OPINI

Menghancurkan Indonesia Secara Konstitusional

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Banyak orang yang bersepakat bahwa revisi UU KPK adalah langkah yang menghancurkan lembaga antikorupsi itu. Tetapi, apakah penghancuran KPK itu konstitusional atau tidak? Pastilah konstitusional. Legal, 100 persen. Penghancuran KPK itu sah. Presiden tidak melanggar UU dengan revisi itu. Kemudian, banyak pula orang yang menilai pemilihan pimpinan KPK berlangsung dengan cara akal-akalan. Nah, konstitusional atau tidak? Sangat konstitusional. Siapa bilang tidak? Semua prosedur penyeleksian calon pimpinan mengikuti aturan yang berlaku. Tidak ada yang dilanggar. Tetapi, hebatnya, bisa terbukti prediksi banyak orang bahwa Firli Bahuri pasti terpilih sebagai ketua KPK. Meskipun banyak pihak yang berkeberatan terhadap rekam jejak beliau ini. Pokoknya, semua dibuat konstitusional. Semua dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum. Sekarang, apa akibatnya? Anda semua pahamlah. Lembaga antikorupsi ini menjadi mandul. Tidak ada lagi OTT. Korps para koruptor dan veteran korupsi bisa tidur nyenyak. Tidak ada lagi yang mereka takuti. Seterusnya, penerbitan Perppu 1/2020 (Perppu Corona). Konstitusional atau tidak? Jawabannya, mana ada orang yang mengatakan tidak? Semua fraksi di DPR menerima Perppu itu, kecuali fraksi PKS. Jadi, seribu persen konstitusional. Tapi, apa yang digariskan oleh Perppu Corona itu? Perppu ini menetapkan bahwa semua pemegang otoritas yang terkait dengan penggunaan dana sebesar 405 triliun yang disediakan untuk mengatasi dampak Covid-19, tidak dapat dituntut pidana atau perdata jika mereka melakukan kesalahan. Begitulah bunyi Pasal 27 Perppu Corona. Mantap apa tidak tidak? Tentu sangat menyenangkan. Khususnya bagi orang-orang yang telah menyiapkan ‘road map’ penilapan dana besar itu. Mereka akan menyiapkan langkah-langkah pencolengan yang tak terasa sebagai pencurian. Semuanya ‘masuk akal’. Kalau pun nanti ada yang berbau koruptif, kembali saja ke pasal 27 Perppu Corona. Pasal inilah yang membuat para koruptor menjadi ‘orang keramat’. Tak bisa disentuh hukum. Kita lanjutkan lagi. Memberikan kekuasaan besar dan luas kepada Menko Luhut Pandjaitan, konstitusional atau tidak? Jawaban singkatnya, murni konstitusional. Tidak ada yang ditabrak. Dan ini hak prerogatif presiden. Tidak ada yang bisa mempersoalkannya. Karena itu, apa saja yang dicampuri oleh Luhut, tidak menyalahi aturan. Nah, mengapa begitu banyak orang yang terganggu oleh kekuasaan superior itu? Karena cara ini tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance). Tetapi, semua ini konstitusional. Anda merasa terganggu, itu urusan Anda. Lalu, Presiden Jokowi mengangkat staf khusus (stafsus) milenial. Konstitusional atau tidak? Tentu saja tidak ada pasal UU atau UUD yang dilanggar. Tetapi, bagaimana dengan segala macam kontroversi yang melibatkan para stafsus milenial itu? Bahkan ada yang mundur karena konflik kepentingan? Tidak ada masalah. Begitu mereka mundur, semua selesai. Semua konstitusional. Bagaimana dengan proyek Kartu Prakerja 5.6 triliun yang melibatkan salah seorang stafsus yang mundur? Juga tidak ada persoalan. Sudah sesuai konstitusi, kok. Mau apa lagi? Terus lagi, Presiden Jokowi memberikan keistimewaan kepada China untuk banyak hal. Apakah langkah ini bertentangan dengan konstitusi? Tentu tidak. Mau seratus persen perdagangan dan investasi asing itu dikuasai China, tidak ada masalah. Semuanya sesuai dengan aturan. Cuma, dengan nalar yang sehat, pastilah Anda merasa heran. Anda khawatir pengistimewaan terhadap China bisa membahayakan Indonesia karena bisa saja negara komunis itu membawa masuk komunisme. Baik secara terang-terangan maupun secara halus. Anda mencemaskan hegemoni China. Hegemoni ekonomi, ideologi dan kebudayaan. Bagi para penguasa, silakan saja Anda merasa waswas atau cemas. Tetapi, semua yang mereka lakukan dalam kaitan dengan kehadiran China di Indonesia tidak melanggar konstitusi. Semua konstitusional. Sekarang, kita ringkaskan. Revisi UU KPK menyakitkan hati tetapi konstitusional. Penerbitan Perppu Corona penuh dengan kontroversi tetapi konstitusional. Pemberian kekuasaan masif kepada Luhut tak sesuai dengan prinsip ‘good governance’ tetapi konstitusional. Pengangkatan stafsus, konstitusional. Pengistimewaan China yang sangat mencemaskan tetapi juga konstitusional. Kalau begini hancurlah bangsa dan negara Indonesia? Sebentar! Memangnya Indonesia tidak bisa dihancurkan secara konstitusional? Bukankah ini yang sedang Anda saksikan? Agak sok-sok filosofis sedikit, dalam hidup ini ada bab tentang baik dan buruk. Gembira dan sedih. Membangun dan menghancurkan. Nah, saat ini kita sedang berpangku tangan melihat orang-orang yang menghancurkan Indonesia secara konstitusional.[] 12 Mei 2020(Penulis wartawan senior)

Inikah Strategi Jokowi Berdamai Dengan Virus Corona?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Beberapa hari lalu, Presiden Jokowi mengajak rakyat untuk berdamai dengan virus Corona. Sambil menunggu vaksin ditemukan. Nah, bagaimana strategi yang ampuh untuk berdamai dengan virus Corona? Mana mungkin virus ganas bisa diajak hidup damai? Tunggu dulu. Anda jangan buru-buru membuat kesimpulan yang gegabah. Sebab, kita tidak pernah tahu kehebatan Jokowi. Beliau sudah menujukkan kemampuan dalam menaklukkan musuh. Tanpa harus berperang. Justru dengan cara berdamai. Itulah yang dikatakan oleh Denny Siregar –buzzer dan pendukung setia Jokowi. Menurut Denny, putra Solo itu bukan orang sembarangan. Dia bukan orang lemah seperti dipersepsikan banyak orang. Jokowi, menurut Denny, adalah orang yang hebat. Itulah yang dia tunjukkan ketika ‘membawa masuk’ Prabowo Subianto (PS) ke dalam kabinet. Dengan membawa musuh utama ke dalam Istana, maka si musuh bisa dipantau. Bisa dikendalikan. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Tidak lagi bisa mengganggu Jokowi. Dan benar juga, ternyata. Prabowo bisa jinak. Jokowi pun tenang. Bagaimana dengan virus Corona? Anda lihat saja. Jangan berkomentar macam-macam dulu. Siapa tahu strategi membawa Corona ‘masuk ke dalam’, juga bisa membuat si musuh berbahaya ini menjadi diam. Tak berkutik. Nanti kalau sudah ada vaksinnya, barulah dilepas kembali. Begitukah kira-kira?[] 10 Mei 2020(Penulis wartawan senior)

Corona, Perang dan Damai Presiden Jokowi

—If you can’t beat them, join them— Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Presiden Jokowi mengajak rakyat Indonesia hidup berdamai dengan Corona. Realitas itu harus kita terima sampai vaksin virus “Made in China” itu ditemukan. "Ada kemungkinan masih bisa naik lagi, atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi, dan seterusnya. Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid untuk beberapa waktu ke depan," ujar Jokowi lewat saluran YouTube Setpres, Minggu (7/5). Ajakan Jokowi membuat banyak orang terperangah. Apa maksudnya. Apakah pemerintah sudah mengibarkan bendera putih? Membuat deklarasi menyerah kalah dan menyadari tak akan mampu “mengalahkan” Corona? Pernyataan Jokowi ini jelas memberi pesan negatif. Sebagai presiden yang mengaku memimpin langsung perang melawan Corona, pernyataan itu bisa menimbulkan demoralisasi.Pasukan bisa kocar-kacir. Rakyat hanya bisa pasrah. Lha kalau panglima perangnya sudah mengajak damai, apalagi yang bisa dilakukan. Tinggal ramai-ramai kibarkan bendera putih. Pasrah pada nasib. Dunia juga menangkap pesan yang sama. Indonesia sudah menyerah. Padahal ketika bicara dalam KTT para pemimpin negara anggota G-20, Jokowi menyampaikan pidato yang sangat gagah perkasa. Dia mengajak para pemimpin negara G-20 memerangi Corona dan pelemahan ekonomi dunia. Rasa frustrasi Ajakan Jokowi berdamai itu sangat bertentangan dengan berbagai optimisme yang selama ini ditebar pemerintah. Akhir April lalu Kepala Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo menyampaikan kabar baik. Khusus wilayah Jakarta yang menjadi episentrum dan awal penyebaran Corona, kasus positif sudah menurun sangat pesat. Bahkan sudah flat. Doni menyebut pelaksanaan PSBB menjadi kunci keberhasilan menekan penyebaran Corona di Jakarta. Dengan data itu, kata Doni, Presiden Jokowi berharap rakyat lebih patuh. Sehingga pada awal Juli kehidupan sudah bisa normal lagi. Optimisme juga disampaikan sejumlah pejabat pemerintah. Menko Maritim Luhut Panjaitan berharap pada hari raya tempat hiburan seperti Ancol sudah dapat dibuka. Sejumlah langkah diambil pemerintah. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyarankan adanya pelonggaran aturan mudik lebaran. Menhub Budi Karya Sumadi kemudian mengumumkan pelonggaran berbagai moda transportasi publik. Pengumuman itu diartikan warga bisa menggunakan transportasi publik untuk mudik. Tapi pengumuman itu segera diluruskan oleh Doni Monardo. Staf Anggota KSP Donny Gahrial Adian juga ikut-ikutan meluruskan. Mudik tetap dilarang. Rupanya situasi sesungguhnya tidak seindah yang digambarkan. Signal itu dapat ditangkap dari permintaan Presiden kepada para pembantunya. Mulai bulan Mei kurva Corona harus diturunkan. "Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai sesuai dengan target yang kita berikan, yaitu kurvanya sudah harus turun. Dan masuk pada posisi sedang di Juni, di bulan Juli harus masuk posisi ringan. Dengan cara apa pun,” ujarnya dalam sidang kabinet. Dari cara Presiden menyampaikan, terkesan ada nada frustrasi. Kalimat “dengan cara apapun,” mengingatkan kita pada kosa kata yang sering digunakan Jokowi, “pokoknya!” Hanya saja nada dan maknanya berbeda. Kata “pokoknya” menunjukkan Jokowi punya power, dan perintahnya harus dilaksanakan. “Dengan cara apapun” menunjukkan dia frustrasi dan tidak tahu bagaimana caranya. Tak lama setelah itu muncul lah ajakan Jokowi untuk “Hidup berdamai dengan Corona.” Istana kemudian terburu-buru memberi penjelasan. "Artinya jangan kita menyerah. Hidup berdamai itu penyesuaian baru dalam kehidupan," kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin. Penjelasan istana tampaknya tak mampu mengubah kesan yang ditangkap publik. Persepsi telah terbentuk. Sejak awal rakyat sudah menyadari pemerintah kedodoran dan tak mampu menangani Covid-19. Mereka telah lebih dulu berdamai dengan realitas itu. Secara psikologis, berubahnya sikap Jokowi dari semula menantang perang dan kemudian berubah mengajak damai, bisa didekati dengan teori Five Stages of Grief yang dikembangkan Elisabeth Kubler-Ross. Dalam bukunya berjudul “On Death and Dying” (1969) Kubler-Ros ada lima tahapan ketika seseorang mengalami duka nestapa. Penolakan ( denial) dan menarik diri, marah ( anger ), penawaran ( bergaining ), depresi ( depression), dan penerimaan ( acceptance ). Coba perhatikan ketika wabah Corona merebak. Jokowi dan para pejabat tinggi lainnya mati-matian menolak dan meremehkan. Mereka yakin Indonesia tidak akan terjangkit. Tahap berikutnya marah, mengajak perang, minta kurva diturunkan apa pun caranya. Setelah itu menerima realita dan mengajak berdamai. Sebagai Presiden, Jokowi juga manusia biasa. Dia juga bisa mengalami tekanan psikologis seperti itu. Tapi karena Jokowi seorang Presiden dia tentu tetap punya strategi. Dia tampaknya mencoba menerapkan sebuah peribahasa yang sangat terkenal: If you can’t beat them, join them. Kalau kamu tidak bisa mengalahkannya, bergabunglah dengan musuhmu! Masalahnya kan, kita tidak mungkin bergabung dengan Corona? Satu-satunya cara ya berdamai. Bagaimana caranya? Pokoknya dengan cara apapun. Itu bukan urusan saya! End. Penulis Wartawan Senior.

PKS Top, Tak Gotong-Royong Terima Perpu Corona

By Dr. Margarito Kamis Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu “perkataan “gotong-royong”. Negara Indoneaia yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong (Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945) Jakarta FNN – Minggu (10/05). Bung Karno melanjutkan, gotong-royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntus-baris buat kepentingan bersama. Itulah gotong-royong (Lihat RM, AB Kusuma, 2004). Apakah mozaik pidato ini, kalau tidak memompa energy. Setidaknya menjadi lentera penerang dan pemandu sikap Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah? Ketua Banggar dari PDIP ini menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020. Untuk mudahnya Perpu, yang saya nilai “membinasakan bangsa” ini saya sebut Perpu Corona. Politik Indonesia memaksa siapapun untuk mengidentifikasi sikap Pak Said Abdullah sebagai pantulan asli sikap PDIP. Sikap itu jelas merupakan sikap resmi PDIP. Jabatan dan forum yang penyampaian sikap itu jelas bagi siapapun, bahwa itu sikap resmi PDIP. Siapapun boleh mengidentifikasi Perpu ini sangat pro kepada korporasi. Tetapi kata Said Abdullah Perpu akan segera dikirimkan ke Ketua DPR. Ibu Puan Maharani, juga orang PDIP. Lalu setelah diterima akan segera diparipurnakan pada tanggal 12 Mei mendatang (Lihat Kontan.Id. 8/5/2020). Tinggalkan Pidato Bung Karno Apakah PDIP terilhami, terpukau dan mengadaptasikan semangat gotong-royong dalam pidato Bung Karno, kakeknya Ibu Puan Maharani? Wallau a’alam. Tetapi Ibu Puan tercatat pernah bicara tentang gotong-royong. Nampaknya gotong-royong menajdi kunci, begitu esensi diskripsinya, memenangkan pertempuran melawan Covid. Tetapi bergotong-royong menerima Perpu, terlihat membawa gotong-royong itu ke padang tandus yang setandus-tandusnya. Juga terlihat konyol yang sekonyol-koyolnya. Mungkin itu energi terbesar PKS, sehingga tak ikut bergotong-royong dengan PDI dan partai lain menerima Perpu ini. Seperti mata elang, punya penciuman khas harimau, serta lincah selincah kera di ujung dahan. PKS berhasil mengidentiikasi tabiat dimensi busuk Perpu ini. Terlihat betul PKS mengenal Perpu tidak didekasikan untuk rakyat kecil. Terlihat samar-samar ini Perpu korporasi, yang membinasakan. Padahal, dan ini yang menarik, kata “kerakyatan” itu bukanlah sebagai merek politik dari PKS. Kata “kerakyatan” telah teridentifikasi dalam politik Indonesia sebagai pilihan pilitik khas PDIP. Tetapi sudahlah, mari mengenal lebih jau sikap PKS. Sikap PKS disampaikan Junaidi Auli. Katanya, terdapat pasal yang tidak sesuai semangat penanggulangan Covid-19. Program penanggulangan ekonomi, kata Junaidi lebih jauh, hanya akan berhasil bila “rakyat diselamatkan.” Persentase insentif pemulihan ekonomi, dalam identifikasinya, lebih tinggi dibandingkan kesehatan dan jaminan sosial (Lihat RMol.Id, 6/5/2020). Tak pernah mengaum dengan suara bela rakyat, bela orang kecil dan seterusnya. Tetapi dalam kesendirianya itu, PKS menolak kebijakan yang tidak selaras dengan semangat gotong royong. Semangat untuk menghidupkan rakyat kecil. Ini sikap hebat, berklas dan bermartabat untuk rakyat kecil. Gotong-royong untuk maju bersama, sejahtera bersama, dalam semua keadaan yang diperlukan, jelas sangat indah. Tetapi gotong-royong untuk pekerjaan, yang di dalamnya menyimpan, bahkan nyata-nyata mengandung sisi-sisi membesarkan secara diskriminatif kelompok pengusaha tertentu. Pengusaha yang tak semestinya, untuk apapun alasan yang mungkin, jelas terlihat konyol. Ini bukan gotong-royong. Disparitas insentif dalam Perpu antara urusan kehehatan dengan ekonomi, dan bantuan sosial, mustahil dapat dikompromikan dengan gotong-royong yang dibayangkan oleh Bung Karno. Tidak ada korporasi, satupun yang menjadi fundasi bangsa ini dibangun. Hanya rakyat lah fundasinya. Sisi hebat ini, hemat saya disadari atau tidak dikenali oleh PKS. Suka atau tidak, penilaian PKS memiliki basis historis konstitusi yang sangat valid. Mengapa? Pada tanggal 16 Juli 1945 itu, Rancangan UUD 1945 yang telah tersedia dibahas kembali. Terlihat gagasan tentang di mana, dan bagaimana pemerintah harus berfungsi? Pada pembahasan soal perekonomian Indonesia yang merdeka, muncul gagasan bahwa “perekonomian Indonesia merdeka akan berdasar kepada cita-cita tolong-menolong, dan usaha bersama”. Tentang korporasi, terlihat dalam gagasan berikutnya. Dinyatakan “pada dasarnya perusahaan yang besar-besar, yang menguasai hajat hidup orang banyak, tempat beribu-ribu orang menggantungkan nasibnya dan nafkah hidupnya mestilah dibawah pemerintah. Adalah bertentangan dengan keadilan social, apabila buruk-baiknya perusahaan itu, serta nasib beribu-ribu orang yang bekerja di dalamnya diputuskan oleh beberapa orang pertikulir saja. Pemerintah, dalam gagasan ini harus menjadi pengawas dan pengatur. Diawasi dan juga disertai dengan kapital dari pemerintah adalah bangunan yang sebaik-baiknya bagi perusahaan yang besar-besar. Semakin besar perusahaan dan semakin banyak orang menggantungkan dasar hidup kesana. Semakin besar mestinya kepemilikan Pemerintah (Lihat RM. AB Kusuma, 2004). UMKM Tetap Saja Memble Pembaca FNN yang budiman. Gagasan ini, entah dibaca atau tidak oleh PKS. Tetapi sikap faktual dari PKS terhadap Perpu Corona ini, terjalin dengan histori hasrat untuk membela rakyat. Semangatnya, mirip seperti saat pembahasan UUD pada 16 Juli Tahun 1945 dulu. Tidak mesti mengatakan PKS mengerti dan memahami histori konstitusional tentang bagaimana perekonomian harus dibangun, dan di mana serta bagaimana pemerintah harus mengambil posisi. Tetapi PKS berada pada garis itu. PDIP dan kawan-kawannya mungkin memiliki konsep “kesamaan derajat” semua pelaku ekonomi, yang khas. Konsep itulah membawa mereka bergotong-royong menerima Perpu ini. Mungkin konsep “kesamaan derajat” itu bekerja secara kongrit “besar dan kecil” harus gotong-royong. Titik. Itu adil. Garis yang ditempuh PDIP dan kawan-kawan, jauh dari kehendak para pembentuk UUD 1945, yaitu “menjaga rakyat Indonesia”. Itu sebabnya ketimpangan, boleh jadi dianggap sebagai susuatu yang alamiah saja. Bisa dibenarkan dengan konsep keadilan alamiah. Padahal hasrat “keadilan” dari para pembentuk UUD 1945 untuk urusan perekonomian, tidak begitu. Keadilan adalah cara idiologis menghaluskan gap struktur usaha. Andai konsep “keadilan” untuk semua badan usaha dimengerti dan dimaknai oleh PDIP dan kawan-kawan koalisi. Misalnya, “yang besar diberi insentif besar” dan “yang kecil diberi insentif kecil”, maka konsep ini pasti menghasilkan “yang besar tetap besar” dan “yang kecil tetap kecil”. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tetap saja memble sepanjang sejarah Indonesia. Jika struktur usaha bakal selamanya seperti itu, maka mama nilainya dengan konsolidasi ketimpangan struktur usaha. Padahal, tak sedikit ekonom yang mengidentifikasi serapan tenaga kerja di Indonesia didominasi oleh sektor UMKM. Diskripsi itu bermakna, yang kecil-kecil inilah memenuhi ekspektasi dan maunya konstitusi bangsa Indonesia. Selama ketimpangan struktural ini tak berubah, bagiamana mungkin bangsa ini bicara satu lompatan kecil ke depan? Faktanya struktur usaha sangat didominasi korporasi besar. Sama maknanya dengan uang terus terkonsentrasi pada mereka. Hasil akhirnya adalah ketimpangan yang berkelanjutan. Jurang besar ini, sejauh diperlihatkan oleh sejarah, tak pernah dapat ditutup dengan kebijakan jaring pengaman sosial. Apalagi jaminan sosial yang saat ini mirip asuransi sosial. Metode ini, untuk pertama kali diterapkan saat depresi ekonomi 1933. Dalam kenyataannya tidak mengubah ketimpangan. BI Menghindari Pidana Ketimpangan besar dalam Perpu Corona terlihat nyata. Tak usah memutar otak untuk mengenalnya. Kebijakan memberi kewenangan kepada BI dan OJK mengurus korporasi, jelas lucu. Ini hanya berputar pada urusan tambah, dan kasih uang. Ini khas liberal. Jauh dari semangat UUD 1945. Relasi fungsional antara BI dan OJK mengurus korporasi, sulit dibingkai dengan konstitusi. Ini relasi taktis. Relasi yang boleh jadi akan melahirkan kerangka kerja kongrit yang aneh-aneh. BI sepertinya terlihat boleh jadi mengambil posisi menyediakan uang saja. Uang ini akan diletakan di bank tertentu, entah apa sebutannya. Lalu penggunaannya menunggu otorisasi OJK. Kerangka kerja model ini, andai berjalan, mungkin tak menginjak-injak Perpu itu sendiri. Mengapa? Kedua organ ini bisa membuat aturan kerja, protokolnya. Tetapi karena sikap politik Banggar DPR yang telah jelas, sehingga saya kesampingkan isu ini. Yang mau saya uraikan adalah BI terlihat bergerak memutar. Tidak mau mengambil metode BLBI tahun 1999. Sikap ini dapat dimengerti. Bila BI mengambil metode 1999, maka BI akan terus seperti dulu. Berada begitu dekat dengan masalah hukum pidana. BI tentu tak mau jatuh di lubang yang sama. BI harus tahu, lebih dari siapapun, bahwa politik tidak selalu berada dalam kendali Presiden dan DPR. Juga parpol dan ketua umumnya. Selalu ada ruang gelap, dengan kekuatan khasnya, yang dalam sekejab dapat mengubah peta permainan. Permainan yang baru selalu tak dapat ditebak. Tak selamanya setelah musim berganti. Bagaimana bila PDIP berubah sikap dari menerima menjadi menolak? Sudahlah itu soal lain. Partai-partai terlihat selalu tak pernah bisa mengadaptasi ide-ide perekonomian yang bersemangat keadilan yang dikehendaki oleh pembentuk UUD 1945. Diseberang sisi itu, korporasi tahu begitu mereka terpukul krisis keuangan, pemerintah dan DPR segera datang sebagai “dewa penyelamat” paling produktif dan sangat cekatan. Asset korporasi mau trubel atau likuid, tidak lagi penting. Begitu krisis menerpa mereka, parpol akan bergotong-royong menggeluti tesis klasik. Selamatkan korporasi adalah cara terbaik menyelamatkan perekonomian nasional. Korporasi selamat, bangsa dan negara selamat. Kestabilan ketimpangan usaha yang terjadi sejauh ini, sialnya tak terpetakan sebagai buah kebijakan yang mirip di masa lalu, tahun 1998 dan 2008. Kerumitan-kerumitan pasti saat ini, sekali lagi, terlihat tak pernah dapat diprediksi sebagai bahaya pasti diujung kebijakan. Menyebalkan, begitu krisis datang politisi segera berada di sisi terdalam kebijakan klasik itu. Perpu ini, suka atau tidak berada dalam perspektif itu. Terus tertatih-tatihnya UMKM sejauh ini, untuk sebagian besar alas an, merupakan hasil kebijakan yang berinduk pada tesis klasik itu. Bangsa ini, tampaknya masih harus menyimpan optimisme dan keinginan untuk melihat perekonomian berjalan di garis hasrat para pendiri bangsa. Suka atau tidak, demokrasi telah bekerja dengan cara yang amat rumit. Menghasilkan kapitalisme terlihat indah dan manis disepanjang pembangunan nasional. Pesona demokrasi “liberal” itu, dalam semua spektrumnya selalu memanjakan secara tidak proporsional terhadap korporasi. Perspektif itu merasuk ke sumsum, dan telah menjadi nadi bangsa sejauh ini. Suka atau tidak, itu mengakibatkan hasrat negarawan-negarawan pembuat UUD 1945, dengan segala pemikiran tulus yang menyertainya, terlihat usang. Rakyat boleh dan akan terus menjadi fundasi kedaulatan bangsa ini. Tetapi fakta menunjuk, itu hanya sejauh di atas. Korporasilah yang dalam semua aspeknya, secara nyata-nyata muncul sebagai pemegang sejati kedaulatan rakyat. Gotong-royong, kerjasama, itu dikenali Belanda sebagai kekuataan terbesar. Berhasil diidentifikasi dan dieksekusi secara nyata oleh korporasi-korporasi modern. Didahului oleh korporasi, dieksekusi dalam bentuk “kartel minyak dunia.” Semoga pola itu tak menjadi model gotong-royong di Indonesia. Mengenal perintah konstitusi untuk membangun perekonomian nasional, menjadi hal mustahil untuk diminta kepada politisi. PKS, memang tak bakal mampu mengubah peta jalan itu. Tetapi sejauh yang bisa, PKS telah menempatkan bola konstitusi di tempat dan keadaan yang diperlukan. PKS top. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate

Presiden Minta Kita Berdamai dengan Virus Corona?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Update kasus Covid-19 di Indonesia hingga Sabtu (9/5/2020). Kasus pasien positif Covid-19 bertambah sebanyak 533 kasus, sehingga total menjadi 13.645 kasus. Pasien yang dinyatakan sembuh bertambah 113 pasien, sementara 16 pasien meninggal dunia. Total pasien sembuh hingga saat ini sudah mencapai 2.607 pasien, sedangkan 959 orang telah meninggal dunia akibat terjangkit virus covid-19. Sebanyak 108.699 spesimen diperiksa, ada 95.054 kasus corona. Sementara itu, jumlah ODP tercatat sebanyak 246.847 orang dan total PDP tercatat sebanyak 29.690 orang. Mungkinkah karena ada kecenderungan jumlah korbannya semakin meningkat sehingga harus hidup berdamai dengan Covid-19? Pernyataan mengejutkan datang dari Presiden Joko Widodo dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden pada Kamis (7/5/2020). Menurut Presiden, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan. Presiden mengatakan, pemerintah terus berupaya keras dan berharap puncak pandemi Covid-19 akan segera menurun. Selama wabah masih terus ada, Jokowi minta seluruh masyarakat untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan. “Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” katanya di Istana Merdeka, Jakarta, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (07/05/2020, 10:43 WIB). Ia juga mengatakan, beberapa ahli menyebut ada kemungkinan kasus pasien positif Covid-19 menurun angkanya. Tetapi, ketika kasusnya sudah turun tidak berarti langsung landai atau langsung nol, melainkan masih bisa fluktuatif. “Ada kemungkinan masih bisa naik lagi atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi dan seterusnya,” kata Jokowi. Masyarakat dipersilakan beraktivitas secara terbatas, tetapi harus disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. “Sekali lagi ingin saya tegaskan, yang utama adalah ikuti dengan disiplin protokol kesehatan. Silakan beraktivitas secara terbatas, tetapi sekali lagi ikuti protokol kesehatan,” tegas Jokowi. “Semua ini membutuhkan kedisiplinan kita semuanya, kedisiplinan warga, serta peran aparat yang bekerja secara tepat dan terukur,” tandasnya. Menyerahkah Presiden Jokowi hingga akhirnya meminta kita hidup berdamai dengan Covid-19? Padahal, slogan yang digaungkan selama ini selalu, “Lawan Corona”! Bahkan, sampai sekarang pun kampanyenya masih sama: Lawan Covid-19! Ataukah sebenarnya diam-diam Presiden Jokowi sudah sedikit mengenal karakter dan sifat Virus Corona yang “menyerang” Indonesia. Apalagi, konon, varian corona di Indonesia ini sudah mencapai sekitar 150 varian. Makanya, Jokowi sampai meminta jajarannya fokus terkait penanganan Covid-19, karena ingin pada Mei ini kurva kasus positif Corona di Indonesia sudah menurun. “Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai sesuai dengan target yang kita berikan,” tegasnya. Yaitu kurvanya sudah harus turun. Dan masuk pada posisi sedang di Juni, di bulan Juli harus masuk posisi ringan. “Dengan cara apa pun," kata Jokowi saat membuka rapat kabinet paripurna seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (6/5/2020). Melansir Detik.com, Rabu (06 Mei 2020 11:35 WIB), Jokowi mengatakan upaya tersebut harus dilakukan semua pihak. Tak hanya pemerintah, Jokowi juga ingin masyarakat ikut terlibat dalam penanganan corona. “Itu dilakukan tidak hanya oleh Gugus Tugas tapi juga melibatkan seluruh elemen bangsa. Jajaran pemerintahan, organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, relawan, parpol, dan sektor swasta. Ini yang harus betul-betul didirigeni dan diorkestrasi dengan baik,” ujarnya. “Saya yakin jika kita bersatu, jika kita disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, semua rencana yang sudah kita siapkan yang lalu bisa mengatasi Covid secepat-cepatnya,” sambung Jokowi. Kenali Corona Virus corona itu basic-nya seperti virus influenza. Habitatnya juga ada di kulit sekitar hidung manusia. Seperti halnya virus atau bakteri yang ada di tubuh manusia itu, mereka hidup juga berpasangan. Sayangnya, ada “tangan jahat” yang memisahkan mereka. Padahal, mereka bertugas membersihkan zat-zat patogen yang menempel pada kulit sekitar hidung dan bibir atas. Juga membantu menjaga kelembaban kulit manusia. Sifat dasar virus atau bakteri itu serupa dengan antibodi, manusia, hewan, tanaman. Yaitu “kalau mereka tersakiti, mereka akan memperkuat dirinya, dan menggandakan dirinya beratus-ratus kali lipat, dibanding pada kondisi normal”. Hewan, akan beranak sebanyak mungkin. Tanaman, akan berbuah dan bertunas sebanyak mungkin. Manusia akan beranak pinak, mempunyai anak sebanyak mungkin. Terlepas dari siapa yang membawa virus corona ini ke Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, corona itu, begitu masuk ke dalam tubuh kelelawar, mereka meriplikasi dirinya sebanyak mungkin. Karena itu tempat asing bagi mereka, dan itu yang membuat mereka ketakutan, maka mereka menggandakan dirinya sebanyak mungkin. Begitu sang kelelawar ini dimakan manusia, maka corona ini beralih ke manusia, dan langsung menggandakan diri lebih hebat lagi. Mengapa kelelawar-kelelawar itu tidak sakit seperti manusia? Karena kelelawarnya ndablek, cuek, masa bodoh, dan tidak berpikir, sehingga antibodinya kuat, dan tidak tersakiti. Kalau manusia ingin sehat, walaupun sudah terpapar Covid-19, bersikaplah seperti kelelawar. Covid-19 yang tertuduh sebagai pembunuh massal sadis itu, berusaha dibunuh secara massal pula, dengan disemproti desinfektan secara massal. Ada sebagian yang mati, ada sebagian yang masih hidup. Barangkali yang masih hidup lebih banyak dibanding yang mati. Karena sudah menjadi sifat dari virus/bakteri itu, maka yang hidup ini menggandakan dirinya beratus-ratus atau beribu-ribu kali lebih banyak dan lebih kuat dibanding yang sebelumnya. Kalau sebelumnya kemampuan terbangnya hanya sekitar 1,8-2 m, menjadi lebih jauh lagi dibanding itu. Kemampuan terbang lebih jauh inilah yang menyebabkan mereka menjadi bersifat airborne infection. Lalu karena jumlah mereka sangat banyak, mereka juga menemukan bakteri-bakteri lain yang mempunyai daya terbang lebih jauh. Corona menumpang pada bakteri lainnya. Hal ini serupa dengan pesawat ulang alik yang numpang pada pesawat yang berbadan lebih besar. Akibat dari penyemprotan des infektan secara massal, menyebabkan mereka menjadi: Lebih banyak; Lebih kuat; Mampu terbang lebih jauh; Daya rusaknya lebih hebat. Maka, tidaklah mengherankan, kalau di Wuhan kala itu hanya ditemukan 3 varian corona, di Amerika Serikat sudah ditemukan 5 varian corona. Bahkan, terakhir China mengklain telah menemukan 30 varian, Indonesia malah menemukan 150 varian. Sehingga, menjadi mudah dimaklumi, kalau di AS, di Italia, di Indonesia, angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan di Wuhan. Pada saat ditemukan di Timteng yang disebut dengan MERSCoV (middle east respirstory syndrome coronavirus) siapa kambing hitamnya? Hewan Unta. Karena hewan itulah yang ada di sana. Ketika di Wuhan, kelelawar yang ada di sana. Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? Tidak panik, tidak khawatir. Akibat ketakutan, kepanikan, daya tahan tubuh kita turun drastis. Daya tahan tubuh yang turun itu, serupa dengan, kalau kita takut sama gendruwo, mak lampir, wewe gombel, dkknya itu. Begitu ketemu mereka, kita gak punya daya apapun, mau lari, hanya kosel-kosel di tempat, bahkan sampai terkencing-kencing di celana. Kematian itu tidak ada hubungannya dengan corona. Kalau waktunya mati, tidak ada corona pun, tetap mati. Andaikan didemo besar-besaran sama corona, kalau belum waktunya mati, ya tetap sehat. Corona itu sahabat kita, bukan musuh kita. Perbaiki ibadah kita: Wudhu yang baik dan benar; Shalat yang baik dan benar; Dzikir (membaca Al-Qur'an) yang baik dan benar. Basuhan air wudhu yang @3x, insya’ Allah mampu mendormenkan corona yang nempel, selanjutnya dijatuhkan ke tanah, dan mati. Shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an yang baik dan benar, akan membuat kita tenang dan itu secara otomatis akan diikuti proses perbaikian sistem imunitas kita. Kalau imunitas baik, insya’ Allah, corona lewat. Bukankah corona itu masuk kategori self limiting disease? Semprotan. Semprotkan desinfektan yang sudah di-mixed dengan formula Probiotik Siklus. Supaya sifat aslinya yang bakterisid, menjadi lebih organik, tidak menyakiti dan membunuh mereka. Hand sanitizer ber-Probiotik Siklus. Semproti wajah, tangan dengan semua produk-produk yang sudah ber-Probiotik Siklus pula. Bisa membuat sendiri, atau apapun yang terlebih dulu di-mixed dengan Probiotik Siklus. Perbaiki asupan nutrisinya, dan perbanyak air minum. Makan makanan bergizi, sayuran, empon-empon, kunyit-kuyitan, pahit-pahitan, cukup membantu menstimulus antibodi kita. 5. Minum Probiotik Siklus. 6. Jangan terlalu terpengaruh postingan-postingan yang seringkali menakutkan. Harus bisa memilah dan memilih. Penulis Wartawan Senior.

Ditagih Rp 5,1 Trliun Ngga Bayar, Malah Cari Salahnya Anies

By Tony Rosyid Jakarta FNN – Sabtu (09/05). Bermula dari surat cinta Anies ke Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Isinya hanya soal nagih utang ke Pemerintah Pusat. Ada uang milik rakyat Jakarta sebesar Rp. 5,1 triliun, berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) penerimaan pajak Pememerintah Provinsi (Pemprov) DKI di Kementerian Keuangan yang belom dibayar. Nggak cair-cair juga, padahal sudah ditagih berkali-kali. Dalam kesempatan teleconference dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Anies menyinggung soal dana ini. Minta bantuan Wapres untuk dorong Menkeu agar uang haknya rakyat DKI tersebut segera bisa dicairkan. Pemprov DKI butuh dana tersebut untuk menanggulangi Covid-19 dan dampak ekonominya. Tolong karena sangat urgent. Esoknya, teleconference Anies dan wapres Viral. Kok bisa? Tak biasanya Anies buka perbincangan pribadi ke publik. Apalagi menyinggung soal dana, dimana Menkeu ikut disebut-sebut. Ini pembicaraan internal antar pemerintahan saja. Selama ini, Anies tak suka kegaduhan. Apalagi buka front di publik. Sama sekali, sejatinya ini bukan watak Anies. Dia tipe pemimpin yang lebih suka kerja silent. Senyap, tapi hasil kerja bisa dirasakan oleh rakyat. Itulah Anies yang selama ini dikenal publik. Cek sana-sini, akhirnya dapat informasi juga. Pertama, inisiatif teleconference itu berasal dari Wapres Ma’ruf Amin. Bukan dari Anies. Kedua, pihak yang mempublish video teleconference tersebut ke public adalah tim dari kantornya Wapres. Langkah yang dilakukan Wapres sudah sangat benar. Ini menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 ini, Wapres terus saja bekerja. Melakukan koordinasi dengan sejumlah kepala daerah adalah bagian dari bukti kerja tersebut. Publik juga berhak tahu apa yang telah dikerjakan Wapres. Selain hak untuk dapat info terkait perkembangan penanganan Covid-19. Beberapa pekan kemudian Menke kebakaran alis mata. Sri Mulyani tampil bersuara ke publik. Mba Sri menyoal bansos di DKI. Katanya, Pemprov DKI nggak punya dana. Nggak sanggup berikan bantuan untuk 1,1 juta warga DKI terdampak Covid-19. Eh, Sri Mulyani ternyata tak sendirian. Menteri Sosial Juliari P Batubara ikut bicara. Begitu juga dengan Menteri Kordinator Pemberdayaan Masyarakat (PMK) Muhadjir Effendy, ikut-ikutan menyerang Anies. Obyeknya masih sama, soal penyaluran bansos. Kepada pihak lain Mensos bilang, “saya kira nggak usah ribut-ribut soal data, semuanya bisa diselesaikan secara kekeluargaan, secara gotong royong (Kompas 2/5). Tapi kepada Anies, Mensos justru mempersoalkan data itu. Kok beda antara penyataan dan perbuatan ya? Kenapa yang disoal hanya Anies? Nggak kepala daerah lainnya? Emang kepala daerah yang lain beres soal anggaran, data dan pembagian bansosnya? "Rasanya kental politis", kata Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi PAN. “Justru Pak Anies minta dicover dari pusat, karena ingin warganya sejahtera. Pakai saja uang rakyat Jakarta yang Rp. 5,1 triliun itu, “tegas anggota Fraksi PAN ini lagi. Ditagih ko nggak bayar. Malah balik cari-cari kesalahan. Kira-kira seperti itu logika yang ada di kepala rakyat, khususnya DKI Jakarta. Kalau nggak bisa lunasin hutang, ya minta maaf saja dong... Bukan malah cari-cari kesalahan. Rupanya, rakyat punya cara berpikirnya sendiri. Beda dengan cara berpikir para menteri itu. Dana DBH Pemprov DKI 2019 sebesar Rp. 5,1 triliun. Ditambah kuartal II tahun ini sebesar Rp. 2,4 triliun. Totalnya Rp. 7,5, triliun. Baru dicairkan oleh Kemenkeu Rp. 2,56 triliun. Sri Mulyani seharusnya tak sekedar mengkritik Pemprov DKI, tetapi segera membayar DBH penerimaan pajak yang merupakan bagian dari Pemprov DKI, kata Mujiyono, anggota DPRD DKI dari Fraksi Demokrat. Sri Mulyani sakiti hati kepada warga Ibu Kota. Begitu kata M.Taupik. “Sengak. "pernyataan Sri Mulyani tersebut 100 persen tidak sesuai fakta, alias hoaks", tegas M. Taupik. Wakil Ketua DPRD dari Gerindra ini menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan ngawur tersebut. Tidak hanya M.Taupik. Arbi Sanit dan sejumlah tokoh juga menyesalkan sikap para menteri Jokowi itu. Dianggap tak punya anggaran, Pemprov DKI malah siapkan dana Rp. 5 triliun untuk menangani Covid-19 dan dampak ekonominya. Diantaranya, berupa bantuan yang "sudah dibagi" ke warga DKI sebelum PSBB diberlakukan. Jadi, sebelum ada PSBB, dan sebelum pemerintah pusat bergerak ngasih bansos, warga Jakarta sudah mendapat bantuan dari Pemprov DKI. Ada yang double penerimaan. Warga terima dari pemerintah daerah, terima juga dari pemerintah pusat. Harusnya tidak double, kata pihak Kementerian Sosial. Apa masalahnya kalau warga terima double? Tanya M.Taupik, wakil DPRD DKI. Toh tidak dalam waktu dan pekan yang sama, protesnya. Jadi, tidak hanya hotel bintang lima untuk tenaga medis saja yang disoal. Masyarakat Jakarta terima bantuan double juga ada pihak yang menyoal. Lepas siapa yang benar dan siapa yang salah? Mestinya urusan macam ini bisa dikomunikasikan dan didiskusikan secara internal. Kenapa tidak teleconference saja via zoom berempat. Tiga menterinya Jokowi ajak Anies diskusi. Tapi, kenapa justru dijadikan konsumsi publik? Wajar jika banyak pihak kemudian mengartikan, ini sebagai bentuk penjegalan terhadap Anies untuk menjadi Calon Presiden 2024. Rakyat kelaparan kok diseret-seret ke urusan politik 2024. Nggak elok, nggak dewasa dan nggak bermutu seru M. Taupik. “Jangan sampai perseteruan politik mengganggu perut rakyat rakyat Jakarta, “himbau M. Taupik. Rasionalitas ini otomatis muncul di benak rakyat, mengingat sering terjadinya serangan yang dianggap mendiskreditkan posisi Anies. Ini berlangsung sejak pidato pertama Anies pasca pelantikan 2017. Tak berhenti hingga sekarang. Sudah tiga tahun berjalan. Apalagi publik Jakarta membaca bahwa serangan kepada Anies ini sudah bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Keadaan inilah yang justru membuat gelombang empati publik kepada Anies membesar. Celaknya lagi, empati itu terus membesar. Ketika semua bentuk serangan itu tak pernah direspon secara reaktif, Anies berhasil mengambil hati rakyat. Serangan akhirnya menjadi kredit poin buat Anies. Anies lebih memilih fokus kerja di tengah banjirnya serangan tersebut. Ini langkah yang sangat tepat. Meski tak perlu harus mendengungkan kata “kerja... kerja... dan kerja....” Selama hasil kerja bisa dirasakan oleh rakyat, maka akan jadi investasi sosial dan politik yang efektif buat Anies. Akhirnya, siapapun yang mencoba menyerang Anies akan berhadapan secara otomatis dengan para pendukung dan simpatisannya. Fakta ini bisa dilihat di media dan medsos. Anies punya relawan dan buzzer lepas yang berlimpah di setiap sudut kota di Indonesia. Mereka tak saling mengenal satu dengan yang lain. Sebab, mereka tak dibayar. Tiak ada kordinatornya. Tidak juga ada kaka pembina seperti buzzer yang di sebelah sono. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Tragedi Long Xin 629: Menlu Retno Marsudi Seperti Jurubicara China?

By Asyari Usman "Dari info yang diperoleh KBRI, pihak kapal telah memberitahu keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 30 maret 2020. Pihak keluarga sepakat untuk menerima kompensasi dari kapal Tian Yu 8," ujar Retno. Dua WNI lainnya meninggal saat berlayar di Samudera Pasifik dan dilarung pada Desember 2019. Kata Retno, berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, keputusan pelarungan jenazah ini diambil kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya. Tiga paragraf di atas adalah kutipan langsung dari halaman Kompas-com, edisi 8 Mei 2020. Itulah yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Rento Marsudi, tentang kematian ABK (anak buah kapal) asal Indonesia yang bekerja penangkap ikan berbendera China. Di kapal Long Xin 629. Sayang sekali, penjelasan Menlu Rento itu mengesankan bahwa dia memfungsikan dirinya sebagai jurubicara China. Dia seolah punya misi untuk ‘meredam’ kemarahan orang Indonesia yang saat ini sedang viral. Itu terbaca dari kalimat Retno bahwa keluarga korban sudah diberitahu dan sudah mengizinkan jenazah ABK dibuang ke laut. Retno juga menonjolkan kompensasi yang telah diberikan kepada keluarga. Dia pun 'mewakili' China untuk mengatakan bahwa pelarungan (penguburan di laut) dilakukan karena ABK Indonesia yang meninggal itu menderita penyakit menular. Apakah bisa dipercaya alasan penyakit menular? Kenapa Menlu menerima begitu saja alasan itu? Kompensasi? Mengapa ini yang dikedepankan oleh Menlu Retno? Padahal, investigasi media yang terpercaya menguraikan tentang perlakuan buruk yang dialami para ABK Indonesia di kapal ikan Long Xin 629. Mereka mengaku disiksa. Bekerja rodi. Tidur cuma 3 jam. Makanan mereka berbeda dengan makanan ABK orang China. ABK Indonesia memakan ikan yang biasa digunakan untuk umpan. Sedangkan ABK China selalu menyantap ikan segar yang enak-enak. Ini pengakuan para ABK itu sendiri. Menlu mengirimkan nota diplomatik ke China. Ok-lah. Mungkin ini SOP biasa. Semoga saja ditanggapi. Tapi, sebagai Menlu, tidak seharusnya Retno mengutamakan poin-poin yang memang inginkan disebarluaskan oleh pemerintah China. Supaya mereka tampak telah melakukan cara-cara yang manusiawi. Padahal, kenyataannya orang-orang China di Long Xin 629 itu tidaklah seberadab yang digambarkan itu. Sebagai diplomat yang berpengalaman, seharusnya Retno paham bahwa di tingkat negara, pastilah China akan berusaha menutup-nutupi kekajaman dan kesadisan warga negaranya terhadap orang asing. Beijing tidak akan rela warganya diviralkan melakukan tindakan biadab terhadap ABK Indonesia. Jadi, Retno seharusnya mengeluarkan narasi yang lebih tajam lagi. Tidak perlu terlalu banyak berdiplolasi halus. Sebab, perlakuan kejam itu dialami oleh banyak ABK Indonesia. Selayaknya, Bu Retno mengangkat soal kondisi kerja yang tidak manusia di kapal-kapal China. Banyak ABK Indonesia yang mengaku bekerja 18 jam sehari. Ini ekploitasi sadis. Mereka hanya meminum air laut sulingan sedangkan ABK asal China selalu mendapat air mineral. Diskriminasi kejam. Anda, Bu Retno, di tempatkan di pos Kemenlu dengan gaji besar dan fasilitas luks untuk membela bangsamu yang diperlakukan kejam di luar sana. Bukan untuk membela China. Sejak kapan Anda ditunjuk menjadi jurubicara pemerintah China?[] 9 Mei 2020(Penulis wartawan senior)

Pertamina Peras Rakyat Rp 13,75 Triliun Selama Dua Bulan

By Marwan Batubara Jakarta FNN – Sabtu (09/05). Dalam dua bulan berturut-turut Pemerintah menetapkan harga BBM tidak turun. Berbagai hal dijadikan alasan. Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR mengatakan harga BBM tidak turun karena harga minyak dunia belum stabil. Berpotensi turun atau naik (4/5/2020). Pemerintah terus memantau dampak pemotongan produksi OPEC+ (OPEC dan Non-OPEC) dari Mei 2020, Desember 2020 hingga Januari 2021. Menurut Arifin, harga BBM di Indonesia salah satu termurah di ASEAN dan dunia. Karena itu Arifin menganggap pemerintah tidak merasa perlu menurunkan harga BBM. Kata Arifin, “kan harga BBM Indonesia sudah termasuk salah satu yang termurah di Asean” (4/5/2020). Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan harga belum turun karena Pertamina tak bisa memangkas belanja modal dan operasi. Biaya produksi dalam negeri lebih mahal dibanding di luar (21/4/2020). Biaya produksi minyak Pertamina lebih tinggi 25% dibanding harga minyak dunia. Pertamina harus menyerap 100% produksi domestik untuk mengurangi impor. Jika Pertamina stop membeli crude domestik, maka kegiatan KKKS bisa berhenti. Ini bisa menimbulkan efek negatif terhadap bisnis migas nasional, termasuk adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kata Nicke, penyesuaian harga akan mudah jika Pertamina menjadi trading company. Ketika harga beli murah, maka BBM bisa langsung dijual murah. Namun karena mengoperasikan kilang berbiaya produksi lebih mahal, maka harga jual BBM tidak bisa otomatis turun. Disebutkan harga impor BBM US$22,5 per barel, sementara harga beli crude Maret 2020, US$24 per barel. Karena pandemi corona kata Nicke, maka penjualan BBM turun 50% dibanding rata-rata harian. Pertamina berpotensi kehilangan keuntungan hingga 51% persen atau sekitar US$1,12 miliar dari rencana kerja dan anggaran 2020. Target laba 2020 US$2,2 miliar dan pendapatan US$58,33 miliar. Selain itu. profit bakal tergerus pula oleh selisih kurs. Terlepas apapun alasan Arifin dan Nicke, faktanya pemerintah mempunyai aturan main tentang harga jual BBM, yaitu puluhan Perpres, Permen ESDM dan Kepmen ESDM, yang terbit 2104 –2020. Perpres dimaksud adalah: No.191/2014 dan No.43/2018. Sedang Permen turunan Perpres adalah No.39/2014, No.4/2015, No.39/2015, No.27/2016, No.21/2018, No.34/2018 dan No.40/2018. Sedangkan Kepmen turunan Perpres: No.19K/2019, No.62K/2019, No.187/2019, No.62K/2020 dan No.83K/2020. Hal-hal prinsip dari berbagai peraturan di atas adalah bahwa harga BBM akan berubah, karena perubahan harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Formula BBM merujuk harga BBM di Singapore Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya, sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya, untuk penetapan bulan berjalan. Misalnya, sesuai Kepmen ESDM No.62K/2020, formula harga jenis Bensin di bawah RON 95, Bensin RON 98, dan Minyak Solar CN 51, adalah MOPS atau Argus + Rp 1800/liter + Margin (10% dari harga dasar). Dengan formula di atas, sesuai MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan kurs Rp. 15.300 per dollar, maka diperoleh harga BBM yang berlaku 1 April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 sekitar Rp. 5.500 dan Pertalite RON 90 sekitar Rp. 5.250 per liter. Faktanya, harga resmi BBM di SPBU masing-masing adalah Rp 9000 dan Rp 7650. Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal Rp 2000 - Rp 3500 per liter. Hal yang sama juga terjadi untuk BBM Tertentu (solar) dan Khusus Penugasan (Premium). Namun dengan nilai kemahalan sekitar Rp. 1.250-1.500 per liter. Untuk semua jenis BBM rata-rata nilai kemahalan diasumsikan Rp 2000 per liter. Untuk harga BBM yang mulai berlaku 1 Mei 2020, nilai MOPS rata-rata 25 Maret sampai dengan 24 April 2020 dan kurs USD lebih rendah dibanding April. Karena itu diasumsikan konsumen semua jenis BBM secara rata-rata membayar lebih mahal sekitar Rp. 2.500 per liter. Jika selama pandemi korona konsumsi BBM untuk semua jenis BBM diasumsikan sekitar 100.000 kilo liter per hari, maka nilai kelebihan bayar untuk bulan April 2020 adalah 100.000 kl x 30 hari x Rp. 2.000 = Rp. 6 triliun. Untuk bulan Mei 2020, nilai kelebihan bayar adalah 100.000 kl x 31 x Rp. 2.500 = Rp 7,75 triliun. Sehingga selama April dan Mei 2020, konsumen BBM Indonesia diperkirakan membayar lebih mahal sekitar Rp. 13,75 triliun. Sebagian rakyat mungkin mampu membayar harga BBM sesuai ketetapan pemerintah. Harga BBM di Indonesia mungkin juga relatif lebih murah di banding harga BBM di negara lain, dan juga sudah cukup rendah di banding harga produk-barang lain. Sehingga, tidak turunnya harga BBM April dan Mei 2020 dapat dimaklumi. Namun karena berbagai alasan di bawah ini, rakyat harus menggugat pemerintah dan menuntut ganti sebesar Rp 13,75 triliun di atas. Pertama, pemerintah menetapkan formula harga BBM, dan untuk BBM umum telah diterapkan secara rutin setiap bulan sejak 2014. Jika formula tidak diterapkan pada April dan Mei 2020, walau Menteri ESDM dan Dirut Pertamina memiliki seribu alasan sekalipun, maka hal tersebut tetap saja pelanggaran sangat nyata terhadap peraturan yang harus dipertanggungjawabkan. Kedua, penyebab utama keuangan Pertamina bermasalah berpotensi gagal bayar adalah pemerintah yang bertindak melanggar berbagai aturan demi pencitraan politik sempit. Harga BBM tidak disesuaikan sesuai formula Perpres/Pemen sejak April 2016 hingga Desember 2019. Demi pencitraan politik Jokowi ini Pertamina menanggung beban subsidi sekitar Rp 80 triliun. Meskipun kelak beban tersebut akan dibayar pemerintah, namun jadwalnya tidak jelas. Ketiga, akibat kebijakan populis pemerintah, Pertamina juga menanggung utang obligasi minimal U$ 12,5 miliar yang harus dibayar bunga/kuponnya sekitar Rp 10 triliun per tahun. Keempat, Pertamina harus membeli crude produksi dalam negeri dengan harga berdasar formula Indonesia Crude Price (ICP) bernuansa moral hazard, karena lebih mahal sekitar US$ 13-15 per barel (Duri) dan US$ 8-9 per barel. Harga yang lebih mahal ini menjadi beban tambahan bagi Pertamina. Kelima, keuangan Pertamina dibebani kebijakan yang melanggar aturan dan public service obligation (PSO), yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah, tapi tidak tersedia di ABPN. Kebijakan tersebut antara lain signature bonus untuk Blok Rokan, BBM satu harga, over quota LPG 3kg, dan lain-lain. Sebagai rangkuman, apapun alasannya harga BBM bulan Mei 2020 harus turun karena peraturan formula harga BBM masih berlaku. Jika kondisi keuangan Pertamina bermasalah, maka bukan konsumen BBM yang harus menanggung, karena masalah timbul akibat ulah Presiden dan seluruh jajaran terkait yang menyeleweng. Pelaku penyelewengan tersebut justru harus diproses hokum. Bukan malah meminta rakyat ikut menanggung dampak perbuatannya. Pelanggaran peraturan oleh pemerintah tampaknya sudah merupakan hal yang biasa terjadi dalam 4-5 tahun terakhir. Pelanggaran semakin marak karena pengawasan dan penegakan hukum oleh lembaga terkait juga tidak berfungsi secara optimal. Pengawasan oleh oleh DPR sebagai wakil rakyat juga tidak berjalan. Bahkan DPR berubah menjadi bagian dari pemerintah. Tidaklah mengherankan, kalau mantan napi terduga koruptor yang harusnya diproses hukum pun, malah diangkat menjadi Komut Pertamina. Namun, terlepas dari hal di atas, kita tetap perlu mengingatkan agar negara dijalankan berdasar hukum dan aturan yang berlaku. Jangan bersikap bebas semau gue. Pemerintah memang berkuasa dan rakyat tidak berdaya. Tetapi sebagai ummat beragama, sesuai Pancasila (kecuali bagi PKI), ingatlah bahwa ada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mari hormati hukum dan ikut aturan main. Demi kepentingan bersama, harga BBM tidak harus rendah. Tetapi perlu diatur pada pita/ band harga tertentu. Misalnya, Rp. 8.000 – Rp. 14.000, sehingga energi tersedia berkelanjutan. Ketahanan energi menjadi meningkat, dan defisit neraca perdagangan/neraca transaksi berjalan tetap rendah. Untuk itu, perlu diterapkan sistem subsidi tepat sasaran. Pengembangan EBT terintegrasi energi fosil, dan pajak lingkungan untuk EBT. Juga skema dana stabilisasi harga BBM, serta skema dana migas, dan lain-lain. Hal ini harus menjadi konsensus nasional, dan dituangkan dalam suatu peraturan. Sebelum peraturan terbentuk, kembali ke isi di awal tulisan, jalankanlah peraturan yang berlaku. Lakukan proses hokum terhadap para penyeleweng. Berhentilah bersikap sontoloyo semau gue. Rakyat berhak menuntut ganti rugi sekitar Rp. 13,75 triliun. Dapat saja dilakukan melalui proses citizen law suit. Penulis adalah Managing Director Indonesiaan Resources Studies (IRESS)

Mana Lebih Heroik: Turun Harga BBM atau Turun ke Gang Sempit dan Gelap?

Oleh Sri Widodo Soetardjowijono Jakarta, FNN - Harga minyak dunia kembali berbalik arah ke zona negatif pada penutupan perdagangan Jumat (8/5/20), yakni US$ 23,55 per barel. Pelemahan harga minyak ini karena optimisme pelaku pasar mulai memudar yang berakibat pada pengurangan produksi beberapa perusahaan di Amerika Serikat (AS). Penurunan harga minyak di pasar global langsung diikuti oleh penurunan harga minyak di berbagai negara, termasuk negara-negara ASEAN. Delapan dari 10 negara anggota ASEAN sudah beberapa kali menurunkan harga bahan bakar minyak dalam dua bulan terakhir. Indonesia belum sama sekali. Kedelapan negara itu adalah Malaysia, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Filipina, Thailand, Laos dan Singapura. Sementara untuk Brunei Darussalam, globalpetrolprices.com tidak menyajikan data harga BBM di negara itu. Negeri makmur Singapura sudah memangkas harga BBM sebanyak enam kali sejak Maret hingga Mei 2020. Jika dihitung dari awal tahun hingga 4 Mei 2020, harga bensin di Singapura sudah menyusut 12,18% menjadi US$ 1,37 per liter. Malaysia sudah enam kali menurunkan harga BBM, sejak dua bulan terakhir. Per 13 April 2020, harga bensin dengan kadar oktan 95 di Malaysia di level US$ 0,29 per liter atau Rp 4.387 per liter (kurs Rp 15.127 per dollar AS). Harga tersebut sudah melorot 39,58% sejak Januari 2020. Demikian juga dengan Myanmar, yang sudah sembilan kali menurunkan harga BBM selama dua bulan terakhir. Per 4 Mei 2020, harga bensin di Myanmar di posisi US$ 0,36 per liter, atau sudah menyusut 46,27% sejak awal tahun ini. Kemudian Kamboja sudah lima kali mengubah harga bensin dalam dua bulan terakhir. Per awal Mei 2020, harga BBM di Kamboja senilai US$ 0,66 per liter, atau sudah menyusut 34,65% ketimbang posisi awal tahun ini. Di Turki, pemerintah lebih fair dalam menentukan harga BBM. Dikutip dari turkinesia.net harga bahan bakar minyak di Turki telah berubah hampir setiap hari sejak awal krisis harga minyak di pasar internasional yang disebabkan oleh berkurangnya permintaan global karena virus corona. Secara keseluruhan, harga bensin dan solar di negara itu telah berubah 36 kali dalam 51 hari. Sejak 10 Maret, harga bensin berubah 24 kali, sementara harga solar berubah 12 kali. Selama periode 51 hari ini, harga bensin turun 14 kali sementara harga solar turun delapan kali. Sedangkan Indonesia belum juga memangkas harga BBM sejak Februari 2020. Ketika itu harga bensin RON 95 Indonesia pernah turun per 3 Februari 2020. Jenis BBM ini adalah Pertamax yang konsumennya sedikit. Harga itu menurun 10,45% dibandingkan posisi Januari 2020. Sementara BBM yang paling banyak dikonsumsi rakyat Indonesia yakni Pertalite dan Premium belum pernah turun hingga Mei tahun ini. Pemerintah bukannya merespons tuntutan masyarakat agar menurunkan harga BBM, tetapi justru membangun polemik baru. Menteri ESDM Arifin Tasrif terus berteori untuk mempertahankan harga BBM agar tidak turun. Tasrif mengatakan penurunan harga BBM saat ini tidak mudah dilakukan karena harga minyak dunia yang masih bakal bergejolak hingga Juni 2020. Ia bilang OPEC bahkan sudah setuju untuk memotong produksi harian minyak dunia mulai Mei sampai Juni-Juli 2020 nanti. Ia bilang akhir tahun harga minyak Indonesia atau ICP bisa kembali di angka 40 dolar AS per barel minyak. Di samping itu, Arifin juga mengaku tidak bisa mengikuti formula dalam Kepmen ESDM No 62K/MEM/2020 yang ia teken sendiri pada 28 Februari 2020. Dalam Kepmen, harga BBM Indonesia memperhitungkan harga trading minyak dan harga produk olahan BBM Singapura atau Mean Of Platts Singapore (MOPS). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati tampaknya tak ada niat untuk menyesuaikan harga BBM sesuai pasar internasional. Nicke berkilah bahwa penurunan harga BBM agar berdampak pada perusahaan. Biaya pengeboran tidak bisa disetop, begitu juga kilang tak dapat dihentikan operasionalnya. “Kami tetap bayar (nilainya) besar juga. Sama saja. Karyawan jumlahnya 62 ribu, tidak mungkin tak kami bayar," kata Nicke. Pemerintah agaknya hoby curang. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia, langsung dilakukan penyesuaian, tetapi ketika terjadi penurunun harga minyak, teori dan ngeles yang dikedepankan. Padahal, penyesuaian harga BBM bukan dilakukan saat harga minyak dunia naik. Penyesuaian wajib dilakukan saat harga minyak dunia turun, karena itu perintah undang-undang. Penurunan harga BBM juga bukan semata karena harga minyak dunia turun, tetapi ada nilai kemanusiaan dalam situasi sulit seperti saat ini, di mana wabah Covid-19 belum menunjukkan grafik menurun yang berdampak pada kehidupan masyarakat yang makin sulit. Setelah Kementerian ESDM dan Pertamina yang menyajikan teori pembenaran soal harga BBM, agaknya kita perlu mengetuk hati “panutan” bangsa ini. Kita rindu tausiyah Ma'ruf Amin tentang keikhlasan dan keterbukaan. Kita tahu, ia terbiasa memberikan pesan-pesan moral yang baik. Pun demikian ia seharusnya bisa meminta MUI untuk menerbitkan fatwa haram menunda kenaikan BBM, sebagaimana ia meminta MUI bikin fatwa haram mudik. Kita telah lama kehilangan suara lantang dan lugas Mahfud MD tentang pentingnya menegakkan aturan dan konsisten serta sportif dalam bernegara. Kita paham, Mahfud kalau ngomong tanpa tedeng aling-aling. Kita kangen pesan Puan Maharani tentang pembelaan terhadap kaum marhaen, tentang wong cilik yang harus selalu dilindungi dan dibela hak-haknya. Tausiyah dan pesan dari para “panutan” itu, kini tak terdengar lagi. Entah apa yang menyebabkannya. Mungkin mereka sedang menyeleksi mana yang penting dan mana yang mubazir. Semakin menunda penurunan harga BBM, maka argo dosa pemerintah ini jalan terus. Ini bukan menggunjingkan pemerintah yang berpotensi dosa seperti tuduhan Luhut Panjaitan yang meminta umat muslim tidak bergunjing di bulan puasa. Justru pemerintahlah yang berdosa pada rakyat karena menyembunyikan kebenaran. Kebenaran bahwa harga BBM hari ini masih sama dengan harga BBM saat harga minyak dunia US$70 per barel. Kita tahu hari ini harga minyak dunia hanya 23,55 US$ per barel. Ada berapa ratus miliar selisih harga yang seharusnya dinikmati rakyat. Lagi lagi saya terkesan ceramah Kyai Ma'ruf dulu saat menjadi ustadz, "Bersegerlah menuju pintu pertobatan". Inilah saatnya pemerintah untuk meratapi kekeliruannya kemudian menuju pertobatan yang nyata. Hentikan berbohong, tak hanya urusan harga BBM, tetapi di segala bidang. Rakyat butuh kejujuran pemerintah, bukan butuh bingkisan sembako yang nyatanya tak memberi solusi. Rakyat butuh konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan harga BBM, naik ya naik, turun ya turun, bukan reality show berdurasi pendek bagi-bagi duit di gang sempit yang gelap pada malam hari, lalu diviralkan. Ini tidak heroik. Yang diminta oleh masyarakat adalah harga BBM turun sesuai harga internasional, bukan bukan pemberian cash back dan lotre bagi ojek yang beruntung. Bagaimana negeri ini akan ditaburi keberkahan jika setiap hari dipertontonkan kebohongan dan kemunafikan? Turunkan harga BBM segera, ini baru heroik. Penulis Wartawan Senior.

Denny Serang Almira Yudhoyono, Siapa Kuasa dan Raksasanya?

By Rachlan Nasidik Jakarta FNN – Jum’at (08/05). Denny Siregar adalah pendukung fanatik Jokowi. Modal di kepalanya sebenarnya tidak banyak. Pengetahuan juga kurang. Logika lemah. Kritisisme apa lagi, sangat minus. Toh dia memiliki tempat terhormat di antara buzzer istana. Dianggap lebih pintar dari rata-rata mereka. Jadilah Denny Siregar ini buzzer Jokowi papan atas. Orang pintar hanya bisa membela dalam batas kepantasan. Orang bodoh bahkan tak tahu batas itu ada. Birds of a feather flocks together. Orang bodoh membela orang bodoh. Mungkin karena menjadi pintar, berarti tak mungkin menjadi fanatik. Tulisan-tulisan Denny bicara dua hal saja. Pertama, membenarkan Jokowi. Kedua, memperolok orang yang berpendirian berbeda. Tidak ada analisa yang serius atau apalagi jujur. Isinya cuma propaganda. Tapi dalam dunia buzzer, hal begitu biasa saja. Yang tidak biasa adalah Denny Siregar menjadikan anak kecil sebagai bahan untuk menyerang orang-tua si anak sendiri. Biasanya, Denny cuma murahan. Tapi kali ini, Denny keterlaluan. Dia menyerang Almira Yudhoyono, anak kelas 6 Sekalah Dasar, yang berumur 12 tahun. Dari namanya, dapat dipertalikan kalau Almira Yudhoyono adalah cucunya Presiden Indonesia ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia putri semata wayang pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Anisa Pohan. Sampai di sini, anda mengerti kenapa Denny merendahkan anak kecil itu? Ya, Denny dikenal sebagai membenci keluarga Yudhoyono. Tapi sebagai buzzer Jokowi, apalagi tokohnya di papan atas, kebencian itu lumrah saja. Apalagi SBY adalah figur Presiden pembanding terdekat untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan Jokowi. Maka, SBY dan keluarganya tiap hari harus "dibunuh" agar Jokowi selalu cukup jelas kelihatan. Itu mereka lakukan sejak hari pertama di istana. Menjadi antitesa terhadap SBY, tadinya mungkin hanya strategi. Tapi lama-kelamaan berubah menjadi obsesi yang paling penting. Dan mereka terjebak di situ. Sebab, ternyata menjadi Presiden itu, butuh lebih dari memberi janji atau berfoto solo. Kembali ke serangan Denny. Yang tidak lumrah adalah, Almira diserang karena dia tumbuh menjadi anak yang berpikiran kritis, dan tidak takut menyatakan pendapatnya. Dia dididik di sekolahnya dalam praktek kebebasan akademis. Almira dicurigai karena dia pandai menulis dan berpendapat dalam bahasa Inggris. Almira juga disalahkan, karena ia tumbuh menjadi anak berprestasi. Denny Siregar menganggap, pada Almira semua itu adalah serangan politik kepada junjungannya Jokowi. Akibatnya, kebebasan akademis, pikiran kritis, kemampuan menulis dan bependapat dalam bahasa Inggris menjadi soal yang tabu. Entah, mungkin karena pada Jokowi satupun itu tak ada. Tapi kalau begitu, Denny seharusnya bukan cuma menyerang keluarga Yudhoyono. Toh, seorang anak tak mempunyai kebebasan apapun di dunia ini untuk minta dilahirkan sebagai anak siapa. Denny juga seharusnya menyerang sekolah Almira. Sebab Almira menulis opini itu, dalam bahasa Inggris yang bagus, untuk memenuhi tugas dari sekolahnya. Opini itu wajib dikemas ke dalam naskah pidato untuk dibacakan di hadapan Presiden. Almira memilih masalah lockdown sebagai tema tulisannya. Tentu, Almira tidak sungguh-sungguh akan berpidato di hadapan Presiden. Itu cuma seolah-olah. Hanya berlatih untuk berimajinasi. Hanya cara mendidik anak untuk berani berpendapat. Sekolah Almira mungkin terinspirasi oleh aktivitas Unicef. Denny Siregar pasti tak tahu bahwa badan PBB itu bersuara lantang di masa Pandemi Covid-19 ini. Mendesak agar setiap pemerintahan di dunia ini mendengar dan memperhitungkan suara anak-anak ke dalam kebijakan mitigasi pandemi. Di Inggris, Unicef mendorong anak-anak untuk menulis kepada pemerintahnya. Menulis tentang apa saja yang menjadi pendapat mereka. Juga harapan mereka dalam hidup yang sulit akibat pandemic ini. Denny Siregar tak tahu itu. Mungkin karena Unicef tak punya program yang sama untuk anak-anak di Indonesia. Mungkin Unicef tahu, mustahil melakukannya di Indonesia, tanpa membuat anak-anak dipandang menyerang pemerintah. Dan menjadi korban perundungan oleh buzzer pendukung fanatik Jokowi, seperti yang dilakukan Denny Siregar pada Almira Yudhoyono. Denny Siregar adalah lelaki dewasa dengan pikiran yang terbelakang dan sewenang-wenang. Bila ia juga seorang ayah, sungguh malang anak-anaknya. Tapi, siapa tahu, mungkin ia sendiri dibesarkan oleh orang tuanya yang berpikiran sama. Denny tidak percaya bahwa seorang anak, apalagi baru belasan tahun, mampu mengembangkan dan memiliki pikiran dan pendapat sendiri. Apalagi pikiran dan pendapat yang kritis. Denny terkaget-kaget, sehingga tak bisa menerima kenyataan kalau Almira Yudhoyono adalah anak kritits dan berani untuk mengemukakan berpendapat yang berbeda. Mungkin baginya, seorang anak, dari pada terlibat dalam pemikiran kritis, seharusnya cukup menghafal nama-nama, atau membaca komik-komik Sinchan. Tapi kalau begitu adanya, maka itu dalam sebuah ironi. Semoga saja Denny juga berani bilang kepada Jokowi bahwa, bacaan Presiden tak pantas kalau cuma komik anak-anak. Entah apakah dia tahu Greta Thurnberg. Aktivis Swedia yang bulan Januari tahun ini baru merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Inilah remaja perempuan yang ditulis oleh majalah Time sebagai tokoh yang juga paling berpengaruh di dunia. Pada usia 15 tahun, Greta Thurnberg memimpin pemogokan siswa. Mereka menuntut para orang tua dan pemimpin dunia bersungguh-sungguh menyetop kerusakan iklim. Lalu dalam forum PBB, Greta Thurnberg sampaikan pendapatnya dengan kritis dan berani, kepada Presiden dan Perdana Menteri. Mungkin sadar telah memamerkan kesalahan, Denny lalu berusaha berkelit. Dia bilang tidak merundung Almira melainkan keluarganya dan Partai Demokrat. Tapi tak perlu seorang jenius guna melihat dengan jelas bahwa Denny mencurigai kecerdasan Almira. Dia menilai, pikiran dan kecerdasan Almira sebagai serangan politik pada kebijakan Jokowi. Bahkan menudingnya sebagai alat politik orang tuanya belaka. Denny Siregar menggunakan Almira sebagai alat untuk menyerang SBY dan orang tua Almira sendiri. Lucunya, dia membayangkan dirinya adalah David yang melawan Goliath. Dia melawan Partai Demokrat. Denny juga memilih menggiring publik pada persepsi palsu itu. Sebab dia tak mampu membayangkan dirinya merunduk, merendahkan diri, memohon maaf pada seorang anak bernama Almira. Sebab Denny tahu, di hadapan Almira, sesungguhnya dialah si kuat. Dialah raksasanya. Dialah kekuasaan yang kebal dan sewenang-wenang. Penulis adalah Politisi Parta Demokrat