OPINI
RANGKAIAN IBADAH MENGHADAPI WABAH VIRUS CORONA III
Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Dua tulisan sebelumnya telah disampaikan perihal menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta upaya meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh, dalam rangka mengadapi penyebaran wabah virus corona, dan menjaga kesehatan secara umum. Untuk maksud yang sama, bagian ini akan membahas rangkaian ibadah dalam rangka meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Sebelumnya perlu dketahui bahwa sesuai kaidah medical quran, kondisi sakit dan timbulnya kematian pada setiap mahluk hidup itu, bertumpu pada kondisi nafs (kullu nafsin dzaiqotulmaut). Dalam kitan itu pada QS. 9. Attaubah, ayat 36, yang selain menerangkan perhitungan 4 bulan haram, juga memuat larangan agar manusia tidak menthzolimi nafs (sebagai sel-sel genetik), dirimu sendiri, (falaa tathzlimuu fiihinna anfusakum). Kandungan ayat di atas relevan dinyatakan berhubungan dengan perihal menjaga kesehatan nafs. Dan dijamin dapat dibuktikan secara ilmiah, bahwa nafs yang dimaksud Alquran itu adalah sel genetik. Jadi upaya untuk meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh itu dalam kaidah medical quran berhubungan dan ditujukan agar kondisi nafs sebagai sel genetik, mampu berkembang, atau sekurang-kurangnya dapat mempertahankan diri. Oleh karena itu unsur-unsur pembentukan nafs sebagai sel genetik, sangat dibutuhkan. Ingat bahwa sel genetik itu berupa polimer berisi ratusan hingga ribuan nukleotida. Adapun tiap nukleotida itu mengandung gula pentosa deoksiribosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen. Maka otomatis unsur-unsur lain yang bertentangan dan berlebihan, utamanya unsur gula apalagi sintetis, lemak jenuh, koleterol dan polutan atau radikal bebas termasuk jamur dan virus, semacam corona, akan merusak sel genetik. Selanjutnya unsur-unsur yang dapat mengganggu dan merusak nafs itu, mutlak harus dihindari dan dijauhi. Adapun unsur-unsur yang berhubungan dengan kondisi dan perkembangan nafs itu, dalam kaidah medical quran diatur melebihi aturan dalam dunia medis. Misalnya dalam hal makanan dan minuman, dunia medis hanya mengatur tentang kuantitas dan kualitas gizi. Sedang dalam syariah Islam berlaku kaidah kehalalan, kethoyiban dan tidak berlebih-lebihan. Tiga kaidah itu menurut syariah bersifat equal, artinya kaidah tidak thoyib itu sama dengan tidak halal, dan sama dengan berlebih-lebihan. Atau sebaliknya berlebih-lebihan itu sama dengan haram, sama dengan tidak thoyib, demikian seterusnya. Selanjutnya dalam 3 kaidah itu, melekat aspek sifat dan jenis makanan dan minuman, sifat dan jenis pekerjaan, serta sifat dan tabiat pasangan hidup. Dalam hal ini melanggar seluruh kaidah itu, otomatis akan merusak nafs, sebagai sel genetik. Artinya, melanggar kaidah itu, akan merusak sel genetik yang otomatis akan menimbulkan sakit, dan berujung kematian. Di luar itu, Sunah mengajarkan etika dan cara makan dan minum. Misalnya tidak mengendus-endus dan meniup makanan dan minuman, menetapkan waktu tidur lebih awal dan bangun sepertiga malam, karena jantung di bagian kiri, maka posisi tidur yang ideal miring ke kanan, dll, dll. Di dalam Alquran kesehatan nafs itu ditentukan oleh kondisi lambung (junuub), tulang belakang (thzuhur) dan dahi (jibah) sebagaimana disampaikan pada QS. 9 .Attaubah, ayat 36. Lambung adalah bagian utama perut yang memiliki peran penting dalam proses awal perkembangan nafs.. Maka terlepas dari perdebatan tentang Chadits puasa sunah di bulan Rajab, ibadah puasa adalah salah satu cara yang baik, bahkan paling efektif untuk menjaga kondisi pertumbuhan nafs, yang istilah dalam medis dapat dinyatakan sebagai bagian menjaga imunitas tubuh. Proses peningkatan kekebalan tubuh itu terjadi karena saat puasa akan berlangsung pengurangan atau paceklik gizi di dalam tubuh. Kondisi menipisnya gizi itu, secara alamiah akan mendorong seluruh bagian tubuh bereaksi, dengan mengaktifkan seluruh sistem pertahanan diri, semaksimal mungkin. Kemudian dari gizi saat sahur dan buka puasa (pilih yang terbaik), tubuh akan memproduksi sistem imun baru, sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Bahkan menurut hasil studi terakhir, puasa 3 hari berturut-turut akan secara langsung dapat memperbarui sistem kekebalan tubuh. Karena itu, meskipun mengurangi makan, puasa dengan cara yang benar, akan membuat tubuh tidak mudah flu atau terkena wabah penyakit. Jadi salah satu cara yang paling efektif untuk terhindar wabah virus, termasuk COVID-19 adalah berpuasa. Alasan lainnya saat berpuasa suhu tubuh akan naik menjadi lebih panas, sehingga tidak disukai renik patogen yang belum adaptif di dalam tubuh seorang yabg sedang berpuasa Setidaknya kondisi itu menyebabkan virus tidak dapat berkembang biak. Selebihnya puasa akan memberikan manfaat kesehatan menurunkan gula darah dan meningkatkan produksi gula murni pentosa pada seluruh bagian tubuh. Dan secara keseluruhan puasa akan meningkatkan kesehatan perut (Arab: buthun, jamak dari batnun), yang secara fisik melekat kaidah perbaikan kesehatan tulang belakang bagian perut (pinggang). Adapun secara holistik dalam kaidah Quran, buthuun sebagai seluruh bagian perut, berakar kata ba-tho-nun, dikamuskan Alquran sama dengan kata bathin. Karena itu secara langsung puasa berhubungan dengan kesehatan bathin, yakni akan menimbulkan kesenangan, ketenangan dan kebahagiaan sehingga tubuh meningkat imunitasnya. Dengan alasan itu dalam menghadapi wabah COVID-19, maka disarankan kaum muslimin melakukan dan memperbanyak puasa. Setidaknya dapat mengikuti sunah puasa Senin-Kamis, dan ayyamul bidh, yaitu puasa tengah bulan hijriyah, jatuh tiap tanggal 13, 14 dan 15, dengan cara yang benar. Yakni, tetap makan sahur diakhir waktu dan mengawalkan berbuka, tidak minum es, menghindari makan mengandung pengawet, perasa dan pewarna buatan, mengurangi gula, menghindari gula sintetik, jika terpaksa ingin rasa manis gantilah dengan madu, serta perbanyak makan buah-buahan. Wajarlah makan dan minum, jangan sampai kekenyangan. Bagi yang mengalami ganguan lambung, awali dan akhiri makan dengan sejumput garam. Jangan minum langsung banyak. Cukup yang disarankan Nabi, 3 teguk dulu. Baru setelah setengah jam, minum dalam jumlah lebih banyak. Di atas segala ikhtiar itu, akhirnya kita berserah diri kepada Allah, karena sebaik-sebaiknya pertolongan adalah perlindungan Allah SWT. Marilah kita bertobat, memohon ampun dan terus-menerus berdoa bersama: Astaghfirullah al Adzim 3x Subhanallah al Adzim 3x Bismilahirohmaa nirohiim 3x Yaa Qowiyyu biquwwatika fanshurna x3 Artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Adzim Maha Suci Allah Yang Adzim Ya Allah Yang Maha Kuat, dengan segala kekuatanMu, tolonglah kami. Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan. Aamiin ya Robbal alamin. (Selesai) Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran, tinggal di Bogor, Indonesia.
Coronavirus, Pertumbuhan Ekonomi vs Penyelamatan Nyawa Rakyat
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta FNN - Menteri Infrastruktur Belanda, Cora Van Nieuwenhuizen, seperti diberitakan rtlnews.nl, langsung menyampaikan ke publik mengurung diri di rumah setelah mengetahui Menhub Budi Karya positif Coronavirus, kemarin, 14 Maret 2020. Rtlnews memberitakan antara lain. "Minister Cora van Nieuwenhuizen (Infrastructuur en Waterstaat) moet in ieder geval tot 24 maart thuis werken. Woensdag had ze een ontmoeting met een Indonesische collega die het virus blijkt te hebben. Eerder vandaag werd gezegd dat ze geen klachten heeft en zich goed voelt." Meski terlihat baik-baik saja. Namun dia akan di rumahnya mengurung diri sampai tanggal 24/3. Tanggal ini tepat dua minggu setelah dia ketemu Menhub Budi Karya di Jakarta, sebagai bagian kerjasama Kerajaan Belanda dengan Indonesia. Pilihan mengisolasi diri ini adalah untuk nenghindari kontak dengan semua manusia. Sebab, masa inkubasi dua minggu coronavirus tidak bisa disimpulkan dengan test secanggih apapun, seperti yang dipertontonkan presiden dan kabinet pemerintahan Jokowi merespon situasi yang sama. Di Indonesia, Menhub Budi Karya, yang dinyatakan positif terinfeksi kemarin. Seharusnya membuat semua Menteri, Dirjen, pejabat lainnya dan juga presiden kita mengambil tindakan yang menjadi standar internasional. Sebagaimana yang dilakukan oleh Menteri Infrastruktur Belanda tersebut. Jika siapa saja melakukan kontak dalam jarak di bawah dua meter, harus dianggap potensi tertular virus. Namun, kita melihat hal itu tidak terjadi di kita. Menteri-menteri dan Jokowi masih berinteraksi dengan berbagai manusia lain dalam aktifitasnya. Situasi penanganan pandemik covid-19 ini, terutama sejak WHO dan masyarakat dunia melakukan langkah-langkah ekstrim. Indonesia masih memperlihatkan ketidak jelasan kordinasi. Jakarta Post beberapa hari lalu sudah memvonis Jokowi amatiran. Sedangkan hari ini cnnindonesianews menuliskan berita bahwa Jokowi harus meminta maaf kepada bangsa ini. Faktanya, hari demi hari semua kepala daerah melakukan konprensi pers sendiri-sendiri. Kepala Daerah juga membuat gugus tugas sendiri-sendiri. Bergerak mengumpulkan stok masker sendiri-sendiri, dan sejenisnya. Semua dilakukan demi keselamatan masyarakat di daerahnya. Ketidakjelasan situasi sampai saat ini terlihat dengan keputusan terkahir Jokowi yang menyerahkan urusan "lack down" atau tidak, hanya melalui pertimbangan kepala daerah. Sedangkan, disisi lain, sebelumnya, kemarin Jokowi membentuk Gugus Tugas. Kerjanya memperkuat kordinasi dan sinergi nasional mengatasi penyebaran virus ini. Seharusnya kedua hal itu bernuansa kontradiktif. Dalam penjelasan di istana Bogor tadi (15/03), sebagaimana dikutip berbagai media, Jokowi meminta Pemda menjalin kerjasama intens dengan BNPB dan menggunakan anggaran yang efisien. Penjelasan ini tidak menunjukkan ketegasan apakah Doni Monardo, sebagai Kepala BNPB atau Kepala Gugus Tugas, dapat melakukan kordinasi lintas daerah atau hanya sinergi (kerjasama) saja. Sebab, jika misalnya satu daerah melakukan "lockdown", pertanyaan berikutnya adalah apakah BNPB dapat menutup Kota atau Daerah itu? Ataukah Gugus Tugas yang baru dibentuk itu yang melakukannya? Kondisi ini menunjukkan adanya kebingungan dari Jokowi dalam merespon situasi. Berbagai negara di dunia sudah melakukan lockdown, sebagian lockdown ataupun menyatakan darurat negara. Darurat negara adalah beda dengan darurat bencana. Darurat negara bersifat nasional. Sedang darurat bencana, bisa bersifat lokal. Nah, Jokowi lebih memilih urusan mengenai virus corona ini diselesiakan di tingkat lokal demi lokal saja. Dari penjelasan Jokowi tadi di Istana Bogor, dimana Jokowi menekankan tentang pentingnya menjaga pertumbuhan ekonomi. Ada kesan faktor perekonomian kita dipertaruhkan dengan nyawa manusia yang mulai ketakutan dengan coronavirus ini. Padahal, sesungguhnya, ketakutan rakyat kita atas coronavirus sudah dirilis oleh survei YouGov pertengahan Maret lalu, rakyat kita yang paling cemas dibanding negara-negara lain di asia. Kita dihadapkan pada pilihan sulit. Mau menyelamatkan ekonomi atau mau menyalamatkan manusia, terkait pandemik coronavirus ini. Memang kita tidak menafikkan pentingnya ekonomi terus tumbuh dan berkembang. Namun, manusia juga butuh keselamatan hidup. Fakta selama ini, kita bisa lihat pada kepala-kepala daerah yang panik sendiri-sendiri mengatasi situasi pandemik coronavirus. Rakyat juga ikut panik karena kepastian informasi sulit untuk dipercaya. Coba bayangkan dua hal ini. Pertama, mantan karyawan telkom yang wafat di Cianjur, 3/3/2020. Awalnya dinyatakan negatif covid-19. Hari ini, setelah 12 hari meninggal, dinyatakan positif coronavirus. Butuh waktu untuk menganulir hasil test awal. Artinya lama dan test tidak begitu canggih. Akibatnya, apa? Istri dan anak karyawan itu dinyatakan positif coronavirus. Lalu bagaimama dengan orang-orang yang berhubungan dengan almarhum? Padahal dia sudah berobat ke mana-mana sebelum ke Rumah Sakit yang di Cianjur. Kedua, bagaimana mungkin seorang menteri (Menhub) terkena infeksi coronavirus? Bukankah seharusnya elit-elit negara lebih siap menangkal dirinya terhindar dari virus itu? Tentu saja setinggi pangkat apapun bisa tertular virus corona ini. Bagaimana membayangkan seorang Menteri Perhubungan yang berkali-kali ke istana negara. Tentunya telah disensor thermal scanner. Ko bisa membawa virus itu ke istana? Bahkan, bagaimana dia membawa virus itu ke acara Indonesia dan Kerajaan Belanda. Melihat kasus Menhub Budi Karya dan kasus eks karyawan telkom di Cianjur itu, kita perlu refleksi bahwa fokus kita pada penanganan wabah coronavirus ini belum optimal. Jika pemaksimalan ikhtiar baru dilakukan dengan fokus, maka pilihan penyelamatan ekonomi vs. penyelamatan nyawa manusia harus dilihat bersifat "trade-off". Kita tidak bisa memilih keduanya. Mungkin ekonomi akan turun dua persen dari target pertumbuhan. Namun kita bisa optomalkan penyelamatan nyawa manusia sebagai kewajiban utama negara. Penutup Menyebarkan virus corona ke Kerajaan Belanda, bisa saja sebuah ketidaksengajaan. Namun, ikhtiar memperbaiki diri bisa menunjukkan rasa penyesalan kepada negara sahabat. Memperbaiki diri yang dibutuhkan adalah melakukan semua standar internasional pada batas maksimal. Bukan batas minimal. Misalnya, pemerintahan Jokowi harus menyatakan "Kabinet Lockdown", sebagaimana ditulis oleh RMOL.co kemarin (14/03). Artinya, selama dua minggu sejak Menhub Budi Karya dinyatakan positif coronavirus, semua menteri mengkarantina diri atau mengisolasi diri. Jika jumlah orang-orang yang berhubungan dengan Budi Karya pada hubungan langsung dan tidak langsung sangat banyak, maka mereka dapat diberikan pinjaman sebuah pulau di Kepulauan Seribu. Misalnya di Pulau Galang, Batam, sebagaimana sudah diputuskan Jokowi tempo hari. Tulisan cnnindonesianews tentang Jokowi perlu meminta maaf kepada Bangsa Indonesia harus di respon positif. Juga tulisan JakartaPost beberapa hari lalu agar Jokowi jangan amatiran harus direspon sebagi perubahan ke arah yang lebih professional. Semua ini perlu cepat. Pembentukan Gugus Tugas dan alokasi APBN 1 Triliun sudah sebuah kemajuan. Namun, mengingat ledakan eksponensial jumlah terjangkit virus akan segera datang, maka kita harus mengantisipasi pengendalian stok makanan dan minuman. Begitu juga dengan stock obat-obatan dan masker, agar tidak hilang di pasaran. Pemerintah juga harus memastikan anak-anak sekolah belajar di rumah. Memastikan jumlah pusat karantina cukup dan tersebar di seluruh Indonesia. Memastikan perawat dan dokter cukup. Tentara, misalnya, harus diberi wewenang menembak mati spekulan-spekulan barang, terutama mereka yang selalu mencari keuntungan dalam kesempitan. Gugus Tugas diberikan kewenangan pasti untuk melakukan kordinasi lintas sektoral dan daerah. Bukan seperti sekarang masing-masing kota melakukan gugus tugas sendirian. Untuk itu, Jokowi harus menunjukkan ketegasan maksimum dalam menangani pandemik ini. Tidak perlu ragu memilih, perekonomian lambat vs nyawa rakyat yang harus diselamatkan. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Anies dan Nyawa Warga DKI
Yang pasti, langkah Anies memancing sejumlah reaksi. Diantaranya dari Menkes. Langkah Anies dianggap kurang tepat. Sementara Mahfud MD mengimbau agar kepala daerah tidak menjadikan kasus Covid-19 sebagai panggung politik. Sejumlah orang yang teridentifikasi dalam kelompok yang "mendapat tugas khusus mencari kesalahan Anies", merasa mendapat kesempatan. Macam-macam tuduhan dan hujatan dilontarkan. By Tony Rosyid Jakarta FNN - Kata Anies, "Posisi DKI siap mem-back up pemerintah pusat dalam penanganan Corona. Kalau tidak ada langkah yang pasti, DKI akan ambil tanggung jawab". Dari narasi Anies ini dapat disimpulkan, tampak bahwa : Pertama, tetap loyal dan bersinergi dengan pemerintah pusat dalam mengatasi virus corona. Kedua, ambil tanggung jawab jika tidak ada pihak yang menghadapi penyebaran virus corona ini. Tentu saja ini bukan soal siapa jagoan dan siapa ingin menjadi pahlawan. Ini menyangkut nyawa manusia, terutama warga DKI, dimana Anies sebagai pemimpin disitu. Pemimpin harus tanggung jawab terhadap warganya, termasuk menyelamatkan nyawa warganya. Soal ada orang Bandung sibuk caci maki, itu lain soal. Anies ambil langkah cepat. 22 Januari Anies ijinkan Dinas Kesehatan DKI konferensi pers. Ingatkan warga akan perlunya kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19. Tanggal 29 Januari Anies pimpin langsung rapat Pemprov DKI untuk menyiapkan langkah-langkah menghadapi Covid-19. Hari itu juga Dinas Kesehatan mengeluarkan surat edaran perlunya kewaspadaan terhadap imported virus ini. Melihat dan memantau perkembangan, tanggal 25 Pebruari Anies mengeluarkan Instruksi Gubernur No 16 Tahun 2020. Isinya tentang langkah-langkah yang diperlukan oleh jajaran pemprov DKI untuk penanganan Covid-19 yang penyebarannya mulai mengganas. Tidak hanya surat edaran dan Ingub, Gubernur DKI ini juga membuat situs khusus mengenai segala hal yang terkait virus corona. Alamat situs itu di https//corona.jakarta.go.id. Di situs itu ada informasi, tanya jawab, aduan dan segala macam terkait virus corona. Masyarakat antusias mengunjungi situs itu. Tidak hanya warga DKI, tapi banyak juga dari warga non DKI. Sejumlah pihak meradang. Anies dianggap terlalu maju. Malah ada yang menuduh Anies itu monster. Menakut-nakuti dan bikin gaduh masyarakat. Gak ada Suspect. Indonesia zero Corona, kenapa Anies keluarkan Ingub? Anies pun dibully. Hujatan mulai muncul di berbagai media sosial. Para haters Anies bergeliat. Terbuka ruang bagi mereka untuk down grade Anies. Harusnya gubernur itu menenangkan, bukan bikin panik, kata mereka. Dasar "......" kalimat dititik-titik ini gak saya tulis. Karena tak pantas. Apapun alasannya, makian bukan bagian dari budaya kita. Apalagi jika keluar dari orang terpelajar, sangat memalukan. Maaf kawan, gak saya kutip. Sebab, masih banyak pilihan kata yang lebih bagus dan lebih sopan. Tapi, tak sedikit juga yang mendukung langkah Gubernur Anies. Sebagai langkah antisipasi, Ingub sangat diperlukan. Dan ini adalah bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Keselamatan warga adalah nomor satu. Ini sangat prioritas, dan di atas segala-galanya. Tak menutup kemungkinan, Anies sudah tahu ada pasien yang diduga suspect Corona. Enam rumah sakit Jakarta milik Pemprov DKI bisa jadi sumber informasi akurat terkait dengan kemungkinan adanya dugaan suspect. Anies tak mau mengumumkan informasi yang berbeda dengan pemerintah pusat. Ini soal etika. Anies lebih memilih untuk ambil langkah, meski harus dibully dan dicaci maki. Risiko pemimpin, harus siap dibully. Tak semua orang bisa memahami kebijakan dan langkahnya. Ada yang suka, ada pula yang tidak suka. Yang tak suka akan selalu tak setuju, apapun langkah dan kebijakan yang dibuat gubernur. Pasti saja ada salah, dan tidak ada benarnya. Yang pasti, langkah Anies memancing sejumlah reaksi. Diantaranya dari Menkes. Langkah Anies dianggap kurang tepat. Sementara Mahfud MD mengimbau agar kepala daerah tidak menjadikan kasus Covid-19 sebagai panggung politik. Sejumlah orang yang teridentifikasi dalam kelompok yang "mendapat tugas khusus mencari kesalahan Anies", merasa mendapat kesempatan. Macam-macam tuduhan dan hujatan dilontarkan. Dua hari pasca Ingub Anies keluar, dan setelah Anies babak belur dengan semua tuduhan dan caci maki, presiden secara resmi mengumumkan bahwa ada dua warga asal Depok positif terinveksi Corona. Sejak itu, bullyan terhadap Anies mulai agak reda. Kini, giliran situs DKI yang disoal oleh menkominfo. Katanya gak sinkron dengan situs punya kemenkes. Anies diminta menyesuaikan narasi. Tak lama kemudian, situs pemprov DKI dihajar hacker. Sempat, situs https/corona.jakarta.go.id tak bisa dibuka. Gak tahu, bagaimana kondisinya sekarang? Silahkan dicek. Dari sisi tampilan, situs DKI lebih simpel. Sub portalnya sederhana. Isinya lebih detail dan lengkap dibanding situsnya Kemenkes. Tapi, kenapa dihack? Siapa yang nge-hack? Padahal, ini soal nyawa manusia. Kalau ini menyangkut politik, mestinya nggak harus bermain di wilayah yang berbahaya buat keselamatan nyawa manusia. Langkah proaktif Anies mulai mendapat pembenaran setelah terbukti banyak orang di Indonesia yang terinveksi virus corona. Semula dua orang. Lalu 19 orang. Nambah delapan, jadi 27 orang, naik lagi menadi 34 dan 96. Sekarang sudah menjadi 117 orang (Liputan6.com 15/03/2020). Sudah ada empat orang yang meninggal. Nampaknya akan terus bertambah seiring dengan penyebaran yang tidak semuanya terdeteksi. Apakah Indonesia akan lock down seperti Itali, Denmark dan Manila? Apakah semua pabrik dan toko akan tutup? Apakah sekolah-sekolah akan diliburkan? Apakah alat transportasi akan dihentikan? Tak menutup kemungkinan. Apalagi, cara penanganan virus corona di Indonesia telah banyak mendapat kritik oleh sejumlah negara. Artinya, jika tak lebih serius dan ketat lagi dalam penanganan covid-19 ini, Indonesia terancam lock down. Sejumlah event baik nasional maupun internasional sudah diumumkan penundaannya. Formula E ditunda. Berbagai Munas ormas juga ditunda. Bahkan acara seminar, diskusi dan pengajian juga sudah banyak yang ditunda. Ada sebagian sekolah yang sudah meliburkan diri. Pelan tapi pasti, aktifitas sosial mulai berkurang. Mall-mall mulai agak sepi. Suatu saat nanti tak menutup kemungkinan akan ditutup. Soal Corona, Jakarta lebih serius dan lebih maju langkahnya dari daerah lain. Bahkan lebih maju dari pemerintah pusat. Wajar! Jakarta adalah ibu kota. Tempat interaksi sosial antar warga negara sangat masif. Perlu kewaspadaan tingkat dewa. "Semua dilakukan dengan tenang agar tak terjadi kegaduhan", kata Anies. Itulah barangkali karakter sosok yang besar di Jawa-Jogja ini. Cucu Abdurrahman Baswedan, tokoh BPUPKI ini paling risih dan sensi ketika melihat ada orang yang dipermalukan. Dan ini bisa dilihat reaksi Anies ketika ada anak buahnya dimarahi di depan umum saat terjadi banjir. Anies bilang "jangan marahi dia, marahi saya aja." Kasus Corona ini menyangkut nyawa warga. Anies memilih untuk melangkah, meski dengan segala risiko menghadapi banyak tuduhan dan bullyan. Bagi Anies, nyawa warga DKI lebih utama untuk diselamatkan dari pada sekedar menghadapi tuduhan dan bullyan. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Mandat Kuat Masyumi Reborn
Kini terpulang kepada para ulama para tokoh, apakah tugas ini dilanjutkan untuk melahikan kembali Masyumi atau dihentikan. Kalau para ulama dan tokoh umat memerintahkan berhenti, kami siap berhenti. Tetapi bila para ulama dan tokoh umat memerintahkan lanjut, kami juga siap melanjutkan. By Dr. Masri Sitanggang Jakarta FNN - Kelahiran kembali Masyumi adalah kebutuhan kekinian. Kalau PKI sekarang sudah kembali unjuk gigi, mengapa tidak dengan Masyumi. Inilah mandat paling kuat dari umat. Sabtu, 7 Maret 2020, Aula Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII), di Jalan Kramat Raya No. 45 penuh sesak. Banyak yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Yang dating melimpah sampai pelataran gedung . Pada barisan dan kursi-kursi depan, tampak sejumlah tokoh nasional dan tokoh-tokoh sepuh. Di panggung depan, terpampang layar lebar yang menayangkan biorama perjuangan Partai Islam Masyumi, sejak lahir hingga bubarnya. Sementara di kiri-kanan layar itu, serta sebahagian besar dinding ruangan, menempel wall banner dari tokoh tokoh Masyumi seperti KH. Hasyim Ashari, Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Natsir, Wahid Hayim, H. Agus Salim, Buya Hamka, Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Roem, Burhanuddin Harahap, KH. Isya Ansyori dan lain-lain. Menariknya lagi, setiap wall banner dari tokoh itu disertakan pula kutipan pesan perjuangannya. Suasana itu membawa setiap hadirin yang berusia sikitar 70 tahun pada kenangan masa kecil ketika Partai Islam Masyumi masih ada. Suasana ini juga menumbuhkan kerinduan akan hadirnya masa lalu itu. Bagi genarasi di bawahnya, atau malah genarasi melenial, suasana tersebut tentu saj membangkitkan rasa ingin tahu tentang apa itu Partai Masyumi dan sepak terjangnya dalam perpolitikan nasional. Juga sekaligus menumbuhkan semangat untuk mengikuti jejak perjuangan Masyumi. “Umur kami mungkin tidak lama lagi. Tetapi kami tidak rela dipanggil Allah SWT ketika kami dan teman teman seangkatan kami yang pernah dididik oleh para tokoh Masyumi belum mewariskan ruh perjuangan Masyumi melalui jalur Politik formal. Kami membayangkan andaikan dulu Partai Masyumi tidak membubarkan diri karena dipaksa bubar, mungkin NKRI sudah menjadi negeri Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghaffur. Semoga adik-adik yang menggagas Masyumi Reborn bisa meneruskan risalah ini dengan mengajak seluruh keluarga besar, anak cucu dan pecinta ideologi Masyumi secara ikhlas tanpa pamrih jabatan. Tidak terburu-buru, sistematis dan istiqomah. Semoga Allah SWT merestui ijtihad ini demi NKRI yang tercinta”. Itulah sebuah flyer berisi foto KH. A. Cholil Ridwan, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’I, Abdullah Hehamahua danTaufiq Ismail yang ditayangkan di layar lebar. Rangkaian kalimat yang menumpahkan kegelisahan hati para pejuang sepuh yang sadar tinggal menghitung hari untuk kembali menghadap Sang Khaliq. Hidmad dan sangat hidmat. Pandangan para hadirin tampak terpaku pada untaian kalimat di flyer tereebut. Tidak sedikit diantara mereka mengusap matanya karena haru berlinang air mata. Ini memang acara “Silaturrahmi Keluarga, Anak Cucu dan Pecinta Masyumi”. Themanya, “Masyumi Reborn, Masyumi lahir kembali”. Tidak hanya dari propinsi-propinsi yang ada di pulau Jawa yang hadir. Tetapi juga banyak dari luar Jawa. Tercatat misalnya, datang dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nanggro Aceh Darusalam, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,Kalimantan Selatan. Kalimantan Tengah, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Menariknya, acara silaturrahmi ini diikuti dari berbagai lintas usia, dari usia senja 80-an tahun hingga yang disebut dengan melenial. Tidak kurang 20 orang tokoh dari kalangan ulama, politisi, akademisi, budayawan dan kalangan pergerakan ditampilkan di atas panggung. Mereka berbicara beberapa menit tentang Masyumi dan pandangannya terhadap Masyumi Reborn. Diantara tokoh-tokoh yang berbicara itu KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Taufik Ismail, Dr. Abdullah Hehamahua, Prof Dr Fuad Amsyari, Ridwan Saidi, Dr. MS Ka’ban, Dr. La Ode Kamaluddin, Dr. Musni Umar, Drs. Lukman Hakim, Bachtiar Chamsah, Ustadz Khotot, Nurdiati Akma ,Egy Sujana, Joko Edy, Sri Bintang Pamungkas dan Chairul Anas “si robot pendeteksi kecurangan” yang mewakili kelompok melenial. Ada juga tokoh yang tidak bisa hadir karena berhalangan lalu menitipkan pesan tertulisnya untuk dibacakan. Diantara mereka adalah Dr. AM Saefuddin, Letjen (Purn) Syarwan Hamid dan Mohammad Siddik Ketua Dewan Dakwah. Ada juga yang hadir tapi tidak sempat memberi pandangan, namun memberikan dukungan penuh, karena harus segera menghadiri acara lain seperti Ustadz Zaitun Rasmin. Menjawab tantangan Dr. Masri Sitanggang, Ketua Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (P-4II), semua pembicara yang tampil sepakat “perlu segera melahirkan kembali Partai Masyumi”. Dalam sambutannya Masri Sitanggang melaporkan bahwa selama empat bulan perjalanan P-4II, diperoleh kenyataan bahwa umat Islam mengelu-elukan lahirnya kembali Masyumi. Hampir Semua provinsi dan sebagian besar kabupaten kota telah memberikan dukungan. Masing-masing telah siap untuk membentuk membentuk komunitas di daerahnya. Tetapi P-4II tidak merasa puas sebelum menyelenggarakan pertemuan Silaturrahmi Akbar antara Anak Cucu dan Pencinta Masyumi untuk mendengarkan pendapat mereka. Kini terpulang kepada para ulama para tokoh, apakah tugas ini dilanjutkan untuk melahikan kembali Masyumi atau dihentikan. Kalau para ulama dan tokoh umat memerintahkan berhenti, kami siap berhenti. Tetapi bila para ulama dan tokoh umat memerintahkan lanjut, kami juga siap melanjutkan. Kami patuh kepada perintah para ulama dan tokoh umat. Namun bila kami boleh berpesan kepada para ulama dan tokoh umat, maka pesan kami adalah “Kalau PKI sekarang sudah unjuk gigi, mengapa tidak dengan Masyumi?”. Begitu pekik Masri Sitanggang yang disambut pekik takbir dari para hadirin. Pertemuan silaturrahmi di Aula Dewan Dakwah itu memiliki banyak arti penting. Pertama, ini merupakan mandat dari keluarga, anak cucu dan pecinta Masyumi kepada P-4II untuk melahirkan kembali Masyumi. Dengan demikian legalitas dan kinerja P-4II diakui oleh umat Islam secara luas. Setidaknya oleh keluarga dan pecinta Masyumi. Dengan demikian pula, tidak ada lagi partai selain yang dilahirkan oleh P-4II. Hanya P-411 yang dapat mengklaim dirinya sebagai (penerus) “ Partai Masymi”. Apalagi ternyata pertemuan silaturrahmi ini disenggarakan di Dewan Dakwah, sebuah lembaga yang ketahui sebagai “Pewaris Masyumi”. Kedua, undangan yang disampikan secara terbuka di berabagai media. Ini menunjukkan bahwa kegiatan ini juga terbuka bagi siapa saja yang merasa anak cucu dan pecinta Masyumi untuk menyampaikan pokok pirannya seputar Masyumi Reborn. Dengan demikian, bila kelak di belakang hari ada pandangan miring terhadap, atau bahklan mempertanyakan kelahiran Masyumi, maka itu tidak lagi pada tempatnya. Gugur dengan sendirinya. Ketiga, tampilnya sejumlah besar pembicara dari berbagai latar belakang disiplin menunjukkan bahwa upaya melahirkan kembali Masyumi bukanlah kemauan orang per orang. Bukan pula alasan kepentingan kelompok. Tetapi adalah hasil proses pengamatan dan pengkajian memadai dari kalangan yang memiliki spectrum yang luas. Pertemuan ini juga sekaligus menepis anggapan bahwa kelahiran kembali Masyumi adalah akibat perpecahan di kalangan elit partai tertentu. Sebaliknya, kelahiran kembali Masyumi dinilai sebagai kebutuhan mendesak di tengah situasi politik yang tidak menentu dan cenderung tidak menguntungkan umat Islam. Masyumi diharapkan dapat menjadi wadah pemersatu gerakan politik sekaligus gerakan dakwah umat Islam ke depan. Keempat, nama besar Masyumi ternyata masih melekat di hati umat dan masih dirindukan kehadirannya. Membludaknya peserta silatutrrahmi dan antusiasme umat dengan membentuk komunitas di berbagai daerah serta pokok-pokok pikiran yang terlontar dalam pertemuan yang dipandu oleh Dr. Ahmad Yani, membuktikan lekatnya Masyumi di hati ummat dan kerinduan akan kehadirannya kembali. Masyumi masih punya daya tarik yang sangat kuat. Bola salju telah bergulir. Para tokoh gerakan, ulama, politisi dan akademisi serta anak cucu dan pecinta Masyumi telah memberi mandat. Ketua Badan Penyelidik Usaha Pendirian Partai Islam Ideologis, KH Cholil Ridwan, telah memberi petuah bahwa cuma ada dua partai dalam perspektif Islam, yaitu “Hisbullah dan Hizbussyaithan”. Panitia pun telah pula bekerja keras menyiapkan segala perangkat. Kini tinggal menungu waktu yang tepat untuk memberi maklumat “wahai para politisi musafir, pulanglah, Masyumi telah lahir”. #MasyumiReborn. Wallahu a’lam bisshawab. Penulis adalah Ketua Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (P-4II).
Babak Baru Amandemen UUD 1945 Sofyan Effendi Disomasi
Oleh Mangarahon Dongoran Jakarta, FNN - SEDIKITNYA 26 orang mantan Panitia Ad Hoc (PAH) I dan III Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1999-2004 gusar. Mereka yang tergabung dalam Forum Konstitusi (FK) tidak menerima pernyataan mantan Rektor Universitas Gajahmada (UGM) Yogjakarta, Prof. Sofyan Effendi yang menuding 11 fraksi MPR saat itu menerima uang berkarung-karung dari pihak asing dalam proses amandemen UUD 1945. Kegusaran mereka itu dilakukan dalam bentuk somasi kepada Sofyan Efdendi. Sofyan harus meminta maaf secara terbuka dan mempertanggungjawabkan tudingannya itu berdasarkan fakta yang benar. Kegusaran mereka yang tergabung dalam Forum Konstitusi disampaikan dalam pertemuan pers, di kantor pengacara Zoelva & Parthner, di kawasan Gandaria City, Jakarta Selatan, Jumat, 13 Maret 2020. "Secara resmi kami akan menyampaikan somasi kepada Prof Sofian untuk meminta maaf secara terbuka mengklarifikasi dan mempertanggungjawabkan pernyataannya itu. Jika tidak, maka kami akan melakukan langkah-langkah hukum melaporkan secara pidana dan perdata," kata Pengawas Forum Konstitusi, Hamdan Zoelva. Hadir dalam konferensi pers itu di antaranya mantan Ketua PAH I BP MPR Jakob Tobing, mantan anggota PAH I Pataniari Siahaan, mantan anggota PAH I Lukman Hakim Saifuddin (mantan Menteri Agama), mantan anggota PAH I Zain Badjeber, mantan anggota PAH I Baharudin Aritonang, mantan anggota PAH I Seto Haryanto, mantan anggota PAH I Irjen (Purn) Ketut Astawa, mantan anggota PAH I, Theo Sambuaga. Pernyataan Sofian itu disampaikan dalam acara peluncuran buku di sebuah kampus di Jakarta Selatan pada Rabu, 11 Marer 2020 dan dimuat di media daring. Dalam pernyataannya, Sofian menyebut uang berkarung-karung dibawa untuk menyogok 11 Fraksi MPR guna memasukkan pasal sesuai dengan pesanan. Pernyataan Sofyan yang tidak mereka terima itu adalah : ... "dalam rapat-rapat panitia ad hoc di MPR juga dihadiri oleh orang-orang yang bukan warga negara Indonesia. Dan LSM National Democratic Institute (NDI), kata Prof Sofyan, membawa uang berkarung-karung ke dalam gedung MPR dan membagi-bagi uang itu kepada semua 11 fraksi." "Kami ingin menjelaskan kepada masyarakat itu bohong! Tidak benar! Dan selanjutnya kami akan ambil tindakan-tindakan hukum pidana dan perdata," kata Jacob Tobing. Forum Konstitusi memberi waktu kepada Sofian dalam waktu maksimal 3 x 24 jam untuk meminta maaf dan mengklarifikasi secara terbuka. Bila tidak, Forum Konstitusi akan melaporkan tindakan hukum. Jika Sofyan meminta maaf, mereka masih terus melihat perkembangannya dalam bentuk pertanggungjawaban yang bersangkutan. Kemungkinan lanjut ke ranah hukum bisa terjadi sebagai bentuk pembelajaran agar tidak asal bicara. Apalagi yang melemparkan tudingan itu seorang profesor. "Ini terkait kepentingan bangsa. Bukan saja urusan pribadi. Karena ini mendemoralisasi UUD 1945, mendemoralisasi hasil keputusan oleh 700 anggota MPR," kata Hamdan yang juga mantan Ketua MK. Menurut Zoelva, permintaan maaf dan pertanggunjawaban itu sangat penting. "Ini dalam rangka pelurusan sejarah bangsa di masa yang akan datang. Jika tidak diluruskan, dikhawatirkan generasi mendatang menganggap UUD 1945 diubah karena uang," kata Hamdan Zoelva. Sedangkan Baharudin Aritonang dan Theo Sambuaga menyebutkan, pernyataan Sofyan itu tidak benar dan merupakan fitnah kepada mereka yang bekerja habis-habisan mengamandemen UUD 1945. Masuk angin "Tudingan Sofyan yang menyebutkan National Democratic Institute membawa uang, apalagi berkarung-karung untuk dibagikan kepada 11 Fraksi MPR tidak benar dan fitnah," kata Theo Sambuaga. Sedangkan Baharuddin Aritonang mengatakan, " Kami sudah capek difitnah terus. Ini (fitnahan) tidak bisa dibiarkan terus." Apa yang dikatakan Aritonang itu ada benarnya. Sebab, sejak proses amandemen UUD 1945 dilakukan, isu tak sedap mengenai uang bertebaran sudah mengemuka. Aroma yang dihembuskan waktu itu adalah istilah "masuk angin." Sebagai wartawan yang aktif meliput kegiatan MPR/DPR waktu itu, desas-desus dihembuskan beberapa pihak karena sebagian amandemen UUD 1945 itu dianggap merupakan pesanan asing. Namun, namanya kabar burung, isu adanya uang dalam menggolkan amandemen tersebut hilang begitu saja. Belakangan, isu uang itu muncul kembali, terutama jika Amien Rais melakukan manuver politik. Saat amandemen UUD 1945, Amien Rais adalah Ketua MPR RI. Akan tetapi, Yakob Tobing menepis kaitan fitnah itu ditujukan untuk menjatuhkan kredibilitas Amien Rais. Sebab, selama proses amandemen, Amien Rais lebih banyak menerima hasil dan laporan dari PAH BP MPR. ** Penulis wartawan senior. Penulis, Wartawan Senior
Sembunyikan Info Corona, Jokowi Bermain-main Dengan Nyawa Rakyat
Kalau strategi ini dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk meredam keresahan dan kepanikan, justru yang terjadi kebalikannya. Masyarakat malah panik. Mengapa? Sebab, mereka tidak percaya sama sekali pada stetmen-stetmen pemerintah. Bola salju ketidakpercayaan itu membesar terus. By Asyari Usman Sekarang, jumlah “resmi” yang positif virus Corona di Indonesia ada 96 orang. Meningkat cukup cepat sejak terungkap Corona Depok (dua orang) pada 2 Maret 2020. Sebelum kasus dua wanita Depok, pemerintah senantiasa membantah dugaan tentang Corona yang sudah masuk ke Indonesia. Tetapi, sejak awal, para ahli kesehatan dan statistik epidemi tak percaya. Mereka itu benar. Ternyata, pemerintah sengaja “membohongi” publik. Jokowi sendiri yang mengungkapkan itu. “Memang ada yang kita sampaikan dan ada yang tidak kita sampaikan. Karena kita tidak ingin menimbulkan keresahan dan kepanikan di tengah masyarakat,” kata Presiden Jokowi di bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3/2020). Di tengah keinginan publik agar penyebaran virus Corona tidak ditutup-tutupi, pemerintah pusat mengambil langkah yang sangat konyol. Pemerintah tidak membuka semua informasi terkait penyebaran virus maut tsb. Mereka tidak transparan. Kalau strategi ini dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk meredam keresahan dan kepanikan, justru yang terjadi kebalikannya. Masyarakat malah panik. Mengapa? Sebab, mereka tidak percaya sama sekali pada stetmen-stetmen pemerintah. Bola salju ketidakpercayaan itu membesar terus. Sekarang, publik mempertanyakan kredibilitas pemerintah setelah Jokowi mengakui adanya pembohongan yang disengaja. Kredibilitas Presiden Jokowi menjadi nol. Sangat mengherankan mengapa langkah untuk meredam kepanikan dijadikan alasan untuk menyembunyikan informasi Corona? Bukankah transparansi akan membuat masyarakat bisa lebih waspada? Sebagian kecil orang mungkin akan bereaksi panik. Tetapi, setelah dugaan bahwa kasus Corona itu banyak, publik tidak juga terlalu resah. Mereka malah bisa memaksimalkan jaga diri. Sangat, sangat konyol. Informasi mengenai penyebaran Corona tidak mungkin diredam terus-menerus. Publik tahu perkembangan di banyak negara. Mereka bisa memikirkan sendiri berbagai kemungkinan tentang Corona di negara ini. Publik tidak bodoh untuk dibohongi. Presiden Jokowi harus meminta maaf. Dia telah bermain-main dengan nyawa rakyat. Bukan tak mungkin sudah banyak anggota publik yang tertular disebabkan ketidaktahuan mereka tentang “hotspot” virus ganas itu. Akibat penyembunyian infromasi yang sengaja direncanakan pemerintah. Dan tak cukup hanya minta maaf saja. Jokowi harus segera memecat para pejabat dan penasihat yang menyarankan agar informasi tentang Corona ditahan. Sejak pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta Indonesia agar mendeklarasikan darurat Corona. Dan agar pemerintah tidak menyembunyikan semua informasi terkait virus Corona. Penulis adalah Wartawan Senior
IBADAH MENGHADAPI WABAH VIRUS CORONA 1
Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Secara spesifik, mengadapi perubahan musim pancaroba, sehingga timbul banyak wabah penyakit, termasuk penyebaran wabah virus corona, dan dalam kaitannya untuk menjaga kesehatan, terdapat 3 hal sangat penting yang harus diperhatikan. Pertama, menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kedua, Meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh. Ketiga, Meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Tiga aspek materi ini akan diuraikan dalam tiga seri tulisan. Dalam kaitan itu, Islam mengatur barbagai rangkaian ibadah, yang pada dasarnya berhubungan langsung bagi kehidupan manusia di dunia. Tidak salah dinyatakan bahwa ibadah orang yang beriman itu, bukanlah semata-mata untuk kepentingan Allah, tetapi lebih dari itu, untuk menyelamatkan kehidupan manusia di dunia kini, dan di akhirat kelak. Tidak berlebihan dikatakan bahwa Islam mungkin adalah satu-satunya agama di dunia yang mengatur hal-hal pernak-pernik kehidupan, yang seolah remeh temeh. Dalam hubungannya dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, misalnya, Islam tidak hanya memperhatikan persoalan kebersihan dan higienitas, tetapi di atas itu, mengajarkan tentang kesucian. Dalam persoalan bersuci (thoharoh), sesunguhnya tanpa disadari mengandung muatan untuk menghindarkan diri dari kuman penyakit. Karena itu, syariah Islam tidak hanya mengatur ketentuan menyangkut media bersucinya, berupa air atau tanah, tetapi juga mengatur tata cara bersuci. Dalam hal membersihkan kotoran tertentu, diperlukan hingga 7x siraman dengan air mengalir, yang di antara itu harus membersihkan bagian yang terkena najis tertentu itu, dengan tanah. Najis dalam pengertian luas adalah segala sesuatu kotoran, yang berbahaya bagi tubuh, termasuk kuman penyakit semacam COVID-19. Untuk menjaga kesucian, dalam kaidah syariah, air yang digunakan bersuci, harus air yang mengalir atau air dalam volume tertentu. Syariat juga melarang membasuh atau memasukan tangan kotor ke dalam bejana berisi air, tetapi harus memakai gayung. Atau mengatur cara membersihkan kotoran (istinjak) sampai sifat-sifat kotoran itu hilang dengan tangan kiri. Dan makan mengunakan tangan kanan yang didahului dengan cuci tangan. Agar tubuh tetap bersih dan menghindari berbagai penyakit, Sunah Rasul menuntun untuk bersiwak/gosok gigi utamanya hendak tidur, setelah makan dan hendak sholat. Berwudhu dengan benar, yang disunahkan dimulai dengan berkumur, dan istinsyaq atau menghirup air ke dalam rongga hidung adalah cara yang baik untuk menjaga masuknya virus ke dalam tubuh. Lalu membasuk muka, kemudian menyapu kepala, yakni mengosok-gosokan jari yang basah ke seluruh bagian kepala, adalah hal yang sangat penting dan baik untuk membangkitkan seluruh syaraf dibagian kepala. Coba lakukan dengan benar dan rasakan manfaatnya. Secara keseluruhan aspek penting lain dalam ritual berwudhu adalah menstabilkan suhu badan pada temperatur normal, sehingga tubuh akan terasa lebih segar. Maka sangat wajar jika dalam mengadapi corona, berwudhu ini direkomendasikan dan dianjurkan banyak pihak. Demikian juga syariah mengatur pakaian menutup aurat, yang tidak hanya bermakna secara etis, tetapi juga untuk menjaga kesehatan. Selain itu juga disunahkan memakai wewangian, karena renik patogen, cenderung berbau busuk dan tidak nyaman di lingkungan yang wangi. Mengingat suhu tubuh manusia normal dalam kisaran 36,5 sd 37,3 derajat Celcius, tidak didesain mengalami kejutan suhu. Sangat tepat mandi sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelam. Dan agar tidak terjadi sock suhu, awali dengan berwudhu. Atau saat kehujanan, beradaptasi dulu dengan air biasa, dan tidak langsung mandi dengan air panas. Dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, sunah mengajarkan mengalirkan air tergenang, menutup bejana, menutup maknn dan minuman, menimbun bangkai dan hal-hal berbau busuk, menutup pintu dan jendela sebelum malam tiba dan membuka sebelum matahari terbit. Juga menutup mulut saat batuk, menguap atau bersin. Khusus bersin disertai untuk saling mendoakan. Dalam hal-hal tertentu, sorban dan cadar sebagai kesunahan, sering dipandang sebelah mata. Padahal berguna fungsional, sebagai pelindung kepala disaat hujan atau panas terik, penutup hidung, melindungi wajah dan kepala dari tiupan angin dan debu. Singkatnya ia berfungsi multiguna termasuk sebagai penganti masker, penghangat tubuh disaat dingin, dll. Belakangan baru disadari dan beredar kabar bahwa Muslimah yang bercadar lebih kecil terjangkit virus corona. Subhanallah. Tentu masih banyak hal tentang menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang bagi seorang muslim sudah menyatu dalam kehidupan keseharian. Tentang menjaga kesucian itu, Allah SWT berfirman yang artinya Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur, (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 6). Selanjutnya perlu dibahas ritual ibadah yang berhubungan dengan upaya utuk meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh. (Bersambung) Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran
Jika Gagal di Solo, Akankah Gibran Maju di Kota Blitar atau Surabaya?
Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ketua DPC PDIP Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo menyatakan, PDIP tetap solid mendukung pasangan Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa (Puguh) sebagai pasangan bakal calon pada Pilkada Kota Solo 2020 mendatang. Walikota Solo itu menegaskan, pasangan Puguh ini merupakan bakal calon sah yang diusung oleh PDIP Solo. “Saya yakin pasangan pasangan bakal calon Puguh bisa memenangi Pilkada Solo,” ujar Rudyatmo di sela acara “Apel Satgas PDIP Surakarta” yang digelar di kawasan parkir Vastenburg Solo, Ahad, 8 Maret 2020. Rudyatmo menegaskan, dirinya sudah menyampaikan agar kader PDIP Surakarta tidak takut untuk mendukung pasangan bakal calon Puguh pada Pilkada 2020, 23 September 2020 nanti. Karena Puguh merupakan pasangan yang diusung DPC PDIP Solo. DPC PDIP hanya mengajukan satu pasangan ke DPD yang dilanjutkan DPP PDIP. Sementara itu, anak Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju melalui jalur DPD PDIP Jawa Tengah. Menurut Rudyatmo, semua Satgas dan pengurus partai di Solo tidak perlu khawatir. Ia yakin pasangan Puguh akan mendapat rekomendasi dari DPP PDIP. Meski demikian, dia meminta agar kader patuh dengan ketentuan partai. “Artinya, tegak lurus mengikuti apapun keputusan dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tetap harus diutamakan,” kata Rudyatmo, seperti dilansir Tempo.co, Minggu (8 Maret 2020 15:32 WIB). Sebelumnya, Lembaga Survei Indo Barometer merilis hasil survei terbaru yang menunjukkan bahwa 67,5 persen masyarakat menerima Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Walikota Solo pada Pilkada 2020. Sementara 23,7 persen publik tidak mau menerima jika putra sulung Presiden Joko Widodo itu maju sebagai calon Walikota Solo. “Ada lima alasan publik tidak menerima. Paling besar karena menganggap Gibran belum berpengalaman dalam pemerintahan (37 persen),” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari di Jakarta, Minggu (16/2/2020). Empat alasan lain tidak menerima, yakni menciptakan dinasti politik (28,1 persen), masih banyak calon lain yang lebih kompeten (12,3 persen), masih terlalu muda (8,9 persen), dan dapat menimbulkan kontroversi publik (6,8 persen). Ada lima alasan publik dapat menerima, yakni semua warga negara berhak memilih dan dipilih (49,4 persen), hak ikut berdemokrasi (13,9 persen), dan tidak masalah jika memenuhi syarat pencalonan (13,9 persen). Mengutip GenPI.com, Minggu (16 Februari 2020 17:32), berikutnya, yaitu melanjutkan Jokowi yang pernah memimpin Solo (9,4 persen), Gibran mempunyai kepribadian dan kemampuan yang baik sebesar 7,7 persen. Hasil survei itu juga merilis, ternyata masih ada yang tidak mengetahui kalau Gibran akan mencalonkan sebagai walikota sebesar 39,3 persen, sementara yang mengetahui sebesar 51,4 persen. Survei nasional itu dilakukan Indo Barometer pada 9 – 15 Januari 2020 menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dan memiliki margin of error lebih kurang 2,83 persen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka responden menggunakan kuosioner dengan syarat responden WNI yang berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Mengapa Ditolak? Tidak semua warga Solo setuju dengan pencalonan putera pertama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju pada Pilkada Kota Solo 2020. Warga Solo yang tergabung dalam Peduli Pemilu (PWSPP) menyatakan keberatan karena persoalan etika berpolitik. Mengutip HanTer.com, Rabu (11 Desember 2019 - 10:19 WIB), pada Pilkada Solo 2015, Gibran tidak memberikan hak suaranya alias Golput. Menurut Ketua PWSPP Johan Syafaat Mahanani, apabila orang yang tidak mau memilih (golput) diberikan kesempatan untuk memilih, maka bisa menjadi contoh generasi muda untuk bersikap egois hanya mementingkan kepentingan sendiri. “Sebaiknya Gibran maju Pilkada Kota Solo pada 2025 namun pada 2020 dia bersedia memilih,” kata Ketua PWSPP, Johan Syafaat Mahanani, di Solo, Selasa (10/12/2019). Menurut Johan, keberatan ini, sebagai bentuk pendidikan politik bagi masyarakat agar di kemudian hari orang yang tidak menggunakan hak memilih tidak menuntut haknya untuk dipilih. Syafaat, seperti dilansir Antara, mengakui pihaknya sudah mengajukan surat keberatan kepada partai politik atas pencalonan Gibran dalam Pilkada Kota Solo 2020. Gibran diketahui sempat menampakkan sikap ngototnya yang tetap berusaha maju dengan melawan keputusan DPC PDIP Solo yang mantap mengusung pasangan Puguh. Padahal, keputusan DPC PDIP Solo tersebut berdasarkan aspirasi akar rumput. Namun, keinginan Gibran untuk maju pada Pilkada Solo 2020 terkesan bukan atas dasar kepentingan rakyat. “Itukan seperti arogansi, seolah-olah berkata yang bisa menyejahterakan rakyat itu saya dan kelompok saya,” ungkap analis politik Universitas Islam Indonesia (UII) Geradi Yudhistira. Dalam manuver yang dilakukan sosok yang baru mendaftar sebagai kader PDIP beberapa waktu lalu itu terkesan arogan. Bahkan dinilai jauh dari kepentingan rakyat. Alih-alih dia menghormati keputusan DPC, Gibran justru tetap berkeinginan untuk mencalonkan diri dengan menghadap ke Ketum PDIP beberapa waktu lalu. Pengamat politik Universitas Diponegoro M Yulianto menilai, rencana Gibran maju pada Pilkada Solo 2020 dalam konteks demokrasi sah-sah saja. Namun, menurutnya, asalkan telah memenuhi kualitas, kapasitas, intergritas. “Sebenarnya dalam konteks demokrasi (Gibran maju Pilkada, red) sah dan boleh. Tetapi kalau kualitas, kapasitas, intergritasnya memenuhi tidak masalah,” ungkap Yulianto di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Namun, di sisi lain, menurutnya, pencalonan Gibran itu akan memberikan tren dinasti politik di keluarga (oligarki) penguasaan kelompok tertentu berbasis pada dinasti keluarga. “Karena itu juga bisa, itu juga ada di Sumatera. Kemudian di Solo dan nanti itu akan diikuti tokoh-tokoh politik dari PDI Perjuangan yang membangun plan-plan keluarga di situ,” ungkapnya. Menurutnya, hal ini merusak sistem yang sudah dibangun oleh PDIP yang dipertahankan dengan loyal oleh pengurus kabupaten/kota dan povinsi. “Ini artinya apa? Ini bagian dari manajemen partai yang harus dikritisi, jangan mentang-mentang atau jangan seolah-olah karena punya power yang besar kemudian merusak mekanisme sistem yang didesain oleh partai dengan baik,” tandasnya. Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan, publik akan kecewa kepada Presiden Jokowi ketika putera Gibran maju dalam Pilkada 2020. Ia menilai, publik kecewa karena ternyata keluarga Jokowi tidak mengambil jarak dengan dunia politik praktis. “Ini menambah bobot makin jauhnya harapan agar Jokowi menjadi salah satu figur yang mempraktekan politik dengan kultur baru,” ujar Ray, Selasa (10/12/2019). Terlebih lagi, selama ini Jokowi dicitrakan sebagai pembawa pembaruan yang tidak mempraktekkan politik dinasti dan nepotisme ketika menjabat sebagai presiden. Majunya Gibran saat Jokowi masih menjabat, menurutnya, menjadi titik yang menghapus semua citra baik yang selama ada di mata publik. “Artinya, dalam hal ini, Pak Jokowi tak memberi tauladan yang berbeda dari kebanyakan politisi Indonesia,” tambah Ray. Pengamat Politik, Hendri Satrio mengatakan, jika Gibran terpilih menjadi walikota karena menggunakan fasilitas Jokowi, maka masuk ke dalam kategori dinasti politik. Dan, lanjut dia, hal itu tentunya merusak nama Jokowi sendiri. Menurut Hendri, langkah Gibran terjun ke dunia politik bisa menorehkan tinta negatif sejarah. Karena, Gibran maju saat ayahnya, Jokowi, masih memimpin Indonesia. “Sekarang terserah Gibran tetap mau menjaga tinta positif sejarah Indonesia dalam berpolitik bagi Jokowi tentunya, atau berkontribusi menorehkan tinta negatif untuk ayahnya,” katanya di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Dia mengatakan, sejak Indonesia berdiri sampai saat ini belum ada anak presiden yang ikut dalam pesta demokrasi. Bahkan, pada era pemerintahan Presiden Soeharto tidak ada anaknya yang maju ke dalam kontestasi politik. “Karena akan dicatat sejarah sebagai presiden pertama yang anaknya maju ke perhelatan pilkada sebagai Walikota. Belum ada itu, Pak Harto saja 32 tahun nggak kayak gitu," kata dia, seperti dilansir Harianterbit.com. Jika pada akhirnya rekomendasi DPP PDIP jatuh ke pasangan Puguh, maka peluang Gibran maju Pilkada Serentak 2020 hanya ada di Kota Blitar atau Kota Surabaya. Kabarnya, pilihan untuk dua kota ini sedang dibicarakan di DPP PDIP. Tampaknya Gibran masih ngotot ingin maju Pilkada Serentak 2020, bukan? Akankah warga Kota Blitar dan Kota Surabaya menerima Gibran? *** Penulis wartawan senior.
Dipersekusi Segelintir Orang, Polresta Malang Berupaya Hentikan Kajian UBN
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Acara kajian Islam Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) di Hotel Radho Syariah Jalan Simpang Kawi Kota Malang “dibubarkan” oleh aparat Polresta Malang dengan alasan tidak mengantongi izin dan berpotensi menimbulkan keributan. Apalagi, menurut Kasat Intelkam Polresta Kompol Sutiono, sejak sore telah banyak aduan dari masyarakat yang menolak kajian tersebut. “Banyak yang ngadu ke saya dan ke Pak Kapolresta (Kombes Pol Leonardus Simarmata),” tegasnya. Melansir RadarMalang.id, Selasa (10 March 2020 1:12 pm), “Sebelumnya mereka ditolak mengadakan acara di masjid Universitas Brawijaya, lalu di Sengkaling, tiba-tiba pindah ke sana (Hotel Radho),” lanjut Sutiono. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga sekitar, Ustadz Bachtiar Nasir sebagai pembicara dianggap membawa materi kajian yang provokatif. Secara prosedur pun, acara ini ternyata belum memenuhi syarat. Karena surat baru sampai ke divisi Intelkam pada Senin sore. Sementara kajian tersebut diadakan malam harinya pukul 19.00 WIB. “Prosedurnya surat harus dikirim 3×24 jam sebelum acara digelar. Lha ini nggak. Surat baru masuk sore. Digelar juga sore itu. Saya telepon penanggungjawabnya juga nggak bisa,” ujar Sutiono. Akhirnya polisi pun mendatangi lokasi dan mengamankan peserta kajian yang berjumlah 200 orang itu. Polisi juga berusaha meredam emosi warga sekitar dan ormas. “Saya lobi ke pak ustadz agar dihentikan. Saya tidak melarang, tapi ini mengundang gesekan, sebaiknya dihentikan lebih cepat. Ini demi keamanan saja. Karena, ya kami ingin Malang ini damai,” lanjutnya. Negosiasi sempat alot. Namun, pada pukul 21.00 WIB, peserta kajian diarahkan ke luar gedung dengan pengawalan oleh tak kurang 100 anggota kepolisian. “Kami ingin memastikan peserta kajian aman dan selamat,” pungkas dia. Menurut Ustadz Muhammad Ali yang dapat kabar dari peserta kajian Ustadz Bachtiar Nasir yang akrab dipanggil UBN itu, sebenarnya yang unjuk rasa itu jumlahnya sekitar 15 orang saja. “Kenapa justru kajian yang harus dibubarkan?” katanya. Bagaimana peristiwa yang sebenarnya malam itu telah diungkap oleh Gus Abrar Rifai, Ketua PA 212 Malang. Acara itu bukan hanya dihadiri oleh Kompol Setiono saja yang berpakaian preman, tapi juga Wakapolresta Malang AKBP Setyo Koes Heriyatno dengan seragam. “Sampai sekarang serasa masih ada bongkahan batu yang mengganjal di hati, menyaksikan UBN acaranya dihentikan dan kemudian beliau digelandang pergi dari hotel,” ungkap Gus Abrar. Sekitar pukul delapan malam, Ahad malam Senin kemarin, Habib Asadullah Alaydrus kontak Gus Abrar Rifai. “Beliau memberi kabar, ada penolakan acara yang akan dihadiri UBN di Malang,” lanjutnya. Malam itu juga Gus Abrar kontak Mas Lutfi Ardobi, sekretaris PA 212 dan KH. Khoirul Anam, Ketua Rampak Naong (komunitas kiai berdarah Madura di Malang). “Saya minta panitia untuk bertemu,” ungkapnya. Tapi rupanya DR. Muwafik, dosen Fisip UB yang menjadi Ketua Panitia sedang berada di Jakarta. “Sehingga yang diutus adalah Mas Reza, dosen Fakultas Teknik UMM, selaku Sekretaris Panitia,” jelas Gus Abrar. Menurutnya, Habib Asad pun mempercepat pengajiannya, untuk bisa bertemu mereka. “Kiai Anam pun saat saya telpon, sebenarnya sudah bersiap ke peraduan. Entah mau apa tidur sesore itu,” lanjutnya. Akhirnya pukul 23.30 mereka bertemu. Gus Abrar mendengar langsung permasalahannya. Termasuk update surat ke Polisi yang masih belum mendapatkan Surat Keterangan Tanda Terima (SKTT). Malam itu setelah berbincang, kita sepakat acara tetap lanjut. “Tapi, Mas Reza saya minta untuk segera mendapatkan SKTT,” tegasnya. Besoknya, ia mendapatkan info dari Mas Lutfi, ternyata Polsek Dau tidak mau mengeluarkan SKTT. Tapi acara tetap akan dilaksanakan, hanya tempatnya yang dipindah dari Hotel Radho Sengkaling ke Hotel Radho Kawi. Gus Abrar mendapatkan kepastian, Kokam siap memberi pengamanan. LPI pun sudah siap sedia. Laskar Gamal pun sudah siap. “Saya kontak Mas Junaedi dan Gus Hisa (Ansor), mereka memberi kabar bahwa tidak ada penolakan secara insitusi dari Ansor maupun Banser. Itulah kemudian, saya pastikan bahwa tidak ada penolakan acara UBN di Malang!” tegasnya. Senin Malam selepas isya’ ia menuju lokasi acara. Sampai sana suasana aman-aman saja. UBN sudah di lokasi, tapi masih di kamar. Namun, saat itu UBN disebut sedang mandi. “Saya balik arah menuju ruang acara, masih separuh kursi terisi,” ungkapnya. Setelah itu Gus Abrar Rifai keluar hotel, melihat-lihat suasana. Seorang laskar membuntuti. “Gak apa-apa, sampean balik ae nang jerru,” katanya. Ia jalan-jalan di sekitar hotel. Tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Tapi, kemudian beberapa mobil Polisi yang ditumpangi banyak perwira berdatangan. Satu, dua, dan seterusnya. Akhirnya secara bersamaan, Habib Zainal Abidin Bilfeqih dan Doktor Muwafiq datang. Ia masuk bersama mereka. Naik ke lantai lima, tempat acara. UBN sudah ada di sana. “Kami dipersilakan duduk di deretan kersi di depan. Saya dan Dr. Muwafiq menampik,” ujarnya. Gus Abrar memilih kembali turun ke bawah, sementara Dr. Muwafiq memilih duduk di kursi paling belakang, di belakang para ibu-ibu. Sedang Habib Zainal, karena beliau memang harus memberi sambutan, beliau pun maju. Duduk di sebelah UBN. Acara dimulai: mulai MC, tilawah, sambutan, dan paparan UBN. Lancar-lancar saja. Peserta membludak. Kursi tidak cukup. Banyak peserta yang berdiri. Semua lancar terkendali. “Saya husnuzhzhan saja, ini tidak ada apa-apa,” ungkap Gus Abrar. Tapi tak lama kemudian, ada kabar dari Ustadz Abdullah Hadrami, Habib Asad dan beberapa orang lainnya, mereka mendapat info dari Polisi bahwa sedang ada pergerakan massa menuju lokasi acara. Gus Abrar mengumpulkan para pimpinan laskar, “Kalian jangan terprovokasi. Berjagalah di depan hotel,” instruksinya. “Kalau mereka melakukan aksi di halaman, biarkan saja. Itu adalah tugas Polisi, apakah akan membiarkannya atau membubarkan. Tugas kalian adalah menjaga acara untuk tetap berjalan. Kalau sampai mereka masuk hotel untuk mengacau, baru kalian boleh bertindak!” “Siaaap!” jawab mereka. Tidak berapa lama memang ada beberapa orang, kisaran belasan orang saja. “Menurut informasi kawan-kawan, diantara mereka ini adalah orang-orang yang sama yang dulu pernah menolak deklarasi PA 212 di Gedung Muamalat,” ujarnya. Gus Abrar masuk ke barisan laskar di teras hotel. Mendengar, menyimak suara-suara mereka. Tid ak jelas memang, karena mereka tidak menggunakan pengeras suara. diantara beberapa yang terdengar, “Ayo mettuo koen, nyingkrio. Ojok nggawe kisruh nang Malang!” “Wong atasane dudu ulamaˋ kok ngaku-ngaku ulamaˋ. Ayo rene balapan karo aku moco kitab kuning, moco Imriti, moco Alfiyah…” dan lain sebagainya teriakan mereka. “Teman-teman diam saja mendengarkan teriakan mereka. Sambil sesekali tersenyum dan tertawa, kalau didapati ada yang dirasa lucu,” ungkap Gus Abrar Rifai. Teleponnya berdering, Mas Lutfi meminta Gus Abrar baik ke lantai tiga. Rupanya sedang berlangsung negosiasi antara beberapa Polisi dengan Dr. Muwafiq. Polisi minta acara dihentikan. Gus Muwafiq bersikeras tidak. Adu argumen terjadi. Polisi berdalih, acara ini tidak mengantongi SKTT. Sehingga harus bubar! Dr. Muwafiq berdalih, ini acara ilmiah, seminar, diskusi. Di dalam ruangan, bukan di ruang terbuka, tidak perlu adanya SKTT dan sejenisnya. “Kami sudah sering mengadakan acara semacam ini. Tidak pernah ada apa-apa. Polisi tidak ada yang meminta kami bubar.” “Tapi ini ada penolakan massa. Sehingga untuk alasan keamanan, acara dihentikan saja. Kami minta begitu. Tolong!” timpal seorang Polisi. Gus Abrar ikut menyela, “Pak, kalau memang untuk menghindari keributan, kenapa bukan mereka saja yang dibubarkan. Kenapa harus kami?” “Tidak bisa. Mereka adalah warga yang menolak.” “Alasannya apa?” Polisi tidak menjawab. Mereka tetap hanya meminta acara dibubarkan, agar situasi kembali baik. “Sekarang begini saja. Siapapun mereka yang melakukan penolakan, sebaiknya Sampean ajak masuk. Sampean dan mereka hadir saja, ikut mendengar ceramah UBN. Kalau memang dalam isi ceramah beliau ada yang tidak sesuai, silakan diturunkan. Silakan distop!” Tapi mereka tetap tidak mau. Mereka hanya meminta acara dihentikan. Itu saja. Negosiasi bubar. Gus Abrar tanya Dr. Muwafiq sebagai Ketua Panitia. “Gimana?” “Iya, kita ngalah saja. Acara kita hentikan,” jawabnya. Waktu mendekati pukul 21.00. “Saya dekati MC, saya sampaikan apa yang terjadi. Ustadz Bachtiar dibisiki. Beliau mengangguk. Tapi beliau minta waktu, sedikit saja. “Kalau begitu kita lompat saja ke urutan yang terkhir,” katanya kepada hadirin. Tepat jam 21.00 beliau mengakhiri ceramahnya. Tidak ada tanya jawab. “Saya meminta mic, saya kabarkan kepada jamaah, bahwa acara kita sukses, karena bisa terlaksana hingga pukul sembilan malam, sebagaimana rencana semula,” ujar Gus Abrar. Ia tidak memberitahu jamaah secara eksplisit tetang apa yang terjadi. Gus Abrar juga hampiri UBN, kita salaman dan bercipika-cipiki. Ia pun lantas berbisik, “La baˋsa. Hadza syaiˋ ‘adi fidda’wah.” Apakah setelah acara dihentikan kemudian tuntutan selesai? Ternyata tidak! Polisi meminta agar peserta cepat-cepat keluar dari hotel. Padahal makan malam sudah terlanjur disiapkan. Gus Abar minta waktu kepada Polisi, “Biarkan mereka makan dulu, Pak.” Polisi setuju. Tapi tak lama, Polisi meminta agar cepat-cepat selesai, semua harus keluar dari hotel. Semua peserta sudah keluar. “Yang tersisa di hotel adalah para tamu, yang sebagian saya lihat wajah mereka menyuratkan kecemasan. Saya dan beberapa panitia memang sudah buka kamar, jadi kami termasuk tamu hotel,” ungkap Gus Abrar. Tapi, setelah itu apakah urusan selesai? Ternyata tidak! Kali ini Polisi meminta UBNr untuk menemui orang-orang pengunjuk rasa. “Saya setuju, Mas Reza setuju. Dr. Muwafiq sudah tidak ada di lokasi. Saya telpon beliau, tapi ternyata sudah menjauh dari hotel,” katanya. Ia sampaikan kepada beberapa orang yang mengawal UBN –sebagiannya disebut ajudan– agar ditemui saja mereka. Kita dialog, kita diskusi, apa sebenarnya yang menjadi penolakan mereka terhadap UBN. Biarkan UBN menjawab. Ternyata menunggu lama, UBN tak juga keluar dari kamar. Bahkan seorang diantara yang disebut pengawal UBN berujar, “Gak perlu ditemui mereka. Malah nanti kita bisa marah, kalau mereka melontarkan omongan-omongan yang tidak sopan.” Dari situ Gus Abrar sudah tidak OK. Kenapa harus takut dengan cercaan, cacian dan bahkan hinaan sekaligus. Justru ini kesempatan bagi UBN untuk mendengar dan menyampaikan sikapnya. Apalagi di hadapan Wakapolresta dan jajarannya, yang sudah menyatakan akan mendampingi. UBN tidak juga keluar. Polisi terus mendesak. Akhirnya Gus Abrar berinisiatif ia dan Pak Dadik, pemilik hotel yang menghadapi. Kita temui lima orang perwakilan mereka. “Tapi pembicaraan sudah tidak fokus ke substansi,” lanjutnya. Tapi malah melebar ke mana-mana: Parkiran mobil, pedagang nasi, orang Malang dan bukan orang Malang dan lain-lain. Mereka menuntut adanya ganti rugi dari Pak Dadik terkait juru parkir yang katanya tidak bisa bekerja karena adanya acara ini. Ada juga pernyataan ketidaksukaan terhadap UBN. Tapi tak disertai alasan apa yang membuat mereka tidak suka kepada UBN. Pak Dadik menjelaskan bahwa hotel ini bebas. Siapa saja boleh menginap dan membuat acara. “Lha wong saya ini bisnis, ” kata Pak Dadik. “Ada banyak ulamaˋselain UBN yang menginap dan membuat acara di hotel Radho. Kita terima saja.” Pak Dadik kemudian menyebut banyak nama yang sudah pernah menginap di Radho Hotel. Termasuk juga daftar ulamaˋyang akan menginap. Diantaranya KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Republik Indonesia. Pak Dadik memberi sejumlah uang, yang katanya untuk ganti rugi mereka. Mereka juga mengultimatum agar Pak Dadik tidak lagi menerima UBN dan yang sama dengannya. “Saya tidak tahu pasti, apa yang dimaksud sama,” ujarnya. Apakah setelah itu selesai? Ternyata tidak! Kali ini tuntutannya sebagaimana yang disampaikan oleh Wakapolresta adalah UBN keluar dari hotel. Entah pindah hotel atau keluar Malang. “Saya jamin keamanan beliau selama dalam perjalan,” kata Wakapolresta. “Sampai di situ saya minggir. Saya tidak ikut-ikut lagi. Saya serahkan bagaimana Mas Reza dan Timnya UBN. Saya naik ke lantai tiga, menemui teman-teman Forum Peduli Bangsa (FPB) yang kebetulan malam itu juga sedang rapat,” ungkap Gus Abrar. Selanjutnya ia sudah tidak tahu apa yang terjadi. Sampai akhirnya terdengar teriakan-teriakan keras. "Rupanya UBN sudah dikeluarkan dari hotel, disertai Polisi. Diiringi teriakan orang-orang yang entah apa maksudnya,” katanya. Jadi, siapa sebenarnya yang menolak UBN di Kota Malang itu? *** Penulis wartawan senior.
RUU Omnibuslaw Minerba, Balas Jasa Kepada Bandar Tambang Batubara
By Salamuddin Daeng Jakarta FNN - Membaca draf UU Omnibuslaws terkait dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (Minerba), disana tampak bahwa Omnibuslaws ini adalah UU untuk menciptakan pekerjaan bagi para bandar batubara. Mereka itu yang ditenggarai menjadi penyandang dana utama dalam Pilpres 2019 lalu. Draf Omnibuslaws UU Minerba memperlihatkan ambisi para taipan tambang, terutama tambang batubara. Mereka berambisi untuk mengeruk keuntungan dengan sangat efektif dan efisien. Untuk itu, mereka sangat berharap berbagai kemudahan yang akan diberikan langsung oleh pemerintah pusat dalam hal ini oleh Presiden, melalui : Pertama, menghapus semua kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam UU Minerba. Yang paling utama adalah bagian perijinan. Pengusaha pertambangan berharap Pemda menyerahkan semua hak dan keweangan terkait pertambangan kepada pemerintah pusat yakni presiden. Rencana ini termuat dalam sebagian besar pasal Omnibuslaws. Bahkan menjadi maksud dan tujuan utama penghapusan banyak pasal dalam UU minerba. Pintu masuknya adalah Pasal 4 ayat (2) RUU Omnibuslaw, yaitu “penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan Pemerintah Pusat”. Pada ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan penguasaan mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kedua, penyediakan pintu ijin pertambangan khsus bagi pihak-pihak yang diangap pemerintah harus diberi kehususan. Misalnya, “pertambang milik oligarki penguasa sendiri, teman-temannya penguasa sendiri, atau asing yang biasanya selalu dihkususkan oleh penguasa”. Ketentuan mengenai masalah ini termuat dalam pasal 36 ayat (1) “kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan pertambangan khusus terdiri atas dua tahap kegiatan, yaitu eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Berikutnya adalah operasi produksi, yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta reklamasi dan pasca tambang. Sedangkan ayat (2)RUU ini menyatakan “pelaku usaha yang memenuhi perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara”. Pada ayat (3) berbunyi “pelayanan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menggunakan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah. Ketiga, melepaskan kewajiban perusahaan pertambangan batubara dari kegiatan pengolahan di dalam negeri. Selama ini kewajiban melakukan pengolahan di dalam negeri dianggap telah menghambat ijin, ekspor, dan lain sebagainya. Maksud ini termuat dalam RUU ini pasal 102 ayat (1), yaitu “pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau Batubara melalui a). pengolahan dan Pemurnian Mineral logam, b). pengolahan mineral bukan logam, c). pengolahan batuan, dan/atau d). pengembangan dan pemanfatan batubara”. Sementara pada (2) menyatakan “pelaku usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengembangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikecualikan dari kewajiban pemenuhan kebutuhan batubara di dalam negeri”. Keempat, pemberian hak lebih luas kepada pemegang ijin pertambangan khsus untuk bermitra dengan yang tidak khusus. Jadi, dengan demikian ijin bersifat kusus, namun pemanfaatan bahan tambangnya bersifat umum atau seperti pertambangan lainnya. Maksud ini termuat dalam pasal 104 yakni (1) RUU ini adalah Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan, dan kegiatan usaha pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerjasama pengolahan dan/atau pemurnian dengan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha pertambangan khusus atau dengan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha pengolahan dan/atau pemurnian. Pada ayat (2) menyatakan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerjasama pengembangan pemanfaatan batubara dengan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha pertambangan khusus atau dengan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha pengembangan dan pemanfaatan batubara. Kelima, pemberian fasilitas tambahan kepada perusahaan tambang batubara berupa pembebasan kewajiban royalty menjadi nol persen (0%). Padahal selama ini royalty pertambangan batubara hanyalah secuil dibandingkan dengan nilai batubara yang dikeruk dari bumi Indonesia. Maksud ini tertuang dalam Pasal 128 dan 129. Yang disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 128A yang berbunyi sebagai berikut (1) pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah mineral dan b/JHC batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128. Sementara pada ayat (2) pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat berupa pengenaan royalty sebesar 0%. Keenam, memberikan hak perpanjangan otomatis kepada perusahaan yang berakhir masa kontraknya, tanpa melalui lelang. Ketentuan ini dipastikan berkaitan dengan tambang batubara raksasa yang akan berakhir masa kontraknya sampai dengan tahun dalam tahun 2020-2021. Maksud ini termuat didalam Pasal 169 dan Pasal 170. Juga disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 169A pada ayat 91) yang berbunyi “Kontrak Karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara: a). yang belum memperoleh perpanjangan, dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara”. Sedangkan pada huruf berikutnya b). menyatakan “yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan kedua sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara”. Jadi luar biasa hasil pemilihan presiden langsung di Indonesia kakli ini. Telah mengasilkan politik balas jasa dari para penyelenggara negara kepada para bandar yang menjadikan mereka sebagai pejabat negara, dan menjadi orang hebat. Ini sungguh pengabdian para pejabat negara ini kepada para taipan yang mengkhianati amanat Pancasila dan UUD 1945. Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (EPI)