. Ya, puluhan tahun isu kesejahteraan dan keadilan profesi kesehatan belum menemukan solusi komprehensif. Terkait Pandemi Covid, setelah 1,5 tahun penanganan pandemi yang penuh perdebatan dan kritik, terbitnya SNP Kesehatan ini sepertinya bisa jadi pemecah kebuntuan. Karena memuat banyak aspek penting (i.e ekonomi, sosial, budaya, kesehatan), dokumen ini potensial menjadi common ground untuk dialog multipihak mencari solusi kolaboratif penanganan pandemi Covid- 19 dan mempersiapkan framework praksis sistem tanggap darurat kesehatan di masa depan. Diakui atau tidak, terutama oleh Pemerintah, pandemi Covid-19 menunjukkan dengan jelas kelemahan sistem kesehatan kita sekaligus ketiadaan practical framework (atau protokol) tanggap darurat kesehatan. Keberadaan dua Undang-Undang yaitu UU Wabah dan UU Kekarantinaan Kesehatan ternyata belum memadai untuk Pemerintah bisa memberi respons cepat dan memadai tanpa meresikokan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Ketiadaan practical framework inilah yang menyebabkan Indonesia tampak demikian gagap berhadapan dengan Pandemi Covid-19, padahal ini bukan pandemi pertama. Kegagapan tersebut bukan hanya tampak pada penyelenggara negara, tapi juga pada kelompok civil society dan kalangan profesional. Beragam kritik terhadap potensi restriksi kebebasan berpendapat dalam kasus dr.Lois, misalnya, menunjukkan bahwa kelompok pro-demokrasi dan pegiat HAM seperti baru tersadar bahwa ada isu-isu HAM yang masih perlu dibahas terkait penanganan pandemi. Hal ini mengherankan, karena sejak tahun 2020 ada cukup banyak aspek dari penangangan pandemi yang potensial melanggar prinsip HAM. Seperti misalnya diskriminasi yang dialami penderita Covid-19, dokter atau tenaga kesehatan. Satu tahun ini diskriminasi dan kekerasan terhadap dokter dan tenaga kesehatan diperlakukan sebagai layaknya kasus pidana biasa, bukan sebagai pelanggaran serius terhadap HAM. Padahal para dokter dan tenaga kesehatan tersebut sedang bekerja dalam rangka pemenuhan hak rakyat atas kesehatan. Selama 1,5 tahun ini juga tidak tampak diskursus HAM yang tajam untuk perbaikan praksis penangangan pandemi, semisal penerapan siracusa principle, penanganan berita bohong, disinformasi dan misinformasi selama situasi darurat kesehatan. Atau diskursus HAM tentang prioritas layanan kesehatan terhadap wanita, anak, lansia atau para penyandang disabilitas. Dengan latar belakang situasi semacam itu, terbitnya SNP Hak Atas Kesehatan dari Komnas HAM patut diapresiasi karena dokumen ini menyajikan koridor normatif yang komprehensif untuk penanganan darurat kesehatan. Dokumen ini bisa menjadi alternatif bagus untuk diterapkan sebagai acuan kerangka normatif penanganan pandemi Covid-19. Selanjutnya bisa dipertimbangkan untuk mulai merumuskan practical framework berupa protokol baku penanggulan darurat kesehatan yang komprehensif dan operasional. Protokol semacam ini perlu agar dikemudian hari, pada darurat kesehatan yang lain, Indonesia bisa dengan cepat memberi respon adekuat ; tinggal mengaktifkan suatu protokol penanggulangan darurat kesehatan yang sudah dikenal dan diinternalisasi oleh banyak orang. Tak perlu lagi ada banyak perdebatan teknis saat krisis di depan mata. Juga tak perlu lagi khawatir situasi darurat kesehatan disalahgunakan oleh pemerintah. Sama halnya dengan protokol keselamatan penerbangan, protokol penanggulangan darurat kesehatan perlu ada sebelum kedaruratan tiba. Perlu juga diajarkan dan dilatihkan terus menerus kepada aparatur pemerintah dan warga negara. *) Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Kabid Kerjasama Lembaga Negara dan Media Massa PB IDI.
Banyak Makan Korban, Sinovac Tetap Dilanjutkan?
Oleh : Mochamad Toha Apakah Anda masih menganggap Vaksin Sinovac baik-baik dan aman? Cobalah tengok yang terjadi di Kota Medan belum lama ini. Seorang mahasiswa di Medan bernana Erwin Perdana Nasution (EPN, 21 tahun) telah meninggal dunia usia divaksin Sinovac. Tak hanya itu. Omnya juga dikabarkan koma setelah mendapat vaksinasi Covid-19 tersebut. Sehari sebelum meninggal dunia, mahasiswa Universitas Medan (Unimed) itu sempat alami demam tinggi. Keduanya adalah warga Jalan Karya Setia, Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat. Kabar ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Medan H Rajudin Sagala, yang tak segan-segan membeberkan kronologinya. Menurut Rajudin, EPN bersama empat orang keluarganya pergi untuk ikut vaksin di daerah Medan Belawan. “Mereka ada 5 orang, sekali vaksin serentak sekeluarga, termasuk omnya di Belawan juga,” jelasnya pada Jumat, 23 Juli 2021, seperti dilansir Tribunnews.com. Rajudin menerangkan bahwa paman korban juga sama-sama vaksin di lokasi itu dan diinformasikan koma tak sadarkan diri hingga berhari-hari (sampai hari ini). “Dia sama pamannya divaksin. Pamannya tidak sadarkan diri hingga hari ini,” katanya. Menurut Rajudin, vaksin tersebut berjenis Sinovac, tapi ia belum mengetahui pasti lokasi tempat vaksinasi yang didatangi keduanya. “Sama vaksinnya dengan Erwin Perdana Nasution ini, vaksin Sinovac. Itu tidak dapat info dari Puskesmas atau di mana. Mungkin nanti malam saya dapat info,” lanjut Rajudin. Rajudin menjelaskan, ia mendapatkan informasi tersebut dari keluarga di mana awalnya sang anak hendak Praktik Kerja Lapangan (PKL). Dari pihak Unimed yang mengharuskan mahasiswa untuk melampirkan surat sertifikat vaksin Covid-19 sebagai persyaratan. Karena PKL, maka EPN wajib melampirkan sertifikat vaksin. Tempat PKL-nya tak boleh diberitahukan karena pihak kampus yang beritahu bahwa mahasiswa yang mau PKL wajib divaksin dan melampirkan sertifikat. Melihat persyaratan tersebut, selanjutnya EPN mencari lokasi yang menyediakan vaksin dan menemukannya di daerah Medan Belawan pada sekitar 12 hari lalu. “Makanya dia cari daerah mana yang ada vaksin, dapat di Belawan di mana dengan syarat PKL wajib melampirkan sertifikat vaksin. Kira-kira 12 hari yang lalu,” ungkap Rajudin. Namun, setelah divaksin, kondisi EPN justru memburuk hingga mengalami demam tinggi yang membuat pihak keluarga membawanya ke Rumah Sakit Imelda Medan. Kabarnya, EPN memang memiliki riwayat sakit asma hingga infeksi paru. “Info dari kakaknya, begitu divaksin di Belawan, EPN pulang ke rumah. Kemudian begitu divaksin hari ini, besok udah langsung demam tinggi. Kemudian dia tidak keluar selama tiga hari. Kemudian dirawat di RS Imelda,” ungkap Rajudin. Setelah beberapa hari dirawat, Rabu, 21 Juli 2021, EPN akhirnya mengembuskan nafas terakhir. “Meninggalnya hari Rabu sore, sempat dirawat di RS Imelda sampai beberapa hari di situ kemudian setelah itu dia meninggal,” lanjutnya. Kasus Covid-19 sedang melonjak tinggi di Indonesia. Kekhawatiran pun muncul jika kondisi tsunami Covid-19 di India bisa benar-benar terjadi. Masalah lain muncul dari vaksin Sinovac sebab ratusan tenaga kesehatan tetap terinfeksi corona. Seperti dilaporkan ABC Australia, Kamis (8/7/2021), dokter spesialis paru Erlina Burhan bercerita, 200 tenaga kesehatannya tertular virus corona meski sudah divaksinasi beberapa bulan yang lalu. “Gila ini, gila sekali. Pasien bertambah tapi kekurangan pekerja,” ujar Erlina. Menurut data Asosiasi Rumah Sakit Indonesia, sekitar 95 persen tenaga kesehatan di Indonesia sudah menerima dua dosis vaksin Sinovac. Menurut catatan Lapor Covid-19, dari bulan Juni, 131 tenaga kesehatan, yang kebanyakan menerima vaksin Sinovac, telah meninggal dunia. Sebanyak 50 tenaga kesehatan meninggal dunia pada Juli 2021. Ketua Uji Klinis Vaksin Covid-19 Sinovac dari Biofarma, DR. Novilia Sjafri Bachtiar, juga tutup usia karena Covid-19. Novilia juga akademisi di Universitas Padjajaran, Bandung. “Beliau adalah salah seorang pejuang kesehatan yang sangat berjasa dalam mengatasi pandemi ini, terutama dalam hal uji klinis vaksin," ucap Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi seperti dikutip Antara. Kebanyakan tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 hanya menunjukkan gejala ringan. Tapi, survei yang dilakukan Reuters pada dokter, direktur rumah sakit, dan kepala industri kesehatan di Pulau Jawa menemukan ribuan nakes terpaksa melakukan isolasi mandiri. Kementerian Kesehatan sendiri enggan memberikan tanggapan ketika dimintai komentar soal banyaknya tenaga kesehatan yang tertular virus corona. Beberapa pratiksi kesehatan kini mempertanyakan kemanjuran vaksin Sinovac ini, walau Pemerintah Indonesia menyalahkan varian Delta, bukan vaksinnya. Lia Partakusuma, sekretaris jendral Asosiasi Rumah Sakit Indonesia mengatakan, ia telah melakukan survei di rumah sakit umum di kota-kota besar Jawa. Pihak rumah sakit juga menyebut 10 persen nakes mereka positif Covid-19. Para nakes harus mengisolasi diri selama dua minggu, meski petugas lainnya mengatakan kebanyakan di antaranya harus kembali bekerja setelah lima hari, karena sangat diperlukan di rumah sakit. Jumlah kematian dan penularan Covid-19 juga terus bertambah di kalangan nakes saat ini yang menjadi masa terburuk sejak awal pandemi. ARSI juga mengatakan jumlah penderita COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit sudah bertambah “tiga hingga empat kali lipat”. Kritikan dari para pakar kesehatan tersebut menyebutkan, jumlah tes yang sedikit tidak mencerminkan masifnya wabah ini. Pakar kesehatan khawatir situasinya akan terus memburuk, hingga mengatakan, Indonesia ini bisa “menjadi seperti India”, yang jumlah kasus Covid-nya yang terus bertambah sampai menyebabkan sistem kesehatan kolaps bulan April dan Mei 2021 lalu. Tapi sistem kesehatan Indonesia jauh lebih tidak siap dari India dalam menangani krisis seperti ini. Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi di Australia mengatakan, Indonesia memiliki 0,4 dokter per 1.000 orang. Jumlah ini adalah yang terendah kelima di Asia Tenggara, dan kurang dari setengah yang dimiliki India. Karena kekurangan nakes, rumah sakit terpaksa memakai tenaga apoteker, radiografer, dan mahasiswa kedokteran sukarela yang dibayar seadanya. Salah satu kepala rumah sakit yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan perawatan pasien Covid-19 tersebut memerlukan keterampilan yang kadang tidak dimiliki mahasiswa atau sukarelawan. “Masalahnya adalah sumber daya manusia. Bahkan, jika kita bisa menambah ruang, siapa yang bisa mengurus pasien?" ujar ahli saraf Eka Julianta Wahjoepramono. “Tidak ada. Itu masalahnya.” Selama ini, Indonesia sangat bergantung pada vaksin Sinovac karena perusahaan China itu merupakan satu-satunya perusahaan obat yang bisa menjual dosis dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Sejak Februari dan Maret 2021 lalu, kebanyakan nakes di Indonesia sudah divaksinasi, sekaligus menjadi studi kasus tingkat efikasi vaksin tersebut. Awalnya, program inokulasi Sinovac telah menurunkan angka kematian akibat Covid-19 secara signifikan. Bulan Januari lalu, sebanyak 158 dokter meninggal akibat gangguan pernapasan, namun pada Mei, jumlahnya turun ke angka 13. Sejak Juni, setidaknya 30 dokter sudah meninggal dunia, menurut data Ikatan Dokter Indonesia. Eka, yang sudah divaksinasi dua kali menggunakan Sinovac, harus dirawat di rumah sakit karena menderita gejala parah Covid-19 bulan lalu. “Banyak rekan saya antibodinya tidak meningkat signifikan setelah divaksinasi Sinovac,” katanya. Ini berarti mereka tidak memiliki perlindungan penuh terhadap virus. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga membela Sinovac. “Masalah yang kita hadapi saat ini bukan tentang efektivitas vaksin, tapi karena varian Delta,” katanya. Ikatan Dokter Indonesia mendorong pemerintah untuk memberikan dosis ketiga vaksin pada nakes secepatnya. Beberapa dokter terbang ke Amerika Serikat agar disuntik vaksin lain. “Namun, ongkos perjalanan ini terlalu mahal,” kata dr. Berlian Idriansyah Idris. “Kami tidak bisa melakukan isolasi mandiri dan kerja dari rumah, demi Tuhan. Tidak bisa sekarang. Dosis ketiga vaksin akan memberikan perlindungan yang kami butuhkan,” lanjut Dokter Berlian. Penulis adalah Wartawan FNN.co.id
Jokowi Game Over?
by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Seperti dalam tulisan penulis sebelumnya. Sejarah jatuhnya Presiden Indonesia tidak pernah berdiri sendiri. Keterlibatan asing aseng, oposisi dan pembusukan dari dalam internal rezim sendir sangat kuat, bahkan menjadi penentu utama kejatuhan suatu rezim. Kejatuhan Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid adalah contohnya. BJ. Habibie dan Megawati, Presiden yang hanya di tengah jalan. Hanya melanjutkan sisa jabatan dari presiden sebelumnya, Soeharto dan Abdurrahman Wahid. Dari enam presiden, satu-satunya Presiden Indonesia yang selamat sampai akhir masa jabatan, hanyalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden keenam RI. Jokowi saat ini sedang menghadapi ujian besar. Pandemi Covid-19, korupsi besar-besaran, sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di ambang kebangkrutan dan hancur-hancuran. BUMN punya utang gila-gilaan, akibat dikelola denan cara yang tidak profesional. Semua itu buntut dari bagi-bagi kue kekuasaan kepada tim sukses. Jokowi dianggap gagal dalam menyelesaikan persoalan pandemi Covid-19. Publik mulai mencium aroma tak sedap. Bukan pandemic, tetapi plandemi. Gonta-ganti istilah penanganan Covid-19 tidak menyentuh substansi persoalan. Menjadi tertawaan dan cemoohan publik. Covid-19 makin menjadi-jadi. Parahnya lagi, kabinet Jokowi mulai pecah. Terjadi rivalitas yang sangat tajam antar kekuatan politik pendukung Jokowi. Contoh terbaru adalah, soal rangkap jabatan Ari Kuncoro yang melanggar Statuta Universitas Indonesia (UI). Setelah PP direvisi tentang bolehnya rangkap jabatan di statuta UI, tiba-tiba Ari Kuncoro mundur sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Kode pembusukan dari internal kabinet? Gonjang-ganjing memanasnya situasi politik nasional pasca PPKM darurat. Situasi ini kalau meminjam candaan ekonom senior Faisal Basri, PPKM rasa ayam geprek. PPKM level 3 dan 4. Tidak terlepas dari rivalitas internal kabinet Jokowi. Puan Maharani misalnya, mulai bersuara keras terhadap Presiden Jokowi. Pua memberi sinyal terkait posisi Kepala BIN mau diusik, dari Budi Gunawan, orang kepercayaan Ketua Umum PDIP Megawatti Soekarnoputri. Kabarnya Kepala BIN akan diberikan kepada Perwira TNI bintang empat atau bintang tiga. Begitu pula dengan perlawanan terhadap Luhut Binsar Panjaitan (LBP) oleh beberapa menteri dan kepala daerah mulai tampak. Kabarnya, terjadi rivalitas yang sengit dalam perebutan posisi Panglima TNI, Kepala BIN dan Menko Polhukam. Panglima TNI yang sekarang Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebentar lagi pensiun. Posisi Panglima TNI kabarnya diperebutkan oleh dua matra, Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Kabar yang terdengar di publik, Persiden Jokowi menjanjikan angin syurga kepada Kapala Staf Angkatan Darat dan Laut untuk menjabat Panglima TNI. Ini sama dengan TNI diadu domda. Kepala BIN, Budi Gunawan mulai digoyang. Konon, Andika Perkasa bakal diplot menjadi Kepala BIN menggantikan Budi Gunawan bila gagal menjadi Panglima TNI. Budi Gunawan digeser menjadi Menko Polhukam. Menariknya, PDIP menolak pergeseran posisi Budi Gunawan dari Kepala BIN. PDIP kabarnya meradang ingin tetap mempertahankan posisi Kepala BIN untuk Budi Gunawan. Serunya lagi, Panglima TNI yang sekarang, kabarnya sudah dikavling untuk menggantikan posisi Menko Polhukam yang akan ditinggalkan Mahfud MD. Rumor yang berkembang, Jokowi sendiri ingin Hadi Tjahjanto, Panglima TNI sekarang sebagai Menko Polhukam. Tak selesai disitu. Sekarang di internal kabinet Jokowi, berhembus kencang agar Jokowi mencopot LBP. LBP dianggal gagal sebagai Koordinator PPKM darurat. Suara-suara di luar pemerintahan pun santer terdengar, agar Jokowi berani mencopot LBP. Walaupun rasanya tidak mungkin Jokowi mencopot LBP. Jangan-jangan malah LBP yang mencopot Jokowi. Pecah kongsi kabinet Jokowi, kabarnya dimanfaatkan oleh salah satu faksi di kabinet Jokowi. Sehari setelah Idul Adha. Tiba-tiba ribuan massa turun ke jalan-jalan di kota Bandung. Anehnya, polisi tidak turun tangan membubarkan massa aksi. Kebanyakan dari komunitas ojek online. Isunya lagi, aksi massa serupa akan menjalar ke beberapa kota di Indonesia sebagai upaya menekan Jokowi. Tagar Jangan Tunggu 2024 trending topic di media sosial. Konflik kabinet Jokowi dan pengkondisian simpul-simpul massa, maupun komunitas masyarakat akan membuat Jokowi benar-benar game over. Tagar Jangan Tunggu 2024 yang sedang trending topic kemungkinan saja akan terbukti. Jokowi dijerumuskan oleh orang terdekatnya. Momen PPKM Darurat rasa ayam geprek. Pedasnya bisa membuat Jokowi su'ul khatimah sebagai orang nomor satu di Indonesia sebelum genap 7 tahun menjadi presiden. Pelan-pelan kan meledak sebelum 2024? Wallahua'lam bish-shawab. Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.
Sorban dan Kejujuran
By M Rizal Fadillah Bandung, FNN - Ketika bicara sorban terbayang pembantu Presiden yaitu Staf Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Mochtar Ali Ngabalin yang selalu mengenakan sorban di kepalanya. Sebagai orang dekat Presiden kita selalu dengar akan puja puji kepada Jokowi yang kadang dinilai berlebihan. Tapi begitulah tipenya yang unik. Agar tidak mengganggu dan nyaman berada di ruang istana mungkin sorbannya dijaga untuk tetap wangi. Kini kita berbicara tentang hal yang tidak berkaitan dengan Ali Mochtar Ngabalin, melainkan hanya terkait dengan sorban yang berfungsi sebagai alat uji kejujuran dan kebohongan. Sorban yang dicitrakan magis dan dapat menentukan kehidupan masa depan. Adalah kisah Khalifah Harun Ar Rasyid dengan Abunawas. Khalifah meminta tolong kepada Abunawas yang cerdik tapi lucu untuk memberi masukan kepadanya tentang cara menguji kejujuran dan keculasan para menterinya. Lima orang yang akan diuji. Abunawas pening menerima tugas berat ini. Sekembalinya ke rumah Abunawas berfikir keras namun gelisah juga. TItik terang muncul yang berubah menjadi kegembiraan saat Abunawas menemukan sorban yang sudah usang, berbau apek, dan sudah lama tidak pernah dicuci. Segera ia kembali ke istana dan menemui Khalifah merancang agenda pengujian para menteri tersebut. Khalifah memanggil kelima menterinya menjelaskan bahwa ia menerima hadiah sebuah sorban karomah yang dapat melihat masa depan kerajaan. Kelima menteri diminta untuk mencium sorban ini dan jika ternyata sorban ini wangi maka artinya kekuasaan akan langgeng dan gemilang di masa depan. Sebaliknya jika sorban tersebut bau, maka kekhalifahan akan suram dan hancur. Satu persatu dari kelima menteri mencium sorban tersebut. Menteri kesatu, kedua, dan ketiga memberi pandangan bahwa sorban tersebut sangat wangi. Artinya kekhalifahan akan gemilang. Berharap Khalifah senang menerima pandangan ini. Sedangkan menteri keempat dan kelima dengan gundah dan agak gemetar menyatakan bahwa sorban itu berbau apek. Kini Khalifah mengetahui mana menteri pembohong dan penjilat, mana menteri yang jujur dan setia. Menteri kesatu, kedua, dan ketiga masuk penjara sementara menteri jujur keempat dan kelima mendapat hadiah. Begitu juga tentunya dengan Abunawas. Si cerdik lucu ini pulang dengan bahagia. Para pemuja puji Istana menjadi biasa keberadaannya. Mereka adalah pembohong dan penjilat berbahaya. Penghancur negara. Bisa menteri, tukang dengung (buzzer) atau pencari kekuasaan lainnya. Mereka berlomba mendekat dan membisiki dusta tentang kehebatan raja. Puja puji bahwa Pemerintah tidak pernah kalah. Lawan dan rakyat yang mudah untuk ditipu dan dibohongi. Nah pak Jokowi, belajar dari kisah ini, cobalah bapak pakai sorban usang dan berbau apek, lalu tanyakan kepada para pembantu di sekitar apakah bapak ganteng, wangi, dan berwibawa ? Lihatlah dan akan terbukti bahwa sebagian besar pembantu di dalam Istana adalah para pembohong dan penjilat. Bau apek itu akan membuat semaput para penjilat. Tapi saking baunya bapak juga akan semaput pula. Tidak percaya ? Bisa juga dicoba. Selamat dan sukses dalam kehidupan Istana yang penuh dengan kebohongan. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Virus Komunis Lebih Berbahaya Dari Covid-19
by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Selain dilanda wabah covid-19, saat ini bangsa kita juga sedang berjuang melawan wabah yang jauh lebih berbahaya dari virus covid-19, yaitu virus komunis. Ratusan ulama dan aktivis dakwah meninggal karena wabah covid-19. Jutaan ummat Islam saling curiga, saling hujat, bahkan perselisihan semakin tajam akibat ganasnya virus komunis. Orang yang meninggal karena virus covid-19, dua kemungkinan. Surga atau neraka. Sedangkan bagi yang mati karena virus komunis, tidak ada kemungkinan. Pastinya satu, neraka jahannam. Bagi seorang muslim, meninggal karena covid-19 mati syahid. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ “Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena ath-tha’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah”. (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914) Sedangkan bagi yang meninggal karena wabah virus komunis, tempatnya neraka jahannam. إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ ٱلْبَرِيَّةِ "Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk,” (QS. Ll-Bayyinah: 6). Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqar dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah mengatakan : . أُو۟لٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk). Yakni makhluk yang paling buruk keadaannya, sebab mereka meninggalkan kebenaran karena sifat hasad dan sesat, karena itulah mereka akan kembali ke tempat yang merupakan seburuk-buruk tempat. Pada masa covid-19 yang gonta-ganti istilah. PSBB, PPKM dan PPKM darurat. Per hari ini, namanya berubah menjadi PPKM level 4. Substansinya sama. Ummat Islam tidak boleh beribadah di masjid. Kalaupun masjid diperbolehkan menyelenggarakan shalat berjamaah, di masjid harus mengikuti standar 'mazhab WHO'. Menurut 'mazhab WHO', shaf shalat berjamaah di masjid renggang. Dikavling sajadah dan keramik. Tidak boleh lurus sebagaimana disunnahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ “Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433). Patokan lurus shaf adalah pundak bagian atas badan dan kedua mata kaki. Dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ “Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: luruskan (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432). Hikmah shaf lurus adalah sebab terikatnya hati orang-orang yang shalat. Bengkoknya shaf bisa menyebabkan berselisihnya hati mereka. Perselisihan diantara kaum muslimin hari ini, salah satunya disebabkan karena bengkoknya shaf shalat. Bermula dari hati yang bengkok. Masuknya 'mazhab WHO' dan virus komunis ke masjid makin membuat kaum muslimin tercerai berai. Sebelum ada 'mazhab WHO', Imam shalat ketika akan memulai shalat, menyerukan luruskan dan rapatkan shaf. Setelah ada 'mazhab WHO', seruan imam menyesuaikan. Luruskan tapi renggang. Hati-hati ummat Islam pun renggang. Tidak berani bersalaman. Apalagi cipika cipiki dan cipiku. Virus komunis sedang menyerang tempat ibadah ummat Islam. Shalat berjamaah di masjid yang paling lama hanya 15 menit ditiadakan. Masjid tutup. Tidak boleh shalat berjamaah. Shalat tarawih di rumah. Shalat idul fitri dan idul adha ditiadakan. Anehnya kerumunan di bank dibolehkan. Kerumunam di pasar tidak dibubarkan. Kerumunan di super market dibiarkan. Kerumunan apel siaga satgas pengamanan covid-19 diperintahkan. Kerumunan vaksin sangat dianjurkan. Katanya sih dalam rangka penyekatan, nyatanya hanya pengalihan arus. Pembatasan kegiatan ibadah, nyatanya penutupan tempat semua ibadah. PPKM darurat, nyatanya hanya ramai di TV dan media sosial. Ikhtiar maksimal menghindari wabah covid-19 sangat dianjurkan. Lebih sangat dianjurkan lagi, ikhtiar super maksimal untuk melawan virus komunis yang setiap saat bisa membahayakan aqidah kaum muslimin. Awas, komunis gaya baru ini, bisa menghalalkan segala cara. Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.
Perubahan Otsus Tabrak Konstitusi dan Beri Ancaman Serius bagi Orang Asli Papua
Oleh: Marthen Goo Pemerintah Pusat di Ibu Kota Jakarta terlalu menggebu-gebu sampai lupa kontrol bahwa tujuan dari penyelenggaraan pemerintah adalah untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat, bukan membuat rakyat makin marjinal, menciptakan kekerasan, dan pelanggaran HAM tinggi. Sejak Papua diberlakukan Otonomi Khusus secara paksa sepihak dari Jakarta tanpa partisipasi rakyat Papua, Otonomi Khusus berjalan 20 tahun, faktanya adalah (1) pelanggaran HAM tinggi, (2) marjinalisasi, (3) kerusakan lingkungan, (4) sumber kehidupan orang Papua makin terancam, (5) Pengurasan SDA di Papua cukup tinggi, (6) Adanya Ilegal Maining dan Logging (masyarakat adat kehilangan kayu dan SDA). Dalam masalah serius seperti itu, LIPI merumuskan ada 4 masalah besar di Papua, dan buku yang berjudul Papua Road Map tersebut diterbitkan saat Otsus berjalan. Sementara Gembala, Pdt. Dr. Socratez Sofyan Yoman menulis buku dengan judul Otonomi Khusus Telah Gagal. Dan, Natalius Pigai, Tokoh Nasional asal Papua pun menyebutkan implementasi Otsus yang bermasalah dan beliau menawarkan bekukan Otonomi Khusus dan lakukan Dialog Jakarta-Papua. Intinya bahwa 20 tahun pelaksanaan otonomi khusus di Papua tidak berhasil. Sehingga, jika Desentralisasi Asimetris saja tidak berhasil, maka sudah dipastikan ada yang salah. Ini bisa kita lihat: (1) tidak ada isi dalam UU, baik ayat, maupun pasal yang bersifat menyelesaikan masalah; (2) UU dibuat hanya sebagai topeng, secara subtansi merujuk pada desentralisasi; (3) Pemerintah Pusat melihat masalah di Papua hanya sebatas uang, sementara masalah utama di Papua adalah kemanusiaan, alam dan kehidupan secara utuh. Merespon perubahan Otsus sepihak yang dilakukan Jakarta, penulis juga pernah menulis dengan judul Rakyat Tolak Otsus Papua, Jakarta Jangan Sok Kuasa (FNN-20/4/2021) yang intinya memberikan gambaran bahwa secara konstitusi rakyat sudah menolak perubahan Otsus, sehingga, Jakarta mestinya tunduk dan hormat pada aspirasi rakyat dan mencari cara bermartabat dan demokratis dalam menyelesaikan masalah. Esensi Otonomi Khusus Bicara Otonomi Khusus, bicara tentang apa sebenarnya esensinya. Esensinya itu bicara apa sebenarnya masalah-masalah di daerah tersebut, kemudian dirumuskan masalah-masalahnya dan dibuat solusi. Solusi tersebut kemudian dirumuskan menjadi UU secara khusus untuk menyelesaikan masalah. Masalah-masalah tersebut ada yang bersifat kebijakan tapi ada yang harus bersifat regulasi. Bagian ini tidak pernah ada saat dibuat UU No. 21 tahun 2001. Sekarang jika kita lihat terhadap perubahan UU Otonomi Khusus di Papua, tidak dilakukan prinsip Esensial dalam merumuskan desentralisasi. Ini sama dengan adanya dugaan kejahatan konstitusi karena prinsip dasar tidak dipenuhi. Ingat, ini negara hukum, mestinya pembuat UU jauh lebih cerdas dalam menelah dan mendengar aspirasi rakyat untuk dibuat dalam kepastian hukum, agar persoalan rakyat bisa diselesaikan didasarkan kepastian hukum. Pembuat UU mempraktekan bim-salah-bim. Ini tontonan yang paling buruk, apalagi bagi peminat hukum tata negara. Karena prinsip dalam hukum tata negara ketika bicara tentang rumusan prodak hukum baru, hal yang diperhatikan adalah kemanfaatn dan kepastian hukum bagi kehidupan warga. Bicara kemanfaatan harus diperhatikan nilai sebagai filosofis hidup warga dan bagimana menyelesaikan masalah sosial. Di era demokrasi, tanpa dengar pendapat rakyat, pembuat UU terkesan mempraktekan masa orde baru dengan memaksa perubahan tanpa berpegang pada demokrasi dan HAM. Konstitusi Bicara Sejarah di Indonesia membuktikan bahwa semangat reformasi lahir karena (1) buruknya ekonomi nasional yaitu pemerintahan yang korup ; (2) pelanggaran HAM yang tinggi. Atas semangat tersebut, perubahan ke-4 UUD’45 lebih mengedepankan HAM agar negara dikelolah dengan prinsip penghormatan pada HAM. Mestinya di Papua juga sama, sayangnya walau diberlakukan UU No. 21/2001, pelanggaran HAM tetap jalan terus. Atas semangat penghormatan pada HAM tersebut, pasal 1 ayat (2) UUD’45 menyebutkan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Bukan kedaulatan berada di pembuat UU. Karenanya harus dilaksanakan menurut prinsip-prinsip HAM. Rakyat selaku pemegang kedaulatan harus ditanya apa masalah mereka dan harus diselesaikan dengan cara apa, kemudian dirumuskan berdasarkan tingkatan, apakah masuk dalam rana perundang-undang, atau rana kebijakan. Setiap UU yang lahir bersifat mengikat warga negara, karenanya, jika itu berhubungan dengan UU Otonomi Khusus maka terikat bagi daerah atau wilayah yang diberlakukan UU Khusus tersebut. Warga di wilayah tersebut harus diberikan ruang partisipasi. Karena jika rakyat tidak dilibatkan dan diberi partisipasi, sementara di sisi lain, pembuat UU memaksa pelaksanaan UU diberlakukan, secara subtansi UU itu tidak ada manfaat dan harus dicabut oleh pembuat UU. Jadi, pengertian pada pasal 1 ayat (2) UUD’45 tersebut harus dilihat secara baik, benar dan tepat bahwa rakyat punya kedaulatan, sementara DPR itu hanya perwakilan yang melaksanakan kedaulatan berdasarkan UUD’45, dimana DPR diberikan kewenangan membuat UU, sehingga, UU yang harus dibuat harus didasarkan pada aspirasi rakyat. Kalau rakyat tolak, maka, wajib RUU dibatalkan atau UU dicabut. UU yang buruk adalah UU yang dibuat tanpa melibatkan rakyat, kemudian pembuat UU beralibi bahwa bisa dilakukan Juducial Riview kalau keberatan. Seakan Mahkamah Konstitusi dijadikan sebagai lembaga cuci piring pihak-pihak pembuat UU. Ini juga disebut UU Otoritarianisme, semangat HAM dan Demokrasi dicederai di sini. Jadi, jika merujuk pada prinsip konstitusi di Indonesia, sesungguhnya perubahan UU Ototnomi Khusus yang dilakukan oleh kekuasaan di Jakarta secara subtansial tabrak konstitusi. Merusak tatanan HAM dan Demokrasi. UU yang dibuat hanya untuk kepentingan pembuat UU, bukan kepentingan rakyat Papua. Ini tentu saja memberikan ancaman serius, karena sebelum perubahan, sangat buruk implementasinya. Rakyat di Seluruh Tanah Papua Tolak Perubahan Otsus Kondisi riil hari ini, rakyat di seluruh tanah Papua tolak otonomi khusus. Penolakan ini datangnya dari pengalaman buruk baik sebelum otonomi khusus maupun 20 tahun yang dipaksakan otonomi khusus di Papua. Ini memberikan gambaran bahwa rakyat di Papua tidak percaya dengan pemerintah pusat. Apalagi saat diberlakukan Otonomi Khusus, kejahatan kemanusiaan di Papua sangat tinggi, baik kejahatan terhadap kematian orang Papua maupun kejahatan HAM terhadap Ekonomi, Sosial, Budaya dan Lingkungan. Jika rakyat menolak Otonomi Khusus, mestinya pembuat UU menghormati sikap dan keinginan rakyat. Rakyat secara Konstitusi memiliki kedaulatan tertinggi, sementara legislatif hanya utusan atau perwakilan di Parlemen. Secara logika, jika memakai filsafat logika akal sehatnya Rocky Gerung, “orang yang mewakili tidak memiliki hak lebih tinggi dari pada orang yang menyuruh mewakili”. Dalam tulisan saya sebelumnya dengan judul Rakyat Tolak Otsus Papua, Jakarta Jangan Sok Kuasa (FNN-20/4/2021), di sana dijelaskan beberapa kabupaten di Tanah Papua melakukan aksi seluruh rakyat menolak Otonomi Khusus. Bahkan, sehari sebelum penetapan, mahasiswa dan masyarakat di berbagai kota telah melakukan aksi penolakan, namun dibubarkan dan ditangkap. Esensinya adalah menolak perubahan Otsus. Penolakan terhadap perubahan UU Otsus yang dilakukan oleh rakyat di seluruh tanah Papua memberikan gambaran bahwa pelaksaan Otonomi Khusus selamat 20 tahun telah memberikan legitimasi kejahatan HAM di tanah Papua, dan 4 masalah rumusan LIPI justru terjadi 20 tahun Otsus. Pemaksaan perubahan justru buruk karena hanya memberikan ruang bagi banjirnya kaum migran (upaya tirani); marjinalisasi dan pelanggaran HAM. Solusi Demokratis Indonesia dibangun dengan prinsip demokrasi, bukan otoritarianisme atau tirani baik suku mayoritas atau rumpun mayoritas, karenanya prinsip demokrasi lahir melalui republik. Mestinya republik itu bukan pajangan tapi harus dipraktekan. Itu juga yang kemudian kekuasaan yang otoriter ditumbangkan pada tahun 1998. Mestinya kekuasaan di Jakarta baik Eksekutif maupun Legislatif belajar dari tumbangnya Otoritarianisme’98. Sebagai perwujudan dalam demokrasi, rakyat sudah menolak perubahan otonomi khsusus Papua. karenanya pembuat UU harus cabut UU. Jakarta harus buka ruang demokrasi di Papua dengan mendorong Perundingan Jakarta-Papua. DPR dan DPD bisa desak Presiden RI untuk menunjuk Special Envoy dan Wakil Presiden sebagai penanggungjawab politik untuk melaksanakan perundingan. Aceh harus jadi rujukan. Mengapa kekuasaan di Jakarta hanya berpikir untuk memperburuk Papua dengan kebijakan-kebijakan yang Otoritarianisme dan pemaksaan UU yang menghancurkan peradaban bangsa Papua dan entitas kebudayaan tanpa menghormati Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan konstitusi negara sebagai prinsip bersama dalam penghormatan pada HAM ? Mari kita buktikan dengan implementasikan Perundingan Jakarta-Papua. Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan Asal Papua