OPINI
Ketika UUD 1945 Dijadikan Sebagai Panduan Makar
By Dr. Ahmad Yani, MH. Jakarta FNN – Selasa (02/06). Dalam UUD 1945, Negara Indonesia memperjelas posisinya sebagai negara yang mengakui hak dan kebebasan setiap warga negara. Pasal 28 Menyebutkan: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Tidak berhenti sampai di situ saja. Masih ada pasal dalam UUD 1945 yang mengatur tentang kebebasan warga negara mengeluarkan pendapatnya. Selanjutnya Pasal 28E ayat (3) berbunyi “ Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Dipertegas lagi dengan pasal 28I ayat 1 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Hak asasi itu bukan hanya tidak boleh dibatasi oleh siapapun. Namun juga tidak bisa dikurangi dalam hal apapun. Sementara Pasal 28J ayat 1 mengatur batasan Hak Asasi itu dengan mengatakan : “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain”. Artinya, batasan itu hanya ada pada pergaulan antar sesama warga negara. Bukan antara negara (pemerintah) dengan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak ada batas kebebasan bagi warga negara untuk menegur negara. Bahkan meminta presiden Mundur dari jabatannya sekalipun. Begitu aturannya. Mengkritik, mengecam, bahkan meminta mundur presiden dari jabatannya adalah aspirasi masyarakat yang sesuai dengan konstitusi negara. Presiden dipilih oleh rakyat untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai presiden. Kalau rakyat merasa presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden, rakyat berhak untuk memintanya mundur. Itu haknya rakyat yang memilih presiden. Kekuasaan itu tidak boleh membuat pejabatnya ”bertelinga tipis” atas kritikan rakyat. Jangan hanya mau mendengarkan pujian dan sanjungan semata-mata. Ini bukan negara feodal. Pengkritik dan penyanjung kekuasaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari kebebasan menurut pasal 28 UUD. Karena itu, kalau mau menghalangi kebebasan berpendapat, maka penyanjung kekuasaan juga harus dilarang. Tetapi penyanjung kekuasaan justru mendapatkan perlakuan yang istimewa. Ada orang yang senang menebarkan fitnah, adu domba, dan mengolok-olok orang lain. Mereka itu telah memenuhi unsur pidana. Namun mereka justru menjadi “binatang langka” yang tidak boleh disentuh oleh hukum. Hanya binatang langka yang masih dirawat, meski melakukan kejahatan. Maka di sini saya tegaskan, bahwa kebebasan berpendapat, dan kebabasan untuk menyatakan pikiran, baik itu memuji kekuasaan, atau mengkritik kekuasaan adalah hak warga negara yang tidak boleh di kurangi dalam hal apapun. Kebebasan berpendapat itu sah berdasarkan konstitusi negara. Meminta Presiden Mundur Kalau menganggap pemberhentian Presiden adalah makar dan tindakan pidana, maka konstitusi atau UUD bisa dikatakan buku panduan kejahatan. Hanya di dalam konstitusi UUD 1945, terdapat pasal yang mengatur tentang Pemberhetian Presiden. Tata cara tentang pemberhentian Presiden itu diatur dengan jelas dan terang benderang di Pasal 7A dan 7B UUD 1945. Kalau kita menganggap impeachment (pemberhentian) itu adalah kejahatan sebagaimana yang terjadi Pada Ruslan Buton yang meminta presiden Mundur, maka pasal ini harus dihilangkan dulu dari UUD 1945. MPR segera bersidang untuk mencabut Pasal 7A dan 7B dari batang tubuh UUD 1945. Sebagai warga negara, Ruslan tentu punya hak untuk menyampaikan pendapatnya. Ruslan berhak untuk menyataka tidak sejalan dengan pemerintah. Tidak sejalan dengan Presiden dalam hal mengelola negara. Pendapat Ruslan Buton itu sah dan konstitusional. Meminta presiden mundur atau berhenti adalah aspirasinya sebagai warga negara. Kalau meminta presiden mundur adalah pidana, maka konstitusi yang mengatur presiden diberhentikan juga dapat dianggap sebagai panduan makar. Buku tentang panduan kejahatan kepada negara. UUD 1945 mengatur dengan sangat jelas, dan terang bernderang tentang tata cara memberhentikan Presiden. Dengan Mekanisme yang jelas. Tidak ada yang sama-samar. Artinya, UUD 1945 memenuhi syarat sebagai “buku panduan makar” kepada pemerintah atau negara. Karena memuat skenario pemberhentian presiden. Begitu simpelnya. Padahal presiden diberhentikan itu dilakukan atas “Pendapat DPR”. Nah, “Pendapat DPR” itulah yang disebut “aspirasi rakyat”. Itulah yang menjadi aspirasinya Ruslan Buton. Bukan aspirasinya presiden atau pemerintah. Lalu kenapa rakyat yang bernama Ruslan Buton ditangkap ketika menyampaikan aspirasinya meminta presiden mundur? Apa yang salah ketika rakyat Ruslan Buton menyampaikan aspirasinya sesuai panduan sejumlah pasal yang ada di dalam batang tubuh UUD 1945? Anehnya DPD pun diam. Mengapa DPR diam ketika ada rakyat yang mereka wakili menyampaikan aspirasinya kemudian di tangkap? Ini pertanyaan serius lho! Cara Memberhentikan Presiden Ada dua cara untuk menghentikan Presiden dari jabatannya. Pertama, cara yang konstitusional. UUD 1945 menjelaskan bahwa usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun usul DPR ke MPR harus terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR. Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota, dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR. Kedua, melalui tindakan extra konstitusional. Cara ini pernah dilakukan oleh Soekarno sebagai Presiden ketika membubarkan Badan Konstituante hasil Pemilu Tahun 1955. Soekarno mengumumkan dekrit Presiden 5 juli 1959. Yaitu menghentikan peroses perdebatan dalam menyusun konstitusi negara di Badan Kontituante, dengan kembali ke UUD Tahun 1945. Tindakan Soekarno waktu itu, sebenarnya bertentangan aturan hokum. Setidaknya tidak diatur dalam konstitusi negara, atau UUD Sementara Tahun 1950. Namun kemudian Dekrit Presden 5 Juli 1959 dapat dibenarkan menurut kondisi dan keadaan waktu itu. Selain itu desakan pemberhentian Presiden Soekarno diawali dengan demonstrasi memintanya mundur. Hingga akhirnya sidang Istimewa MPR meneruskan aspirasi itu, hingga akhirnya Soekarno berhenti. Begitu juga dengan Presiden Soeharto, desakan Mahasiswa dan Tokoh Reformasi akhirnya membuat Soeharto menyatakan mundur dari presiden. Setekag Soeharto mundur, BJ Habibie naik mengantikan Soeharto sebagai Presiden, dan meneruskan masa jabatan Soeharto, yang menurut UUD Tahun 1945 seharusnya sampai tahun 2003. Namun Presiden Habibie Mempercepat Pemilu yaitu Tahun 1999, dan MPR memilih Abdurrahman Wahid Sebagai Preside. Tindakan yang dilakukan Presiden Habibie juga extra konstitusional. Karena itu desakan atau permintaan dari rakyat, baik perorangan maupun kelompon yang meminta presiden mundur, bukanlah sebuah tidakan pidana. Permintaan itu wujud ekspresi rakyat atas aspirasi rakyat yang dijamin oleh UUD 1945. Hal ini pernah juga terjadi era Presiden SBY, yaitu gerakan turun ke jalan atau demontrasi besar-besaran untuk mencabut mandat rakyat yang diberikan kepada SBY. Gerakan nencabut mandat dari SBY sebagai Presiden ini dimotori Bang Hariman Siregar. Sampai ke depan Istana Negara. Pergerakan massa rakyat yang terorganisasi, atau parlemen jalanan, bisa meminta Presiden mundur. Apalagi kalau DPR tidak lagi dipercaya sebagai penyambung aspirasi rakyat. Dalam negara demokrasi, tidak ada institusi negara yang sakti mandraguna. Tidak ada jabatan negara yang dipegang seumur hidup seperti seorang raja. Tidak berlaku kultur feodalisme di dalam negara. Kekuasaan bisa berakhir kapan saja. Apalagi kalau rakyat sudah tidak lagi menghendakinya. Intinya rakyatlah yang berdaulat penuh atas negara. Apakah yang membuat presiden dapat diberhentikan? Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 pemakzulan presiden terdiri atas enam syarat. Presiden hanya dapat dilengserkan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum, berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, perbuatan tercela, tindak pidana berat lainnya, dan terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Artinya, ada kriteria yang jelas. Ada mekanisme yang jelas untuk memberhentikan presiden. Dengan demikian maka jalan untuk meminta preisiden mundur adalah jalan konstitusional. Entah itu aspirasi tiap-tiap orang atau pendapat DPR. Semua sah. Tinggal mekanisme yang seperti apa untuk meminta Presiden mundur, itu tergantung situasi nasional dan dinamika politik yang terjadi. Berdasarkan penilaian atas enam kriteria tersebut, presiden bisa saja diberhentikan. Dengan demikian, setiap orang dapat menyampaikan aspirasinya. Bisa berupa meminta presiden mundur dari jabatannya sebagai presiden. Namun bisa juga meminta agar presiden tetap bertahan pada jabatannya. Penulis adalah Dosen Fak. Hukum dan FISIP UMJ dan Inisiator Masyumi Reborn
Ibadah Haji Batal, Uang Jemaah Disandera
Oleh H. Mangarahon Dongoran Jakarta, FNN - PENGUMUMAN pemerintah yang membatalkan keberangkatan jemaah haji tahun 2020 ini bukan berita mengejutkan. Sebab, sejak akhir Maret 2020 yang lalu kerajaan Arab Saudi sudah memberikan tanda-tanda bakal ditiadakannya ibadah haji tahun ini. Masalahnya, tanda-tanda yang disampaikan oleh Menteri Urusan Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi Muhammad Saleh bin Taher Banten itu, dianggap pemerintah melalui Kementerian Agama salah kutip oleh media. Padahal, sudah jelas Pemerintah Arab Saudi (PAS) meminta atau mengimbau agar umat Islam mengurungkan niatnya menunaikan ibadah haji tahun ini. Jumlah jemaah haji tiap tahun berada pada kisaran 2 sampai 3 juta jemaah dari seluruh dunia. "Kerajaan berkewajiban menjamin keselamatan semua umat muslim yang beribadah di Mekkah dan Madinah," kata Menteri urusan Haji dan Umrah, Muhammad Saleh bin Taher Banten kepada televisi lokal setempat. "Oleh sebab itu, kami meminta semua umat muslim di seluruh dunia untuk menunda perjalanan haji sampai situasinya membaik," katanya dalam wawancara pada 31 Maret 2020 dengan latar belakang halaman Masjidil Haram yang dipenuhi suara serangga. Jika pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Agama, dan lebih khusus Menteri Agama Fachrul Razi dan Komisi VII DPR RI peka terhadap pernyataan tersebut, maka sejak saat itu urusan proses pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) sudah dihentikan. Akan tetapi, entah pemikiran apa yang menempel di otak pejabat Indonesia yang berkait dengan itu, sehingga pemerintah dan DPR sepakat agar BPIH tetap dilunasi. Semua tahu, pemerintah Arab Saudi telah mengambil keputusan penting, yaitu menghentikan layanan proses visa umrah dan turis sejak Kamis, 27 Februari 2020. Keputusan tersebut dikeluarkan guna mengantisipasi merebaknya wabah Virus China atau Corona Virus Disaesa 2019 (Covid-19) yang pertama kali terjadi di Kota Wuhan, Republik Rakyat China pada awal Januari 2020. Sejak keputusan menghentikan pelayanan visa umrah dan visa turis dikeluarkan, banyak yang memperkirakan akan berdampak pada penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1441 Hijriyah/2020 Masehi. Apalagi, keputusan pelayanan visa tersebut kemudian diikuti penutupan Masjidil Haram (Mekkah) dan Masjidil Nabawi (Madinah) untuk kegiatan shalat Jum'at, dan meniadakan shalat fardu di masjid yang ada di seluruh Arab Saudi. Penduduk diminta shalat di rumah masing-masing. Bahkan, pemerintah kerajaan memberlakukan jam malam pada Hari Raya Idul Fitri, mulai 23 sampai 27 Mei 2020. Lalu mengapa pemerintah Indonesia masih terus meminta BPIH dilunasi? Mengapa pemerintah masih percaya diri bahwa Ibadah Haji tahun ini masih dilaksanakan Pemerintah Arab Saudi? Padahal, prediksi ilmuwan, Covid-19 di Indonesia baru berakhir pada 23 September 2020 atau mundur hampir sebulan dari sebelumnya 28 Agustus 2020. Kita berharap prediksi 23 September 2020 itu bisa benar. Kita berharap tidak mundur lagi. Sebab, kalau maju sangat sulit masuk akal, mengingat penanganannya yang kurang tegas dari pemerintah pusat. Sedangkan masyarakat, terutama di daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kurang disiplin. Menteri Agama Fachrul Razi juga sempat mengatakan masih menunggu kepastian dari pemerintah Arab Saudi hingga 20 Mei 2020 yang lalu. Akan tetapi, setelah hampir 13 hari tak ada jawaban, barulah dimumkan ditunda, Selasa, 2 Juni 2020. Mengapa tidak ada jawaban dari PAS? Sebab, mereka konsisten dengan keputusannya demi menyelamatkan rakyatnya. Dalam bahasa agama Islam, PAS istiqamah dalam kepurusan dan kebijakannya. Mereka tidak mau banyak korban manusia akibat Covid-19 yang mewabah ke hampir seluruh belahan dunia. Arab Saudi tidak memikirkan berapa besar dampaknya terhadap ekonomi. Mereka lebih mengutamakan nyawa satu orang warga ketimbang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa dikejar tahun-tahun mendatang. Sementara nyawa satu orang penduduk yang hilang tidak akan bisa diganti dengan apapun. Pemerintah Indonesia kurang tajam dalam membaca sinyal-sinyal yang sudah lama dikeluarkan PAS. Termasuk penghentian total penerbangan dari dan ke negara kaya minyak itu. Jika penerbangan dihentikan, lalu mengangkut calon jemaah haji menggunakan apa? Kapal laut? Pake onta? Keteguhan Arab Saudi yang belum mengumumķan secara resmi ibadah haji tahun dibatalkan (hanya tanda-tanda), bukan tanpa alasan. Ya, alasannya karena mereka tidak mau terlalu dalam masuk dalam jebakan "disalahkan." Selain tentu karena dalam mengeluarkan tanda-tanda sebelumnya juga sebenarnya sudah melibatkat ulama-ulama Saudi yang waro' dan juga banyak pejabat yang waro'. Mengapa pemerintah ngotot agar bakal calon jemaah haji melunasi BPIH? Umat Islam yang berkeinginan haji tahun ini seakan-akan disandera oleh Kementerian Agama. Ibarat kata pepatah, "Dilunasi mati ayah, tidak dilunasi juga mati ibu." Buktinya bisa dilihat dari masa perpanjangan pelunasan BPIH sampai dua kali. Masyarakat Curiga Pelunasan reguler untuk tahap pertama semula dijadwalkan pada 19 Maret hingga 17 April 2020. Jadwal ini diperpanjang hingga 30 April 2020. Kemudian, pelunasan tahap kedua yang semula dijadwalkan pada 30 April hingga15 Mei 2020, diubah menjadi 12 hingga 20 Mei 2020. Dari sinilah kelihatan pemerintah bernafsu menyandera uang rakyat (baca bakal calon jemaah haji). Sudah tahu Covid-19 belum mereda dan puncaknya akhir Mei sampai awal Juni, kok masih tega memerpajang sampai 20 Mei 2020? Ada 210.000 bakal calon jemaah haji 2020. Total uang yang sudah terkumpul kurang lebih 600 juta dolar. Suatu angka yang sangat fantastis buat "dipermainkan" di masa sulit ini. Karena angkanya yang cukup besar, maka wajar masyarakat curiga dana itu akan digunakan untuk macam-macam. Apalagi, setelah membaca pernyataan Pelaksana tugas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimayu yang memastikanakan memanfaatkan dana simpanan yang dimiliki untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji 2020 untuk kepentingan stabilisasi nilai tukar rupiah. Anggito mengatakan, saat ini BPKH memiliki simpanan sebanyak 600 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp 8,7 triliun kurs Rp 14.500 per dolar AS. Dengan begitu, dana itu akan dimanfaatkan untuk membantu Bank Indonesia dalam penguatan kurs rupiah. Sedangkan total dana yang dikelola badan yang dipimpinnya Rp 135 triliun dan digunakan dalam berbagai bentuk lembiayaan, termasuk pembelian SUKUK. Betul ada dua opsi dari Kemenag bagi mereka yang sudah melunasi BPIH tahun 2020. Pertama menarik kembali uangnya, sehingga tidak ikut dalam ibadah haji tahun 2021. Kedua, tidak menarik kembali uangnya, dengan harapan bisa mengikuti ibadah haji tahun 2021. Biasanya, masyarakat apatis terhadap opsi pertama. Alasanya, ruwet…ruwet…ruwet. Belum lagi uangnya akan dipotong biaya admintrasi. Menjadi pertanyaan, mengapa dana haji bisa dialihlan ke yang lain-lain? Tentu jawabannya ada di kantong pejabat yang berkuasa dan berkepentingan. ** Penulis, Wartawan Senior
Buton Yang Berjiwa Beton
By M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Selasa (02/06). Badan tegap, sebagai seorang prajurit TNI menggambarkan kejiwaannya. Konsisten, semangat, dan berani menyampaikan kebenaran. Ruslan Buton benar-benar termasuk dalam profil prajurit yang sangat langka di era sekarang. Dipecat dari statusnya sebagai prajurit TNI atas tuduhan kriminal. Tetapi Ruslan tetap saja prajurit pejuang. Bahkan semakin kokoh berjuang memenuhi panggilan jiwa dan kewajibannya sebagai pembela tanah air. Selalu siap untuk berkontribusi bagi bangsa dan negaranya. Begitulah cara dan keyakinan Ruslan Buton. Meski berhadapan dengan ancaman dan tuduhan hukum. Mungkin untuk kedua kalinya, bahkan bisa jadi untuk ketiga kalinya kelak. Ruslan Buton tetap saja menunjukkan perlawanan. Dia tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Artinya, ada keyakinan kuat dari Ruslan, bahwa yang dilakukannya bukan perbuatan melawan hukum. Audio surat terbuka mendesak Presiden Jokowi mundur dari jabatan, diyakini Ruslan sebagai hak konstitusional warga negara. Demikian juga soal "keniscayaan aksi rakyat" adalah persepsi dan kekhawatiran terhadap keadaan. Bukan ajakan untuk melakukan. Bahwa proses hukum dan langkah pihak berwenang wajar pula. Meski demikkian, warning dan reaksi publik jelas. Meminta dan mendesak Polisi agar tidak "parno" dalam menangani himbauan Ruslan Buton yang disampaikan secara terbuka sebagai bentuk koreksi kepada pemerintah dan Presiden Jokowi. Walaupun telah ditetapkan status tersangka dan ditahan. Akan tetapi asas "presumption of innocent" tetap harus diterapkan dan dikedepankan. Masih mungkin sangkaan tak terbukti, atau bukti tidak menunjukkan perbuatan pidana. Dalam tahap penyidikan bisa saja polisi SP3. Selain Jaksa Pemeriksa bisa menghentikan penuntutan, Ruslan juga masih punya hak hokum menguji penetapan status tersangka yang disangkakan Polisi kepadanya. Ingat, Ruslan masih boleh mengajukan gugatan Praperadilan kepada Polisi. Jika dikabulan, kerja Polisi menjadi tidak berarti apa-apa. Simpati dan dukungan publik kepada Ruslan, patut dibaca sebagai konstelasi sekaligus aspirasi dari perasaan keadilan rakyat. Klarifikasi atas dasar pemecatan dahulu, serta kesaksian riwayat hidup dari kontribusi sosial Ruslan Buton bermunculan dimana-mana. Dukungan dan simpati itu, tidak saja dari ratusan purnawirawan TNI. Tetapi juga dukungan yang semakin meluas dan membesar. Nuansanya pembelaan dan simpati terhadap mantan prajurit TNI berjiwa beton ini. Selintas terbayamg tipe in-fighter si leher beton Mike Tyson. Putra Sulawesi yang sebelumnya telah muncul di ruang publik perjuangan hukum adalah Muhammad Said Didu. Kini muncul lagi putra Sulawesi Ruslan Buton. Keduanya sama berhadapan dengan kekuasaan politik yang sensitif dan represip terhadap kritik di wilayah publik. Rezim yang dinilai otoriter dan jauh dari bersahabat dengan aspirasi dari rakyatnnya sendiri. Seruan atau himbauan dari Ruslan Butonb agar Presiden Jokowi mengundurkan diri memiliki landasan hukum kuat. Ada Ketetapan MPR No VI/MPR/2001. Jadi bukan tak berdasar. Apa karena himbauan yang disampaikan oleh Ruslan Buton itu dengan "suara agak keras"? Kalau benar iya, karena suara Ruslan Buton yang agak keras, maka itu kan hanya gaya suara putra Sulwesi Tenggara ini (Indonesia Timur), yang lama bertugas di Maluku Utara. Rata-rata orang Indonesia Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Sulawesi ya suaranya keras. Namun hatinya pasti bermaksud baik. Apalagi kalau itu untuk kepentingan orang banyak. Jika proses berlanjut, dan dukungan agar Buton dibebaskan tak berhasil, maka publik kemungkinan akan dibawa ke aras "pertunjukkan" politik dan hukum yang menarik. Seorang mantan prajurit yang masih berjiwa patriot tampil heroik memperjuangkan keyakinan. Dia minta dan mengusulkan agar perlunya Presiden mengundurkan diri karena ketidakmampuan memimpin negara. Presiden tidak mampu mengatasi krisis ekonomi, dan korupsi. Juga membanjirnya tenaga kerja asing, bahkan poham komunisme. Untuk itu, Ruslan Buton bangkit dan berjuang membuktikan hak-hak konstitusional. Hak yang semestinya dilindungi oleh hukum. Bukan dikriminalisasi. Disadari atau tidak ,memang negara ini butuh orang yang berani, dan mandiri. Tidak takut dengan ancaman dalam bentuk apapun dari penguasa. Selalu teguh dalam beramar ma'ruf nahi munkar. Tujuannya, demi kebaikan bangsa dan negara. Tidak rela membiarkan kehidupan bangsa ini terpuruk di bidang ekonomi, sosial, dan politik yang terus melemah. Melemah karena selalu digerogoti oleh rayap-rayap korupsi dan perbudakan asing. Kepura-puraan dalam memperkaya diri, keluarga, dan kroninya. Ruslan Buton adalah bagian dari fenomena perlawanan itu. Masyarakat pasti mendukung Ruslan Buton yang berjuwa beton. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan
BNPB Tegaskan Mobile PCR untuk Jatim, Bukan Hanya Surabaya!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Persoalan “rebutan” mobil bantuan mobil BNPB mulai diseret ke rana politik. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto meminta Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menghentikan rivalitas politik dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini soal penanganan Covid-19. Tapi, jejak digital menjadi bukti, sebenarnya tidak ada koordinasi penanganan Covid-19 di lingkungan pejabat Pemkot Surabaya. Tampaknya Walikota Risma tidak pernah baca atau mendapatkan informasi valid terkait bantuan Mobil Laboratorium BSL-2 di Surabaya. Padahal, seperti dilansir Tempo.co, Rabu (27 Mei 2020 09:04 WIB), Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo sempat meninjau mobil laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2) di Kota Surabaya, Jatim, pada Rabu, 27 Mei 2020. Dalam peninjauan yang ditayangkan akun Youtube BNPB, Doni melihat isi mobil itu sambil mendengar penjelasan dari petugas. Tidak lama kemudian, dengan pengawalan dari polisi, mobil tersebut diberangkatkan untuk mulai bertugas. Doni menjelaskan bahwa ada 2 unit mobil lab BSL-2 yang dikirim ke Jatim untuk membantu pemeriksaan spesimen. “Pengiriman 2 unit mobil BSL-2 ini bisa membantu Pemprov Jatim,” tegas Doni. Di sini jelas sekali, bukan untuk Surabaya! Jadi, kemarahan Risma terkait bantuan 2 unit mobil Polymerase Chain Reaction (PCR) dari BNPB yang, konon, diserobot Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim itu salah alamat. Dipastikan, Risma tidak mendapat informasi akurat dari bawahannya. Jawa Pos, Kamis (28 Mei 2020), memuat pernyataan Wakil koordinator Humas Gugus Tugas Covid-19 Kota Surabaya M. Fikser bahwa mobil combat PCR adalah bantuan dari BNPB dan BIN ditempatkan di Asrama Haji. Tapi, fakta sebenarnya mobil tersebut adalah bantuan dari BNPB sebagaimana permohonan Pemprov Jatim dan ditempatkan di RS Lapangan Indrapura. Mobil laboratorium dikirimkan karena ada salah satu laboratorium di Jatim rusak. Sehingga, tidak bisa memeriksa spesimen Covid-19. Saat ini, kata Doni, pemerintah sedang mengupayakan pengiriman 3 unit mobil laboratorium BSL-2 untuk Surabaya, Lumajang, dan Sidoarjo. “Kami upayakan kirim untuk bantu Gugus Tugas Jawa Timur,” tegasnya. Salah Info Bisa jadi, penyebab Risma marah itu karena laporan anak buahnya yang salah info. Terutama dari M. Fikser, yang juga mantan Kabag Humas Pemkot Surabaya. Pada Senin, 31 Mei 2020, saya terima catatan “Kronologi Bantuan Mobile PCR dari BNPB”. Berikut ini petikannya: Tanggal 11 Mei 2020, Gubernur Jawa Timur mengajukan surat permohonan Kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pusat perihal kebutuhan bantuan mesin PCR.Permohonan tersebut di-follow up oleh Gubernur Jawa Timur dan Pangdam V Brawijaya dengan menghubungi melalui telepon seluler kepada Ketua Gugus Tugas COVID-19 Pusat Bapak Doni Monardo bahwa kebutuhan mesin tes PCR sangat mendesak dan juga bersamaan dengan laboratorium Institute of Tropical Disease Unair (ITD) yang sedang menghentikan sementara operasional Lab-nya.Tanggal 24 Mei 2020, Bapak Doni Monardo menelepon Gubernur Jawa Timur bahwa Mobil Tes PCR siap dikirim ke Jawa Timur sebanyak 2 (dua) unit, dan selanjutnya secara teknis Kalaksa BPBD Jatim (Bapak Suban W.) diminta untuk koordinasi langsung dengan Deputi Kedaruratan BNPB (Bapak Dody).Kalaksa BPBD Jawa Timur berkoordinasi dengan Deputy Kedaruratan BNPB untuk memonitor perjalanan mobil combat PCR dari Jakarta ke Surabaya dengan contact person Bapak Sandi (Koordinator unit mobil combat PCR- 089501000xxx) sekaligus dilakukan serah terima mobil combat PCR di Rumah Sakit Lapangan di Jl Indrapura Surabaya.Tanggal 27 Mei 2020, Pukul 11.00, Mobil Combat PCR sampai di Rumah Sakit Lapangan Jl Indrapura Surabaya dan diserahterimakan kepada Ketua Gugus Kuratif Pemprov Jatim (Bapak dr. Joni Wahyuhadi), dan dari BNPB diwakili oleh Ibu Roslin Lamtarida dan disaksikan oleh LO BNPB (Bapak Gebana) serta dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (dr Ninis).Tanggal 27 Mei 2020 pukul 13.00 staf pegawai pemerintah Kota Surabaya mengirimkan surat permohonan bantuan swab yang ditujukan kepada BNPB Jawa Timur.Surat tersebut dikirim ke tenda Gudang logistik BPBD Jatim di Grahadi dan diterima oleh sdr Agung (Petugas Gudang Logistik). Petugas Pemkot Surabaya meminta bantuan agar surat tersebut diserahkan kepada bpk Gebana selaku LO BNPB di Jawa Timur. Surat tersebut tertanggal 22 Mei 2020.Info dari LO BNPB Jatim, terdapat keganjilan pada surat Pemkot Surabaya tersebut, yaitu apakah tujuan surat tersebut kepada BNPB atau BPBD Jatim dan untuk memastikan hal tersebut, beliau memanggil bpk Gatot (Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim).Tanggal 27 Mei 2020 setelah serah terima Mobil Combat PCR, dr Joni Wahyuhadi Ketua Gugus Kuratif Pemprov Jatim berkoordinasi dengan Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya (drg Febriana) untuk penjadwalan operasional mobil PCR di Surabaya. Plt Kepala Dinas menugaskan kepada staff dinkes Kota Surabaya (Ibu Dani) untuk berkoordinasi dengan Ketua Gugus Kuratif Pemprov Jatim dengan hasil satu mobil akan beroperasional di RS Unair/ITD dan Asrama Haji Surabaya tanggal 27 Mei 2020. Tanggal 27 Mei 2020 Pak Dody (Deputy Kedaruratan BNPB) menelepon kalaksa BPBD Jatim dan menginformasikan akan dikirim dari Jakarta tambahan 1 (satu) mobil PCR dengan 6 mesin PCR dan dalam pengawalan polisi. Beliau juga memberikan kontak person sdr Muhammad Aprianto selaku koordinator mobil combat PCR (0895353103xxx) kepada kalaksa BPBD Jatim.Tanggal 28 Mei 2020 pukul 05.00, mobil combat PCR kedua datang dari Jakarta dan langsung menuju Hotel Arya Surabaya.Tanggal 28 Mei 2020 pagi, Koran Jawa Pos memuat pernyataan M. Fikser (Wakil koordinator Humas Gugus Tugas COVID-19 Kota Surabaya) bahwa mobil combat PCR adalah bantuan dari BNPB dan BIN ditempatkan di Asrama Haji. Fakta sebenarnya mobil tersebut adalah bantuan dari BNPB sebagaimana permohonan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan ditempatkan di RS Lapangan Indrapura. Foto di atas berlokasi di RS Lapangan Indrapura bukan di Asrama Haji. Tanggal 28 Mei 2020 pagi, 1 (satu) mobil combat PCR dijwadwalkan untuk melakukan swab di Asrama Haji dan 1 (satu) mobil combat PCR dijadwalkan ke RSUD Sidoarjo dengan pertimbangan di Asrama haji terdapat 100 pasien yang belum teridentifikasi positif. Selain itu data tanggal 27 Mei 2020 jam 17.00, menunjukkan bahwa kasus konfirmasi di Sidoarjo mencapai 565 kasus dengan 120 sampel masih belum diperiksa, sementara Sidoarjo tidak memiliki mesin PCR. Tanggal 28 Mei 2020 malam, tidak ada informasi dari Dinkes Kota Surabaya Kepada Koordinator Gugus Kuratif Pemprov Jawa Timur bahwa akan ada kegiatan pemeriksaan swab dari mobil Combat PCR tanggal 29 Mei 2020 di Kota Surabaya.Tanggal 29 Mei 2020, 1 (satu) mobil diberangkatkan untuk melakukan swab di RSUD dr Iskak Tulungagung dengan pertimbangan kasus PDP tertinggi kedua di Jawa Timur yakni 588 pasien. Di mana terdapat 172 pasien yang meninggal dalam status PDP sebelum sempat selesai di swab, sementara mesin PCR di RS dr Iskak sedang dalam proses optimasi. Satu (1) mobil lainnya diberangkatkan ke Lamongan dengan pertimbangan Lamongan memiliki kasus konfirmasi COVID-19 sebanyak 96, tertinggi setelah Surabaya Raya dan terdapat 173 PDP yang belum dilakukan PCR karena di Lamongan tidak ada mesin PCR. Tanggal 29 Mei 2020 sekitar pukul 08.00, Plt Kadinkes Surabaya menelepon Gugus Tugas Kuratif Pemprov Jatim dan meminta kedua móbil untuk kembali ke Kota Surabaya. Sementara móbil sudah berangkat menuju Tulungagung dan Lamongan yang sudah siap dan telah ditunggu pasien.Tanggal 30 Mei 2020, sesuai dengan rencana yang disusun oleh Gugus Tugas Kuratif dan PIC dari Dinkes Kota Surabaya dan Kabag Ops Polrestabes Surabaya melakukan swab dan pemeriksaan PCR di Kampung Tangguh di Kelurahan Rangkahbuntu RT 02 RW 06 Kecamatan Tambaksari Surabaya, Gelora Pancasila Surabaya, RS Soewandhi Surabaya dan RS Husada Utama Surabaya. Mobil lab BSL-2 dilengkapi dengan tiga titik negative pressure untuk menjaga udara tetap aman di dalam mobil. Berbeda dengan lab PCR pada umumnya yang menggunakan liquid reagen, mobil lab BSL-2 menggunakan teknologi terbaru dari Korea Selatan. Yaitu crystal mix dengan reagen yang padat. Sehingga, mudah dibawa ke mana saja dalam suhu ruangan dan tidak perlu pendinginan khusus minus 80 derajat atau 20 derajat. Dalam waktu 39 menit, mobil lab BSL-2 yang dikirim ke Jatim ini juga mampu mendeteksi ODP maupun PDP itu positif atau negatif Covid-19. Sebelumnya, Pemkot Surabaya sendiri di dalam perkembangannya sudah mendapat bantuan serupa dari Badan Intelijen INegara (BIN).. Penulis Wartawan Senior.
Muhammadiyah Dituduh dan Difitnah Buzzer Murahan
By Furqan Jurdi Jakarta FNN – Senin (31/05). Hanya binatang langka yang dibiarkan dan ditolerir kalau membuat keonaran tidak dihukum. Persis seperti itulah Ade di rawat oleh mereka. Kemarin nama Muhammadiyah dicatut sebagai organisasi yang mengancam mahasiswa UGM melaksanakan diskusi tentang masalah Impeachment Presiden. Muhammadiyah dituduh sebagai organisasi yang mengancam panitia diakusi. Hari ini Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah melaksanakan diskusi dengan tema yang hampir sama, seputar pemakzulan presiden. Tapi Muhammadiyah juga yang dituduh ingin memakzulkan presiden. Ada operasi apa dibalik semua ini? Siapa yang bermain dibalik nama Muhammadiyah dan tuduhan terhadap Muhammadiyah itu? Bahkan Ade, salah satu pembina BUZZER, tukang penyebar fitnah, menuduh Muhammadiyah ingin mengimpeachment presiden. Dan menghina Prof. Din Syamsuddin. Tuduhan kepada Muhammadiyah sebagai organisasi tentu sangat serius. Sebuah organisasi yang bahkan menjadi tempat negara untuk bersandar. Kalau istilah Pak Tarmizi Taher “Sebagai Tenda Bangsa”. Muhammadiyah tidak pernah berpikir pragmatis untuk mencari secuil kekuasaan. Bukan tipe orang Muhammadiyah memanfaatkan kesempatan untuk mencari kekuasaan dengan cara norak seperti itu. Mungkin ada sebagian orang Muhammadiyah yang haus kekuasaan, itu sebagian kecil. Tetapi setahu saya, kunci kekuatan Muhammadiyah hingga hari ini adalah keikhlasan. Tidak ada ambisi dalam organisasi ini. Apalagi ambisi untuk meraup keuntungan pribadi. Apalagi memanfaatkan kondisi tertentu dengan memfitnah, dan menuduh orang lain seperti Ade. Muhammadiyah selalu mengedepankan kepentingan umat, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Maka, tidak ada organisasi yang egaliter seperti Muhammadiyah. Tentu hal itu hanya dapat dirasakan oleh orang yang benar-benar ber-Muhammadiyah. Tentu binatang tidak tahu apa itu Muhammadiyah, siapa itu orang Muhammadiyah. Dia hanya kenal binatang yang sejenis dengannya. Yaitu tukang pemfitnah, dengan mencari makan menyebarkan fitnah dan tuduhan. Muhammadiyah pasti tidak semurah itu. Saya ingatkan, kasih tahu Presiden, suruh bayar utang negara pada Muhammadiyah. Tuduhan Ade kepada Muhammadiyah adalah tuduhan serius. Sudah memenuhi unsur pidana dan ujaran kebencian. Perbuatan yang tidak menyenangkan, yang menimbulkan keonaran ditengah masyarakat. Warga Muhammadiyah yang 50 juta lebih itu tentu tidak akan tinggal diam. Selain menuduh Muhammadiyah, Ade juga telah memenuhi syarat pencemaran nama baik terhadap Prof. Din Syamsuddin. Sebagai mantan Ketua Umum Muhammadiyah, tentu beliau masih menjadi salah satu panutan warga Muhammadiyah. Sementara sikap kritisnya selama ini, beliau selalu sandarkan pada niat dan itikad baik kepada bangsa dan negara. Pembacaan beliau sangat bijak, meski begitu kritis ketika mengemukakan argumentasi. Tetapi kekuasaan yang bertelinga tipis, akan kepanasan mendengar kritik dan saran dari Pak Din. Ini bukan negara feudal. Dimana hanya ada penyembah berhala kekuasaan. Ini demokrasi, dan setiap orang boleh membicarakan apapun yang menjadi pikirannya, semasih itu tidak bertabrakan dengan hak asasi orang lain. Lalu Apa salahnya orang berdiskusi tentang impeachment tuan presiden? Adakah hal yang salah? Impeachment itu terdapat dalam konstitusi. Dibicarakan secara detail dalam UUD 1945. Kalau membicarakan Impeachment tuan presiden adalah perbuatan pidana, atau pelanggaran hukum, maka dapat dikatakan bahwa UUD adalah “buku panduan kejahatan”. Karena tata cara pemberhentian presiden dijelaskan dan diperintahkan oleh konstitusi. Artinya, kalau rezim ini menganggap diskusi tentang impeachment tuan presiden adalah membahayakan negara, maka UUD 1945 lebih berbahaya lagi. Itu alur logikanya. Sudah berapa buku ditulis tentang Impeachment presiden. Sudah berapa semester bagi mahasiswa hukum mempelajari impeachment. Tiba-tiba rezim ini menganggap diskusi tentang pemakzulan presiden adalah kegiatan yang sangat berbahaya. Belajar hokum dimana tuh? Sungguh demokrasi diambang kematian. Bagaimana mungkin negara yang demokrasi membatasi diskusi, yang dianggap mengkritisi kekuasaannya. Padahal Pasal 28 UUD 1945 memberikan kebebasan untuk menyampaikan pikiran secara lisan dan tertulis. Baik yang pro pemerintah maupun yang tidak pro pemerintah di jamin untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis. Tetapi kenapa mereka yang kritis dilarang. Sementara pemuja kekuasaan dibiarkan menyebarkan fitnah secara blak-blakan. Ini sungguh tidak adil. Ini harus diluruskan. Ini harus diperbaiki. Ini juga harus diubah. Saya ingatkan, bahwa Ade boleh kebal hokum. Ade boleh memfitnah siapapun dan kapanpun, tetapi ingat tidak ada kekuasaan yang abadi. Semua akan berganti dan hal yang sama bisa berlaku sebaliknya. Wallahualam bis shawab Penulis adalah Aktivis Muda Muhammadiyah dan Ketua Pemuda Madani
Terorisme di Kampus UGM
By M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Senin (01/06). Kasus teror dengam ancaman pembunuhan kepada mahasiswa selaku Panitia Penyelenggara Diskusi Online di Kampus Universitas Gajah Mada (UGM). Teror dengan tujuan fisik ditujukan kepada Narasumber Prof DR Ni'matul Huda, SH M.Hum. Teror model ini tentu saja tidak bisa dianggap enteng atau biasa-biasa saja. Tragisnya lagi, peneror mencatut nama Muhammadiyah Klaten. Pihak Muhammadiyah sendiri sudah mengklarifikasi. Muhammadiyah menuntut Polisi untuk mengusut pencatutan yang berbau adu domba tersebut. Mirip-mirip dengan gayanya komunis dulu. Provokator peneror sudah diketahui. Dia adalah Dosen FakultasTeknik yang gagal menjadi Rektor UGM. Namanya KPH Bagas Pujilaksono Widyakanigara. Ia semestinya sudah terkena delik hukum penyebaran informasi hoax, karena menuduh ada gerakan makar lewat diskusi. Dasarnya adalah UU ITE yang sudah biasa dipakai polisi untuk menyeret dan menindak penyebar informasi hoax yang lain. Akibat teror tersebut, terjadi kerugian. Baik berupa batalnya acara diskusi, maupun menimbulkan aksi teror. Yang bersangkutan seharusnya sudah dapat mulai disidik. Langkah berikut adalah mengejar para teroris. Jika Kepolisian setempat mengalami kesulitan, maka dapat melibatkan Densus 88 Anti Teror. Perbuatan kriminal baik kepada Panitia maupun Narasumber adalah perbuatan luar biasa, apalagi memfitnah Ormas Muhammadiyah. Perbuatan ini, ada muatan politik yang terencana. Disain yang membahayakan dunia akademik maupun masyarakat dan Ormas Muhammadiyah. Apalagi di tengah pembahasan RUU HIP yang ditengarai kental berbau komunisme dan Orde Lama. Undang-Undang No. 5 tahun 2018 yang berkaitan dengan pemberanfasan tindak pidana terorisme menegaskan, elemen terorisme antara lain adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror atau rasa takut, dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Nah, patut diduga masifnya, dan dampak teror dari gagalnya diskusi online UGM tersebut cukup besar. Ada tiga institusi terdampak aksi terror tersebut, yaitu UGM, Uiversitas Islam Indonesia (UII), dan Ormas Muhammadiyah. Teror terhadap kebebasan berpendapat dan kelangsungan demokrasi ini lebih berat. Bahkan sangat serius. Penyidikan dapat mulai dari Bagas Pujilaksono. Untuk menguji jaringan atau keterkaitan dengan teror ancaman pembunuhan kepada mahasiswa, teror gangguan fisik kepada Guru Besar UII dan memfitnah Ormas Muhammadiyah Klaten. Jelas benang merahnya. Ada motif ideologi, politik, atau gangguan keamaman. Polisi Cyber dapat dengan mudah membongkar penggunaan media elektronik dari pelaku teror. Hingga segera dapat ditemukan terorisnya. Masalah ini serius dikaitkan dengan tema diskusi soal persoalan pemecatan Presiden dalam sistem ketatanegaraan. Masalah akademik yang ditarik-tarik ke ruang politik oleh provokator atau teroris yang berfikiran jahat. Polisi dengan profesionalismenya dibantu dengan informasi masyarakat, khususnya civitas academica UII dan UGM diyakini mampu membongkar dugaan kasus terorisme ini. Bila tidak berlanjut atau menjadi kasus "X Files", maka bukan mustahil modus yang sama dapat dilakukan berulang-ulang. Kita respons dorongan Menkopolhukam yang juga alumni UII agar Kepolisian dapat mengusut tuntas kasus "terorisme" yang membahayakan kebebasan kalangan akademik, yang dijamin kebebasannya oleh Undang Undang dan Konstitusi negara tersebut. UGM, UII, dan Muhammadiyah tidak boleh dibiarkan menjadi obyek kejahatan terorisme. Baik itu yang terselubung maupun yang tak terlacak. Kerjasama dan keseriusan untuk membongkar akan mampu membuktikan bahwa kejahatan tak akan bisa mengalahkan kebenaran dan keadilan. "malum non nos vincere poteris veritate et iustitia". Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Mozaik Virus Keadilan Umar Bin Abdul Aziz
By Dr. Margarito Kamis, SH, M.Hum (Hai Qarun), janganlah engkau terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (yaitu) negeri akhirat, dan janganlah melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia, dan berbuat baiklah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan (QS. Al-Qashash, ayat 76-77). Jakarta FNN – Senin (01/06). Seisi dunia, dimanapun sedih, terbenam dalam rindu, ratapan dan rintihan tak berdaya. Pergilah wahai corona ke asalmu, entah dimana. Pergilah, entah ke Lauh al Mahfudz, atau dimana pun. Ya aku (corona) akan pergi dan tinggal di batas semesta, entah dimana itu. Percayalah. Aku akan pergi kala pemerintah-pemerintah kalian memiliki ilmu. Bukan pengetahuan, tentang rahasia setiap jiwa, rahasia Dia, tentang takut pada Dia, tentang rahasia Al-Fatihah, tentan sabar, ihlahs, qana’a, tentang syukur, tentang kesetaraan, tentang indahnya keberpihakan pada fakir, dan lainnya. Percayalah. Sombong, angkuh, bodoh dan sejenisnya masih aku lihat terlilit dileher pemimpin-pemimpin kalian. Mencla-mencle untuk urusan yang telah jelas, masih jadi baju keseharian hidup para pemimpin kalian. Membelokan hukum dengan congkak, terlihat dalam semua aspek kehidupan. Butiran-butiran hikmah kepemimpinan yang baginda Nabi Allah Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallam ukir dengan Nur-nya, yang tak tertandingi, tak kalian ambil. Semuanya kalin biarkan bagai buih. Tak ada yang menangkapnya, apalagi menyelam ke dalam hakikatnya. Itulah payahnya para pemimpin kalian. Kalian aku ingatkan, akan terus begini, sekalipun akau pergi ketika waktunya tiba. Percayalah. Sejauh kalian tak menempuh jalan hati yang menjadi mahkota para pemimpin terdahulu, kuyakinkan kalian kesedihan terus menemani. Tuan Corona, kami pakai demokrasi, apa mungkin menempuh jalan itu? Wahai mahluk manusia, ini tak ada urusan dengan demokrasi, sosialis, atau syariah. Tidak. Ini soal takut pada Allah Subhanahu Wataala, Dia yang Maha Tahu, Maha Adil, dan Maha Bijaksana. Tidakkah kalian tahu itulah jalan Umar Bin Abdul Aziz. Amirul mukminin di kekhalifaan Umayah, dulu. Umar Bin Abdul Aziz Bin Marwan Bin Hakam termasuk salah satu gubernur terbaik Bani Umayyah. Umar, Amirul mukminin ini memiliki nasabh hingga ke Sayidina Umar Bin Khattab. Ibundanya, Ummu Ashim binti Ashim bin Umar Bin Al Khattab, anak dari Ashim bin Umar bin Al-Khatab, Al-Faqih Asy-Syarif Abu Amr Al-Quraisy Al-Adawi. Bebas Dalam Berpendapat Tersohor dengan ilmu dan ahlaknya yang indah, seindah pelangi diujung senja. Memberi nasihat berkilauan selaksa kemilau berlian kepada para gubernur. Itulah Umar muda. Sosok hebat ini lahir tahun 63 H (682 Masehi ini). Hebat Amirul Mukmin berada di level itu pada usia yang terbilang belia untuk urusan seberat itu. Amirul Mukminin Umar memerintah setelah Sulaiman Bin Abdul Malik. Ia mulai memerintah pada tahun 717 M. Singkat sekali pemerintahannya. Ia meninggal pada tahun 720 M (semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu merahmatinya dengan Rahimnya) kala pemerintahannya berada di tahun ketiga. Berlian tetaplah berlian. Tiga tahun yang singkat itu menjadi tahun-tahun dengan keadilan begitu gemilang. Naik ke tampuk kekuasaan tanpa meminta. Apalagi pake uang, dan berlutut pada cukong. Tidak mau membungkus dirinya dengan tirik licik, licin, picik, tipu-tipu, khas pemimpin di alam demokrasi punya ambisi memasuki kekuasaan. itulah Amirulmukminin. Tidak ada rekayasa aparat negara menekan orang. Memutarbalikan hukum, dan berjanji lalu mengingkari janji. Laksana fajar yang merekah membuka pagi. Pada pidato sesaat setelah didaulat oleh Sulaiman Bin Abdul Malik, khalifah sebelumnya, membelah kegelapan. Amma ba’du, begitu Amirul Mukiminin mengawali pidatonya. “Sesungguhnya aku diuji dengan jabatan tanpa pernah terpikirkan aku akan memikulnya. Apalagi memintanya dan berdasarkan musyawarah kaum muslimin”. Kebebasan memilih dan berpendapat, berhembus begitu kuat dalam kata “sesungguhnya aku membebaskan kalian untuk membaiat kepada siapa saja. Oleh karena itu, pilihlah orang yang pantas menurut kalian. Seketika itu, tulis Ali Muhammad Ash-Shallabi, masa berteriak serempak “sungguh kami memilih engkau, wahai Amirul Mukminin, dan kami setuju dengan engkau. Oleh karena itu pimpinlah kami dengan adil dan baik”. Pesan refleksif, tapin bukan apokalipstik pun memadati kata demi kata dalam lanjutan pidatonya. Wahai manusia, begitu Amirul tegaskan, siapa yang berteman dengan kami, maka hendaklah ia berteman dengan lima perkara. Jika tidak maka hendaklah ia tidak mendekati kami. Perkara-perkara itu adalah: Pertaman, menyampaikan kepada kami keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya. Kedua, membantu kami dalam kebaikan dengan sekuat tenaga. Ketiga, menunjukan kebaikan kepada kami. Keempat, tidak menyebut kejelekan rakyat di dekat kami. Kelima, tidak melakukan hal-hal yang tidak berguna. Aku pesankan kepada kalian agar selalu bertakwa kepada Allah. Tak takwa adalah pengganti segala sesuatu dan tidak ada sesuatu pun pengganti takwa. Perindahlah bathin kalian, niscaya Allah Yang Maha Mulia pasti membaguskan lahir kalian. Perbanyaklah mengingat mati, dan bersiap-siaplah sebelum kematian mendatangimu. Kematian adalah penghancur kelezatan. Mengadili Dirinya Sendiri Terang-terangan Amirul Mukinin memahat sekali lagi “kebebasan memilih pemimpin dan kebebasan berpendapat, ”pada episode paling awal ini. Tone-nya meninggi, katanya, wahai manusia, siapa yang taat kepada Allah Subhanahu Wata’ala, maka wajib menaatinya. Sebaliknya, siapa yang maksiat kepada Allah, maka tidak ada taat padanya. Taatlah kalian kepadaku, selama aku taat kepada Allah. Sabaliknya, apabila aku maksiat kepada Allah, maka tidak ada taat kepadaku dari kalian. Sesungguhnya kota-kota di sekitar kalian, jika penduduknya taat sebagaimana kalian taat, maka aku adalah pemimpin kalian. Jika mereka membangkang, maka aku bukan pemimpin kalian. Menghindari debat tentang agama dan syariat adalah dekorasi indah pemerintahannya. Kebijakan refleksif ini adalah cara Amirul memastikan dirinya hanyalah pelaksana. Baginya syariat telah jelas menghalalkan apa yang halal menurut Allah, dan mengharamkan apa yang haram menurut Allah. Lima sebab diatas, ia sodorkan sebagai panduan relasi dirinya dengan siapapun. Amirul Mukmin konsisten di titik itu. Manusia juga diingatkan untuk mengetahui hal-hal buruk, dan mengingat kematian. Lugas ia berjanji tak akan memberikan kepada seseorang secara bathil dan tak akan menahan hak orang. Musyawarah dengan para ahli menjulang disepanjang pemerintahannya. Keadilannya mengalir menyentuh semua aspek hidup rakyatnya. Ia menyamakan dirinya dengan semua rakyatnya. Kesamaan derajat, yang didunia barat baru diusahakan secara perlahan-lahan pada abad ke-13, ia alirkan ke semua orang. Islam maupun non Islam. Yang penting rakyatnya. Keadilan ia alirkan dari dua firman Allah Subhanahu Wata’ala berikut. Dua firman itu adalah “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan” (Al-Qur’an, An-Nahl: 90). “Dan wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia (orang yang tergugat) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsumu, karena ingin menyimpang dan dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (Al-Qur’an Ann-Nisaa; 135). Memukau, Umar menghiudpkan semua isi pidatonya dengan mengadili dirinya sendiri begitu memulai pemerintahan. Hasilnya semua harta yang dimilikinya sebelum jadi khalifah dilepas. Amirul Mukminin membekali hidup dirinya dan keluarganya hanya dengan dua dirham. Bawahannya ia pandu dengan pesan “hanya mempekerjakan orang berilmu”. Kepada mereka, Amirul memerintahkan memberi makan orang-orang yang hendak berhaji. Buatlah rumah makan di daerah, sehinga siapa saja kaum muslim yang lewat dijamu makan sehari semalam. Juga rawatlah binatang kendaraan mereka. Tak tertandingi untuk ukuran seprogresif apapun pada saat ini. Dia perintahkan Gubernur di Irak untuk memperbaiki pagar rumah seorang ibu, Dzi Asbah, yang dirusak seseorang. Begitu ia dilapori bahwa seorang rakyatnya ditawan penguasa Romawi di Konstantinopel, Amirul Muminin juga segera mengirim utusannya menjumpai raja Romawi. Takdir tak mengenal waktu, dan orang. Sakaratulmaut tak mengenal usaha pemimpin. Ketika utusannya jumpa Raja Romawi, dan sang raja menyetujui melepaskannya, ternyata orang itu telah meninggal dunia. Kebaikan orang itu meluluhkan Raja, tapi maut telah mendahuluinya. Kecintaan Kepada Rakyatnya Disisi indah lainnya, Amirul Mukminin perintahkan gubernurnya membayar hutang rakyat. Terus saja bersinar dengam keadilan. Pemerintahnya beri sumbangan kepada orang-orang yang dipenjara. Ia juga mendatangi untuk mengetahui apakah ada orang yang fakir. Bismillahirrahmanirrahim, begitu kalimat pembuka salah satu suratnya kepada Adiy bin Artha’ah dan kepada kaum muslimin. Aku katakan kepada kalian bahwa aku hanya sebagai hamba Allah, Tidak ada Tuhan selain Dia. Amma ba’du, parhatikanlah orang-orang dari ahlu dzimmah dan bersikaplah yang lembut kepada mereka. Apabila ada seseorang di antara mereka, begitu isu suratnya, telah dewasa namun tidak memiliki harta, maka berilah bantuan kepadanya. Apabila ia memiliki kerabat, maka perhatikanlah kerabatnya itu dan berilah mereka nafkah. Tak ada waktu yang mampu menyempitkannya, Umar mengunjungi mereka. Apabila mereka memberikan sayuran, Umar akan membayarnya. Bila mereka tidak mau menerima, Umar tidak akan pergi sampai mereka menerimanya. Sungguh terlalu indah untuk dilupakan, terlalu manis untuk dikesampingkan. Dirinya dan keluarganya tampil dengan pakain yang lusuh. Masa Allah, ketika seorang Ibu dari Irak mendatanginya melaporkan keadaan hidupnya, si ibu menemukan Amirul Mukminin sedang bekerja membereskan rumahnya, yang reot. Dikiranya tukang batu, ternyata dialah sang Amirul Mukminin. Dengan kelembutan yang membalut seluruh dirinya, ia meminta dengan lembut sang Ibu menyampaikan masalahnya. Kata si ibu, saya meminta tolong Amirul Mukminin memperbaiki rumah saya. Ternyata rumah Amirul Mukmin seperti ini. Tak usahlah. Tapi kasih sayang Amirul Mukminin bicara. Membekali kepergian pulang si ibu dengan sepucuk surat untuk disampaikan ke gubernur. Begitu surat diberikan ke gubernur, gubernur memberitahu ibu itu bahwa Amirul Mukminin telah pergi, kembali keharibaan untuk selamanya (semoga Allah yang Maha Rahim melimpahkan kepadanya nikmat yang tak terkira). Insya Allah. Amirul Mukminin meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan fakir. Masya Allah. Dari sela-sela linangan air matanya menjelang sakaratul maut, perlahan kata-kata terakhirnya mengalir menuju anak-anaknya. “Wahai anak-anakku, aku meninggalkan kalian dalam keadaan miskin, tak punya apa-apa.” Basah lagi pipi salehnya disela kata “wahai anak-anaku, aku telah tinggalkan kebaikan yang sangat banyak untuk kalian.” Apabila kalian bertemu dengan salah satu dari kaum muslimin di jalan, atau kalian bertemu dengan ahlu dzimmah, maka kalian akan melihat sendiri kebaikan itu.” Pembaca FNN yang budiman, indah keadilannya membuat seorang ahlu dzimmah mau menyerahkan tanahnya secara gratis untuk Amirul Mukminin, untuk dijadikan tempat pemakaman dirinya. Tapi Amirul Mukminin menolak, sembari mengatakan andai engkau tak mau, maka aku tak mau dimakamkan di tanah ini. Luluh, karena cintanya kepada Amirul Mukimin, dia mau menerimanya. Di tanah inilah Amirul Mukminin dimakamkan. Ia meninggalkan uang 14 dinar untuk anak-anaknya yang berjumlah 16 orang. Amirul Mukminin pergi untuk selamanya ke hakharibaan dalam usia 39 tahun. Sungguh kebesaran keadilan pemerintahannya memukau. Meluluhkan semua orang. Kesedihan pun memeluk Raja Romawi, yang kala itu sedang menerima utusannya. Dialah yang memberitahu sang utusan, bawah Amirul Mukminin telah wafat. Anggun dengan keadilan. Memukau dengan ketulusan dan keihlasan. Bersinar di lintasan syukur dan takut pada Dia Yang Maha Adil, begitulah Umar Bin Abdul Azis. Begitulah bang Amirul Mukminin ini hingga akhir hayatnya. Pemimpin zaman now? He he berjarak jutaan mile darinya. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate.
Amarah Risma: Akibat Lemah Koordinasi dengan Pemprov!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Amarah Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang videonya viral di berbagai media, Jum’at, 29 Mei 2010, itu seharusnya tak perlu ditampakkan di muka umum. Dia bisa saja cari tempat lain, aman dari sorotan dan rekaman kamera wartawan. Sebab, kemarahan terkait bantuan 2 unit mobil Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang, konon, diserobot Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim itu bisa disalah-artikan warga. Terutama warga Surabaya yang die hard pada Risma. Apalagi, tudingan Risma itu ditujukan kepada GTPP Covid-19 Jatim yang berada di bawah kendali Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Hal ini juga bisa memancing reaksi Khofifah. Risma berbicara dengan nada keras. Risma mengamuk karena dua mobil PCR bantuan dari BNPB untuk Surabaya justru diserobot Gugus Tugas (Gugas) Covid-19 Jatim dan dialihkan ke daerah lain. Dalam video berdurasi 52 detik itu, Risma tampak sedang duduk menelpon seseorang dari dalam sebuah tenda, Jumat 29 Mei 2020. Mengenakan rompi hitam dan kaos merah dan berjilbab merah, Risma duduk dan dikelilingi beberapa anak buahnya. Melansir Vivanews.co.id, Jumat (29 Mei 2020 | 16:47 WIB), Risma terlihat betul-betul marah dengan pengalihan dua mobil BNPB untuk warga Surabaya yang dialihkan ke daerah lain itu. Tidak jelas dengan siapa ia berbicara di telepon genggam. Mengetahui bahwa 2 mobil PCR permintaannya diserobot Gugas Covid-19 Jatim, Risma pun melaporkan langsung pada Kepala BNPB Doni Monardo, pihak yang dimintai bantuan secara langsung oleh Risma. “Dapat sms, dapat WA-nya pak Joni, Kohar. Kalau itu untuk Surabaya. Opo opoan (Apa-apaan) gitu lo pak, kalau mau boikot jangan gitu pak caranya,” ungkap Risma dengan nada emosional dalam percakapan di telepon genggam itu. “Saya akan ngomong ini ke semua orang. Pak, saya ndak terima lo pak. Betul saya ndak terima pak. Saya dibilang ndak bisa kerja. Siapa yang ndak bisa kerja sekarang,” kata Risma berang. Yang sangat menarik perhatian tentunya saat Risma juga dengan lantang menyebut dua nama petinggi PDIP yang kini menjabat di pemerintahan, pusat yakni Puan Maharani (Ketua DPR-RI) dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet). “Kalau mau ngawur nyerobot gitu. Siapa yang ndak bisa kerja. Boleh dicek ke Pak Pramono Anung. Boleh ditanya ke Mbak Puan,” tegas Risma. Kepada wartawan, Risma membeberkan bukti chatting dirinya dengan Kepala BNPB Doni Monardo soal permintaan bantuan mobil PCR secara khusus untuk warga Surabaya. “Teman-teman lihat sendiri kan, ini bukti permohonan saya dengan pak Doni, jadi ini saya sendiri yang memohon kepada beliau. Kasihan pasien-pasien yang sudah menunggu,” kata Risma. Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya Febria Rachmanita atau Fenny menjelaskan, sebetulnya pada Kamis kemarin, 28 Mei 2020, Surabaya sudah akan dibantu mobil laboratorium itu. Awalnya disebut akan langsung dipergunakan untuk pasien yang menjalani karantina di Asrama Haji Surabaya di Sukolilo dan Dupak Masigit yang di situ ada warga Krembangan Selatan. “Jadi, bantuan dari BNPB itu dua unit mobil laboratorium dan sudah kami tentukan titik-titiknya selama mobil itu berada lima hari di Kota Surabaya. Masing-masing titik itu kami siapkan 200 orang untuk dilakukan tes swab,” ungkapnya. Menurut Fenny, mereka itu yang belum dites swab dan waktunya swab ulang, “supaya cepat selesai penanganannya,” katanya kepada wartawan. Siapa yang bilang kalau 2 mobil dari BNPB itu yang mengajukan Pemkot Surabaya? Konon, mobil PCR itu realisasi pada, Rabu, 27 Mei 2020 atas pengajuan Pemprov Jatim pada Senin, 11 Mei 2020. Pemprov Jatim memang sedang memutar kerja dua unit Mobil mesin PCR dari Pemerintah Pusat melalui BNPB ke sejumlah daerah. Satu unit mobil mesin PCR bernopol B 7190 TDB dari BNPB, itu diserahterimakan BNPB pada Gugus Kuratif Covid-19 ke Pemprov Jatim di halaman Rumah Sakit Lapangan Covid-19 Pemprov Jatim, Jl. Indrapura No. 17 Surabaya, Rabu (27/5/2020) siang. Sedangkan, satu unit mobil mesin PCR lainnya diterima Kamis (28/5/2020). Usai diserah- terimakan, dua unit Mobil Mesin PCR tersebut langsung dioperasionalkan di Asrama Haji Surabaya serta RSUD Sidoarjo. Dan mobil mesin PCR juga akan difungsikan sebagai mobile laboratorium untuk daerah-daerah yang membutuhkan di Jatim. Surabaya dan Sidoarjo mendapat layanan pertama. Kemudian, kedua mobil itu akan melayani masyarakat Lamongan dan Tulungagung. Gubernur Khofifah menyampaikan terima kasihnya kepada BNPB yang terus mendukung Jatim untuk melakukan percepatan-percepatan dalam penanganan Covid-19. “Alhamdulilah, kami kembali mendapat bantuan dari BNPB, berupa dua unit mobil mesin PCR. Bantuan ini penting, karena saat ini kebutuhan mesin PCR test untuk swab memang yang paling dibutuhkan karena validitasnya paling tinggi,” ujar Khofifah, seperti dilansir Duta.co, Kamis (29/5/2020). Menurut politisi PAN Mila Machmudah Djamhari, kemarahan Risma itu justru menunjukkan arogansi dia yang tidak tunduk pada birokrasi. Sah-sah saja bila dia berkomunikasi langsung dengan BNPB atau pun Presiden. “Tetapi untuk koordinasi tetap ada aturannya. Sudah seharusnya Risma berkoordinasi dengan Gubernur terkait kebutuhan penanganan kasus Covid-19 di Surabaya. Bila Risma langsung koordinasi dengan Pusat mana Provinsi mengetahui rencana kerja Surabaya,” tegasnya. Kota dan Kabupaten lain selalu berkoordinasi sehingga Provinsi mengetahui kebutuhan dan rencana kerja mereka. “Salah besar bila Risma menuduh Provinsi memboikot kerja Risma karena Surabaya tidak berkoordinasi dengan Provinsi,” tegas Mila. “Risma tidak berhenti playing victim. Arogansi dia, ketidakpatuhan dia berkoordinasi dengan Pemprov sudah menyebabkan berkembang pesat penularan covid-19 di Surabaya,” lanjutnya. Mila mencontohkan, Malang Raya dengan kasus awal yang kurang lebih sama dengan Surabaya, ternyata berhasil mengendalikan perkembangan kasus Covid-19. “Bahwa benar kasus di Surabaya cukup tinggi karena banyak dilakukan test. Tapi yang perlu diingat, salah satu penyebab dilakukan ribuan test di Kota Surabaya karena kegagalan Risma mengendalikan kasus di PT HM Sampoerna yang dirahasiakannya,” ungkap Mila. Menurut Mila, salah besar melihat 2 emak itu sebagai sebuah persaingan. Ini hanya masalah ada yang tidak mau diatur. Khofifah sudah menjadi Menteri ketika Risma masih kepala Seksi di Pemkot Surabaya. Khofifah memiliki massa lebih besar dari Risma. Khofifah menjabat Ketua Umum Muslimat se-Indonesia. Khofifah pun bukan hanya memiliki back up politik yang cukup kuat tetapi juga back up ulama. “Secara kapasitas dan kredibilitas Khofifah juga tidak diragukan. Kemampuan komunikasi dan pengendalian emosi sudah sangat jelas Khofifah juaranya,” ungkap Mila. Menurutnya, Risma sepertinya memang bakal sering ribut gara-gara mispersepsi. Ternyata, mobil PCR dari Badan Intelijen Negara (BIN) itu bukan diberikan pada Pemkot Surabaya, teapi BIN yang menyelenggarakan kegiata tes Covid-19. “Jadi kelar giat mobil akan dibawa kembali oleh BIN. Rencananya BIN akan melakukan tes Covid-19 massal selama 4 hari di Surabaya,” ungkap Mila. Giat BIN ini bukan hanya rapid test saja, tapi juga PCR dengan menggunakan peralatan dari Korea Selatan yang paling lama 2,5 jam hasilnya sudah diketahui. Jadi, yang test tidak perlu harus menunggu di hotel 3 hari. Sehari juga kelar. Pelibatan BIN dalam penanganan Covid-19 ini dinilai Mila bagus. Jadi yang terkonfirmasi positif akan dilakukan contact tracing pada yang bersangkutan. Perselisihan antara Risma dengan Khofifah ini tidak akan melahirkan pemenang. Yang terjadi justru bakal melahirkan tumpukan pasien Covid-19 di Surabaya. Risma dan Khofifah jangan larut berselisih. Karena itulah yang diharapkan para petualang politik. Mereka sukses mengadu-domba kedua Srikandi Jatim tersebut. Penulis Wartawan Senior
Diskusi Tentang Memecat Presiden Itu Bukan Makar
By M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Ahad (31/05). Agenda seminar atau diskusi online bertema "Persoalan Pemecatan Presiden Di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang diselenggarakan mahasiswa UGM menjadi gonjang-ganjing. Reaksi mulai dari pendapat yang menyatakan bahwa kegiatan tersebut makar hingga teror yang terjadi pada Panitia maupun Narasumber Prof. DR. Ni'matul Huda, SH M. Hum dari Universitas Islam Indonesia (UII). Kutukan, kecaman dan marah terhadap teror tersebut datang dari mana-mana. Pernyataan sikap Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN), Asosiasi FilsafatHukum Indonesia, Serikat Pengajar HAM, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, dan Asosiasi Dosen Perbandingan Hukum Indonesia telah menyatakan "Mengutuk Keras Tindakan Teror Terhadap Insan Akademik & Penyelenggaraan Diskusi Di Jogyakarta". Kajian akademik soal pemecatan Presiden bukan hal yang tabu. Apalagi terlarang termasuk di masa pandemik. Sepanjang aturan Konstitusi mengatur persoalan pemecatan Presiden, maka kajian tersebut menjadi sah sah saja. Karena hal itu merupakan bagian dari "enlightenment" dalam dunia akademik. Jangankan di lingkungan akademik, di masyarakat pun hal yang wajar. Adanya diskursus soal pemecatan Presiden bukan barang haram. Toh itu adalah bagian dari sistem ketatanegaraan kita. Sejarahpun pernah mencatat soal terjadinya pemecatan terhadap Presiden. Yang tidak boleh adalah menghentikan memberhentikan Presiden dengan paksa oleh kelompok masyarakat. Jika disalurkan melalui DPR misalnya, lalu DPR membuat keputusan tentang pemecatan Presiden. Setelah diuji di Mahkamah Konstitusi, maka desakan agar Presiden dipecat itu sah sah saja. Konstitusi kita melindungi rakyat untuk berbicara tentang soal itu. Pasal 7A UUD 1945 dengan tegas mengatur baik syarat maupun prosedur pemecatan Presiden. Karenanya sangat konstitusional. Mereka yang melakukan simplifikasi dengan menggunkan bahasa makar, apalagi melakukan terror, jelas nyata-nyata merupakan perilaku menyimpang. Prilaku itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Aparat penegak hukum harus mengejar dan menangkap pelaku teror tersebut. Mereka harus diproses secara hukum untuk pertanggungjawabkan perbuatan terornya. Apalagi mencatut nama-nama ormas Islam segala. Pelaku kriminal bergaya adu domba PKI harus dihukum berat. Sungguh sangat wajar pembelaan masyarakat akademik atas terjadinya teror dan kebodohan ilmiah ini. Jangankan sekedar diskusi, pemecatan sebenarnya Presiden juga adalah sah. Sepanjang dilakukan oleh DPR diproses MK dan ditetapkan MPR. Jadi tidak ada yang harus dimasalahkan atau dikasuskan. Bila memang Presiden nyata-nyata melakukan penghianatan kepada ideologi negara. Juga melakukan kejahatan berat, serta perbuatan tercela, UUD 1945, maka Presiden bisa untuk dipecat. Gerakan moral kampus memang ditunggu publik. Rakyat butuh "guidance" dalam menghadapi iklim politik yang dirasakan semakin membahayakan stabilitas nergara. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, rong-rongan terhadap ideologi negara, hingga penunggangan pandemi Covid 19 tidak boleh dibiarkan. Selain itu, ada masalah lain. Masuk TKA China, naiknya iuran BPJS sebelumnya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan tidak turunnya harga jual BBM di tengah kesulitan rakyat akibat pandemi Covid 19. Mereka para pemanfaat dan penikmat kekuasan mesti diingatkan dan diluruskan. Rakyat tidak boleh sampai dipinggirkan dan ditindas, apalagi diperbudak. Gerakan kemerdekaan di masa penjajahan dulu dimotori oleh kaum intelektual. Perubahan sosial dan politik diawali oleh keresahan lapisan strategis ini. Kini pernyataan soal makar atau tindakan teror ke lingkungan akademik harus dilawan dan diprotes keras. Kampus memiliki kebebasan akademik yang dilindungi oleh Undang Undang dan Konstitusi. Sepanjang sesuai dengan koridor aturan hukum ketatanegaraan, maka diskusi terbuka mapun tertutup tentang memecat Presiden itu bukanlah makar. Sangat sangat dan sangat konstitusional ! Penulis adalah Alumnus Fak. Hukum UNPAD Jurusan Hukum Tata Negara.
Lindungi Warga DKI, Anies Pasang Badan
By Tony Rosyid Jakarta FNN – Ahad (31/05). Ekonomi dunia collaps. Termasuk Indonesia. Tidak hanya di tingkat nasional, tetapi kondisi ini juga dirasakan oleh semua daerah. Pajak sebagai andalan pendapatan, turun sangat drastis. Wisata, restoran, tambang, properti, dan hampir semua bisnis ambruk. Otomatis, nggak ada pembayaran pajak. Anggaran negara jebol. Begitu juga anggaran daerah. Covid-19 memporakporandakan semuanya. Tak terkecuali DKI. APBD yang semalu Rp. 87,9 triliun, tekor menjadi hanya tingga Rp. 47,2 triliun. Gara-gara corona. Minimnya pemasukan, berakibat Gubernur DKI tagih Dana Bagi Hasil (DBH) ke Kementerian Keuangan. Sudah seharusnya begitu. Namanya juga hutang, mesti ditagih. Apalagi, DKI lagi butuh. Untuk KJP. Untuk bansos. Untuk atasi covid-19. Untuk selamatkan nyawa dan dampak ekonomi warga DKI. Menteri keuangan berkelit. Sejumlah menteri ikutan jadi tim penyerang. Nama BPK diseret-seret. Tak terima dilibatkan dalam DBH DKI, BPK berteriak. Ape urusannya sama gue? Kira-kira seperti itu kalau pinjam bahasa gaul betawi. Akhirnya, dibayar separo. Penagihan sukses. Sisanya? Nanti dicicil. Maklum, negara dalam keadaan susah. Harus saling memahami. Mau nyicil aja muter kesana kemari. Gerutu warga DKI. Hus, sabar. Nggak usah dilanjutin komennya. Sudah susah bayar utang, nggak usah dikasih komen macem-macem. Kasihan. Jangan tambah beban orang yang lagi sulit. Do’ain aja. Ini aja sudah lumayan. Mau nyicil. Ada i'tikat baik. Niat bayar hutang. Anies lega, meski harus terima bullyan dulu sebelum dibayar. Selama itu dilakukan demi rakyat, bullyan serasa lezat. Saatnya kencangkan sabuk anggaran. Pangkas pengeluaran yang tidak terlalu mendesak. Sortir sana-sini, prioritaskan kegiatan yang urgent. Tentu, kebutuhan untuk rakyat harus paling utama. Ini prinsip yang selama ini jadi pegangan gubernur DKI. Mengatasi covid-19, baik untuk anggaran kesehatan, maupun untuk tangani dampak ekonominya, butuh dana cukup besar. Yang jadi persoalan sesungguhnya bukan berapa besar kebutuhannya. Tapi persoalannya justru pada minimnya pemasukan. Pajak jauh merosot. Di DKI, pendapatan pajak yang semula Rp.50,17 triliun, turun jadi Rp. 22,5 triliun. Tinggal 45 persen saja. Sebab, dunia usaha sekarat. Tapi, lagi-lagi, demi selamatkan nyawa rakyat, demi ketahanan ekonomi rakyat, tak ada alasan untuk tidak melindungi rakyat. Baik ketahanan pangannya, terutama nyawanya. Meski anggaran terbatas, tak ada pegawai honorer DKI yang di-PHK. Sebanyak 120.000 pegawai PJLP dipertahankan. Ini tanggung jawab pemprov DKI untuk tetap membuka lapangan kerja. Dana bansos yang semula 188 M, dinaikkan jadi 5 T. Dengan penduduk paling sedikit di pulau Jawa, dibanding Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten, tapi anggaran DKI paling besar. Belum ditambah operasi Baznas DKI yang membantu program bantuan sosial dengan anggaran ratusan miliar. Hingga satu waktu, sampailah Anies pada satu titik dilematis. Ada dana Rp. 2 tiliun. Ini mau dialokasikan untuk bansos bagi 1,2 juta warga prasejahtera, atau untuk "Tunjangan Kinerja Daerah" (TKD) pegawai DKI. Sangat dilematis. Pegawai tentu ingin TKD-nya dibayar penuh. Kalau kepotong, bini bisa ngamuk. Terutama bini simpanan. Emang ada? Kalau ada, lu juga nggak bakal tahu. Namanya juga simpanan. Anak-anak rentan protes, karena uang jajannya berkurang. Rencana beli ini-itu bisa batal. Potong "TKD" pegawai, berpotensi melahirkan kekecewaan. Semangat kerja bisa kendor. Tapi, mosok sih mau korbankan warga DKI dengan memotong anggaran bansos untuk 1,2 juta warga prasejahtera? Bagaimana menurut para pegawai? Kalau bisa, "TKD" jangan dipotong. Kalau dipotong, ya jangan banyak-banyak. Artinya, pegawai merekomendasikan potong juga jatah untuk bansos. Bagi-bagilah... katanya. Hadapi rekomendasi ini, Anies tersenyum. Lalu dengan lirih gubernur DKI ini bicara: "diantara kedua pihak yaitu pegawai dan 1,2 juta warga prasejahtera, mana yang lebih membutuhkan? Pegawai? Atau 1,2 juta warga prasejahtera itu?" Para pegawai, terutama elit strukturalnya, terdiam. "ini soal moral", lanjut Anies. Suara lirih Anies rupanya menyentuh hati anak buahnya. Akhirnya, pegawai pun sepakat untuk diberikan hanya 50 persen TKD-nya. Dan 1,2 juta warga prasejahtera DKI terima bansos. "Utuh" . Tidak ada pemotongan. Ini hanya soal kepekaan, social morality dan seni bagaimana memimpin. Menghargai dan tetap mengedepankan dialog. Meski dengan anak buah. Dan rakyat, terutama penerima bansos, harus memberikan apresiasi kepada seluruh pegawai Pemprov DKI. Mereka rela dipotong 50 persen TKD-nya untuk bansos. Ternyata, bukan hanya dokter dan tenaga medis yang layak disebut pahlawan di masa pandemi covid-19 saat ini. Tapi, gelar pahlawan pantas juga disematkan kepada para pegawai Pemprov DKI. Kalian TOP. Pakai huruf kapital semua. Meski dipotong 50 persen, TKD pegawai DKI masih tergolong besar. Kira-kira, sama besarnya dengan take homepay pegawai kementerian yang tidak dipotong. Emang nggak dipotong? Jangan nyindir ah. Tidak hanya soal bagaimana mengamankan bansos. Anies juga keluarkan Pergub No 47 terkait kebijakan PSBB. Mewajibkan kepada siapapun yang keluar masuk DKI untuk mengurus SIKM. Diantaranya rapid test. Untuk apa? Memastikan bahwa warga DKI yang selama ini "stay at home" tidak tertular oleh hilir mudik para pemudik. Anies tak ingin khianati warga DKI yang 60 persen mengkarantina diri di rumah. Tak ingin khianati warga yang nahan diri untuk tidak shalat jumatan, dan mengosongkan tempat ibadah untuk sementara waktu. Tidak mau khianati pedagang Tanah Abang, Tamrin City, dan pemilik mall yang tutup. Karena itu, siapapun tanpa kecuali, masuk Jakarta harus ada SIKM. Lalu lalang di Jakarta harus pakai masker. Kalau gak? Denda 250 ribu. Kurang tegas? Untuk tegas, nggak perlu gebrak meja atau caci maki bro. Lebay! Sayang mulut! Anies juga hadapi berbagai tekanan yang memintanya untuk buka mall, tempat wisata dan sarana bisnis lainnya. Tolak! Sebab, data para ahli menyimpulkan bahwa wabah belum berakhir. Bahaya! Nyawa warga DKI itu yang utama. Meski ekonomi tetap penting. Nah, untuk hadapi situasi dilematis, bahkan genting, perlu seorang pemimpin yang tidak saja bijak dan lurus, tapi berani pasang badan demi rakyatnya. Anies telah menunjukkan itu. Hasil survei, 80, 70 persen warga DKI puas dengan kinerja Anies. Beruntunglah warga DKI. Dan kebetulan, saya bukan warga DKI. Apa urusannya? Hehe Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa