OPINI
Mustofa Kemal Attaturk Tidak Sekuler
Oleh Tony Rosyid Lagi-lagi, Indonesia gaduh. Beberapa tahun ini, negeri ini selalu diterpa gelombang kegaduhan. Bangsa yang dulu tenang, damai, nyaman, mendadak berubah situasinya menjadi bangsa yang saling curiga, suka menyerang satu sama lain, dan terus mengalami kegaduhan. Belum reda isu Jl. Mustafa Kemal Attaturk, kini ramai soal pernyataan Menag bahwa kementerian Agama itu hadiah buat NU, bukan buat umat Islam secara umum. Gaduh lagi! Tulisan ini hanya akan bicara soal Mustafa Kemal Attaturk. Ia adalah seorang perwira militer yang menjadi presiden pertama Turki. Nama aslinya adalah Ghazi Mustafa Kemal Pasha. Lahir di Thessaloniki 12 Maret 1881, dan meninggal di Dolmabahce Istambul 10 Nopember 1938. Presiden pertama Turki ini dimakamkan di Ankara tahun 1953. Beberapa tahun lalu saya sempat berkunjung ke makamnya. Bagi mahasiswa UIN, IAIN dan STAIN, sepak terjang dan pemikiran Mustafa Kemal Attaturk pasti tidak asing. Di semester awal ada mata kuliah yang mengkaji sejumlah tokoh Islam, salah satunya adalah pendiri negara Turki itu. Mustafa Kemal Attaturk dikenal sebagai tokoh sekuler. Bahkan dinobatkan sebagai bapak sekularisme. Selama ini, kita memahaminya begitu. Benarkah Mustafa Kemal adalah seorang sekuler? Saya ingin mengawali diskusi ini dengan arti sekuler. Biar clear. Sekuler itu suatu gagasan yang memisahkan agama dari negara. Intinya, negara gak ngurusi agama. Gak melarang, juga gak mendukung. Agama menjadi urusan privat, dan tidak diurus negara. Anda mau beragama atau tidak, negara gak peduli. Anda punya tuhan atau ateis, bagi negara itu gak penting. Itu urusan pribadi anda. Negara gak mau ikut campur. Inilah makna sekuler. Indonesia bukan negara sekuler. Sebab, ada kementerian agama. Soal kementerian ini hadiah buat siapa? Itu soal lain. Amerika, Australia, sejumlah negara Eropa dan beberapa negara Asia adalah negara-negara sekuler. Negara-negara itu gak ikut campur soal agama. Di negara-negara itu, hidup beragama punya kebebasan. Selama tidak menimbulkan gangguan kepada publik, monggo. Mau pakai jilbab lengkap dengan cadar, pakai kalung salib, bangun tempat ibadah, bebas. Silahkan saja menjalankan agama, asal tidak mengganggu hak orang lain. Simple! Saya pernah ke Singapora, Hongkong, Macau, Amerika dan Kanada. Umat beragama di sana punya kebebasan menjalakan ajaran agamanya, dan negara menjamin hak-hak mereka. Apakah Turki di bawah kekuasaan Mustafa Kemal Attaturk memberi kebebasan beragama sebagaimana negara-negara sekuler tersebut? Tidak! Jilbab dilarang, adzan diubah bahasanya, masjid dijadikan museum, semua yang berbau Islam tidak diperbolehkan ada di Turki. Apakah ini sekuler? Tidak! Sekuler itu memisahkan agama dari urusan negara. Bukan melarang orang menjalankan ajaran agamanya. Jadi, kalau selama ini orang bilang bahwa Mustafa Kemal Attaturk bapak sekuler, itu salah kaprah. Yang benar dia memusuhi agama. Dalam konteks ini adalah Islam. Apakah tokoh seperti ini akan menjadi nama jalan di ibu kota Indonesia yang notabene sangat menghargai dan menjunjung tinggi agama? Inilah yang menunai protes banyak pihak. Protes tidak hanya oleh warga Jakarta, tapi telah menjadi protes nasional. Kabarnya, Gubernur DKI telah mendapat banyak surat dari berbagai elemen masyarakat: baik organisasi, komunitas maupun daerah. Intinya: mereka menolak Mustafa Kemal Attaturk dijadikan nama jalan di Jakarta. Menamai jalan tidak seperti menamai jenis makanan. Ada regulasinya. Ini diatur dalam Keputusan Gubernur No 28 Tahun 1999 tentang Pedoman Penetapan Nama Jalan, Taman dan Bangunan. Di pasal 7 (2) huruf c angka 1 berbunyi: bahwa nama jalan yang diusulkan tidak menyinggung perasaan salah satu golongan atau agama/kepercayaan. Masyarakat berharap Gubernur DKI selalu berpedoman pada Kepgub No 28 tahun 1999 ini. Soal aturan, gubernur DKI terkenal paling ketat, patuh dan disiplin. Jika mau bertukar nama jalan, ada baiknya dipilih nama tokoh lain yang tidak menimbulkan potensi kegaduhan, atau nama kota. Misal Jl. Istambul. Sebagaimana nama Cassablanca. Ini nama kota di Maroko yang dijadikan nama jalan di Jakarta, sebagai barter nama Soekarno di Maroko. Ini akan jauh lebih elegan dan bijak. Pengamat politik dan pemerhati bangsa.
Menyoal Jalan Ataturk
Oleh Dr Ahmad Sastra *) Bogor, FNN - Setelah membaca berita soal rencana pengusulan nama Mustafa Kemal Ataturk oleh Duta Besar Indonesia untuk Ankara, Muhammad Iqbal dalam acara Ngopi Virtual, Jumat (15/10/2021) untuk mengganti nama jalan di daerah Menteng, Jakarta yang rencananya akan diresmikan awal tahun 2022 yang jadi sorotan publik dan menimbulkan kontroversi dari sejumlah pihak, saya jadi teringat sebuah buku karya Julies Archer. Buku itu berjudul Kisah Para Diktator, Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis Despotis dan Tiran yang diterbitkan oleh Penerbit Narasi, 2017. Buku ini berisi mengenai kisah para diktator yang pernah memimpin di negara-negara, antara lain : Adolf Hitler, Lenin, Duvalier, Fidel Castro, Batista, Mustafa Kemal Ataturk, Stalin, Mao Tse Tung, Kruschev, Chiang Kai Shek, Francisco Franco, Gamal Abdul Naser, Soekarno. Dialah Presiden pertama Republik Turki Sekuler. Ketika Mustafa Kemal berkuasa di Turki, dia menjadi diktator pertama di dunia Islam. Habis semua umat Islam dalam genggaman tangannya. Tangannya berlumuran darah umat Islam yang menghendaki agar Khilafah Utsmani kembali menghiasi bumi Islambul. Mustafa Kemal juga yang menghapus segala bentuk hukuman syariah. Dia menghapus hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina, hukum qishash bagi pembunuh, lalu digantinya dengan hukuman penjara. Kemal Ataturk adalah tokoh sekulerisme di Turki yang telah berdosa besar memisahkan khilafah Islamiyah yang telah berlangsung selama 1400 tahun. Pemikiran sekuler inilah yang telah memporak-porandakan persatuan umat Islam di dunia. Melalui persekongkolan jahat dengan negara-negara imperialis, Ataturk berkhianat kepada Islam dan berafiliasi kepada negara-negara penjajah. Mustafa Kemal Attaturk dari Turki. Terlahir dengan nama Mustafa, sementara kata Attaturk dipilihnya sebagai penyempurna kediktatorannya, diktator ala pemimpoin sekuler radikal, Ia manusia besar sekaligus sinting, kata Jules Archer. Ia membakar puluhan warga Yunani dan membuangnya ke laut. Memerintah sebagai diktator mutlak. Menggantung para penentangnya. Sejak kecil wataknya sombong, dingin dan angkuh, ‘Karena agama, Turki tenggelam dalam perbudakan feodalisme’, teriaknya suatu saat. Mustafa Kamal Attaturk adalah agen Inggris pengkhianat Khilafah. Perilakunya biadab, kejam, tukang mabok dan membangkang agama. Menghapus kekhalifahan, mengusir sang Khalifah, bahkan seluruh keluarga Ottoman diusir. Bagi yang menentang, langsung dibunuhnya. Ia menghapus bahasa Arab dan menutup gereja, menjadikan masjid sebagai lumbung padi. Kemal Attaturk lahir di Selanik (sekarang Thessaloniki, Yunani), 19 Mei 1881. . Penyakit sirosis hati (liver) yang menggerogoti kesehatannya mengantarkan kepada kematiannya pada tahun 1938 pada usia 57 tahun. Selama hidupnya menjadi pemabok berat. Inilah bapak sekuler turki yang telah berperan dalam kehancuran institusi Islam di Turki. Mustafa Kemal menggawangi organisasi persatuan dan kemajuan yang melawan dan menjadi oposisi Daulah Ustmani, ia bekerjasama dengan Eropa dalam usahanya menghapus kakhalifahan. Ia berhasil masuk Istambul, kemudian melucuti dan menyingkirkan Abdul Hamid II. Pada tanggal 3 Maret 1924, badan legislatif Turki mengangkat Attaturk sebagai presiden Turki pertama. Sebagai sosok yang mengidap Islamophobia, dan dicap sebagai bapak sekulerisme Turki, banyak dosa Ataturk bagi dunia muslim. Tentu saja dosa terbesar dia adalah menghapus sistem khilafah Islam yang telah menyatukan umat Islam dan menjadi benteng bagi kekuatan umat Islam. Khilafah adalah ajaran Islam warisan Rasulullah, namun diganti oleh Ataturk dengan sistem demokrasi sekuler ala Barat yang anti Islam. Tak hanya itu, Kemal juga menghapus hukum waris, menyamaratakan ahli waris laki-laki dengan ahli waris perempuan, menghapus hukum hijab bagi muslimah, mengubah Masjid Aya Soffia menjadi museum, mengganti kalimat adzan dengan bahasa Turki, menggalakkan minuman khamr di tempat umum, dan mengubah majelis-majelis ilmu dengan tempat lokalisasi pelacuran dan diskotik. Tak hanya mengubah sistem pemerintahan Turki yang Islami menjadi sekuler, Mustafa Kemal juga memiliki sifat sombong sebagaimana watak Fir’aun. Dalam suatu kesempatan, Mustafa Kemal berpidato di hadapan para tentaranya: “Kini siapa yang berkuasa, aku atau Tuhan?” Dengan perasaan takut, para tentara itu serentak mengucapkan: “Andalah paduka yang kami takutkan sekarang." Mendengar jawaban dari para tentara itu, senyum kesombongan mengukir di bibir Mustafa Kemal. Tapi semua itu berakhir pada Oktober 1938, ketika sakit menderanya hingga ajal menjemputnya dengan penuh hina dina. Dokter pribadinya memberinya salep dan dioleskan di kulitnya yang luka karena garukan kukunya. DR. Abdullah ‘Azzam dalam bukunya Al- Manaratul Mafqudah, menjelaskan proses ajal Mustafa Kemal Ataturk yang mengerikan. Menurut DR. Abdullah ‘Azzam, cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti.Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuhnya, tim dokter menusukkan jarum di perutnya. Tapi perutnya malah membusung dan kedua kakinya bengkak. Wajahnya menjadi pucat pasi dan terlihat seperti tengkorak. Rencana penyematan jalan Ataturk di Jakarta tentu saja memberikan indikasi dan penegasan simbol sekularisme pemerintah Indonesia. Karena itu tidaklah layak penggunaan nama Ataturk sebagai salah satu nama jalan di Indonesia, sebab sekulerisme sendiri adalah paham yang menyelisihi Islam. Dengan menyematkan nama Kemal Attaturk yang jelas sebagai tokoh berpaham sekulerisme, maka selain menyelisihi fatwa MUI, rencana ini akan menimbulkan berbagai kegaduhan di kalangan umat Islam dan rakyat pada umumnya, padahal masih sangat banyak tokoh-tokoh yang lebih layak dipilih dan tidak menimbulkan kegaduhan. Secara aqidah, penyematan nama tokoh sekuler ini akan memicu paham sekulerisme di kalangan generasi muda muslim di Indonesia, padahal paham ini selain akan merusak aqidah juga akan melahirkan berbagai kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Paham sekulerisme adalah salah satu paham yang telah difatwakan haram dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme Dan Sekularisme Agama dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M. Paham sekulerisme menurut fatwa MUI didefinisikan sebagai paham yang memisahkan urusan dunia dari agama dimana agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan antara individu dengan tuhan, sedangkan hubungan dengan sesama manusia diatur hanya dengan kesepakatan sosial. Di Turki, negeri asalnya saja, semangat perubahan di dalam negerinya sudah beralih kepada tokoh-tokoh Islam, termasuk upaya Erdogan untuk mengembalikan Haghia Sophia menjadi masjid setelah 85 tahun menjadi museum. Sementara di negeri mayoritas muslim ini justru sebaliknya, malah ingin menggunakan nama tokoh sekuler untuk menjadi jalan di Jakarta. Jika Anda pergi ke museum Etnagrafi di Turki untuk melihat makamnya, para pemandu museum akan menyemprotkan parfum ke pakaian Anda. Sebab jika sudah mendekati makamnya pasti akan tercium bau yang lebih busuk dari bangkai. Pihak museum pun mengakui, jika sumber bau busuk itu bukan dari WC atau septictank yang bocor, melainkan dari makam Mustafa Kemal Attaturk. Kisah ini memberikan i’tibar. Seperti kata beberapa ulama, kalau kamu benci dan mencoba menjegal Khilafah, maka kamu akan melawan Allah. Lihat, kematian yang mengerikan menimpa Mustafa Kemal Attaturk, si penjegal dan penghancur Khilafah Utsmani. Aroma bau yang terus keluar dari makam Mustafa Kemal, adalah cara Allah memperingatkan kepada siapa saja, yang mencoba sombong dengan kekuasaannya dan melawan syariat-Nya, maka dia akan mendapatkan kematian yang terhina. Tentu saja umat Islam di Indonesia wajib menolak tegas rencana pemberian nama jalan di Jakarta dengan menggunakan nama Kemal Attaturk, sebab lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya bagi umat Islam dan bangsa secara umum. Kedua, sebaiknya pemerintah membatalkan rencana ini karena akan menimbulkan kontroversi dan kegaduhan di kalangan masyarakat. Penulis adalah Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
Stop Ashobiyah Qaumiyah
By M Rizal Fadillah UNGKAPAN Kyai Said Aqil Siraj soal misi penguasaan oleh NU untuk berbagai institusi keagamaan apakah MUI, KUA, Masjid bahkan sampai pada Khatib Jum'at di samping merupakan hak dan kebebasan untuk berbicara, juga sangat tidak bijak bahkan menyinggung banyak pihak. Umat Islam bukan hanya NU. Ungkapan seperti ini menjadi ciri dari kaum radikalis "ashobiyah qaumiyah"--egosentrisme kelompok. Kini Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga menyampaikan hal yang sama yakni cara pandang radikal dan intoleran dengan menyatakan bahwa Kemenag adalah hadiah untuk NU karenanya dapat memanfaatkan banyak peluang di Kemenag hanya demi kepentingan NU. Pandangan berbahaya ini dapat menyebabkan semua elemen baik jabatan maupun pendanaan dialokasikan untuk kepentingan satu pihak saja. Ashobiyah qaumiyah di tingkat pergaulan berbangsa dan bernegara adalah sikap radikal dan intoleran yang harus dicegah. Esensinya adalah anti kemajemukan dan anti kebhinekaan. Ketika kini dicanangkan program washatiyah atau moderasi beragama maka cara pandang ashobiyah qaumiyah seperti ini adalah awal yang harus dibenahi. Lord Acton pernah mengingatkan "power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely"--Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan mutlak dipastikan korupsi--Kekuasaan yang dipegang jika tidak waspada dan terkendali dapat menyebabkan korupsi kekuasaan dan kekayaan. Disinilah pentingnya koreksi dan sadar diri. Organisasi keagamaan harus terus ber-amar ma'ruf dan ber-nahi Munkar. "corrupt absolutely" adalah kemungkaran yang harus dibasmi. NU-isasi seperti juga isasi-isasi organisasi lainnya harus dicegah dan distop. Kita mesti menguatkan kebersamaan keagamaan dengan membangun sikap toleran dan saling menguatkan. Ashobiyah qaumiyah merupakan tiupan permulaan yang menjadi penyebab dari terjadinya perpecahan. NU yang akan bermuktamar dalam waktu dekat semoga dapat mengokohkan kembali jalan perjuangan dengan berbasis kemitraan keumatan. Lokomotif terpilih adalah figur yang toleran dan tidak radikal. Semoga. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Anies Baswedan Dihadang, Pertanda Elit Politik Memang Jahat
By Asyari Usman KALAU perilaku elit politik tetap seperti sekarang ini, Indonesia tak bakalan bisa keluar dari krisis multi-dimensi. Apalagi bermimpi mau menjadi negara maju. Tidak mungkin. Bangsa ini akan terpuruk terus. Elit politik sudah melihat dengan terang-benderang bahwa Jokowi-lah yang menjadi penyebab berbagai krisis yang sedang terjadi saat ini. Tak mungkin mereka tidak tahu. Kecuali memang tak mau tahu. Mereka pasti paham bahwa Jokowi terus menumpuk problem, tanpa solusi yang tepat. Anehnya, elit politik tetap setia pada kepemimpinan yang amburadul itu. Bahkan mereka menunjukkan keinginan untuk melanjutkan era Jokowi. Melanjutkan inkompetensi. Melanjutkan disorientasi. Melanjutkan malapetaka yang menimpa bangsa dan negara ini. Keinginan untuk melanjutkan keamburadulan Jokowi itu terlihat dari sikap membebek yang diperlihatkan oleh sebagian besar politisi senior. Mereka mendukung skenario yang bertujuan untuk mencegah figur yang mampu membangkitkan Indonesia. Mereka tak suka Anies Baswedan menjadi presiden. Sebaliknya, Indonesia memerlukan Anies. Celakanya, taktik-taktik busuk untuk merintangi Anies disokong habis oleh elit politik senior. Hanya segelintir yang menginginkan gubernur Jakarta itu memimpin Indonesia. Bermacam-macam taktik mereka jalankan untuk menghadang gubernur yang telah menunjukkan kapabilitas, kapasitas, dan integritas itu. Ada taktik “presidential threshold” 20% (PT) yang sangat mungkin menjegal Anies. Ada taktik mengkooptasi parpol-parpol bejat ke dalam koalisi penguasa. Ada taktik pilkada serentak yang diundurkan. Ada taktik penunjukan pegawai negeri, polisi dan tentara sebagai pelaksana tugas (Plt) kepala daerah bakal yang habis masa jabatan tapi pilkadanya diundur itu. Taktik Plt ini akan digunakan untuk mengendalikan hasil pilkada 2024 di ratusan kabupaten/kota dan provinsi. Semua pikiran jahat mereka dijadikan taktik. Dan semua ini didukung oleh elit politik. Jadi, apa sebutan yang harus diucapkan terhadap elit politik itu kecuali “elit politik jahat”? Mereka inilah yang akan menghancurkan Indonesia. Mereka akan memelihara kesinambungan era Jokowi yang penuh dengan kekacauan. Mereka secara berjemaah akan melakukan apa saja strategi untuk mencegah Anies menjadi presiden. Begitulah pikiran jahat elit politik. Sulit dipahami. Indonesia sedang memerlukan figur seperti Anies Baswedan, tapi para penguasa politik tidak rela itu terjadi. Hebatnya, begitu banyak intelektual yang mengerti buruk-baik, yang melihat sendiri “leadership” Anies, bisa pula terbawa masuk ke perkumpulan orang-orang yang mendukung keberlanjutan era kekacauan ini. Sungguh tidak masuk akal. Di luar nalar. Begitu pun, kita tetap berharap agar orang-orang yang masih waras di DPR dan DPD berusaha menghapuskan PT yang merugikan rakyat itu. Ini sangat penting. Sebab, kelompok yang menginginkan perpanjangan masa jabatan Jokowi akan mencoba mempertahankan PT karena inilah salah satu cara untuk menghadang Anies. Rakyat tentu tidak buta. Mereka tahu siapa-siapa yang berada di belakang skenario licik itu. Dan rakyat paham bahwa penghadangan terhadap Anies merupakan isyarat tentang elit politik yang berpikiran jahat. Yakinlah, rakyat akan melawan kebusukan itu.[] Penulis wartawan senior FNN
Sesak Jubah Kemunafikan
Oleh: Yusuf Blegur Benar dan terbukti apa yang dikatakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al Quran. Bahwa sesungguhnya demi masa manusia dalam keadaan merugi. Betapapun Al Quran telah diturunkan menjadi panduan hidup sebagai petunjuk dan pembeda, kerap kali manusia lebih senang memilih jalan kesesatan. Selain mengabaikan apa yang menjadi perintah dan laranganNya. Semakin banyak yang dzolim pada dirinya sendiri dan berbuat keji pada orang lain. Bahkan di Indonesia yang dikenal sebagai negara yang masyarakatnya religius dan memilki keluhuran adab ketimuran yang tinggi sekalipun. Kian kemari terasa meninggalkan nilai Ketuhanan dan kemanusiaan. Ada pergeseran drastis dari masyarakat yang terbiasa menggenggam nilai-nilai, kini mengejar materi. Bangsa Indonesia kini bermetamorfosis menjadi masyarakat primitif di era modern. Menjadi jahiliyah di tengah peradaban yang mengusung kemajuan informasi dan teknologi. Atas nama Panca Sila, atas nama UUD 1945 dan atas nama NKRI. Juga atas nama Rakyat Indonesia. Pada akhirnya hanya menjadi jargon-jargon dan simbol yang memuakkan. Kehidupan mayoritas orang Indonesia tidak hanya berlandaskan prinsip-prinsip liberal dan sekuler. Tanpa sadar ataupun dengan penuh kesengajaan. Pemimpin-Pemimpin dan kebanyakan rakyat Indonesia cenderung menjadi masyarakat materialistik dan hedon. Seakan manusia hanya hidup di dunia mencari kenikmatan dan kepuasan semata. Mengejarnya dengan segala cara dan resiko apapun sampai mati. Perspektif kehidupan akhirat dianggap sebagai sebuah fantasi dan ilusi. Masyarakat yang secara esensi dan subtansi miskin spiritual dan kerapkali menjual aqidahnya. Dalam tinjauan struktur sosial dan sistem nilai. Negara Indonesia tak ubahnya tempat berhimpun masyarakat tak beragama. Satu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, agama menjadi simbol dan formalitas semata. Agama hanya kelengkapan status sosial dan sekadar pemantas. Sementara keberadaan Tuhan dianggap sesuatu yang absurd dan dan tak berwujud sebagai solusi problematika kehidupan manusia. Berhala Modern Kecenderungan menumpuk harta, memburu jabatan dan mengekploitasi kenikmatan hidup di dunia. Seiring waktu membentuk habit dan melahirkan perangai komunal. Perilaku individual dan egosentris menjadi terlanjur kuat mendominasi dan menghegemoni interaksi sosial dalam tananan personal, kelompok atau golongan dan negara. Apa yang kemudian dikenal dengan istilah kebebasan hakiki dan privasi muncul sebagai keangkuhan pribadi. Pola ini semakin mengokohkan superiotas individual dalam ranah sistem kapitalistik . Sementara negara jumawa mengubur agama dan mengusung sekulerisme dan liberalisme. Rakyat terus disuguhi menu multi distorsi. Indonesia melahap makanan campur aduk monarki, otokrasi, oligarki, borjuasi korpirasi, otoritarian dsb. Demokrasi cuma basa-basi. Di lain sisi agama sejak lama dianggap candu masyarakat. Islam diposisikan sebagai bahaya laten. Indonesia yang kaya sumber daya alam dan memiliki beragam potensi lainnya. Sayangnya hanya ditempatkan sebagai obyek penderita. Setelah menjadi pasar bagi dunia. Tempat orang berdagang dan transaksi. Maka jual beli lintas barang dan modal itu. Hanya menampilkan tawar menawar dan kesepakatan. Bersamaan dengan itu yang utama dan paling penting adalah perputaran keuntungan dan pengelolaan modal berkesinambungan. Dalam suasana hiruk-pikuk pasar dunia yang sesungguhnya merupakan globalisme. Tempat siasat dan manuver ideologi dunia yang licik. Selain dikeruk hartanya, masyarakatnya menjadi serakah dan bermental korup. Berwajah bengis dan menindas. Tidak berhenti disitu. sebuah kerugian yang teramat besar mengikuti semua kerusakan sistem itu. Masyarakat Indonesia mulai menggadaikan agamanya. Menjual aqidahnya. Tanpa malu melecehkan syariat. Mengabaikan kekuasaan Tuhan yang sebenarnya. Menuhankan harta dan jabatan demi kesenangan dunia. Kemudian dengan tanpa beban. Semuanya menjadi berhala modern. Begitu bangga dan penuh kesombongan, hidup dengan menghirup nafas kemunafikan. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.
Yaqut Semakin Parah
By M Rizal Fadillah SEMAKIN semrawut saja cara pandang dan berfikir Menag Yaqut Chalil Qoumas. Pada acara Hari Santri 2021 RMI-PBNU ia menyatakan bahwa Kemenag itu bukan hadiah untuk umat Islam tetapi hadiah untuk NU. "Saya bantah, bukan. Kemenag hadiah untuk NU secara khusus, bukan untuk umat Islam secara keseluruhan". Weleh sepicik ini cara pandang seorang Menteri, Menteri Agama lagi. Tambah Yaqut, "spesifik untuk NU, nah jadi wajar kalau sekarang NU memanfaatkan banyak peluang yang ada di Kemenag". Hwa ha haa luar biasa lucu, seperti anak kecil yang berkacak pinggang didepan anak anak lain lalu menunjukkan sok jagonya dan berteriak bahwa semua yang ada adalah kepunyaan dirinya. Ini di dunia fantasi, dunia boneka, dunia anak-anak, atau dunia nyata dan dewasa ? Seakan tak percaya ada berita seperti ini. Bung Yaqut, di samping NU itu ente tahu ada banyak Ormas keislaman dan keagamaan lainnya. Mereka adalah bagian dari agama yang dilindungi di negeri ini. NU bukan satu-satunya organisasi yang bisa main klaim. Kemenag itu bukan hanya milik NU. Menteri Agama Republik Indonesia pertama adalah Haji Mohammad Rasyidi yang diangkat oleh Presiden Soekarno dalam Kabinet Syahrir II. Menjabat dari tanggal 3 Januari 1946 hingga 2 Oktober 1946. HM Rasyidi berpendidikan Islam modern, tokoh Islam terkemuka, dan yang pasti bukan NU. Menteri Agama pun berganti ganti dari berbagai organisasi termasuk cendekiawan atau dari yang berlatar belakang militer. NU tidak boleh main klaim dan rebut secara sewenang-wenang dengan mengingkari sejarah pendirian Kemenag yang dicanangkan untuk berkhidmat bagi semua agama termasuk umat Islam secara keseluruhan. Pembentukan Kemenag dimulai dari usul Muhammad Yamin dalam Sidang kedua BPUPKI tanggal 11 Juli 1945. "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam itu sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendidikan Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementrian yang istimewa yaitu yang kita namai Kementrian Agama". Setelah terhambat pembentukan untuk merealisasikan usul Moh. Yamin tersebut, akhirnya Presiden Soekarno dan Moh Hatta menyetujui agenda pembentukan Kementrian Agama, dan diangkatlah HM Rasyidi tokoh Muhammadiyah menjadi Menteri Agama pertama. Pembentukan mana didukung pula oleh HM Natsir tokoh Masyumi. Jadi pembentukan Kementrian Agama tidak ada hubungan dengan hadiah kepada NU. Apalagi dikaitkan dengan pencoretan 7 kata sila pertama Pancasila hasil rumusan Piagam Jakarta. Perlu diketahui bahwa tokoh yang berjasa di samping tokoh-tokoh Islam lain adalah Ki Bagus Hadikusumo Ketua Muhammadiyah bersama rekan seorganisasinya Mr Kasman Singodimedjo yang juga menjadi anggota PPKI. Nah Yaqut memang parah dan semakin parah saja. Terus membuat gaduh dunia keagamaan. Menteri ini bukan menjadi figur negarawan penyejuk tapi pemanas umat. Betul menurut tokoh Islam Anwar Abbas bahwa jika betul bahwa Kemenag hanya menjadi wadah yang dimanfaatkan untuk NU, sebaiknya Kemenag itu dibubarkan saja. Atau pilihan yang paling bijak, segera berhentikan Menteri Agama, ganti Yaqut Cholil Qoumas. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Muktamar-34: Muktamar NU Itu Bukan Pemilihan Presiden (5)
Oleh: Mochamad Toha KH Nadirsyah Hosen membuat tulisan dengan judul, “Muktamar NU Bukan Pilpres”. Tulisan Ketua PCI-NU Australia itu tersebar di grup WA warga NU. Menurutnya, Keputusan Munas NU untuk melaksanakan Muktamar ke-34 NU pada Desember 2021 membuat suasananya menjadi hangat. Muncullah nama-nama kandidat yang bertebaran di publik. Bagaimana sebaiknya menyikapinya? Ada dua posisi yang akan ditentukan dalam Muktamar-34, yaitu Rais Am pada level Syuriyah dan Ketua Umum pada level Tanfidziyah. Rais Am adalah pemimpin tertinggi NU. Biasanya diamanahkan kepada ulama sepuh yang ahli fiqh, yang mengayomi dan menjadi teladan sikap dan tutur katanya. Biasanya para ulama sepuh akan rebutan menolak posisi ini, karena sadar sepenuhnya betapa berat menempati maqam ini. Terkenal dialog para kiai sepuh yang saling menolak. Kiai As’ad (KH As’ad Syamsul Arifin) berkata, “Jikalau Malaikat Jibril turun dari langit meminta saya menjadi Rais Am, saya pun akan menolaknya”. Kiai As’ad kemudian mengusulkan Kiai Mahrus (KH Mahrus Aly). Pengasuh Ponpes Lirboyo ini juga menolaknya: “Jangankan Malaikat Jibril, kalaupun Malaikat Izrail turun dan memaksa saya, saya tetap tidak bersedia!” Akhirnya disepakatilah yang terpilih adalah KH Ali Maksum dari Krapyak, yang justru tidak hadir dalam pertemuan. Gus Mus (KH Mustofa Bisri) dari Rembang berkisah bagaimana seharian Gus Mus duduk bersimpuh tidak bergerak di luar kamar Kiai Ali Maksum menunggu kesediaan Sang Kiai. Pada akhirnya Sang Kiai keluar kamar menyetujui penunjukkan itu dengan berurai mata. Gus Mus terkena ‘karma’ peristiwa tersebut. Giliran beliau di Muktamar-33 Jombang yang terpilih oleh 9 Kiai sepuh (AHWA). Namun beda dengan gurunya, beliau malah tetap kukuh menolak, sehingga para ulama mengalihkan amanah itu kepada KH Ma’ruf Amin. Intinya adalah para ulama sepuh dan para Kiai dari jajaran Syuriah yang tahu siapa yang lebih pantas menjadi Rais Am. Akan terasa aneh kalau di luar itu ada yang sibuk dukung sana-sini seolah membenturkan para Kiai sepuh. Rais Am itu bukan sekadar pimpinan para ulama, tapi pemimpin spiritual dan faqih sekaligus. Posisi ini tidak untuk diperebutkan. Sebab, tidak ada kompetisi. Serahkan pada Kiai sepuh untuk menentukan dengan kearifan dan kejernihan para Kiai. Bagaimana dengan posisi Ketum Tanfidziyah? Karena usulan agar posisi ini juga dipilih AHWA telah ditolak di Munas, maka kemungkinan besar akan terjadi pemilihan dan kontestasi para kandidat merebut suara muktamirin. Namun demikian, spiritnya tetap harus sama. Sebagai pelaksana kebijakan para ulama Syuriyah, maka posisi Tanfidziyah tidak berdiri sendiri. Posisi ini adalah kepanjangan tangan para ulama. Posisi ini adalah pelayan ulama sekaligus pelayan umat. Ini juga bukan posisi yang main-main. Untuk itu, meski kelak pemilihannya berdasarkan voting dari suara wilayah dan cabang, tidak boleh ajang Muktamar seolah menjadi gelaran pilpres di mana incumbent berkontestasi dengan penantangnya. “Para kandidat tidak perlu mengerahkan timses atau buzzer di medsos,” ujar Kiai Nadirsyah Hosen. Na’udzubillah. Mau jadi pelayan ulama dan umat saja kok rebutan? Menurutnya, para kandidat juga tidak perlu sahut-sahutan di media. Jangan mau digoreng sana-sini dan diframing macam-macam, seperti layaknya Pilpres. “Marwah Muktamar NU harus dijaga,” tegasnya. Warga Nahdliyin juga jangan mau dibuat polarisasi mendukung kandidat A dan menolak kandidat B. Atau sebaliknya. Kiai Nadirsyah Hosen menyebut, boleh dukung tapi jangan mutung. “Biasanya di NU itu yang kepengen banget malah gak jadi. Adab harus dijaga. Kedepankan maslahat, bukan muslihat. Mari kita buat suasana adem,” lanjutnya. Mari kita menuju Muktamar dengan gembira dan penuh persaudaraan. Siapa tahu kelak Malaikat Jibril dan Izrail pun bergumam: “Tanpa perlu kami turun ke arena Muktamar pun, suasana Muktamar sudah sejuk dan muktamirin memilih yang terbaik.” Insya Allah bi idznillah. Muktamar Sogokan? KH Luthfi Bashori mengatakan, kabar burung hingga sampai ke telinganya, pada Muktamar NU yang bakal digelar di Lampung tahun ini, juga tak lepas dari adanya praktek sogok-menyogok, seperti yang terjadi pada muktamar Makassar dan Jombang. Sejumlah calon Ketua PBNU yang sengaja diviralkan namanya di tengah masyarakat, berusaha akan mempengaruhi atau bahkan sudah ada yang menggelontorkan sejumlah dana kepada calon para peserta muktamar. “Yaitu, kalangan yang mempunyai hak pilih pada momentum pemilihan ketua umum PBNU ke depan,” ujar Kiai Luthfi Basori, Syuriah MWC NU Singosari, Kabupaten Malang ini. Masih dalam lingkaran kabar burung, kini ada calon ketua umum yang menjadi sahabat Israel, maka ia pun mendapat dana besar dari Yahudi Israel, yang akan dipergunakannya membiayai pencalonan dirinya, demi mendapatkan jabatan ketua umum PBNU. Menurut Gus Luthfi, panggilan akrab Kiai Luthfi Basori, ada juga calon ketua umum yang telah menggaet 9 Naga dan konglomerat hitam China untuk membiayai pencalonan dirinya dalam muktamar nanti. Tak pelak persaingan ‘bos asuh’ ini pun terjadi, hingga isu-isu pun mencuat di kalangan warga nahdliyyin, bahwa calon A kini tengah berseteru dengan calon B, padahal semula mereka itu satu tim, “Tapi karena adanya sumber dana dan kepentingan yang berbeda, maka terjadi persaingan yang tidak sehat,” tegas Kiai Luthfi Bashori dari Malang. Siapakah pihak yang sangat potensi berdosa ‘memakan’ uang sogokan di muktamar tersebut? Tentunya para calon pemilih yang tidak memiliki sifat amanah dan wara’ dalam mengemban kewajiban berorganisasi. Calon pemilih yang tidak dapat memilah mana dana yang halal dan mana yang haram. Calon pemilih yang mudah dirayu oleh setan, hingga tidak memiliki rasa takut ancaman siksa akhirat. Sabda Rasulullah SAW: “Ada tiga perkara, barang siapa ketiganya berada dalam dirinya, ia pasti mendapat pahala dan keimanan yang sempurna, yaitu: akhlak baik yang disandangnya dalam kehidupan bermasyarakat; sifat wara’ (berhati-hati) yang mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT; dan sifat penyantun yang membuatnya memaafkan kebodohan orang yang jail terhadap dirinya.” HR. Al-Bazzar melalui Sayyidina Anas RA Gus Luthfi menjelaskan,wara’ yang dimaksud adalah sifat menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat (hukumnya samar-samar), apalagi terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Padahal urusan sogok menyogok itu sangat jelas sekali diharamkan dalam syariat, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: "Yang menyogok dan yang disogok itu akan masuk neraka." (HR. Imam Ath-Thabrani). (Selesai) Penulis Wartawan FNN.co.id
Mengembalikan Daulat Maluku Sebagai Negeri Maritim (Bag-1)
by Dr. Saidin Ernas Tahun 2017 silam, saya mendapatkan kehormatan untuk menghadiri sebuah Focus Group Discussion (FGD) tentang upaya membangun dunia kemaritiman di Maluku. Diskusi tersebut dihadiri Gubernur Maluku, Wakil Ketua DPD RI Ibu Ratu Hemas beserta empat anggota DPD RI asal Maluku. Selain itu, hadir juga sejumlah ahli politik, ekonomi, dan kebudayaan. Tidak ketinggalan para ahli kelautan dari Universitas Pattimura Ambon. Beberapa guru besar kelautan dari Universitas Pattimura mempresentasikan potensi ekonomi kelautan di Maluku. Potensi yang bila dikonversi kedalam rupiah, maka nilai keekonomiannya diyakini mampu menopang kesejahteraan seluruh rakyat Maluku. Bahkan dapat menyumbang secara siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Melalui tulisan ini saya tidak akan menceritakan tentang nilai keekonomian atau angka-angka ekonomi kelautan yang fantastis itu. Saya justru tertarik dengan kritik seorang anggota DPD RI asal Maluku yang juga seorang guru besar di sebuah universitas di Jakarta. Anggota DPD itu menyangsikan hipotesis bahwa masyarakat Maluku adalah kelompok masyarakat yang memiliki mentalitas dan karakter yang dibutuhkan sebagai bangsa pelaut yang Tangguh. Bangsa pelaut tangguh sebagaimana yang jamak ditemukan pada para pelaut Mandar dan Bajo di Sulawesi Selatan atau nelayan-nelayan Banyuwangi dan Madura dari Jawa Timur. Nelayan-nelayan Maluku hanya berlayar di sekitar laut Maluku. Itupun sekedar menjalani aktifitas kenelayanan secara temporal. Sebab umumnya nelayan Maluku mengandalkan pendapatannya dari aktifitas pertanian dan perkebunan. Bila dipahami secara sepintas, apa yang dikatakan senator asal Maluku tersebut pasti dapat dibenarkan. Sebab pada realitasnya para nelayan di Maluku bukanlah pelaut dan nelayan tangguh. Bukan nelayan yang berani menantang samudra hingga batas terjauh. Para nelayan Maluku juga tidak memiliki budaya terkait penguasaan teknologi kenelayanan, seperti perkapalan yang dapat digunakan untuk menopang aktifitasnya. Perahu-perahu di Maluku, seperti kora-kora, koli-koli atau giuk adalah perahu tradisional yang sulit melakukan pelayaran jarak jauh. Namun bagi semua kesan tersebut adalah kesimpulan yang masih dangkal dan perlu diklarifikasi lebih seksama. Apakah benar masyarakat Maluku adalah sebuah komunitas kepulauan yang telah melupakan alam kelautan dan pesisir yang mengitarinya? Sehingga nelayan Maluku tidak memiliki etos sebagai bangsa maritim yang patut dibanggakan lagi? Ataukah kondisi tersebut merupakan sebuah realitas yang tercipta melalaui berbagai bentuk politisasi dan rekayasa sosial yang telah berlangsung lama. Tiga fakta kehancuran bila kita membaca sejumlah data sejarah. Secara historis aktifitas kelautan di Maluku bukan sekedar aktifitas kenelayanan yang rapuh. Tetapi lebih dari itu berkaitan dengan fakta kehancuran kebudayaan dari suatu masyarakat maritim yang pernah berjaya. Masyarakat Maluku bukanlah kamunitas yang tidak mencintai laut, ombak, ikan, batu, karang dan angin yang terhampar di depan matanya. Masyarakat Maluku dulu adalah pelaut-pelaut yang tangguh. Peluat yang menjajah lintas samudera yang disegani kawan dan lawan. Pelaut-pelaut Maluku adalah pedagang-pedagang kaya yang pernah menguasai jalur perdagangan rempah dan hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi. Mereka pernah berjaya dan memeriahkan aktifitas perdagangan dunia pada abad 16 hingga abaad 18, yang berpusat di perairan Maluku. Harus diakui, dunia kemaritiman Maluku mengalami kemunduran, kehancuran dan kejatuhan secara perlahan-lahan. Setidaknya ada tiga situasi yang menyumbang kepada realitas tersebut. Baik itu berupa tragedi yang dapat dilacak sejak masa lalu, maupun dinamika sosial politik kontemporer sebagai akibat kekeliruan kebijakan pembangunan pada masa Indonesia Moderen. Fase pertama dari kehacuran peradaban maritim Maluku itu bisa dilacak pada era kolonialisme. Sejarawan LIPI Muridan Widjoyo mencatat bahwa masyarakat Maluku adalah pelaut-pelaut tangguh yang biasa melayari nusantara, bahkan hingga ke India. Mereka menjalankan aktifitas perdagangan rempah-rempah secara independen dengan berbagai bangsa. Catatan Muridan (2014) dan juga Roy Ellen (1986) menyebutkan hiruk pikuk perdagangan tersebut. Para nelayanan di wilayah Seram Timur dan Tenggara menguasai jalur perdagangan sendiri, yang mereka sebut sebagai Sosolat. Jalur Sosolat biasanya melewati jalur Selatan yang memanjang dari pulau-pulau di Papua Barat, Seram Bagian Timur dan Tenggara, Timor, Bali, Banten, Bengkulu di Sumatera hingga Madras di India. Jalur ini merupakan jalur perdagangan ilegal di luar jalur perdagangan monopoli yang secara resmi dikuasai oleh kolonial Belanda. Terdapat ratusan kapal dan perahu yang dikendalikan para pedagang dan pelaut Seram yang memuat berbagai bahan rempah-rempah untuk dijual ke Bali, Sumatera hingga India. Aktifitas tersebut sempat membuat harga komoditas rempah-rempah yang dimonopoli Belanda jatuh di pasaran dunia. Akibatnya, pemerintah Belanda marah besar. Dampaknya, Belnada menyebut orang-orang Seram Timur sebagai bajak laut dan penipu. Menghadapi kenyataan ini, Gubernur Amboina Bernardus Van Pleuren (1785-1788 ) Gubernur Jendral Belanda di Batavia. Dalam suratnya Bernardus Van Plueren menyebut orang-orang Seram Timur yang menguasai aktifitas perdagangan tersebut sebagai “penipu yang paling tidak bisa dipercaya di seluruh dunia”. Akhirnya pemerintah Kolonial yang merasa dirugikan oleh aktifitas perdagangan tersebut melakukan “aksi penertiban” (hongi) secara besar-besaran melalui perang dan kekerasan. Kapal-kapal dan perahu yang mendukung aktifitas perdagangan di tangkap, dibakar dan dimusnahkan. Para pelaut dan pembuat kapal berbadan besar juga ditangkap dan dibunuh. Bahkan sejumlah perkampungan di pesisir seram dibumihanguskan. Operasi penertiban tersebut menandai fase-fase paling awal dari runtuhnya budaya kemaritiman Maluku. Sebab sejak saat itu masyarakat semakin berjarak dengan lautnya. Laut dipunggungi masyarakat Maluku. Halaman depan rumah yang tadinya mengahadap ke laut dipaska untuk berhadapan dengan gunung. Dapur rumah yang semula menghadap ke gunung, dipaksa untuk dibalik menghadap ke laut. Masyarakat dipaksa melalui berbagai cara untuk fokus hanya menanam dan merawat Pala dan Cengkeh yang dimonopoli kolonial Belanda. Fase kedua yang turut menghancurkan budaya kemaritiman Maluku adalah saat Indonesia Merdeka. Ketika rezim Orde Lama serta Orde Baru memilih menfokuskan pembangunan pada wilayah daratan. Pembangunan juga hanya difokuskan di Jawa dan Sumatera sebagai daratan paling potensial bagi aktifitas pertanian dan perkebunan. Sering terdengar ucapan lawas, “Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa kini dan Sumatera adalah masa depan”. Pembangunan yang beroriantasi daratan memiliki implikasi serius. Sebab wilayah kepulauan seperti Maluku semakin merana, ditinggal dan dilupakan. Tidak ada kegiatan pembangunan yang strategis di Maluku. Laut dan kepulauan dianggap sebagai sesuatu yang tidak prospektif dan menghambat kemajuan. Aksi-aksi penjarahan terhadap hasil laut di Maluku oleh berbagai kapal nelayan asing juga dibiarkan tanpa ada hukuman yang maksimal. Maluku yang tertinggal semakin sulit saja untuk berkembang. Apalagi tidak memperoleh sumber daya yang cukup untuk membangun wilayahnya. Padahal secara geografis Maluku terdiri dari pulau-pulau kecil dan lautan yang luasnya mencapai 92%. Kekayaan Maluku strategis ini tidak dianggap penting oleh pemerintah pusat. Akibatnya, Maluku tetap berada pada posisi sebagau saalah satu provinsi termiskin di Indonesia. Adapun fase ketiga yang bisa dicatat sebagai bentuk keruntuhan peradaban kemaritiman di Maluku adalah ketika rezim reformasi di era SBY menolak inisiatif rakyat Maluku membentuk otonomi propinsi kepulauan. Suatu inisiatif yang dipercaya akan mampu mendorong percepatan pembangunan di Maluku. Secara teoritis akan terjadi mobilisasi sumber daya ekonomi dan politik untuk menopang pembangunan. Meskipun secara retoris pemerintahan SBY selalu mengkampanyekan perubahan paradigma pembangunan yang semakin fokus pada aspek-aspek kelautan. Namun penolakan rezim SBY itu masih memperjelas bahwa kampanye kembali ke laut hanya lips service dan politik pencitraan semata. Pemerintah pusat memang telah membentuk kementerian kelautan dan perikanan, tetapi secara keseluruhan belum menunjukkan sebuah perubahan paradigmatik pembangunan yang fundamental yang mencakup seluruh aspek pembangunan nasional. (bersambung) Penulis adalah Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Ambon.
Hindari Mahasiswa, Presiden Memilih Resmikan Pabrik Biodiesel
Oleh: Mochamad Toha SETIDAKNYA, sudah 3 kali ini Presiden Joko Widodo berusaha menghindar dari unjuk rasa ketika ada rakyat yang ingin menemuinya di Istana Negara dan Bogor. Unjuk rasa BEM SI, Kamis (21/10/2021), adalah kali ketiga. Sebelumnya, sikap serupa juga pernah dilakukan Presiden Jokowi yang tak menemui ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) pada demo 4 November 2016. GNPF-MUI akhirnya meminta DPR, “Gunakan hak angket, hak bertanya, hak interpelasi atau apapun namanya,” kata Dewan Penasihat GNPF-MUI Habib Rizieq Shihab di Kompleks Parlemen, Kamis (17/11/2016). DPR perlu mendalami sikap presiden tersebut, termasuk aksi represif yang dilakukan oleh aparat kemanan dalam membubarkan massa peserta Aksi Bela Islam II. Imam Besar Front Pembela Islam itu berpendapat, sikap pemerintah yang seperti itu merupakan penghinaan terhadap para ulama. Pasalnya, para ulama dan massa melangsungkan aksi unjuk rasa dengan damai. “Kenapa justru ditinggal pergi. Bahkan dilakukan tindakan represif yang brutal,” lanjut ulama yang akrab dipanggil HRS itu. Saat terjadi unjuk rasa, Presiden Jokowi sedang meninjau sejumlah proyek di sekitar Bandara Soekarno-Hatta. Para pendemo, yang menuntut kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama diusut, akhirnya ditemui Wapres Jusuf Kalla. Kasus serupa terjadi pada Kamis (8/10/2020), saat terjadi demo Omnibus Law Ciptaker oleh mahasiswa dan buruh di Istana Bogor. Presiden Jokowi ternyata lebih memilih melihat bebek di Kalimantan. Ternyata benar. Akun Instagram Presiden Jokowi menyebut memang benar pada Kamis 8 Oktober 2020 ia melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah untuk melihat kegiatan food estate. "Selamat pagi. Hari ini saya menuju Kalimantan Tengah untuk kunjungan sehari,” tulisnya. Setiba di Bandara Tjilik Riwut, Kota Palangka Raya, lalu dengan helikopter ia menuju Kabupaten Pulang Pisau. “Di sana saya hendak meninjau kawasan lumbung pangan yang sedang kita kembangkan berikut penanaman padi, keramba ikan, serta peternakan bebek yang terletak di Kecamatan Pandih Batu," tulis Jokowi. Esoknya, viral beredar sebuah foto Presiden Jokowi di media sosial twitter dengan keterangan: "Maafkan, Bapak ini lebih suka ketemu Bebek daripada Rakyat," tulis akun @linalinzc, Jum’at 9 Oktober 2020. Saat itu belum bisa dipastikan apakah foto tersebut benar adanya sebagai salah satu rangkaian kegiatan Presiden Jokowi ke Kalimantan Tengah di tengah maraknya aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Namun, setelah adanya “pengakuan” Instagram Presiden Jokowi menyebut memang benar pada Kamis 8 Oktober 2020 ia melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah, ternyata foto tersebut sesuai fakta tersebut. Netizen: "This is the Indonesian president, which was called as the "man of contradiction" by one of international writer, being alone & contemplate in a large duck cage while his people flocked in big protests in many areas accross the country," tulis @rataukeramas. Kira-kira terjemahannya: “Inilah Presiden Indonesia, yang oleh salah satu penulis internasional disebut sebagai "manusia kontradiksi", sendirian dan merenung di dalam kandang bebek besar sementara rakyatnya berbondong-bondong melakukan protes besar-besaran di berbagai daerah di tanah air,” dengan menyebut akun @redfishstream. Komentar netizen dengan nama akun @samyancg cukup menohok, "Apa dia memiliki dunianya sendiri dengan para bebek itu?" tulisnya. Yang dibalas lagi oleh @fitrikhamila, “Ternyata bebek lebih spesial daripada kita.” Dan kali ketiga, Jum’at, 22 Oktober 2021. Mungkin saking kesalnya, media sosial twiter ramai dengan cuitan-cuitan yang menggemakan tagar, “Kapan Jokowi Lengser”. Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga turut menjadi sorotan. Banyak warganet yang menilai jika kinerja Jokowi dan Ma'ruf Amin pada tahun kedua menjabat ini jauh dari kata maju. Hal ini memicu naiknya tagar #KapanJokowiMundur. Lebih mengecewakan, ternyata ketika Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) unjuk rasa di depan Istana, Presiden Jokowi memilih ke Kalsel meresmikan pabrik biodiesel PT Jhonlin Agro Raya (JAR). Pabrik biodiesel tersebut di bawah naungan Jhonlin Group. Jhonlin Group sendiri adalah perusahaan milik pengusaha batubara Kalimantan Selatan, Samsudin Andi Arsyad atau Haji Isam. Sikap Presiden Jokowi yang “lari” itu, seolah membuktikan tema unjuk rasa BEM SI Gelar ‘Aksi Geruduk Istana Oligarki’: Evaluasi 7 Tahun.... Presiden Jokowi lebih memilih menemui pe3ngusaha bagian dari Oligarki. Lolos di Jakarta, mahasiswa Kalsel telah menyiapkan poster dan spanduk dengan coretan yang berisi kritikan ke Presiden Jokowi. Mereka menduduki DPRD Kalsel dan menutup Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Mereka menuntut janji Jokowi yang dinilai tidak ditepati selama dua tahun kepemimpinannya pada periode kedua. Koordinator lapangan memberikan tuntutan kepada Presiden Jokowi untuk lebih memperhatikan terjadinya kerusakan lingkungan karena aktivitas dari penambangan. Melansir Repelita Online, Jum’at (2021-10-22,11:03), Aktivis 98, Haris Rusly Moti mengatakan, padahal track record perusahan Haji Isam ini sangatlah bermasalah karena pernah digeledah KPK terkait kasus pengemplangan pajak bersama dengan Mu’min Ali dari Panin Bank. “Presiden Joko Widodo membuktikan konstitusi dan hukum miliknya. Demi isu investasi, Presiden akan meresmikan salah satu anak usaha milik group Jhonlin. Tak peduli perusahaan milik haji Isam ini pernah digeledah KPK RI diduga terlibat pengemplangan pajak bersama Mu’min Ali dari Panin Bank,” tutur Haris Rusly Moti. Nama Haji Isam sempat menyita perhatian publik karena terkait pusaran kasus korupsi pejabat pajak. Pengusaha batubara ini diduga 'bermain mata' dengan pejabat pajak berkaitan dengan nilai pajak perusahaannya. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/10/2021). Sidang tersebut mengadili terdakwa Angin Prayitno Aji selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Dadan Ramdani yang saat itu jadi Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan di Ditjen Pajak. Sidang menghadirkan seorang saksi atas nama Yulmanizar sebagai mantan anggota Tim Pemeriksa Pajak di Ditjen Pajak. Dari kesaksian Yulmanizar dalam Berita Acara Perkara Nomor 41 itulah nama Haji Isam muncul. Yulmanizar mengaku sempat bertemu orang bernama Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin. Disebutkan, di pertemuan itu ia meminta agar nilai perhitungan pajak PT Jhonlin dikondisikan pada Rp 10 miliar saja. Nah pertemuan itu, menurut Yulmanizar, adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yang tak lain, tidak bukan adalah Samsuddin Andi Arsyad atau Haji Isam. Presiden Jokowi mengatakan alasan besarnya adalah karena Jhonlin Group ini mampu membuka lapangan kerja yang besar dan banyak. “Kenapa saya mau datang ke sini? Alasan besarnya adalah kawasan ini, pabrik ini, perusahaan PT Jhonlin mampu membuka lapangan kerja yang banyak," kata Jokowi dalam sambutannya yang disiarkan secara virtual, Kamis (21/10/2021). Menurut Komisaris Utama PT Jhonlin Agro Raya, Andi Amran Sulaiman, di kawasan industri yang ada di pabrik biodiesel milik Haji Isam tersebut bisa menampung tenaga kerja 2.320 orang. Bukan hanya pabrik biodiesel, di sana juga ada pabrik minyak goreng hingga smelter. Sementara itu, untuk Jhonlin Group keseluruhan sudah mempekerjakan 60 ribu orang. Sebanyak 20 ribu orangnya diperkerjakan secara langsung oleh Jhonlin Group. “PT Jhonlin Group itu gambaran umumnya saat ini PT Jhonlin pekerjakan karyawan 20 ribu orang langsung, tidak langsung 40 ribu orang, total 60 ribu orang,” ungkap Amran. Penulis Wartawan FNN.co.id
Mengapa Jokowi Butuh Ganjar?
By M Rizal Fadillah YANG dibutuhkan oleh Presiden Jokowi adalah langgengnya kekuasaan. Ideal adalah memperpanjang jabatan tiga periode melalui amandemen konstitusi. Akan tetapi urusan amandemen ternyata bukan hal mudah, pro dan kontra tajam. Lalu jalan lain perpanjangan tiga tahun dengan alasan kondisi pandemi Covid 19. Ini pun rentan karena nyatanya pandemi justru melandai. Tak ada pilihan selain Pilpres tetap tahun 2024. Artinya Jokowi selesai. Turun dengan membawa beban dua periode cukup berbahaya. Publik melihat dosa politik Jokowi menumpuk. Perlu Presiden berikut yang dapat mengamankan dan melindungi. Figur yang digadang-gadang dan menjadi orangnya adalah Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah. Mengapa mesti Ganjar Pranowo bukan Risma atau Puan Maharani puteri Megawati? Mudahnya, Risma itu belum berkualifikasi, emosional, dan untuk Mensos saja potensial gagal. Sedangkan Puan tidak mungkin dapat dikendalikan selama sang ibunda masih kokoh menjadi penentu Partai. Dengan Jokowi selesai masa jabatan, selesai pula relasi dengan Partai. Tak akan ada proteksi. Jokowi memang bukan kader PDIP. Ganjar Pranowo adalah pilihan karena ada hubungan emosional antara Presiden dengan sang Gubernur. Jawa Tengah adalah basis yang sama. Jokowi mantan Walikota Surakarta dan puteranya Gibran kini Walikota pula. Jokowi-Ganjar membangun relasi keluarga. Deal proteksi menjadi hal yang mudah. Tanpa Jokowi, Ganjar itu tidak ada apa-apanya, apalagi kini berdampak harus bermusuhan dengan Megawati. Ganjar menjadi pilihan atas dasar mampu membelah PDIP. Permainan survei dan media mencitrakan Ganjar mengungguli Puan. Taipan di belakang Jokowi dapat membiayai permainan. Target adalah Megawati yang menyerah untuk pada akhirnya mendukung Ganjar. Jika Mega cerdas Ganjar semestinya segera dipecat dari PDIP. Mengapa Jokowi tidak memilih yang lain? Prabowo yang sepertinya patuh kepada Jokowi bukanlah harapan. Ketika di bawah ia menjadi loyalis, ketika berkuasa bukan mustahil menjadi otoriter, bisa habis bapak Jokowi. Apalagi jika pemenang adalah Anies Baswedan, rakyat akan mendesak Presiden untuk mengadili Jokowi atas dosa-dosa politiknya baik soal korupsi, pelanggaran hak asasi, maupun penanganan pandemi. Masalah investasi dan hutang luar negeri juga menjadi tabungan kasus yang menunggu di depan nanti. Lebih parah jika Presiden pengganti justru di luar kalkulasi apakah Gatot Nurmantyo atau Rizal Ramli, Jokowi tentu lebih terancam lagi. Persoalan utamanya adalah betapa kuat aspirasi rakyat untuk mendakwa dan meminta pertanggungjawaban atas pelaksanaan pemerintahan yang oligarkhis dan kleptokratis. Rezim penggasak sumber daya alam dan pembangkrut BUMN. Jokowi butuh Ganjar untuk mengamankan diri dan keluarganya. Pilpres 2024 masih menyimpan harapan. Akan tetapi harapan itu dapat sirna jika ternyata ada kondisi tak terduga yang menyebabkan Presiden Jokowi harus lengser melalui Sidang Istimewa MPR. Semua bakal menjadi buyar. Begitu juga dengan Ganjar yang dipastikan ambyar. Politik adalah lapangan para pemain yang berebut bola. Bisa membobol atau dibobol. Karenanya tidak boleh ada yang merasa jumawa pada kemenangan sementara. Menjaga perasaan rakyat merupakan jalan menuju selamat. Menempatkan rakyat untuk tetap berdaulat. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan