OPINI
Gerombolan Boedi Djarot, Vandalisme Khas Komunis
by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Jum’at (31/07). Peristiwa aksi 27 Juli 2020 di depan Gedung DPR oleh "kelompok merah" yang jumlahnya sedikit saja membuat kehebohan. Yang aneh adalah asinya menyerang figur Habib Rizieq Shihab. Menistakan gambar atau baliho HRS dengan menginjak-injak, membakar dan merobeknya. Api yang tidak bisa membakar baliho bergambar HRS menjadi keunikan tersendiri. Padahal baliho HRS telah disirami dengan minyak, entah minyak bensin atau minya tanah. Tetap saja haliho yang kainnya sangat mudah terbakar itu tidak bisa terbakar. Kelompok merah ini dipimpin oleh Sekjen GJI Boedi Djarot adiknya Eros Djarot. Walaupun umat Islam tidak semua sefaham dengan langkah dan perjuangan HRS, akan tetapi penistaan terhadap HRS sebagai tokoh atau ulama cukup membuat umat Islam prihatin. Membuat gara-gara apa "kelompok merah" ini? Simpati kepada HRS dipastikan akan muncul dari mana-mana. Bahkan dari yang bukan muslim. Simpati dan pembelaan terhadap HRS bukan hanya dari organisasi yang dipimpinnya, yaitu FPI. Tetapi dipastikan lebih luas dari FPI, khususnya dari kalangan umat Islam. Sekurangnya para alumni 212 akan bersikap untuk mendukung HRS. Jumlahnya jutaan pasti puluhan juta. Militansi umat yang tinggi dalam melawan perilaku zalim. Sebab kelompok dan gerombolan merak Boedi Djarot layak untuk dikecam. Telah membuat kegaduhan baru di tengah banyaknya kegaduhan di negara ini. Bara permusuhan telah diciptakan. Terlepas dari motif yang mendasari gerombolan Boedi Djarot. Apakah memancing, ekspresi dendam, atau lainnya? Namun pembakaran atau perusakan secara demonstratif baliho bergambar HRS dinilai sangat tidak bermoral. Reaksi balasan diperkirakan bakal terjadi. Sebelumnya pelaku pembakaran bendera PDIP masih misterius. Bisa yang membakar adalah peserta aksi yang kontra terhadap RUU HIP. Namun bisa dari susupan PDIP sendiri. Bisa pula memang pihak ketiga yang memancing situasi agar semakin mamanas. Yang jelas peringatan "kudatuli" menunjukkan kenanehan tersendiri. Sebab tiba-tiba saja berfokus pada perusakan dan penistaan baliho yang bergambar HRS. HRS sendiri rasanya tidak memiliki hubungan apa-apa dengan peristiwa 27 Juli tersebut. Bahkan mungkin saja mengutuk keras peristiwa tersebut. Aada tiga kemungkinan konsekuensi dari penistaan dengan percobaan pembakaran dan perusakkan secara terencana baliho bergambar HRS oleh gerombolan Boedi Djarot ini, yaitu : Pertama, dilaporkan ke pihak Kepolisian prilaku Boedi Djarot cs. Tetapi dipastikan proses pengusutan tidak akan berjalan serius. Kasus Ade Armando, Abu Janda, dan Denny Siregar adalah contoh. Jadi, para simpatisan dan pendukung HRS jangan terlalu berjarap banyak dari kemungkinan pertama. Kedua, dilakukan pencarian sendiri terhadap Boedi Djarot cs oleh massa pendukung HRS. Tujuannya untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan penistaan yang dilakukan oleh gerombolan Boedi Djarot ini. Ketiga, bisa saja budaya bakar bakar dan perusakan baliho atau poster terhadap tokoh menjadi kebiasaan. Pembalasan misalnya, dengan membakar baliho Megawati atau Djarot atau tokoh lain yang diduga terlibat dirusak, diinjak-injak, atau dibakar pula. Ke depan bisa saja baliho Presiden Jokowi, Menteri atau pejabat lain juga diperlakukan sama. Ini tentu sangat tidak sehat. Bila tidak ada langkah baik dari kekuatan politik protektor "kelompok merah" maupun aparat penegak hukum, maka isu bahwa perusakan dan pembakaran itu dilakukan oleh gerombolan neo PKI atau aktivis komunis bisa saja menggelinding. Modus adu domba sangat kentara. Yang dirobek, diinjak-injak, atau dibakar pada hakekatnya tidak lain adalah nilai-nilai moral. Gaya brutal dan vandalisme seperti ini menjadi karakter khas gerakan komunisme. Wajar rakyat Indonesia harus mulai waspada dan siaga. Neo PKI dan Komunisme mulai dan sedang bergerak. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Menanti Datangnya Panglima Masirah Qubra (Bag. Pertama)
by Dr. Masri Sitanggang Jakarta FNN – Jum’at (31/07). Kondisi sekarang ini adalah pertarungan. Kalau umat Islam kalah, negeri ini bakal menjadi sekuler-komunis. Untuk itu perlu Panglima yang berani, cerdas dan tangkas menghadapi situasi ini. Fenomena ngototnya fraksi tertentu di DPR RI untuk meneruskan pembahasan RUU HIP – meski masyarakat beserta ormas-ormas besar seperti Muhammadiyah dan NU, bahkan MUI seluruh Indonesia telah menyatakan menolak keras. Namun muculnya usul pemerintah tentang RUU BIP, membuktikan satu hal, “pertarungan mengenai falsafah negara belum selesai”. Masih ada kelompok yang sungguh-sungguh belum rela menerima Dekrit Presiden 1959. Diakuinya keberadaan Piagam Jakarta dalam Dekrit itu, diduga keras menjadi sebab utama penolakan mereka terutama penganut faham sekulerisme dan komunisme. Padahal, Dekrit 5 Juli 1959 ini diterima secara aklamasi oleh DPR hasil Pemilu 1955 pada 22 Juli 1959. Dengan demikian, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah satu-satunya rumusan falsafah negara yang disahkan oleh satu badan yang langsung dipilih oleh rakyat. Tambahan lagi, tujuh tahun kemudian, 19 Juni 1966, Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong menjustifikasi Dekrit Presiden 5 Juli itu dan pada tanggal 5 Juli 1966 oleh MPRS ditingkatkan menjadi Ketetapan MPRS no XX/MPRS/1966. Dengan kekuasaan yang dimiliki, pengusung sekularisme ingin memaksakan kehendak. Ingin mengganti falsafah negara yang sah berlaku saat ini, yakni rumusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Penggantinya adalah falsafah yang terinspirasi dari pidato usulan Ir Soekarno pada sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945, yang oleh Endang Saifuddin Anshari (1983) disebut “Konsep Rumusan Pribadi”. Rumusan Soekarno 1 Juni 1945 adalah rumusan tidak resmi. Di dalam RUU HIP, konsep rumusan pribadi itu dinampakkan dalam wajah materialism yang terang. Menyingkirkan Tuhan dalam membangun Indonesia. Kalau pun mau ber-Tuhan, maka Tuhan harus dikurung dalam kebudayaan. Ilmu dan Teknologi lebih utama dari Tuhan. Gila dan sinting konseptornya. Tentu ini adalah serangan ekstrem radikal terhadap NKRI. Pertama, mengabaikan falsafah negara yang resmi ditetapkan melalaui Dekrit dan sah masih berlaku. Kedua, bertujuan membalikkan sistem nilai yang sudah mendarah-daging jauh sebelum bangsa ini merdeka ke arah yang bertolak belakang. Membalikan ke arah membelakangi nilai-nilai Tuhan. Indonesia hidup dengan berke-Tuhan-an bukanlah bermula dari terumuskannya Piagam Jakarta. Sama sekali bukan. Ke-Tuhan-an itu sudah menjadi jiwa masyarakat Indonesia berabad sebelum Indonbesia merdeka. Bagi Umat Islam, Ke-Tuhan-an malah menjadi spirit utama untuk mengusir penjajah. Piagam Jakarta hanya mengukuhkan apa yang menjadi sistem nilai yang hidup di tengah masyarakat itu. Berupaya menjadikannnya hukum positif. Ambillah periode yang paling dekat, tahun 1928. Tahun dimana para pemuda Indonesia bersumpah bertanah air dan berbangsa serta berbahasa satu. Di situ dinyanyikan lagu dengan syair “ bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya”. Disadari betul, bahwasanya jiwa-ruhani perlu dibangun sebagai kekuatan perlawanan menentang penjajah. Bukan fisik ansich. Mimpi para pemuda dulu itu, adalah Indonesia merdeka yang terbangun jiwa dan badannya, ruhani dan fisik-jasmaninya. Membangun jiwa-ruhani lebih utama, agar pembangunanfisik-jasmani memiliki arti buat kehidupan. Pembangunan bukan untuk pembangunan, tetapi untuk manusia yang mendiami Indonesia. Jiwa-ruhani hanya bisa dibangun dengan ajaran Tuhan. Tidak bisa dengan matematika, fisika, kimia atau sebutlah sains dan teknologi. Sains teknologi tanpa Tuhan akan melahirkan manusia tanpa hati. Manusia robot, atau paling banter seperti hewan terlatih. Ini sangat mengerikan. Indonesia akan menjadi belantara gedung pencakar langit yang dihuni oleh manusia hewani. Survival of the fittest, kata Charles Darwin. Yang kuat yang bertahan hidup. Memangsa sesamanya tanpa belas kasih. Begitulah hewan, begitulah falsafah orang tak ber-Tuhan. Merubah kesepakatan dengan kekuasaan, tanpa menghiraukan jeritan komponen bangsa yang menjadi stake holder, pada hakekatnya adalah penindasan. Penindasan penguasa terhadap rakyat, dan itu adalah penjajahan. Sebuah kejahatan kemanusiaan yang sesungguhnya kita tolak sesuai alenia pertama Pembukaan UUD 1945. Lebih menyakitkan dari Penjajahan sebelumnya, karena justeru dilakukan bangsa sendiri. Tetapi memang, begitulah tabiat pertarungan. Setiap orang berupaya keras melumpuhkan lawannya hingga tidak berkutik. Itu sah belaka. Apalagi petarungnya menganut faham bebas nilai alias tidak berke-Tuhan-an. Menghadapi petarung yang begini, adalah satu kebodohan bila berharap mereka akan mengikuti aturan main. Jangan berharap ada perasaan tersentuh mendengar jeritan dan suara kecewa serta keluh kesah. Bertarunglah sampai mampus. Tidak akan ada belas kasih. Sebab mereka adalah manusia tanpa hati. Dimana ilmu dan teknologi menjadi alat pembunuh bagi mereka. Sebagai pihak yang paling bertanggungjawab untuk memerdekakan Indonesia, maka wajib ikut betanggungjawab melestarikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Selama ini umat Islam memang terlalu polos. Selalu saja berprasangka baik. Tidak pernah merasa bertarung. Tidak sadar kalau mereka diposisikan sebagai lawan oleh kelompok tertentu. Akibatnya, ketika kena “pukulan” keras, mereka cuma berkeluh kesah, kesal dan kecewa. Bertanya “kenapa kami diperlakukan begini ?”. Dalam konteks RUU HIP yang menjadi RUU BIP, adanya upaya untuk menyamakan khilafah dengan komunisme. Misalnya, masih ada umat Islam yang menilai, ini disebabkan kelompok tertentu itu dungu, bodoh, tidak faham tentang Pancasila dan khilafah. Inilah pertanda tidak sadar bahwa mereka sedang menghadapi pertarungan. Menganggap lawan bertindak tanpa rencana, tanpa perhitungan dan tujuan. Kalau umat Islam sadar bahwa mereka sedang bertarung, pastilah bersiap-siap menghadapinya. Siap menerima dan mengelakkan “serangan”. Bahkan siap pula melakukan serangan balik. Tidak ada tempat berkeluh kesah dan kecewa di situ. Yang ada, adalah : lawan tetap saja lawan. Harus lawan sampai menang atau menyerah kalah. Kalau mujahid, pilihannya menang atau mati dalam pertarungan. Isy kariman au mut syahidan. Artinya, hidup mulia atau mati syahid, kata Wakil Ketua MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi. Itulah orang yang sadar. Sebagai pemimpin umat, KH Muhyiddin patut dan sudah seharusnya mendeklarasikan itu. Apa yang telah dialami umat Islam selama perumusan falsafah negara, baik masa RI maupun masa NKRI. Kenyataan ini ditambah dengan perlakuan pemerintah terhadap umat Islam atas nama Pancasila selama Indonesia merdeka adalah menyakitkan. Selama ini umat Islam berlapang dada menerima itu sebagai sebuah kenyataan dalam dinamika hidup berbangsa dan bernegara. Tetapi kalau sampai ada upaya ekstrim dengan kekuasaan, sehingga membuang falsafah negara yang telah disepakati dengan jalan susah payah, ceritanya bisa menjadi lain lagi. Apalagi menggantinya dengan sesuatu yang sudah ditolak, maka itu sudah sampai pada batas tidak dapat tertolerir lagi. Wajib untuk adanya melakukan langkah Masirah Qubra, Isy kariman au mut syahidan. (bersambung). Penulis adalah Ketua Panitia #Masyumi Reborn.
Kenangan Ibadah Haji Bersama Pak Harto (Bag. Pertama)
by Emron Pangkapi Jakarta FNN – Jum’at (31/07). Tahun 1991 Presiden Suharto menunaikan ibadah Haji bersama dengan keluarga.Beliau tidak menggunakan fasilitas kenegaraan. Rombongan Pak Harto berangkat haji menggunakan biro perjalanan haji PT Tiga Utama, pimpinan Ande Abdul Latief. Perjalanan Haji Pak Harto menjadi berita besar. Apalagi disertai juga dengan Ibu Tien, yang oleh sebagian masyarakat masih termakan isue yang meragukan ke-Islamannya. Pengumuman Pak Harto akan berangkat menunaikan ibadah Haji, menjadi daya tarik peningkatan jumlah jamaah Haji Indonesia yang luar mbiasa.Apalagi Haji Tahun 1991 di bulan Juni itu, diyakini sebagai Haji Akbar, karena wukuf jatuh di hari Jumat. Pada haji tahun 1991 itu belum ada ketentuan tentang quota haji. Sebanyak yang mau berangkat, Arab Saudi tak mempersoalkalnya.Sejumah pejabat, Anggota DPR, tokoh masyarakat, artis dan pengusaha ramai ramai mendaftarkan diri untuk berhaji di tahun yang sama dengan Presiden Suharto. Waktu itu saya baru berusia 34 tahun, bekerja sebagai wartawan di Harian Media Indonesia. Untuk tugas liputan perjalanan Haji Presiden Suharto, Media Indonesia sudah menugaskan wartawan Muchlis Hasyim dan Ahmad Satiri, dua wartawan Media Indonesia yang bertugas di Kementerian Agama. Muchlis Hasyim disamping sebagai wartawan, juga adalah kerabat dari Ande Abdul Latief, pemilik Tiga Utama. Karenanya dia sekaliigus ditugaskan sebagai kordinator wartawan yang akan meliput perjalanan haji Presiden Suharto. Ayahanda Muchlis Hasyim, Ustadz Ambo Mukhlis, adalah Perwakilan PT Tiga Utama di Makkah. Seminggu sebelum jadwal keberangkatan keloter terakhir, saya menghadiri acara walimatus safar untuk melepas keberangkatan sahabat saya, tokoh PPP Muhammad Buang SH. Ketika itu Buang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan. Beliau akan berangkat haji menjelang keloter terakhir. Muhammad Buang bercerita tentang PT Garuda Indonesia yang akan menambah penerbangan ekstra karena jumlah jamaah yang membeludak. "Kalau kau mau ikut, bisa kuusakan tiketnya", kata Buang kepada saya. Mendengar tawaran Buang, saya bak tersengat lebah. Saya langsung menyambar tawaran luar biasa itu. Saya pikir, urusan lain menyusul. Yang penting terima dulu. Pendek cerita, esoknya saya membawa surat Wakil Ketua Komisi V DPR Muhammad Buang menghadap Direktur Niaga PT Garuda Indonesia, Pak Razali di Kebun Sirih. Tidak banyak cincong. Hanya dalam 30 menit saya sudah mendapatkan tiket Garuda Jakarta - Jeddah PP di penerbangan reguler. Pada masa itu Garuda Indonesia mengeluarkan tiket komersial berwarna merah. Berbentuk buku yang tipis atau kupon. Sedangkan tiket saya berupa kertas warna putih lembaran. Dikenal dengan nama "tiket putih". Tiket yang jenis ini hanya biasa dikeluarkan Garuda Indonesia khusus untuk para pejabat. Setelah tiket di tangan dan paspor yang memang sudah tersedia, saya segera begerak menemui Pak Ande Abdul Latif di kantor PT Tiga Utama Gedung Sangga Buana depan Segitiga Senen. Dengan menyerahkan tiket dan paspor, saya mohon kepada beliau agar dapat ikut serta berangkat beribdah haji dengan Tiga Utama. Masya Allah, seperti dalam mimpi. Pak Ande Abdul Latief tidak banyak Tanya sana-sini.Beliau memandang saya agak tertegun. Kemudian langsung memberi keputusan. “Kau berangkat sebagai petugas Haji”. Dia kemudian teriak ke stafnya agar paspor saya segera diproses untuk mendapatkan visa di Kedutaan Arab Saudi. Hari itu juga saya diperintahkan Pak Ande ke Gudang PT Tiga Utama yang di Jalan Proklamasi (seberang Bioskop Megaria). Saya ke sana untuk mendapatkan seluruh fasilitas jamaah Haji Tiga Utama. Saya dapat koper besar, koper kecil dan semua perlengkapan Haji di musim panas. Hanya saja untuk tanda pengenal sebagai panitia harus dikordinasikan dulu dengan pihak keamanan. Karena Pak Harto dan keluarga berhaji menggunakan fasilitas Tiga Utama. Ada sedikit screening terhadap semua petugas. Boss saya di koran Media Indonesia terkejut, karena saya minta izin berangkat Haji. Adapun untuk perjalanan dinas, Media Indonesia sudah menugaskan dua wartawan. Sehingga tidak ada lagi tambahan wartawan. Saya berangkat melalui jalur istimewa. Saya hanya dapat izin belaka, “jawab saya kepada boss. Karena berangkat dadakan, saya tidak mempunyai persiapan yang memadai. Banyak kawan yang heran prosesnya begitu cepat. Isteri dan anak anak saya kaget bukan kepalang. Antara percaya iya atau tidak... Kebetulan saya wartawan yang sehar-hari bertugas di lingkungan Politik, Hukum dan Kemanan (Polkam). Menko Polkam pada masa itu Pak Laksamama Sudomo. Saya sudah kenal beliau sejak Wapangab merangkap Pangkopkamtib. Saya datang ke Pak Domo memberitahu bahwa saya akan berangkat haji dan absen selama dua puluh hari dari kegiatan liputan lingkungan Polkam. Dijawab Pak Domo, koq ndak bilang jauh jauh hari? “Ya sudah, besok jam enam pagi datang ke sini, "perintah Pak Domo. Lepas subuh saya sudah di kantor Menko Polkam di jalan Merdeka Barat. Jam enam Pak Domo sudah tiba di kantor. Sambil jalan ke ruang kerjanya, Pak Domo memberi nasehat “bertugas yang bagus, dan ibadah haji yang sungguh sungguh”. Bertemu Pak Domo lima menit itu membuat badan terasa melayang. Ternyata amplop berisi dolar dari Pak Domo cukup untuk biaya hidup selama dua bulan di Saudi Arabia. Saya hampir melompat karena kegirangan yang luar biasa. Tiba-tiba saya ingat kepada ibunda saya di kampung. Saya memang sudah lama tak pulang ke Bangka. Sementara waktu keberangkatan ke Makkah tinggal tiga hari lagi. Saya putuskan, dari kantor Menko Polkam meluncur ke Ayumas Gunung Agung untuk mendapatkan rupiah dan riyal. Selanjutnya dari Ayumas Gunung Agung, saya go show ke Bandara Cengkareng untuk terbang ke Pangkal Pinang, karena mau berpamitan mohon restu kepada bundaku. Di Pangkal Pinang hanya satu hari. Begitu banyak titipan doa para kerabat yang minta dilafadzkan di depan Baitullah. Bahkan ada yang sudah ditulis di kertas doa yang hendak diucapkan. Maklum perjalanan haji adalah ibadah sakral bagi orang di kampung kami. Pada tahun 1991 itu, bundaku dan seluruh saudaraku belum ada yang pergi berhaji. Pada hari keberangkatan itu, enam jam sebelum jadwal terbang, saya sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Tak sabar rasanya, ingin cepat sampai di tanah suci Makkah. Kami ikut penerbangan reguler khusus untuk ONH Plus. Sedang rombongan jamaah biasa berangkat via Bandara Halim Perdanakusumah. Di pesawat Boeing 747 Garuda itu, saya bertemu begitu banyak orang terkenal yang akan menunaikan ibadah haji. Ada menteri, dirjen, anggota DPR, artis, pengusaha dan lain-lain.Saya ingat ada Menparpostel Susilo Sudarman, pengusha Bob Hasan, Setiawan Djodi dan rombongannya (Rhoma Irama, WS Rendra KH Zainudin MZ, KH Nur Muhammad Iskandar). Ada artis satu kampung dengan saya Rafika Duri. Tiba di Jeddah, saya bergabung dengan Petugas Haji Tiga Utama, dibawah kordinasi Direktur "D" Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI Kolonel Hendro Priyono. Kami menginap semalam di Jeddah. Baru setelah itu mengambil miqat untuk umrah pertama dan selanjutnya berhaji tamatu'. (bersambung) Penulis adalah Wartawan Senior.
RUU HIP dan Isu Pemakzulan Jokowi
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Jum’at (31/07). Isu Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) Jadi top scor. Tertinggi ratingnya dan mengalahkan isu-isu yang lain. Kenapa? Karena isu ini menyentuh hal yang sangat sensitif. Dicurigai berkorelasi dengan kebangkitan faham komunis PKI. Sampai disini, umat Islam dan TNI, terutama Angkatan Darat (AD) kompak bersikap. Sebab, kedua kelompok inilah yang paling besar jumlah korbannya saat PKI melakukan pemberontakan tahun 1948 dan 1965 dulu. Meski ada upaya untuk menghapus sejarah, tetapi pembunuhan sejumlah Jenderal Angkatan Darat, pembantaian para ulama dan guru ngaji di berbagai daerah adalah fakta yang memiliki banyak data dan saksi. Agak sulit untuk dibantah. RUU HIP yang diusung oleh fraksi PDIP di DPR telah mendatangkan gelombang protes yang masif. Dimotori oleh MUI, NU dan Muhammadiyah, umat Islam menuntut agar RUU HIP dicabut. Dikeluarkan dari prolegnas. Tetapi, DPR kekeh mempertahankannya dan akan tetap membahasnya. Belakangan, RUU HIP diusulkan pemerintah ke DPR untuk diganti namanya menjadi RUU BPIP. Ganti casing saja. Kenapa pemerintah tidak mengusulkan agar RUU HIP untuk dicabut, tetapi justru malah mempertahankannya dengan ganti nama menjadi RUU BPIP? Pertama, pemerintah berkepentingan untuk memperkuat posisi kelembagaan BPIP. Sebab, lembaga ini bisa dijadikan sebagai alat oleh pemerintah untuk membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila. Tafsir tunggal ini nantinya dapat diantaranya memberi kewenangan pemerintah untuk menghakimi siapa yang dianggap tidak pancasilais. Kok curiga? Sejarah telah memberi pengalaman. Juga terutama melihat karakter dan track record rezim saat ini. Kedua, diduga kuat ada kepentingan pragmatis dibalik perubahan RUU HIP menjadi RUU BPIP. Melibatkan pemerintah untuk ikut mempertahankan RUU ini. Apa ada kaitannya dengan tiket dari PDIP yang diberikan kepada Gibran untuk maju ke Pilkada Solo? Namanya juga menduga-duga. Dalam politik, kepentingan pragmatis bisa dilacak melalui banyak indikator. Perubahan RUU HIP jadi RUU BPIP juga diduga menjadi upaya untuk meredam gelombang protes yang selama ini terjadi. Seolah itu jalan tengah. Namun, protes umat nampaknya tidak bakalan melunak. Mereka menganggap, RUU BPIP tak ubahnya RUU HIP. Hanya beda casing. Motif dan faktor penyemangatnya dianggap sama: memberi peluang komunisme untuk hidup kembali di Indonesia. Dalam sejumlah demo terhadap RUU HIP, tuntutan Jokowi mundur atau dimundurkan sudah mulai muncul. Meski belum begitu kuat gaungnya. Dari kalkulasi politik, gelombang protes RUU HIP tidak akan mampu mendongkel Jokowi dari kursi kepresidenan. Meski Habib Rizieq dan sejumlah elemen masyarakat lainnya terus memeriakkan "pemakzulan Jokowi". Sebagai tuntutan, boleh-boleh saja. Tetapi, sebagai "isu primer pemakzulan" sepertinya masih jauh dari mampu memenuhi syarat. Kecuali jika ada faktor lain, sebut saja "faktor x" yang mampu mendorong "tuntutan" ini menjadi arus perubahan atau transformasi politik. "Faktor x" itu misalnya ekonomi. Terjadi resesi ekonomi, dan pemerintah tak mampu lagi untuk recovery. Angka pengangguran makin tinggi dan daya beli rakyat makin terpuruk. Dalam situasi seperti ini, isu pemakzulan akan menggema dan makin kuat. Sebab, akan mendapat dukungan semakin besar dari - dan melibatkan seluruh elemen- rakyat. Atau ada salah reaksi, baik dari DPR, khususnya fraksi PDIP, atau dari pemerintah yang mendorong terjadinya kerusuhan sosial. Istilah politiknya "Blunder Akbar". Bagaimana dengan pembakaran spanduk bergambar HRS? Nampaknya belum memenuhi syarat kematangan. Apalagi "jika" itu bagian dari "test the water" yang melibatkan Intel. Tentu sudah diukur. Jadi, isu HIP hanya akan matang jika ada "faktor x" sebagai trigger primernya. Dan "faktor x" ini cenderung bersifat alamiah. Tidak sepenuhnya bisa direkayasa. Dari sini, potensi perubahan politik punya peluang untuk terjadi. Jika tidak ada "faktor x" , siapapun, terutama pemerintah, tak perlu khawatir. Langkah membatalkan RUU HIP, atau apapun istilahnya, bisa menjadi tindakan preventif yang efektif untuk menghindari situasi politik yang tidak diinginkan. Sebab, apapun yang akan terjadi besok, tak ada yang tahu. Namun, sampai hari ini, DPR dan pemerintah nampaknya masih cukup percaya diri untuk tidak membatalkan RUU HIP. Mereka punya kalkulasi politiknya sendiri dalam menghadapi gelombang protes umat Islam. Soal akurat atau tidak kalkulasi itu, sejarah yang akan menulisnya kelak. Yang pasti, para politisi di Senayan itu sudah terlatih untuk berkelit dalam menghadapi situasi apapun. Sangat lincah ketika belok kiri atau balik kanan. Meski tanpa sign. Namanya juga DPR. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Sukses “Drama Chen Wei” versi Dahlan Iskan!
by Mochamad Toha Jakarta FNN - Kamis (30 Juli 2020). Nama Jenderal Chen Wei sangat dikagumi oleh Dahlan Iskan. Dalam tulisannya di Disway, Senin, 27 Juli 2020, Mas Dahlan, begitu saya biasa sapa beliau, menuliskan peran Jenderal Besar Wanita China terkait penemuan Vaksin Corona (Covid-19). Menurutnya, pemenang putaran pertama balapan vaksin ini jelas: CanSino Biologics. Yakni penemu vaksin (corona) yang dari Wuhan itu. Yang dipimpin jenderal wanita Chen Wei itu. Di balapan putaran kedua terjadi saling salip. Boleh dikata imbang. Tapi, di putaran ketiga terjadi pembalikan. Yang finis duluan adalah Sinovac. Yakni vaksin Covid-19 yang dari Beijing itu. Setidaknya Sinovac-lah yang lebih dulu mencapai garis finis di Kota Bandung. “Di ibu kota Jawa Barat itu Sinovac akan dicoba terhadap 1.600 orang sukarelawan yang mendaftar secara gratis,” tulis Mas Dahlan tentang rencana uji coba Vaksin Sinovac yang akan dilakukan di Bandung itu. Walhasil Indonesia telah memilih berpartner dengan Sinovac. Kalau uji coba tahap 3 nanti berhasil Indonesia akan diizinkan memproduksi sendiri vaksin itu. Biofarma, milik BUMN, mampu melakukannya. Mas Dahlan mengibaratkan lomba balapan produsen vaksin Covid yang kini dilakukan oleh 4 perusahaan: Sinovac, CanSono Biologics, Moderna Inc, dan Oxford University. Dan, Sinovac telah memenangkannya: mencapai finish di Bandung. Para pendiri CanSino itu adalah orang-orang China lulusan Kanada. Tokoh utama CanSino, Yu Xuefeng, kini 57 tahun, meraih gelar doktor di bidang mikrobiologi di McGill University Montreal, Kanada. Setelah lulus dari McGill mereka tidak pulang. Mereka bekerja di perusahaan farmasi yang terkemuka di dunia: Sanofi Pasteur. Mereka sangat berprestasi di situ. Banyak yang sampai menduduki posisi level atas. Mereka ingin mewujudkan idealisme di bidang farmasi bagi kemajuan China. Mereka pun berhenti dari Sanofi. Ada 4 orang yang segera memilih pulang. Mereka ini yang mendirikan perusahaan farmasi di kota Tianjin, sebelah timur Beijing. Ketika terjadi wabah Ebola, CanSino aktif mengembangkan vaksin itu. Saat itulah mereka bertemu Jenderal Chen Wei, ahli mikrobiologi yang juga Kepala Pusat Riset Farmasi Militer China. Mereka pun bekerja sama. Sebelum itu pun mereka sudah lama mengenal nama Chen Wei. Nama jenderal wanita ini amat harum. Juga heroik. Terutama saat terjangkit wabah SARS di Tiongkok. Kala itu Chen Wei melakukan riset sangat serius. Dia ingin menemukan vaksin anti-SARS. Dan berhasil. Keberhasilan itu bukan tidak dramatik. Sangat-sangat dramatik. Chen Wei menjadikan anak lelaki satu-satunya sebagai objek uji coba vaksin yang dia temukan itu. Umur si anak masih 4 tahun. “Itu bukan karena Chen Wei tidak sayang anak. Tapi dia begitu yakin akan penemuannya itu. Dia memastikan anaknya tidak akan bermasalah,” tulis Mas Dahlan dalam tulisan berjudul: Drama Chen Wei. Kalau tahun lalu di China beredar film Wolf Warrior II yang sangat laris di bioskop-bioskop, inspirasinya dari perjalanan kepahlawanan Chen Wei itu. Kali ini, untuk vaksin anti-Covid-19 ini, Chen Wei merangkul CanSino. Seperti dilansir Liputan6.com, Senin (23 Mar 2020, 12:02 WIB), sebagai ahli epidemiologi, Chen menempatkan diri di garda depan dengan melakukan penelitian di sebuah labolatorium di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Mengutip Ibtimes.sg, Senin (23/3/2020), Chen bahkan menyuntikkan vaksin Virus Corona yang masih dalam tahap uji coba pada diri sendiri dan enam anggota timnya. Saat berita ini tersebar, sebagian orang menganggap tindakan ini ceroboh. Sisanya, memandang keputusan Chen itu sebagai loyalitas tanpa batas. Kendati, unggahan yang dimaksud disebut telah dihapus dari akun Weibo People's Liberation Army (PLA), spekulasi disertai komentar pro-kontra akan tindakan tersebut terus bergulir. South China Morning Post menulis, jenderal besar berusia 54 tahun tersebut dikenal sebagai ahli biokimia terbaik di Tiongkok. Chen Wei sendiri sudah tiba di Wuhan sejak pertengahan Januari bersama tim yang merupakan para peneliti militer terbaik Negeri Tirai Bambu. Chen sudah dikenal lewat kontribusinya dalam memimpin tim peneliti menemukan vaksin demi mengendalikan wabah SARS dan Ebola di Afrika Barat pada 2014-2016. Juga, telah membantu penanganan gempa bumi di Sichuan pada 2008. Dibandingkan kepala ahli epidemiologi seperti Zhong Nanshan yang berusia 84 tahun dan Li Lanjuan berusia 72, Chen jauh lebih muda. Ia mampu menjembatani tenaga medis militer dan tenaga medis lokal di Wuhan dalam penanganan pasien Corona Covid-19. Pada 2013, Chen jadi delegasi mewakili PLA dalam National People’s Congress. Dua tahun kemudian, Chen dipromosikan jadi jenderal besar. Kemudian di 2018, Chen didapuk sebagai anggota Chinese People’s Political Consultative Conference. Sukses Vaksin? Kesan yang muncul dari tulisan soal Chen Wei, Mas Dahlan ingin mengunggulkan para ahli China, terutama Chen Wei, dan perusahaan yang memproduksi vaksin. Padahal, dalam kasus flu burung (H5N1) saja hingga kini belum berhasil hentikan. Kasus flu burung di China telah memakan korban cukup banyak, hal tersebut terjadi karena China menolak produk probiotik dan lebih bangga dengan produk herbal mereka, sehingga penanggulangan flu burung menjadi kurang efektif. Bahkan beberapa waktu terakhir ini, sering kita dengar adanya berbagai varian flu burung diantaranya H1N1, H5N1, H7N9 (di China), New Corona, yang konon dianggap lebih mematikan dibanding varian terdahulu. Yang membedakan tiap varian virus flu burung sebenarnya adalah jumlah bulu getar pada virus tersebut. Bulu getar/flagel itu sebenarnya adalah semacam alat penghangat pada virus itu yang berfungsi untuk mempertahankan hidup mereka sendiri. Maka apabila telah dijumpai terdapat jumlah bulu getar yang berbeda, oleh para ahli virologi dikatakan sebagai mutasi genetik dari virus flu burung. Tamiflu jelas tidak akan efektif untuk tiap kasus flu burung. Setiap jenis obat hanya akan efektif pada daerahnya sendiri, dan obat itu pun “belum mampu mematikan” virus flu burung ini. Pengobatan yang paling efektif untuk flu burung ya dengan probiotik atau bioto karena jumlah laktat yang tinggi. Formula ini sudah banyak membuktikan efektifitas probiotik/bioto terhadap kasus flu burung, sehingga bagi yang sudah tahu, sekarang flu burung bukanlah penyakit yang menakutkan dan mematikan. Virus H5N1, atau dikenal sebagai virus flu burung, menyebabkan gangguan pernafasan pada burung atau unggas dan dapat menular ke manusia. Virus ini pertama dideteksi pada 1996 di China. Menurut WHO, virus flu burung mungkin saja menular dari manusia ke manusia, meski sulit. Sejak 2003 hingga 2019, WHO melaporkan total 861 kasus penularan virus flu burung pada manusia di dunia, 455 di antaranya meninggal. Di China, ada 53 kasus penularan ke manusia telah dilaporkan sepanjang 16 tahun terakhir, 31 diantaranya meninggal dunia. Melalui riset yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penyakit flu burung adalah “murni buatan pihak tertentu” yang tidak menginginkan adanya keseimbangan dunia ini. Sifat virus flu burung, di tiap negara, bahkan tiap daerah bisa berbeda. Tiap jenis obat hanya akan efektif pada daerahnya sendiri, dan obat itu pun ternyata “belum mampu mematikan” virus flu burung tersebut. Terbukti, saat di China belum selesai merebak Covid-19 di Wuhan, dikabarkan telah melaporkan adanya wabah H5N1. Seperti dilansir Kompas.com, Minggu (02/02/2020, 09:11 WIB), temuan tersebut berlokasi di Provinsi Hunan, perbatasan selatan Hubei, yang merupakan provinsi pusat penyebaran virus Corona. Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan China pada hari Sabtu sebagaimana dikutip dari South China Morning Post, Minggu (2/2/2020) menyebutkan bahwa wabah terjadi di sebuah peternakan di distrik Shuangqing di Kota Shaoyang. “Peternakan memiliki 7.850 ayam, dan 4.500 ayam telah mati karena penularan. Pemerintah setempat telah memusnahkan 17.828 unggas setelah wabah,” begitu pernyataan Kementeri Pertanian dan Urusan Pedesaan Cina seperti dilansir dari SCMP. Meski demikian, sampai sejauh ini tak ada kasus virus H5N1 Hunan yang dilaporkan terjadi pada manusia. Jarak antara Shaoyang di Hunan dengan Wuhan di Hubei sekitar 556 km. Ternyata, “Drama Chen Wei” versi Dahlan Iskan berlanjut saat awal Corona mewabah di China. Belum Sukses! *** Penulis adalah wartawan senior.
Jahatnya Covid-19 Mampu Dilunturkan Formula Probotik Berbasis Bakteri!
by Mochamad Toha Jakarta FNN - Rabu (29 Juli 2020). Sepasang suami-istri telah pulih kembali setelah 16 hari dirawat di sebuah RS di Surabaya, karena terpapar Virus Corona (Covid-19). Menariknya, diantara beragam obat yang diminum, ada formula Probiotik yang disuplai oleh teman-temannya. Berikut cerita sang istri: Alhamdulillah, saya dan suami sudah sehat dan bugar, tetapi tetap masih Isolasi Mandiri di rumah 14 hari lagi biar benar-benar bersih dari Virus Covid-nya, gak terasa saya dan suami diisolasi di Ruang Bertekanan Negatif di sebuah RS di Surabaya, sudah 16 hari. Benar-benar umur kami berdua bisa kembali sehat. Karena ini sakitnya luar biasa ampun dan sempat droup 2 kali karena oksigen dalam darah dan tubuh saya droup ngliyung, belum lagi yang sakit sangat di uluhati sampai tembus ke punggung. Di situ kami ingatnya cuma mati saja di RS. Kami 1 kamar itu berdua dan saling menguatkan setiap pagi selalu tanya apa yang gak enak pagi ini jeng atau papa Yaa Allah. Virus Covid benar-benar jahat, amat sangat menyakitkan. Karena, saya dan suami juga ada sakit diabet dan tensi selama 8 hari, 1 hari 3 kali disuntik berbagai macam obat Antibiotik dan berbagai macam Vitamin yang jumlahnya 10 ampul suntikan besar. Sampai tangan saya dan suami bengkak gedhe-nya seperti pisang. Pada hari ke-6 indra perasa dan penciuman hilang gak ada sama sekali itu selama 8 hari. Menurut suaminya, “cukup banyak probiotik dikasih teman-teman diminum bergantian.” Setelah selesai dengan suntikan diganti obat oral yang jumlahnya 10 sampai 12 sekali minum. Belum saat lagi tengah malam diambil darahnya di Vena yang paling besar yang letaknya di selangkangan. Masyaa’ Allah sakitnya Na'udhubillah itu gak 1 kali dan harus foto torak jam 12 malam, Yaa Allah bisanya saya dan suami hanya dzikir dan dzikir minta ampunan-Nya sambil menangis, karena susah sekali untuk tidur baru jam 3 atau 3.30 pagi baru bisa tidur. Semoga saya dan suami saja yang ditunjuk oleh Allah SWT untuk sakit seperti ini. Semoga panjenengan semua sehat dan tetep Sefti dan manut dengan Protokol Kesehatan apa yang dibilang dan diingatkan Dokter Ninuk (Satgas Covid di Kelurahan Pepelegi). Mohon dituruti karena benar-benar sangat gak enak kalau sakit seperti yang saya dan suami alami. Selalu menghibur diri kalau sudah kesakitan droup bahwa Allah SWT sangat sayang pada kami itu yang kami lakukan berdua. Selama sakit kami saling menguatkan satu sama lain, dan setelah ini semoga saya dan suami sehat terus dan bisa lihat cucu kami tumbuh cerdas dan sehat walau jauh dari eyang mama papanya. Begitu cerita pasangan suami-istri itu yang disampaikan di akun FB isterinya. “Siapa bilang Covid-19 itu “Rekayasa” para Petugas Medis itu, Keterlaluan!” tegasnya. Mereka itu benar-benar mengalami “serangan” Covid-19. Serangan Covid-19 sebelumnya menimpa Kompleks Sekolah Calon Perwira TNI AD (Secapa AD) di Jl. Hegarmanah, Kota Bandung, Selasa (7/7/2020). Namun, berkat langkah strategis KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, sekitar 62,6 persen diantaranya pulih total. Menurut Jenderal Andika, sebanyak 819 atau 62,6 persen dari 1.308 siswa dari Secapa AD telah pulih total dari penyakit Covid-19. Sisanya, 489 siswa masih didiagnosis dengan Covid-19 di mana hanya 10 orang yang tetap dirawat di Rumah Sakit Tentara Dustira di Bandung, kata Jenderan Andika dalam sebuah pernyataan, Sabtu (25/7/2020). Mengutip Antara, sebanyak 479 siswa lainnya menjalani karantina di kompleks Secapa. Jenderal Andika menambahkan, penanganan oleh Gugus Tugas Covid-19 Secapa menunjukkan tren positif karena meningkatnya jumlah orang yang pulih. KSAD menegaskan bahwa tentara telah bekerja sama dengan Universitas Airlangga dalam hal pengobatan Covid-19. Pada 16 Juli 2020, laboratorium PCR di Rumah Sakit Tentara Sariningsih di Bandung mulai beroperasi untuk mempercepat proses pemeriksaan spesimen swab test. Ini adalah bagian dari 68 fasilitas laboratorium PCR yang tersedia di 68 rumah sakit tentara di seluruh Indonesia. Dalam mendukung upaya pemerintah yang berkelanjutan untuk memerangi pandemi Covid-19, TNI AD juga telah berupaya menyediakan stok peralatan medis dan mendorong uji klinis kombinasi obat Covid-19 di rumah sakit militer, katanya. Melansir dari CNNIndonesia.com, Sabtu (11/07/2020 19:24 WIB), KSAD menjelaskan ihwal kasus penularan Covid-19 yang terjadi di lingkungan Kompleks Secapa AD di Kota Bandung, Jawa Barat. Jenderal Andika mengatakan, mulanya ada dua prajurit siswa yang berobat di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi. Kedua prajurit tersebut mengaku mengalami gejala sakit bisul disertai demam. Sedangkan, satu prajurit lainnya masalah tulang belakang. “Tepatnya dua minggu lalu, saya mendapat laporan dari Komandan Secapa AD. Diawali ketidaksengajaan dua siswa berobat ke RS Dustira,” ujarnya di Markas Komando Daerah Militer (Makodam) III/Siliwangi, Sabtu (11/7/2020). Keduanya kemudian menjalani pemeriksaan tim medis di RS Dustira dengan metode swab sebagai prosedur otoritas layananan kesehatan. Ternyata, hasil kedua siswa itu positif terjangkit corona. Tim medis kemudian melapor kepada Markas Besar TNI AD di Jakarta. Pimpinan di Jakarta kemudian mengirim 1.400 alat rapid test. Menurut Andika, jumlah alat rapid test sebanyak itu untuk memeriksa 1.198 prajurit siswa dan 200-an pelatih serta staf. “Awalnya ada 187 orang yang hasil rapid test-nya reaktif sehingga dicurigai terinfeksi Covid-19. Dari situ saya kirim VTM (alat tes PCR) ke Kakesdam kemudian dilakukan swab dari situ kemudian jumlahnya bertambah terus hingga 1.280 orang,” ujar Jenderal Andika. Ia merinci sebanyak 991 prajurit siswa terjangkit virus corona, sedangkan sisanya 289 orang merupakan staf anggota Secapa dan keluarganya. Sebagian besar dari mereka yang positif itu melakukan karantina mandiri, dan hanya 17 orang yang dirawat di RS. “Dari 17, satu negatif dan 16 masih positif tapi semua tidak merasakan gejala apapun juga. Satu negatif masih di sana karena masalah TBC paru-paru,” tutur Andika. Andika kemudian mengunjungi Secapa TNI AD. Saat kunjungan itu, menurut sumber, Jenderal Andika menyerahkan bantuan berupa formula probiotik yang selama ini berhasil menyembuhkan pasien positif Covid-19 di berbagai daerah. Inikah “rahasia” sukses penanganan Covid-19 di Secapa AD? Gagal Nafas Menurut seorang pakar mikro bakteri, yang sering membuat pasien terpapar Covid-19 itu karena adanya Badai Sitokin di dalam tenggorokan dan paru-paru pasien. Badai Sitokin adalah reaksi imun di tubuh yang berlebihan. Sitokin sendiri itu merupakan zat yang dikeluarkan virus itu sendiri untuk mempertahankan hidup. Agar lingkungan sekitarnya menjadi nyaman buat dia sendiri. Tapi toxic untuk inang. Karena toksik di tubuh terutama paru-paru. Sehingga, paru-parunya terganggu fungsinya. Bisa sampai gagal nafas. Biasanya bakteri/virus itu membuat lendir/cairn pertahanan hidup. Sitokin itu bisa jadi juga berupa lendir kental yang mengganggu pernafasan. Dari sitokin berupa lendir yang numpuk itu yang menjadikan susah bernafas, karena kadar oksigen menurun, sehingga gagal nafas yang bisa menyebabkan pasien Covid-19 meninggal dunia. Lendir itu terbentuk dari 2 sisi. Pertama, Covid-19 ketika meriplikasi dirinya beratus-ratus kali lipat, mereka membutuhkan media untuk hidup. Media untuk hidup itu ya berupa cairan yang berisi protein-protein yang mereka hasilkan tersebut. Nah, cairan tempat hidup mereka itu, ternyata bersifat toksik bagi tuan rumahnya (manusia). Kedua, Reaksi antibodi terhadap cairan yang membahayakan tersebut, antara lain berupa memproduksi cairan untuk menghambat protein yang toksik itu. Perpaduan antara cairan protein yang toksik dengan cairan reaksi antibodi, akhirnya berupa cairan yang kental, dan volumenya banyak. Cara kerja bakteri siklus, ada 2 sisi pendekatan, yakni: Pertama, bakteri-bakteri komunitas mengkoloni Covid-19, sehingga mereka tidak regeneratif lagi, karena tidak memproduksi cairan-cairan lagi. Kedua, Senyawa-senyawa enzim yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri komunitas ini mampu merusak protein-protein yang dihasilkan oleh Covid-19, sehingga mereka tidak mampu lagi melakukan proses regenerasi selnya. Itulah “rahasia” yang menjadikan pasien Covid-19 berhasil disembuhkan dengan formula probiotik berbasis bakteri. *** Penulis adalah wartawan senior.
Malawan Upaya Mutilasi DPR Melalui UU Korona No. 2/2020
by Dr. Marwan Batubara Jakarta FNN – Selasa (28/07). Undang-undang Nomor 2/2020 tentang Penetapan Perppu No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. UU Nomor 2/2020 diyakini melanggar konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Salah satu pelanggaran paling fatal, dilumpuhkannya hak budget DPR dalam Pasal 23 UUD 1945. Beberapa akibat negative bermunculan. Pertama, APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara, yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang. APBN harus dilaksanakan secara terbuka, transparan dan bertanggung jawab. APBN digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua, berdasarkan panduan dari konstitusi, Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN diajukan setiap tahun oleh Presiden. RUU APBN dibahas bersama-sama dengan DPR, dengan tetap memperhatikan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketiga , apabila DPR tidak menyetujui, maka Rancangan APBN (RAPBN) yang diusulkan oleh Presiden, maka Pemerintah dapat menjalankan pembiayaan belanja negara dengan berpedoman pada APBN tahun sebelumnya. Begitulah panduan yang diberikan oleh konstitusi UUD 1945. Tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan panduan yang telah diberikan oleh konstitusi. Tulisan ini membahas ketentuan di dalam UU No.2/2020 yang melanggar konstitusi. Dibahas juga motif yang diyakini ada di balik pelanggaran terhadap konstitusi UUD 1945, terutama pada Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 12 ayat 2 undang-undang corona Nomor 2/2020. Pertama, pada Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 2/2020 disebutkan, pemerintah berwenang menetapkan batasan deficit . Pertama, melampaui batasan 3% dari PDB selama masa penanganan COVID-19 dan/atau untuk menghadapi ancaman membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan paling lama sampai 2022. Kedua, sejak 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% dari PDB. Ketiga, penyesuaian besaran defisit dilakukan bertahap. Pasal 2 UU Nomor 2/2020 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Karena meskipun defisit APBN perlu dinaikkan melebihi 3% dari PDB, namun DPR sama sekali tidak dilibatkan menentukan batas besaran defisit tersebut. Padahal, persetujuan DPR atas APBN sebagai pemegang hak konstitusional budgeting merupakan cermin kedaulatan rakyat. Jika hak budegt dimutilasi, maka kedaulatan rakyat untuk menentukan APBN pun hilang. Hilangnya hak DPR untuk menentukan defisit, maka nilai maksimum defisit menjadi terbuka tanpa batas. Nilai belanja APBN yang hanya terpusat di tangan pemerintah pun akan ditetapkan nyaris tanpa kontrol. Sehingga, APBN dapat dialokasikan pada program-program pro pengusaha, pro oligarki, tidak prioritas, dan berpotensi moral hazard. Atas nama korona, stabilitas ekonomi dan keuangan, APBN yang sebagian besar ditutup dengan menambah beban utang rakyat, berpotensi diselewengkan dan dikorupsi. Selanjutnya, pada Pasal 12 ayat 2 UU Nomor 2/2020 dinyatakan, perubahan postur dan/atau rincian APBN dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres). Ini mempertegas niat buruk pemerintah menetapkan APBN secara tunggal, sekaligus menjadi alat menyingkirkan DPR ikut membahas APBN. Pemerintah telah bertindak inskonstitusional dan menghalalkan segala cara. Padahal pada Pasal 23 UUD 1945 disebutkan, kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. RAPBN harus diajukan Presiden untuk dibahas dan disetujui DPR. Dengan pembahasan, maka terjadi proses check and balances, dan APBN dapat pula dialokasikan sesuai prioritas. Ironisnya, DPR malah menyambut baik UU Korona yang telah melucuti haknya sendiri. Terlepas dari partisipasi DPR dan DPD dalam menetapkan budget, mungkin dapat mengurangi kecepatan mengambil keputusan. Konstitusi telah menjamin bahwa kedua lembaga itu memiliki hak untuk ikut membahas dan menetapkan APBN atau APBN-P setiap tahun. Kondisi memaksa yang dipakai melegalkan eliminasi hak DPR seperti diatur Pasal 2 dan Pasal 12 UU Nomor 2/2020 merupakan perbuatan illegal yang sarat dengan moral hazad. Menurut logika, tidak mungkin konstitusi dibuat sedemikian rupa, sehingga ketentuan di dalamnya conflicting satu sama lain. Bisa saling meniadakan hanya karena adanya satu sebab, seperti kegentingan yang memaksa pada Pasal 22 UUD 1945. Karena itu banyak kalangan telah menggugat UU Nomor 2/2020 ke Mahkamah Konstitusi, termasuk Komite Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK). Faktanya, dengan telah ditetapkannya Perppu Nomor 1/2020 menjadi UU Nomor 2/2020 pada 16 Mei 2020, maka pemerintah telah menerbitkan Perpres tentang Perubahan UU APBN 2020, yang selama ini dikenal sebagai undang-undang APBN-P sebanyak dua kali, yaitu Perpres Nomor 54/2020 pada tanggal 3 April 2020 dan Perpres Nomor 72/2020 pada 24 Juni 2020. Kedua Perpres diterbitkan sewenang-wenang oleh pemerintah dalam kurun waktu tidak sampai tiga bulan. Tanpa keterlibatan DPR. Dari kedua Perpres diperoleh biaya penanganan pendemi korona naik dari semula Rp. 405 triliun menjadi Rp. 695 triliun. Dana dukuangan bidang usaha Rp. 430 triliun lebih besar dibanding kesehatan dan jaring pengaman sosial yang hanya Rp. 291 triliun. Sedangkan defisit APBN, naik dari semula Rp 852 triliun (3,07%) jadi Rp 1.039 triliun (6,34%). Karena pandemi, maka penerimaan negara turun cukup besar dan belanja naik signifikan, sehingga defisit ditutup dengan utang Rp. 1.220 triliun. Dalam kondisi keuangan negara yang demikian memprihatinkan, yang mestinya dibahas seluruh lembaga terkait, keputusan justru diambil hanya oleh segelintir pejabat di pemerintah. Patut diduga sejumlah lembaga non pemerintah, pengusaha dan konglomerat ikut terlibat mempengaruhi Perpres guna mengamankan kepentingan pengusaha. DPR sengaja dilumpuhkan agar agenda oligarki yang diduga sarat moral hazard berlangsung dengan mulus. Jika dicermati lebih lanjut, beberapa skandal yang muncul belakangan ini dapat mengkonfirmasi kuatnya peran oligarki dan nuansa moral hazard dalam penyusunan Perpres Nomor 54/2020 atau Nomor 72/2020. Salah satu contoh adalah, Program Kartu Prakerja. Program yang semula mendapat alokasi anggaran berdasar Perpres Nomor 36/2020. Karena banyak protes publik dan temuan penyelewengan KPK, landasan hukum berubah jadi Perpres Nomor 76/2020. Padahal, menjadikan Perpres sebagai landasan legal tanpa adanya rujukan UU merupakan pelanggaran hukum serius. Terjadi rekayasa busuk. Uang yang seharusnya diberikan secara utuh kepada rakyat, sebagian malah diberikan tanpa lelang kepada delapan provider mitra penyedia pelatihan dengan anggaran Rp. 1.000.000 per orang untuk 5,6 juta orang. Empat di antara delapan provider tersebut adalah Perusahaan Modal Asing (PMA). Melalui Perpres Nomor 76/2020, pemerintah memaksakan agar sebagian anggaran program ini dapat dinikmati oleh mitra pelatihan yang sebagian berlatar belakang oligarki konglomerat. Artinya, program yang berkedok merakyat sebetulnya ditunggangi kepentingan oligarki pemburu rente. Padahal modul pelatihan dapat diakses cuma-cuma di internet atau lembaga milik pemerintah. Jika ada empati terhadap penderitaan rakyat yang terdampak pandemi dan temuan KPK diperhatikan, maka tanpa dituntut sekalipun program wajar dihentikan. Namun karena matinya empati, niat korupsi yang besar dan status kebal hukum bersarkan UU Nomor 2/2020, maka program ini tetap dilanjutkan. Kasus lain adalah tentang perubahan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Wewenang LPS ditingkatkan sepihak sesuai PP Nomor 33/2020 melebihi ketentuan dalam UU Nomor 4/2004 tentang LPS. Dengan begitu, LPS dapat dimanfaatkan untuk membail-out bank-bank atau perusahaan yang bermasalah sebelum datangnya korona. Pemanfaatan pasilitas LPS ini bakakan berjalan lancer, karena minimnya prosedur, syarat rujukan dan transparansi. Cara ini mirip megaskandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Negara harus menolong bank dan bisnis para pengusaha yang bermasalah melalui proses yang sarat moral hazard. Akibatnya, mewariskan beban utang besar pada rakyat yang tiada akhir. Berikutnya adalah pemanfaatan APBN untuk membantu pengusaha. Kebijakan ini melalui dana yang dialokasikan sebagai bantuan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) sebesar Rp. 123,46 triliun, sesuai PP Nomor 23/2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dana untuk UMKM sebesar Rp. 123,46 triliun itu telah diserahkan secara simbolis Rp. 1 triliun oleh Presiden Jokowi pada 23 Juli 2020 di Istana Negara. Hal yang dikhawatirkan adalah siapa dan bagaimana cara, syarat serta prosedur bantuan ini dijalankan? Kebijakan yang sangat minim pengawasan. Konsultasi dan pengawasan oleh DPR pasti tidak optimal. Sedangkan dasar kebijakan, peraturan operasional dan syarat pelaksanaan belum tersedia secara komprehensif, sangat berpotensi terjadi moral hazard. Sehingga, sebagian dana bantuan UMKM dapat berfungsi menjadi dana talangan untuk bank atau kredit macet, termasuk sektor properti dan kredit lainnya. Padahal kredit macet timbul bukan karena pandemi korona. Kredit sudah terjadi jauh sebelum korona datang. Kredir macet sebagai akibat dari pelanggaran terhadap aturan, ignorance, penyimpangan, kegiatan spekulatif. Besarnya dana talangan dapat membesar karena motif untuk keluar dari UMKM. Dalam PP Nomor 23/2020 disebutkan, bank peserta menyediakan dana penyangga likuiditas untuk bank pelaksana, yakni bank umum konvensional dan bank syariah. Selain itu, bank peserta dapat bertindak sebagai bank pelaksana, yang berfungsi merestrukturisasi kredit dan pembiayaan. Mekanisme seperti ini dapat dianggap sebagai pola talangan atau bailout bank atas nama bantuan UMKM. Bantuan yang seperti ini tidak mengacu pada persyaratan kondisi darurat, tetapi pada kondisi normal. Akibatnya, bank lebih leluasa mengeruk dana UMKM. Akhirnya, dana bantuan untuk UMKM dapat lebih banyak dinikmati pengusaha besar oligarkis dibanding kepada UMKM. Uraian di atas telah memperlihatkan bagaimana UU Nomor 2/2020 disusun untuk membuka jalan bagi penggunaan APBN yang pro oligarki. Yang bernuansa moral hazard. Praktek seperti ini sudah biasa dilakukan para pengusaha yang berpengalaman dalam berbagai kasus, terutama megaskandal BLBI. Para veteran perampok BLBI ini sangat berpengaruh. Mereka berhasil mengintervensi penguasa untuk menerbitkan Inpres Nomor 8/2002, tentang release and discharge. Dalam buku skandal BLBI tahun 2008, mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie menceritakan pengalaman pribadinya. Cerita tentang betapa kuatnya pengaruh para konglomerat bersama para menteri yang pro-oligarki membahas penyelesaian kasus BLBI pada November-Desember 2002. Ada seorang menteri yang mengatakan supaya jangan main-main dengan para pengusaha pengutang BLBI itu. Mereka para konglomerat yang sudah bermain di Hongkong dan Singapura, dengan jaringan yang luas. Jadi, mereka sudah merupakan perusahaan multinasional. Akhirnya, para konglomerat perampok BLBI memang mendapat status bebas pidana korupsi dari pemerintah yang pro pengusaha melalui Inpres Nomor 8/2002. Mereka ini sekarang tetap berkibar sebagai bagian dari oligarki kekuasaan. Bahkan tumbuh lebih besar dan menggurita. Saat ini, ikatan oligarki penguasa-pengusaha jauh lebih erat. Lebih menentukan kebijakan penguasa dibanding Era Megawati. Buktinya, karpet merah kebijakan dan peraturan bahkan sudah dipersiapkan sejak awal untuk memuluskan agenda para konglomerat. Jauh sebelum adanya program kebijakan sektor keuangan karena pendemi corona. Pada Era Jokowi yang mengusung UU Nomor 2/2020, segalanya mudah untuk oligarki, termasuk melumpuhkan DPR. Bahkan yang dilumpuhkan pun malah menerima dengan senang hati. Rakyat tak perlu buang waktu untuk heran. Mari bangkit untuk melawan. Penulis adalah Kordinator Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMKP)
Nadiem Anak Muda Yang Gagal Paham Pendidikan
by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Selasa (28/07). Ketika diangkat menjadi Mendikbud, banyak pihak yang menggelengkan kepala. Karena aneh, kok Jokowi begini cara memilih pembantunya. Keluar dari prinsip "the right man on the right job". Cara pandangnya terlalu pragmatik. Menteri yang mnengurus pendidikan, bidang pembangunan yang sangat vital dan strategis menyangkut masa depan sumberdaya bangsa diberikan kepada anak muda yang tidak memiliki reputasi di bidang pendidikan. Hanya mampu mengurus Ojek Online. Demikian juga saat mengangkat para Staf Khusus Presiden. Awalnya mungkin mau disebut hebat dengan memberi kepercayaan pada anak muda. Akan tetapi, lagi-lagi sandarannya sangat pragmatik. Prestasi dan kreasi diukur dengan ruang bisnis. Ruang guru pun dibisniskan. Akibatnya Belva Devara, sang Staf Khusus Presiden mundur. Uang negara berantakan alias "ambrol-ambrolan". Begitu juga dengan Staf Khusus Andi Taufan, CEO PT Amartha yang mundur juga akibat "main-main" fasilitas negara untuk perusahaannya sendiri. Nadiem diangkat dengan melecehkan begitu banyak Guru Besar yang dimiliki negeri ini. Melecehkan Ormas, serta para penggiat di bidang pendidikan. Dunia pendidikan dikelola dengan manajemen Ojek Online. Manejemen angkut barang dan orang dengan menggunakan sarana online. Manejemen yang bukan berorientasi kepada "character building" masa depan bangsa yang panjang. Pilihan mitra pun menjadi salah. Pendekatan bisnis lagi-lagi menjadi prioritas utama. Akibatnya, tata kelola dan manejemen pendirikan menjadi berantakan dan amburadul. Mundurnya Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), dan Persatuan Guru Repiblik Indonesia (PGRI) dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud adalah bukti batasan kualitas Nadiem. Dana sebesar Rp. 600 miliar tidak teralokasi dengan baik. Kacau balau dan berantakan. Disinyalir organisasi "abal-abal" yang dijadikan sebagai mitra POP. Nadiem memang tak mampu melihat dengan jernih dan strategis dalam menjalankan programnya. Ya akibat dari orientasi dan cara pandang Nadiem yang pendek itu. Seperti mengelola Ojek Online. Pilihan mencurigakan juga terindikasi dengan hibah POP dana sebesar Rp. 20 miliar kepada Yayasan milik pengusaha besar Sukamto Tanoto dan Putra Sampoerna. DPR akhirnya turut mempertanyakan. Bagi kedua Yayasan tersebut, nilai hibah itu tentu saja kecil. Akan tetapi publik pasti kecewa. Pertanyaannya, bagaimana yayasan sekelas Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation bisa diberi hibah oleh Nadiem? Hadiah dari uang rakyat lagi. Uang yang hanya pantas diberikan kepada lembaga atau yayasan yang benar-benar mengabdi bidang pendidikan. Bukan yayasan milik konglomet yang dipakai untuk tempat mencucu uang kotor milik perusahaan. Juga untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak kepada negara. Sebagaimana prediksi, Nadiem akan menjadi model dari menteri di cabinet Jokowi yang gagal. Anak muda yang dikarbit di tempat yang salah. Desakan mundur bisa terdengar. Meskipun tentu Nadiem bukan satu satunya menteri di cabinet Jokowi yang gagal. Hampir semua menteri Jokowi gagal. Bukankah Presiden pernah marah-marah atas kinerja para menterinya yang gagal itu? Periode ini tim Presiden memang buruk. Isu resuffle mulai berhembus meski tak jelas realisasinya kapan? Tapi siapapun yang menggantikan menteri yang diresuffle, sepanjang manajemen pengelolaan negara tidak profesional, hanya berorienrasi bisnis, proyek yang dijadikan bancakan, serta hukum yang dimain-mainkan, maka jangan harap ada perbaikan. Apalagi perbaikan itu signifikan. Fasenya sekarang adalah "decreasing" (menurun) dan "decaying" (membusuk). Nah, kita teringat ucapan Marcus Tullius Cicero, seorang orator, negarawan, filsuf, ahli politik dan hukum di Romawi "Ikan busuk itu mulai dari kepalanya". Cicero berpidato berapi-api tentang korupsi yang merajalela. Para pejabat yang merampas uang rakyat dan moralitas yang terpinggirkan. Ketika ditanya apa yang bisa dilakukan untuk memberantas korupsi. Dengan lantang tanpa rasa takut Cicero berkata, "potong kepalanya ". Maksudnya buang summber utama kebusukan ikannya. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
FPI Versus PKI
by Mangarahon Dongoran Jakarta FNN - Selasa (28 Juli 2020). Sejak Senin (27/7/2020), viral sekelompok orang yang mencoba membakar foto Imam Besar Front Pembela Islam (IB FPI), Dr. Habib Rizieq Shihab. Para pendemo yang jumlahnya ratusan orang itu dipimpin oleh Boedi Djarot. Pakaian berwarna merah mendominasi para pendemo. Tuntutan mereka para pendemo adalah menolak khilafah dan menolak Habib Rizieq kembali ke Indonesia dari pengasingannya di Tanah Suci Mekkah. Penolakan terhadap khilafah dan penyebutan kadrun atau kadal gurun adalah kalimat-kalimat yang sering dikeluarkan oleh penganut paham komunis. Ketua PKI Diva Nusantara Aidit sering menggunakan kata kadrul ini untuk menyerang kelompok Islam yang menolak PKI Menjelang meletusnya peristiwa G30S/PKI tahun 1965, PKI dan antek-anteknya sangat benci umat Islam. PKI sangat membenci terhadap ulama dan pesantren. Berapa banyak ulama atau kiai, terutama kiai NU yang dibunuh PKI. Berapa banyak pesantren yang dibakar, dan santrinya yang dibunuh oleh PKI. Para pendemo yang membawa poster bergambar Imam Besar Dr. Habib Rizieq Shihab. Sambil melakukan orasi, sebagian pendemo menginjak-injak foto Dr. Habib Rezieq Shihab. Melemparinya dengan tomat. Caci-makian pun terus keluar dari mulut para pendemo. Boedi Djarot menyebutnya manusia sampah. Dan jika pulang ke Indonesia "kita tolak rame-rame." Kalimat provokatif tersebut kemudian disambut pendemo dengan melempari poster yang diletakkan di atas aspal dengan tomat ke poster yang berisi gambar Dr. Habib Rizieq Shihab itu. Ada suara yang terdengar mengucapkan bakar. Kata bakar itu ditujukan ke poster yang bergambar Dr. Habib Rizieq Shihab tersebut. Beberapa orang jongkok dan merunduk untuk menyalaķan korek api. Mencoba membakar pinggir poster Akan tetapi, korek api yang sudah menyala, ternyata tidak bisa membakar pinggiran poster yang bahannya sangat mudah terbakar itu. Padahal, puntung rokok saja diletakkan di atasnya, pasti terbakar dan bolong. Apalagi sudah disiramin dengan minyak. Nah, karena upaya membakar hanya dengan korek api dari pinggir poster itu tidak mempan, para pendemo kemudian muncul seseorang membawa jerigen kecil berisi minyak bensin atau minyak yang mudah memantik api menyala. Lelaki tersebut pun kemudian menyiramkan minyak ke atas poster. Setelah itu korek api dinyalakan dan disundutkan ke arah poster yang sudah disiram minyak itu (bisa bensin atau minyak tanah). Api pun menyala di bagian yang disiram bensin itu. Akan tetapi, api hanya menyala sebentar. Hanya mengeringkan minyak yang disiramkan. Karena apinya padam hanya mengeringkan bensin, pendemo terlihat kesal dan marah. Tak mempan dengan api, mereka akhirnya merobek-robek poster tersebut. Tidak jelas, apakah aksi Boedi Djarot dan kawan-kawannya sebagai balas dendam atas pembakaran bendera PDIP dan bendera PKI beberapa waktu lalu. Saat aksi demo penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang juga terjadi di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat bendera PDIP dan bendera PKI dibakar. Sayangnya, saat aksi penolakan RUU HIP, Boedi Djarot dan kawan-kawan tidak muncul. Padahal, mereka mengaku paling Pancasilais. Tidak jelas juga, apakah aksi demo Boedi Djarot dan kawan-kawan itu masih ada kaitan dengan peringatan persitiwa 27 Juli 1996 atau dikenal dengan peristiwa "Kudatuli." Yaitu, pada saat terjadi pertumpahan darah di gedung PDIP dan sekitarnya, yang memakan banyak korban tewas dan hilang. Belum yang luka-luka dan sejumlah kendaraan bermotor dibakar dan dirusak massa. Bahkan, pos polisi lalu lintas yang berada di seberang bioskop Megaria tak luput dari amukan masa. Yang pasti, tindakan yang dilakukan Boedi Djarot dan kawan-kawannya itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Aparat kepolisian harus bertindak tegas. Sama dengan tindakan tegas terhadap pembakar bendera PDIP (meski yang ini kabarnya disusupi). Jika tidak ada penegakan hukum, saya khawatir inilah awal perang saudara di negeri Pancasila tercinta itu. Sebab, saya percaya aksi ini akan dibalas lagi oleh pendukung Dr. Habib Rizieq Shihab dengan berdemo dan membakar dan menginjak-injak foto seseorang yang didukung Boedi Djarot. Menghina Ulama Itu Cara PKI Pernyataan tegas telah dikeluarkan Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis. Ia menyebutkan, menghina ulama, habaib, kiai dan ustaz adalah cara-cara PKI. Umat Islam harus siap mengjadapinya. "Kita siap perang. Perang bisa dimulai," kata Sobri Lubis ketika dihubungi FNN.co.id. Jika aparat keamanan, terutama polisi tidak bertindak tegas terhadap Boedi Djarot dan kawan-kawan, saya khawatir ulah mereka akan dibalas secara fisik oleh para pengagum Dr. Habib Rizieq Shihab, khususnya umat Islam dan yang sangat mencintai NKRI dan Pancasila. Buktinya, malam hari setelah peristiwa meninjak-injak dan membakar foto Dr. Habib Rizieq Shihab, sekelompok massa sudah mendatangi kediaman Boedi Djarot. Hanya saja, ia sudah kabur duluan. Kabarnya, ia kabur ke sebuah Vila milik Ketua Umum PDIP Megawati, di daerah Megamendung, Kabupaten Bogor, Jabar. Selasa (28 Juli 2020), beredar lagi video yang mengabarkan vila itu mendapatkan pengamanan yang ekstra ketat. Pengamanan di Villa milik Migawati di Megamendung pun ditingkatkan. Karena umat Islam di sekitar Villa tidak suka dengan kehadiran Boedi Djarot (jika benar berlindung di sini). Apalagi, umat Islam di Kecamatan Megamendung cukup mencintai Habaib, dan menghormati Dr. Habib Rizieq Shihab yang membangun pesantren yang terkenal dengan nama Markaz Syariah di daerah sejuk itu. Pesantrennya ini cukup terkenal. Apalagi ruangan tempat zikir Dr. Habib Rizieq Shihab sempat "disinggahi" peluru tajam, yang hingga sekarang tidak jelas pelakunya. Tidak jelaas karena laporan ke polisi tidak ditindaklanjuti. Dr. Habib RIzieq Shihab sendiri lolos dari usaha pembunuhan itu. Oh ya kembali ke pembakaran poster berisi gambar Habieb Rizieq yang tidak mempan, saya jadi teringat peristiwa 4 November 2016, saat demo terhadap si penista agama Islam, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Peristiwa yang dikenal dengan 411 itu memanas dan aparat kepolisian menembakkan gas air mata di beberapa sudut jalan di sekitar Istana Kepresidenan. Peristiwa semakin memanas justru saat menjelang Maghrib, saat Habib Rizieq dari mobil komando sudah meminta peserta aksi kembali dengan tertib. Permintaan itu tidak lama setelah Kapolri Jenderal Tito Karnivan meminta agar tidak ada lagi tembakan gas air mata. Di atas mobil komando, selain Dr. Habib Rizieq Shihab, ada beberapa ulama. Ada juga Menko Polhukam Wiranto, Menteri Agama. Wiranto dan Menteri Agama buru-buru lari ke arah Istana, meski masih sempat merasakan sedikit gas air mata. Di tengah desingan peluru gas air mata, Dr. Habib Rizieq Shihab tetap bertahan di atas mobil komando yang sudah penuh dengan gas air mata. Sedangkan ustaz Arifin Ilham dan beberapa orang lainnya terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan, karena sesak nafas akibat menghirup gas air mata. Alhamdulillah, Habib Rizieq tidak apa-apa. Ketika kembali ke markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, Dr. Habib Rizieq Shihab tetap merendah di hadapan pengagumnya. "Alhamdulillah, itu semua atas pertolongan Allah," ucapnya.** Penulis adalah Wartawan FNN.co.id
Babi Naik Pohon Membawa Anaknya
by M Rizal Fadillah Kini banyak para pemimpin yang tak peduli agamanya dirusak. Kedaulatan negaranya diinjak injak. Harta rakyatnya dirampok. Aset-aset bangsanya dikuasai dan dikuras habis. Maka pemimpin seperti ini adalah "dayus" atau babi yang planga plongo dan masa bodo. Begitu juga pemimpin yang makan dari barang kotor-kotor, baik itu komisi atau rente. Keluar dan masuk got dan gorong-gorong. Berkubang di air yang kotor. Jakarta FNN – Ahad (26/07). Merenung membaca share di beberapa WA grup. Gambar hewan babi yang menaiki pohon dengan menggendong anaknya. Komentar tulisan yang menyertai beragam. Lucu-lucu dan menarik. Ada yang berkomentar "dasar babi, disuruh turun malah bawa anak". Ada juga yang mdenulis "dasaar goblook, disuruh turun malah bawa anak". Persamaannya pada kalimat "suruh turun" dan "bawa anak". Namanya meme atau karikatur. Tentu saja multi interpretasi. Mengapa harus babi yang menjadi contoh? Padahal babi bukan hewan yang biasa memanjat pohon. Disinilah mungkin uniknya itu. Berbeda dengan monyet. Babi pun tak pernah bawa anak. Apalagi sampai memanjat. Nampaknya ini sindiran tajam untuk "unright job" dan ketidakmampuan anak, sehingga harus dibawa-bawa oleh ayahnya. Karenanya seruan disana adalah untuk turun, agar tidak berada di ruang yang bukan habitatnya. Sebab babi itu hewan yang memakan kotorannya sendiri. Senang berkubang di lumpur yang kotor. Jules Winfield tokoh dalam film "Pulp Fiction" berkata ketika ditanya mengapa tidak makan babi? Dijawab oleh Jules Winfield, "saya tidak makan mahluk yang tak mengerti kotoran mereka sendiri". Salah satu sifat babi adalah kepedulian rendah. Juga tak ada rasa cemburu. Babi jantan yang tak peduli dengan pasangan betinanya "dipakai" babi jantan yang lain. Satu babi betina biasa berhubungan sex dengan banyak babi jantan di satu ruang dan waktu yang sama. Dalam kaitan manusia, watak untuk memakan barang haram. Keburukan yang menjadi makanan sehari hari. Tidak ada rasa peduli atau malu. Selain itu keserakahan untuk menguasai dapat dimisalkan sebagai watak babi. Tak peduli anak dan istri "bergaul bebas". Tak ada rasa cemburu sama sekali. Ayam jantan akan berkelahi sampai mati "memperebutkan" dan "menjaga" ayam betinanya. Namun tabiat itu tidak berlaku untuk babi. Dalam agama, watak masa bodoh babi itu disamakan dengan apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW sebagai "dayus", seperti hadits dari Ammar bin Yasir, "tiga golongan yang tidak memasuki surga yaitu dayus, wanita yang menyerupai laki-laki, dan peminum arak". Rosulullah menerangkan arti "dayus" yaitu "orang yang tidak peduli siapa yang masuk (bersama anak dan istrinya)". HR Thabrani. Kini banyak para pemimpin yang tak peduli agamanya dirusak. Kedaulatan negaranya diinjak injak. Harta rakyatnya dirampok. Aset-aset bangsanya dikuasai dan dikuras habis. Maka pemimpin seperti ini adalah "dayus" atau babi yang planga plongo dan masa bodo. Begitu juga pemimpin yang makan dari barang kotor-kotor, baik itu komisi atau rente. Keluar dan masuk got dan gorong-gorong. Berkubang di air yang kotor. Susahnya mereka itu selalu ingin naik terus. Padahal tak mampunyai kemampuan untuk itu. Angan-angan tinggi, namun penuh dengan kebohongan, dari satu kebohongan ke kebohongan yang lain. Cirinya, ketika ditegur tak mau mendengar. Pokoknya naik terus, sambil membawa, mendorong dan menggendong anak, istri dan kerabatnya. Nepotisme lagi. Karenanya sindiran bagus bagi siapapun yang terkena "sindroma babi". Yang naik ke atas pohon dengan menggendong anak babi. Msekipun diumpat dengan keras "dasar babi, disuruh turun malah membawa anak". Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.