POLITIK

Koalisi Anies Terbentuk: Jika Mau Lepas dari Cengkeraman Oligarki, Relawan Harus Mau Saweran

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), kemarin menyatakan bahwa mereka sudah sepakat untuk mengusung Anies Baswedan sebagai capres pada pemilu 2024. Tetapi, mengenai bakal calon wakil presiden belum diumumkan. Tampaknya, bagi mereka yang penting saat ini adalah kesepakatan dukungan terlebih dahulu, baru kemudian membicarakan bersama tentang bakal calon wakil presiden. Menanggapi penyataan AHY tersebut, Rocky Gerung, dalam Kanal Youtube Roocky Gerung Official edisi Jumat (26/01/23/) mengatakan, “Saya kira itu yang paling tepat, statement yang paling  terukur. Seperti biasa, AHY dan Pak SBY ini terukur. Supaya ada kepastian rakyat bahwa Anies tetap punya potensi untuk memenangkan pemilu dan PKS pasti juga akan melakukan hal yang sama. Yang penting Anies merasa lega.” Menurut Rocky, ini sebetulnya bukan buat Demokrat, tetapi buat Anies, karena Anies selama  ini diombang-ambingkan. Sementara itu, sampai saat ini tidak ada calon yang mampu mengatakan bahwa dia bukan penerus Jokowi.  Itulah etika politik. Karena Demokrat dan PKS ada di dalam posisi oposisi, tapi orang tetap ingin melihat bahwa ada calon dari pihak oposisi, dan itu hanya Anies. Dengan demikian, ada yang ‘melawan’ posisi Jokowi hari ini, dalam arti supaya ada pilihan. Ini merupakan teknik yang bagus dari Demokrat untuk mengeluarkan rilis. Sedangkan soal calon wakil presiden, harus ada pembicaraan bersama-sama satu kamar.   Setelah Demokrat menyatakan dukungannya, kini tinggal nunggu PKS, karena konon pernyataan dukungan dari PKS tinggal menunggu waktu. “Pastilah tinggal menunggu waktu. PKS pada akhirnya juga akan begitu, tapi seperti kata pepatah time is money,” canda Rocky dalam sebuah pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu. Maksudnya, memang tidak perlu mahar, tetapi tetap harus ada semacam uang kerohiman dalam politik, semacam persahabatan di antara partai oposisi, saling memperkuat . Salah satu cara memperkuat adalah dengan transaksi yang signifikan. Memang, dalam pilpres dengan sistem politik seperti sekarang ini, dibutuhkan biaya yang besar untuk membiayai politik, mulai dari kampanye, saksi-saksi, dan lain-lain. Selama ini, masalah biaya menjadi pintu masuk bagi oligarki untuk mengendalikan partai-partai politik. Oleh karena itu, saat ini adalah momentum bagi para relawan untuk menunjukkan keseriusan mereka melawan oligarki.   “Ya, saya kira itu poin. Tentu kita atau lewat FNN kita usulkan bahwa kalau koalisi terbentuk, lakukan aktivitas pengumpulan dana berbasis relawan. Jadi, begitu Anies muncul, walaupun secara elektoral mungkin akan dijegal juga karena nggak bisa nyampe 20%, tetapi sudah dibuat tradisi bahwa 3 partai ini punya relawan, dan relawan akan bilang this is my share. Di Amerika biasa begitu, walaupun hanya 10 dolar ini tanda dukungan saya. Supaya terjadi semacam crowd funding yang dasarnya adalah partisipasi, bukan mobilisasi,” ujar Rocky. Jadi, tambah Rocky, jangan menunggu partai-partai itu beli suara. Justru kita, kalau ingin perubahan, kita dukung dengan sumbangan, mau Rp 100.000 atau Rp10.000 tidak apa-apa. Jadi jelas oligarki tahu bahwa dana yang akan menghadapi dia. Secara mental, secara moral, orang Indonesia sekali dia merasa ada keadilan, orang akan berbondong-bondong mengumpulkan uang. Itu juga yang terjadi pada Pilpres tahun 2019, pada relawan Sandi dan Prabowo.(sof)

Anies Resmi Capres Demokrat 2024, PKS Sepakat Segera Membentuk Sekber

Jakarta, FNN – Akhirnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyepakati ajakan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), untuk segera membentuk sekretariat bersama dengan Partai Nasdem. Sekretaris bersama yang diberi nama Sekretariat Perubahan ini dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan mereka, sekaligus mematangkan langkah koalisi perubahan yang terdiri dari NasDem, Demokrat, dan PKS, untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. “Kami menyambut baik usulan Partai Demokrat terkait usulan pembentukan Sekretariat Perubahan sebagai bentuk persiapan menuju deklarasi bersama 3 partai, tapi berharap hal tersebut akan semakin memperkuat soliditas dan kebersamaan, serta memperkuat komitmen kerjasama koalisi antara 3 partai,”  kata juru bicara, sekaligus anggota tim kecil dari PKS, Muhammad Khalid, seperti dikutip dari kumparan.com. Sebenarnya, selama ini ketiga partai sudah membentuk tim kecil koalisi perubahan untuk mematangkan kesepakatan-kepakatan penting dalam rencana koalisi, tambah Khaluid. Tim kecil tersebut merupakan perwakilan resmi PKS, Nasdem, dan Demokrat dan sudah bekerja dengan sangat baik. Mereka setuju jika tim kecil tersebut bisa ditransformasikan menjadi Sekretariat Perubahan.  Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, dalam keterangan tertulisnya secara resmi mengumumkan dukungan partainya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta untuk maju pada pemilihan presiden tahun 2024. AHY mengajak calon mitra koalisinya untuk segera membentuk Sekretariat Perubahan. AHY menyatakan bahwa kerja tim kecil koalisi perubahan mendekati tahap final. Dari pertemuan intens yang dilakukan oleh Demokrat, Nasdem, dan PKS selama 6 bulan belakangan, AHY menyatakan cukup bagi Demokrat untuk memutuskan pilihan penting dan fundamental menghadapi Pemilu 2024 dan Pilpres 2024. Ketiga partai tersebut sudah satu pandangan untuk mendukung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. “Adapun terkait bakal calon presiden, sudah ada persamaan cara pandang dari ketiga partai untuk mengusung Anies Baswedan sebagai capres,” ujar AHY. AHY juga mengatakan bahwa Anies Baswedan merupakan sosok yang mampu memberikan perubahan dan perbaikan. “Bagi Demokrat, Mas Anis adalah tokoh perubahan dan perbaikan,” ujar AHY. Dengan keputusan Demokrat yang telah memastikan akan mengusung Anies sebagai calon presiden, sekarang tinggal PKS yang ditunggu-tunggu sikapnya. Sejumlah sumber yang dekat dengan Anies dan mengetahui detail pembicaraan di tim kecil, menyebutkan bahwa pengumuman PKS tinggal menunggu waktu. PKS menyerahkan sepenuhnya keputusan pencapresan kepada Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al-Jufri. Seperti diketahui bahwa pada 22 Desember lalu, Salim Segaf Al Jufri telah bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, di Cikeas. Dapat dipastikan bahwa pertemuan keduanya membahas secara serius pencalonan Anies Baswedan. Pengumuman keputusan Demokrat mengusung Anies Baswedan disampaikan tidak lama setelah para petinggi Demokrat mengadakan semacam pertemuan terbatas di kampung halaman Pak SBY, di Pacitan, Jawa Timur, setegah bulan lalu. “Untuk koalisi, kami tetap mengupayakan agar koalisi perubahan bersama Nasdem dan PKS bisa segera terwujud secara resmi,” kata sekretaris Majelis Tinggi Partai, Andi Malarageng, kepada media, Senin (16/01/23). Meski koalisi ketiga partai sepakat untuk mengusung Anies sebagai capres, kesepakatan siapa yang akan diusung sebagai calon wakil presiden belum jelas. Demokrat menginginkan AHY sebagai cawapres, sementara PKS menyodorkan Aher. Namun, sikap PKS kelihatannya lebih lentur dibandingkan Demokrat soal siapa yang akan diusung sebagai cawapres. Pertimbangan PKS lebih pada soal logistik Pemilu. Saat ini, Demokrat sudah mengumumkan dukungannya kepada Anies, lalu kapan PKS akan juga mengumumkannya? “Secara kalkulasi politik, bagi PKS ya koalisi bersama Nasdem dan Demokrat untuk mengusung Anies adalah pilihan yang terbaik,” ujar Hersubeno Arief dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Kamis (25/01/23). Jika PKS sudah menyatakan dukungannya kepada Anies maka penantian panjang Anies untuk mendapatkan tiket capres akan berakhir. Kontestasi politik nasional juga akan sangat menarik setelah Anies dipastikan mendapat tiket pencapresan dari koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS. Tetapi, kini, ketika media ramai-ramai memberitakan keputusan Demokrat untuk mendukung Anies Baswedan sebagai capresnya, tiba-tiba sejumlah politisi Nasdem yang dipimpin oleh Ahmad Ali melakukan kunjungan ke sekretariat bersama Gerindra dan PKB. “Ini langkah kuda apalagi? Saya kira ini yang membuat para pendukung Anies sampai sekarang masih belum bisa menarik nafas lega, apakah akhirnya Anies Baswedan ini betul-betul mendapat tiket atau tidak,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Tadinya orang berpikir bahwa setelah Demokrat menyatakan akan mendukung Anies maka tinggal menunggu PKS, tetapi ternyata tidak. Setelah Nasdem mengungi Sekber Gerindra – PKB, orang kembali bertanya-tanya, ada apa?  “Orang di lingkaran dekat Anies saya kontak, dia menjawabnya secara bercanda bahwa ini hanya silaturahmi dan ini benchmark untuk membuat sekretariat bersama. Mudah-mudahan bener seperti itu,” harap Hersu. (ida)

Kepala Desa

Oleh Daniel Mohammad Rosyid - Guru Besar ITS SETELAH sindiran Megawati dalam HUT PDIP ke-50 baru-baru ini telah menyurutkan wacana perpanjangan jabatan Presiden melalui penundaan Pemilu 2024 atau amandemen UUD 2002, kini muncul gelombang tuntutan para Kepala Desa untuk diperpanjang masa jabatannya dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Para kepala desa juga mengancam anggota DPR jika tidak memenuhi tuntutan ini melalui perubahan UU No.6/2014 tentang Desa, maka partai-partai politik yang menolak tuntutan mereka itu akan \"dihabisi\" para kepala desa tersebut. Seperti yang dikatakan Ubeidilah Badrun, gerakan para kepala desa ini tidak mungkin dipisahkan dari agenda pemenangan parpol tertentu dalam Pemilu 2024, termasuk Pilpres.  Tuntutan para Kepala Desa ini secara substantif bermasalah. Yang pertama, setiap jabatan publik, bahkan di tingkat desa sekalipun, adalah amanah yang harus diselesaikan secepat mungkin untuk kemudian diserahkan ke pengganti yang lebih muda. Kedua, jika masa jabatan Presiden saja dibatasi 5 tahun, urusan di tingkat desa yang jauh lebih sederhana seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih singkat. Alasan perpanjangan jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun seperti yang disampaikan oleh tokoh PDIP Budiman Sujatmiko tidak masuk akal dan mengada-ada. Kali ini Budiman tidak seperti biasanya yang cerdas, kini tampak dungu. Ketiga, tidak ada jabatan publik yang layak dipertahankan mati-matian atau dipanjang-panjangkan, kecuali karena motiv koruptif. Bahkan memberi kesempatan menjabat 2 periode pun tidak punya pijakan praktis dan etis. Membuka kemungkinan menjabat dua periode akan menimbulkan sindrom petahana yang buruk bagi good governance termasuk upaya mereformasi birokrasi agar makin meritokratik.  Jika semula UU diciptakan atas inisiatif Pemerintah atau DPR, maka perubahan atas UU Desa ini seolah didesakkan dari bawah oleh para Kepala Desa. Selama beberapa tahun terakhir ini, banyak bukti bahwa keduanya adalah maladministrasi publik yaitu praktek pembuatan UU yang diabdikan untuk kepentingan elite, kali ini elite desa, bukan untuk kepentingan publik pemilih atau masyarakat desa. Apakah memperpanjang jabatan Kepala Desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun akan meningkatkan pelayanan publik di desa? Negatif. Kekuasaan cenderung korup, dan memperlamanya akan menambah dan memperluas korupsi. Sudah banyak laporan korupsi atas dana desa  akibat pilkades yang tidak murah. Setiap investasi hanya akan value for money jika memenuhi 2 syarat : birokrasi yang bersih, dan operator pelaksana yang profesional. Dua hal ini masih langka ditemui di banyak desa. Akibatnya, banyak dana desa yang gagal menghadirkan pelayanan yang value for money tapi hanya pelayanan yang value for monkeys desa saja.  Sebagai agenda reformasi, desentralisasi ke tingkat Kabupaten atau Kota hingga hari ini belum memenuhi harapan, yaitu peningkatan pelayanan publik di daerah otonom. Bahkan seorang Bupati baru-baru ini secara terbuka berselisih dengan seorang Dirjen soal Dana Bagi Hasil SDA. Desa bukanlah daerah otonom. Kepemimpinan desa masih mudah dimanipulasi oleh Bupati dan Walikota hingga elite politik di Jakarta. Sulit untuk menghindari kecurigaan bahwa gerakan para Kepala Desa ini digalang oleh kepentingan pemenangan Pemilu 2024 termasuk Pilpres. Kita berharap para Kepala Desa ini tidak berubah menjadi monyet desa di tahun-tahun politik ini.  Jemursari, Surabaya, 26 Januari 2023

Peserta Pemilu Maksimal Punya 10 Akun Medsos untuk Kampanye

Jakarta, FNN - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengingatkan bahwa pada masa kampanye Pemilu 2024 mendatang para peserta pemilu hanya dapat memiliki maksimal 10 akun media sosial (medsos) di tiap platform untuk melakukan kampanye.Afif, sapaan akrab Mochammad Afifuddin, mengatakan hal tersebut telah diatur oleh pihaknya dalam Pasal 35 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum (Pemilu).\"Nah, ini di Pasal 35 (PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu), medsos bisa dibuat paling banyak (oleh peserta pemilu) 10 akun. Contohnya, Instagram-nya 10, Facebook-nya 10,\" ujar Afif saat menjadi narasumber dalam seminar bertajuk \"Pers dan Pemilu Serentak 2024\" di Jakarta, Kamis.Sebagaimana dimuat dalam Pasal 35 ayat (1) PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, disebutkan bahwa peserta pemilu dapat melakukan kampanye melalui media sosial.Kemudian di ayat (2), disebutkan bahwa akun media sosial yang digunakan oleh peserta pemilu untuk melakukan kampanye dapat dibuat paling banyak 10 akun untuk setiap jenis aplikasi atau platform.Berikutnya dalam ayat (3), disebutkan bahwa desain dan materi pada media sosial paling sedikit memuat visi, misi, dan program peserta pemilu.Dalam kesempatan yang sama, Afif pun menyampaikan, saat ini KPU telah membentuk gugus tugas atau satuan tugas (satgas) untuk mengawasi akun-akun di media sosial di tengah penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.Gugus tugas itu, lanjut dia, terdiri atas KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).\"Saya mau menjelaskan kalau medsos ada gugus tugas lagi yang isinya hanya tiga KPU, Bawaslu, Kemenkominfo ini menjembatani seluruh platform. Tanda tangan pertama satgas ini di Bawaslu waktu itu. Kalau enggak salah, ada 13 platform,\" kata dia.(sof/ANTARA)

Ada Ide Parpol Pendukung Proporsional Terbuka Membuat Koalisi

Jakarta, FNN - Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan adanya gagasan delapan partai politik yang mendukung penerapan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 membentuk koalisi bersama.\"Ada delapan partai yang menginginkan proporsional terbuka. Lalu kemudian ada ide tadi, bagaimana kalau delapan ini membentuk suatu koalisi permanen bersama di dalam menghadapi Pileg dan Pilpres,\" kata Dasco di Sekber Gerindra-PKB, Jakarta, Kamis.Ia menyebut pembicaraan terkait hal tersebut dibahas saat DPP Partai NasDem mengunjungi Sekretariat Bersama (Sekber) Partai Gerindra-PKB pada hari ini.\"Itu menurut saya kan sah-sah saja, sepanjang dari delapan partai ini kan mau semua dan kita berdoa, mudah-mudahan,\" ujarnya.Ia menyebut pembicaraan bersama DPP NasDem juga menggarisbawahi soal politik yang dinamis. Untuk itu, komunikasi politik yang diinisiasi DPP NasDem dengan mengunjungi Sekber Gerindra-PKB sudah seyogianya dilakukan.\"Tadi juga saling berbicara bahwa politik ini dinamis sehingga komunikasi-komunikasi seperti tadi itu memang harusnya dilakukan antarpartai politik. Bahwa kemudian nanti terjadi hal yang di luar direncanakan, ya itu namanya politik, bisa saja mungkin terjadi sehingga kedatangan teman-teman (NasDem) tadi kita sambut juga dengan tangan terbuka,\" tuturnya.Selain memberikan ucapan selamat atas peresmian Sekber Gerindra-PKB, Dasco mengatakan pembicaraan bersama DPP NasDem membahas pula kesepakatan untuk membangun sistem demokrasi yang baik, serta komunikasi-komunikasi politik terkait pemilu ke depannya.\"Kita melaksanakan pesta demokrasi ini tentunya dengan penuh suka cita, jangan kemudian terpolarisasi seperti yang sudah-sudah,\" ucapnya.Dasco pun tak menutup kemungkinan bahwa ke depannya akan melangsungkan pertemuan kembali dengan Partai NasDem.Ia juga menyebut koalisi Gerindra-PKB terbuka bagi parpol lain yang ingin bergabung dalam sekoci koalisinya.\"Direncanakan pertemuan itu akan tidak cuma sekali. Pertemuan akan dilakukan beberapa kali, dan kami juga di Sekber ini dengan tangan terbuka menerima jika ada partai-partai lain yang akan melakukan komunikasi dan melakukan rencana-rencana politik ke depan,\" katanya.Sebelumnya, DPP Partai NasDem menjadi tamu parpol pertama yang datang menyambangi Sekber Partai Gerindra-PKB di Jakarta, Kamis, tiga hari setelah diresmikan pada Senin (23/1).Anggota DPP Partai NasDem yang dipimpin Waketum Partai NasDem Ahmad Ali disambut oleh sejumlah petinggi Partai Gerindra dan PKB, di antaranya Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Syaiful Huda.(sof/ANTARA)

Megawati Seakan Dikepung untuk Mengumumkan Ganjar Pranowo

Jakarta, FNN - Pengamat politik Hendri Satrio menilai seolah-olah Megawati Soekarnoputri dikepung dari berbagai sisi agar mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang akan diusung PDIP di Pemilu 2024.  \"Seolah-olah Megawati dikepung dari berbagai sisi untuk segera mengumumkan Ganjar Pranowo,\" kata Hendri Satrio yang juga pendiri Lembaga Survei Kedai Kopi dalam diskusi \"Kemana Mega Berlabuh\" di Jakarta, Kamis. Menurut dia, hal itu lah yang terlihat belakangan ini dalam penentuan calon presiden yang akan diusung PDI Perjuangan pada Pemilu 2024. \"Tiba-tiba muncul sosok Ganjar Pranowo, seperti muncul dari kekuatan luar partai politik, munculnya slogan-slogan mengancam PDI Perjuangan \'ora Ganjar ora\' atau seperti yang saya katakan tadi dikepung Megawati Soekarnoputri seolah-olah harus Ganjar Pranowo,\" kata dia. Menurut Hendri ada yang mengatakan penentuan calon presiden dengan elektabilitas tinggi seperti elektabilitas Ganjar Pranowo saat ini akan memberikan efek ekor jas terhadap suara yang diraup partai. Namun, lanjut dia hal tersebut ternyata tidak terjadi jika melihat hasil Pemilu 2014 dan 2019.  \"Apakah betul Ganjar Pranowo akan menyumbangkan cocktail effect yang besar kepada PDIP. Jokowi saja dengan Jokowi efeknya 2014 hanya menyumbangkan 4,6 persen untuk PDIP Perjuangan,\" kata dia  Bahkan, lanjut Hendri, pada Pemilu 2019 kepuasan publik 60 sampai 70 persen terhadap Presiden Jokowi dan saat itu hanya menyumbang 0,38 persen untuk PDI Perjuangan.  Menurut dia, Megawati Soekarnoputri menentukan calon presiden yang akan diusung PDIP bukan hanya berdasarkan elektabilitas semata, tapi lebih berdasarkan penilaian ideologi yang dimiliki para kandidat.  \"Berdasarkan catatan-catatan demi catatan, biasanya Megawati menentukan berdasarkan ideologi, bagaimana sih calon memiliki ideologi yang mirip dengan perjuangannya PDI Perjuangan,\" kata Hendri Satrio.(sof/ANTARA)  

Plt Bupati Bogor Diminta Segera Mengisi Kursi Jabatan Kosong

Kabupaten Bogor, FNN - Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rudy Susmanto, di Cibinong, Bogor, Kamis, meminta Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Iwan Setiawan segera melakukan rotasi mutasi di lingkungan Pemkab Bogor untuk mengisi sejumlah kursi jabatan yang kosong.Menurut Rudy, Iwan hanya memiliki waktu efektif sekitar enam bulan, dalam menuntaskan seluruh target yang ada dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023, sekaligus mengakhiri masa jabatan pasangan Ade Yasin-Iwan Setiawan.\"Masa jabatan kan berakhir pada akhir Desember 2023. Menurut aturan, enam bulan sebelum masa jabatan berakhir, bupati tidak boleh mengambil kebijakan strategis. Artinya waktu efektif hanya sekitar enam bulan tahun ini,\" kata Rudy.Ia menjelaskan, pengisian jabatan-jabatan kosong harus segera dilakukan, untuk melakukan upaya percepatan pengentasan program-program yang telah dicanangkan dalam RPJMD 2018-2023.Selain itu, jabatan kosong yang sudah terisi, akan memudahkan Pemkab Bogor dalam menjalani masa transisi selama tahun 2024, di mana saat itu kepemimpinan diemban oleh seorang penjabat (Pj) bupati Bogor.\"Ya tahun ini, diperkirakan ada 70 jabatan kosong. Itu harus segera dilakukan pengisian. Jabatan kosong itu meliputi kepala dinas, sekretaris dinas, hingga kabid dan kasi. Mumpung sekarang masih bisa mengambil kebijakan, agar segera diisi,\" kata politisi Gerindra itu pula.Meski begitu, Rudy berharap pengisian jabatan tidak dilakukan dengan asas kedekatan dengan pimpinan, melainkan mengacu pada kualitas dan kapasitas aparatur sipil negara (ASN), baik dari sisi pengalaman maupun latar belakang pendidikan.\"Saya sangat yakin dan percaya bahwa banyak SDM di Kabupaten Bogor yang mampu dan sanggup. Jadi saya berharap walaupun dipimpin plt hari ini, seluruh jabatan strategis segera diisi agar tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat,\" kata Rudy.(sof/ANTARA)

Perahu Koalisi Perubahan Bagai Layar Mulai Terkembang

Jakarta, FNN - Keputusan Partai Demokrat yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden, pada Rabu (26/1) ini, bagaikan layar mulai terkembang. Setelah sebelumnya perahu Koalisi Perubahan belum bergerak dan terus bersandar di bibir pantai. Padahal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) telah menjadi penjuru pada Oktober 2022 dengan menyodorkan Anies Baswedan sebagai nakhoda. “Sebelumnya layar perahu Koalisi Perubahan masih kuncup. Kini dengan deklarasi yang dilakukan Partai Demokrat, layar politik mulai terkembang. Dan akan semakin berkembang, jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) segera melakukan deklarasi dalam waktu dekat,” ungkap analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Menara Unas, Jakarta, Kamis (26/1). Menurut Selamat Ginting, deklarasi bakal calon presiden yang dilakukan Demokrat sekaligus kredit poin penting bagi Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk bisa dipilih menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres). Demokrat maju selangah dibandingkan PKS. Peluang AHY semakin terbuka daripada mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) yang semula akan disorongkan PKS untuk menjadi bakal cawapres mendampingi Anies Baswedan.  “Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjadi king maker dalam keputusan politik yang tidak mudah ini. Pelan-pelan Koalisi Perubahan bisa keluar dari kemelut persoalan siapa yang nantinya akan diusung menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.    Dikemukakan, terbentuknya koalisi mana pun mesti disambut dengan gembira, karena menandakan iklim politik di Tanah Air berjalan sesuai rencana. Artinya pemilu 2024 sudah semakin dekat setelah sebelumnya kehidupan politik dihujani ketidakpastian dengan adanya rumors penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk soal jabatan presiden tiga periode. “Setelah diliputi ketidakpastian selama sekitar empat bulan, kini Koalisi Perubahan yang terdiri dari Nasdem, Demokrat, dan PKS mulai terlihat bagai cahaya di ujung lorong. Tampilnya Koalisi Perubahan sekaligus menepis hanya akan ada dua poros yang saling berhadapan seperti Pemilu 2019 lalu,” ujar Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik Unas.  Menurutnya, kontestasi Pemilu 2014 akan lebih menarik dan sangat ketat jika menghasilkan 3-4 poros politik atau koalisi politik. Kondisi ini akan memberikan pilihan politik kepada masyarakat untuk mencari yang terbaik dari 3-4 poros yang kemungkinan akan terbantuk. Iklim politik yang baik ini, sekaligus untuk menghindari polarisasi politik yang tidak sehat.   Dikemukakan, sambil menunggu deklarasi dari PKS, maka koalisi ini sudah bisa segera membentuk sekretariat bersama (sekber), seperti presidium. Hal ini karena posisi ketiga partai politik tersebut dalam Pemilu 2019 lalu, perolehan suara maupun kursinya di parlemen, hampir sama. Gerindra dan PKB sudah membentuk sekber terlebih dahulu dengan bakal capresnya Prabowo Subianto. Sehingga komunikasi politik sudah bisa dibangun oleh Koalisi Perubahan maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dalam format kandidasi politik untuk mencari kandidat bakal cawapres yang bisa disetujui anggota koalisi masing-masing. “Nasdem meraih sekitar sembilan persen dengan perolehan 59 kursi, PKS meraih 8,2 persen dengan perolehan 50 kursi, dan Demokrat meraih sekitar 7,8 persen dengan perolehan 54 kursi. Rumitnya adalah, siapa ketua kelasnya?” kata Ginting, bertanya. Hal ini, kata dia, mengingat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai icon Demokrat, pernah menjadi presiden selama dua periode. Kemudian Surya Paloh adalah politikus kawakan yang berhasil membawa Nasdem masuk dalam urutan keempat pemenang pemilu 2019 lalu. Padahal baru dia kali Nasdem mengikuti kontestasi pemilu. Sementara PKS pada pemilu 1999 hanya memperoleh 1,36 persen, kini sudah meraih lebih dari delapan persen.  “Tidak ada pilihan bagi Demokrat maupun PKS, selain masuk dalam Koalisi Perubahan. Koalisi ini tidak akan pernah ada apabila Nasdem tidak keluar dari koalisi yang mendukung pemerintahan. Sebagai oposisi, DNA atau pewarisan sifat politik Demokrat dan PKS tidak mungkin bisa bergabung dengan koalisi yang digagas pemerintahan Jokowi,” ungkap Ginting. Apalagi, lanjutnya, gabungan suara atau kursi PKS dan Demokrat tidak mencukupi ambang batas partai politik untuk bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam kontestasi Pemilu 2024. Gabungan mereka hanya sekitar 16 persen, jadi masih kurang empat persen untuk mencapai presidential threshold. Menurutnya, dengan adanya deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres oleh Demokrat dan menyusul dari PKS, maka pemilu 2024 potensial menghasilkan minimal tiga poros, yakni: Koalisi Perubahan (Nasdem-Demokrat-PKS); Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa /PKB); Koalisi Indonesia Baru (Partai Golkar – Partai Amanat Nasional /PAN) – Partai Persatuan Pembangunan /PPP). “Jika tidak ada kejutan politik, maka tinggal menunggu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan bergabung ke koalisi mana? Bergabung ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau Koalisi Indonesia Baru? Atau mereka akan percaya diri untuk berdiri sendiri karena memenuhi syarat untuk mencalonkan sendiri, tanpa gabungan partai politik?” pungkas Ginting. (sws)

Maksud Hati Mau ‘Menghajar’ Anies, Apa Daya Jokowi Malah Mempermalukan Pj. Gubernur DKI

Jakarta, FNN - Saling sindir terjadi antara Jokowi dengan Anies Baswedan, yang dimulai ketika Anies Baswedan pulang dari Bandung naik kereta Argo Parahyangan, lalu mengunggah foto lengkap dengan statusnya. Satus ini dianggap menyindir Pak Jokowi soal kereta api cepat China. Pak Jokowi pun balas menyindir Anies dengan soal sodetan Sungai Ciliwung. Namun, yang kemudian menjadi ramai adalah data yang disampaikan oleh Pak Jokowi bahwa proyek itu mangkrak 6 tahun tidak benar. Apalagi kemudian dikatakan bahwa Heru Budi bisa membereskan dalam satu setengah bulan pekerjaan yang 5 tahun tidak bisa dibereskan oleh Anies Baswedan. Membahas masalah sindiran Anies, Rocky Gerung dalam Kanal Youtube  Rocky Gerung Official edisi Kamis (26/01/23) mengatakan bahwa Anies posting sesuatu untuk memberi harapan pada rakyat bahwa kereta Argo Parahyangan itu akan dinikmati seumur hidup mereka. Tidak mungkin Anies mengatakan agar masyarakat  tidak usah naik kereta api cepat yang tidak mungkin diakses oleh orang kecil. “Jadi, sebetulnya point Anies memang supaya kereta itu dipertahankan, karena itu akses dari orang yang hanya punya uang Rp150.000 untuk pergi ke Bandung,” ujar Rocky. Dalam pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa Anies betul dan membayangkan kereta cepat adalah sesuatu yang bakal mangkrak. “Jadi, kalau Anies nyindir  itu dia mau memberitahu bahwa rakyat membutuhkan kereta yang murah, bukan kereta yang cepat, karena cepatnya itu cuma beda 2 menit. Tetapi, kita tahu bahwa kalau Anies menyindir semacam itu, artinya mengundang reaksi istana yang makin lama makin ngaco, lalu istana membalas,” tambah Rocky.  Kalau masalah sodetan,Rocky mengatakan bahwa 6 tahun mangkrak artinya 6 tahun Presiden Jokowi memangkrakkan itu. Karena itu tugas Presiden. Jakarta banjir karena tidak ada sodetan yang memungkinkan air pergi dari genangan Jakarta. Presiden Jokowi menjanjikan kalau dirinya menjadi Presiden maka banjir akan hilang, termasuk akan membuat sodetan itu. “Jadi, ini proyek Jokowi yang mangkrak. Kan Jokowi yang bilang bahwa (kalau dia presiden) nanti beres Jakarta. Ini bukan problem Anies. Ini problem Jokowi, dia yang berjanji. Anies tidak menyelesaikan banjir pun tidak bersalah. Jadi, sodetan itu mangkrak selama periode Jokowi, justru presiden yang bikin mangrak, karena itu proyeknya dia, bukan proyeknya Anies,” tegas Rocky. Sodetan ini diinisiasi oleh Jokowi ketika beliau masih menjadi gubernur DKI Jakarta tahun 2013 dan berjanji tahun 2015 selesai.Tetapi, kemudian tahun 2014 Pak Jokowi menjadi presiden. Harusnya, sesuai janji Pak Jokowi, proyek ini lebih mudah diselesaikan ketika beliau sudah menjadi Presiden, tetapi ternyata tidak demikian. “Iya kalau kita bikin analisis keuangan secara makro struktural, kenapa Jokowi nggak mau melanjutkan proyek mangkrak sodetan itu, karena uang untuk bikin Jakarta nggak banjir dia pakai buat IKN. Kan Jokowi memang berharap Jakarta banjir aja supaya ada alasan untuk memindahkan ibukota. Jadi sodetan itu adalah proyek yang memang disengaja oleh Jokowi supaya mangkrak, supaya ada alasan memindahkan ibukota. Begitu logikanya,” ujar Rocky. Ini sebenarnya semacam perang saling sindir dan biasa bagi Jokowi, tapi kali ini Pak Jokowi salah sasaran. “Memang, watak Pak Jokowi selalu mencari celah untuk menyerang tanpa subjek. Sekarang dia masuk lagi dalam soal sengaja memuji-muji pejabat Gubernur DKI. Itu artinya, ada niat dari Jokowi sebagai tokoh politik (bukan sebagai presiden) yang kesal melihat bahwa pejabat Gubernur itu dibully terus oleh netizen dan pujiannya kacau, keliru. Kasian Pak Heru Budi,” ujar Rocky. Kalau faktanya seperti ini, Heru Budi mau bilang apa. Apakah mau berterima kasih kepada Pak Presiden, sedangkan dia tahu bahwa dia memang tidak menyelesaikan itu. “Tidak mungkin Heru Budi tiba-tiba membuat anggaran, sedangkan anggaran itu sudah dibuat bahkan anggaran yang multiyears yang sudah dipastikan ada,” tambah Rocky. “Tidak ada satu kalimat pun atau satu kata pun yang bisa kita tunjukkan bahwa itu adalah keputusan Pejabat Gubernur. Jadi, Pak Jokowi juga mempermalukan Pejabat Gubernur DKI juga. Dia jadi kagok nanti karena memang bukan dia yang bikin,” tegas Rocky. (sof)

Membuat Parpol Lebih Baik Adalah Kunci Memperbaiki Demokrasi

Jakarta, FNN - Pengamat Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai salah satu kunci memperbaiki demokrasi adalah membuat partai-partai politik (parpol) menjadi lebih baik, terutama terkait dengan pelembagaan atau institusionalisasi partai.\"Tak ada resep demokrasi tanpa parpol. Maka, apabila mau memperbaiki demokrasi, kuncinya adalah bikin parpol jadi lebih baik. Kalau parpol memburuk, tingkat kepercayaan publik pada demokrasi juga memburuk. Maka, demokrasi tergantung pada seberapa baik institusionalisasi partainya. Semakin baik institusionalisasi parpol, semakin baik demokrasinya,\" kata Burhanuddin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.Dia menyampaikan hal itu dalam seminar nasional bertema \"Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional\" yang digelar Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Pascasarjana Universitas Indonesia di Bandung, Jawa Barat, Kamis.Lebih lanjut, Burhanuddin menyebutkan tiga isu pelembagaan atau institusionalisasi parpol yang rentan melahirkan konflik intra-partai, sehingga perlu diperbaiki.Pertama ialah terkait model genetik partai-partai di Indonesia yang secara umum lebih dipengaruhi oleh karisma figur, dengan ditandai oleh peleburan total terhadap identitas partai dengan pemimpinnya.Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan menjelaskan partai menjelma sebagai pihak yang hanya bertumpu pada daya tarik personal, bukan pada daya tarik institusional. Menurutnya, kondisi itu memang mengurangi potensi konflik, tetapi tidak bersifat permanen.\"Masalah kedua adalah ketersediaan sumber daya, terutama pembiayaan partai, baik dari sisi kebutuhan operasional partai maupun pemilu atau campaign finance. De-institusionalisasi partai yang melahirkan konflik banyak disebabkan oleh perebutan sumber daya,\" jelas Burhanuddin.Berikutnya, yang ketiga adalah masalah faksionalisasi atau perebutan kekuasaan antara sejumlah pihak di partai.Dosen pascasarjana Universitas Paramadina itu mengatakan ada tiga tipologi dari faksionalisasi itu. Klasifikasi pertama ialah faksi yang terbentuk atas dasar kesamaan cara pandang dalam merespons isu-isu politik. Faksi itu biasanya tidak berusia panjang dan bersifat insidental dan informal.Klasifikasi kedua adalah faksi yang terbentuk karena relasi patronase politik, yakni dipengaruhi faktor karisma tokoh-tokoh sebagai penyokong dan pengurus partai lainnya sebagai klien. Klasifikasi ketiga yaitu faksi yang terbentuk secara formal dan terorganisasi.\"Saya termasuk orang yang tidak pernah mau nyinyir dengan politisi dan aktivis partai. Kalau ada orang baik masuk partai politik, kita harus dorong. Jangan sampai partai diisi sama orang yang bermasalah karena masalah partai sudah banyak. Trust (kepercayaan) rendah, fungsi intermediasi dipersepsi rendah. Makin lama, pemilih makin jauh dengan partai; tetapi kita tidak ada pilihan lagi berdemokrasi tanpa partai,\" ujar Burhanuddin.Selain Burhanuddin, seminar tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pihak lainnya, antara lain Kepala Program Studi (Kaprodi) SKSG A. Hanief Saka Ghafur serta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.(ida/ANTARA)