OPINI
1 Juni 1945 Hari Lahir “Trisila Dan Ekasila”
by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Rabu (02/09). Klaim hari lahir Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945 masih alot diperdebatkan. Meskipun sudah distempel dengan Keputusan Presiden (Kepres). Masyarakat boleh saja menggungat keabsahan Kepres tentang penetapan Pancasila 1 Juni 1945 ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Biarkan PTUN yang menguji keasahan Kepresnya. Pandangan bahwa hari lahir Pancasila adalah 18 Agustus 1945 jauh lebih kuat. Baik itu alasan hukum maupun politiknya. Tanggal 1 Juni 1945 hanya sekedar pidato Soekarno dan tokoh-tokoh bangsa lainnya pada Sidang BPUPKI semata. Pidoto yang tanpa kesepakatan apapun tentang Pancasila. Yang disepakati justru Pancasila "Piagam Jakarta" 22 Juni 1945 atau finalnya Pancasila 18 Agustus 1945 tersebut. Jika tanggal 1 Juni 945 disebut sebagai hari lahir Pancasila, maka dokumen otentik ini dapat menegaskan dan membuktikan bahwa 1 Juni1945 adalah hari lahir Trisila. Juga kelahiran Ekasila. Hal ini karena, baik Pancasila rumusan 1 Juni 1945 dan rumusan sila-sila Trisila lahirnya pada menit yang sama. Begitu juga dengan Ekasila. Lahirnya di tanggal yang sama. Kepres Nomor 24 Tahun 2016 tersebut sejatinya bukan menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Tetapi hari lahir “Trisila dan Ekasila”. Disinilah kita melihat kekacauan dan bahaya ketatanegaraan. Makanya kalau ada kelompok masyarakat yang menggunggat Kepres Nomor 24 Tahun 2016 ini ke PTUN untuk dibatalkan, maka itu sah-sah saja. Trisila adalah sila yang berbau Komunis, atau sekurang-kurangnya Sosialis. Trisila yang berarti "tiga sila" diambil Soekarno dari filosofi kenegaraan Republik Rakyat Tiongkok, yaitu San Min Chu I karya Dr. Sun Yat Sen. Min Tsu (Nasionalisme), Min Chuan (Demokrasi), dan Min Sheng (Sosialisme). Dengan menjadikan sila ketiga "Ketuhanan", maka sosialisme ditempelkan pada kedua sila lainnya yaitu Sosio-Nasionalisme dan Sosio-Demokrasi. Trisila adalah konsepsi negara sosialis yang berpotensial untuk menuju Komunis. Faham Komunis inilah yang ditentang, bahkan dilawan habis-habisan oleh masyarakat, khususnya umat Islam. Tidak bakal ada kompromi. Akar ideologi pengaruh Sun Yat Sen ini diakui sendiri oleh Soekarno sendiri yang mengatakan, "yakinlah bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat sehormat-hormatnya, merasa berterimakasih kepada Dr. Sun Yat Sen sampai ke liang kubur". Tanggal 1 Juni 1945 adalah juga hari lahir Ekasila karena "perasan" Soekarno terakhir adalah "Gotong Royong". Inilah yang dimaknai dengan "Communalism" atau mungkin juga "Communism". Kebersamaan tanpa adanya kejelasan batas. Dapat saja "sama rata sama rasa" (the same taste). Dalam pidatonya, Soekarno menyatakan, "gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjoangan bantu membantu bersama, amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua, ho lopis kuntul baris, buat kepentingan bersam. Itulah gotong royong". Mengingat Pancasila tanggal 1 Juni 1945 saat itu masih terus dibahas dan digodog, maka Pancasila mutlak belum lahir. Berbeda dengan Trisila dan Ekasila yang tidak berlanjut ke pembahasan. Artinya final. Maka keluarlah dan lahirlah. Jadinya tanggal 1 Juni 1945 adalah hari kelahiran Trisila dan Ekasila. Bukan kelahiran Pancasila. Pemerintah harus mencabut Kepres 24 tahun 2016 tentang hari lahir Pancasila. Kepres ini telah membodohi rakyat. Tidak bermakna bagi kepentingan rakyat secara keseluruhan. Hanya memihak pada kelompok atau partai tertentu saja. Kepres ini kemudiannya telah menjadi landasan bagi penyesatan ideologi Pancasila yang sebenarnya. Pancasila tanggal 1 Juni 1945 adalah Pancasila yang invalid. Proses yang belum tuntas. Jika terus diperjuangkan maka menjadi "makar ideologi". Catat dan ingat itu. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Tempo Telanjangi Buzzer dan Influencer Istana
by Jusman Dalle Jakarta FNN – Rabu 02/09). Tempo kembali Bikin heboh! Sorotan terhadap buzzer dan influencer berlanjut. Kali ini, bahkan diangkat khusus sebagai cover story. Jadi headline majalah Tempo edisi 31 Agustus-6 September 2020. Dalam investigasi terbarunya, Tempo menguliti pasukan buzzer dan influencer yang dipekerjakan pemerintah. Tempo juga memuat pengakuan salah satu koordinator buzzer yang bergerak menyiapkan suplai konten tulisan. Orksetra pendengung. Demikian judul yang tertulis di sampul Majalah Tempo. Diantara beberapa angle berita yang diangkat Tempo yaitu : *Kakak Sepupu Jokowi, Andi Wibowo disebut memimpin salah satu tim media sosial. **Tim media sosial itu, menyusun narasi untuk menggaungkan satu isu di jagat maya. ***Beberapa isu titipan digaungkan untuk mendapatkan dukungan publik. Pepih Nugraha, jadi narasumber kunci dalam liputan terbaru Tempo tersebut. Pepih banyak bercerita tentang aktivitas tim media sosial pemerintah yang dipimpin oleh Andi Wibowo. Sepupu Jokowi. Pepih juga mengisahkan pertemuannya dengan Andi Wibowo, hingga bagaimana ia direkrut dan bergabung dengan tim tersebut. “Pepih mengaku mendapat bayaran menjadi anggota tim media sosial Jokowi. Sebagian digunakan untuk membayar sejumlah penulis” tulis Majalah Tempo dalam salah satu paragrafnya. Di paragraf lain, Tempo melanjutkan “Pepih mengatakan penulis yang dia himpun dan menggunakan akun anonim inilah yang berfungsi menjadi Buzzer atau pendengung”. Pepih nugraha merupakan sosok yang sudah familiar di kalangan penulis. Khususnya blogger. Pepih adalah jurnalis senior Kompas yang mendirikan platform blogging Kompasiana. Lantas, berapa bayaran menjadi buzzer atau influencer istana? Pepih, menurut laporan Tempo tersebut, tidak menyebutkan jumlahnya. Namun menurut hasil penelitian yang dikutip Tempo dari Oxford University, seorang buzzer atau influencer di Indonesia bisa mendapatkan bayaran dari Rp. 1 juta hingga Rp. 50 juta rupiah. Bahkan bisa lebih. Pengakuan selebritas Ardhito Pramono yang dibayar Rp. 10 juta untuk satu unggahan, sedikit membuka tabir besaran tarif seorang influencer dan buzzer di Indonesia. Ardhito, sempat jadi jadi sorotan. Ketika penyanyi muda itu mengunggah propaganda RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Belakangan, Ardhito mengklarifikasi dan mengaku unggahan itu merupakan pesanan. “Saya merasa ditipu”, kilah Ardhito dikutip dari Tempo. Dunia buzzer atau influencer sebetulnya bukan barang baru. Dunia ini diperkenalkan oleh pakar strategi pemasaran, Jay Conard Levinson pada tahun 1984. Lahir dari dunia bisnis. Tepatnya sebagai strategi gerilya pemasaran (guirella marketing). Belakangan, strategi menggunakan buzzer dan influencer diadopsi ke dunia politik. Maka muncullah buzzer dan influencer politik. Mulai populer di Indonesia sejak Pilkada DKI tahun 2012 lalu. Penting untuk memilah buzzer bisnis dan buzzer politik. Pasalnya, stigma buzzer politik kadung kotor. Akibat perilaku aktor-aktornya dan dalangnya. Sementara buzzer dan influencer untuk bisnis, adalah lumrah. Lahir secara otentik tanpa misi manipulatif. Pertanyaan berikutnya, mengapa pemerintah pakai buzzer dan influencer? Padahal mereka punya sumber daya komunikasi yang melimpah. Strukturnya berjenjang. Dari pusat hingga daerah. Apakah resources itu tidak cukup? Ada lima alasan di balik pengerahan buzzer politik oleh pemerintah. Pertama, pemeerintah tidak percaya diri atau merasa inferior terhadap kebijakan publik yang diputuskan. Kedua, pemerintah yakin jika mereka menerapkan kebijakan yang salah. Tidak populis. Menuai penolakan dari masyarakat. Sehingga harus berlindung di balik tangan pihak ketiga. Para influencer yang dianggap punya pengaruh, lalu dikerahkan. Diplot khusus untuk mengkondisikan opini melalui bermacam-macam propaganda. Solah-olah dukungan murni dari masyarakat. Padahal, diseminasi informasi itu sudah dimanipulasi sedemkian rupa. Ketiga, kuasa uang. Menganggap semua bisa dibeli. Uang kini bukan sekadar untuk beli suara dalam pemilu seperti yang diulas pakar politik Burhanudin Muhtadi dalam bukunya. Uang, juga sudah jadi senjata untuk menggiring dan membentuk opini. Uang, dipakai membeli dan memborong pencitraan di tengah ledakan informasi yang semakin buram dan tidak jelas. Uang membuat yang otentik dan yang manipulatif semakin sulit dibedakan. Keempat, karena produk politik yang ditawarkan memang tidak laku. Daya saing dan mutunya rendah, dan amatiran. Bisa juga kelas odong-odong, kaleng-kaleng dan beleng-beleng. Produk politiknya adalah sosok ide-idenya politisi kacangan, yang menggambarkan kebijakan politik dari pemerintah. Kelima, ini alasan yang agak rasional. Menggunakan buzzer dan influencer lebih efektif dan efisien daripada menggunakan media maisntream. Bandingkan dengan beriklan di TV misalnya. Video berdurasi 10 detik harus dibayar ratusan juta hingga miliaran rupiah. tergantung frekuensi penayangan. Itu juga belum tentu bisa mempengaruhi audiens. Namun dengan modal di bawah 100 juta, seorang politisi atau satu institusi pemerintah dapat memperoleh publisitas luas dan terukur dari seorang buzzer dan influencer. Makanya saat membaca laporan ICW bahwa pemerintah mengeluarkan Rp. 90 miliar untuk publisitas digital melalui influencer dan buzzer, saya malah berpikir, itu kok murah banget?. Apalagi budget Rp. 90 miliar tersebut dikeluarkan sejak tahun 2014. Lalu kenapa kita marah? Kenapa publik antipati ketika pemerintah pakai buzzer dan influencer? Meski cost Rp. 90 miliar itu terbilang murah untuk sebuah program komunikasi selama enam tahun. Kemarahan dan sinisme publik, bukan soal besaran APBN yang dikeluarkan. Tteapi akibat dari perilaku dan ulah para buzzer tersebut. Propaganda mereka memecah belah masyarakat. Manipulasi informasi dan penggiringan opini yang dilakukan, berakibat buruk bagi kepentingan bangsa. Bayangkan, pelemahan KPK diglorifikasi sebagai penguatan sistem presidensial. Eksploitasi pekerja oleh korporasi dan perusakan lingkungan digiring seolah menciptakan lapangan kerja. Dasar, argumentasi berakal pendek, picisan dan kacangan. Maka buzzer politik ini lebih mirip pasukan perang yang mencari musuh, ketimbang menjalankan fungsi humas yang mestinya menjadi diplomat. Komunikator di garis depan, seharusnya bersikap ramah kepada audiens. Saya mau memberikan saran kepada para buzzer politik itu. Jika tujuannya untuk berkomunikasi dengan masyarakat, maka ubahlah pola komunikasi yang diterapkan. Gunakan pendekatan public relation. Pakai formula humanis. Berbicara sebagai humas pemerintah dengan narasi afirmatif. Esensi dan filosofi platform digital ini, hadir sebagai saluran komunikasi untuk mengirim informasi jernih. Informasi Tanpa distorsi. Jangan dibolak-balik. Kecuali memang plotnya sudah dipesan pengguna jasa. Bertujuan membangun atmosfer peperangan. Ya, itu pilihan. Yang pasti, kita sama-sama tahu. Banyak bisnis yang bergulir jika terjadi perang. Misalnya, di balik perang melawan terorisme di Timur Tengah, ada agenda perburuan minyak dan bisnis logistik perang. Termasuk bisnis senjata oleh korporasi global. Di balik konflik sektarian pengusiran Rohingnya di Myanmar, ada aktor perusahaan minyak multinasional China (CNPC) yang berburu minyak di Rakhine. Maka dalam perang-perangan ala buzzer dan influencer binaan pemerintah, tentu juga ada agenda yang diemban. Ada pihak-pihak yang diuntungkan. Setidak-tidaknya, jadi ajang panen bagi bisnis buzzer. Maka jangan kebakaran jenggot, jika sepak terjang anda, para buzzer disoroti. Bahkan dikuliti hingga ke jeroan. Seperti investigasi majalah Tempo. Hal itu bagian dari upaya keterbukaan informasi publik. Pertangunggjawaban penggunaan pajak rakyat. APBN yang dipakai membayai aktivitas buzzer. Setiap rupiah APBN harus dipertanggunjawabkan secara konstitusional. Karena anda berperang dan melontarkan peluru komunikasi ke publik pakai APBN. Maka rakyat pasti selalu monitor. Bahkan melawan lebih ganas jika diusik Pahami itu. Penulis adalah Direktur Eksekutif Tali Foundation & Praktisi Ekonomi Digital.
Sinovac Diragukan, Indonesia Malah Terjepit Masuknya Corona D614G
by Mochamad Toha Jakarta FNN - Rabu (01/9). Masih seputar Virus Corona Kode D614G yang beberapa waktu lalu di Filipina dan Malaysia melaporkan temuan virus Corona yang telah bermutasi menjadi 10 kali lebih ganas. Virus ini dikhawatirkan akan masuk ke Indonesia. Dan kekhawatiran ini benar adanya usai Universitas Airlangga mengaku menemukan mutasi ini di beberapa kota besar Indonesia. Bahkan Unair menyebut mutasi serupa juga ditemukan di Surabaya, meskipun data ini masih perlu diteliti lebih jauh. “Indonesia, kalau lihat di Jatim dan Jawa Barat, Indonesia masih sangat terbatas datanya. Masih 21 virus yang sudah disubmit,” ungkap Ahli Biomolekuler Unair, dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih, seperti dilansir Kumparan.com, Jum’at (Aug 28, 2020). “Dan mutasinya ditemukan sekitar 8 datanya di Indonesia, di Jabar dan Jatim, dan ditemukan juga di Surabaya mutasi ini,” lanjut Nyoman dalam webinar internasional bertajuk “Ending Pandemics COVID-19: Effort and Challenge”, Jumat (28/8/2020). Menurut Nyoman, mutasi virus ini sebenarnya sudah ditemukan di Eropa sejak Februari 2020. Dan sejak itulah virus SARS-CoV-2 dengan tipe mutasi D614G menjadi yang paling dominan ditemukan di berbagai sampel usap global. Mutasi ini, terletak pada bagian dalam protein yang membentuk spike virus yang berfungsi untuk menembus masuk ke dalam sel tubuh manusia. Mutasi ini akan mengubah asam amino pada posisi 614, dari D (asam aspartat) menjadi G (glisin), sehingga diberi label D614G. “Jadi kami belum tahu mekanismenya persis. Tapi peningkatan mutasinya meluas,” ujar Nyoman, merujuk pada mekanisme penularan dan “cara kerja” baru virus hasil mutasi ini. “Kalian bisa lihat mutasi aslinya di Eropa, banyak mutasi varian virus ini dari Eropa.” Untuk memahaminya, diperlukan penelitian menyeluruh atas semua karakter virus. Namun saat ini Indonesia masih melakukan analisis awal, seperti Unair yang sudah menyerahkan sekitar 6 karakter virus. “Unair sudah submit 6 karakter virus, dua diantaranya karakternya terkait dengan virus di Eropa, dan keduanya termasuk D164G,” ujar Nyoman. “Tapi menariknya salah satu nomor virus ini menarik, karena enggak cuma ada mutasi D164G (di Surabaya).” Karakter Corona Mengapa mutasinya begitu cepat? Perlu diketahui, sifat dasar antibodi, bakteri/virus/hewan, tanaman, dan manusia itu, kalau disakiti, pasti akan melawan, karena untuk mempertahankan keberadaan dirinya. Maka sudah barang tentu, mereka akan melawan semaksimal yang bisa mereka lakukan atau menyerah. Pada saat tersakiti dengan des infektan atau apapun sejenisnya, mereka yang tidak mati (tentu sebagian mati,sebagian hidup) itu membiakkan diri beratus-ratus atau beribu-ribu kali lipat, dibanding kalau tidak disakiti. Padahal konsep yang ada saat ini, corona harus dibunuh dengan antivirus atau antiseptik/des infektan. Naluri virus, yang tidak mati, akan menggandakan diri sebanyak-banyaknya agar eksistensi mereka tetap ada di muka bumi ini. Mereka sebenarnya tidak ingin menyakiti, tetapi setiap ketemu media baru, tangan manusia, itu media asing yang menakutkan bagi mereka, sehingga mereka meriplikasi diri berkali lipat. Pada saat mereka mampu bertahan hidup, tentu saja mereka sudah menjadi lebih kuat, sudah mengenali semua zat yang membunuhnya atau sudah merubah asesoris tubuhnya, sehingga bisa difahami kalau akhirnya sekarang diketahui sudah ada 500 jenis virus corona. Sehingga, menjadi wajar, kalau corona yang tersebar itu: jumlahnya jauh lebih banyak; telah mengalami mutasi genetik; dan lebih kuat. Masalahnya, “siapa yang mempercayainya konsep itu”? Andaikan penglihatan dan pendengaran kita ini dibukakan hijab-nya oleh Allah SWT, bisa berkomunikasi dengan virus itu, bisa memahami sifat mereka, tidak tega menyemprotkan cairan des infektan kepada mereka. Mereka juga menderita. Mereka takut mati, seperti halnya manusia. Bagaimana gemuruhnya di kalangan mereka ketika itu datang. Serupa dengan hebohnya di kalangan manusia sendiri. Tapi sayangnya, siapa yang mempercayai ungkapan ini? Padahal, Covid-19 sudah menelan korban tenaga medis seperti dokter. Setidaknya sudah 100 dokter meninggal dunia sejak wabah Corona melanda Indonesia. Ketua Umum PB IDI dr Daeng M Faqih membenarkan kabar tersebut. “Iya dari laporan terakhir tadi malam yang kami terima sudah mencapai 100 orang (dokter yang meninggal),” bebernya melalui pesan singkat kepada Detikcom, Senin (31/8/2020). Dr. Daeng menyebut data tersebut diterima PB IDI pada Minggu malam (30/8/2020). Kasus Corona di Indonesia pun terus meningkat hingga tembus 3 ribu kasus perhari. Hingga saat ini total sudah ada 172.053 kasus. DKI Jakarta pada Minggu (30/8/2020) melaporkan kasus sebanyak 1.094 kasus. Sebelumnya, Indonesia juga mencatat rekor penambahan kasus harian selama tiga hari berturut-turut. Sabtu (29/8/2020): 3.308 kasus baru dari 28.905 pemeriksaan spesimen yang telah dilakukan. Jumat (28/8/2020): 3.003 kasus baru dari 33.082 pemeriksaan spesimen. Kamis (27/8/2020): 2.719 kasus baru dari 29.663 pemeriksaan spesimen yang dilakukan. Sementara itu Menteri BUMN Erick Thohir sibuk menghitung “untung” jika Sinovac sudah masuk ke Indonesia. Erick menyampaikan, harga vaksin Covid-19 untuk satu orang sekitar 25-30 dolar AS atau Rp 366.500 - Rp 439.800 (kurs Rp 14.660 per dolar AS). “Harga vaksin ini untuk satu orang dua kali suntik kurang lebih harganya 25 sampai 30 dolar AS, tapi ini Bio Farma lagi menghitung ulang,” ujar Menteri Erick dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Kamis pekan lalu. Sementara untuk harga bahan baku vaksin COVID-19, ia mengemukakan sekitar 8 dolar AS pada 2020. Pada 2021 harganya turun menjadi 6-7 dolar AS. “Jadi ada penurunan harga bahan baku pada 2021. Kita memang menginginkan bahan baku supaya kita bisa belajar memproduksi vaksin jadi, tidak hanya terima vaksin yang sudah jadi," ucapnya, dikutip Antara. Agar tidak menambah beban APBN, Erick mengusulkan melakukan vaksin ke masyarakat dengan dua pendekatan, yakni menggunakan APBN berdasarkan data BPJS Kesehatan dan vaksin mandiri. “Vaksin mandiri tidak lain ingin memastikan tidak membebani keuangan negara secara jangka menengah dan panjang,” ucapnya. Dalam kesempatan itu, Erick yang juga Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPEN) mengatakan bahwa Covid-19 masuk dalam kategori pintar. “Catatan buat pimpinan Komisi VI dan anggota, memang virus COVID-19 termasuk kategori virus pintar, masuk kategori flu, vaksin bukan untuk selamanya, 6 bulan sampai 2 tahun kekuatannya. Karena itu kita berharap ada temuan lanjutan agar kita terjaga,” paparnya. Erick memperkirakan pelaksanaan protokol Covid-19 akan berjalan dalam waktu yang lama. Menurutnya, pihaknya meminta kepada seluruh BUMN untuk mulai mengkaji persiapan kinerja bisnis, diperlukan medium strategi dengan kondisi seperti saat ini. Jika menyimak mutasi Covid-19 D614G di atas, apakah belanja vaksin Sinovac masih efektif dan tetap mau dilakukan? Sebab, varian baru ini, bisa terjadi pada orang yang terkena tidak bergejala, tiba-tiba diketahui sudah pada stadium lanjut. Bisa diketahui, kondisi paru-parunya sudah dipenuhi cairan, dan akhirnya saturasi oksigen sudah rendah, dan sulit tertolong. Sebenarnya dengan varian ini, otomatis vaksin yang kini sedang uji klinis, tidak ada gunanya. Karena ada cairan yang banyak di paru-paru ini, maka kadar oksigen yang bisa diserap oleh paru-paru menjadi sangat sedikit/terbatas. Bisa dibayangkan, jika lendir itu tidak keluar, dan ada di dalam tenggorongkan. Sehingga, menyebabkan saluran nafas buntu. Masih tetap mau menggunakan vaksin Sinovac? Mengutip dr. Tifauzia Tyassuma, pihak Sinovac menjual vaksin curah itu ke Biofarma. Harga berapa itu vaksin literan belum jelas. Biofarma masukin botol dan dikardusin, terus dijual Rp 72,000 per dosis. Sampai di tempat Erick dijual Rp 440,000. Modalnya Rp 72 ribu x 273 juta x 2 dosis = Rp 39 Triliun. Omzetnya Rp 440 ribu x 273 juta x 2 dosis = Rp 240 Triliun. Kata Erick, untuk menekan cash flow pemerintah, maka rakyat harus beli secara mandiri. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.CO.ID.
PDIP Gelisah Adanya KAMI
by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Senin (31/08). Sekurangnya tiga tokoh PDIP berkomentar nyinyir menggapi keberadaan Koalisi Aksi Manyelamatkan Indonesia (KAMI). Adian Napitupulu bagai kebakaran bulu hidung. Adian lalu berkicau soal KAMI yang katanya menggalang kekuatan pasca deklarasi Solo. Demikian juga dengan tokoh yang baru lompat ke PDIP Kapitra Ampera, yang mencak-mencak bahwa KAMI makar. Disebutnya KAMI berbahaya dengan mengutip butir ke-delapan Maklumat KAMI. Kapitra seperti awam dan seperti bukan Sarjana Hukum menyatakan makar atas narasi butir delapan. "Menuntut Presiden untuk bertanggungjawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD, dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia". Dua hal yang jelas bukan makar dari butir ini, pertama bahwa menuntut Presiden bertanggungjawab atas sumpah dan janji jabata ini sah-sah saja. Tidak melabrak Konstitusi. Bahkan mendorong kewajjban konstitusional seorang Presiden untuk merealisasikan Pasal 9 UUD 1945. Kedua, bahwa mendesak MPR, DPR, DPD dan Makmahah Kontitusi (MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya. Ini merupakan desakan yang bagus sekali. Desakan anak bangsa yang mengingatkan para penyelenggara negara untuk bekerja sesuai sumpah dan janjinya. Lembaga-lembaga negara tersebut sudah semestinya berjalan optimal sesuai dengan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya. Lalu apa yang salah dari narasi Maklumat itu ? Tidak ada !. Dimana makarnya ? Tidak ada juga. Hanya inferioritas dan ketakutanlah yang menciptakan pandangan negatif atas butir Maklumat tersebut. Dasar pemikiran Kapitra Ampera dapat dikategorikan "obscuur libel" jika dalam sebuah gugatan. Tokoh puncak PDIP yang gamang dan gelisah adalah Megawati Soekarnoputri. Pidatonya menyinggung KAMI soal banyak yang ingin menjadi Presiden. Entah tudingannya tertuju pada siapa? Tidakl jelas jelas. Namun yang jelas banyak. Nah seorang politisi kawakan yang berpandangan "childish" seperti ini, jelas sangatlah memalukan. Terkurung wawasan tentang perbedaan pendapat. Jikapun benar, jika dan hanya jika, maka keinginan menjadi Presiden itu sah-sah saja. Keinginan yang dilarang atau diharmkan oleh konstitusi negara kita. Seorang sekelas Giring saja telah mendeklarasikan diri sebagai Capres untuk tahun 2024. Tak peduli banyak yang menertawakan. Apakah nyinyirannya bu Mega itu karena didasarkan takut anaknya tersaingi dalam Pilpres? Yah kalau itu wajar PDIP meradang. Menyeret isu makar segala pada KAMI. Padahal PDIP lupa bahwa platform perjuangan yang menginginkan Pancasila 1 Juni 1945 mempengaruhi dan menjiwai para penyelenggara negara itu bukan makar ? Berjuang untuk mewujudkan Pancasila 1 Juni 1945 adalah makar yang nyata. Apalagi dengan semangat Trisila dan Ekasila serta Ketuhanan yang berkebudayaan. Pancasila 1 Juni 1945 adalah bagian dari semangat kudeta terhadap konsesus Pancasila 18 Agustus 1945. Para petinggi PDIP tak perlu tunjuk-tunjuk hidung orang lainlah. Aapalagi untuk suatu pekerjaan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Rakyat sudah sangat faham akan kebobrokan rezim yang di "back up" sepenuhnya oleh "the rulling party". Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
KAMI Itu Beroposisi Terhadap Ketidakadilan Penguasa
by Anton Permana Jakarta FNN – Senin (31/08). Maklumat yang dikeluarkan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tidak lebih dari sebuah bentuk kegelisahan. Resah atas fenomena yang menimpa negara hari ini. Fenomena ketidakadilan yang berdampak kerusakan kehidupan bernegara. Tapi sayangnya, maklumat tersebut tidak pernah dijawab atau dibantah sesuai dengan muatan konten masalah dan argumentasi. Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Mirip prilaku dan tindakan negara komunis Mao. Menyerang pribadi para deklarator secara membabi buta. "Apabila kamu tidak bisa mematahkan argumentasi lawanmu, maka seranglah pribadinya". (Mao Tse Tung). Untung saja kelakuan para buzzer dan influencer bayaran ini untuk menggembosi gerakan KAMI tidak berpengaruh terhadap masyarakat. Toh buktinya, sejak dideklarasikan tanggal 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, gerakan KAMI ini disambut berbagai daerah bagaikan gelombang tsunami tak terbendung. Sampai saat ini, setidaknya KAMI sudah dideklarasikan belasan provinsi. Saya yakin September ini insya Allah akan genap di 34 provinsi. Ini menunjukan, kemunculan kami bagaikan 'pucuk dicinta, ulampun tiba'. Ketika trias politika mati di negeri ini, KAMI hadir sebagai arus alternatif untuk melakukan koreksi terhadap rezim yang setiap hari semakin membawa kerusakan di segala lini. Wajar kelompok tertentu pendukung rezim panas dingin dengan kehadiran KAMI. Karena kalau dilihat secara arah gerakan, baik komposisi maupun personality -nya memiliki banyak keunggulan dan keunikan yang tidak bisa dianggap remeh, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pertama. KAMI adalah gerakan moral dengan nuansa kebangsaan. Dimana secara otomatis narasi radikal, intolerans, tidak bisa disematkan kepada gerakan KAMI. Sebagaimana selama ini rezim membungkam kelompok Islam. Kedua. Secara komposisi personal individu, para deklarator KAMI adalah para tokoh nasional yang mempunyai cadangan 'deposit moral' yang sangat kaya. Para tokoh nasional yang punya kredibilitas dan berpengaruh di masyarakat bawah. Sehingga upaya "blamming game" dari para buzzer rupiah murahan untuk mendegradasi ketokohan para deklarator KAMI tidak signifikan. Ketiga. Ada perimbangan keterwakilan yang apik bagaikan formulasi indah kebangsaan dari anatomi para deklarator KAMI ini. Ada dari kalangan militer dengan sosok Pak Gatot Nurmantio bersama rekan-rekannya. Ada sosok lintas agama dengan sosok Prof Din Syamsudin dari Muhammadiyah. Prof Rahmad Wahab dari NU Khittoh, Habieb Muchsin Al Athos dari Syuro FPI, KH Zainudin Rosmin dari PA 212, Bapak Bahtiar Chamsyah dari Parmusi, MS Ka'ban bersama Dr Ahmad Yani dari Masyumi Reborn. Belum lagi tokoh kharismatik KPK Bapak Dr Abdullah Hemahua, aktifis KAPPI dan HMI semasa remajanya. Begitu juga untuk kalangan non muslim ada Koh Lius, Dr Antony Budiman, dan Prof Philips bersama rekan. Tidak hanya dari kalangan keagamaan, hadir juga dari kalangan akademisi seperti Prof Hafiz, Prof Laode Kamaludin, serta para intelektual Refly Harun dan Rocky Gerung. Para pakar ekonomi Ichsanoedin Noersy, aktifis senior legendaris Bang Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Keempat. Di dalam barisan nama para deklarator KAMI, ada beberapa nama yang sebelumnya adalah bahagian dari pemerintahan. Yang tentu saja, akan banyak tahu tentang sistem pemerintahan serta jeroannya rezim hari ini apa saja. Para mantan pejabat yang secara pengetahuan dan jam terbang pemerintahannya tidak diragukan lagi seperti Dr Said Didu. Itu baru nama-nama yang muncul. Di belakang nama-nama besar tersebut tentu lengkap dengan gerbongnya masing-masing. Belum lagi para tokoh dan pejabat aktif sekalipun yang diam-diam turut memberikan dukungan dengan gerakan KAMI ini. Kelima. Momentum kehadiran KAMI sangat tepat. Ketika negara mengalami konstraksi dan titik jenuh pasca disahkannya UU Corona, UU KPK, UU Minerba, dan hiruk pikuk RUU HIP/BPIP dan RUU Omnibus Law. Karena, boleh dikatakan, matinya fungsi DPR RI sebagai alat kontrol, pengawasan dan budgetting alias tersanderanya Parpol oleh kekuasaan oligharki. negara ini seakan-akan berjalan tanpa navigasi dan semakin zig-zag menuju otoritenisme absolute. Dan ini sangat berbahaya kalau terus dibiarkan. Karena bisa memicu konflik besar yang berujung kepada disintegrasi bangsa. Negara bisa hancur lebur. Tak akan rela mayoritas rakyat Indonesia falsafah Pancasila diganti menjadi Ekasila dan Trisila yang notabenenya akan menggeser negara Indonesia menjadi berhaluan komunis. Sebenarnya masih sangat banyak lagi yang mau disebutkan, dimana intinya adalah kombinasi para deklarator KAMI bagaikan “The Avengers”-nya Indonesia hari ini. Untuk menentang para "penjahat negara" yang menjadi proxy kekuatan elit global asing-aseng untuk menjarah Indonesia. Sehingga lahirlah ketidakadilan dimana-mana. Semua dikuasai oleh segitiga oligharki (Politisi-Cukong-Pejabat). Selanjutnya. Keunggulan KAMI lainnya adalah memahami masalah secara dalam. Data-datanya faktual tidak terbantahkan. Sesuai dengan kenyataan bangsa kita hari ini yang kalau dibiarkan akan semakin sekarat. Kesimpulannya, KAMI tidak akan lahir kalau negara hari ini baik-baik saja. KAMI tidak akan mendapatkan sambutan luar biasa dari lapisan rakyat kalau apa yang diperjuangkan KAMI tidak selaras dengan kondisi bangsa hari ini. Seharusnya, kalau rezim mempunyai hati yang lurus, maka semestinya mereka tidak arogan dan justru berterimakasih kepada KAMI. Karena telah mau melakukan koreksi untuk mengingatkan bahwasanya negara sedang darurat. Sudah salah di jalan yang salah urus. Kalau bersih tak usah risih. Kalau merasa benar tak usah klepar-klepar. Kalau merasa baik, tak usah paranoid dan panik. Dari semua itu, artinya adalah KAMI beroposisi terhadap ketidakadilan hasil ulah para oknum yang telah merusak negeri ini secara sistematis. KAMI itu beroposisi terhadap setiap kebijakan yang membawa kerusakan dan kerugian negara. Kerugian yang diambil dan diputuskan oleh para penyelenggara negara. Saat ini, kerusakan ekonomi sudah parah sehingga kondisi rakyat semakin sulit. Ketimpangan penegakan hukum sungguh nyata sehingga banyak masyarakat yang teraniaya. Penyimpangan pemerintahan dan ideologi semakin menjadi sehingga negara lari jauh dari amanat konstitusi. Perampokan terhadap sumber kekayaan alam begitu jelas, sehingga negara terlilit hutang dan BUMN sebagai unit ekonomi negara terancam bangkrut. Kemiskinan dan kesulitan hidup rakyat semakin tinggi. Lapangan kerja semakin sulit. Sedangkan biaya hidup semakin naik. Semua kerusakan dan penyimpangan itu KAMI paparkan secara seksama dengan berbagai fakta bukti akurat. Tujuannya apa? Agar negara ini tidak semakin terpuruk dan bersegera melakukan pembenahan serta perbaikan. Tapi apa yang terjadi? KAMI diserang dengan berbagai bentuk caci maki, fitnah, dan komentar destruktif lainnya. Mulai dari buzzer sampai kalangan elit pemuja rezim. Tentu saja, kejadian arus balik ini semakin memperjelas "positioning" antara KAMI dengan para oknum yang berkuasa hari ini. Mereka yang lagi berkuasa dan merasa dirinya adalah sama dengan negara. Yang akhirnya terbentuk adalah pertarungan antara haq melawan kebatilan. Untuk memperjuangkan yang haq inilah, KAMI tidak akan tinggal diam dan membiarkan negeri ini dirampok dan dijarah. KAMI adalah gerakan moral. Dimana moral inilah yang sudah "defisit" dari implementasi bernegara kita hari ini. Makanya sambutan rakyat terhadap KAMI tak terbendung dari Sabang sampai Merauke. Bagaimana ujungnya? Biar waktu yang menjawabnya. Yang jelas KAMI sedang menunaikan hak dan kewajibannya. Hak sebagai warga negara menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi pasal 28 UUD 1945. Serta kewajiban bela negara sesuai dengan pasal 30 UUD 1945. Apapun caci-maki para pendengki dan para penjahat negara terhadap KAMI. Insya Allah KAMI akan terus bergerak bersama ke seluruh rakyat Indonesia untuk menyelamatkan Indonesia. Salam Indonesia Jaya ! Penulis adalah Pemerhati Militer, Politik dan Sosial Budaya.
Ma'ruf Digoyang, Ma'ruf Juga Melawan
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Senin (31/08). Beberapa hari lalu Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S. Pane konferensi pers. Menyinggung kantor Wakil Presiden (Wapres) agar dibersihkan dari orang-orangnya Jusuf Kalla Para pendukung Ma'ruf merasa tak nyaman, katanya. Orang-orang Jusuf Kalla dianggap menjadi penghambat interaksi keluarga dan para relawan dengan Wapres Ma’ruf. Aneh! Sangat ganjil! Sulit diterima akal sehat! Orang-orang Jusuf Kalla masih kuasi kantor Wapres? Mereka menghambat para pendukung Ma'ruf masuk ke kantor Wapres? Lalu, apa kepentingan Jusuf Kalla menguasai kantor Wapres? Menjadi tidak aneh jika ungkapan Ma'ruf Amin dan para relawan yang disampaikan Neta S. Pane dipahami sebagai manuver. Bukan ditujukan kepada orang-orangnya Jusuf Kalla sebagai sasaran tembaknya. Tapi kepada Jokowi. Menyoal orang-orang Jusuf Kalla di kantor wapres hanya sebagai prolog. Tuntutan dan sasaran utamanya adalah Jokowi. Maka, dalam konferensi pers, disinggung soal reshuffle kabinet dan posisi komisaris di BUMN. Apa targetnya? Memberi peran Ma'ruf sebagai wakil presiden secara proporsional. Terutama dalam menyusun kabinet dan penempatan orang-orang sebagai komisaris di BUMN. Publik tahu, posisi Wapres selama ini hanya sebagai pelengkap konstitusi. Nyaris tak ada peran signifikan. Bahkan media pun tidak memberi ruang yang proporsional. Bagaikan burung di sangkar emas, kata Neta. Bandingkan ketika Jusuf Kalla yang jadi wapres. Nyaris seperti masa Orde Baru. Wapres hanya sebagai syarat konstitusional tanpa signifikansi peran. Hanya sesekali muncul di berita. Semua media didominasi berita tentang presiden. Presiden gendong cucu saja viral. Apalagi presiden marah-marah dan lempar bingkisan. Wajar jika wapres dan para relawannya protes. Kenapa baru sekarang? Boleh jadi pertama, ada tekanan terhadap Wapres akhir-akhir ini. Maksudnya, Wapres sedang digoyang. Kemungkinan kedua, posisi presiden mulai melemah ketika dihadapkan pada ancaman krisis ekonomi. Disini, Ma'ruf punya peluang bergaining. Bahkan bisa lebih dari itu. Krisis ekonomi jadi pintu masuk. APBN mengalami defisit. Diperkirakan hingga 6,72 persen dari PDB. Sekitar 1.028,6 triliun. Pertumbuhan ekonomi minus -5,32 persen. PLN rugi Rp. 38,87 triliun. Pertamina rugi Rp. 11,13 triliun. Harga minyak dunia turun, tapi dijual dengan harga normal ke rakyat kok bisa rugi? Tanya Ahok bro. Pertamina mengalami rugi Rp. 11,13 triliun, mungkin gara-gara ngitungnya sambil merem. Nasib BUMN yang lain? Cari saja sendiri datanya! Terlalu panjang kalau ditulis di sini. Yang pasti, sejumlah BUMN telah dijaminkan untuk pinjaman infrastruktur. Ngeri-ngeri sedap barang itu. Di sisi lain, gelombang protes rakyat mulai menyebar dan semakin masif. Muncul sejumlah kelompok oposisi. Diantaranya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dideklarasikan oleh ratusan tokoh berpengaruh dari berbagai elemen bangsa. Juga lahirnya "Anak NKRI" tak bisa dipandang sebelah mata. Gerakan 212 yang dikomandoi Habib Rizieq Shihab (HRS), Persatuan Alumni 212 dan GNPF Ulama juga masih terus eksis. Protes Ma'ruf dan para relawannya adalah cara bergaining yang boleh jadi efektif, tetapi tetap saja berisiko. Efektif, jika kondisi ekonomi makin memburuk. Apalagi upaya pemerintah mendesak Bank Indonesia melakukan burden sharing (cetak uang) nampaknya belum ada tanda-tanda berhasil. Sekarang kas negara kabarnya sedang bermasalah. Cari pinjaman luar negeri di masa pandemi juga tak mudah. Hampir punya semua negara punya masalah ekonomi yang sama. Hampir semua ekonom di luar pemerintah memprediksi ekonomi bakal collaps. Manuver Ma'ruf Amin tetap saja berisiko. Aapalagi jika Presiden Jokowi nantinya berhasil mengatasi kompleksitas masalah bangsa, terutama ekonomi. Maka posisi Ma'ruf bisa makin kehilangan peran. Bakal tambah kecewa lagi para pendukung Wapres. Bagaimanapun, terjun di dunia politik harus berani ambil risiko. Dari pada hanya sebagai pelengkap konstitusi. Pilihan untuk melawan jauh lebih rasional dan elegan. Rasional, karena Wapres mesti punya peran. Elegan, peran ini akan ditulis sebagai referensi sejarah bangsa Indonesia. Buat apa jadi Wapres kalau kelak ditulis oleh sejarah sebagai Wapres terlemah karena hanya sebagai pelengkap konstitusi tanpa peran berarti. Mundur atau melawan itu lebih terhormat. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Membedah Dan Memetik Buah Amandemen UUD 1945 (Bagian-1)
by Mayjen TNI (Purn) Prijanto Jakarta FNN – Senin (31/08). Pembatasan, untuk membedakan dan memudahkan dalam artikel berseri ini, maka hasil amandemen UUD 1945 kita sebut dengan UUD 2002. Baca juga Undang Undang Dasar 1945 yang diamandemen 10 Agustus 2002) tidak identik dengan Undang Undang Dasar 1945 konsensus 18 Agustus 1945. (Google). Lima kesepakatan dasar yang disusun Panitia Ad Hoc 1 MPR RI dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 oleh MPR RI pada 1999-2002, (Prof. Dr. Maria Farida Indrati, 18/8/2020, Webinar GKI-Panji Masyarakat) adalah 1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945. 2. Tetap mempertahankan NKRI. 3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial. 4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal. 5. Perubahan dilakukan dengan cara adendum. Mengapa lima kesepakatan dasar di atas ditempatkan di awal artikel ? Pertama, kesepakatan tersebut penting, ketika kita bicara seputar amandemen UUD 1945. Kedua, prinsip negara konstitusi, darul ahdi, darul mitzaq, negara kesepakatan, dimana orang wajib patuh dan tunduk apa yang telah diputus atau disepakati. (Prof. Jimly Assiddiqie, 23/8/2020, WhatsApp). Untuk membedah dan bagaimana rasa buah amandemen, Veteran Komisi Konstitusi MPR RI dan generasi muda turun gunung pada Webinar peringatan Hari Konstitusi, 18/8/2020. Webiner tersebut diselenggarakan oleh Gerakan Kebangkitan Indonesia bersama Panji Masyarakat. Apa kata mereka ? Prof. Dr. Tjipta Lesamana, Guru Besar Ilmu Komunikasi, Sekretaris Tim Penyusun Laporan Akhir Komisi Konstitusi MPR RI mengtakan, implementasi gabungan demokrasi politik dengan demokrasi ekonomi telah dijabarkan sangat jelas dalam UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (1), (2) dan (3). “Setelah amandemen, adanya ayat (4) Pasal 33 UUD 2002, dinilai sangatlah kontroversial karena bernafaskan asas liberal dan kapitalis, kata Prof. Tjipta. Demokrasi ekonomi yang dicita-citakan telah dibunuh sistem kapitalisme liberal sejak reformasi. Jurang antara kaya dan miskin di Indonesia terus melebar. Menurut Bank Dunia sebagian besar penduduk hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Namun, orang yang super kayapun semakin banyak. Selama masih ada ayat (4) Pasal 33 UUD 2002, omong kosong Indonesia bisa adil makmur yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perubahan UUD 1945, nyaris membawa Indonesia ke arah sistem oligarki. Kekuasaan politik di pemerintahan dan parlemen, secara efektif dipegang oleh kelompok kecil elit politik. Khusus implementasi ayat (4) Pasal 33 UUD 2002, juga ikut merusak sebagian dari tantanan hukum, tantanan pendidikan, kebudayaan dan pergaulan sosial. Ditambah tidak adanya penjelasan, membuat pasal-pasal dalam UUD 2002, sangat multi interpretatif. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH, MH, Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan, Anggota Komisi Konstitusi MPR RI, Hakim Konstitusi MK 2008-2018 menyoroti hilangnya marwah MPR sesudah perubahan UUD 1945. Perubahan UUD 1945 memang tidak tabu. Namun disayangkan, perubahan tidak dimulai dari pasal yang awal sampai pasal yang terakhir, sehingga secara “Sistematika Kelembagaan” telah menimbulkan kerancuan dalam rumusan dan implementasinya. Walau tidak terucap oleh Prof. Maria, namun kesepakatan dasar yang disusun PAH 1 MPR RI dalam perubahan UUD 1945 ada dimakalahnya. Kita tahu, perubahan UUD 1945 tidak dengan cara adendum. Artinya, ada ketidakpatuhan dalam perubahan UUD 1945 terhadap hal yang sudah disepakati. Eksistensi MPR RI secara kuantitas, sebelum perubahan memiliki tiga fungsi. Namun setelah perubahan, memiliki lima fungsi. Secara kualitas, fungsi MPR sebelum perubahan lebih bagus atau bergengsi, yaitu menetapkan Undang-Undang Dasar, membuat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 3 dan Pasal 6 ayat 2 UUD 1945). Setelah perubahan, setiap lima tahun sekali hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden, yang sifatnya seremonial. Sedang empat fungsi lainnya jika perlu saja. Pertanyaan kritisnya, dengan tidak adanya Tap MPR, siapakah yang menetapkan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia ? Sebab, KPU hanya menetapkan pasangan Capres dan Cawapres pemenang Pemilu. Membingungkan bukan ? MPR bukan lagi pelasana kedaulatan rakyat, walaupun pelaksana kedaulatan tersebut kemudian dimandatkan kepada Presiden terpilih. MPR tidak sehebat sebelum perubahan, maka tidak heran banyak pihak menganggap yang berlaku saat ini bukan UUD 1945, kata Prof. Maria diplomatis. Dr. Laode Ida, Tokoh Muda Gerakan Reformasi, Anggota Komisi Konstitusi MPR RI menambahkan, semangat mudanya untuk membawa negara lebih baik. Dengan cara menuntut perubahan konstitusi. Mengubah pemilihan Presiden dari dipilih sekelompok orang, menjadi dipilih rakyat langsung. Begitu juga halnya pemilihan Kepala Daerah, untuk menghindari pemilihan lewat DPRD yang rawan dibayari oleh para pemilik modal. Di masa reformasi, Dr. Laode menjabat di DPD dan Ombudsmen RI. Banyak peristiwa di Indonesia yang dibacanya. Pilpres dan Pilkada secara langsung, telah megubah wajah demokrasi Indonesia. Celakanya, pemilik modal ternyata memiliki kemampuan membeli suara rakyat Indonesia. Suka tidak suka, demokrasi ala Indonesia saat ini telah membuat kerusakan yang sangat masif, kata Laode Ida. Persoalan lain, seperti disampaikan Prof. Tjipta , adanya ayat (4) Pasal 33 UUD 2002. Persoalan sumber kekayaan alam yang seharusnya dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, nyaris dikuasai asing. Bagaimana mungkin satu orang bisa menguasai sejuta hektare lahan. Ada hal yang sensitif dan merisaukan, yaitu hilangnya syarat Presiden orang Indonesia asli dalam UUD 2002. Pada tingkat tertentu, ketentuan ini digugat oleh orang-orang daerah, tatkala ada atas nama pemerintah pusat dan kebijakan nasional, terkait dengan penguasaan dan pengelolaan sumber kekayaan alam oleh asing. Siapakah sesungguhnya yang berdaulat? Apa kita harus membangunkan bapak pendiri negara yang sudah wafat dan tanya apa yang dimaksud “orang Indonesia asli”? Secara sosio-antropologis, orang Indonesia asli itu mereka yang secara turun menurun di Indonesia, menempati suatu ruang, pulau, tempat dan sejarah etnik ada di situ. Di luar terminologi itu, bukan orang Indonesia asli, kata Dr. Laode Ida. “Apabila kita ingin mengembalikan ruh konstitusi, persoalan format kedaulatan rakyat dalam Pilpres dan Pilkada, ayat (4) Pasal 33 UUD 2002 dan syarat Presiden orang Indonesia asli, itulah yang perlu didiskusikan”, tutur Dr. Laode Ida tokoh yang dulu menuntut perubahan konstitusi itu menutup pendapatnya. Bagaimana pendapat Generasi Muda dan tokoh lainnya dalam Webinar? Silakan baca “Membedah dan Memetik Buah Amandemen UUD 1945 ( Bagian-2) Generasi Muda Turun Gunung”. Lebih melengkapi, ditinjau dari perspektif lain. Semoga bermanfaat, amin. (bersambung). Penulis adalah Aster KASAD 2006-2007 & Rumah Kebangkitan Indonesia.
Rocky Gerung de Plato
by Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta FNN – Senin (31/08). Rocky Gerung (Roger) telah memberi ceramah sepuluh menit yang menakjubkan dalam rapat perdana Majelis Deklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) di Pendopo milik Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, beberapa hari lalu. Pertama, Roger mengatakan bahwa untuk bersekutu dengan KAMI dia harus naik ke Gunung Pancar. Roger merobek bajunya serta menuliskan KAMI pada robekan itu. Setelah Roger lalu menancapkan pada sebuah pohon di puncak gunung. Kedua, dari Gunung Pancar itu dia melihat sebuah Pendopo yang angkuh. Yang suatu saat nanti, akan dia lumpuhkan keangkuhan pendopo itu. Hanya berselang beberapa waktu ternyata dia berpidato di pendopo tersebut (acara KAMI). Ketiga, Roger mengatakan bahwa di puncak Gunung Pancar itu, dia memikirkan dua hal, yakni a) Rolling Stone. Sebuah batu besar yang berguling dari puncak gunung itu mungkin akan berakibat pada dua hal, yakni a. 1) batu besar itu tidak menyisakan bekas apapun pada bagian luarnya. Bahkan bekas lumut sekalipun. a. 2) Namun batu besar yang berguling itu dapat membuat batu-batu di sekitarnya ikut berguling bergelinding ke bawah sehingga membuat perubahan struktur gunung itu. Pikiran lainnya, b) Roger menemukan kekeringan pada desa-desa di Gunung Pancar. Karena sumber air disedot oleh properti-properti mewah milik orang kaya di kaki Gunung Pancar. Petani dikorbankan oleh situasi itu. Roger memukau KAMI dalam pidato singkatnya. Karena Roger dapat menjelaskan kerangka perjuangan KAMI dengan dialektika yang baik. Roger menjelaskan arah perjuangan KAMI adalah menjadikan orang-orang miskin di puncak Gunung Pancar harus lebih mulia daripada orang-orang kaya raya di bawah gunung itu, di Sentul. Roger menjelaskan strategi perubahan harus melihat tanda-tanda alam dan melihat bergulirnya bebatuan. KAMI sebagai "batu besar" harus mampu menggerakkan bebatuan lainnya bergulir dan merubah struktur pegunungan (perubahan sosial besar). Roger adalah bapak filsuf Indonesia. Seperti Plato, Roger mengalami transformasi dari "pure reason" menjadi juga "empiricism". Pembahasan Roger terhadapa segala hal, sebagaimana Plato muda, harus mengutamakan akal sehat. Jika tidak bisa dicerna akal sehat, maka apa yang bisa didiskusikan? Namun, perenungan Roger dari gunung ke gunung, seperti juga Himalaya beberapa tahun lalu, membawa Roger percaya pada kekuatan alam semesta. Dalam "pure reason", Roger juga sering menyelipkan kata-kata tentang hukum alam dan kekuatan alam. Dari sinilah Roger berinterseksi dengan kalangan agama yang menempatkan kekuatan "beyond ratio" pada Tuhan Yang Maha Esa. Ruang interaksi itu membuat perubahan besar Roger muda dengan Roger saat ini, dimana dirinya banyak berinteraksi dengan para agamawan, khususnya kalangan ulama. Pengamatan atau observasi Roger atas nasib petani yang kekurangan air, membawa Roger dari filsup "prepositional knowledge" ke arah sosiolog. Tesa, Anti Tesa dan Sintesa tidak lagi terjadi karena (ala hegelian) perbenturan idea, namun Roger menemukan jawaban dari observasi (pengamatan). Fakta dan tafsir atas fakta menjadi penting dalam bagian hidup Roger. Fakta dan tafsir atas fakta pada kehidupan Plato telah pula merubah Plato, yang awalnya percaya demokrasi menjadi ragu terhadap demokrasi. Kematian gurunya, Socrates, dihukum mati, di era demokrasi Yunani, membawa Plato terguncang. Roger sepanjang hidupnya adalah pejuang demokrasi. Di masa otokrasi Orde Baru, Roger telah ikut mendirikan Fordem (Forum Demokrasi), yang melawan Suharto. Forum Demokrasi sangat terkenal didirikan antara lain oleh Gus Dur, Marsilam Simanjuntak, Rahman Toleng. Dua nama terakhir adalah bagian guru politik Roger. Namun, Roger melihat sepanjang dua puluh tahun belakangan ini, demokrasi telah ditunggangi dan dikangkangi pemilik modal dan kaum oligarki lainnya. Oligarki yang membuat antara lain, petani-petani kehilangan air karena disedot properti mewah orang-orang kaya. Dua puluh tahun, atas nama demokrasi, perampokan sumber daya alam kita terjadi dan tidak menyisakan bagian orang-orang miskin. Bisa jadi jalan demokrasi bagi Roger sedang dicurigainya, sebagaimana yang terjadi pada Plato, yang akhirnya menolak demokarasi. Namun, tampaknya Roger masih menyimpan demokrasi sebagai yang terbaik. Penutup Debat Roger dengan seorang pejabat negara dari Kementerian Kominfo , yang juga Guru Besar Universitas Airlangga, dua hari lalu di sebuah stasiun TV swasta, telah diikuti dengan hujatan sang Guru Besar bahwa Roger memberi dua manfaat di Indonesia katanya. 1) Roger telah menyatukan mereka yang dinilai kelompok intolerant. 2) Roger membantu Guru Besar tersebut memperbanyak follower tweeter-nya. Penjelasan saya di atas sebelumnya, telah menjelaskan bahwa Roger adalah pewaris pikiran kaum liberal. Pikiran yang di jaman Belanda dan Kemerdekan, disebut orang-orang Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun, paska kematian Dr. Syahrir dan kematian Rahman Toleng, gurunya, transformasi telah terjadi pada Roger. Roger telah mengasah dirinya menjadi kekuatan pencerah bagi bangsa dan perjalanan cita-cita bangsa. Istilah intoleran, misalnya, dalam pandangan kekinian Roger bukanlah sekedar pembelahan sosiologis. Namun intolerant bagi Roger adalah kritikan kepada orang-orang kaya supermewah di kaki Gunung Pancar. Mereka yang telah merampok air dari orang-orang petani miskin di wilayah atasnya. Kelompok intoleran bagi Roger bukan lagi mayoritas Islam yang ingin menegakkan Kalimat Tauhid. Namun adalah segelintir orang yang menguasasi 80% kekayaan bangsa kita. Mereka yang menjadikan orang-orang miskin menjadi pengemis di negerinya sendiri. Professor atau bukan, buat Roger adalah soal kecil. Sebagaimana ejekan guru besar itu padanya. Bagi Roger, guru besar jika otaknya kecil, akan tidak bermakna apa-apa. Tidak ada manfaatnya, termasuk untuk snag guru besar. Dalam sejarah "Genocide" pada jutaan orang-orang Jahudi di Jerman di masa Hitler adalah karena hampir semua guru besar terlibat mendukung kebijakan Hitler. Sebagai seorang filsup, kekuatan Roger adalah di "otak besar" yang melampaui batas-batas epistemologi dan methodologi. Sebab epistemologi dan methodologi seringkali menjerat kaum cendikiawan pada tanggung jawab kemanusiannya. Sebagai filsup, Roger telah menjadi candu bagi anak-anak milenial dan emak emak untuk kembali belajar filsafat (sebuah ilmu yang rumit dan membosankan). Kemampuan Roger mencerahkan manusia dengan akal sehat dan mudah dipahami, membuat Roger mampu menghimpun banyak pebgikut, "No Rocky, No Party". Guru Besar Airlangga itu kagum kepada Roger, karena bisa menambah jumlah followers setelah debat dengan Roger. Dalam masa tranformasi dunia saat ini karena pandemi (digitalisasi total kehidupan, deglobalisasi, dan social justice) peranan filsup sangat dibutuhkan, disamping ulama-ulama dan tokoh-tokoh agama. Mudah-mudahan Roger akan sebesar atau lebih besar dari Plato nantinya. “Bravo Roger” Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle.
Zeng Wei Jian Menulis Begitu Karena Dia Tidak Punya Moral
by Asyari Usman Jakarta FNN - Senin (31/08). Penulis angin-anginan, Zeng Wei Jian (ZWJ), kembali membuat ulah. Dia menyimpulkan bahwa di dunia ini tidak ada gerakan moral. Karena itu, dia membuat judul tulisan “Tidak Ada Gerakan Moral”. Tanpa dia jelaskan pun, semua orang paham. Zeng dirobotkan untuk melancarkan “serangan ilmiah” terhadap kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk menggambarkan bahwa KAMI adalah gerekan politik. Kita semua mengertilah posisi ZWJ. Pengeluarannya sangat besar. Dia butuh dukungan ‘immoral’ yang besar pula. Agar dia bisa menulis dengan tenang tentang ‘moral’. Jadi, ‘outgoing’ yang besar itu memerlukan ‘incoming’ yang besar. Ini hanya bisa didapatkan Zeng dengan cara ‘intelectual prostitution’. Harus melacurkan intelektualitasnya. Celakanya, Zeng melakukan pelacuran itu terlalu vulgar. Dia lepaskan semua pakaian kecendekiaanya sampai ke titik bugil. Semua terlihat. Termasuk ‘intelectual disorder’ dia ikut terpapar. Rupanya, ‘tubuh’ pikiran penulis yang hidup dalam ketergantungan ini, tidaklah semulus yang dibayangkan oleh para pelanggan yang biasa menggunakan jasa pelacuran intelektual Zeng. Dia mendadani sendiri ‘tubuh’ pikirannya tanpa berkaca lagi untuk memastikan apakah alat-alat make-up yang dia pakai sudah cocok. Zeng kemudian keluar berlenggang-lenggok menjajakan ‘intelectual disorder’-nya yang berbungkus kutipan-kutipan filosofis yang subjektif dan disesuaikan dengan keinginan pemesan. Tapi, ketika dia menulis “Tidak Ada Gerakan Moral”, terbuka jelas bahwa ZWJ adalah pribadi yang mirip dengan terminologi ‘orang tanpa gejala’ (OTG) dalam urusan Covid-19. Artinya, ketika Zeng mengatakan tidak ada gerakan moral, dia sebetulnya sedang mengidap penyakit kehilangan moral. Dia tidak sadar bahwa dia sudah tak punya moral lagi. Sama dengan OTG Covid-19. Orang itu tidak tahu kalau di dalam dirinya ada virus Corona. Zeng tidak menyadari ‘immoral virus’ (virus amoral) yang bersemayam di dalam dirinya. Tidaklah mengherankan kalau Zeng menulis “Tidak Ada Gerakan Moral”. Sebab, dia tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Simply because this guy has removed his sense of morality. Dia membuang konsep moral. Kelihatannya, Zeng sudah lelah hidup bermoral. Sehingga, di dalam ketergantungannya pada pesanan, ZWJ menyimpulkan bahwa semua orang melakukan pekerjaan yang sama seperti yang dia lakonkan. Zeng menyangka semua orang tidak punya moral juga seperti dia. Zeng lupa atau sengaja melupakan gerakan moral yang dilancarkan oleh Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Martin Luther King, Bunda Theresa, atau Marsinah di Indonesia. Berpolitikkah mereka? Tidak harus seperti yang dikatakan Zeng. Bahwa pesan-pesan moral para tokoh itu menyentuh atau bahkan menyinggung para politisi, khususnya para politisi busuk, itu sangat mungkin. Bahwa pesan-pesan moral mereka dirasakan mengancam kekuasaan yang sewenang-wenang, itu juga mungkin sekali. Dalam konteks tulisan Zeng, bisa jadi gerakan moral KAMI diproyeksikan oleh para penguasa sebagai ancaman. Zeng hadir untuk ‘mengolah’ proyeksi ini. Aspek inilah yang dilihat oleh Tom Golway, seorang penulis kontemporer yang juga seorang teknolog digital. “Ideas and creativity are the most dangerous weapons against those who look to suppress freedom. Never underestimate the power of collective, civil discussions with those who hold opposing views.” “Gagasan dan kreativitas adalah senjata yang paling berbahaya terhadap mereka yang ingin menindas kebebasan. Jangan pernah anggap remah kekuatan diskusi sipil kolektif dengan mereka yang punya pandangan yang berlawanan.” Inilah yang dilakukan KAMI. Meramu gagasan. “Konsep,” kata Dr Syahganda Nainggolan –salah seorang deklarator KAMI. Gagasan-gagasan yang akan melahirkan kreativitas untuk menyelamatkan Indonesia. Pertanyaannya, apakah Indonesia sedang terancam? Zeng Wei Jiang mungkin akan mengatakan tidak ada ancaman. Sebab, hanya orang-orang yang memiliki sensor moral yang bisa mendeteksi ancaman. Bagi Zeng, semuanya sama. Negara dalam keadaan terancam atau tidak, tidak ada bedanya. Politik tanpa moral, kekuasaan tanpa moral, ekonomi tanpa moral, bisnis ugal-ugalan, eksploitasi alam semena-mena, tidak masalah bagi Zeng Wei Jian. Semua itu tidak perlu moralitas. Bagi Zeng, penindasan ok, korupsi ok, penipuan elektoral ok, kerakusan bisnis ok. Semua ok. Sepanjang perut dia selalu kenyang dan ‘immoral adventure’-nya tidak teracam.[] Penulis adalah Wartawan Senior FNN.CO.ID
Lebih Ganas 10 Kali, Mutasi D614G Covid-19
by Mochamad Toha Surabaya FNN - Minggu (30/8). Dalam tulisan lalu, saya ungkap tentang adanya varian baru yang sudah ditemukan di Malaysia, Thailand, dan Philipina, yang berkemampuan 10 kali lebih mematikan dibanding Covid-19. Apalagi, saat ini mutasi Virus Corona sudah lebih dari 500 varian. Ternyata, karena gennya bermutasi, mutannya ada yang “bersifat” tidak hanya ke reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) saja, tetapi langsung menginfeksi sel-sel saraf. Manifesnya bisa meningitis. Ada juga yang langsung berikatan atau nempel di sel-sel darah merah, sehingga manifestasi klinisnya seperti DB, tapi setelah dites PCR: positif. Ini banyak ditemukan di pasien-pasien anak di rumah sakit. Jadi, Covid-19 tersebut tak hanya menginfeksi di saluran pernapasan seperti yang selama ini beredar! Dia mampu menyerang saluran pencernaan dan syaraf. Varian baru itu diberi Kode D614G. Farmasetika.com pada dua pekan lalu menulis, Institute of Medical Research (IMR) telah mendeteksi mutasi Covid-19 tipe D614G dalam tes kultur sampel yang diambil dari 3 kasus yang terkait dengan Cluster Sivagangga, dan satu dari Cluster Ulu Tiram, Malaysia. Sebelumnya, pada Juli 2020 ditemukan di Eropa. Dalam sebuah posting Facebook, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Datuk Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan, mutasi D614G pertama kali terdeteksi pada Juli 2020. Dan, penelitian kemungkinan akan mengungkapkan, vaksin apa pun yang ada tidak efektif melawan mutasi tersebut. “Itu ditemukan 10 kali lebih mungkin untuk menginfeksi individu lain dan lebih mudah disebarkan oleh individu penyebar super,” jelasnya seperti dikutip dari New Straits Times, Minggu (16/8/2020). “Selama ini, kedua cluster tersebut terkendali karena berbagai kontrol kesehatan masyarakat di lapangan,” lanjutnya. Meski demikian, masyarakat harus tetap waspada dan berhati-hati karena Covid-19 dengan mutasi D614G telah terdeteksi di Malaysia. “Terus melakukan tindakan preventif dan (tetap) patuhi standar operasional prosedur yang ditetapkan, seperti menjaga jarak fisik, praktik kebersihan diri, dan memakai masker saat berada di tempat umum,” ujarnya. Ia menambahkan, pengujian ini masih pendahuluan, dan ada beberapa uji lanjutan yang sedang dilakukan terhadap kasus-kasus lain, termasuk kasus indeks kedua klaster. Dr Noor Hisham menekankan, situasi Covid-19 di negara itu terkendali dan Kementerian Kesehatan, bersama dengan lembaga lain, masih melakukan upaya untuk mengekang penyebaran virus corona. “Kerja sama dari masyarakat sangat dibutuhkan, agar kita bisa bersama-sama menekan penularan infeksi Covid-19 dari segala jenis mutasi,” imbuhnya. Covid-19 D614G Mutasi genetik itu ditandai dengan perubahan permanen urutan DNA yang mungkin terjadi karena faktor lingkungan (radiasi UV), atau karena kesalahan selama proses replikasi DNA. Mutasi genetik tersebut bisa terjadi dari banyak jenis, termasuk missense, nonsense, insertion, deletion, duplikasi, frameshift, dan repeat expansion mutation. Mutasi D614G adalah mutasi missense di mana perubahan pasangan basa DNA tunggal menyebabkan substitusi asam aspartat (kode satu huruf: D) dengan glisin (kode huruf tunggal: G) pada protein yang dikodekan oleh gen yang bermutasi. Kodon RNA yang mengkode asam aspartat dan glisin dirancang masing-masing sebagai GAU/GAC dan GGU/GGC. Jadi, mutasi tunggal pada kodon RNA yang menyebabkan pergeseran A ke G tersebut bisa menyebabkan pergeseran asam aspartat menjadi glisin dalam urutan peptida dari protein target. Glisin adalah asam amino nonpolar dengan satu atom hidrogen sebagai rantai sampingnya; sedangkan asam aspartat adalah asam amino polar dengan rantai samping asam. Mengingat perbedaan substansial antara sifat dasar asam amino ini, mutasi D614G diharapkan memiliki implikasi biologis yang signifikan. Secara umum, virus dapat mengalami mutasi genetik yang sering karena beberapa faktor, seperti seleksi alam dan pergeseran genetik acak. Karena faktor-faktor ini dapat bekerja secara berurutan, seringkali sangat sulit untuk mengidentifikasi kapan mutasi virus menjadi lebih umum. Dalam kasus virus corona baru, mutasi D614G pada protein lonjakan virus terjadi pada tahap awal pandemi, dan bukti terbaru menunjukkan bahwa virus yang mengandung residu glisin di posisi 614 kini telah menjadi varian paling umum secara global. Untuk mengidentifikasi faktor penyebab yang bertanggung jawab atas kemunculan cepat G614 yang mengandung virus corona, para ilmuwan telah memantau secara ekstensif semua data sekuensing genom virus corona yang tersedia secara global di database Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID). Dengan menggunakan metode bioinformatis yang sesuai, para ilmuwan telah menemukan bahwa mutasi G614G pada protein lonjakan virus adalah mutasi yang paling sering terjadi di banyak lokasi geografis. Sebagai virus pseudotipe, varian G614 memiliki titer infeksi yang jauh lebih tinggi daripada varian D614. Ini menunjukkan bahwa lonjakan mutasi D614G membuat virus korona baru lebih menular dan virus dapat ditularkan dengan lebih mudah dan cepat dari orang ke orang. Selain itu, para ilmuwan telah menunjukkan, orang yang terinfeksi varian G614 memiliki viral load yang lebih tinggi di saluran pernapasan bagian atas dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi varian D614. Namun, mutasi D614G itu tidak terkait dengan peningkatan keparahan penyakit. Karena mutasi D614G terletak pada antarmuka antara protomer protein lonjakan yang berdekatan, mutasi ini bisa memodulasi interaksi protomer-protomer dengan mengganggu pembentukan ikatan hidrogen antar-protomer. Menariknya, satu studi yang dilakukan pada pseudovirus yang mengandung D614 atau G614 telah mengklaim bahwa virus yang mengandung G614 lebih rentan terhadap netralisasi yang dimediasi sera. Penemuan ini menunjukkan, mutasi D614G tidak memfasilitasi virus keluar dari respon imun host. Apakah mutasi Spike D614G dikaitkan dengan kasus kematian yang lebih tinggi? Meski tidak ada bukti yang menunjukkan, mutasi D614G dikaitkan dengan peningkatan keparahan Covid-19, sebuah penelitian terbaru yang menggunakan pohon filogenetik lebih dari 4000 genom virus corona telah mengklaim, virus yang mengandung mutasi D614G lebih ganas, dan karenanya, dikaitkan dengan penyakit dengan tingkat kematian yang lebih tinggi. Penelitian ini berspekulasi, patogenisitas virus yang lebih tinggi mungkin disebabkan oleh perubahan konformasi yang dimediasi oleh mutasi pada protein spike, yang memfasilitasi pemaparan situs pembelahan polibasik ke protease seluler. Bisakah mutasi D614G mempengaruhi pengembangan vaksin? Protein spike mendapatkan banyak perhatian dari sistem kekebalan inang karena terletak di permukaan luar virus (protein eksternal). Dengan demikian, mutasi spike D614G tersebut diharapkan memainkan peran utama dalam memodulasi kemampuan virus untuk melarikan diri dari respons imun yang diinduksi oleh vaksin. Namun, ada bukti yang menunjukkan bahwa kemungkinan mutasi D614G mempengaruhi kemanjuran vaksin sangat kecil. Karena mutasi itu tidak berada dalam domain pengikat reseptor protein spike, mutasi kecil kemungkinan memengaruhi kemampuan domain tersebut untuk menginduksi respons imun inang, yang diyakini sebagai prasyarat untuk netralisasi virus yang dimediasi antibodi. Selain itu, sebagian besar vaksin yang sedang berlangsung dikembangkan untuk melawan domain pengikat reseptor, dan dengan demikian, mutasi D614G seharusnya tak berpengaruh pada kemanjuran vaksin. Pengamatan penting lainnya adalah bahwa serum penyembuhan yang diperoleh orang yang terinfeksi virus D614 telah ditemukan bisa menetralkan virus yang mengandung G614, begitu pula sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa mutasi D614G tidak mengubah respons imun yang dimediasi oleh antibodi. Kabarnya, sebelum di Malaysia, D614G itu sudah ditemukan di Indonesia. *** Penulis wartawan senior FNN.co.id