OPINI
Proses Seleksi Cacat Hukum, Menghasilkan Dirut TVRI Otak Mesum
By Tjahja Gunawan Jakarta FNN – Ahad (31/05). Begitu Iman Brotoseno diumumkan sebagai Direktur Utama Pengganti Antar Waktu TVRI periode 2020-2022, seketika itu pula jejak digital mantan kontributor Majalah Playboy ini dibongkar netizen. Sehingga hastag #BoikotTVRI menjadi trending topic di linimasa Twitter. Beberapa pengguna akun Twitter mempersoalkan kicauan Iman Brotoseno melalui akun tweeternya @imanbr, soal topik 'bokep' yang ditulis beberapa tahun silam. Pada saat ditetapkan sebagai Dirut TVRI tanggal 27 Mei 2020, Iman Brotoseno langsung merespons warganet yang mempersoalkan rekam jejak digitalnya. Iman mengaku tak pernah menutupi identitasnya. Iman juga mengakui rekam jejaknya di majalah dewasa Playboy Indonesia. Dia juga mengakui beberapa cuitan bernada pornografi yang diperdebatkan pengguna Twitter. Tidak hanya itu, tahun 2012, Iman Brotoseno melalui blogspotnya juga pernah menulis artikel yang menyudutkan Umat Islam dengan menyebut "Islam Sontoloyo". Tulisan beliau bisa dicek di tautan ini: http://blog.imanbrotoseno.com/lagi-islam-sontoloyo/. Hilmi Firdausi, salah satu netizen, melalui akun tweeternya @Hilmi28 menulis: Bangsa ini sedang krisis akhlak. Kita butuh pejabat-pejabat publik yang menjadi teladan untuk rakyat. Tidak adakah orang lain yang lebih pantas? Di bawah Helmi Yajya, TVRI naik daun. Jangan sampai sekarang malah ditinggal pemirsa. Apalagi sedang ramai Tahar #BoikotTVRI. Mohon para wakil rakyat bersuara. Dari sisi moral dan akhlak, perilaku Dirut TVRI yang baru ini memang bermasalah. TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP), sangat berbahaya jika diurus oleh orang yang mempunyai cacat moral karena dikhawatirkan akan mempengaruhi konten dan program-program TVRI. Apalagi TVRI dan Kemendikbud belum lama ini telah menjalin kerjasama program "Belajar dari Rumah". Kerjasama ini dilakukan untuk membantu siswa yang memiliki keterbatasan akses internet karena soal ekonomi atau letak geografis. "Program Belajar dari Rumah merupakan bentuk upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat Covid-19," ujar Mendikbud Nadiem Makarim, pada telekonferensi Peluncuran Program Belajar dari Rumah di Jakarta, Kamis 9 April 2020. Pernyataaan tersebut, saya kutip dari Kompascom. Kekhawatiran acara TVRI akan mempengaruhi anak-anak sekolah juga diungkapkan seorang ibu rumah tangga yang juga founder dan CEO Halal Corner, Ny Aisha Maharani. Melalui akun Facebooknya dia menulis: "Kadang ada tugas sekolah anak-anak nonton TVRI bagian pendidikan. Tapi kalau dirutnya yang baru begitu, khawatir juga". Harus dibatalkan Ternyata Dirut TVRI yang baru ini bukan hanya bermasalah secara moral, tetapi juga bermasalah secara legal. Proses seleksi Dirut TVRI ini cacat hukum. Berdasarkan pengamatan di berbagai pemberitaan media, saya harus katakan bahwa proses seleksi Dirut PAW TVRI cacat hukum. Oleh karena itu penetapan dan pelantikan Iman Brotoseno sebagai Dirut PAW TVRI periode 2020-2022, harus dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan. Mengapa ini bisa terjadi ? Bagaimana sih sebenarnya duduk perkaranya ? Pertama, proses seleksi yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Proses seleksi Dirut PAW TVRI telah menabrak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Tidak hanya itu, Dewas TVRI juga dinilai telah melanggar etika komunikasi dengan DPR RI selaku mitra kerjanya. Bahkan, tanggal 13 Mei 2020 lalu, Komisi I DPR-RI sebenarnya telah mengeluarkan rekomendasi pemberhentian terhadap Ketua Dewas TVRI Arief Hidayat Thamrin sambil mengevaluasi kinerja anggota dewas TVRI lainnya. Sebelum ada surat rekomendasi pencopotan Ketua Dewas TVRI dari Komisi I DPR, rupanya Ketua Dewas sudah memberhentikan tiga Direktur TVRI. Yakni Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra, Direktur Keuangan TVRI Isnan Rahmanto dan Direktur Umum Tumpak Pasaribu. Seperti diberitakan portal berita Kontan, Charles Honoris, anggota Komisi I DPR dari F-PDI Perjuangan, mengatakan dengan diterbitkannya pemecatan definitif terhadap tiga direksi TVRI non-aktif, maka Dewas kembali melanggar kesimpulan rapat dengan Komisi I DPR. Dalam hal ini, kata Charles Honoris, Dewas TVRI telah melanggar UU temtang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan melecehkan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Hal senada disampaikan Ketua Komite Penyelemat TVRI, Agil Samal. "Sikap (Dewas TVRI) ini dapat diartikan telah melecehkan lembaga legislasi yang selama ini menaungi dan memilih dewan pengawas," kata Agil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/5). Kontroversi seleksi Dirut PAW TVRI ini mengundang rasa penasaran saya untuk mencari tahu lebih jauh kepada bekas rekan kerja saya di Harian Kompas, yakni Buyung Wijaya Kusuma atau biasa dipanggil Boy, yang kini menjadi Pemimpin Redaksi Tawaf TV. Dia lolos sampai delapan besar. "Sebenarnya proses seleksi calon Dirut TVRI tidak melibatkan DPR," kata Boy. Proses seleksi di delapan besar, juga melibatkan Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Universitas Indonesia di Jl. Salemba No 5, Kenari, Jakarta Pusat. LPT UI ini yang menyelenggarakan assessment test terhadap para calon Dirut TVRI. Untuk menangani TVRI, lanjut Boy, harus dilakukan oleh orang-orang yang pernah bekerja di televisi. "Bagaimana mungkin bisa memilih orang (Dirut TVRI) tapi dia tidak pernah bekerja di tv," katanya seraya menambahkan proses seleksi tiga besar calon Dirut TVRI langsung dilakukan oleh Dewas TVRI. Tomy Mundur Sementara itu bekas rekan kerja saya sekaligus mantan Pemred Harian Kompas, Suryopratomo yang biasa dipanggil Tomy, mengundurkan diri dari pencalonan seleksi Dirut TVRI karena diterpa isu politik. Hal itu terkait dengan posisinya sekarang sebagai Direktur Utama Metro TV. Begitu lolos 16 besar, Tommy mengundurkan diri karena takut menganggu kinerja TVRI dengan isu yang beredar di masyarakat terkait dengan jabatannya saat ini sebagai pemimpin di saluran TV besutan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. "Maka saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pemilihan calon Direktur Utama LPP TVRI pengganti antar waktu periode 2020-2022," ujar Tommy dalam suratnya sebagaimana dikutip Kompascom. Namun tidak berapa lama kemudian, Tomy justru diajukan oleh Presiden Jokowi sebagai calon Dubes RI untuk Singapura. Kalau nanti DPR menyetujui, tentu saja posisi Dubes lebih tinggi dari Dirut TVRI. Menurut saya, posisi Dirut TVRI maupun jabatan sebagai Dubes merupakan jabatan politis. Hanya saja, proses seleksi dan pengangkatan Iman Brotoseno sebagai Dirut PAW TVRI mengandung banyak kontroversi dan memiliki cacat moral maupun yuridis. Menurut Boy, proses seleksi Dirut PAW TVRI sempat dihentikan Komisi 1 DPR. "Setelah Tomy mengundurkan diri, katanya akan ada pendaftaran baru, tapi ternyata tidak pernah ada," ujar Boy. Yang menjadi pertanyaan kemudian, Dewas TVRI terkesan seperti kumpulan dari orang-orang yang "kebal hukum" sehingga aturan yang ada bisa dilabrak. Sementara hubungan kemitraan dengan Komisi I DPR juga tidak diindahkan Dewas TVRI. Apakah ada becking "orang kuat" dibalik lembaga Dewas TVRI ini ? Mari kita telusuri sosok Ketua Dewas TVRI yang bernama Arief Hidayat Thamrin yang sebelumnya telah memecat Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI. Berdasarkan informasi yang didapat dari profil LinkedIn pribadinya, Arief telah menjadi Ketua Dewas TVRI sejak Juli 2017 hingga sekarang ini. Jauh sebelum berkarier di TVRI, pria lulusan UI itu meniti karier sebagai General Manager (GM) Marketing di Metro TV selama 13 tahun, tepatnya pada Juli 2001 hingga Juni 2013. Arief juga pernah menjadi Business Development Director di Berita Satu Media Holdings selama dua tahun, Juli 2013-Januari 2015. Lalu, masih di posisi jabatan yang sama, ia berkarier di iNewsTV selama dua tahun, Februari 2015 hingga Mei 2017 dan terakhir berlabuh di TVRI. Pertikaian Helmy Yahya dengan Arief Hidayat ini sebelumnya telah mendapat perhatian dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Johny G. Plate. Sebagaimana diberitakan Warta Ekonomi tanggal 9 Desember 2019, Menkominfo Johny Plate mengatakan, permasalahan antara Helmy denga Arief Hidayat sudah berlangsung lama. Namun, waktu itu Plate menolak untuk menyebutkan secara rinci. Namun di luar itu, suatu waktu Arief Hidayat Thamrin juga pernah mengunggah foto dirinya sedang membawa maf berlogo TVRI bersama Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di IG pribadinya, arief.thamrin. Kemudian sahabat saya, Muhammad Ali Syawie yang pernah bekerja bersama Arief Hidayat di Berita Satu, berkomentar setengah berseloroh: "Wah, Mas @arief.thamrin TVRI sekarang dibawah Menteri Segala Urusan yah ?". Ah, sungguh komentar dan pertanyaan yang nakal nih. Tapi apakah karena itu lalu Dewas TVRI menjadi "kebal hukum" dan bisa memecat Dirut TVRI Helmy Yahya seenaknya? Kemudian menyelenggarakan proses seleksi Dirut PAW TVRI yang penuh kontroversi ? Wallohualam Bhisawab. Penulis adalah Wartawan Senior
Presiden Bikin "New Normal", Rakyat Malah Rindu "Old Normal"
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Contoh "tidak sehat" ditunjukkan Presiden Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi saat datang ke Pusat Perbelanjaan Summarecon Mall Bekasi, Selasa (26 Mei 2020 | 16:17 WIB). Entah lupa atau tidak, Presiden Jokowi memasang masker tidak pada tempatnya. Masker terletak di bawah dagunya tanpa menutup mulut dan hidungnya. Sementara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan beberapa pendampingnya, memasang masker pada tempatnya. Memakai masker ala Presiden Jokowi inikah New Normal tersebut? Padahal, dalam banyak kesempatan, Presiden Jokowi selalu menginstruksikan supaya semua orang yang keluar rumah wajib pakai masker, seperti dikutip Kompas.com, Senin (6 April 2020). Ironis bukan? Sebuah contoh yang tidak boleh ditiru rakyat! Yang dikhawatirkan jika foto pakai masker ala Presiden Jokowi ini disimpan di HP rakyat. Dan bisa dijadikan “foto sakti” jika ada pelanggar PSBB yang tak pakai masker di jalanan. Rakyat tinggal bilang, “Pak Presiden saja pake maskernya seperti ini!” Memangnya Kapolri Jenderal Idham Azis bisa seperti anggota Polri yang bertugas di Check Point? Begitu pula Mendagri Tito Karnavian berani “pukul-tendang” seperti perlakuan Satpol PP pada Habib Umar bin Abdullah bin Sholeh Assegaf di Check Point Pintu Tol Satelit Surabaya? Tentu tak bisa, bukan? Terus rakyat harus lapor pada siapa? Ketua MPR Bambang Soesatyo, yang harus tegur Presiden Jokowi? Kalau dijawab, “La sampean sendiri kemarin saat konser juga melanggar Social Distancing dengan foto bersama artis gimana?” Tampaknya Presiden Jokowi ingin segera menuju “Tatanan Kenormalan Baru” meski masih dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketika pandemik Virus Corona/Covid-19 yang belum berakhir di sebagian wilayah Jawa Barat itu. Itulah fakta sosial yang kasat mata dan tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Rencana pemerintahan Presiden Jokowi untuk menerapkan protokol New Normal pada masa pandemik Covid-19 ini diperkirakan tidak akan berjalan mulus. Aktivis Haris Rusly Moti menyebut, Jokowi saat ini memiliki masalah besar: Kepercayaan rakyat untuk kepemimpinannya tak lagi utuh. “Masalah yang dihadapi Presiden Jokowi ini adalah tak adanya Trust and Believe,” ujar Moti di akun Twitternya, Selasa (26/5/2020). Melansir PojokSatu.id, Selasa (26 Mei 2020 | 16:17 WIB) Moti mengingatkan, tidak sedikit rakyat yang mengabaikan imbauan pemerintah. Bahkan, pemerintah kali ini dipandang gagal menghadapi situasi darurat Covid-19. Lebih parahnya lagi, seiring akan diterapkannya protokol New Normal, belakangan muncul gerakan I Miss Old Normal atau merindukan normal yang lama. “Orang-orang udeh kagak percaya lagi sama omongan Presidennya,” kata dia. “(Rakyat) tak yakin Joko Widodo bisa pimpin situasi darurat. Presiden suruh new normal, kenyataannya rakyat malah bikin old normal,” pungkasnya. Saat kedatangan Presiden Jokowi ke Summarecon Mall Bekasi itu, warga rela mengantri agar bisa masuk ke dalam mal. Kedatangan Presiden Jokowi ini untuk meninjau ekonomi Kota Bekasi usai PSBB dilakukan dalam tiga tahap. Di dalam mal, warga hanya bisa melihat beberapa tenant yang dibuka. Diantaranya, toko farmasi, makanan dan furniture. Meski begitu, pihak pengelola tetap mengedepankan protap kesehatan bagi pengunjung yang datang. Di pintu lobby warga di cek suhu tubuh, dan diminta memakai masker serta menjaga jarak. Menurut President Director PT Summarecon Agung Tbk, Adrianto P. Adhi, Presiden hanya meninjau persiapan new normal, bukan kembali membuka Summarecon Mall Bekasi. Tidak hanya di Kota Bekasi. Di Kota Surabaya, Sidoarjo, maupun Gresik yang mulai masuk PSBB ke-3 pun rakyat yang ingin belanja di mal-mal juga banyak. Tidak semua mematuhi protokol kesehatan yang diatur Pemerintah. Bahkan, sudah ada yang menentang pemberlakukan PSBB ke-3 ini di Surabaya. Seperti yang dilakukan oleh Paguyuban Arek Surabaya (PAS). Pada Rabu (27/5/2020) mereka mendatangi DPRD Surabaya untuk melakukan aksi penolakan PSBB ke-3. Puluhan warga Surabaya yang tergabung dalam PAS menolak diterapkannya PSBB ke-3di Surabaya. “PSBB terbukti gagal meredam penyebaran Covid-19. PSBB ke-1 hingga ke-3 mematikan sandang pangan warga Surabaya,” kata Advokat M. Sholeh. Menurut Sholeh, aksi orasi ini merupakan bentuk tekanan agar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa segera mencabut pemberlakuan PSBB ke-3 ini. “Aksi ini merupakan uneg-uneg warga terdampak atas penerapan PSBB sejak awal,” katanya saat orasi. ‘ “Kami berharap anggota dewan segera mendukung pencabutan PSBB tersebut. Kami minta pemerintah segera diberlakukan new normal sesuai anjuran Presiden, tapi tetap menjalankan protokol kesehatan,” terangnya. Sementara itu perwakilan pedagang Sentra Wisata Kuliner Jalan Arif Rahman Hakim-Andi Setiawan mengatakan, bahwa selama penerapan PSBB sangat berdampak bagi pedagang Surabaya. “Selama PSBB kami merasakan sangat sepi sekali dan sengsara. Bahkan, selama berdagang di sana tidak pernah dapat pembeli. Apalagi pemerintah saat ini justru memperpanjang lagi pelaksanaan PSBB,” ungkapnya. “Jika PSBB ini tetap diteruskan kami bisa mati bukan karena virus, tapi mati kelaparan. Kami minta tolong kepada dewan selaku wakil rakyat agar PSBB ini dihentikan sekarang,” lanjut Andi Setiawan. Ironisnya, menurut Andi Setiawan, sejak penerapan PSBB, “pedagang belum ada sama sekali bantuan sosial, baik dari kampung maupun dari dinas Koperasi juga tidak dapat,” tegasnya di hadapan awak media. Menanggapi keluhan warga kota Surabaya ini, Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, pihaknya segera menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan elemen masyarakat Surabaya melalui alat kelengkapan di Komisi-komisi DPRD Surabaya. “DPRD Surabaya selama ini tidak berdiam diri. Kami terus melakukan rapat-rapat secara virtual dengan pihak terkait bersama Pemkot Surabaya untuk mencari jalan tengah atas problem yang timbul di masyarakat pada penerapan PSBB tersebut,” jelasnya. Ketua DPC PDIP yang akrab dipanggil Cak Awi itu menjelaskan, prinsip PSBB itu ditempuh Pemkot Surabaya untuk menjaga dan menyelamatkan warga Surabaya. Penerapan PSBB ini supaya bisa memutus sebaran virus corona pada warga Surabaya. Perlu diketahui, sebanyak 65 persen pasien Covid-19 di wilayah Jatim berasal dari Surabaya,. Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Menurut Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi kenyataan tersebut tidak bisa dianggap sepele. Surabaya, katanya, bisa menjadi seperti Kota Wuhan di China. “Ini tidak main-main, kalau kita tidak hati-hati maka Surabaya bisa jadi Wuhan,” kata Joni di Surabaya, Rabu (27/5/2020). Saat ini Rate of Transmission (tingkat penularan) Covid-19 di Surabaya masih 1,6. “Rate of transmission Covid-19 di Surabaya masih 1,6. Artinya ketika ada 10 orang (positif Covid-19) dalam satu Minggu jadi 16 orang,” lanjut Joni, seperti dilansir Republika.co.id, Kamis (28 May 2020 09:13 WIB). Sedangkan untuk menurunkan Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian, pihaknya juga melakukan clinical research mulai penggunaan Avigan, Terapi Plasma Convalescent, ataupun Aspirin. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun telah pula memerintahkan kepadanya untuk menggunakan obat tertentu seperti pemakaian aspirin. “Semuanya kita coba dengan kaidah kesehatan tertentu,” kata Joni. Presiden Jokowi pun telah memberi perhatian khusus terkait melonjaknya kasus Corona di Jatim. Presiden ingin agar melakukan pelacakan dan pemeriksaan terhadap ODP dan PDP. Jokowi juga meminta agar persiapan rumah sakit rujukan dan darurat ditingkatkan. Jokowi mengaku belum akan menerapkan new normal di daerah dengan tingkat penyebaran tinggi. Bahaya Avigan Kabarnya, dua ahli forensik dari China telah melakukan otopsi terhadap penderita covid, dan diberikan obat kimia (Avigan) yang seperti dibeli pemerintah itu. Hasilnya, terjadi kerusakan organ-organ tubuhnya yang mengerikan. Melansir Liputan6.com, Jum’at (20 Mar 2020, 20:48 WIB) Presiden Jokowi memesan jutaan obat yang disebut bisa menyembuhkan pasien virus Corona. Obat itu adalah Avigan, yang memiliki nama lain Favipiravir. Berbeda dengan Indonesia, Korea Selatan memutuskan untuk tidak menggunakan Avigan sebagai pengobatan virus Corona jenis baru karena keraguan atas kemanjuran dan efek samping potensialnya. Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-obatan Korsel mengatakan, telah memutuskan untuk tidak mengimpor Avigan setelah tim ahli penyakit menular di sini memutuskan tidak ada cukup data klinis untuk membuktikan kemanjuran obat tersebut. Mengutip kantor berita Yonhap, Jumat (20/3/2020), Avigan disetujui sebagai obat cadangan untuk influenza reemergent di Jepang pada 2014. Tapi itu belum digunakan untuk mengobati flu biasa karena beberapa penelitian pada hewan menunjukkan potensi kerusakan janin. “Avigan tidak hanya menunjukkan kemanjuran selama studi uji tetapi juga tidak ada data uji klinis yang dilakukan pada pasien,” kata ahli penyakit menular Oh Myoung-don. Obat ini juga menunjukkan efek samping serius: kematian janin dalam penelitian pada hewan. Maka, perlu dipertanyakan lagi, mengapa untuk menurunkan Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian di Surabaya, pihak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim melakukan clinical research mulai penggunaan Avigan? Apakah “sengaja” digunakan untuk menaikkan tingkat kematian di Surabaya sehingga seperti yang terjadi di Wuhan? Penulis Wartawan Senior.
Menatap Masa Depan Bangsa "Era New Normal"
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz telah menandatangani perdamaian pada 20 April lalu untuk membagi kekuasaan. Permusuhan mereka selama belasan tahun sirna. Sebagai Yahudi, mereka mungkin adalah orang yang paling keras kepala di dunia ini. Namun, Coronavirus membuat mereka mengerti bahwa persatuan bangsa Yahudi di atas segalanya. Itu di belahan dunia Timur Tengah. Di kawasan Asia Selatan/Asia Pusat, Ashraf Gani, Presiden Afghanistan, melepas 900 tahanan Taliban. Ini bagian dari pelepasan 100.000 tahanan Taliban. Musuh berbuyutan puluhan tahun. Bahkan Taliban suatu waktu dalam sejarah adalah tempat bermukimnya Al Qaeda, organisasi yang ditudih teroris terbesar di dunia.Permusuhan rezim non Taliban vs Taliban segera berkahir. Itu hikmah Coronavirus. Di balik hikmah Coronavirus, peran Amerika dalam "setting" latar pada politik mereka cukup kuat. Di mana ada Amerika berpengaruh, kelihatannya tema perdamaian dalam masa pandemik ini terjadi. Sebalinya, di negara-negara yang besar pengaruh RRC China di dalamnya, pergolakan dan permusuhan tetap berlangsung. Masa pandemik Coronavirus tidak membuat refleksi adanya kepentingan bersama yang lebih besar. Ketegangan sosial politik di Malaysia dan Indonesia, sebagaimana kita fahami cenderung terpengaruhi RRC selama ini, tetap panas dan tak kunjung mengakhiri ketegagan sosialnya. Apalagi di Hongkong, Taiwan, Tibet, di mana China dominan, kekerasan dan kerusuhan terus berlangsung. Ketegangan sosial di Indonesia selama ini berlangsung sejak Jokowi "running for President", lebih tepat lagi saat maju menjadi gubernur Jakarta. Pembelahan sosial terjadi antara kaum sekuler vs. Islami. Kaum sekuler mencoba mendegradasi kenyamanan konsep mayoritas-minoritas yang selama ini berlangsung. Di mana, mayoritas dianggap melindungi dan minoritas menghormati. Pendegradasian dilakukan dengan konsep baru "Multi-Minoritas", di mana, menurutnya, bangsa ini sebenarnya merupakan fenomena persatuan minoritas, jika kita bedah lebih dalam. Konsep Indonesia asli ataupun pribumi hanyalah imaginasi pendiri bangsa, sebab menurut mereka, pada dasarnya semua orang Indonesia adalah pendatang dari China Selatan. Sehingga, eksistensi pasal 6 UUD45 asli, bahwa Presiden wajib orang Indonesia asli, tidak diperlukan lagi. Orang setengah Indonesia maupun orang seluruhnya bukan pribumi, seperti Ahok, misalnya, berhak untuk jadi Presiden. Tentu saja reaksi datang dari ummat Islam. Singkat cerita, ummat Islam yang selama ini nyaman dengan pola lama merasa terganggu. Terutama ketika Ahok menggantikan Jokowi sebagai Gubernur Jakarta, beberapa simbol2 keislaman daan tradisinya mengalami marginalisasi. Dan reaksi ini bermuara pada gerakan perlawanan ummat Islam, yang dikenal sebagai gerakan 212, dengan Habib Rizieq sebagai simbol perlawanannya. Pertarungan Segitiga Ketika pertama sekali kasus Covid-19 mendapat perhatian besar masyarakat, Jokowi dan rezimnya berusaha mengangkat isu kepulangan eks ISIS dan keluarganya sebagai isu tandingan. "Apakah anda setuju jika pemerintah mengizinkan anak-anak ISIS pulang ke Indonesia? ", demikian berbagai media mainstream. Pengembangan isu teroris ini agak ganjil, sebab masa pandemik di seluruh dunia isu terorisme menjadi sirna. Berbagai gerakan "social distancing", "physical Distancing" dan "#StayHome" membuat transportasi dan mobilitas manusia terhenti, termasuk teroris dan kriminal, khususnya di masa awal pandemik. Selain itu, di Jakarta, Rezim Jokowi memperlihatkan kebijakan yang selalu berseberangan dengan Anies Baswedan. Sebagaimana kita ketahui, Jakarta adalah epicenter coronavirus di Indonesia. Anies berusaha bekerja keras sesuai standar WHO dan ahli epidemiologi. Namun, sebagai mana diberitakan dalam media Australia, Sidney Morning Herald, rencana Anies untuk menerapkan transparansi soal covid-19 ini terhalangi sikap rezim Jokowi yang ingin terus menutupi adanya virus ditahap awal, setidaknya bulan Januari-Februari. Standar umum internasional yang diinginkan Anies adalah segera memakai masker, memperbanyak lab-lab pemeriksaan Covid-19, meliburkan sekolah, menutup mal, menghentikan/membatasi transportasi massal, mengerahkan seluruh tentara dan polisi untuk mendisiplikan warga, ditahap awal, dll. Pertarungan keinginan Anies ini berakhir dengan kompromi PSBB, yakni menyatakan Covid-19 sebagai Bencana Nasional Sektor Kesehatan, di mana tanggung jawab utama dibebankan kepada kepala daerah, sedangkan ijin dilakukan Menteri Kesehatan. Beban yang dimaksud adalah kemampuan anggaran daerah memberi bansos sebagai faktor penting persetujuan PSBB. Sedangkan rezim Jokowi ditahap awal tetap menganggap ini bukan persoalan besar. Rakyat tidak perlu pake masker. Tidak perlu "panic buying", bahkan Jokowi pada tanggal 12 Februri 2020, menelepon dan menawarkan bantuan kepada Xi Jinping untuk Indonesia ikut memerangi coronavirus di China. Penyepeleaan ini, dalam istilah Jusuf Kalla, kehilangan "Golden Time". Pertentangan di tingkat narasi dan kebijakan serta implementasi yang terjadi antara rezim Jokowi vs Anies, yang mana Anies dianggap representasi kaum Islam, membuat gerakan pertentangan diakar rumput, khususnya di media sosial, mempertahankan situasi keterbelahan bangsa yang sudah berlangsung lebih 5 tahun belakangan ini. Ditambah lagi seperti kasus kriminalisasi yang diarahkan pada pengkritik rezim Jokowi, seperti yang dialami M. Said Sidu dalam kebijakan immigran China ditengah pandmeik serta pengiriman Habib Bahar Bin Smith ke penjara Nusakambangan karena orasi politiknya yang anti kekuasaan, dan berbagai kasus anti demokrasi rezim Jokowi yang terus berlanjut. Alhasil pertarungan di Indonesia saat ini berlangsung dalam skema pertarungan segitiga, yakni Rezim Jokowi - Kaum Oposisi - Covid-19. Jadi satu pihak merasa harus memusuhi dua pihak lainnya. Era New Normal Jokowi kemarin sudah mencanangkan akan membuka ratusan mal pada bulan Juni. Secara simbolik Jokowi mendatangi Mal Sumarecon di Bekasi. Secara bersamaan Jokowi memerintahkan 340.000 tentara dan polisi melakukan disiplin warga ke depan, ketika aktifitas perekonomian dimulai lagi. Kebijakan Jokowi ini dilakukan dengan sebelumnya Jokowi mengumumkan bahwa kita harus berdamai dengan covid-19. Namun, Jokowi belum melakukan evaluasi tentang keberhasilan PSBB. Hal ini dibuktikan dengan sikap Anies Baswedan dan Walikota Bekasi yang tidak menyetujui langkah Jokowi akan membuka mal diwilayah kekuasaan mereka. Sebagai perbandingan, Gubernur New York dalam rangka memasuki New Normal, membentuk sebuah dewan ahli yang disebut "The New York Forward Reopening Advisory Board" yang berisi para pengusaha, para ahli, dan tokoh2 masyarakat. Selain itu dia, dibidang pendidikan, juga membuat "New York’s Reimagine Education Advisory Council", yang berisikan tokoh2 pendidikan, orang tua dan para ahli. Jadi kolaborasi negara dengan "civil society" menjadi kunci kapan New Normal ditentukan dan bagaimana menjalaninya. New Normal di negara2 lain umumnya dianggap sebagai masa kehidupan baru setelah "flaten the curve" atau kurva kasus baru sudah menurun. Di Wuhan China, di Lombardi Italia, di Prancis, di Malaysia, di Singapura dlsb, pengendalian disiplin masyarakat melalui tentara dan polisi dalam skala nasional berhasil menekan laju penyebaran virus tersebut. Disamping kesiapan mereka melakukan pembenahan manajemen rumah sakit, keterbukaan informasi penyebaran pandemik dan kesiapan dana untuk kesehatan dan pangan. Istilah New Normal tanpa "flaten the Curve" mungkin hanya ada di Indonesia, sebagaimana kita ketahui penyebaran virus bahkan sudah menjadikan Surabaya dan Jawa Timur sebagai epicenter baru, menggantikan Jakarta. Dengan demikian maka coronavirus sebagai bencana nasional akan tetap hidup sepanjang penemuan vaccine covid-19 ini tidak ada. Sedikitnya berbagai ahli pesimis produksi massal vaccine itu terjadi hingga akhir tahun 2021. Tantangan Ekonomi Dampak ekonomi coronavirus ini telah kita rasakan bersama. Klaim negara besar selama ini, yang coba menawarkan RRC bantuan penanganan covid-19, sirna. Realitasnya adalah ketidakmampuan negara bertanggung jawab meredakan beban ekonomi masyarakat ditengah pandemi. Sejak diumumkannya kasus Covid-19 pertama, pada 2 Maret, terlihat kapasitas pemerintah hingga saat ini, dua bulanan, tidak berdaya lagi. Di New York, Gubernur Cuomo jujur mengatakan bahwa State of New York sudah kehabisan uang. Sudah tidak berdaya dan membutuhkan bantuan donasi atau sumbangan masyarakat. Padahal APBD New York 177 milyar dollar lebih besar dari APBN se Indonesia. Hancurnya sebuah negara adalah keniscayaan. Semua negara-negara di dunia runtuh. Mal mal, misalkan, tidak mampu bayar cicilan kredit dan bunganya ke bank, sebab penyewa mal tidak punya kas lagi karena tidak ada yang belanja. Bank-bank kesulitan uang untuk membayar tarikan nasabah karena peminjam uang bank mulai pada menunggak. Alhasil Bank Indonesia mengurangi 50% Giro Wajib Minimum Bank-Bank agar bank bisa hidup. Namun sampai kapan Bank Central, Bank-bank, Mal-mal, pabrik-pabrik, dlsb tidak bangkrut? Bank-bank dan korporasi yang mengalami kesulitan likuiditas maupun kehancuran bisnis secara keseluruhan tidak mungkin membayar pajak. Sehingga penerimaan pajak negara akan berkurang drastis dalam porsentase dominan. Dalam berbagai krisis sebelumnya, sebuah proyeksi "cashflow" negara dapat dilakukan, karena krisis yang terjadi bersifat regional dan sektor keuangan/moneter. Sedangkan krisis ditengah wabah, membuat selalu situasi ketidak pastian, sehingga proyeksi sulit dilakukan. Sementara beban negara untuk belanja anggaran tentara, polisi dan pegawainya tetap besar. Begitu juga anggaran sektor kesehatan dan pangan. Wabah ini sendiri memukul semua negara, khususnya negara kaya, sehingga mengharapkan bantuan pembiayaan dari negara kaya sulit dilakukan. Bagaimana bantuan lembaga multilateral seperti IMF? Selain 160 negara berharap meminjam pada IMF, 10 negara kontributor utama IMF saat ini mengalami resesi dan membutuhkan uang juga. Sehingga, sulit sekali mengobral surat hutang negara ke lembaga keuangan dunia. Negara- negara kaya seperti Amerika bisa mencetak uang dollar dengan beban inflasi ditanggung seluruh dunia. Karena hampir seluruh negara menggunakan dollar sebagai uang kedua selain mata uang sendiri. Negara2 kaya lainnya mempunyai tabungan. Belanda dan Kuwait, misalnya, mempunyai "Sovereign Wealth Fund" dari hasil menabung selama bertahun2. Sehingga, mereka punya cash bertahun2 ke depan sampai masalah pandemi selesai. Nasib Negara Indonesia ke depan berhadapan bukan dengan teroris atau oposisi, namun bagaimana negara mampu berhemat. Jika anggaran negara dan birokrasinya bisa di sesuaikan dengan pemasukan pajak yang sangat kecil, maka negara masih akan bertahan. Tantangan kesejahteraan masyarakat tentu sudah di luar kemampuan negara. Masyarakat harus mampu menemukan sendiri jalan kehidupan ekonominya. Dalam sebuah ilustrasi yang rumit, masyarakat di Mesopotamia, Iraq/Syiria, karena situasi perang, berusaha membangun solodaritas ekonomi sesama manusia. Mereka mendirikan "People's Economy" (lihat: mesopotamia.coop) yakni koperasi. Jalan koperasi ini saling mendorong dan melindungi masyarakat untuk mampu berusaha ekonomi. Tantangan Kaum Oposisi Rezim Jokowi meyakini bahwa isu terkait anak-anak eks ISIS, isu Habib Rizieq Sihab, isu Habib Smith, isu Said Didu, isu Rizal Ramli, isu Rocky Gerung, isu Din Syamsudin dan berbagai nama oposisi serta gerakannya adalah pinggiran. Hal ini juga terjadi dengan kekuasaan daerah, seperti Jakarta, yang dijalankan pemimpim umat. Kita sudah menjelaskan diawal, bahwa sekeras keras kepalanya Jahudi, Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz melakukan perdamaian. Presiden Afghanistan dan Taliban juga melakukan perdamaian. Dengan strategi itu mereka menentukan musuh besarnya adalah Coronavirus. Jokowi dan rezimnya tentu berkuasa atas struktur negara. Namun, dalam teori sosial, sebuah negara diambang krisis, kunci bertahannya hanyalah pada partisipasi dan kolaborasi. Social Capital bisa jadi lebih penting dari kapital itu sendiri. Kembali pada sisi kaum oposisi, seperti Habib Rizieq, Din Syamsudin, Rizal Ramli, Said Didu, Iwan Sumule, Haris Rusli Moti, Dr. Ahmad Yani dan seterusnya, kunci sukses adalah mengkonsolidasikan solidaritas keummatan yang ada. Tentu saja pekerjaan ini bukan pekerjaan gampang, namun sekali saja terjadi "trust" dan "partisipasi" membangun kekuatan ekonomi dan ketahanan pangan bagi kaum oposisi bisa dilakukan dengan baik. Perlu tiga kunci sukses dalam menjalankan itu. Pertama adalah membangun organisasi. Organisasi ini maksudnya adalah centrum of Trust. Centrum of Trust adalah organisasi dalam pengertian wadah perjuangan, pikiran/konsep "New Life" yang ditawarkan dan sistem interaksi sosial ke depan. Sistem interaksi sosial masa pandemik harus diatur dalam standar ketat. Kedua, adalah pembiayaan. Pada masa lalu saya menawarkan istilah "Habieb Rizieq Trust Fund", sebuah pusat penggalangan dana dari anggota. Ketiga adalah kaum professional. Jika People's Economy of Mesopotamia bisa sukses, seharusnya gerakan oposisi kedepan bisa sukses menolong rakyat yang saat ini sedang kelaparan dan kemiskinan. Penutup Peradaban yang runtuh, negara yang runtuh dan kemiskinan rakyat akan menjadi fenomena ke depan di era covid-19 ini. Era New normal versi Indonesia yang penuh resiko, menciptakan kepastian ke depan tidak ada sehingga meramalkan sukses sebuah rezim sulit dilakukan. Rezim Jokowi yang mengambil posisi tetap bermusuhan dengan kelompok-kelompok oposisi, telah menjadikan adanya segitiga pertarungan dalam situasi sekarang ini, yakni rezim Jokowi vs. Oposisi vs. Coronavirus. Jokowi yang menguasai negara selain harus menghegemoni oposisi, mengalami pelemahan negara akibat dampak ekonomi buruk pandemik telah merontokkan sistem perekonomian. Mengharap bantuan asing juga sulit, sebab mereka juga kesulitan keuangan. Mengobral surat hutang juga sulit karena hutang kita telah terlalu besar. Kelompok-kelompok oposisi yang mempunyai tanggung jawab sosial melindungi masyarakat yang dinaunginya, sudah selayaknya bekerja cepat mengkonsolidasikan solidaritas. Solidaritas itu menyangkut perlindungan rakyat dari kemiskinan dan kelaparan. Gerakan koperasi, sebagaimana dicontohkan "people's economy of Mesopotamia" berhasil menaungi rakyat di daerah Tigris Iraq tersebut. Pemimpin2 kita yang sudah terbiasan dalam setting solidaritas tentunya mampu melakukan hal yang sama dengan membangun organisasi (centrum of Trust). Pertarungan segitiga yang juga dihadapi kaum oposisi, selain menghadapi rezim Jokowi sekaligus Covid-19, harus dimaknai dua hal, pertama rezim Jokowi juga semakin lemah karena dampak coronavirus dan kedua, situasi saat ini justru kelompok2 non kapitalis yang lebih adaptasi dalam menyelamtakan rakyatnya. Penulis adalah Direktur Sabang Merauke Circle
Mayat Akibat Corona Tidak Diotopsi, Dan Tata Negara Yang Berlumpur
By Dr. Margarito Kamis, SH.M.Hum Ketika suatu kerajaan, hasil pajaknya menjadi berkurang karena hal-hal sebagaimana telah kami kemukakan, yaitu kemewahan, banyaknya tradisi, belanja-belanja, penghasilan tidak mencukupi dengan berbagai kebutuhan belanja dan perlu adanya tambahan harta dan pajak, maka kadangkala ditetapkanlah berbagai macam pajak atas transaksi-transaksi jual beli dan pasar-pasar rakyat sebagaimana kami kemukakan pada pasal sebelumnya. (Ibnu Khaldun 1332-1406). Jakarta FNN – Sabtu (30/05). Dunia belum benar-benar aman, bebas dari gempuran Corona. Jerman, China, Perancis, Spanyol memang telah melonggarkan pengetatan sosial. Tetapi dunia masih saja belum benar-benar keluar dari gempuran mahluk ini. Risikonya sejauh ini terlihat masih mengerikan. Indonesia juga belum aman. Namun perlahan-lahan terlihat Indonesia sedang bergerak memasuki pelonggaran pembatasan sosial secara substansial. Kebijakan ini sama sekali tidak berbicara Indonesia telah benar-benar berada di jalur aman. Pertempuran melelahkan ini terlihat masih akan terus menemani Indonesia. Menurut keterangan Pak Ahmad Yurianto, sampai hari ini (Jum’at, 29/5/2020) orang yang positif terjangkit corona sebanyak 678 orang. Total yang terjangkit berjumlah 25.216 orang. Pasien sembuh bertambah sebanyak 252 orang, sehingga total yang sembuh sebanyak 6.492. Yang meninggal 24 orang, sehingga total yang meninggal dunia sebanyak 1.520. Kesembrautan Terencana Semua negara sejauh ini terlihat sama dalam beberapa aspek. Pasien yang dirawat, anehnya diberi nomor. Mereka yang “maaf, sekali lagi maaf, meninggal dunia, tak bisa dilihat keluarga. Maaf almarhum atau almarhumah, diurusi dirumah sakit, dan dibawa langsung ke pemakaman. Keluarga tak bisa, untuk mengatakan. Juga tak diizinkan melihat, apalagi menyentuhnya. Begitukah seharusnya secara klinis? Para dokter dan para ahli virus, harus diakui adalah orang-orang paling kompeten bicara soal ini. Suka atau tidak, mahluk ini bukan mahluk tata negara. Juga bukan mahluk politik. Orang-orang politik dan tata negara jelas harus tutup mulut pada aspek ini. Serpihan-serpihan klinikal corona ini menggambarkan “ada pasien yang memiliki riwayat sakit lain, bawaan. Mohon maaf, sekali lagi mohon maaf, bila pasien, entah nomor berapa itu, berakhir dengan meninggal dunia, apakah pasien itu dinyatakan meninggal karena corona? atau karena penyakit bawaannya? Tak ada penjelasan otoritatif dan kongklusif sejauh ini. Tetapi satu hal pasein sembuh juga meningkat dari waktu ke waktu. Virus mematikan, tetapi masih ada yang sembuh? Aneh? Apa obatnya? Bagaimana cara menangani mereka? Tidak mungkinkah cara dan obat yang digunakan menyembuhkan mereka diekspos? Adakah yang melarang? Untuk apa, bila ada? Ditengah kesembrawutan itu China dan Amerika sedang memacu usaha menemukan vaksin antivirusnya. Pak Mohamad Toha, jurnalis senior FNN, dalam satu artikelnya menyajikan fakta satu dokter China melalukan otopsi pasien yang telah meninggal. Dia menemukan kenyataan klinis yang sama dengan temuan seorang dokter Indonesia (Lihat FNN, 21/5/2020). Pada artikel terakhir, Pak Toha juga menyajikan fakta penuh tanda tanya yang sedang menggunung di Amerika. Bill Gate, yang mengusahakan antivirusnya, dihentikan Trumph. Disisi lain Trump, entah secara official atau privat juga berada di track ini. Trump mengembangkan antivirusnya, (FNN, 28/5/2020). Pertarungan bisniskah? Bill Gate kalah loby? Trumph bekerja untuk Amerika atau dirinya? Dimana World Healt Organization (WHO) dalam trackt ini? Tidak jelas. Padahal WHO yang mendeklarasikan virus ini pandemic. Dalam kerangka itu, WHO memandu dunia tentang apa yang harus dilakukan menghadapi virus ini. Perkara bertali-temali ini, harus diakui sangat menantang dan eksplosif. Sejauh ini Amerika Serikat, dengan Trumph yang sangat independen untuk semua urusan pemerintahannya. Trump bahkan menantang, menghentikan donasinya ke WHO. Disisi lain Trumph lugas menempatkan China sebagai asal virus ini. Menariknya, Central Inteleligent Agency (CIA) justru memberikan pernyataan bernada koreksi atas Trump. Tampilan member kredit besar kepada China? Itu soal lain, yang rumit. Tetapi China menunjukan mereka bukan China tahun 1913. Mereka telah sangat lain dalam banyak hal. Mereka terlihat telah berada, hampir selangkah di depan Amerika. Dalam kasus tuduhan Trumph soal corona, China membuang keengganannya, untuk tak mengirimkan pesan menantang kepada Amerika. China jelas mulai merealisasikan ucapan Mao di hadapan konvensi konstitusional China di Beijing 1949. Kata Mao kala itu, seperti ditulis Ben Chu, Jurnalis Harian Independen London, bangsa China selalu jadi bangsa yang hebat, berani dan giat. Sekarang, bangsa kita, kata Mao tidak akan lagi jadi bangsa yang dijadikan bahan ejekan dan hinaan. Kita telah bangkit. Tahun 1996 sekelompok ilmuan China yang menyusun buku “China Can Say No”, dan pada tahun 2008 kelompok ilmuan yang sama menyusun buku “Unhappy China”. Para ilmuan ini terang mendorong China mengklaim posisinya di panggung dunia. Kata mereka, dengan kekuatan nasional China yang berkembang pada tingkat yang belum pernah terjadi, China harus berhenti menghina dirinya sendiri. China tulis para ilmuan ini harus menyadari fakta bahwa ia sekarang mempunyai kekuatan memimpin dunia. Dalam upaya menantang upaya asing, mereka menambahkan “Anda bisa memulai peperangan, bila anda memiliki keberanian”. Jika tidak “tutup mulut anda.” (Lihat Ben Chu, 2013). Diluar efek klinis, tumpukan kenyataan menunjukan pemerintahan-pemerintahan nasional terjerembab dalam kenyataan memilukan. Industri-industri besar dan kecil, terkapar. Orang-orang, untuk sebagian besar tersandra, terpenjara di rumah. Pekerjaan untuk menghidupkan diri dan keluarga lepas. Ummat beragama, apapun agama itu, terasingkan dari rumah ibadahnya. Masjid-Masjid dan rumah ibadah agama lain pun dilarang dikunjungi ummatnya. Dahsyat betul efek non klinisnya. Apa sesudahnya? Modus Ciptakan Keuntungan Dramanya luar biasa. Detik demi detik dunia tenggelam dalam kenyataan orang mati tiba-tiba atau beberap hari setelah di Rumah Sakit. Panik, panic dan panik. Teriakan Lockdown dan social distancing pun menggema dimana-mana. Pemerintah dunia merespon dengan cara yang satu dan lainnya berbeda. Tetapi apapun itu, gema lockdown dan social distancing akhirnya bekerja, terlepas dari efektifitasnya. Hal barukah fenomena ini? Tidak, sama sekali tidak. Ini fenomena tipikal setiap kali terjadi krisis. Cukup cerdas, atas nama transparansi dan informasi publik, detik demi detik dunia dicekoki derita corona. Panik terus berlangsaung dengan gelombang yang tak berubah. WHO terus muncul digaris depan memberikan informasi ke dunia, penuh semangat, entah transparansi atau melambungkan kepanikan, yang hebat. Ini mirip, dalam level yang bisa dikenali, tampilan IMF dan World Bank dalam krisis keuangan. Nampaknya WHO, seperti juga IMF dan World Bank, tertakdir secara licin menjadi bos besar pemerintah-pemerintah berdaulat di dunia ini. WHO, IMF dan World Bank jadinya seperti pemerintah satu dunia, one world goverment. Negara-negara berdaulat di dunia, suka atau tidak. Sebagai rakyat dari pemerintah satu dunia itu. Dunia dirancang untuk pada saatnya harus tunduk pada WHO. Pada saat lain harus tunduk pada IMF dan World Bank. Corona menempatkan WHO sebagai leader penanganan. Itu serkarang. Suka atau tidak diujung jalan ini, dunia ditunggu dan akan menyembah pada IMF dan World Bank. Tidakkah negara-negara didunia segera setelah ini berurusan dengan utang dan utang? Tidakkah negara-negara di dunia saat ini telah terlilit pelambatan ekonomi kronis. Kas negara-negara itu sedang keropos abis? Pembaca FNN yang budiman, luangkanlah sedikit waktu untuk melintasi masa lalu. Masa-masa krisis yang pernah terjadi. Disepanjang lintasan itu, ditemukan satu kenyataan. Inti dan muara krisis adalah ekonomi. Krisis muncul sebagai cara hitam, licik, tamak dan culas untuk mengubah secara radikal tata kelola ekonomi dan tata negara. Tidak lain dari itu. Perang Dunia Pertama tahun 1914, dan krisis ekonomi hebat tahun 1929 misalnya, jelas dan terang semua sebab serta hasil akhirnya. Krisis adalah satu-satunya cara paling andal industrialis, korporat merealisasikan ide-ide ekonominya. Penyebab dan modusnya saja yang berbeda. Tetapi hasil akhirnya tetap saja sama. Keuntungan ekonomi yang berlipat-lipat. Tidak lebih. Krisis besar selalu begitu. Mengancurkan tatanan yang sudah ada, terutama ekonomi. Kerusakan ini, tentu harus dipulihkan. Karena bobot dan skala kerusakannya, pemerintah harus bekerja secara tidak biasa. Pemerintah harus luar biasa dan progresif. Progresif dalam konteks ini, tidak pernah lain dari maksud dan esensinya, selain bekerja melampaui batas demarkasi dan konstitusi yang sudah baku. Ketentuan konstitusi, kalau tak dikesampingkan, harus diberi tafsir, bobot yang baru. Bekerja melampaui demarkasi konstitusi inilah yang ditolak oleh Herbert Hovert, Presiden Amerika yang pada pemerintahannya krisis ekonomi hebat tahun 1929 berawal. Menurut Anthony Sutton dalam buku FDR and The Wall Street, dan Hitler and Wall Street juga Ralph Epperson dalam “Invisible Hand” menemukan kenyataan, krisis ekonomi hebat itu terencana dan direncanakan. Du Pond dan Rockeffeler Group bekerja untuk Franklin Delano Rosevelt (FDR) memimpin Amwerika. Hovert harus tersingkir. Itu sebabnya Sutton terang-terangan menunjuk industrialis Wall Street berada dibalik krisis itu. Dan segera setelah FDR menjadi Presiden bergemalah cara kerja progresifnya. Konsep yang menurut Herbert Hovert bersifat fasis itu. Progresif, untuk sebagian merupakan terminologi tipuan. Kreasi menutupi isi otoritarian di dalamnya. Konsep ini melahirkan konsekuensi pemerintah mengendalikan semua aspek kehidupan rakyat. Depresi dan kegagalan pasar yang unregulated, mengakibatkan pemerintah harus melakukan intervensi. Presiden memegang control utama penyelenggaraan pemerintahan (Lihat Brian D. Feinstein, Congres in the Administrative State, Dalam Coase-Sandor Institute Law and Economic, 2017). Praktis krisis ekonomi hebat tahun 1933 meruntuhkan tesis klasik Adam Smith tentang laissez-faire. Ini disebabkan recovery ekonomi membutuhkan tindakan kordinatif dan planning pemerintah (lihat Cass R, Sustein, dalam Constitutionalism After The New Deal, dalam Harvard Law Review Vol.101, 1987). Demokrasi dalam kasus ini, sama sekali bukan tentang pemerintah partisipatif. Sekali lagi bukan itu. Mengapa? Kordinasi dan planing tak selalu sama dengan mengadaptasikan kehendak rakyat. Planing dan kordinasi tetap saja berwatak administrative, untuk tak mengatakan teknokratik. Toh presiden dapat langsung merealisasikan kebijakannya melalui Executive Order. Tiga Executive Order, didentifikasi Ralph Epperson digunakan FDR mewujudkan kebijakannya. Pertama, rakyat harus menjual emasnya sesegera mungkin ke Bank. Setelah rakyat melakukannya, lalu FDR mengeluarkan Executive Order lagi. Kali ini FDR menurunkan nilai dollar. Apa akibatnya? Uang yang telah ada ditangan yang menjual emas berkurang nilainya. Mereka rugi. Tapi tak bisa berbuat apa-apa. Setelah itu, keluar lagi Executive Order ketiga, yang isinya meliburkan bank. Ini dikenal dengan Bank Holiday. Begitu Bank dibuka, emas yang di bank telah melayang Bank of England. Selalu selangkah lebih di depan mendahului ilmuan tata negara konvensional. Perencana new deal telah menyediakan lebel baru untuk pemerintah jenis itu. Apa namanya? Brian D. Feinstein dalam Congress in the Administrative State, dimuat pada Coase-Sandor Institute for Law and Economic, 2007, menyebut administrative state, bukan authoritarian state. Hebat. Apa tipikal organiknya? Selain presiden berada di orbitnya, dibentuk badan yang didisebut executive agency, sebagai executive branch. War Industries Board, misalnya (catatan dibentuk pada masa Woodrow Wilson dan dipimpin oleh Bernard Baruch). Pada masa krisis, badan ini disuport habis oleh corporate executive. Pada masa FDR dibentuk, beberapa diantaranya Federal Emergency Administration of Public Workers, National Labour Relation Board, Labor Advisory Board dan Consumer’s Advisory Board. Tampilan tata negara macam inikah yang akan muncul setelah Corona, terutama di Indonesi? Tidak. Tetapi siapa di dunia ini yang akan keluar sebagai pemenang ekonomi dalam krisis ini? Pembaca FNN yang hebat, silahkan baca disertasi Anggela Lanette Smith. Judulnya Economic Revolution From Withim: Herbert Hovert, FDR and The Emergency of National Industrial Recovery Act. Disertasi ini dipertahankan di hadapan sidang senat Wayne State University tahun 2015. Cukup jelas Enggela menunjukan dalam nada yang datar, korporasi besar keluar sebagai kelompok yang berkibar. Baik pada saat itu maupun setelah krisis terjadi. Lupakan dulu otopsi. Perlu tidaknya dilakukan otopsi terhadap mayat-mayat yang dikubur dengan menggunakan standar protokol corona vorsi WHO. Namun pertimbangkanlah siapa itu korporasi berskala dunia yang akan berkibar dengan vaksin anti corona. Korporasi mana di Indonesdia yang akan bergembira menikmati kebijakan pemulihan dampak ekonomi virus ini? Satu hal, yang pasti negara-negara kecil, yang ekonominya keropos, termasuk Indonesia akan mempertahankan reputasinya sebagai tukang utang paling gemilang. Dan rentenir Internasional terus berkibar sebagai rentenir yang selalu untung. Suka atau tidak, itu nyata terjadi. Penulis adalah Pengajara Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternater
Perlawanan Politik Ruslan Buton
By Asyari Usman Jakarta, FNN.co.id - Sekarang ini, sedang viral ‘perlawanan politik’ yang dilakukan oleh Ruslan Buton. Dia adalah seorang tentara yang diberhentikan dari TNI AD. Kesalahannya, menurut Mahkamah Militer Ambon, terlibat pembunuhan. Selain dipecat, Ruslan juga dihukum penjara 22 bulan. Dia bebas pada akhir 2019. Kalau mahkamah militer memvonis Ruslan sebagai pembunuh, tidak begitu halnya di mata warga Kecamatan Lede, Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara. Warga menganggap Ruslan sebagai ‘pahlawan’. Menurut berbagai tulisan online, termasuk BeritaFajarTimur-Com edisi 10 Juni 2018, Ruslan berhasil ‘menghentikan’ kesewenangan seorang penjahat. Namanya LG. Yang dikatakan punya kelompok sadis. Inilah ‘background’ singkat Ruslan Buton. Mantan kapten AD yang berpostur tegap itu, saat ini menunjukkan bahwa dia ingin menyelamatkan Indonesia. Tak tanggung-tanggung. Dia menulis surat terbuka yang divideokan. Video itu kemudian viral sejak 18 Mei 2020. Di dalam orasi video itu, Ruslan meminta agar Presiden Jokowi mengundurkan diri. Dikutip dari CNNIndonesia, Ruslan berkata, "Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat, seluruh komponen bangsa dari berbagai suku, ras dan agama." Gara-gara surat ini, Ruslan berurusan dengan kepolisian. Kemarin, 28 Mei 2020, dia dibawa polisi. Penangkapan ini sangat ‘high profile’. Sampai-sampai Densus 88 ikut turun. Ada sejumlah pamen polisi dan militer yang mendatangi rumahnya di Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Nah, bisakah dipercaya bahwa Ruslan sedang melakukan ‘perlawanan politik’? Mungkinkah ada ‘X-factors’ dalam drama ini? Bagi saya pribadi, saya bersangka baik saja. Saya yakin Ruslan adalah bagian dari banyak orang, bisa jutaan atau puluhan juta, yang sedang resah melihat cara negara dan pemerintahan dikelola. Kalau jutaan orang lainnya memilih diam membisu dalam ketidakberdayaan, Ruslan tampil beda. Dia langsung ‘menghadap’ Jokowi. Bisa dipahami. Di dalam dirinya pastilah masih mengalir berliter-liter darah yang tak mengenal takut. Karena itu, saya tidak skeptis tentang motif Ruslan. Saya tak percaya ada ‘faktor-faktor X’ yang memantik perlawanan politik warga Kecamatan Lede ini. Menurut hemat saya, Ruslan memang murni merasa tak nyaman dengan situasi akhir-akhir ini. Mungkin dia telah melakukan observasi yang serius dan panjang terhadap hiruk-pikuk politik Indonesia. Sangat mungkin pula, Ruslan telah mengumpulkan banyak catatan buruk tentang penyelenggaraan pemerintahan. Misalnya, tentang keanehan-keanehan yang terkait dengan investasi China. Tentang tenaga kerja China yang masuk ke negara ini dengan legal maupun tidak legal. Tentang utang yang menumpuk. Tentang jebakan utang China. Dan tentang pengaruh China yang semakin besar di Indonesia. Boleh jadi Ruslan mengikuti berita, laporan, komentar, dlsb, mengenai makin banyaknya impor produk makanan, pertanian, dan manufaktur yang datang dari China. Sehingga, seperti dikatakan banyak orang, Ruslan pun berkesimpulan bahwa apa saja yang diperlukan Indonesia didatangkan dari China. Sehingga pula, kedaulatan negara ini bagaikan berpindah ke genggaman China. Bisa jadi juga Ruslan banyak mengamati diskusi dan diskursus tentang komunisme dan gejala kebangkitan PKI di negeri ini. Tentang sisa-sisa PKI yang semakin percaya diri, dll. Tentang pemameran lambang atau simbol PKI dan komunisme yang semakin sering terjadi. Di berbagai pelosok negeri. Mungkin pula Ruslan ikut mengamati ketimpangan dalam penegakan hukum dan keadilan. Boleh jadi mantan tentara ini sependapat dengan banyak orang bahwa hukum hanya dibuat untuk mengikat rakyat jelata. Tidak untuk elit politik dan elit ekonomi-bisnis. Tidak untuk para pengusaha dan konglomerat rakus yang mengeruk kekayaan Indonesia tanpa syarat, tanpa batas. Barangkali, semua ini membisikkan kekhawatiran ke telinga Ruslan. Yang kemudian, mungkin, menggiring pikirannya untuk menyimpulkan bahwa kedaulatan rakyat atas NKRI ini sedang terancam. Wallahu a’lam. Lantas, apakah Ruslan Buton sendirian? Tampaknya tidak. Sekarang ini sudah bermunculan tagar-tagar yang bertajuk dukungan untuk Pak Kapten.[] 29 Mei 2020(Penulis Wartawan Senior)
Adu Cepat China dan AS Bikin Vaksin Covid, Bisakah Indonesia Mandiri?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Hasil otopsi pasien korban Virus Corona atau Covid-19 di China maupun Italia menunjukkan bahwa yang diserang itu adalah paru-paru. Sehingga, pada akhirnya pasien mengalami sesak nafas dan tidak bisa bernafas sama sekali. Beijing Institute of Biotechnology dan CanSino Biological akhir bulan lalu mempublikasikan soal vaksin corona yang dikembangkan. Dalam uji klinis tahap awal vaksin ini telah berhasil memicu antibodi penawar pada puluhan pasien. Hasil penelitian ini pun dipublikasikan di jurnal kesehatan The Lancet pada Jumat pekan lalu. Vaksin itu bernama Ad5-nCoV. Vaksin ini diujikan ke 108 orang dengan usia 18-60 tahun dengan dosis rendah, sedang, dan tinggi. Masing-masing kelompok terdiri dari 36 orang. Kandidat uji coba vaksin diinduksi dengan antibodi yang mengikat pada sebagian besar pasien corona yang telah terjangkit 28 hari. Dalam uji coba vaksin ini, pada hari ke-28, pasien yang mendapat dosis vaksin rendah dan menengah menunjukkan, pada pasein adanya antibodi penawar dibandingkan dengan pasien dalam kelompok dosis tinggi. Menurut para ahli, konsentrasi antibodi penawar ini penting untuk mendapatkan perlindungan dari virus. Para peneliti juga menganjurkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dan uji coba dengan lebih banyak relawan sebelum vaksin dihadirkan buat publik. “Hasil ini merupakan tonggak penting,” ungkap Wei Chen, profesor di Institut Bioteknologi Beijing dan pemimpin penelitian kepada para media, seperti dikutip dari CNBC International, Senin (25/5/2020). “Namun harus ditafsirkan dengan hati-hati. Tantangan dalam pengembangan vaksin Covid-19 belum pernah terjadi sebelumnya, dan kemampuan untuk memicu respons kekebalan ini tidak selalu menunjukkan bahwa vaksin tersebut akan melindungi manusia dari Covid-19.” Informasi saja, menurut World Health Organization (WHO) ada 9 vaksin yang diujikan ke manusia. Vaksin Ad5-nCoV merupakan yang paling maju karena sudah masuk uji klinis fase 2 dari tiga tahun. Fase 2 sudah dilaksanakan pada April 2020. Sayangnya hasil penelitian fase 1 tidak dipublikasikan di jurnal kesehatan. Ketika memasuki fase 2, CanSino hanya menyatakan pihaknya bergerak ke uji klinis fase 2 berdasarkan “data keselamatan awal” dari fase 1, yang melibatkan 500 orang. Bagaimana dengan Amerika Serikat? Berita yang dilansir CNN Indonesia, Senin (18/05/2020 10:07) berjudul “Program Tes Covid-19 Bill Gates Dihentikan Pemerintah AS” ini menarik untuk dikaji. Badan Pengawas Obat dan Makanan (The US Food and Drug Administration/FDA) Amerika Serikat memerintahkan program pengujian virus corona (Covid-19) di Seattle yang didanai pendiri Microsoft Bill Gates di Seattle dihentikan hingga batas waktu yang ditentukan. FDA mengatakan bahwa program pengujian yang menawarkan kit pengujian secara mandiri di rumah itu boleh dilanjutkan jika sudah mendapat persetujuan tambahan. Program bernama SCAN atau Seattle Coronavirus Assessment Network itu telah diuji pada 300 orang sebelum diperintahkan berhenti. SCAN diklaim tidak bermaksud menggantikan pengujian negara yang sudah tersebar luas, melainkan untuk mendeteksi lebih jelas tentang bagaimana Covid-19 itu menular melalui komunitas yang berada pada risiko terbesar dan apakah tindakan jarak fisik efektif bekerja. Melansir Business Insider, situs web SCAN mengunggah informasi terbaru yang mengatakan bahwa FDA memerlukan Emergency Use Authorization (EUA) untuk tes virus corona yang dilakukan secara mandiri. FDA mengatakan, programnya tersebut harus dikenai pedoman pengujian diagnostik karena mengembalikan hasil kepada pasien. Dalam informasi itu dikatakan FDA belum menemukan masalah keamanan dan keakuratan tes SCAN. Meski demikian seorang juru bicara FDA mengatakan bahwa masalah penghentian program tampaknya terkait kategorisasi dan penggunaan tes SCAN. Tes itu dikategorikan sebagai tes pengawasan yang hanya digunakan peneliti dan tak bisa diberikan kepada pasien atau dokter untuk tujuan diagnostik. SCAN diluncurkan pada awal Maret dengan pendanaan dari Gates Foundation. Program itu merupakan kolaborasi antara Seattle dan King County Public Health Department dengan sejumlah universitas dan rumah sakit. Lewat blog pribadinya, Gates menjelaskan program pengujian SCAN merupakan kelanjutan dari program penelitian flu yang pernah ditemukan pada tahun 2018, yakni Seattle Flu Study. Program itu sebelumnya melacak penyebaran flu selama musim 2018 dan mendeteksi kasus virus corona pertama di Amerika Serikat pada Februari 2020. WHO mengatakan, pengujian luas diperlukan untuk menghentikan pandemi. Namun, data menunjukkan AS masih tertinggal dari negara lain dalam pengujian per kapita. Melansir The Hill, Gates mengatakan program SCAN bisa menjadi alat yang efektif dalam memandu respons kesehatan masyarakat. “Tidak hanya akan membantu meningkatkan pemahaman kita tentang wabah di Seattle, itu juga akan memberikan informasi berharga tentang virus untuk komunitas lain di seluruh dunia,” tulis Gates dalam postingan blognya. Di sisi lain, kekhawatiran juga tengah terjadi akibat efektifitas tes antibodi virus corona, yang semula diklaim bisa mengukur seseorang sebelumnya memiliki Covid-19. SCAN sendiri diketahui tidak menguji antibodi. Bersamaan dengan penghentian program SCAN Gates itu, Presiden Donald Trump menunjuk seorang ilmuwan muslim sebagai kepala program Vaksin Corona, Moncef Mohamed Slaoui, seorang ahli imunologi yang lahir dan besar di Maroko. “Kepala peneliti Operation Warp Speed adalah Dr Moncef Slaoui, seorang ahli imunologi yang diakui dunia dan telah membantu pembuatan 14 vaksin baru. Banyak vaksin (kami), selama 10 tahun dia mengabdi di sektor swasta,” kata Trump dikutip dari DAWN. Presiden Trump juga mengatakan Dr Moncef Slaoui adalah salah satu sosok yang sangat dihormati di dunia. Terutama dalam bidang produksi dan pembuatan atau formulasi vaksin untuk berbagai penyakit. Operation Warp Speed adalah nama program yang digagas Trump, untuk mempercepat penemuan vaksin corona dan penyebarannya ke seluruh Amerika. Dr Moncef Slaoui nantinya dibantu General Gustave F Perna. “Saya baru melihat data terbaru dari uji coba klinis vaksin virus corona. Data ini membuat saya yakin kita mampu membuat dan mengirim ratusan juta dosis vaksin pada akhir 2020,” kata Dr Moncef Slaoui yang lahir pada 1959 di Agadir, Maroko. Dikutip dari Morocco News World, Dr Moncef Slaoui sempat menjadi kepala departemen vaksin di GlaxoSmithKline dan berkarir selama 30 tahun di salah satu perusahaan obat besar dunia tersebut. Beberapa vaksin yang dihasilkan Dr Moncef Slaoui adalah Rotarix, Synflorix, dan Cervarix. Rotarix untuk mencegah gangguan pencernaan (gastroentritis) pada bayi, Synflorix untuk penyakit pneumococcal, dan Cervarix untuk mengatasi kanker serviks. Tampaknya di balik perintah penghentian pengujian SCAN Gates itu ada persaingan bisnis “pribadi” antara Gates dan Trump yang sudah menyiapkan Dr Moncef Slaoui untuk menjadi Kepala Operation Warp Speed yang digagas Trump itu. Tidak salah kalau kemudian Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari blak-blakan soal flu burung, virus corona, dan Bill Gates. Menurut Siti Fadilah, saat itu dia membuktikan virus flu burung tidak menular. “Saya membuktikan virus flu burung tidak menular. Saya protes ke PBB setelah itu stop vaksin. Saya stop flu burung tidak pakai vaksin tapi pakai politik,” katanya. Pada saat itu vaksinnya dijual ke Indonesia. Kalau dijual ke Indonesia mahal dan kita harus ngutang. Siti Fadilah juga mengungkapkan keanehan pada Bill Gates. Ia mengungkapkan keanehan pada Bill Gates yang mempersiapkan vaksin. “Ada sesuatu yang aneh, saya ikutin Bill Gates ini di forum ekonomi internasional awal tahun,” ujarnya. Menurut Siti Fadilah, di situ Gates menggebu-gebu bahwa nanti akan ada pandemi. Anehnya dia juga mempersiapkan vaksin. Kenapa ada pandemi selalu ada vaksin. Kenapa pandeminya tidak vaksindiselesaikan? “Dia kan bukan dokter, mengapa dia begitu fasih menganalisa akan terjadi pandemi?” tanya Siti Fadilah. Menganalisa dunia akan butuh vaksin sekian miliar. “Untuk saya, itu sesuatu yang tidak masuk di akal saya. Ada apa sih, dia kan pebisnis, ahli komputer, mungkin dia ahli virus, tapi virus komputer, tapi virus manusia berbeda,” imbuh Siti Fadilah ini. Soal virus corona, Siti Fadilah mengatakan, setiap pandemi dan munculnya vaksin itu bisa ditebak ada “udang di balik batu”. Kalau orang tidak siap sebelum pandemi, orang pasti bingung. “Ini ada sekelompok yang malah siap vaksinnya (virus corona) gitu,” tuturnya. “Ibu mencurigai ini buatan dia (Bill Gates)?” ketika ditanya Deddy Cobuzier. “Saya tidak mencurigai tapi semua orang bisa berpikir sendiri. Kalau semua orang dia support, at least harus menghormati yang support,” ucap Siti Fadilah. Menurut Siti Fadilah, Indonesia sekarang ini dalam menghadapi virus corona, harus mandiri membuat vaksin. Ia menyebut, orang Indonesia bisa membuat vaksin. Ibu Benar, Indonesia punya ahlinya yang berhasil atasi beragam virus ciptaan “orang jahat”. Uji klinis pada pasien-pasien Covid-19 membuktikan, formula Probiotik Siklus telah berhasil menyembuhkan mereka. Penulis Wartawan Senior.
Corona Menjadi Istri Pak Mahfud
By M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Jum’at (29/05). Banyak pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang aneh-aneh. Mulai dari soal Indonesia tak ada corona. Korban kecelakaan yang lebih banyak daripada korban corona. Mudik dan jamaah tarawih yang bisa dipidana. Tidak cukup hanya itu pernyataan aneh. Menko Mahfud MD juga bicara tentang Masjid yang ditutup. Alasan Mahfud, karena jama'ah masjid banyak korban seperti di Iran, hingga pidato sambutan di UNS soal meme kiriman Luhut yang bercanda membandingkan corona virus sama dengan seorang istri. "corona is like your wife, is easily you try to control it then you realize that you can't, then you learn to live whith it". Begitu bunyi meme yang dikutip Mahfud. Tentu saja netizen banyak yang marah atas joke berlebihan tersebut. Menyamakan corona virus dengan seorang istri yang tidak mudah ditaklukan. Sikap dan perbuatan ini dinilai sebagai penistaan terhadap status seorang istri. Pertama, menghadapi wabah corona yang merupakan "desease" apapun upayanya adalah mengatasi. Baik itu mencegah maupun menyembuhlan. "Wife" tentu saja bukan "desease" yang dianggap bisa bersahabat. Faktanya corona bisa membunuh. Kedua, keliru berat jika niat untuk menikah adalah dalam rangka menaklukan istri. Sehingga konsep bangunan awal adalah peperangan untuk mengalahkan. Saat tak mampu menaklukan, maka jadinya berdamai "learn to live with it". Itu keterpaksaan. Ketiga, terlalu jauh membanding-bandingkan pernikahan dengan penyakit. Itu terlalu mengada-ada. Terkesan kehabisan bahan untuk bicara ke masyarakat. Masa sepanjang hidup harus sesak nafas, dan panas badan tinggi. Suami-istri itu seharusnya bersimbiose mutualistic. Bermakna dan berdaya guna. Sedangkan wabah corona justru bersimbiosis parasitis. Merusak tubuh. Joke Menteri "intelek" seperti Mahfud dan Luhut menjadi gambaran, betapa tidak seriusnya mereka sebagai petinggi negara mengatasi wabah corona. Nyawa yang telah menjadi korban, baik masyarakat maupun tenaga medis ternyata dimain-mainkan sebagai joke oleh menteri. Seolah-olah kematian mereka itu sesuatu yang tidak berharga. Apalagi meme lucu-lucuan tersebut dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan "new normal". Yang mau dimodelkan untuk berdamai dengan "desease". Di tengah grafik pandemi virus corona yang belum begitu menggembirakan. Kepentingan rakyat menjadi yang dinomorduakan. Sementara kepentingan para pengusaha yang didahulukan. New normal jadinya adalah new marital menuju new mortal. Herd immunity yang berisiko tinggi. Kebijakan pola penjudi dan coba coba. Masyarakat yang dijadikan sebagai "kelinci percobaan" untuk menciptakan klaster-klaster baru penularan. Rakyat semestinya menyatakan "terserah" saja jika Pak Mahfud dan Pak Luhut mau memperistri virus corona. Kita hanya bisa mengucapkan "selamat menempuh hidup baru". Semoga bahagia selalu. New abnormal life. Kita mah semua tidak mau punya istri atau berumah tangga dengan virus corona. Secantik apapun corona itu. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Gara-gara Berita, Wartawan Detik Diancam Dibunuh. Ada Pihak yang Tersinggung?
Oleh: Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Apapun alasannya mengancam membunuh orang lain adalah tindak kejahatan melawan hukum. Lalu mengapa wartawan Detik yang menulis kunjungan Jokowi ke Summarecon Mall Bekasi diancam mau dibunuh? Apa salahnya wartawan detik ini? Tapi siapa sih sebenarnya yang mengancam membunuh itu? Apakah dia (oknum) pendukung Pak Jokowi atau ada pihak lain yang memang sengaja ingin membuat suasana keruh? Atau itu cuma trik pihak-pihak tertentu saja, untuk mengalihkan perhatian publik dari persoalan besar bangsa ini. Lagian sewot amat sih, sampai mengancam mau membunuh wartawan? Apakah ada pihak-pihak yang dirugikan dengan pemberitaan Detikcom? Memang agak susah untuk membuktikan siapa orang yang mengancam akan membunuh, kecuali kalau kepolisian mau melakukan penyelidikan dan penyidikan secara serius dan profesional. Tapi mari kita uraikan dulu duduk perkara dan kronologi masalah ini. Pada awalnya, Detikcom menurunkan berita pada hari Selasa 26 Mei jam 9.10, dengan judul: "Jokowi Pimpin Pembukaan Sejumlah Mal di Bekasi Siang Ini di Tengah Pandemi". Kemudian di hari dan jam yang sama, Detikcom menurunkan berita dengan judul: "Pemkot: Jokowi Siang Ini ke Bekasi Dalam Rangka Pembukaan Mal". Isi berita ini persis sama dengan judul berita sebelumnya. Berita tersebut berasal dari informasi yang disampaikan Kepala Sub Bagian Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi. Namun setelah berita tersebut menyebar dan viral, tidak berapa lama kemudian pernyataan Kasubbag Humas tersebut diluruskan oleh atasannya yakni Kepala Bagian Humas Pemkot Bekasi. Detikcom pun menurunkan berita klarifikasinya dengan judul: "Pemkot Bekasi Luruskan soal Kunjungan Jokowi Cek Persiapan New Normal". Berita ini dipublikasikan hari Selasa itu juga pada jam 10.42 WIB. Jokowi berencana mengecek persiapan new normal di Bekasi. "Meninjau Kota Bekasi dalam rangka persiapan penerapan prosedur new normal setelah PSBB, di sarana publik," ujar Kabag Humas Pemkot Bekasi Sayekti Rubiah, ketika dihubungi detikcom, Selasa (26/5/2020). Sayekti menyanggah kunjungan Jokowi terkait pembukaan mal-mal di Bekasi. Mal di Bekasi akan dibuka usai hasil evaluasi PSBB. "Kemungkinan, mal itu bisa dibuka hasil dari pemantau evaluasi dari PSBB tersebut," imbuhnya sebagaimana diberitakan Detik. Bukan berita hoax Sepanjang yang saya telusuri di google, sampai hari Kamis (28/5), ketiga judul berita Detikcom diatas tidak berubah.Artinya, kesemua isi berita tersebut secara jurnalistik dapat dipertanggungjawabkan alias bukan berita hoax. Kalau sebuah berita dibantah atau diklarifikasi oleh nara sumber dalam hal ini Pemkot Bekasi, bukan berarti berita sebelumnya salah. Berdasarkan penelusuran saya via internet, penulis berita soal kunjungan Jokowi adalah Tim Detik. Sebelumnya nama wartawan yang menulis berita tersebut kemungkinan dicantumkan. Tapi setelah ada ancaman pembunuhan, nama.penulis beritanya diganti dengan Tim Detik. Sebab menurut keterangan pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, nama penulis yang tercantum di dalam berita Detik menyebar di internet, dari Facebook hingga Youtube. Nah dari medsos itulah, kekerasan terhadap penulis berita tersebut dimulai. Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris. Dia mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meskipun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan. "Selain itu, Situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media.Cara ini dikenal sebagai doxing, yaitu upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers," kata Asnil Bambani, Ketua AJI Jakarta, dalam siaran persnya, Rabu (28/5). Selain doxing, kata Asnil Bambang, jurnalis itu juga mengalami intimidasi lantaran diserbu pengemudi ojol yang membawa makanan kepadanya. Padahal, kenyataannya tak memesan makanan melalui aplikasi. Bahkan jurnalis tersebut juga diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal melalui pesan WhatsApp. AJI Jakarta menilai di tengah upaya Jokowi menggencarkan persiapan New Normal, pemberitaan yang tak sepaham dengan narasi pemerintah tampaknya menjadi sasaran penyerangan. Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 4 ayat 1-3 menjelaskan, salah satu peranan pers adalah melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Yang menghambat atau menghalangi maupun penyensoran dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. AJI Jakarta mengingatkan para pihak yang bersengketa terkait pemberitaan di media agar menyerahkan kasusnya kepada Dewan Pers untuk menilai dan mengupayakan penyelesaiannya. Melapor polisi Terkait ancaman pembunuhan ini, pihak Detikcom sudah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Vivanews memberitakan bahwa pihak Detikcom telah meminta pengamanan dari Polri terhadap jurnalisnya itu. AJI Jakarta juga meminta agar kepolisian mengusut hingga tuntas ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detik serta meminta agar Dewan Pers turun tangan. Sementara di Medsos juga beredar Meme yang diberi judul: "Detik Gini Amat". Meme tersebut selain berisi foto Jokowi juga terdapat screenshot tiga judul berita Detikcom seperti yang dibahas di atas. Lalu Meme itu dengan kalimat tambahan yang berbunyi: "Bikin Hoax Dulu, Pelintir Dulu. Ralat Kemudian. Lalu Apa Tanggungjawab Media Terhadap Hoax yang Terlanjur Tersebar?" Meme yang beredar di Medsos tersebut adalah suara netizen yang seolah-olah merasa paling benar. Dengan menuduh berita Detikcom itu sebagai hoax. Seperti layaknya sebuah Meme, narasi kalimat yang tertuang didalamnya pun bersifat provokatif. Misalnya kalimat provikatifnya seperti ini: "Detikcom sengaja merusak apa saja yang dikerjakan Pak Jokowi. Waspadalah !!!! Detikcom sudah berpolitik untuk mencapai sebuah tujuan. Jangan biarkan Pak Jokowi sendirian hadapi media-media jahat. Media penghasut harus dilawan". Seperti biasanya kalimat provokatif seperti itu tanpa didukung data dan fakta yang valid. Meski demikian, ujaran tersebut tetap beredar di Medsos. Padahal, sebenarnya kelompok yang merasa dirugikan oleh pemberitaan Detikcom tersebut, bisa mengajukan hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers. Loh kok tidak bisa langsung mengadukan ke polisi? Lah kan ini termasuk sengketa pers sehingga jalurnya berdasarkan UU Pers, harus melalui Dewan Pers. Netizen yang cerdas dan memiliki kekuatan dalam literasi, seharusnya berpikir ulang sebelum menyebarkan Meme provokatif tersebut. Alangkah baiknya para Netizen yang menjari pendukung Jokowi, memahami dulu tentang mekanisme kerja wartawan dan kaidah jurnalistik. Nah, kalau sudah melek baru membuat Meme yang cerdas dan mencerahkan masyarakat di dunia Maya. Terlepas dari itu semua, meskipun liputan Detikcom soal Kunjungan Jokowi ke Summarecon Mall Bekasi hari Selasa lalu, tidak ada yang menyalahi kaidah jurnalistik. Namun, menurut saya, liputan Detikcom soal kegiatan Presiden tersebut kurang komprehensif. Sebagai sebuah portal berita, seharusnya Detikcom bisa menyajikan berita dari berbagai sisi (cover all side). Ketika terjadi silang pendapat dan informasi antara apakah Presiden hendak melakukan persiapan New Normal atau pembukaan mall di Bekasi, Detikcom seharusnya bisa menyajikan informasi resmi dari nara sumber di Biro Pers Istana Kepresidenan atau pejabat di Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Selain itu Detikcom bisa juga menggali informasi dari pihak manajemen Summarecon Mall Bekasi. Pertanyaannya mendasar saja: Apakah kegiatan yang akan dilakukan Presiden di mal ini? Justru bagian ini yang dilakukan oleh portal berita Tempo, yang sengaja mewawancarai pengelola mal sebelum kedatangan Presiden Jokowi ke Bekasi. Sepanjang pengalaman saya menjadi wartawan, mutu suatu berita kerap ditentukan oleh nara sumbernya. Katakanlah misalnya isi suatu berita benar, tapi apakah nara sumber yang diwawancarai itu cukup representatif/otoritatif atau tidak. Kadang orang yang berbicara atau narsum yang menyampaikan informasi kepada publik, ikut menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap media tersebut. Di dunia birokrasi termasuk di lingkungan Pemda, informasi kepada wartawan biasanya disampaikan langsung oleh kepala daerah atau diwakili melalui Humas. Nah, dalam kasus berita Detikcom, informasi awal yang dijadikan sebagai nara sumber adalah Kepala Sub Bagian Publikasi Eksternal Humas Pemkot Bekasi. Menurut saya, kapasitas nara sumber ini kurang kuat. Katakanlah, Kasubbag Humas ini mempunyai kewenangan untuk berbicara dan menyampaikan informasi kepada media, wartawan Detikcom seharusnya bisa melengkapi sekaligus cross check kepada atasannya yakni Kepala Bagian Humas. Dulu, ketika saya bertugas di lapangan meliput kegiatan Pemda, biasanya yang memiliki kewengan berbicara kepada wartawan adalah Kepala Bagian Humas. Sedangkan staf bagian humas di Pemda, biasanya membantu menyediakan data-data kuantitatif yang dibutuhkan wartawan. Ooh ya hampir lupa. Jadi siapa sebenarnya orang yang mengancam akan membunuh wartawan Detik? Saya cari-cari di google, kok engga ada ya. Saya mau nanya ke Pejaten, tapi tidak punya jalurnya kesana. Wallahu a'lam bhisawab. Penulis Wartawan Senior.
Diktator Itu Pemeras Rakyat
By Furqan Jurdi Jakarta FNN – Kamis (28/05). Bentuk wajah yang merakyat, dan penampilan yang sederhana tidak menjamin seseorang itu menjadi baik. Betapa banyak orang yang tertipu dengan penampilan? Kita di Indonesia, kebanyakan mau untuk ditipu dari bentuk luar saja. Kata Plato, para diktator itu tidak muncul dengan muka yang bengis. Diktator juga tidak dengan wajah yang menyeramkan. Untuk pertama kali diktator itu, berpura-pura bertindak sebagai pelindung. Selalu tersenyum kepada siapapun yang dijumpainya. Bitulah cara diktator menipu pendukungnya. Untuk Indonesia, dapat kita lihat, ada yang masuk gorong-gorong untuk mencari simpati. Berpura-pura sederhana untuk memunculkan rasa kasihan, supaya penipuan tersebut bisa berjalan dengan sempurna. Digunakanlah media dan buzzer untuk menyampaikan kepura-puraan itu kepada masyarakat. Prilaku yang seperti ini sudah kita alami bersama. Tahap selanjutnya, sang diktator itu membuat rakyatnya melarat dengan menarik pajak sana-sini. Iuran BPJS yang tadinya telah diputus oleh pengadilan untuk tidak dinaikkan, justru dinaikkan lagi. Dia mulai melakukan pembangkangan terhadap hokum. Merasa paling berkuasa, sehingga bertindak otoriter. Diktator lalu memaksa rakyat mengabdi kepada kemauan dirinya setiap hari. Kalau ada rakyat yang membangkang, dianggap sebagai pelaku makar. Dituduh melakukan ujaran kebencian, dan dipenjara menanti. Rakyat dibuat takut bila punya keinginan untuk mengkritiknya. Munculnya, suara-suara kritis dianggap sebagai musuh. Tidak jarang suara-suara kritis itu berujung pada proses hukum. Bahkan berakhir di penjara. Lihat saja Said Didu yang terus terang mengatakan sikap culas seorang menteri, malah dilaporkan ke polisi. Proteksi terhadap kritik diperhebat dengan kerja penegak hukum yang bebal. Tidak ada kebebasan. Demokrasi terancam di ujung tanduk. Kekuasaan bertindak semaunya, dan menetapkan kebijakan yang mencekik rakyatnya. Padahal rakyat lagi getir menghadapi situasi sulit. Antara pandemi virus Covid 19 dan krisis ekonomi, rakyat hanya bisa diam membisu. Kalau sampai rakyat berbicara, maka orang-orang bebal akan segera memanggil atau menjemputnya atas nama hukum. Seperti inilah wajah dan keadaan kita sekarang. Otoritarianisme kini jelas Nampak. Kezaliman berdiri menghantam kehidupan rakyat. Ada Perppu Corona yang sudah hah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Corona, setelah disepakati oleh lembaga perwakilan rakyat. Katanya mereka adalah representasi rakyat, tetapi mereka justru menghantam rakyat. Bebal juga mereka anggota DPR itu. UU No. 2 Tahun 2020 tentang Corona itu sudah menetapkan kekebalan hukum bagi mafia-mafia yang ingin melipat-gandakan perampokan uang rakyat. Menggunakan kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri. Para pemain-pemain tender telah selamat dari ancaman hukuman, baik Pidana, Perdata maupun Tata Usaha Negara. Pengawasan sudah tidak berlaku lagi. Fungsi legislasi Lembaga Perwakilan Rakyat sudah tidak ada lagi. Penguasa bisa menetapkan sepihak defisit anggaran negara seenaknya. Dan menetapkan penggunaan dana APBN juga semaunya saja. Celakanya lagi, Lembaga Perwakilan Rakyat gotong-royong mengamini semua itu. Bahkan mengamini dirinya untuk tidak lagi berfungsi. Wartawan senior Hersubeno Arief menyebutnya dengan “Bunuh Diri Massal Anggota DPR RI” (FNN.co.id 14/05). Lalu untuk apa ada lembaga perwakilan lagi? Hanya menghabiskan uang rakyat? Bukankah ia disebut lembaga perwakilan rakya karena memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Sementara fungsi itu sudah tidak berlaku lagi dalam UU No. 2 Tahun 2020 tentang Corona. Ironisnya lagi, beberapa pasal dalam dua belas undang-undang lainya ditiadakan. Hanya untuk memuluskan rencana penguasa menggunakan anggaran itu semaunya. Tanpa perlu pengawasan. Lembaga Perwakilan Rakyat menerima itu dengan lapang dada. Tragis. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tadinya memiliki kewenangan untuk melakukan audit terhadap penggunaan anggaran berdasarkan UUD 1945, ditiadakan oleh UU No. 2 Tahun 2020 tentang Corona . Akhirnya kekuasaan hanya ada pada satu tangan. Kedudukan undang-undang tampaknya lebih tinggi dari konstitusi negara UUD 1945. Kekuasaan pengadilan sebagai satu cabang kekuasaan yang mandiri, bebas dari pengaruh kekuasaan apapun tidak berfungsi dengan UU No. 2 Tahun 2020 tentang Corona ini. Bayangkan setiap kebijakan dan berbagai tindakan yang diambil oleh pemerintah, meskipun itu melanggar hukum, seperti korupsi, penyuapan dan tindak pidana berat lainnya, pengadilan tidak berhak untuk mengadilinya. Luar biasa. Sungguh ironis. Perlu diingat, dalam kekuasaan yang bermental otoriter, korupsi, kolusi, dan nepotisme biasanya terjadi secara masif. Demokrasi tidak selalu menjamin kebebasan dan keterbukaan. Kalau lembaga perwakilan sudah tidak berfungsi sebagai pengontrol dan pengawas, penegak hukum sudah menghamba pada kekuasaan. sekarang sudah kita rasakan seperti apa itu DPR, dan penegak hukum. Sederet ketidakadilan terjadi sedemikian rupa. Telanjang di depan mata. Namun kita tidak lagi lagi punya tempat untuk menyampaikan itu secara institusional. Kita hanya berjuang atas nama rakyat, dan berangkat bersama kekuatan rakyat. Lembaga negara sudah tidak bisa diharapkan lagi. Skandal Demi Skandal Ketika otoritarianisme tiba, semua kasus akan bermunculan. Kita belum selesai dengan skandal-skandal besar, justru yang keluar UU Nomor 2 Tahun 2020 untuk memuluskan jalan para mafia anggaran dan uang negara. Sungguh mencengangkan kita semua. Padahal awal tahun 2020 muncul kasus korupsi besar. Ada kasus Jiwasraya skandal besar yang mengerikan. Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang dinilai merupakan skandal terbesar kedua setelah kasus BLBI di rezim sebelumnya. BUMN asuransi jiwa ini mengalami gagal bayar sebesar Rp 13 triliun, dan meminta talangan negara Rp 30 triliun lebih untuk menyehatkan diri. Hebat kan. Kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) kini dirundung kerugian yang diduga mencapai Rp 10 triliun. Akibat dari pengelolaan investasi berupa saham yang mengalami penurunan nilai. Bahkan Mahfud MD sebagai menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan menilai, dua PT Asurasi itu mengalami kerugian karena korupsi. Tidak hanya terpaan korupsi, BUMN pun sedang mengalami masalah serius. Tahun 2016 utang BUMN mencapai Rp 2.263 triliun, lalu pada 2017 melonjak menjadi Rp 4.830 triliun. Sementara pada 2018 meningkat tipis menjadi sebesar Rp 5.271 triliun. Meski sudah mendapatkan suntikan modal dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), BUMN tetap saja mengalami kerugian. Setidaknya yang tercatat 7 BUMN yang masih terus merugi sampai sekarang. Kementerian Keuangan mengalokasikan PMN pada sejumlah perusahaan BUMN di antaranya Rp 65,6 triliun di tahun 2015, dan pada 2016 sebesar Rp 51,9 triliun. Pada 2017 turun drastis menjadi hanya Rp 9,2 triliun serta pada 2018 sebesar Rp 3,6 trilun. Sementara pada 2019 PMN oleh Kemenkeu naik lagi menjadi Rp 20,3 triliun. Untuk tahun 2020, uang pajak yang dialokasikan untuk tambahan modal BUMN turun tipis menjadi sebesar Rp 18,73 triliun. (Data Kompas.com) Meski suntikan modal dari APBN dalam beberapa tahun ini terus dilakukan, rupanya tak menjamin kinerja keuangan perusahaan membaik. Tentu ini ada masalah yang paling fundamental dalam masalah keuangan BUMN. Sangat mungkin kerugian yang dialami oleh BUMN karena korupsi. Peras Rakyat Akibat kondisi keuangan negara yang amburadul, korupsi menjamur. Rakyatlah korbannya. Iuran BPJS yang tadinya dibatalkan naik oleh Mahkamah Agung, kini dinaikkan lagi oleh pemerintah. Kenaikan ini berlaku untuk seluruh peserta. Kenaikannya mencapai dua kali lipat. Begitupun dengan harga sejumlah barang dan jasa direncanakan naik di tahun 2020 ini. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35%. Dengan alasan untuk melarang mudik, tarif sejumlah ruas tol naik pada 2020 ini. Bahkan sebelum Corona, sejumlah ruas jalan tol sudah diputuskan untuk dinaikkan. Rakyat dipalak, harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Kebutuhan makanan sehari-hari semakin susah. Di tengah rintihan kesusahan, mulai dari krisis ekonomi hingga memuncak di masa pendemi corona, justru negara mengatur rencananya sendiri untuk menghabiskan uang rakyat. Bahwa penguasa tidak lagi melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Penguasa hanya mau melindungi kepentingan para mafia ekonomi dan makelar politik. Targetnya menguasai Indonesia, sehingga negara ini masuk dalam perangkap negara asing. Pada akhirnya kedaulatan teritorial, kedaulatan hukum, kedaulatan ekonomi dan kedaulatan politik tidak lagi dimiliki bangsa Indonesia. Semua kedaulatan dikendalikan oleh mafia, aseng dan Asing. Wallahualam bis shawab Penulis adalah Ketua Umum Pemuda Madani.
Siapa yang “Ngeprank” Presiden Jokowi?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo berhasil di-prank seorang buruh bernama M. Nuh di Jambi. Lho, koq bisa seorang presiden sampai di-prank rakyatnya sendiri? Niatnya acara konser Berbagi Kasih Bersama Bimbo pada Minggu malam, 17 Mei 2020, itu lelang motor listrik Gesits. Dan, penawar tertinggi dengan nilai Rp 2,55 miliar itu adalah seorang "pengusaha" bernama M. Nuh. Menariknya, label pengusaha itu disematkan oleh pembawa acara artis Wanda Hamidah yang juga seorang politisi. Dan, ternyata Nuh itu seorang buruh harian. Jagad medsos pun ramai ngrumpi lelang motor listrik milik Presiden Joko Widodo yang kena prank seorang buruh harian di Jambi itu. Konser “Berbagi Kasih Bersama Bimbo” itu sendiri diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dalam akun twiter atas nama Mas Piyu ORI@mas_piyu menulis: Netizen: MOBIL ESEMKA Kalau Dilelang Pasti Laku Rp 11 Triliun, Barang Sangat Langka dan Dicari… Dalam twiter itu disertai foto Jokowi saat menjadi Walikota Solo duduk di atas kap mobil ESEMKA. Akun twiter atas nama Aline Yoana Tan @TanYoa… menuliskannya, Pelajaran Buat Raja Prank: Cemen, Baru Kena Prank 2,55 Milyar Aja Udah Lapor Polisi, Rakyat Kena Prank 11 Ribu Triliun Biasa-Biasa Aja. Taukan Boss Bagaimana Rasanya DiPrank. Beberapa hari terakhir, publik sedang ramai membicarakan soal lelang motor listrik bertanda tangan Presiden Jokowi. Acara lelang motor listrik tersebut diselenggarakan bersama MPR, Minggu (17/5/2020). Ketua MPR Bambang Soesatyo hadir dalam acara itu. Semua bermula dari seorang buruh bangunan bernama M. Nuh yang memenangkan “lelang” tersebut. Setelah memenangkan lelang, Nuh tidak bisa menebus motor listriknya. Walhasil, dia sempat berurusan dengan pihak berwajib. Kini, motor tersebut jatuh ke tangan putra Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, yakni Warren Tanoesoedibjo. Warren berhasil menjadi pemenang lelang sepeda motor listrik Gesits bertanda tangan Presiden Jokowi dengan penawaran Rp 2,55 miliar. Pada Jumat (22/5/2020), Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama pihak penyelenggara yang dihadiri Olivia Zalianty dan Ketua Kadin Rosan Perkasa Roeslani kembali mengumumkan pemenang lelang motor listrik Gesits itu di Graha BNPB, Jakarta. Kepada Presiden Jokowi, Bamsoet meminta maaf atas permasalahan yang terjadi dalam acara lelang motor listrik tersebut. Ia mengatakan, dirinyalah yang patut disalahkan terkait masalah tersebut. “Saya atas nama seluruh panitia menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada Pak Presiden, kepada Setneg, kalau ada pihak yang harus disalahkan saya orangnya,” ujarnya seperti dilansir Tribunnews.com, Sabtu (23 Mei 2020 11:19) “Saya Bambang Soesatyo yang patut disalahkan. Bukan yang lain, karena saya penanggung jawab acara ini,” tegas. Ia merasa tidak enak hati kepada Presiden Jokowi yang tidak ikut campur apa pun dalam acara itu dan hanya ingin membantu masyarakat di tengah pandemi. “Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan jujur saja saya sampai tidak enak hati ke Pak Presiden, dengan Setneg, karena sebenarnya beliau tidak tahu apa-apa, beliau hanya ingin membantu gagasan para seniman dan para pekerja seni,” ujarnya. Bamsoet mengatakan, pihak penyelenggara penggalangan dana tidak merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan M. Nuh. “Kami kena prank seorang buruh di Jambi yang mengaku pengusaha tambang bernama M. Nuh yang kemudian diamankan Polda Jambi,” ujarnya. Ia juga menyoroti isu miring yang diterpa acara konser secara virtual bertajuk “Berbagi Kasih Bersama Bimbo” tersebut. Menurut Bamsoet, ada seorang wanita di Kalimantan Tengah yang menyebarkan hoaks tentang acara penggalangan dana itu dan sudah diperiksa kepolisian. “Ada penyebar hoaks Konser Virtual Berbagi Kasih Bersama Bimbo oleh emak-emak yang ditangkap Polda Kalteng dengan tujuan menghasut,” tuturnya. Ia meminta kepolisian tidak menahan perempuan tersebut maupun M Nuh yang gagal menebus harga lelang motor listrik. Kapolda Jambi Irjen Firman Santyabudi sebelumnya mengatakan, M. Nuh tidak mengetahui acara yang diikuti merupakan acara lelang. “Yang bersangkutan tidak paham acara yang diikuti adalah lelang,” katanya. “Yang bersangkutan malah mengira bakal dapat hadiah,” kata Irjen Firman melalui pesan singkatnya, Kamis (21/5/2020). Firman juga membantah, kepolisian menangkap M. Nuh. Buruh bangunan itu, kata dia, justru diberikan perlindungan pihak kepolisian. “Karena ketakutan ditagih, dia justru minta perlindungan,” ungkap Irjen Firman. Yang menarik, mengapa sejak acara konser digelar hingga pelaksanaan lelang susulan pada hari Jumat lalu itu, Bamsoet terlihat orang yang paling sibuk. Padahal, pelaksana kegiatan konser ini adalah BPIP, lembaga yang berada langsung di bawah Presiden. Lalu dalam acara tersebut Bamsoet kapasitasnya sebagai apa? Sebagai Ketua MPR-RI? Atau sebagai pengusaha karena dalam acara konser itu Bamsoet juga menggandeng Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani. Justru unsur pimpinan MPR-RI periode 2019-2024, tidak ada satu pun yang turut hadir dalam acara tersebut. Kecuali diantaranya hadir secara virtual. Apalagi, saat acara press conference sekaligus klarifikasinya, Bamsoet menyebut dirinya sebagai penanggungjawabnya. Tjahja Gunawan, wartawan senior, dalam tulisannya menyatakan, jika menyimak narasi dan diksi yang disampaikan Bamsoet ketika mengawali pernyataan klarifikasnya pada wartawan, jelas dia bukan dalam kapasitas sebagai Ketua MPR-RI. Sebab dalam praktek ketatanegaraan, posisi Ketua MPR-RI sesungguhnya lebih tinggi dari Presiden. Sehingga, dalam berbagai acara kenegaraan, Ketua MPR-RI lazimnya menyebut dengan kata “saudara” kepada Presiden.Kalau bukan sebagai Ketua MPR, masyarakat bisa saja menduga Bamsoet sedang menjadi Event Organizer (EO) atau penyelenggara kegiatan konser yang diadakan oleh BPIP. Tapi, masyarakat pun bisa bertanya lagi: Pantaskah seorang Bamsoet yang nota bene sebagai Ketua MPR merangkap sebagai EO? Bagaimanapun jabatan dan pangkat itu tetap melekat pada diri seseorang. Nama Bamsoet tidak bisa dilepaskan dari jabatannya sebagai Ketua MPR-RI. Kok bisa sih dia menjadi EO? Bukankah Bamsoet sudah tajir melintir, di mana berdasarkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) tahun 2018, harta kekayaan Ketua MPR-RI dari Fraksi Golkar ini sebesar Rp 98.019.420.429 (Rp 98 miliar lebih). Sebagian besar harta kekayaan Bamsoet berupa tanah dan bangunan yang bernilai Rp 71.217.095.000. Sementara itu, untuk harta berupa alat transportasi dan mesin berjumlah Rp 18.560.000.000. Tercatat, ada 13 kendaraan yang ia miliki, seperti motor Harley Davidson, mobil Rollsroyce Phantom Sedan, dan lain-lain. Jadi, kalau Bamsoet mau membantu masyarakat yang terdampak atau menjadi korban wabah Covid-19, maka dia pribadi sebenarnya bisa memberikan sumbangan langsung kepada pihak-pihak yang membutuhkan bantuan. Menurut Tjahja Gunawan, cara lainnya, bisa saja Bamsoet menggelar lelang sendiri dengan misalnya, melelang sebagian kendaraan mewahnya untuk disumbangkan bagi kepentingan penanganan wabah Covid-19. Atau katakanlah dalam acara konser BPIP itu dia ingin berpartisipasi lebih, maka Bamsoet bisa saja ikut menawar motor listrik yang dilelang itu. Ini kok seperti sengaja dibuat drama yang akhirnya berujung pada tragedi. Karena kemudian menjadi bahan cemoohan masyarakat setelah lelang motor listrik tersebut berhasil di-prank oleh M. Nuh, seorang buruh yang tinggal di Jambi. Celakanya, Bamsoet menuding komentar dari para netizen sebagai gorengan. Padahal, yang terjadi justru acara konser tersebut seperti sebuah dagelan politik yang tidak lucu. Tragedi konser BPIP justru menunjukkan kepada dunia, para pemimpin di Indonesia ini tidak kompak dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Kebijakan yang telah dibuat dalam menghadapi pencegahan penyebaran Covid-19 kemudian diubah sendiri oleh pemerintah. Belum lagi koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang sangat buruk. Manajemen pemerintah yang menyedihkan ini kemudian ditambah dengan persoalan “Konser Prank” BPIP yang amburadul. Keadaan ini semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dan para pemimpin di negeri ini. Dalam Konser BPIP tersebut bukan hanya telah terjadi acara lelang kaleng-kaleng alias tipu-tipu, tapi dalam acara itu juga telah memberikan contoh buruk kepada masyarakat di tengah wabah Covid-19. Pada akhir acara konser itu, Bamsoet bersama para seniman dan artis yang hadir foto bersama di atas panggung tanpa mengindahkan aturan soal Physical Distancing. Penulis Wartawan Senior.