OPINI

Indonesia Positif Corona. Alhamdulillah....

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Alhamdulillah. Akhirnya akal sehat itu kembali. Mudah-mudahan menjadi virus yang menyehatkan bangsa, kendati datangnya cukup terlambat. Presiden Jokowi Senin (2/3) mengumumkan dua orang warga positif Corona. Pengakuan ini merupakan “kasus pertama” di Indonesia, walaupun banyak yang meragukan. Termasuk para pemimpin dan lembaga kesehatan dunia sekelas WHO. Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi, bila pemerintah terus menerus membantah. Menganggap bangsa Indonesia adalah spesies istimewa. Sekelompok manusia yang kebal. Imun terhadap pandemi global ini. Cara pandang pemerintah dan penanganan terhadap virus Corona selama ini sangat mengkhawatirkan. Ada kesan menganggap enteng, meremehkan, naif, bercampur dengan ketidaksiapan, ketidakmampuan dan kebingungan menghadapi bencana. Yang lebih konyol, pemerintah terkesan menganggap musibah ini sebagai berkah. Presiden Jokowi misalnya malah meminta anggota kabinetnya untuk menggalakkan kegiatan-kegiatan konferensi dalam negeri, Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE). Menggalakkan promosi menyasar ceruk pasar wisatawan manca negara (wisman) yang mencari destinasi wisata karena batal ke RRC, Jepang dan Korea. Wisatawan dungu dari manakah mereka? Jokowi bukan asal bicara. Dia sangat serius dengan langkah “cerdasnya” itu. Arahan Jokowi itu kemudian ditindaklanjuti secara serius. Kementerian Pariwisata menyiapkan berbagai stimulus untuk mendongkrak kunjungan ke Indonesia. Wisman diberi berbagai insentif. Mulai dari potongan tiket, sampai anggaran untuk para influencer sebesar Rp 72 miliar. Pemerintah juga menyediakan anggaran promosi wisata sebesar Rp 103 miliar. Menko Maritim Luhut Panjaitan malah berharap para pekerja Cina segera kembali ke Indonesia. Mengerjakan berbagai proyek infrastruktur di Indonesia yang terancam mangkrak karena wabah Corona. Betapa santainya pemerintah menghadapi virus Corona juga tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Sepanjang bulan Januari-sampai Februari 2020, jumlah turis asing ke Indonesia meningkat. Cina bersama Malaysia dan Singapura —dua negara tetangga yang telah secara resmi mengumumkan adanya kasus Corona— menjadi penyumbang terbesar. Malaysia 275 ribu kunjungan (21,66%) Cina 214 ribu kunjungan (17,91%). Singapura dengan 148 ribu kunjungan. Jumlah wisman asal Malaysia turun, sementara Cina malah naik 1.46%. Coba perhatikan, itu merupakan data resmi. Betapa besarnya angka kunjungan “wisatawan” Cina ke Indonesia. Kita tidak pernah tahu berapa yang masuk melalui jalur tidak resmi. Negara-negara lain membatasi dengan sangat ketat wisatawan asal negara Tirai Bambu itu. Kita malah mengundang masuk. Untunglah kedunguan itu tidak berlanjut. Menteri Pariwisata Wisnuthama mengumumkan kebijakan mengundang wisatawan itu ditunda. "Ditunda, di-review dulu. Sampai lebih jelas lagi kondisinya," tutur Wisnuthama Selasa (3/2). Mudah-mudahan kebijakan itu merupakan tanda-tanda bahwa akal sehat telah kembali. Mudah-mudahan virus akal sehat itu diikuti berbagai kebijakan lain yang lebih masuk akal. Pertumbuhan ekonomi sangat penting. Namun nyawa rakyat Indonesia jauh lebih penting. Lagi pula ketika virus Corona sudah menjadi pandemi global, siapa pula orang gila yang masih nekad jalan-jalan keliling dunia? Mudah-mudahan virus akal sehat itu juga menular ke rakyat Indonesia. Tidak panik, hanya memikirkan diri sendiri. Menyerbu dan memborong persediaan makanan, menguras habis ATM, dan berbagai perbuatan konyol lainnya yang akan merugikan kita semua. Mudah-mudahan virus Corona ini juga bisa menyatukan kembali bangsa Indonesia yang terpecah belah karena perbedaan kepentingan politik. Dalam menghadapi musibah, sangat penting kita bersatu padu, bahu membahu, tolong menolong. Menunjukkan solidaritas. Jangan pernah berpikir akan selamat sendiri. Kualitas bangsa, khususnya kualitas para pemimpinnya tengah diuji. Tidak ada salahnya meniru langkah pemimpin negeri tetangga. Presiden Singapura Halimah Jacob dan para pejabat tinggi lainnya memotong gajinya satu bulan. Dibagikan sebagai bonus untuk para petugas medis yang berjibaku mempertaruhkan nyawanya. PM Singapura Lee Hsien Loong sebelumnya menyampaikan pidato. Mengajak rakyatnya berani dan bersatu menghadapi virus Corona. "Melewati masa yang penuh tekanan bersama-sama." Itu baru namanya pemimpin! Penulis wartawan senior.

Ditunggu, Kebijakan Strategis Gubernur Soal Tumpang Pitu!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Jejak digital mencatat, berdasarkan hasil pengamatan satelit internasional, terdapat 26 ribu ha tambang emas antara Lumajang-Malang, 56-58 ribu ha antara Tulungagung-Trenggalek, dan 96 ribu ha di Pacitan. Melansir Liputan6.com (04 Feb 2019, 10:01 WIB), jika data dari satelit internasional tersebut valid, bisa jadi wilayah Jatim ini merupakan daerah kumpulan emas terbesar kedua di dunia setelah Afrika Selatan, atau paling besar se-Asia Tenggara. Terlebih lagi industri perhiasan di Jatim yang mempunyai peran strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi setempat, sebab permintaan terhadap produk perhiasan, khususnya emas, menunjukkan trend semakin meningkat. Karena selain berfungsi sebagai karya seni yang mampu memperindah penampilan, produk perhiasan juga bisa digunakan untuk sarana investasi menjanjikan bagi para inverstor, bahkan industrinya mampu menyerap tenaga kerja mencapai 17.600 orang dilansir Antara. Keberadaan 26 unit industri perhiasan skala besar dan menengah, serta 1.854 unit industri perhiasan skala kecil di Jatim yang lokasinya tersebar pada 11 kabupaten/kota sangat berperan besar untuk mendukung ekspor. Yakni, di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Lamongan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kota Malang, Lumajang dan Pacitan. Berdasarkan data di Pemprov Jatim hingga triwulan menjelang akhir tahun lalu, ekspor perhiasan telah mencapai 2,16 miliar dolar AS, bahkan industri ini memiliki kontribusi hingga 50 persen terhadap produksi perhiasan nasional. Negara potensial yang menjadi sasaran ekspor perhiasan asal Jatim antara lain Amerika Serikat, Jepang, China-Hong Kong serta Swiss. Selain tambang emas yang masih tertimbun di dalam “perut bumi” di wilayah Lumajang, Malang, Tulungagung, Trenggalek, dan Pacitan, di dua daerah lainnya sudah diekplorasi penambangannya, yakni di Banyuwangi dan Jember. Di Banyuwangi, pertambangan berada Dusun Pancer, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, sedangkan di Jember berada di Kecamatan Silo. Proses eksplorasi dan pertambangan emas di dua daerah tersebut tak berjalan mulus, sebab sebagian warga dan sejumlah pihak menolaknya dengan alasan merusak lingkungan. Di sini diperlukan “lompatan kebijakan” dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Bunda Khofifah, demikian panggilan akrab gubernur wanita pertama di Jatim ini, yang juga sebagai gubernur zaman now itu merupakan harapan yang luar biasa dari masyarakat. Karena ia adalah gubernur yang berpikiran lateral, tidak linier. Sehingga, Bunda bukan hanya harus mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, tapi juga perlu adanya lompatan-lompatan ekonomi. Bukan sekedar melanjutkan pendahulunya. Itulah harapan masyarakat Jatim pada Gubernur Khofifah. Sebagai gubernur zaman now juga, Bunda diharapkan berpola pikir zig-zag, harus berpola pikir lateral, bukanlah linier, yang selama ini banyak dipahami orang dengan berpola pikir lateral. “Sebagai Srikandi-nya Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Bunda Khofifah diharapkan bisa melanjutkan pola pikir ala Gusdurian yang berpola pikir lateral,” ungkap seorang pengusaha yang pernah malang melintang di dunia pertambangan. Jatim dikaruniai oleh Allah SWT suatu potensi yang sangat besar, yang salah satu kawasan yang daratannya dilintasi ring of fire (cincin api) terpanjang di Indonesia. Dan, tentu saja di dalamnya ada berkah potensi mineral dan tambang yang sangat besar juga. Bahkan, jejak-jejak Eropa yang dibangun pada abad XV semasa Gubernur Raffles bisa kita dapati di berbagai daerah di Jatim. Khususnya, di kawasan gunung Gumitir (Curahwangkal/ Silo, sampai pada rentetan gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi). Tapi, sayangnya, selama setahun ini tanda-tanda akan melakukan lompatan ekonomi berpola pikir lateral dengan kebijakan-kebijakan yang melompat, itu belum ada tanda-tanda ke arah sana. “Bahkan, selama setahun ini, seperti yang dikhawatirkan banyak orang akan pertumbuhan ini sangat lambat dibanding pendahulunya mendekati kenyataan. Tidak terjadi pola pikir zig-zag, seperti Gus Dur,” lanjutnya. Untuk itu kebijakan-kebijakan yang brilian dengan berpihak kepada rakyat, harus dirumuskan oleh Gubernur Khofifah. Apalagi, Pemprov Jatim punya Dewan Riset dan Dewan Pakar yang semuanya dibiayai APBD untuk membantu Bunda dalam mengambil kebijakan-kebijakan. Mereka harus melakukan riset-riset kedalaman, bukan hanya permukaan. Bagaimana isi perut bumi Jatim itu. Ini bisa menjadi kebijakan untuk kemakmuran masyarakat Jatim. Sebab, yang berhak melakukan itu semua adalah gubernur, bukan dari sekelompok elit politik atau kekuatan presure group dan taipan-taipan tertentu. Tapi, memang harus diorientasinya untuk masyarakt Jatim dengan cara membuka potensi-potensi Jatim. Itu ada semua dan haru dibuka secara transparan ke publik, mulai dari migas, aurum (Au, emas), perak, tembaga, molib dinum (ini lebih mahal dari emas), aluminium, bismuth oxy cloride, uranium, mercuri, sampai uranium itu ada di perut bumi Jatim. Itu adalah kekayaan yang diberikan Allah SWT kepada rakyat Jatim. Sehingga diharapkan pada tahap eksplorasi juga melibatkan masyarakat Jatim, terlebih lagi saat eksploitasi, harus melibatkan masyarakat Jatim. Bukan hanya pemilik modal saja. Kemarahan masyarakat sekitar potensi tambang itu jangan sampai dijadikan objek/penonton atas kehadiran investasi dan peralatan yang datang di sana. Libatkan mereka dalam usaha itu. Sebab, adanya isi perut bumi itu juga hasil dari doa-doa leluhur mereka di sana yang hasilnya justru untuk anak cucu mereka. Beroperasinya PT Bumi Suksesindo (BSI) di Tumpang Pitu ada bagian yang tidak terpisahkan dari deretan usaha dan geliat pertambangan di wilayah Jember-Banyuwangi yang sebelumnya dieksplorasi oleh Yusuf Merukh melalui PT Metal Jember-Banyuwangi, tapi belum berhasil. Di era kepemimpinan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, akhirnya PT BSI berhasil mengekplorasi maupun ekspoitasi tambang Tumpang Pitu yang awalnya merupakan hutan lindung. Wilayah ini adalah inti dari tambang emas dunia, yang sangat besar. Sebagai “Srikandi Jatim”, seharusnya Bunda Khofifah membuka potensi-potensi di Jatim itu. Persoalan-persoalan hari ini masyarakat Tumpang Pitu itu karena mereka dipertontonkan oleh ketidak adilan. Sehingga timbul yang namanya kecemburuan soslal dan ekomoni. Mereka yang selama ini sehari-harinya sudah secara turun-temurun menambang di kawasan tersebut akhirnya mereka merasa diperlakukan tidak adil. Banyak diantara masyarakat yang mengambil limbah-limbah itu yang kemudian ditangkapi oleh polisi karena dianggap ilegal. Dengan teknololgi leaching (proses pencucian dan pelarutan sisa-sisa limbahnya) yang rata-rata dalam tiga malam itu bisa menghasilkan Rp 25-50 juta, itu biasanya dikerjakan oleh satu kelompok (1-5 orang). Di situ selama ini pula ada mata rantai ekonomi. Dengan alasan tambang ilegal, maka mereka ditangkapi. Dalam persoalan seperti ini seharusnya negara hadir. Katakanlah, pemodal diberi porsi 70%, Pemkab PI 10%, dan yangg 20% itu penduduk sekitar. Jangan semuanya diambil oleh pemodal besar. Kalau itu tidak dilakukan Gubernur Khofifah, persoalan pertambangan, tidak akan pernah selesai. Isu lingkungan itu hanya dipakai untuk melawan pengusaha tambang. Padahal, teknologi PT BSI itu luar biasa canggihnya. Bahkan, putra-putra terbaik bangsa ini yang sudah melanglang buana ke seluruh dunia dipanggil untuk menggarap ini. Gunung Tumpang Pitu itu nantinya tetap ada di atasnya dengan tanaman-tanaman hijau yang ada. Ini diarahkan ke zero accident karena ramah lingkungan. Isu lingkungan tersebut dijadikan semacam kitabnya mereka untuk melakukan penambangan di dalamnya. Di situ hasilnya luar biasa. Seperti Sandiaga Uno yang melepas sahamnya untuk biaya kampanye itu. Jadi, Gubernur Khofifah harus segera mengeluarkan kebijakan yang cerdas. Kebijakan yang bersumber pada pemikiran-pemikiran lateral. Yang penting itu Gubernur lakukan lompatan-lompatan kebijakan. Out off the box, tidak terkungkung oleh pemikiran-pemikiran biasa. Demo-demo yang terjadi selama ini, itu sebenarnya alat untuk pertahanan masyakarat, bentuk perlawanan dari masyarakat, karena melihat begitu besarnya kekuatan modal. Mereka butuh keadilan saja. Mungkin dengan 20% itu membuat masyarakat bisa sejahtera. Menurut Data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim, baru 15-20 persen SDA di Jatim yang sudah dieksplorasi aktivitas pertambangan. Kepala Dinas ESDM Jatim Setiajit mengatakan, masih banyak potensi pertambangan yang membentang dari Banyuwangi, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung, Pacitan, sampai Ponorogo. Baik sumber daya mineral, logam, tembaga, perak, bahkan emas di Jatim, menurutnya, belum tereksplorasi dengan baik. “Apalagi minyak dan gas, luar biasa di Jawa Timur,” katanya, Kamis (21/11/2019). Potensi pertambangan Jawa Timur itu membentang di sepanjang Jawa Timur bagian Selatan dan tengah. Di Pegunungan Kendeng, misalnya, ada kandungan kapur, fosfat, dolomit, dan kalsium belum terolah. “Banyak sekali potensi lainnya. Ada wilayah yang dikuasai masyarakat, ada juga wilayah Perhutani,” ujarnya. *** Penulis wartawan senior.

Mungkinkah Corona Depok Hanya Puncak Gunung Es?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Banyak yang tak percaya, terutama komunitas internasional, bahwa Indonesia bebas dari virus Corona. Sempat pula seru perdebatan antara para pejabat pemerintah dengan berbagai pihak termasuk warganet. Tapi, akhirnya, Presiden Jokowi, Senin (2/3/2020) mengumumkan dua orang Indonesia positif menderita virus Corona (Covid-19). Kedua wanita masing-masing berusia 64 dan 31. Salah seorangnya, yang berusia 31, dikatakan pernah berkontak dengan seorang perempuan Jepang yang bermukim di Malaysia. Mereka pernah berdansa bersama di sebuah klub di Jakarta, kata Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Kedua warga Depok tsb sekarang dirawat di RS Penyakit Infeksi Prof Sulianti Saroso di Jakarta Utara. Pengumuman ini mengakhiri harapan agar Corona tak masuk ke Indonesia. Tetapi, tidak akan mengakhiri perdebatan terkait penanganan ancaman virus ganas itu. Bahkan akan semakin mempertajam kritik dan kontrakritik. Salah satu pertanyaan yang memerlukan jawaban adalah, apakah dua warga Depok yang positif Covid-19 itu hanya ‘puncak gunung es’ dari kemungkinan banyaknya penyandang Corona yang tak terdeteksi di bawah permukaan? Pertanyaan berikutnya adalah, apakah pemerintah selama ini serius mencegah migrasi Corona ke negara ini? Seterusnya, apakah Indonesia sudah menjadi “tuan rumah” Corona? Sangat mendebarkan sekali seandainya dua orang Depok itu hanya ‘wakil’ dari sekian banyak penyandang Corona. Hanya “tip of the iceberg” saja. Puncak gunung es yang tersembunyi di bawah permukaan. Tentu sangat menakutkan kalau nanti faktanya seperti itu. Tetapi, mungkinkah ini menjadi kenyataan? Wallahu a’lam. Tak seorang pun diantara kita yang ingin melihat gunung es itu muncul. Tapi, publik menjadi curiga ada yang tak beres. Misalnya, ketika ada berita tentang tersangka Corona dirawat di sejumlah rumah sakit, pihak yang berwenang cenderung defensif menghadapinya. Ada kesan, pemerintah mengambil garis “denial” (membantah) kalau ada yang berbicara soal dugaan kasus-kasus Corona. Para jurubicara pemerintah setingkat menteri pun selalu menggunakan narasi yang membantah. Termasuk Menko Polhukam Mahfud MD. Lebih-kurang Pak Mahfud bilang, “Sampai hari ini tidak ada Corona di Indonesia. Besok-lusa kita tidak tahu.” Ternyata, betul juga. Hari-hari berikutnya berubah. Sekarang, bagaimana dengan keseriusan pemerintah dalam mencegah migrasi Corona ke Indonesia? Dari sisi tindakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah, pantas-pantas saja publik menilai tidak serius. Artinya, dalam sebulan-dua ini tidak ada langkah keras yang diterapkan. Misalnya, sepanjang Januari, tercatat 113 ribu pengunjung dari China masuk ke Bali. Padahal, China masih menjadi episentrum Corona. Dan rata-rata negara lain menolak kedatangan pengunjung dari RRC. Pengawasan di pintu masuk internasional, tidak ketat. Di awal-awal wabah Corona tempohari sempat tersiar pemerintah akan menerapkan tindakan keras itu. Tapi kemudian prosedur pemantauan menjadi lunak. Belakangan ini, penumpang internasional tampaknya hanya diminta mengisi formulir yang intinya menanyakan nama, alamat di Indonesia, dan apakah ada mengalami badan panas, dlsb. Inilah yang dialami oleh anak saya, tiga hari lalu, ketika pulang dari Malaysia ke Yogyakarta via KLIA (bandara Kuala Lumpur). Petugas di bandara Adi Sucipto (Yogya) hanya memberikan kepada para penumpang semacam formulir yang “tidak serius”. Anak saya menelefon sambil menggerutukan lemahnya pengawasan di bandara. Dia mengatakan, sangat bisa para penumpang menuliskan informasi bohong. Di tengah suasana dunia seperti ini, mana mungkin penumpang suka rela mengatakan kondisi badannya yang tidak normal? Dan mana mungkin penumpang akan menyebutkan ke mana saja mereka pergi belakangan ini. Jadi, mungkin saja selama berminggu-minggu ini ada banyak penumpang internasional yang masuk via laut, udara, atau darat yang tidak terdeteksi membawa Corona. Bisa juga mereka tidak mengalami sakit. Bisa pula ada gejala tetapi kemudian hilang. Namun, tentu ada saja peluang para “penyandang senyap” Corona akan terungkap dalam waktu-waktu mendatang ini. Na’uzubillah. Semoga saja tidak. Nah, apakah Indonesia sudah menjadi “tuan rumah” Corona, dalam arti sudah terjadi penularan diantara sesama warga masyarakat? Bukan dibawa dari luar? Bisa tidak. Bisa iya. Kalau dilihat dari kasus Depok, kronologi yang kita pahami adalah bahwa kedua warga positif Corona itu mendapatkannya dari wanita Jepang yang sempat berdansa bersama si wanita yang berusia 31 tahun. Wanita ini kemudian menularkan ke ibunya yang berusia 64 tahun. Kalau urutan kejadian ini benar, berarti Indonesia belum menjadi “tuan rumah”. Corona yang masuk masih berstatus bawaan dari luar. Tapi, kalau dibaca laporan tentang tiga kasus baru di Singapura, ada satu hal menarik terkait dengan wilayah Batam. Otoritas kesehatan Singapura mengatakan, ketiga pasien baru itu tidak pernah pergi ke China atau Korea Selatan. Tetapi mereka pernah pergi ke Batam antara 21-23 Febaruari 2020. Singapura tidak mengatakan secara pasti bahwa ketiga orang itu tertular di Batam. Tetapi, mereka dinyatakan positif sepulang dari pulau Indonesia yang berjarak dekat dengan Singapura itu. Pertanyaannya, mungkinkah ada Corona yang menjadi “tuan rumah” di Batam? Inilah yang belum terdeteksi dan tidak mudah untuk dideteksi. Kembali ke kedua wanita Depok tadi. Kalau mereka sudah sempat meneruskan virus itu ke orang lain, berarti sudah lahir ‘generasi kedua’ Corona di Indonesia. Ini mungkin saja terjadi karena kedua wanita tsb sempat dirawat di RS Mitra Keluarga, Depok. Andaikata ada diantara 76 petugas medis RSMK yang sekarang dirumahkan itu menjadi tempat hinggap Corona, itu berarti telah berlanjut ke ‘generasi ketiga’, dst. Dari sini, terbuka kemungkinan “community epidemic”. Yaitu, penyebaran di lingkungan masyarakat. Bukan lagi Corona “asing” seperti yang dibawa wanita Jepang. Memang masih bisa disebut “blasteran” tetapi sudah menjadi “Corona WNI”. Kalau nanti ada Corona ‘generasi kedua’ atau ‘generasi ketiga’ yang sudah “WNI”, ini bisa sangat merepotkan. Kita tidak lagi bisa berasumsi bahwa orang lokal yang kita jumpai di mana-mana, bebas dari Corona. Kewaspadaan ke arah ini sudah dimulai. Ada sejumlah sekolah yang guru-gurunya mengubah salam tangan dengan murid ketika jam masuk pagi. Mereka tidak lagi bersentuhan.[] 3 Maret 2020 Penulis wartawan senior.

RUU Omnibus Cipta “Fasilitas Kerja Untuk Korporasi”

By Dr. Margarito Kamis (Bagian Kedua) Jakarta FNN - Apakah RUU Omnibus Cipta Kerja mengatur pemberian hak eksklusif pada korporasi? Tidak. Jelas itu. Tetapi bukan itu pointnya. Pembatalan peraturan perundangan yang dinilai bertentangan dengan kebijakan investasi, pengaturan jam kerja, dan pengaturan skema upah pekerja, sanksi administrasi bagi perorangan penebang pohon di hutan, semuanya menguntungkan korporasi. Benar tidak ada teks yang secara eksplisit berisi pengaturan yang memberi hak eksklusif kepada korporasi dalam RUU ini. Jelas itu. Jelas pula, karena tidak mungkin muncul norma seperti itu. Tetapi serangkain norma, misalnya pengaturan jam kerja dan upah kerja dalam RUU ini, memiliki konsekuensi tak terlihat yang menguntungkan korporasi. Apa konsekuensi tak terlihat itu? Tidak logis mewajibkan pekerja yang bekerja jam-jaman atau bekerja kurang dari setahun untuk diberi pesangon. Nalarnya adalah tidak memberi pesangon atau fasilitas lainnya kepada pekerja, untuk alasan apapun, menurut RUU ini merupakan tindakan hukum yang sah dipakai oleh korporasi menghadapi pekerja. Pekerja tidak memiliki argumen, misalnya bersandar pada UU lain, UU Tenaga Kerja misalnya, menolak keputusan Korporasi. Mengapa? Bila kelak RUU ini menjadi UU, maka berlakukah prinsip hukum UU terbaru mengesampingkan UU yang terlebih dahulu. Toh dilihat dari sudut sifatnya, rezim dan materinya sama. Pekerja sengsara, dan Korporasi senang. Bagaimana dengan pekerja asing? Proyeksi tentative mereka turut senang. Mengapa? Toh mereka dapat bekerja sesuai skema kerja dalam RUU ini. Kerja untuk tertentu, setahun atau dua tahun, bahkan kurang dari itu, yang menjadi tipikal pekerja asing, jelas sejalan dengan tabiat korporasi. Mengapa? Pola kerja itu membebaskan korporasi dari serangkaian kewajiban. Spirit, skema dan sifat norma dalam RUU ini, sekali lagi, tipikal korporasi. Ini hebat. Hebat, karena korporasi tak perlu bersusah payah memperolehnya. Toh telah tersedia dalam RUU ini. Kelak setelah jadi UU, korporasi menjadikannya pijakan hukum pembuatan keputusan pekerja. Padahal korporasi besar Amerika harus bersusah payah melobi presiden untuk mendapatkan fasilitas itu. John Perkins melukiskan dengan sagat baik bagaimana Ronald Reagen menerima para korporat. Sedemikian seringnya Reagen menerima mereka, Perkins menyebut Reagen menjadi pelayan terbaik mereka. Strategi dan taktik, seringkali licik dan menjijikan, bukan hal yang tidak ditempuh korporasi bila cara itu yang paling menjanjikan, memungkinkan membawa mereka menguasai sumberdaya ekonomi. Kasus Ekuador dan Panama, menunjukan bagaimana korporasi menempuh strategi dan taktik jijik memperoleh akses ke sumberdaya alam, minyak khususnya. Tahun 1981, tulis Perkins Jamie Roldos, Presiden Ekuador berhasil merancang UU Hidrokarbon dan diajukan ke kongres untuk dibahas. RUU itu, andai berhasil dijadikan UU akan mengubah hubungan Negara itu dengan perusahaan-perusahaan minyak. UU ini diyakini berpengaruh melampaui Ekuador. Perusahan-perusahaan minyak, seperti biasanya, bereaksi, sesuai ramalan menghalalkan segala cara. Pejabat hubungan masyarakat mereka mulai mengeritik Jamie Raldos. Para pelobi mereka mulai membanjiri Quito dan Washingotn dengan tas-tas penuh dengan ancaman dan uang suap. Tetapi Raldos tidak mau tunduk pada mereka. Ia tanggapi dengan mengeritik konspirasi antara politik dengan minyak dan agama. Walau tak memberi bukti, terang-terangan ia mengeritik Summer Institutte of Lingustics (SIL) berkolusi dengan perusahaan minyak, lalu dengan satu langkah yang sangat berani ia mengusir SIL. Setelah itu, ketika berpidato di Stadium Olimpiade Atahualpha di Quito, Roldos mengumbar peringatannya kepada perusahaan minyak untuk menginggalkan Ekuador bila tidak tunduk pada UU yang akan disahkan. Roldos dengan geloranya yang hebat itu, yang telah diperingatkan oleh penasihatnya bahwa dirinya akan dibunuh. Nasihatnya itu membuat ia cukup berhati-hati dalam bertindak. Dalam penerbangan menuju satu komunitas di desa kecil di Selatan Ekuador pada tangal 24 Mei 1981 itu, Roldos diperingatkan agar tidak menggunakan pesawat biasa. Nasihat itu membuat dirinya menggunakan pesawat tipuan. Ternyata pesawat tipuan itulah yang jatuh, dan Jamie Roldos, Presiden hebat ini mati dalam kecelakaan itu (Perkins: 2016: 186). Korporasi, bukan warga yang, kalau bukan tertangguh, jelas paling sulit dihadapi oleh pemerintahan manapun di dunia, tidak terkecuali Amerika. Kepentingan mereka, selalu dalam sejumlah semua kasus, mustahil dikesampingkan. Selalu sama dalam semua kasus, tujuannya mereka hanya satu; mencetak keuntungan. Karena keuntungan yang memandu mereka, dengan hukum sebagai andalannya, maka kelompok ini tidak alergi terhadap campur tangan pemerintahan. Kebijakan-kebijakan yang bersifat campur tangan dapat diterima sejauh untuk memastikan keuntungan mereka. Begitu sebaliknya. Ini yang F.A Hayek ahli hukum konstitusi, yang menaruh perhatian pada bidang ekonomi sebut “wealth creating game” the game of catallaxy. Permainan ini, dalam diskripsi selanjutnya digambarkan sebagai permainan yang tidak dapat dimainkan hanya oleh satu kelompok, orang. Pemrintyah dalam konteks sebagai regulator, tetapi pada saat yang sama harus dapat melihat potensi keuntungan spesifik bagi partisipan pasar. The game of catallaxy, bukan game tanpa rules, tanpa panduan, dan tanpa arah. Dalam konteks itu keterlibatan pemerintah dikerangkakan pada konsep regulating by rules, dan dipandang sebagai hal yang tidak benar-benar buruk. Interfensi jenis ini sama baiknya sejauh, keterlibatan itu menjanjikan keuntungan, daripada intervensi berbentuk perintah diskresioner itu ditolak, setidaknya disangkal oleh pemerintah (Victor J. Venberg, 2001:19-20). Apakah RUU yan sedang diperbincangkan ini memungkinkan keterlibatan pemerintah jenis itu? Jawabannya ya. Kelak setelah menjadi UU, maka tersedialah fundasi kebijakan diskresioner bagi pemerinah, Presiden, menciptakan pasar investasi, yang akrab dengan investor. Karakter norma yang sangat elastis, misalnya norma tentang jam kerja, pengalihan wewenang MUI menerbitkan sertifikasi halal, pembatasan kewenangan Pemda membuat perda, jelas dalam semua aspek. Semuanya memungkinkan pembuatan kebijakan diskresioner dari Presiden. Pada titik ini tatanan factual dan tekstual konstitusi serta tatanan faktual pasar, setidaknya tatanan investasi yang dikerangkakan pada diskresi benar-benar bertolak belakang. Tak sejalan. Selain disebabkan konstitusi tidak membolehkan pemihakan tak berdasar konstitusi untuk diberikan pada satu kelompok usaha, korporasi, juga disebabkan norma-norma dalam RUU ini tidak memenuhi kriteria konstitusional tentang kepastian hukum. Konstitusi, silahkan diperika secara cermat sama sekali tidak berbicara mengenai korporasi. Ini memang standar. Yang dibicarakan dalam konstitusi adalah warga negara memiliki hak bekerja. Dengan mengatur hak warga negara, maka konsekuensinya adalah pemerintah dibebani konstitusional menciptakan lapangan kerja. Konsekuensinya pertama dan utama dari keharusan konstitusi itu adalah pekerja, bukan korporasi, sepenting apapun pemerintah memerlukan mereka, yang harus diproteksi. Tetapi apapun itu, masih tersedia kesempatan bagi pemerintah untuk menata ulang RUU ini. Tata ulang itu, dapat dilakukan baik melalui pembahasan dengan DPR atau cara lain yang sah, misalnya menarik RUU ini. Satu hal, dalam tata ulang itu harus dipastikan pekerjalah yang diproteksi, bukan sebaliknya korporasi, dengan cara memberi fasilitas inkonstitusional kepada mereka. (habis) Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate

Seluruh Dunia Takut Virus Corona, Percayakah Indonesia Masih Steril?

Bisakah dipercaya Indonesia tanpa virus Corona? Inilah yang menjadi perdebatan dan perbincangan hangat. Banyak yang tak percaya. Tapi ada juga yang percaya, khusunya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan jajarannya. Hanya saja, gurubesar epidemiologi di Universitas Harvard, AS, Prof Marc Lipsitch mengatakan secara statistik, Indonesia tak mungkin bebas dari virus Corona. By Asyari Usman Seluruh dunia mencemaskan penyebaran virus Corona (nama resminya Covid-19). Swiss memberlakukan larangan berkumpul di atas 1,000 orang. Event-event besar dibatalkan. Jepang menutup semua sekolah SD, SMP dan SMA sampai April. Rusia mendeportasi orang-orang yang melanggar wajib karantina. Belarus memberlakukan wajib test untuk orang-orang yang tiba dari Korea Selatan, Iran dan Italia. Tiga negara ini mencatat jumlah terbanyak kasus virus Corona di luar China. Serawak (Malaysia timur) melarang masuk orang-orang yang pernah pergi ke Korea Selatan (Korsel). Presiden Duterte membebastugaskan sejumlah pegawai imigrasi karena meloloskan orang China masuk ke Filipina di tengah wabah Corona saat ini. Diduga, para petugas imigrasi itu menerima uang pelicin. Banyak negara mengambil tindakan keras. Mereka sangat khawatir terhadap invasi Covid-19. Arab Saudi melarang masuk jemaah umrah dari Indonesia. Di Abu Dhabi, penguasa setempat menutup total dua hotel mewah yang di dalamnya ada dua warga Italia yang tertular Corona. Berbagai laga sepakbola, rugby dan baseball ditunda di segenap penjuru dunia. Sebagian tetap dilaksanakan tetapi di stadion kosong tanpa penonton. Termasuk sejumlah pertadingan Serie A (liga utama Italia). Sejauh ini, sudah 60 negara yang tertular Covid-19. Tidak ada satu pun benua yang steril dari virus baru ini. Sekarang ini Korea Selatan, Iran dan Itali muncul menjadi basis penyebaran baru. Korea Selatan mencatat 2,931 kasus dengan 18 kematian. Jumlah kasus baru di Korsel cukp cepat. Di Italia, jumlah tertular tercatat 889 orang; 21 meninggal dunia. Sedangan di Iran, jumlah penderita 388 orang (terbesar ketiga di luar China) dengan korban meninggal 34 orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menaikkan tingkat kewaspadaan Covid-19 ke level tertinggi. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, semua negara harus agresif bertindak agar penyebaran virus ini bisa diperlambat. Di seluruh dunia, jumlah yang meninggal akibat Covid-19 tercatat 2,924 orang per Sabtu sore (WIB), 29/2/2020. Jumlah penyandang virus ini mencapai 85,222 orang. Bagaimana dengan Indonesia? Para diplomat Barat, termasuk Amerika Serikat, menyatakan kekhawatiran mereka terhadap cara pemerintah Indonesia menangani ancaman Covid-19. Sejauh ini, pemerintah mengatakan tidak ada penderita virus baru itu. Memang ada pengamatan dan tes laboratorium yang dilakukan atas 136 terduga Corona, namun semuanya dinyatakan negatif. Informasi ini terbaca di lembaran laporan grafis yang kelihatannya dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) berdasarkan kesimpulan Laboratorium Rujukan Nasional Penyakit Infeksi per 27 Februari 2020. Lembaran “confidential” (rahasia) ini menyebutkan kasus dalam pengawasan tersebar di 44 rumahsakit di 22 provinsi. Ke-136 terduga itu semuanya negatif Corona. Sedikit mengherankan mengapa dokumen yang berlabel rahasia ini bisa beredar di media sosial. Bisakah dipercaya Indonesia tanpa virus Corona? Inilah yang menjadi perdebatan dan perbincangan hangat. Banyak yang tak percaya. Tapi ada juga yang percaya, khusunya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan jajarannya. Hanya saja, gurubesar epidemiologi di Universitas Harvard, AS, Prof Marc Lipsitch mengatakan secara statistik, Indonesia tak mungkin bebas dari virus Corona. Nah, apakah ada yang disembunyikan oleh para penguasa? Kalau jawabannya iya, tentu akan sangat riskan bagi Presiden Jokowi. Posisi politik presiden yang sering diguyonkan para netizen itu bisa terancam jika ada yang ditutup-tutupi terkait penyebaran Covid-19 di Indonesia. Tapi, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan di Yogyakarta, Sabtu (29/2/2020) bahwa tidak benar tuduhan pemerintah menutup-nutupi fakta Corona di Indonesia. Mahfud menekankan Indonesia masih bebas Corona. Seharusnyalah rakyat percaya kepada pemerintah. Tetapi, ketika orang di sekeliling kita kalang kabut akibat ketularan Corona, bisakah dipercaya Indonesia masih steril? Penulis adalah Wartawan Senior

Mendagri Tito Baperan Soal Nganggur, Keras & Galak di Medsos

By Luqman Ibrahim Soemay Jakarta FNN – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prof. Dr. M. Tito Karnavian mengatakan, pengangguran di Indonesia sekarang mencapai tujuh juta orang. Pengangguran ini menjadi poin utama kenapa investasi harus digenjot. Tujuannya, agar tercipta lapangan kerja (detik.com Kamis 20 Februari 2020). “Kita melihat hoax terjadi. Salah satu faktor hoax karena nganggur. Ngga ada pekerjaan lain. Seseorang yang menganggur, ada kecenderungan untuk berulah di media sosial (medsos). Misalnya, mencari sensasi atau demi eksistensi,” ujar Tito pada Rakornas Investasi di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta. “Saya punya saudara yang termasuk agak keras di sana. Padahal saya tahu dia ngga radikal. Dalam pemahaman idelogi dia ngga radikal. Tapi kok terlihat radikal sekali kalau di medsos. Setelah saya pelajari, nganggur ternyata. Biar ada sensasi, eksistensi segala macam”. Penyataan Mendagri Tito mengenai pengangguran yang mencapai tujuh juta orang adalah gambaran keresahan seorang pejabat negara. Keresahan yang layak dan patut untuk diapresiasi. Keresahan yang sangat mulia, sangat terhormat dan sangat bermartabat. Tentu saja, keresahan dari seorang pejabat yang ingin mencari jalan keluar untuk mengatasi pengangguran yang terbilang tinggi. Namun persoalannya menjadi lain, kalau Pak Mendagri Tito berpendapat bahwa radikal, galak atau kritis kepada pemerintah di medsos karena nganggur. Tidak punya pekerjaan. Sebab tampak kalau Pak Tito tidak dewasa, bahkan cenderung kekanak-kanakan. Pak Tito seperti tidak siap menghadapi perbedaan pendapat dari masyarakat sipil. Masyarakat sipil yang kritis terhadap tata kelola bangsa dan negara, yang nyata-nyata memang terlihat amburadul. Kata Dr. Syahganda Nainggolan ada di virus di mana misalnya, virus Harun Masiku, virus Jiwasraya, virus Asabri, virus Bumiputra dan terakhir dugaan virus corona. Kalau masyarakat sipil kritis kepada pemerintah, baik di medsos, maupun ruang diskusi dan seminar, itu karena mereka punya keresahan. Mereka juga punya kepedulian dengan nasib bangsanya. Keinginan untuk mencintai bangsa dan negara ini bukan hanya monopoli Pak Mendagri dan pemerintah. Walaupun sebagai Mendagri, Pak Tito bebas berbicara, namun sebaiknya lebih arif dan bijak. Kebiasaan dan hobby Pak Tito yang untuk membuat pernyataan di luar tupoksi ketika masih menjabat Kapolri, sebaiknya tidak lagi dilanjutkan saat menjabat menteri. Pak Tito sekarang sudah menjadi Mendagri lho. Jangan merasa masih menjadi Kapolri. Sehingga pilihan diksinya harus lebih sejuk dan bijak. Pak Tito sekarang adalah pimpinannya para pamong. Pernyataan Pak Tito sebaiknya bersifat mengajak dan mengayomi, layaknya seorang pamong. Bukan sebaliknya, membenturkan dan menciptakan perbedaan baru di masyarakat. Itu kurang bijak sebagai seorang Pamong. Perbedaan dalam diskursus politik itu hal biasa dan wajar di negara demokrasi. Pemerintah harus punya lawan tanding tanggung dari masyarakat sipil yang kritis dan tangguh. Tujuannya, agar pemerintah lebih hati-hati dalam menjalankan roda pemerintahan. Tidak asal-asalan dan amatiran dalam bekerja. Prinsip-prinsip Good Corporate Govermance harus benar-benar terlaksana dengan baik. Gubernur & Bupati 414 Tersangka Pada semua negara di dunia yang menganut sistem demokrasi, perbedaan pendapat dengan pemerintah sekeras apapun tetap saja dimaknai sebagai kekayaan bangsa yang paling berharga. Sebab bukan hanya Pak Tito dan pemerintah yang paling peduli dengan persoalan bangsa dan negara ini. Kita semua juga peduli dengan bangsa ini kok Pak Tito. Sekadar mengingatkan Pak Tito saja, bahwa sejak reformasi 1998 sampai akhir Desembes 2019, tercatat 414 orang Kepala Daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Kejaksaan dan Polri. Dari Jumlah tersebut 22 adalah para Gubernur. Sisanya 392 lagi adalah para Bupati dan Walikota. Mereka tidak nganggur. Jumlah mereka yang terjerat korupsi itu tidak sedikit. Hampir mencapai 75% dari total 548 Kepala Daerah seluruh Indonesia, terdiri dari 34 Gubernur dan 514 Bupati dan Walikota. Mereka semua berakhir tragis. Mereka menjadi penghuni Hotel Prodeo di Sukamiskin Bandung. Hampir dipastikan mereka bukanlah orang-orang sembarangan . Mereka juga itu tidak sedang nganggur lho Pak Tito. Mereka semua punya pekerjaan tetap kan? Punya jabatan paling terhormat di daerahnya masing-masing. Karena mereka menjabat sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota. Dari jumlah 414 orang itu, belum termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) dan para Kepala Dinas yang sering disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Lagi-lagi, dipastikan para Sekda dan para Kepala Dinas tersebut, tidak ada satu pun yang ganggur lho. Ya tentu mereka semua punya pekerjaan tetap sebagai Sekda dan Kepala Dinas di Provinsi, Kabupaten dan Kotamadya. Entah berapa angka korupsi yang melibatkan para Gubernur, Bupati dan Walikota, Sekda dan Kepala Dinas tersebut. Agak susah dihitung nilai korupsinya itu dengan kalkulator Pak Tito. Namun yang pasti mereka semua bukan orang-orang yang galak dan radikal di medsos. Bisa jadi mereka tidak yang suka berkomentar di medsos, baik itu yang mendukung atau yang mengkritik pemerintah. Korupsi Asuransi Ratusan Triliun Tidak cukup Pak Gubernur, Pak Bupati dan Pak Walikota yang terlibat korupsi. Publik negeri ini sedang dihebokan dengan skandal korupsi paling besar sepanjang sejarah negeri ini. Skandal korupsi di perusahaan asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri dan PT Bumiputra. Nilainya tidak kecil Pak Tito. Hampir mencapai ratusan triliun rupiah. Para pejabat negara maupun swasta yang terlibat skandal korupsi asuransi Jiwasrara, Asabri dan Bumiputra ini bukan orang-orang yang pengangguran juga Pak Tito. Mereka tentu saja tidak keras dan redikal di medsos. Mereka semua mempunyai jabatan dengan punya gaji. Mereka pelaku koruptor asuransi juga mendapatkan tunjangan jabatan dan pasilitas dari perusahaan yang terbilang pantastis. Ada yang punya pendapatan ratusan juta rupiah setiap bulan. Bahkan mungkin saja ada yang mencapai miliaran rupiah setiap bulan. Lagi-lagi mereka para koruptor itu tidak galak dan radikal di media sosial Pak Tito. Apalagi sebagai Direksi, Komisaris dan Manejer BUMN Asuransi, dipastikan mereka paling sopan dan santun kepada pemerintah. Bisa jadi mereka sering memuji-muji pemerintah setinggi langit di medsos. Mungkin juga mereka sering memuji-muji pemerintah di restoran dan rumah kopi papan atas, tempat mereka sering nongkrong membicarakan perampokan atas asset-asset negara. Biasanya mereka suka ketemu atau kumpul di Longue hotel bintang empat atau bintang lima. Tragisnya, terbukti ada diantara mereka yang pernah berkantor di Istana Negara. Kantor dengan simbol paling terhormat, dan paling bergensi untuk ukuran sebuah negara. Harry Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya pernah menjabat Tenaga Ahli Deputi III, Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Ekonomi dan Startegis Kantor Staf Kepresidenan sejak 2018. Saran saya, sebagai pejabat negara sekelas menteri, sebaiknya Pak Tito lebih arif dan bijak dalam membuat pernyataan terkait dengan pengangguran, galak dan radikal ini. Jangan meresa masih menjadi Kapolri. Bahasa kerennya agar lebih “wise lah”. “Apalagi Pak Tito ini salah satu kandidat Calon Presiden atau Wakil Presiden 2024 paling potensial, “kata Menko Polhukam Mafudz MD. Hampir pasti, tidak ada anak negeri ini yang galak dan radikal di medsos tersebut, mau menjadi pengangguran. Mereka perlu menghidupi anak dan isteri mereka. Mereka juga perlu membiayai pendidikan anak-anak mereka. Mereka memerlukan duit untuk membeli buku, pakaian seragam, dan uang jajan dan transportasi harian anak-anak mereka ke sekolah. Kalau Pak Tito bisa membantu mereka, toh tidak perlulah juga Pak Tito mencemooh mereka sebagai yang nganggur. Biarkan perbedaan dan sikap kritis itu tetap dipelihara sebagai bentuk kepedulian mereka kepada bangsa dan negara. Yang lebih mengenaskan lagi, sejak reformasi 1998 sampai sekarang, sudah sembilan orang menteri yang duduk di kursi tersangka dan terdakwa. Pasti mereka juga bukanlah pengangguran. Tanpa perlu menyebut para menteri tersebut satu persatu (ada jejak digitalnya), mereka pejabat paling terhormat di negeri ini. Dua diantaranya menjabat sebagai Menteri Agama. Dua lagi menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga. Dua orang menjabat Menteri Sosial. Sisanya tiga orang lagi adalah Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri. Selain para menteri, mereka yang juga menjadi tersangka adalah para pejabat tinggi Negara. Bukan sembarang pejabat untuk ukuran Indonesia Pak Tito. Misalnya Ketua Dawan Perwakilan Rakyat (DPR), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ada lagi empat Ketua Umum Partai Politik yang punya perwakilan di DPR sudah menjadi terhukum. Dua orang Sekretaris Jendral Partai Politik juga juga sudah dihukum. Selain itu , 255 orang anggota DPR dan DPRD yang sudah dihukum karena terlibat korupsi. Mereka semua itu tidak nganggur lho Pak Tito. Ayo, pilih yang mana Pak Tito? Mereka yang tidak ngganggur, tidak galak, dan tidak radikal kepada penguasa, tetapi faktanya merugikan negara atau terlibat korupsi? Atau mereka yang nganggur, yang galak dan yang radikal, dengan tujuan untuk mengawasi pemerintahan, agar dikelola berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Govermant? Pengangguran Pelaku Sejarah Selamat untuk Pak Tito, yang sekarang menjabat sebagai Mendagri. Namun sekadar mengingatkan saja bahwa jabatan yang Pak Tito tempati sekarang adalah buah dari penjuangan panjang dan berdarah-darah sebagain besar teman-teman yang nganggur, namun galak, keras dan radikal kepada rezim Orde Baru. Mereka telah galak dan radikal sejak pertengahan tahun 1970-an, 1980-an dan 1990-an. Ketika mereka yang nganggur itu mulai galak, keras dan radikal kepada kekuasaan Soeharto di akhir tahun 1980-an dan awal 1990, Pak Tito mungkin masih letnan dua atau letnan satu polisi. Sebagai perwira muda, tentu saja Pak Tito lagi bangga-bangganya melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Namun mereka yang nganggur itu sudah berhadap-hadapan dengan tentara dan polisi Soeharto. Resikonya, di antara mereka ada yang masuk penjara. Namun ada juga yang meninggal dunia. Bahkan ada yang hilang sampai sekarang. Jasadnya pun entah dibuang kemana. Namun begitulah resiko perjuangan dari mereka yang ganggur, yang galak dan yang radikal di ruang-ruang publik. Perjuangan mereka yang nganggur, yang galak, yang keras dan yang radikal kepada kekuasaan Seoharto itu, tidak sia-sia. Hasilnya, Pak Tito bisa menjadi Kapolri, dengan jenderal bintang empat di pundak. Sekarang Pak Tito lebih terhormat lagi. Menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Selamat ya Pak Tito. Sebagai penutup, saya mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat At-Thalaq, ayat 2-3, yang artinya “barang siapa yang bertaqwa kepada Allaah, niscaya Allaah akan mengadakan baginya jalan keluar. Allaah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa yang bertwakal kepada Allaah, niscaya Allaah akan mencukupkan segala keperluannya”. Pada surat yang lain, Allaah SWT juga berfirman “tidak ada makhluk yang melata di muka bumi ini, melaikan Allaah telah mengatur rezikinya”. (Surat Huud ayat 6). Semoga Pak Tito tidak lagi alergi dan baperan terhadap kritik, baik yang galak, yang keras maupun yang radikal kepada pemerintah. Alergi dan baperan terhadap kritik itu hanya mengingatkan kita kembali pada cara-cara Orde Baru yang sudah kuno, usang dan primitif untuk membungkam para aktivis yang keras, yang galak dan yang radikal. Apalagi sebagai seorang Guru Besar yang bergelar profesor dan pehade. Penulis adalah Wartawan Yunior

Polemik Tumpang Pitu: Gubernur Dihimpit Dilema!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN.co.id - Akhirnya, warga terdampak sekitar tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi, ditemui oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Jum’at (28/2/2020). Meski belum ada pernyataan sikap, namun pertemuan ini suatu kemajuan besar dan berarti. Karena sebelumnya, berbagai upaya warga untuk bisa bertemu Gubernur Khofifah nyaris tidak berhasil saat mereka melakukan aksi di depan Kantor Gubernur di Jalan Pahlawan Surabaya. Karena berbagai rintangan sempat menghadang warga. “Kemarin saya di kantor Pahlawan mereka tidak aksi,” ujar Gubernur Khofifah ketika saya hubungi. Belakangan diketahui, warga tidak melakukan aksi karena pada Rabu (26/2/2020) ada warga lain dari Banyuwangi juga yang siap menghadang. Menurut Advokat Subagyo, SH, pendamping warga terdampak, ketika itu tidak aksi, karena ada informasi bahwa massa bayaran didatangkan dari Banyuwangi sebanyak 3 bus. “Saya termasuk yang ikut menyarankan agar warga tolak tambang menjauh dulu dari kantor Gubernur untuk menghindari bentrokan. Info dari Banyuwangi massa kontra tolak tambang dibayar per orang Rp 150 ribu per hari,” ungkapnya. Apa yang saya tulis itu, nyaris terjadi. Gejala konflik horizontal di wilayah sekitar tambang emas Tumpang Pitu di kawasan Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, mulai ada kelompok Forum Pembela Adat dan Budaya Banyuwangi (Balawangi) yang siap-siap pasang badan mensterilkan Dusun Pancer dari pihak luar. Sayangnya pihak luar yang dimaksud itu siapa tak disebutkan. “Kami sangat prihatin, dan merasa terpanggil atas kondisi yang terjadi di Pancer,” kata Ketua Balawangi, Sholehudin, Minggu malam (16/2/2020). Ini disampaikan saat acara diskusi di café Jakarta, Desa Jajag, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi. Diduga, massa kontra tolak tambang itulah yang berusaha menghadang warga terdampak itu. Esoknya, Kamis (27/2/2020), warga terdampak ini mendapat intimidasi ketika mereka berada di LBH Surabaya. Memang tidak jelas siapa yang intimidasi ini. Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (TEKAD GARUDA) merilis sekitar pukul 11:00 WIB menyebut, beberapa orang tak dikenal berpakaian safari hitam yang mengaku-aku sebagai anggota Ormas Pemuda Pancasila (PP) dan ormas gabungan lainnya telah mendatangi kantor LBH Surabaya. Warga terdampak tambang emas yang berasal dari kaki Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan, Banyuwangi, bersama simpatisan pendukungnya yang sedang berkumpul di Kantor LBH Surabaya dikagetkan oleh bentakan dan suara ribut-ribut dari lobi LBH Surabaya. Tak hanya membentak, gerombolan ini juga mengaku-aku berasal dari Banyuwangi. Selain, mencari Direktur LBH Surabaya mereka juga bermaksud memastikan apakah di Kantor LBH Surabaya ada massa aksi yang berkumpul ataukah tidak. Tak hanya itu, mereka juga melarang warga dan massa penolak tambang untuk melakukan aksi di Depan Kantor Gubernur Jatim. Salah seorang dari kelompok tidak dikenal ini juga menyuruh warga melakukan aksi di Banyuwangi, bukan di Kantor Gubernur Jatim. Mereka ini juga mengancam akan menghadang warga dan massa tolak tambang jika berkeras melanjutkan aksi ke Kantor Gubernur Jatim. Sebelum pergi meninggalkan kantor LBH, salah seorang dari mereka menggebrak meja dan kembali mengulang ancamannya: akan menghadang warga jika tetap berangkat ke Kantor Gubernur Jatim. Di luar Kantor LBH Surabaya, kepada salah seorang massa penolak tambang, salah seorang anggota gerombolan ini menanyakan isu apa yang sebenarnya akan diperjuangkan oleh warga serta pendukungnya. Hingga rilis ini diterima, belasan hingga dua puluhan orang-orang tidak dikenal tersebut tetap bergerombol di depan gerbang Kantor LBH Surabaya. Sementara, Ketua Lembaga Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (LPPH) Pemuda Pancasila Kota Surabaya, Rohmad Amrullah, dalam klarifikasinya menyatakan, Ormas PP, di seluruh tingkatan, di wilayah Jatim, tidak ada perintah melakukan pendudukan terhadap kantor LBH Surabaya, berkaitan dengan kasus tambang emas di wilayah Banyuwangi. Dalam klarifikasi bernomor 028/LPPH-PP/II/2020 itu, Rohmad menjelaskan, “Apabila ada pihak yang menyebut diri sebagai perwakilan dari Pemuda Pancasila, maka kami mohon hal tersebut tidak dianggap sebagai perwakilan organisasi, karena memang sejatinya tidak ada keputusan ataupun perintah organisasi untuk melakukan tindakan tersebut.” Hingga file klarifikasi berformat pdf tersebut diterima oleh staf LBH Surabaya, belum juga terungkap siapa sesungguhnya gerombolan yang telah menggeruduk Kantor LBH serta mengintimidasi warga penolak blok tambang emas Salakan-Tumpang Pitu itu. Langkah strategis Gubernur Khofifah untuk segera menemui warga terdampak tambang emas Tumpang Pitu sehari setelah intimidasi tersebut, sangatlah tepat. Sehingga tak sampai timbul kesan bahwa mereka ini massa yang “wewakili” Pemprov Jatim. Sebelumnya, Selasa (25/2/2020), terkait desakan warga Tumpang Pitu yang menuntut mencabut ijin pertambangan emas PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI), Gubernur Khofifah menyatakan agar warga menunjukkan pasal yang dilanggar. “Kalau mau dikaji ulang silahkan. Kan undang-undang itu bupati bisa mencabut, gubernur bisa mencabut jika mereka bisa menunjukkan buktinya dari undang-undang. Di item mana dari undang-undang itu yang dilanggar,” ungkap Khofifah kepada wartawan. Sebaliknya, jika tak ada pelanggaran, maka kewenangan bisa dicabut oleh instansi yang lebih tinggi. “Kalau tidak ada pelanggaran seperti yang di undang-undang itu, maka kewenangan itu bisa dicabut oleh instansi yang lebih tinggi di atasnya provinsi,” lanjut Khofifah. Menurut Gubernur Khofifah, pihaknya bersedia mengajak warga untuk berdiskusi dengan menunjukkan pasal dan ayat yang dilanggar dari pertambangan di gunung Tumpang Pitu. “Tidak apa-apa, kita bisa mendiskusikan dari pasal yang menjadikan kewenangan bupati, gubernur. Kan ada pelanggaran 1, 2 , 3 dan 4. Antara lain keputusan pengadilan, tidak bayar pajak, mengalihkan kepemilikan,” jelasnya. Menurut Rere Christanto dari Walhi Jatim, isi pertemuan cukup normatif bahwa gubernur mendengarkan paparan dampak pertambangan kepada warga serta regulasi-regulasi yang diduga dilanggar dalam pertambangan. “Gubernur berjanji akan me-review laporan warga dan pendamping. Dan, jika ditemukan pelanggaran akan diambil tindakan,” ungkap Rere. Persoalan yang dihadapi Gubernur Khofifah tentunya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Pasalnya, di belakang perusahaan yang mengelola tambang emas Tumpang Pitu itu ada dua partai besar dan medium “bermain” di sana. Itulah dilema yang kini dihadapi oleh Gubernur Jatim. Khofifah harus memilih diantara dua opsi: ikuti permainan mereka atau ikut bersama warga! *** Penulis wartawan senior.

Virus Corona. Indonesia di Ambang Bencana?

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Secara teori dan teknis banyak yang meyakini, harusnya Indonesia sudah terjangkit virus Corona. Karena itu lah klaim pemerintah Indonesia, sampai saat ini tidak ditemukan satu pun kasus virus made in China, banyak dipertanyakan dan diragukan. Bukan hanya oleh rakyat Indonesia sendiri, tapi juga para pemimpin negara-negara asing. Di medsos beredar meme ”Jangankan virus Corona. Harun Masiku saja tidak ditemukan!” Dalam wawancara dengan radio 3AW Jumat ( 28/2) Perdana Menteri (PM) Australia Scot Morrison meragukan klaim tersebut. Dia menduga hal itu terjadi karena kemampuan pengujian Indonesia yang rendah. "Ini (Indonesia) adalah negara yang sangat besar dengan banyak pulau dan akan sangat sulit untuk dapat memberikan jaminan absolut tentang angka-angka itu," ujar Morrison. Sehari sebelumnya The Sydney Morning Herald (27/2) memberitakan bocoran yang berasal dari kalangan diplomat AS. Bersama dengan sejumlah Perwakilan negara-negara Eropa lainnya mereka menyampaikan kekhawatiran tersebut kepada Menkes Terawan Agus Putranto. "Kami meyakini bahwa penting bagi pemerintah Anda untuk secara aktif melakukan deteksi kasus," demikian isi salah satu pesan dalam pertemuan tertutup itu. Kekhawatiran atas kemampuan Indonesia melakukan tes dan keseriusan dalam menangani bencana virus Corona meningkat menyusul adanya sejumlah temuan. Seorang turis Jepang diketahui positif Corona. Dia bersama keluarganya berlibur di Bali selama 4 hari. Kasus tersebut semula dibantah oleh Dinas Kesehatan Bali. Belakangan Departemen kesehatan mengakuinya dengan tambahan info “turis tersebut tidak kemana-mana. Dia hanya tinggal di hotel saja.” Otoritas Selandia baru Hari Jumat (28/2) mengumumkan seorang warganya positif Corona. Dia baru saja kembali dari Iran dan sempat transit di Bali. Wajar bila warga Australia sangat khawatir. Selain betetangga, banyak turis mereka yang berwisata ke Bali. Sepanjang tahun 2019 tercatat 1.3 juta orang. Setiap pekannya ada 25 ribu penumpang dalam penerbangan Australia-Bali. Saat ini di seluruh dunia tercatat ada 80,363 orang yang terpapar, 2,706 diantaranya meninggal dunia. Terbanyak di Cina. 77,660 terpapar, dan 2,663 orang meninggal dunia. Total 44, termasuk negara tetangga dekat Indonesia seperti Singapura, Malaysia, dan Australia. Indonesia masih anteng-anteng saja. Hanya berpikir dampak ekonomi Kekhawatiran atas cara-cara penanganan virus Corona sesungguhnya sudah cukup lama muncul. Berbagai statemen dari para pejabat tinggi, termasuk Presiden Jokowi membuat publik skeptis. Menkes Terawan menyatakan, Indonesia bebas dari virus Corona berkat do’a-doa yang banyak dipanjatkan. Pernyataan itu sangat konyol dan menganggap enteng persoalan. Menko Maritim Luhut Panjaitan malah berharap TKA Cina segera kembali ke Indonesia setelah menjalani karantina. Sikap ini sangat abai dengan keselamatan bangsa dan hanya fokus pada pendapatan negara. Bahwa negara lebih khawatir atas dampak ekonomi ketimbang menyelamatkan nyawa rakyatnya, juga terlihat dari kebijakan Presiden Jokowi. Presiden sangat naif dan menganggap Indonesia kebal terhadap virus. Justru Indonesia bisa memgambil untung dari musibah dunia ini. Dalam rapat kabinet terbatas lanjutan atas dampak virus Corona terhadap perekonomian Indonesia Selasa (25/2) Jokowi memberi pengarahan. Kepada anggota kabinet agar memanfaatkan kegiatan konferensi di dalam negeri, serta menyasar ceruk pasar wisatawan manca negara yang mencari alternatif destinasi wisata karena batal berkunjung ke China, Jepang dan Korea Selatan. Kebijakan ini lah tampaknya yang menjelaskan mengapa kemudian pemerintah memutuskan memberi diskon tiket penerbangan ke beberapa destinasi wisata di dalam negeri. Pemerintah juga menyediakan anggaran sebesar Rp 72 miliar untuk influencer agar ikut membantu menarik wisatawan ke Indonesia. Coba bayangkan. Bagaimana logika berpikirnya? Ketika negara-negara lain melakukan langkah preventif dan membatalkan berbagai acara penting, pemerintah Indonesia malah mencoba menarik sebanyak mungkin wisatawan, termasuk berharap tenaga kerja China segera kembali. Gelaran Singapura Airshow batal. Singapura Airlines dan anak perusahaannya membatalkan 30 penerbangan ke Indonesia. Jeneva Motor Show di Swiss yang semula akan digelar 5-15 Maret dibatalkan. KTT AS-Asean juga ditunda. KTT yang akan dihadiri oleh Presiden Jokowi itu semula akan digelar pada tanggal 14 Maret di Las Vegas AS. Namun karena 60 orang warga AS terpapar virus itu Presiden Trump memutuskan menunda. Padahal Jokowi sudah berencana hadir dan sudah menyiapkan pesawat kepresidenan yang baru. Pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk menghentikan umroh dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. Sementara India juga mulai mewaspadai Indonesia. Mereka memindai semua penumpang yang berasal dari Indonesia dan sembilan negara lainnya yang sudah positif terpapar Corona. Kebijakan beberapa negara tersebut menunjukkan betapa mereka sangat serius dan waspada menghadapi kemungkinan dampak virus Corona. Sebaliknya Indonesia malah membuka diri lebar-lebar pintunya, hanya dengan pertimbangan masalah ekonomi. Dengan kebijakan dan langkah-langkah yang diambil pemerintah, tidak perlu heran bila dunia mempertanyakan Indonesia. Laman media Inggris Daily Mail edisi Ahad (2/3) menulis, Indonesia memiliki populasi lebih dari 267 juta orang, tetapi pada Sabtu pagi Indonesia dilaporkan hanya menguji 136 orang untuk COVID-19. Semuanya dengan hasil negatif. Mereka membandingkan dengan negara bagian New South Wales, Australia yang memiliki penduduk hanya 8 juta jiwa. Mereka telah menguji lebih dari 2.200 orang, dan menemukan empat kasus. Negara tetangga, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Australia memiliki populasi lebih kecil daripada Indonesia tetapi telah melakukan tes setidaknya sepuluh kali lebih banyak. Semuanya telah melaporkan sejumlah kasus. Percaya diri dan optimis sangat penting. Tapi jangan sampai tidak waspada, teledor, apalagi ceroboh dan mengecil-ngecilkan persoalan. Bukankah pepatah lama mengajarkan “Lebih baik sedia payung sebelum hujan.” Bersiap dan waspada, jangan sampai terkaget-kaget ketika bencana tiba. Jumlah penduduk Indonesia sangat besar. Keempat terbesar di dunia. Bila sampai virus Corona merebak dan tak tertangani secara baik, bisa menjadi bencana besar. Bukan hanya bagi Indonesia. Tapi juga dunia. End. Penulis wartawan senior.

Telefon dari Cucu Tentang Virus Corona dan Influenza 72-M

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Tiba-tiba cucu saya yang berusia 5 tahun menelefon. Anak TK ini, rupanya, rajin mengikuti berita tentang virus Corona. Dia tahu keresahan seluruh dunia gara-gara virus ganas yang belum ada obatnya itu. Si cucu langsung bilang, “Kakek tau enggak, virus Corona sudah menjangkiti 60 negara. Tapi, Alhamdulillah, Indonesia tidak kena ya, Kek.” “Iya, bersyukur sekali kita,” jawab saya. Tapi, si cucu lanjut bertanya, “Kek, seluruh dunia takut sama Corona. Indonesia kok tenang-tenang aja?” “Iya. Karena di Asia Tenggara yang kena Corona itu ‘kan Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, dll.” “Oh, gitu ya Kek. Terus, negara-negara yang Kakek sebut itu letaknya di mana, Kek?” “Yah, di Bumi.” “Bumi itu apa ya, Kek?” Waduh, ternyata cucu yang masih anak TK ini banyak sekali ingin tahunya. Tapi, harus terus saya layani. Supaya literasinya bertambah. Siapa tahu, kalau dia kelak menjadi presiden, dia tak perlu mencari gorong-gorong sebagai sumber inspirasi untuk menipu rakyat. “Kakek, kok enggak dijawab? Bumi itu apaaa?” “Bumi itu planet.” “Oh, jadi Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, dll itu berada di Bumi ya Kek?” “Iya, benar.” “Berarti Indonesia berada di planet lain ya Kek? Bukan di Bumi? Sehingga tidak kena virus Corona. Gitu ‘kan Kek?” “Bukan begitu. Indonesia juga berada di Bumi. Bahkan bertetangga dengan negara-negara yang Kakek sebutkan tadi.” “Lho, plesiden yang lain-lain itu sibuk urus Corona. Kok plesiden kita santai aja, Kek? ‘Kan sama-sama tinggal di Bumi…” “Husss, kamu ini ‘nyindir Pak Jokowi ya?” “Emangnya Om Jokowi itu ‘ngapain aja, Kek? Kok enggak sibuk Corona?” “Pak Jokowi itu banyak kerjanya. Jadwalnya padat. Banyak proyek infrastruktur. Mau pindahkan ibukota. Mikirkan utang juga. Terus, anak-menantu beliau ingin menjadi walikota. Pokoknya, Pak Jokowi itu enggak ada waktu untuk ngurusin Corona.” “Gini aja Kek. Om Jokowi ‘kan bisa suruh wakilnya, Mbah Ma’ruf Amin, ngurusin Corona... Seperti di Amerika itu lho, Kek. Plesiden Tlump nyuruh wakilnya, Om Mike Pence, sebagai ketua satgas Corona.” Wah, repot juga saya melayani cucu anak TK ini. Dia sangka wapres di Indonesia sama dengan wapres di Amerika. Saya katakan ke cucu, “Mbah Ma’ruf itu banyak juga tugasnya. Dia ngurusi Pancasila, Islam Nusantara, radikalisme di tingkat TK, dan lain sebagainya.” “Hemm, repot ya Kek. Kalau gitu, Om Jokowi bisa suruh Oppung Luhut aja yang urus Corona. Oppung ‘kan suka banget China. Apa-apa China. Investasi dari China. Pinjam duit dari China. “Cocok itu Kek. Oppung Luhut aja yang urus Corona. ‘Kan Corona datang dari China juga.” Terpaksa saya potong percakapan dengan cucu. “Yah udah sana. Kamu bilang langsung ke jurubicara milenial di Istana. Banyak kok yang diangkat Pak Jokowi. Biar ada kerjaan mereka. Percuma digaji 50 juta sebulan.” “Jangan marah-marah dong, Kakek. Ntar kena ‘influenza 72-M’.” Hehe. Mungkin maksud si cucu, ‘influencer 72-M’. Bukan ‘inlfuenza 72-M’.”[] 1 Maret 2020 Penulis wartawan senior.

Guru Tersangka Susur Sungai Bukan Begal Motor!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Tiga anggota Provost dan seorang anggota Polres Sleman berpakaian preman tampak sedang “mengawal” tiga guru yang menjadi tersangka “Susur Sungai”. Ketiga guru ini berpakainan orange tanpa alas kaki dengan kepala plontos, digunduli! Mereka seolah sudah berbuat kriminal seperti begal. Padahal, mereka itu pendidik, bukanlah begal motor! Tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu oleh anggota Polres Sleman. Mereka menjadi tersangka hanya karena “kelalaian”, bukan sengaja. Perlakuan aparat Polres Sleman, Jogjakarta, terhadap tiga tersangka kasus “Susur Sungai” yang menggunduli para guru ini membuat PB PGRI bereaksi keras. Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara membuat tulisan, “Guru Bukan Begal Motor!” Menurutnya, kelalain dan keteledoran bukan kriminal. Apabila benar guru yang lalai dalam kasus viral Susur Sungai yang menyebabkan korban para siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Jogja dibotakin, sungguh tuna adab! “Mengapa saya katakan tuna adab? Memang benar-benar tuna adab!” tegasnya. Si pelaku pembotakan terhadap guru atau yang memberi perintah pasti sosok “setengah manusia”. “Mengapa saya katakan demikian?” katanya. “Entah terbuat dari apa tangan, isi otak dan isi hati seorang pemberi perintah atau pelaku pembotakan terhadap guru-guru yang lalai dan khilaf dalam kasus susur sungai,” lanjut Dudung. Seorang pendidik dan penulis buku, Ade Chairil Anwar mengatakan, “Sebagai manusia, tentu khilaf dan lupa mereka perlu kita maafkan, kita akui ada korban jiwa dalam peristiwa itu, tapi memperlakukan mereka tak ubahnya seperti maling, sungguh tak manusiawi”. Komentar Nzank Kartiwa, seorang guru muda berprestasi dan pernah belajar di Australia utusan dari Disdik Provinsi Jabar mengatakan, “Guru tersebut silakan untuk diadili sesuai pelanggarannya tapi akan terlihat berbudaya dan beretika tatkala guru itu tidak digunduli seperti itu”. Cecep Taufiq Mubarak Yusuf seorang guru milenial menyatakan, sebelum ada vonis bersalah dari pengadilan siapa pun, termasuk penyidik tidak bisa menentukan seseorang bersalah atau tidak. Bersalah dan tidak bersalah adalah otoritas hakim di pengadilan. Baginya pembotakan para guru itu sungguh melanggar etika. Sejumlah komentar yang sangat menyayangkan dugaan tindakan “pembotakan” terhadap guru mulai viral. Oknum jenis apa yang tega membotakin para guru? “Adakah oknum penegak hukum yang tak punya etika memperlakukan seorang guru yang khilaf dan lalai sama persis dengan perilaku kriminal sekelas begal?” tanya Dudung. “Mari seluruh guru Indonesia memberikan dukungan moral pada guru yang diperlakukan bagai begal, pencuri motor dan pemerkosa. Di mana pun dan kapan pun warga negara bahkan guru yang lalai dan melakukan kebodohan tidak harus diperlakukan tak terhormat,” tegasnya. Mereka manusia yang lalai dan tak berniat jahat! Menurutnya, bangsa biadab adalah bangsa yang memuliakan koruptor namun membotaki guru yang lalai karena sebuah kegiatan yang niatnya baik. “Kegiatan pramuka itu kegiatan yang baik, bedakan dengan kelalaian dan keteledoran,” kata Dudung. Juga, bedakan antara begal motor dengan guru yang lalai. Bila benar ada guru yang dibotakin, tanpa alas kaki dengan baju pesakitan layaknya begal sungguh ngeri dan sadis! Begitu ungkap Dudung. Ngeri melihat, sejumlah orang menyaksikan saat petugas menggiring tiga orang yang dibotakin, kaki telanjang dan baju pesakitan. “Benarkah dalam video viral itu ketiganya ada gurunya?” tanya Dudung lagi. Menurut Dudung, sesadis-sadisnya bangsa kafir Quraisy dan peradaban kuno tak ditemukan bukti memperlakukan guru sedemikian tidak adab. “Sungguh Ibu Pertiwi akan menangis dan kebathinan guru akan terkoyak, memberontak bila guru yang khilaf dan lalai disamakan dengan begal motor! Hukum dan pengadilan itu harus ditegakan dengan baik,” ungkap Dudung. Namun di atas hukum dan pengadilan mesti hadir etika, keadilan dan pemandangan elok bagi publik. Apakah tiga orang pendidik dan pembimbing pramuka yang dibotakin, kaki telanjang, baju pesakitan bagi mata publik pantas dan layak? Polres Sleman memublikasikan tiga tersangka yang dinilai lalai saat kejadian tewasnya 10 pelajar SMPN 1 Turi, Sleman Jogjakarta pada kegiatan Pramuka: susur Sungai Sempor pada Jumat (21/2/2020). Tiga tersangka merupakan pembina Pramuka, yakni Isfan Yoppy Andrian (36), Riyanto (58), Danang Dewo Subroto (58). Yoppy merupakan guru Olahraga dan Riyanto adalah guru Seni Budaya di sekolah tersebut. Keduanya adalah pegawai negeri sipil (PNS). Sementara Danang merupakan pembina Pramuka dari luar sekolah. Ia adalah pekerja swasta yang memiliki sertifikat kursus mahir dasar (KMD). Di depan media di Polres Sleman, Selasa (25/2/2020) Yoppy mengakui karena kelalaiannya menyebabkan siswa-siswinya celaka hingga membuat 10 di antaranya meninggal dunia “Saya mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada instansi saya SMPN 1 Turi karena atas kelalaian kami terjadi hal seperti ini. Kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama kepada korban yang sudah meninggal,” tambahnya. Yoppy mengatakan sudah menjadi resiko dirinya untuk bertanggung jawab sebagai pembina Pramuka sekaligus guru. “Jadi memang sudah menjadi resiko kami sehingga apapun yang menjadi keputusannya nanti akan kita terima. Kemudian semoga keluarga korban bisa memanfaatkan kesalahan-kesalahan kami,” kata Yoppy. Dalam pengakuannya, Yoppy yang menjadi inisiator dalam kegiatan susur sungai itu berdalih bahwa kondisi sungai saat sebelum kejadian aman. Sehingga, ia yakin ratusan siswanya bisa mengikuti kegiatan itu dengan selamat. “Karena cuaca belum seperti pas kejadian. Jadi, pada saat itu jam 13.15 saya siapkan anak-anak, kemudian 13.30 saya berangkatkan itu cuaca masih belum hujan. Kemudian saya ikuti sampai ke sungai di atasnya di jembatan itu airnya juga tidak deras,” katanya. Saat sampai di garis mula untuk susur sungai, kata dia, air juga tidak deras. Sesampainya di garis mula Yoppy meninggalkan siswa, ia pergi ke bank dengan alasan mentransfer uang. Yoppy yakin meninggalkan anak-anak karena terdapat teman yang mendampingi siswa dan terbiasa mengurus susur Sungai Sempor. “Sehingga saya juga yakin aja enggak akan terjadi apa-apa,” katanya. Yoppy tetap berkukuh agar susur sungai yang menurutnya bagian dari latihan pembentukan karakter tetap terlaksana. Susur sungai, menurutnya, penting untuk mengenalkan anak-anak pada sungai karena anak-anak saat ini dinilai banyak yang tidak lagi bermain di sungai. Sementara tersangka Riyanto berdalih ia tak ikut mendampingi 249 siswa terjun ke sungai karena menunggui barang-barang siswa di sekolah dan melakukan presensi terhadap anak-anak usai susur sungai. Riyanto yang merupakan Ketua Gugus Depan Pramuka di sekolah tersebut mengatakan tak mencegah ratusan siswa untuk melaksanakan susur sungai karena cuaca dinilainya masih memungkinkan. “Kalau nanti terjadi [sesuatu di lapangan] waktu itu berangkat dilepas dari sekolah itu yang saya amati mendungnya itu pengamatan saya itu tipis,” ujarnya. Ternyata apa yang diamati Riyanto itu dalam kenyataannya berbeda, sehingga terjadilah musibah tersebut. Pasca kejadian peristiwa susur sungai, Ketum PBPGRI Prof. Dr. Unifah Risyidi, langsung proaktif terjun ke lapangan didampingi ahli hukum LKBH PGRI Dr. KH. Wahyudi. Prof. Unifah melihat langsung dan memberikan bantuan hukum bagi para guru yang terlibat. Hak guru dalam perlindungan hukum harus dadapatkan sesuai UURI No 14 Tahun 2005 dan sebagai hak warga negara. Melihat saat ini ada “pembotakan” pada guru, dalam twitter-nya Prof. Unifah terlihat marah dan bahkan mengancam turun ke jalan. Bisa dibayangkan, jika Prof. Unifah memerintahkan para guru bersatu turun ke jalan demi membela kehoramatan guru, jelas itu bahaya! Upaya penegakan hukum kepada guru jangan disamakan dengan begal. Guru bukan begal! Kelalaian guru dalam kegiatan pramuka itu bukanlah perilaku begal. Kehormatan guru mesti ditegakkan dengan adil saat penegakan hukum ditegakkan. Melansir Tirto.id, Rabu (26 Februari 2020), Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto memberikan penjelasan atas protes dari PGRI terkait guru yang jadi tersangka kasus susur sungai di Turi, Sleman, digunduli. “Menyikapi protes yang disampaikan oleh akun PGRI tentang tahanan yang gundul. Propam Polda DIY dari tadi pagi sedang melakukan pemeriksaan di Polres Sleman untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh anggota,” kata Yuliyanto, Rabu (26/2/2020). “Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan,” tambah dia. *** Penulis wartawan senior.