OPINI
Tembak Jokowi, Mega Menepuk Air di Dulang
Selain Gibran dan Boby, ada dua lagi keluarga Jokowi yang mengadu peruntungan di politik. Mereka adalah adik ipar Jokowi, Wahyu Purwanto, yang dikabarkan bakal maju dalam Pilkada di Gunung Kidul, Jawa Tengah, serta Paman Bobby Nasution, Doli Sinomba Siregar, yang berencana untuk maju sebagai calon Bupati Tapanuli Selatan. By Dimas Huda Jakarta FNN - Megawati Soekarnoputri mengeluarkan pernyataan yang cukup menohok bagi politisi yang tahu diri. Ketua Umum DPP PDI Perjuangan ini menunjukkan kekesalannya ketika menyebut tokoh politik yang memaksa anaknya menjadi pemimpin. Sementara anak tersebut tidak mampu memimpin. Seperti tidak ada orang lain saja. "Kalau enggak anak'e, kalau ndak istrine, kalau enggak ponakane,” sindir Mega pada saat memberi sambutan pengumuman Paslon Pilkada 2020 di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (19/2). Sodokan Mega itu bisa diarahkan ke mana-mana. Maklum saja, politik dinasti saat ini memang sudah menjadi semacam tren. Sudah lazim, para politisi tua umumnya menyiapkan anak dan saudara-saudaranya masuk gelanggang politik. Sebut saja Joko Widodo. Anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri menjadi Walikota Solo. Menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, mencalonkan diri sebagai Walikota Medan. Jokowi sepertinya tengah membangun politik dinasti di keluarganya. Ibarat buah, Gibran dan Bobby masih mentah. Tak punya pengalaman di partai politik. Lantaran anak Jokowi, Gibran menjadi moncer. Begitu juga Boby. Hanya karena menjadi menantu presiden namanya menjadi dihitung. Elektabilitasnya oke. Soal kemampuan dalam memimpin, yaa, itu nanti saja dulu. Itu urusan belakangan. Jari Mega boleh jadi diarahkan ke Istana Jokowi. Soalnya, sampai detik ini, DPP PDIP belum mengeluarkan persetujuan atas pencalonan anak dan menantu presiden itu. Itu sebabnya, Gibran juga sadar bahwa keputusan dirinya maju sebagai calon Walikota Solo, bergantung pada Megawati. Gibran Rakabuming Raka telah mendaftarkan diri sebagai bakal calon Walikota Solo lewat DPD PDIP Jawa Tengah, setelah jajaran PDIP Solo menutup pintu pendaftaran. Selain Gibran dan Boby, ada dua lagi keluarga Jokowi yang mengadu peruntungan di politik. Mereka adalah adik ipar Jokowi, Wahyu Purwanto, yang dikabarkan bakal maju dalam Pilkada di Gunung Kidul, Jawa Tengah, serta Paman Bobby Nasution, Doli Sinomba Siregar, yang berencana untuk maju sebagai calon Bupati Tapanuli Selatan. Politik Dinasti Hanya saja, politik dinasti bukan monopoli Jokowi. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru mempelopori terlebih dahulu. Ia mendorong putranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. AHY gagal, dan SBY mencoba mendorong-dorong AHY menjadi calon presiden atau calon wakil presiden pada Pilpres 2019 kemarin. Langkah ini pun gagal. SBY sepertinya ingin berkuasa kembali dengan membangun dinasti. Partai Demokrat dijadikan kendaraan. Selain AHY, ada Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang lebih dulu di PD. Kedua pangeran ini akan berebut kursi ketua umum pada kongres partai ini nanti. Jabatan ketua umum perlu dan penting karena menyangkut posisi mereka dalam peta politik 2024. "Kalau bukan presiden dan wakil presiden, kemudian jadi menteri misalnya,” ujar Wakil Ketua Umum PD, Syarief Hasan, Rabu (19/2). Politik dinasti memang sudah dianggap lumrah. Pada Senin (17/2) kemarin, lembaga riset Nagara Institute merilis hasil penelitian terkait perpolitikan di Indonesia. Penelitian itu menyebut oligarki dan politik dinasti menjadi ancaman terbesar bagi demokrasi Indonesia. Dari hasil penelitian lembaga riset yang baru didirikan eks anggota DPR F-NasDem, Akbar Faisal, ini mengungkap 17,22% hasil pemilihan DPR RI pada Pemilu 2019 terpapar dinasti politik. Itu bermakna 99 dari 575 anggota legislatif memiliki hubungan dengan pejabat publik. Anggota NasDem menjadi yang paling banyak. Sebesar 33,90% atau 20 dari total 59 kursi F-NasDem di DPR RI memiliki hubungan dengan pejabat publik. Di bawah NasDem, ada PPP dengan 31,58%, kemudian Golkar 21,18%, Demokrat 18,52%, PAN 18,18%, Gerindra 16,67%, dan PDIP 13,28%. PDIP nyatanya juga menjadi sarang politik dinasti. Ketika Mega mengarahkan satu telunjuknya ke politisi lain, maka ada empat jari yang mengarah padanya. “Saya enggak pernah. Anak saya, kamu jadilah sesuai dengan apa yang kamu jalankan," sergah Mega. Kandang banteng adalah tempat anak-anak dan keluarga besar Sukarno belajar sekaligus meniti karier politik. Puan Maharani salah satunya saja. Ia adalah politisi didikan langsung Sang Bunda. Aneh, Mega membantah itu. "Ada orang yang ngomong Mbak Puan jadi ketua DPR, itu saya yang angkat-angkat. Mana mungkin, memang (perolehan) suarannya gede. Enggak ada yang bisa nahan. Begitu. Janganlah. Yang namanya sudah. Mabok saya dengarnya," imbuh Presiden kelima RI itu. Jauh sebelum menambang suara paling banyak, Puan tentu saja tidak punya pengalaman sedikit pun di dunia politik, sebelum ia masuk kandang Banteng. Perempuan kelahiran Jakarta, 6 September 1973 ini tentu dihitung dan menjadi ngetop karena dia adalah putri Megawati. Boleh jadi, lantaran dia putri Mega pula, maka Jokowi menunjuknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada Kabinet Kerja (2014–2019). Banyak pihak menilai kinerja Puan sebagai Menko mengecewakan. Di PDIP cukup banyak kader-kader lebih baik dari Puan, namun dia tak tergantikan. Lewat pernyataannya itu Mega seakan-akan mencoba introspeksi diri bahwa politik dinasti tak bisa dihindari. Termasuk pada dirinya sendiri. Penulis adalah Wartawan Senior
Celaka Omnibus Law Cilaka
Oleh Dimas Huda Jakarta, FNN - "Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat."(QS Al-Baqarah 79). Ada tiga kata celaka dalam Surat Al-Baqarah itu. Kata pertama “celaka” dalam tafsir Jajalayn disebut sebagai “siksaan berat”. Sedangkan Quraish Shihab menafsirkan “kebinasaan dan siksaan”. Sementara itu kbbi.web.id, menerjemahkan arti celaka “v 1 (selalu) mendapat kesulitan, kemalangan, kesusahan, dan sebagainya; malang; sial”. Belakangan kata “celaka” menjadi buah bibir. Ya, setelah pemerintah menyerahkan Surat Presiden (Surpres) sekaligus draf dan naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ke DPR RI. Hanya saja, “celaka” itu dilafalkan dengan “cilaka”. Kalangan aktivis dan cerdik pandai menyebut RUU Cilaka untuk draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Kata “cilaka” adalah akronim dari “cipta lapangan kerja”. Merespon itu, Presiden Joko Widodo lalu mengubahnya menjadi RUU Cipta Kerja disingkat “cika”. Saat pertama kali dicetuskan, nama yang muncul sebenarnya adalah RUU Omnibus Law Kemudahan Berusaha dan Daya Saing. Lantaran ada kesan RUU ini hanya untuk kepentingan pengusaha alias tidak pro buruh, maka nama itu ditanggalkan. Diganti. Dimunculkanlah nama “cipta lapangan kerja”. Celakanya, banyak pihak kelewat cerdas sehingga membuat akronim “cilaka”. Kalangan buruh bahkan ada menyebut “Cilaka 12”, untuk 12 alasan menolak RUU ini. Jokowi mengganti “cilaka” menjadi “cika”. Hanya saja, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, membikin nama yang berbeda. Ia lebih suka dengan “ciptaker” kependekan dari cipta kerja. Wakil Ketua Komisi IX, Sri Rahayu, juga punya akronim yang berbeda lagi. "Disingkat cilaka enggak bagus, makanya (kata) lapangannya dihapus, jadi cipta kerja jadi ciker," ujarnya, saat menerima audensi dari perwakilan massa aksi buruh di ruang rapat Komisi IX Rabu (12/2). Sapu Jagat Seperti yang sudah terjadi, RUU Cilaka alias Cika alias Ciker alias Ciptaker ini kini sudah sampai ke Senayan. Para buruh menolak dan menggelar aksi demonstrasi. Mereka menilai RUU ini sarat kepentingan pengusaha. Bakal UU “sapu jagat” ini memang penuh kontroversi lantaran melebur sejumlah perundang-undangan dalam satu keranjang. Tujuannya bagus, meringkas berbagai macam peraturan yang selama ini dinilai menghambat investasi. Akan tetapi, sejak diwacanakan Jokowi, penyusunan RUU ini sangat tertutup. Tak seperti lazimnya sebuah RUU, naskah akademiknya tidak bisa diakses. Masyarakat pun buta tentang apa saja yang bakal diatur dalam RUU itu. Padahal, masukan dari para pemangku kepentingan sangat vital dalam penyusunan sebuah RUU. Dalam sejarah penyusunan perundang-undangan, baru pada rezim pemerintahan sekarang sebuah RUU dikerjakan secara kilat, tak melibatkan masyarakat, dan sulit diakses. Sebut saja penyusunan RUU KPK yang tak mengajak KPK dan ujung-ujungnya membuat lembaga antirasuah itu kehilangan taji. Melempem. Demikian halnya RUU Cilaka alias Cika alias Ciker alias Ciptaker. Dalam urusan ketenagakerjaan, RUU ini justru banyak memangkas hak tenaga kerja. Salah satunya adalah ketentuan mengenai permohonan PHK yang harus diajukan tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta alasan yang menjadi dasarnya. Artinya, dengan RUU ini, pengusaha bisa memecat karyawan secara semena-mena. Wajar jika ada yang bilang RUU ini merupakan alat pemerintah untuk mendapatkan investasi asing melalui cara-cara kolonial. Substansi RUU Cilaka menyerupai watak pemerintah kolonial Hindia Belanda. Mereka menyebut konsep sistem ketenagakerjaan dalam RUU mirip aturan Koeli Ordonantie masa kolonial Belanda. Aturan itu untuk menjamin pengusaha dapat mempekerjakan kuli perkebunan tembakau dengan upah sangat murah dan tanpa perlindungan. Para buruh juga diancam hukuman kerja paksa sementara pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi denda ringan. Lebih jauh lagi bahkan ada yang bilang Omnibus Law Cilaka mengembalikan politik pertanahan nasional ke zaman kolonial karena semangatnya sama dengan ketentuan dalam Agrarische Wet 1870. Kedua aturan tersebut sama-sama berambisi untuk mempermudah pembukaan lahan sebanyak-banyaknya untuk investasi asing dengan merampas hak atas tanah dan ruang kelola masyarakat adat dan lokal. Formalisme hukum yang kuat dalam RUU menghidupkan kembali semangat domein verklaring khas aturan kolonial. Masyarakat kehilangan hak partisipasi dan jalur upaya hukum untuk mempertahankan tanah yang mereka kuasai. Terlebih, guna memuluskan RUU Cilaka, Presiden Joko Widodo meminta kepada Kejaksaan, kepolisian dan Badan Intelijen Negara atau BIN untuk mendukung dan mengantisipasi ancaman aturan ini. Lagi-lagi, penggunaan alat negara seperti ini menyerupai kerja kepolisian kolonial Hindia Belanda yang ditugaskan memata-matai, menangkap, dan menyiksa rakyat saat itu. Kejanggalan lainnya adalah direduksinya beberapa ketentuan tentang pembakaran hutan oleh korporasi. Belum lagi dengan dihapusnya pasal tentang ruang partisipasi publik untuk mengoreksi atau menguji izin lingkungan dan/atau izin usaha melalui peradilan administrasi. Selanjutnya, hak paten juga dikebiri. Hak dan kewajiban pemegang paten akan dihapus. Padahal, ketentuan ini dirancang untuk mendukung dan memberi landasan bagi alih teknologi, penyerapan, investasi, dan penyediaan lapangan kerja. Harus diingat, belum tentu pemegang paten adalah investor yang akan membuka usaha di Indonesia. Jika tidak hati-hati membahasnya, RUU ini memang bisa membikin kita “cilaka” Penulis wartawan senior.
Bangga Berakhir di Politik Bersama Ayahanda Amien Rais
Jadi, kalaulah ini adalah kongres yang terakhir buat ayahanda Amien Rais, maka saya berbangga ada bersamanya. Saya juga bangga ada dalam sejarah perjalanan PAN, dimana kali terakhir saya ikut membela pikiran-pikiran seorang profesor ilmu politik yang saleh. Bapak reformasi, sosok manusia yang selama lima puluh tahun, tak pernah putus melakukan puasa Daud dan qiamul lail. By Asnawi Arbain Jakarta, FNN - Saya tidak merasa takut, ciut atau kecewa atas hasil kongres Parta Amanat Nasional (PAN) yang ke -5 ini. Dimana, kandidat yang saya dan ayahanda Amien Rais dukung Mulfachri Harahap kalah. Saya pun tidak pernah takut kehilangan jabatan apapun di partai ini sebagai konsekuensi atas dukungan politik yang saya berikan. Saya pulang dari kongres di Kendari Sulawesi Tenggara ini dengan kepala tegak. Dada saya juga tegak membusung. Ini kongres yang berarti buat saya. Meski di belakangnnya, ada begitu banyak cerita dan peristiwa mengenaskan. Khususnya di media dan netizen. Menyisahkan preseden buruk tentang kongres PAN. Sepertinya inilahg kongres terburuk dan terburuk dalam sejarah PAN. Saya jarang menemukan, satupun tanggapan positif tentang kongres PAN di kota Kendari Sulawesi Tenggara ini. Rata-rata publik memberikan pandangan yang negatif. Baik terhadap PAN, maupun hasil kongres. Silahkan baca semua komentar netizen di kolom pemberitaan media. Namun demikian, inilah kongres yang juga membanggakan buat saya. Dalam hati kecil saya katakan, “jika Kongres PAN kali ini adalah kongres terakhir buat ayahanda Amien Rais, maka inilah yang terakhir saya ikut pembela pikiran-pikiran pak Amien tentang politik di tubuh PAN. Saya bangga, karena tidak menjadi bagian dari pengkhianatan terhadap begitu banyak jasa-jasanya ayahanda Amien Rais terhadap partai ini. Suka atau tidak suka. Senangh atau tidak senang. Harus dicatat, bahwa dalam sejarah lahirnya PAN, tidak lepas dari ijtihad politik Muhammadiyah. Bahwa Amien Rais, adalah termasuk salah satu tokoh sentral dalam ijtihad politik Muhammadiyah itu. Jika saat ini PAN makin jelas keluar dari khittah perjuangannya, maka bukan tidak mungkin, sebagai pemegang saham pendiri, Muhammadiyah akan semakin menjauh dari PAN. Almarhum AM Fatwa pernah bilang, kalau PAN itu sebenarnya dilahirkan dari Tanwir Muhammadiyah di Semarang bulan Mei tahun 1998. Ketika itu kata Fatwa, Amien Rais yang masih menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, berunding bersamanya. Amin Rais menginginkan agar Ahmad Syafi'i Ma'arif yang ditunjuk sebagai Ketua Umum PAN yang pertama. Bukan itu saja. Pada penutupan Sidang Tanwir Muhammadiyah, Amien mengumumkan dalam pidato penutupan bahwa Buya—panggilan untuk Ahmad Syafi’I Ma’arif akan menjadi Ketua Mmum PAN. Namun Syafii Ma'arif besoknya melakukan konferensi pers, dan menyatakan bahwa Amien Rais tetap yang akan memimpin partai. Begitulah cerita tentang PAN awal-awalnya. Dengan jasa ayahanda Amien Rais yang begitu besar kepada PAN. Sehingga jika ini adalah Kongres PAN yang terakhir buat ayahanda, maka saya bangga sekali, mengakhiri masa-masa berpolitik dengan seorang politisi yang saleh, dan seorang cendikiawan yang progresif. Saya juga bangga tidak menjadi pengkhianat yang mengkhianati jasa-jasa baiknya ayahanda di partai ini. Kita tak tahu umur seseorang itu sampai kapan. Demikian pula dengan ayahanda Amien Rais, di usianya yang sudah senja itu. Namun masih saja tetap konsisten menjaga marwah PAN. Selali memberikan spirit qur’ani pada partai. Memberikan giroh spiritualitas pada partai yang kita cintai ini. Jadi, kalaulah ini adalah kongres yang terakhir buat ayahanda Amien Rais, maka saya berbangga ada bersamanya. Saya juga bangga ada dalam sejarah PAN, dimana, itu kali terakhir saya ikut membela pikiran-pikiran seorang profesor ilmu politik yang saleh. Bapak reformasi, sosok yang selama lima puluh tahun, tak pernah putus melakukan puasa Daud dan qiamul lail. Bagi saya, ayahnda Amien Rais adalah sosok pemberani. Sosok yang saya kenal, dikala rezim militer Soeharto masih berkuasa, tak satupun yang berani berhadap-hadapan dengan penguasa. Namun sosok Amien rais yang genius dan saleh, berani bicara lantang tentang suksesi kepemimpinan nasional di era pertengahan tahun 1990-an. Ia tidak memilih jalan kompromi pada penguasa yang zalim. Inilah kongres PAN yang indah bersama ayahanda Amien Rais. Meski seperti dalam abad yang masih penuh dengan kegelapan. Tak ada gagasan yang lahir dari dalam kongres. Yang ada hanyalah arogansi dan syahwat untuk berkuasa yang menggebu-gebu. Walaupun demikian, saya bangga. Sebab dalam kemelut yang demikian, ayahanda Amien Rais tetap ada dengan pikiran dan perspektifnya. Lebih dari itu, saya juga bangga bersama Amien Rais di usia senjanya. Penulis adalah Ketua DPW PAN Kalimantan Utara
Ketika DPR Menjadi Kantor Cabang Presiden
By Kisman Latumakulita Jakarta FNN – “Untukmu yang duduk sambil diskusi. Untuk yang biasa bersafari. Di sana, di gedung DPR. Wakil rakyat kumpulan orang hebat. Bukan kumpulan teman-teman dekat. Apalagi sanak famili. Di hati dan lidahmi kami berharap. Suara kami tolong dengar lalu sampaikan. Jangan ragu, jangan takut karang menghadang. Bicaralah yang lantang, jangan hanya diam”. “Di kantong safarimu kami titipkan. Masa depan kami dan negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke. Saudara dipilih, bukan dilotre. Meski kami kenal siapa saudara. Kami tak sudi memilih para juara. Juara diam, juara he eh, juara ha ha ha. Wakil rakyat seharusnya merakyat. Jangan tidur waktu siding soal raktat. Wakil rakyat bukan paduan suara. Hanya tahu nyanyian lagi setuju”. Dua paragraf kalimat-kalimat di atas berasal dari lirik lagunya Iwan Fals. Penyanyi, yang sekaligus kritikus kepada kekuasaan Soeharto yang otoriter dan tirani. Judul lagunya “Surat Buat Wakil Rakyat”. Lagu yang diciptakan dan dinyanyikan Iwan Fals ini, direkam dan dirilis menjelang pemilihan umum tahun 1987. Lagu ini diciptakan untuk mengkritik kinerja anggota dewan yang banyak tidur saat sidang-sidang DPR. Sayangnya, lagu ini sempat dicekal pemerintah Orde Baru. Lagunya tidak boleh ditayangkan di televisi. Karena pemerintah beranggapan lagu “Surat Buat Wakil Rakyat” mengganggu stabilitas politik nasional. Selain tidur, DPR juga tidak menonjol memperjuangan kepentingan rakyat. DPR ketika itu, yang isinya 75% pendukung utama pemerintah Orde Baru (Fraksi Golkar dan Fraksi ABRI) lebih sebagai stempel pembenaran atas semua kemauan pemerintah. Apa saja kemauan rezim Soehato, hampir pasti 99% disetujui DPR. Iwan Fals, banyak menciptakan lagu, yang bertujuan mengkritik kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, namun memanjakan pengusaha atau orang kaya. Selain Iwan Fals, kalangan sastrawan yang juga terbilang keras mengkrtik rezim Orde Baru ketika itu adalah W.S. Rendra. Penyair dengan julukan “Burung Merak” ini mengkritik permerintah melalui syair-syair sajaknya. Entah karena kritikan dari Iwan Fals dan W.S. Rendra atau bukan, yang pasti setelah Pemilu tahun 1992, anggota DPR yang masuk ke senayan, banyak tokoh-tokoh yang kritis kepada pemerintahan Soehato. Malah anggota DPR yang galak-galak itu bukan saja dari partai non pemerintah, seperti PDI dan PPP. Namun ada juga dari Fraksi Golkar dan ABRI yang galak-galak. Dari PPP ada singa sekalas Hj. Aisyah Amini, H. Ismail Hasan Metarium, H. Dja’far Sidiq, H. Imam Churmain, H. Muhammad Sulaiman dan Hamza Haz. Sedangkan Dari PDI, ada macan seperti Hj. Fatimah Ahmad, H. Ipik Asmasubarata, H. Yahya Nasution, Aberson Marle Sihaloho dan Sabam Sirait. Hamza Haz, Yahya Nasution dan Aberson Marle Sihaloho terkenal sebagai "trio pakarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)". Menteri Keuangan J.B. Sumarlin dan Mar’ie Muhammad sering kewalahan di sidang-sidang komisi APBN jika menghadapi trio anggota dewan ini. Terkadang asumsi-asumsi APBN yang bakal diajukan pemerintah, dua tiga bulan sebelumnya sudah bisa diprediksi oleh trio anggota DPR ini. Hasilnya, 85%-90% sama dengan yang diajukan pemerintah. Sebagai wartawan di bidang ekonomi, saya dan sesama teman wartawan, banyak mendapat informasi awal mengenai rencana asumsi APBN dari trio anggota dewan ini. Selain itu, kami juga mendapat informasi mengenai asumsi APBN dari Muhba Kahar Muang, Idra Bambang Oetoyo dan Dwie Riawenny Nasution dari Fraksi Golkar. Dari kubu pendukung pemerintah, muncul para anggota DPR yang tidak kalah kritisnya. Dari Fraksi Golkar, ada Tadjudin Noer Said, Marzuki Darusman, Mubha Kahar Muang, Anang Adenensi, Indra Bambang Oetoyo, Iskandar Madji, Abdurrahman Rangkuti dan Umbu Mehang Kunda. Dari Fraksi ABRI, tampil singa perempuan yang galak kepada pemerintah, Brigjen Polisi Rukmini. Ada juga Mayjen TNI Syamsudin. Meskipun menjadi anggota DPR yang ditunjuk oleh Mabes ABRI Cilangkap. Namun mereka menjadi anggota dewan yang bermutu dan berkelas. Mereka lebih memilih membela kepentingan rakyat. Akibnatnya, mereka sering berbenturan dengan para menterinya Soeharto. Mereka top, top top markotop. Suatu waktu Kasospol ABRI, Letjen Harsudiono Hartas bercerita tentang cepanye dia mengingatkan Brigjen Rukmini dan Mayjen Syamsudin. Banyak menteri anggota kabinet Soerharto meminta tolong agar Kasospol ABRI bisa meredam atau menertibkan Rukmini dan Syamsudin. Kata Hartas—panggilan akrab Kasospol ABRI, “Itu Rukmini dan Syamsudin kalau diingatkan, jawabnya sih enak didengar. Jawabnya siap,siap dan iya, iya. Namun begitu balik ke DPR, kambuh lagi mereka”. Pemerintah Orde Baru memang sangat kuat dan dominan. Dengan mesin politik utama ABRI dan Golkar, pemerintah bisa berbuat apa saja jika mau. Contoh paling nyata adalah Waduk Kedung Ombo. Masyarakat satu Kecamatan bersama perangkat Desanya, semua diangkut keluar dari Kedung Ombo. Namun warna perbedaan perdebatan di DPR terlihat sangat berbobot dan berkelas. Sebelum sampai pada persetujuan di sidang Paripurna, perdebatannya sangat bermutu dan argumentatif. Bagi yang menonton sidang-sidang di komisi DPR, banyak informasi penting dan bermutu yang bisa diperoleh. Yang tidak bisa dilakukan DPR di kekuasaan eranya Orde Baru Cuma satu, “Penggunaan Hak Interpelasi”. Penggunaan hak DPR yang satu ini menjadi barang haram ketika itu. Namun tidak adanya penggunaan “Hak Ingterpelasi” bukanlah menjadi penghalang bagi lahirnya perdebatan yang bermutu dan berkelas di sidang-sidang komisi DPR. Enak bangat untuk didengar dan ditonton. Dewan Produk Reformasi DPR di era Orde baru tidak dapat menggunakan “Hak Interpelasi”, tentu saja dapat dipahami dan dimengerti dengan sangat jelas. Semuanya terang-berderang. Tidak ada yang abu-abu. DPR Hanya tukang stempel atas segala kebijakan dan kemauan rezim Orde Baru. Tidak lain. Hanya itu. Keberadaan PPP dan PDI di DPR tidak mempunyai kekuatan untuk melawan maunya rezim Soeharto. Paling hanya bisanya walk out dari sidang sebagai bentuk protes dan penolakan. Hanya itu yang bisa dan sering dilakukan PPP dan PDI. Namun begitu, keluarnya PPP dan PDI dari ruang sidang, sama-sekali tidak merubah keputusan dewan. Karena prosentase PPP dan PDI paling banyak hanya 30%. DPR periode 2014-2019 sekarang ini adalah DPR yang keempat sejak reformasi. DPR yang lahir dari produk demokrasi yang sangat bebas. Namun mereka juga menjadi DPR yang paling lemah kepada pemerintah di era reformasi. DPR yang lebih memilih membela maunya pemerintah daripada membela rakyat. Lihat saja, masyarakat, dosen, mahasiswa dan siswa STM berdemonstrasi berhari-hari menolak revisi undang-undang KPK. Namun semua itu hanya dianggap sebagi pepesan kosong oleh DPR. Hasilnya, tok tok tok, revisi undang-undang KPK tetap jalan dan disahkan. Begitu juga menyampaikan pengantar Nota APBN 2020 di DPR, Presiden Jokowi minta izin untuk memindahkan ibukota negara ke luar pulau Jawa. Tanpa lebih dulu melakukan perubahan atas undang-undang ibukota negara, DPR menyetujui keinginan pemerintah untuk memindahkan ibukota negara ke Pulau Kalimantan. Belakangan ketika skandal korupsi Jiwasraya meledak, rakyat meminta DPR agar membentuk Pansus Jiwasraya. Namun DPR sepertinya tidak mau membentuk Pansus Jiwasraya untuk menyelidiki skandal yang merugikan BUMN asuransi Rp 17 triliun itu. Kabarnya, tidak dibentuknya Pansus Jiwasraya itu atas permintaan dan tekanan dari Istana Negara Maimun. Setelah Jiwasraya, kini meledak lagi skandal korupsi di PT Asabri. Kerugian di Asabri diperkirakan mencapai Rp 21 triliun. Pelakunya masih hampir sama dengan mereka yang membobol Jiwasraya. Namun, lagi-lagi DPR tidak juga bergeming untuk segera membentuk Pansus Jiwasraya maupun Pansus Asabri. Atau Pansus Jiwasraya dan Asabri. Rupanya untuk DPR periode sekarang, skandal korupsi dengan nilai hampir Rp 40 triliun, bukanlah sesuatu yang penting dan mendesak untuk dibahas dan diselidiki oleh pansus DPR. Tidak terlalu penting, atau karena angkanya tidak besar-besar amat. Mungkin saja kalo angkanya di atas Rp 100 triliun pun belum juga perlu untuk dibentuk pansus DPR. Belom lama ini pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja. Dari draf PDF yang beredar di media sosial, RUU Omnibus Law ini akan merampok sejumlah kewenangan Pemerintah Daerah. Bahkan atas nama undang-undang ini, para Gubernur, Bupati dan Walikota yang dipilih langsung oleh rakyat, bisa saja dipecat oleh pemerintah pusat. Bukan itu saja. Eksekutif juga dapat mengambil alih sejumlah kewenangan Legislative dan Yudikatif hanya dengan memakai Peraturan Pemerintah (PP) berdasarkan mandat yang diberikan oleh undang-undang Omnibus Law. Atas nama penciptaan lapangan kerja, Presiden dapat saja menumpuk sejumlah kewenangan Pemerintah Daerah, Legislatif dan Yudikatif di tangannya. Meskipun RUU ini bakal menampilkan wajah dan topeng baru kekuasaan yang sentralistik dan otoritarian. Namun kemungkinan besar RUU Omnibus Law bakal disetujui oleh DPR. Ya, memang sangat wajar dan bijak kalau RUU ini disetujui DPR. Apalagi DPR dalam posisi barunya sebagai Kantor Cabang Presiden dari Istana Negara Maimun. Selamat memasuki kekuasaan baru yang otoriter dan tirani. Penulis adalah Wartawan Senior
Resesi Ekonomi Dunia di Depan Pintu
By Dimas Huda Jakarta, FNN - Resesi dunia sudah di ambang pintu. Tinggal ketuk pintu, tok tok tok. Maka terjadilah. Serangan virus korona atau Covid-19 mempercepat dunia menuju kondisi buruk itu. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, sudah merasakan gejala tersebut. Infeksi korona telah membuat ekonomi dunia meriang. Penelitian yang dipublikasikan MIT Sloan School of Management dan State Street Associates, menyatakan potensi terjadinya resesi dunia pada paruh pertama tahun 2020 prognosanya mencapai 70%. Resesi sendiri adalah merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Suatu negara dapat dikatakan mengalami resesi bila dalam dua triwulan berturut-turut Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh negatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan pengukuran jarak mahalanobis, untuk menentukan bagaimana kondisi pasar saat ini dibandingkan dengan sebelumnya. Dengan menggunakan prinsip ini, peneliti menganalisa empat faktor pasar. Yakni produksi industri, upah nonpertanian, pengembalian pasar saham, dan kurva imbal hasil. Analisis dilakukan setiap bulan. Mereka mengukur bagaimana hubungan antara empat faktor tersebut dengan sejarah masa lampau. "Melihat data tahun 1916 (resesi pasca Perang Dunia I) para peneliti mengatakan bahwa indeks dari keempat indikator resesi naik dari sebelumnya," tulis CNBC International, Jumat (7/2). "Dari perhitungan yang dilakukan, akhirnya mereka mendapatkan hasil, indeks resesi mencapai 70% dalam enam bulan ke depan." Hantu Resesi Penelitian itu tidak sedang mengada-ada. Serangan virus korona atau Covid-19 sejauh ini belum ada tanda-tanda mereda. Sampai Kamis (20/2), angka kematian akibat virus ini mencapai 2.120 orang. Sedangkan jumlah orang yang terinfeksi mencapai 75.291 orang. Tak hanya membunuh orang. Virus ini juga menginfeksi perekonomian dunia. Mulanya serangan di China. Ekonomi negeri itu lumpuh. Kini sudah merembet ke banyak negara. Singapura, Hongkong, Jepang, dan Jerman sudah antre menuju resesi. Covid-19 juga menginfeksi ekonomi Indonesia. Angka pasti berapa besar pengaruh serangan korona terhadap ekonomi dunia memang belum diketahui. Hanya saja, meriangnya sudah sangat terasa. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyatakan virus korona mungkin akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini. "Mungkin ada pemotongan yang kami masih harapkan akan berada dalam persentase 0,1-0,2," kata Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, seperti dikutip AFP. Hasil riset S&P PDB China akan terpangkas hingga 1,2%. Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan hanya sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%. Daya Tular Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Negeri titik dalam peta Indonesia ini memprediksi pertumbuhan PDB tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, ekonomi Negeri Singa ini ada di kisaran 0,5%-2,5%. China adalah shohib berat Singapura. Pada 2018, ekspor Singapura ke China mencapai US$50,4 miliar atau menyumbang 13% dari total ekspor. Wisatawan dari China berkontribusi sekitar 20% dari total wisatawan ke Singapura. Jerman juga begitu. Ekonomi Negeri Panser tiba-tiba ngerem. Stagnan, alias tidak tumbuh. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China. China merupakan pasar penting produk Jerman. Pada tahun 2018, nilai ekspor Jerman ke China US$109,9 miliar atau menyumbang 7,1% dari total ekspor. Melambatnya ekonomi China menjadi pukulan bagi Jerman. Selanjutnya Jepang. Perekonomian Saudara Tua berkontraksi tajam pada kuartal IV-2019. Data dari Cabinet Office menunjukkan PBD kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter, menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014. Pemerintah Negeri Matahari Terbit sebelumnya sudah memperingatkan jika PDB pada periode Oktober-Desember 2019 berisiko terkontraksi akibat kenaikan pajak penjualan, adanya angin topan, serta perang dagang AS dengan China. Kini tantangan yang dihadapi lebih besar lagi: wabah virus korona. Jika PDB Jepang kembali berkontraksi di kuartal I-2020, maka Jepang akan mengalami resesi. Dampak epidemi bisa merusak output dan pariwisata Jepang, yang pada gilirannya merusak pertumbuhan pada kuartal saat ini. “Virus ini terutama akan menekan pariwisata yang masuk dan ekspor, tetapi juga dapat membebani konsumsi domestik cukup banyak," kata Taro Saito, rekan peneliti eksekutif di NLI Research Institute. "Jika epidemi ini tidak bisa ditangani hingga pada saat Olimpiade Tokyo, kerugian ekonomi (yang dibawanya) akan sangat besar," tambahnya, sebagaimana dilaporkan Reuters, Senin lalu. Hong Kong sama saja. Mutiara dari Timur mengalami tekanan yang dalam akibat wabah virus korona dan protes prodemokrasi yang berkepanjangan pada tahun lalu. Berdasarkan laporan KPMG LLP, Hong Kong diperkirakan mencatatkan defisit fiskal bujet senilai HK$47,7 miliar pada tahun fiskal 2019-2020. Angka tersebut merupakan defisit pertama kalinya sejak 15 tahun terakhir. Pemerintah Hong Kong akan mengumumkan bujet fiskalnya pada 26 Februari 2020. Sekretaris Keuangan Hong Kong sempat menyebutkan negaranya kemungkinan menghadapi kejutan layaknya tsunami dan bakal mencatatkan defisit bujet pada tahun fiskal mendatang. Sekadar mengingatkan bahwa angka-angka yang kini dikeluarkan negara-negara itu adalah angka sebelum terjadinya serangan virus korona. Wabah virus korona semakin kuat terjadi sesudah Hari Raya Imlek. Dampak penyebaran virus Covid-19 terhadap ekonomi akan terlihat pada data sampai Februari 2020. Data itu baru bisa disajikan Maret mendatang. Menginfeksi Indonesia China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia. Perlambatan di sana akan mempengaruhi seluruh Negara, termasuk Indonesia. Apalagi China adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia. Data BPS menyebut 30% lebih China mempengaruhi ekspor-impor Indonesia. China juga menyumbang turis di Indonesia 13%. Ini adalah turis kedua terbesar setelah Malaysia. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan setiap penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 1% maka akan berdampak kepada Indonesia dari 0,3-0,6%. Sedangkan Singapura adalah barometer pemerintah dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi. Dan kini, Singapura diprediksi akan jatuh ke jurang resesi. Kemungkinan ini sangat besar, mengingat Negeri Singa itu, memiliki korban korona terbesar kedua setelah China. "Saya tidak bisa mengatakan bahwa Singapura akan resesi atau tidak. Bisa saja, tetapi yang jelas perekonomian Singapura akan terpukul," ungkap Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Liong, seperti diberitakan Reuters. "Ini akan kami jadikan barometer kepada kita untuk melihat apa yang akan terjadi," sambut Menteri Sri. Virus korona memang sudah “menginfeksi” perekonomian Indonesia. Demam sudah mulai terasa pada Januari 2020. Penerimaan perpajakan hingga kepabeanan dan cukai melambah begitu masuk tahun ini. Neraca perdagangan mengalami penurunan. Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan penerimaan pajak hanya Rp84,7 triliun pada Januari 2020. Angka ini lebih rendah dibanding Januari tahun lalu yang sebesar Rp90 triliun. Penerimaan perpajakan itu baru setara 4,5% dari target sebesar Rp1.865,7 triliun yang ditetapkan pemerintah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Penerimaan pajak dari sektor perdagangan sebesar Rp22,18 triliun atau hanya tumbuh tipis sebesar 2,6%. Sektor pertambangan minus hingga 27,3%. Transportasi dan pergudangan minus 5,6%. Penerimaan pajak dari sektor pertambangan sebesar Rp7,18 triliun, sedangkan transportasi dan pergudangan Rp4,88 triliun. Perlambatan sektor perdagangan bisa jadi karena virus korona. Pajak dari sektor ini sebelumnya tumbuh 8,4%. Kini justru hanya 2,6%. Sektor manufaktur dan pariwisata Indonesia juga menjadi terkontraksi. "Yang harus dilakukan pemerintah dan BI [Bank Indonesia] adalah merilis paket paket stimulus pada sektor yang terdampak korona," saran ekonom Indef, Bhima Yudhistira. Stimulus yang dimaskud bisa berupa pemangkasan suku bunga acuan bank 25-50 bps di Kuartal I-2019, maupun insentif perpajakan pada sektor berorientasi ekspor dan pariwisata, melakukan penangguhan pembayaran bunga atau cicilan pokok debitur pariwisata pada bank bank BUMN, khususnya di Bali, Lombok dan Manado. Menggenjot Konsumsi Rasanya ekspor bakal sulit diandalkan menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Oleh karena itu, konsumsi domestik harus digenjot agar pertumbuhan ekonomi tidak lagi di bawah 5%. Rupanya, Menteri Sri juga sudah menyiapkan hal itu. Pemerintah akan menggelontorkan stimulus belanja. "Kita sedang finalkan sehingga kita tahu berapa kebutuhan anggarannya dan akan segera diluncurkan," ungkap Sri, Rabu (19/2). Pemerintah berniat menambah manfaat Kartu Sembako. Jumlah anggarannya Rp3,8 triliun. Ada juga perluasan subsidi bunga perumahan. Tambahan volume rumah sekitar 224.000 unit dengan anggaran Rp1,5 triliun. Sedangkan insentif sektor pariwisata berupa insentif untuk travel agent yang membawa wisatawan mancanegara dan insentif untuk tenaga pemasaran pariwisata. "Ini ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan menengah," terang Sri Mulyani. Bagi para penganggur ada Kartu Pra Kerja. Sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 hanya pada kisaran 4,3% sampai 4,9%. Bahkan sampai akhir tahun 2020 pun, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh di bawah 5%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 sudah melambat 0,2%. Prospek ekonomi kita memang suram. Rajin-rajin berbelanjalah agar ekonomi tetap berputar. Jangan pelit. Penulis Wartawan Senior.
Lebih Wingit Kota New York atau Kota Kediri?
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Sampai sejauh ini setidaknya ada dua kota yang sangat dihindari Presiden Jokowi. Kota New York di AS, dan kota Kediri di Jawa Timur. Diantara kedua kota itu, mana yang paling wingit? Paling angker? Bagi Presiden Jokowi tampaknya jawabannya sangat jelas. New York kota yang menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) jelas jauh lebih wingit. New York berada diperingkat pertama. Baru diperingkat berikutnya Kediri. Kota lain? Belum ada konfirmasi. Selama lima tahun periode pertama jabatannya, Jokowi terkesan sangat menghindari New York, khususnya kegiatan Sidang Majelis Umum ( SMU ) PBB. Sudah lima tahun berturut-turut Jokowi absen SMU PBB. Kegiatan penting dan sangat prestisius itu cukup diwakilkan kepada (mantan) Wapres Jusuf Kalla. Sebuah rekor yang belum pernah dicapai oleh seluruh Presiden Indonesia. Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati, maupun Susilo Bambang Yuhoyono tidak bisa menandinginya. Kalau dalam sepakbola “prestasi” semacam itu disebut sebagai quintrick, memborong lima gol sekaligus. Luar biasa! Prestasi semacam ini hanya pernah ditorehkan bintang sepakbola paling top di dunia sekelas Ronaldo dan Lionel Messi. Alan Shearer dan Robert Lewandowski juga pernah melakukannya. Sebaliknya untuk Kota Kediri, Jokowi baru sekali absen. Jokowi tidak hadir pada sebuah acara di Pesantren Lirboyo Kediri. Semula berdasarkan penjelasan dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung, agar Jokowi terhindar dari bencana lengser seperti yang pernah menimpa almarhum Presiden Abdurahman Wahid ( Gus Dur ). Ada beberapa lokasi di kota Kediri yang jadi pantangan seorang presiden, dan tidak boleh dilewati kalau tak mau bernasib apes. Jadi yang paling aman bagi seorang presiden, hindari sejauh mungkin kota yang pernah menjadi pusat kerajaan Dhaha itu. Belakangan pernyataan Pram diralat. Dia menyatakan konteks pembicaraannya dalam nada bercanda dan disalahpahami media. "Kita tahu Presiden kita ini tidak takut ke mana-mana. Mau ke mana saja, ke Afghanistan saya juga mendampingi, apalagi hanya ke Kediri. Saya melihat berita sudah melenceng jauh dari substansi awal," ujar Pramono. "Sampai hari ini Pak Jokowi tidak pernah diundang ke Kediri. Tergantung undangannya saja," tambahnya. Okay lah. Sementara ini permasalahannya kita anggap clear. Presiden tidak pernah takut kemanapun. Apalagi cuma kota Kediri. Kita tinggal tunggu kapan Jokowi berkunjung ke kota yang identik dengan rokok PT Gudang Garam itu. Ada baiknya untuk uji nyali, sekaligus uji sahih ucapan Pram, pemerintah setempat, atau warga kota Kediri segera mengundang Presiden Jokowi. Kita buktikan Jokowi hadir atau tidak. Lagi pula Kediri selama ini selalu dikuasai oleh PDIP, partai yang menjadi basis utama pendukungnya. Harusnya menjadi prioritas Jokowi. Apa gedung PBB sangat angker? Urusan kota Kediri untuk sementara boleh dilupakan. Sekarang kita balik lagi ke kota New York. Apa iya kota New York, khususnya markas PBB yang sangat wingit, angker, keramat, bisa membuat Jokowi dilengserkan kalau sampai berani mengunjunginya? Kalau tidak super wingit lantas apa penjelasannya, kok sampai lima kali berturut-turut tidak hadir? Pada SMU PBB ke-74 tahun 2019 Wapres Jusuf Kalla kembali mewakili Jokowi. Itu menjadi kali terakhir Kalla bisa mewakili. Dia berharap, pada sidang ke-75 tahun 2020 Jokowi bisa hadir. “Semua pemimpin negara lain bertanya-tanya. Mana Pak Jokowi,” ujar Kalla. Kehadiran seorang kepala negara dalam forum internasional semacam itu sangat penting. Para kepala negara bisa menyampaikan agenda dan gagasan di pentas dunia. Forum semacam itu biasanya dimanfaatkan untuk saling bertemu dan menjalin kerjasama. Sebuah kesempatan yang mahal, langka, dan sangat penting. Pada 30 September 1960 Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang sangat terkenal di depan Majelis Umum PBB. Pidatonya diberi judul "To Build the World A New". Bung Karno menguraikan soal Pancasila, perjuangan Indonesia untuk membebaskan Irian Barat, posisi Indonesia dalam masalah kolonialisme, dan usaha perbaikan organisasi PBB. Presiden Soeharto dalam Sidang Majelis Umum Ke-47 PBB pada 24 September 1992 menyampaikan "Pesan Jakarta.” Pesan tersebut dirumuskan dalam KTT ke 10 Gerakan Non Blok (GNB) yang dilaksanakan di Jakarta antara tanggal 1-6 September 1992. Soeharto bukan hanya mewakili 180 juta penduduk Indonesia namun juga mewakili 108 negara anggota GNB. Dua per tiga dari keseluruhan keanggotaan PBB. Presiden Gus Dur juga pernah hadir dalam sidang di Markas PBB pada tahun 2000. Bahkan pada bulan Desember 2003 setelah tidak menjadi presiden dia mendapat penghargaan “Global Tolerance Award” dari PBB. Sementara Megawati yang menggantikan Gus Dur pernah hadir dalam SMU PBB tahun 2001. Megawati juga tercatat sebagai presiden pertama dari negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia yang mengunjungi AS setelah tragedi 11 September 2001. Begitu pula halnya dengan Presiden SBY yang sangat aktif dalam forum-forum internasional, khususnya di PBB. Pada sidang PBB ke-67 tahun 2012 SBY menyampaikan sikap Indonesia terhadap maraknya penistaan agama di berbagai belahan dunia. Pada tahun 2020 ini kita akan kembali menyaksikan apakah markas PBB di kota New York masih menjadi tempat yang angker dan wingit bagi Jokowi? Kepala Staf Presiden Moeldoko pernah menyatakan, kesibukan di dalam negeri menjadi alasan mengapa Jokowi tidak pernah hadir di SMU PBB. Lagi pula menurutnya Wapres Jusuf Kalla juga merupakan representasi negara. “Jadi tak perlu dipersoalkan,” tegasnya. Masalahnya kata Kalla, PBB punya aturan protokol yang ketat. Kelas seorang wapres tidak bisa disamakan dengan presiden. "Jadi ukurannya bukan negara besar atau tidak, tapi Anda pangkatnya apa, itu protokolernya berlaku. Seperti tadi yang berbicara pertama dari Mauritius, itu negara penduduknya hanya 20 ribu sampai 30 ribu. Jadi kalau Pak Jokowi, mungkin hari pertama atau hari kedua berbicara,” ujar Kalla. Pada sidang ke-74 Kalla baru mendapat giliran pidato pada hari ketiga setelah semua kepala negara berpidato. Dia harus bersabar dan mengalah menunggu giliran, setelah pidato kepala negara sekelas Nauru, Fiji, atau negara-negara lain yang namanya tidak pernah kita dengar. SMU PBB biasanya digelar pada bulan September. Masih beberapa bulan lagi. Apakah kali ini Jokowi akan kembali absen, atau memutus “tradisi” selama lima tahun terakhir. Kalau Jokowi kembali absen, kira-kira apa alasannya? Kalau kendala bahasa, hal itu tak seharusnya menjadi penghalang. Secara undang-undang sesungguhnya seorang presiden harus menggunakan bahasa Indonesia di forum-forum resmi. Apalagi di forum internaaional. Pak Harto paling taat dan selalu menggunakan bahasa Indonesia. Kalau absen lagi, siapa kira-kira yang akan diutus? Wapres Ma’ruf Amin atau pejabat yang lain? Sambil menunggu bulan September tiba, bila Anda termasuk orang yang ingin menjadi presiden Indonesia dan terpilih sampai dua kali, tidak ada salahnya mulai riset kemungkinan tempat-tempat wingit di kota New York. Jembatan Broklyn, Patung Liberty, Fifth Avenue, Park Avenue, Central Park, Ground Zero, atau Gedung Markas PBB? Jangan-jangan disitu lah kunci rahasianya. End. Penulis wartawan senior.
Langgar Hukum, Dana Hibah KONI Dibuat Kontrak Pemain!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Berdasar jejak digital yang ditulis Kompas.com (11/02/2016, 20:07 WIB), terungkap adanya praktek “kontrak atlet” antar provinsi dalam gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016, September 2016. Atlet renang nasional, Indra Gunawan mengaku masih menunggu dana yang akan digunakan untuk latihan dan persiapan menjelang membela kontingan Jawa Timur di arena PON 2016, September 2016. Indra Gunawan, 31 tahun, yang saat itu bermukim dan berlatih di Bali mengaku mengalami kendala dana untuk berlatih secara maksimal. “Dana untuk suplemen, try out, training camp, dan juga peralatan tak pernah turun hingga saat ini,” kata Indra yang dikontrak Jawa Timur bersama beberapa atlet nasional lainnya seperti Glenn Victor Sutanto. Ia menyebut, bahkan untuk melakukan tes fisik di Surabaya pun, Januari 2016, Indra tak bisa datang karena terkendala dana. “Pemberitahuan terlalu mepet, sehari sebelumnya. Belum lagi ada kendala dana,” ungkap Indra. Indra Gunawan merupakan peraih satu-satunya medali emas buat tim renang Indonesia di ajang SEA Games di Singapura, Juni 2015. Ketika itu Indra meraih medali emas untuk nomor 50 meter gaya dada. Indra yang dikontrak Jatim setelah pindah dari Sumatera Utara mengaku tidak bermasalah dengan gaji bulanan dari KONI Jawa Timur. “Meski waktunya tidak teratur, namun gaji bulanan selalu saya terima,” kata ayah dua anak ini. Berita yang ditulis Kompas.com itu merupakan salah satu petunjuk adanya praktek Kontrak Atlet antar provinsi. Yang banyak Kontrak Atlet untuk PON 2008, 2012, dan 2016, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Untuk mengambil atlet angkat besi, Eko Yuli Wirawan misalnya, Jatim mesti membayar Kaltim dengan mahar Rp 300 juta. Nominal berkisar Rp 200 juta hingga Rp 500 juta juga dikeluarkan untuk 15 atlet lain yang pindah ke Jatim. Melansir Tirto.id (23 September 2016), diantara mereka ada lima atlet boling dari Jabar, yakni Oscar, Billy Muhammad Islam, Fachry Askar, Putri Astari, dan Tannya Roumimper. Jatim juga telah berhasil membajak perenang pelatnas, Ressa Kania Dewi dan Glen Victor Susanto. Kabarnya mahar dua atlet ini di atas Rp 600 juta. Untuk melobi perenang andalan Jabar lain, Triady Fauzi Sidiq, Jatim bahkan sempat menego Rp 780 juta. Namun, tawaran itu ditolak oleh KONI Jabar. Semakin besar prestasi dan potensi si atlet mendapat medali maka semakin juga mahal “uang pembinaannya”. Kegilaan tawaran mutasi atlet memang sudah kelewat batas. Pecatur andalan Jabar, Irene Kharisma Sukandar bahkan sempat “dibeli” Jatim Rp 1 miliar pada 2013. Surat kontrak antara Irene dan KONI Jatim sudah dibuat. Tapi, transaksi ini gagal karena Jabar menang saat proses gugatan di Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI). Dalam setiap penyelenggaraan PON pasti terjadi Transfer Atlet Nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov. Padahal, Dana Hibah Olahraga Provinsi itu targetnya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Penyelewengan Dana Hibah Olahraga Daerah semakin besar dilakukan oleh KONI Provinsi di posisi 3 besar PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga besar PON itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga daerah dipastikan melakukan penyelewengan Dana Hibah Olahraga dari Pemprovnya. Untuk fee transfer dan kontrak atlet nasional dari provinsi rival. Nilainya terbanyak dibanding daerah lain. Penyelewengan yang dilakukan KONI Provinsi tersebut berkedok permainan kontrak pemain. Kabarnya, KPK dan Kejaksaan sedang “membidik” tiga KONI Daerah (DKI Jakarta, Jabar, dan Jatim) sebagai tiga besar saat PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga daerah peserta kontingen PON 2008, 2012, dan 2016 itu yang banyak kontrak atlet nasional milik provinsi lain. Karena, dana Hibah Olahraga dilarang digunakan untuk bayar fee transfer dan kontrak pemain. UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, PP Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sudah memastikan dana Hibah Olahraga hanya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Bukan Dana Transfer Atlet! Langgar Hukum! Coba kita simak Pasal 9 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahgaraan Nasional, Bagian Kedua mengenai Alokasi Pendanaan. Pasal 9 (1)Dana yang diperoleh dari sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 hanya dapat dialokasikan untuk penyelenggaraan keolahragaan yang meliputi: a.olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi; b.pembinaan dan pengembangan olahraga; c.pengelolaan keolahragaan; d.pekan dan kejuaraan olahraga; e.pembinaan dan pengembangan pelaku olahraga; f.peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana olahraga; g.pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan; h.pemberdayaan peran serta masyarakat dalam kegiatan keolahragaan; i.pengembangan kerja sama dan informasi keolahragaan; j.pembinaan dan pengembangan industri olahraga; k.standardisasi, akreditasi dan sertifikasi; l.pencegahan dan pengawasan doping; m.pemberian penghargaan; n.pelaksanaan pengawasan; dan o.pengembangan, pengawasan, serta pengelolaan olahraga profesional. (2)Tata cara penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya kita simak juga PP Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan, Bab XII mengenai Pendanaan Keolahragaan. Pasal 69 (1)Pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 70 (1)Sumber pendanaan keolahragaan ditentukan berdasarkan prinsip kecukupan dan keberlanjutan. (2)Sumber pendanaan keolahragaan dapat diperoleh dari: a.masyarakat melalui berbagai kegiatan berdasarkan ketentuan yang berlaku; b.kerja sama yang saling menguntungkan; c.bantuan luar negeri yang tidak mengikat; d.hasil usaha industri olahraga; dan/atau e.sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 71 (1)Pengelolaan dana keolahragaan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. (2)Dana keolahragaan yang dialokasikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah dapat diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 71 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam setiap penyelenggaraan PON, dipastikan terjadi transfer atlet nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov untuk KONI Provinsi. Kabarnya, ini terjadi di ketiga provinsi yang disebut di atas tadi. Dari jejak digital pula diketahui, Pemprov Jatim mengucurkan anggaran Rp 208 miliar untuk KONI Jatim pada 2015. Jumlah itu meningkat tajam jika dibandingkan pada 2014 yang hanya Rp 120 miliar. Seperti dilansir Bhirawa.com, Senin (2/2/2015), menurut Ketua Umum KONI Jatim Erlangga Satriagung, anggaran dari Pemprov Jatim meningkat karena KONI Jatim memiliki sejumlah angenda yang membutuhkan uang cukup besar. Yakni, penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) V di Banyuwangi, try out cabang olahraga (Cabor) untuk persiapan PON Jabar 2016 dan penambahan cabor di Pemusatan Latihan Daerah (Puslatda). “Banyak program yang membutuhkan anggaran cukup besar. Tahun 2015 ini ada Porprov dan cabor-cabor mulai banyak try out sebagai persiapan PON 2016,” kata Erlangga, Senin (2/2/2015). Seberapa besar dana hibah yang diduga diselewengkan oleh tiga KONI Daerah (DKI Jakarta, Jabar, dan Jatim) sebagai tiga besar saat PON 2008, 2012, dan 2016, tentu pihak berwenang yang lebih tahu. Sebab, semua bukti skandal Dana Hibah KONI Provinsi itu sudah di tangan institusi penegak hukum! Penuturan Indra Gunawan tentang “kontrak atlet" yang para atlet alami di Indonesia tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk menegakkan aturan tentang pengelolaan dana hibah. Jangan hanya demi ambisi dan prestasi semata, daerah menghalalkan segala cara. Alhasil, prestasi olahraga Indonesia pada tataran internasional juga ikut berdampak akibat minimnya regenerasi. Sudah saatnya para penegak hukum berlaku adil dengan mengusut tuntas kesalahan pengelolaan dana hibah untuk masalah transfer atlet ini. Dan, di sisi lain, daerah harus serius menggunakan dana hibah ini untuk proses regenerasi atlet! *** Penulis wartawan senior.
Seriuskah Ketua MPR Pimpin Pemberontakan Lawan Cukong Parpol?
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Acara itu sederhana saja. Hanya peresmian sebuah lembaga kajian sosial-politik. Nama lembaga itu Nagara Institute. Di Senayan, Jakarta. Direkturnya, Akbar Faisal –mantan anggota DPR dari Partai Nasional Demokrat (NasDem). Acara berlansgung pada 17 Februari 2020. Meski hanya peresmian lembaga kajian, tapi acara ini menjadi sangat penting. Sama pentingnya dengan hari proklamasi kemderdekaan 17 Agustus 1945. Mengapa sampai demikian penting? Karena di acara inilah, secara blak-blakan, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendeklarasikan bahwa parpol-parpol di Indonesia ini dikuasai dan didikte oleh para pemilik modal alias cukong. Para pemodal, kata Bamsoet, mendatangi Munas atau muktamar parpol yang beragenda pemilihan ketua umum (ketum). Di situlah para cukong membawa duit. Mendekati para politisi yang berpotensi menjadi ketum. Ketua MPR bahkan mengatakan, harga yang dibayar “tidak mahal”. Paling-paling satu T. Seribu miliar. Yang dideklarasikan oleh Bamsoet bukan hal baru. Tetapi menjadi signifikan karena disampaikan oleh politisi senior dengan embel-embel Ketua MPR. Salah satu kalimat kunci yang dikatakan Pak Bamsoet adalah bahwa manuver beli parpol itu merupakan kejadian sebenarnya. “Ini pengalaman,” kata Ketua MPR. Bukan asumsi. Setelah parpol-parpol dibeli, mulailah berlaku “terms and conditions” (ketentuan dan syarat) atau T&C. Intinya, parpol-parpol berada di bawah kendali cukong. Termasuk kebijakan parpol; akan dibuat sesuai kepentingan cukong. Juga mereka tentukan siapa-siapa personel yang didudukkan di DPR, sampai ke siapa calon presiden dan presiden terpilihnya berikut para menteri, calon gubernur, hingga calon bupati dan walikota. Deklarasi Bamsoet ini tidak main-main. Implikasinya terhadap beliau, sangat besar dan cukup serius. Pertama, pembeberan itu akan dimaknai sebagai “pemberontakan” Bamsoet terhadap praktik busuk di kalangan parpol-parpol. Disebut “pemberontakan” karena yang dilakukan Bamsoet adalah aksi melawan struktur politik uang yang telah menjadi tradisi kuat pasca-Reformasi. Yang telah berakar dalam (deep-rooted). Bamsoet hanya bisa sebatas memberontak. Tidak bisa memerangi tradisi beli kekuasaan yang telah diterima luas di lingkaran politik Indonesia, di semua level. Mirip seperti seorang remaja yang memberotak terhadap tradisi kuat di lingkungan rumah orangtuanya. Kekuatan si remaja tak seimbang dengan kekuatan seisi rumah yang telah mapan. Jarang pemberontakan remaja bisa menang. Begitulah gambaran posisi Bamsoet di tengah tradisi parpol yang bercukong. Berat dia menang. Namun demikian, pemberontakan politik Bamsoet akan merebut simpati dan dukungan luas rakyat yang sudah sangat geram dengan percukongan parpol. Rakyat akan menyambutnya sebagai jihad melawan kemungkaran politik yang akan menghancurkan bangsa ini. Yang menjadi masalah, apakah beliau serius melancarkan pemberontakan itu? Jangan-jangan hanya sekadar menciptakan sensasi saja. Cuma basa-basi sambil mengalihkan perhatian publik. Kalau dibaca suasana umum yang ada saat ini, kemungkinan besar Pak Bamsoet sungguh-sungguh ingin memberontak terhadap praktik tercela jual-beli kakuasaan itu. Bamsoet kelihatanya murni gelisah melihat kenyataan yang sangat membahayakan masa depan negara. Kedua, kalau memang serius membuka medan tempur, maka Bamsoet pasti sudah berhitung tentang siapa-siapa lawan dan kawannya. Soal siapa lawan, sudah sangat jelas. Direktur Nagara Institute Faisal Akbar mengklaim bahwa dia sudah mengidentifikasi sekitar 50 pemilik duit besar yang menempatkan kaki di semua parpol. Dan dalam tulisan yang berjudul “Parpol: Di Bawah Lindungan Para Taipan”, edisi 19 Februari 2020, pengamat politik Hersubeno Arief memperkirakan para cukong parpol-parpol itu hampir pasti adalah mereka yang masuk dalam daftar 100 orang terkaya di Indonesia yang memiliki bisnis besar nan menggurita. Daftar majalah “Forbes” ini bukan rahasia. Hersubeno menjelaskan 10 orang yang punya kekayaan antara 40 triliun hingga 500 triliun plus. Mereka ini adalah cukong lokal. Bamsoet mengisyaratkan pula bahwa para pemodal itu bisa juga datang dari luar. Yaitu, cukong asing. Ketua MPR tidak mengatakan siapa-siapa cukong asing itu. Tetapi, Hersubeno langsung menyebut Tiongkok (China) karena merekalah yang paling berkepentingan di Indonesia akhir-akhir ini. Jadi, lawan-lawan Pak Bamsoet –kalau beliau serius mau berontak— tidak tanggung-tanggung. Kasarnya, para cukong itu bisa mengakses dan menggunakan siapa saja untuk melakukan apa saja. Termasuk untuk tujuan “memadamkan pemberontakan”. Bamsoet harus siap menerima semua konsekuensi. Sedangkan soal kawan, Bamsoet bisa kumpulkan 100 juta tanda tangan pendukung. Ketiga, para senior Golkar tidak mungkin tak tertampar oleh deklarasi Bamsoet tentang percukongan parpol. Sebab, Ketua MPR menyebutkan semua parpol, termasuk Golkar, menjadi incaran para pemilik uang. Dan, kalimat “Ini pengalaman” seperti dikatakan Bamsoet boleh jadi dia maksudkan pengalaman di Golkar sendiri. Artinya, pantas diduga bahwa beli kekuasaan oleh cukong mungkin pernah berlangsung di Partai Beringin. Karena itu, pemberontakan Bamsoet melawan praktik beli ketua umum parpol, kelihatannya hanya menunggu reaksi dari para cukong dan pimpinan partai. Ada kemungkinan para cukong akan melakukan “aim, lock and fire” (bidik, kunci dan tembak) terhadap Bamsoet. Pak Ketua akan dikejar dan dikerjai. Ada pula kemungkinan para cukong mundur dan membiarkan proses demokrasi Indonesia berjalan apa adanya. Tipis kemungkinan ini. Sama seperti “melepaskan punai di tangan tanpa alasan”. Para cukong pastilah mengambil opsi agresif. Andaikata ada mahkamah cukong untuk memilih cara bereaksi terhadap pemberontakan Bamsoet, hampir pasti sidang hanya berlangsung tiga menit dan putusannya adalah “bersihkan hambatan itu”.[] 20 Februari 2020 Penulis wartawan senior.
Misteri Hukum Politik Dibalik Omnibus Law
Oleh Raditya Mubdi Jakarta, FNN – Metode Omnibus Law sebagai pilihan pemerintah untuk menyederhanakan puluhan undang-undang dan ribuan pasal menuai pro dan kontra di masyarakat. Selain materi Rancangan Undang-Undang (RUU), prosedur omnibus law ini dianggap tidak lazim di Indonesia yang memiliki latar belakang hukum civil law atau disebut eropa continental. Omnibus Law merupakan metode pembentukan peraturan perundang-undangan yang menyederhanakan beberapa undang-undang sekaligus menjadi satu undang-undang. Sehingga ada yang menggunakan istilah beleid sapu jagat. Metode omnibus law ini sering digunakan di negara-negara yang sistem hukumnya common law. Sementara indonesia sebagai negara penganut sistem hukum civil law memiliki cara dan teknis berbeda dalam perubahan peraturan perundang-undangan. Hal ini menjadi pertanyaan publik. Sebab tidak biasa terjadi. Sekalipun ada beberapa ahli hukum yang membangun argumentasi terkait penerapan omnibus law sebagai sistem hukum common low secara teknis untuk mendukung pemerintah dalam penerapan omnibus law di indonesia, tetap saja terlihat tidak normal dalam sistem hukum di indonesia. Ibarat duren berbuah mangga. Hal ini bukan suatu terobosan normal. Melainkan rekayasa dengan metode hibridisasi dua komponen sistem hukum yang berbeda. Artinya terdapat latar belakang yang sangat fundamental dari kebijakan pemerintah tersebut. Tidak dapat dipungkiri, di alam demokrasi seperti Indonesia. Politik sangat berperan penting untuk memperkuat kekuasaan. Itulah hukum politik di indonesia. Jika penyederhanaan peraturan perundang-undangan yang dilakukan pemerintah melalui revisi, maka memakan waktu yang cukup lama. Begitu juga dengan anggaran yang dikeluarkan sangat besar, karena berkaitan dengan revisi puluhan undang-undang tersebut. Jika pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), sebenarnya sangat mudah dan sederhana. Namun sangat berisiko secara politik dikemudian hari. Sehingga bisa jadi omnibus law sebagai jalan pintas untuk meredam semua risiko yang akan dihadapi. Inilah ranah teka-teki hukum politik yang dihadapi. Jika kita tilik lebih dalam, apa sesungguhnya yang paling urgent dari kebijakan pemerintah ini? Sehingga harus membutuhkan omnibus law sebagai alat konsolidasi politik yang strategis? Sekalipun memiliki kewenangan hukum, namun pemerintah tidak berani mengambil resiko secara sepihak. Butuh dukungan politik untuk legitimasi kebijakan yang dikeluarkan melalui omnibus law ini. Istilahnya, menabrak sistem hukum saat ini tak mengapa. Jika dibandingkan dengan di kemudian hari menjadi bumerang yang berakibat gejolak politik yang sangat fatal. Hari ini dapat dilihat reaksi dari berbagai kepentingan dalam masyarakat terhadap RUU omnibus law. Bukan saja dari kalangan para buruh, beberapa elite pun turun gelanggang berkomentar terkait kebijakan pemerintah mengajukan RUU omnibus law ini. Mereka beranggapan kebijakan pemerintah melalui RUU omnibus law sangat merugikan beberapa komponen masyarakat dan menguntungkan investor dan pengusaha. Selain itu, kebijakan ini dianggap menabrak aturan yang ada. Penulis adalah Fungsionaris PB HMI
Kasus Imam Nahrawi, Pintu Masuk Skandal KONI Daerah!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Siapa yang tidak kenal dengan Imam Nahrawi? Namanya mulai mencuat sejak menjadi Ketua DPW PKB Jatim. Jejak digital mencatat, Minggu (20/7/2008), bersama PKB kubu Muhaimin Iskandar, ia bersukaria atas kekalahan KH Abdurrahman Wahid. Mereka melakukan syukuran paska kemenangan kubu Imin setelah MA menolak kasasi PKB kubu Gus Dur itu. Ia mencukur gundul rambutnya. Ketika itu, Ketua Dewan Syuro, KH Azis Mansyur sendiri yang memotong rambut Imam. Itulah jejaknya. Setelah 11 tahun aksi gundul itu, Menpora Imam Nahrawi harus menjadi pesakinan dan telah ditetapkan KPK karena diduga menerima gratifikasi senilai Rp 16,5 miliar dari KONI sebagai commitment fee pengurusan pencairan dana hibah Kemenpora. Kasus dugaan tipikor pemberian dana hibah KONI ini telah sampai pada penetapan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka oleh KPK. Sebelum Imam, KPK telah menjerat lima orang tersangka kasus dana hibah tersebut. Mereka adalah Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Johnny E. Awuy, dua staf Kemenpora yakni Adhi Purnomo dan Eko Triyanto, serta Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana. Ending dan Johnny telah divonis bersalah oleh majelis hakim tipikor. Ending selaku Sekjen KONI dihukum 2 tahun delapan bulan penjara, sementara Johnny sebagai Bendahara Umum KONI divonis penjara 1 tahun delapan bulan. Selain itu, Adhi Purnomo, Eko Triyanto, dan Mulyana juga baru saja menerima vonis majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 September 2019 lalu. Tanda-tanda Imam bakal menjadi tersangka seusai Sesmenpora Gatot Dewa Broto diperiksa dalam penyelidikan KPK, Jum’at (26/7/2019). Saat itu Gatot mengaku diperiksa KPK terkait pengelolaan anggaran di Kemenpora. “KPK ingin tahu tentang pola pengelolaan anggaran dan program sepanjang tahun 2014 sampai dengan 2018. Kenapa harus saya? Karena saya sebagai Sesmenpora,” kata Gatot. Alhasil, ungkap KPK, Imam menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 26,5 miliar sepanjang pada 2014 hingga 2018. Isyarat penetapan tersangka kepada Imam sudah mulai tercium sejak KPK tiba-tiba menahan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, Rabu (11/9/2019). Saat itu, penetapan tersangka pada Ulum belum diumumkan KPK. Sepekan setelah menahan Ulum, KPK pun akhirnya mengumumkan Ulum dan Imam sebagai tersangka. Fantastis nilainya! Total uang Rp 26,5 miliar yang disangkakan sebagai gratifikasi yang telah diterima mantan Menpora Imam Nahrawi sepanjang tahun 2014 hingga 2018 itu tentu bukan hanya dipakai Imam pribadi. Pasti juga mengalir ke pihak lain. Jum’at (14/2/2020) Imam mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam perkara suap KONI itu, KPK menetapkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum sebagai tersangka. Imam disangka menerima uang sebesar Rp 26,5 miliar. Uang itu diduga merupakan imbalan atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora TA 2018, imbalan sebagai ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam sebagai Menpora. Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak lain yang terkait. Dalam rentang 2014-2018, Menpora melalui Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar. Menurut Jaksa KPK Ronald Worotikan, selain penerimaan uang, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam diduga juga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar. Imam dan Ulum disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Melansir Tempo.co, Jumat (14 Februari 2020 13:13 WIB), Imam menyebut bahwa dakwaan yang dibacakan JPU KPK fiktif. “Banyak narasi fiktif di sini, nanti kami akan lihat,” kata Imam usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/2/2020). Hibah Daerah Skandal korupsi Dana Hibah KONI yang menjerat Imam Nahrawi Cs tersebut berpotensi merembet ke daerah. KONI Provinsi yang berpotensi dijaring KPK dan Kejaksaan, yaitu yang banyak melakukan Kontrak Atlet untuk PON 2008, 2012, dan 2016. Dalam setiap penyelenggaraan PON pasti terjadi Transfer Atlet Nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga dari Pemprov. Padahal, Dana Hibah Olahraga Provinsi itu targetnya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Kalau lembaga penegak hukum tak mampu mengungkap dan seret Pengurus KONI Provinsi ke penjara, berarti ada sistem hukum yang “salah urus”. Karena, ada banyak atlet provinsi lain yang ditransfer untuk PON. Penyelewengan Dana Hibah Olahraga Daerah semakin besar dilakukan oleh KONI Provinsi di posisi 3 besar PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga besar PON itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiga daerah dipastikan melakukan penyelewengan Dana Hibah Olahraga dari Pemprovnya. Untuk fee transfer dan kontrak atlet nasional dari provinsi rival. Nilainya terbanyak dibanding daerah lain. Kasus korupsi Imam Nahrawi itu hanya sebagai pintu masuk. Karena nilainya kecil. Ini justru yang terbanyak itu terjadi di daerah. Penyelewengan yang dilakukan KONI Provinsi tersebut berkendok permainan kontrak pemain. Tapi, kebocoran yang terjadi mencapai ratusan miliar rupiah pada setiap tahun. Konon, KPK dan Kejaksaan sedang “membidik” ini. KONI Daerah yang jadi target pengungkapan korupsi Dana Hibah Olahraga dari Pemprov itu adalah: tiga besar PON 2008, 2012, dan 2016. Ketiga daerah peserta kontingen PON 2008, 2012, dan 2016 itu yang banyak kontrak atlet nasional milik provinsi lain. Karena, dana Hibah Olahraga dilarang digunakan untuk bayar Fee Transfer dan kontrak pemain. UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, PP Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sudah memastikan dana Hibah Olahraga hanya untuk Pembinaan Atlet Daerah. Bukan Dana Transfer Atlet! Dalam setiap penyelenggaraan PON, dipastikan terjadi transfer atlet nasional antar provinsi yang menggunakan Dana Hibah Olahraga. Kalau mulus tanpa manuver politik, semua KONI Daerah siap-siap dijerat terkait Dana Hibah yang diselewengkan untuk fee transfer atlet. Modusnya, pengembalian Sisa Dana dari Kwitansi tersebut menggunakan Rekening Pribadi Bendahara Umum KONI Provinsi. Tujuannya, supaya tidak terlacak. Kwitansi berstempel KONI Provinsi itu Bernilai A, yang diterima atlet 1/3A - 1/2A, sisanya wajib dikembalikan. Kabarnya, bukti skandal Dana Hibah KONI Provinsi itu sudah di tangan institusi penegak hukum. Termasuk Kwitansi dan Rekaman Video. Indra Gunawan, 31 tahun, adalah salah satu atlet renang nasional yang pada PON 2016 lalu membela kontingen Jawa Timur. Ia dikontrak Jawa Timur bersama beberapa atlet nasional lainnya seperti Glenn Victor Sutanto. Mengutip Kompas.com (11/02/2016, 20:07), Indra Gunawan merupakan peraih satu-satunya medali emas buat tim renang Indonesia di ajang SEA Games di Singapura, Juni 2015. Ketika itu Indra meraih medali emas di nomor 50 meter gaya dada. Indra Gunawan yang dikontrak Jatim setelah pindah dari Sumatera Utara adalah salah satu bukti adanya kontrak atlet antar provinsi. Penulis wartawan senior.