POLITIK
Termodinamika Politik Istilah Baru Peran Oposisi Sebagai Roda Penggerak Demokrasi
Jakarta, FNN - Menyambut ulang tahun kemerdekaan RI ke-77, portal berita Forum News Network (FNN) menggelar diskusi publik bertajuk \"Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik & Hukum yang Beradab\" Kamis, 10 Agustus 2022 di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan. Acara yang dihadirkan secara hybrid itu dipandu oleh wartawan senior, Hersubeno Arief ini, dengan narasumber antara lain Tamsil Linrung (anggota DPD-RI), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), Rocky Gerung (pengamat politik), Ahmad Yani (praktisi hukum), MS Ka\'ban (mantan Menteri Kehutanan) dan sebagai keynote speaker Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti melalui rekaman video. Rocky Gerung memberikan sebuah pandangan baru terkait oposisi (pihak yang berlawanan dengan pemerintah) bahwa oposisi itu diperlukan dalam pemerintahan yang sehat Rocky menjelaskan bahwa, oposisi adalah salah satu pilar penting dalam menggerakan roda demokrasi. Oposisi berperan sebagai pihak penegur penguasa ketika dinilai \"kebablasan\" dalam menjalankan kepemerintahan. \"Jadi oposisi itu semacam teguran terhadap kekuasaan, oposisi itu adalah interupsi terhadap kekuasaan,\" ujarnya Rocky juga menjelaskan bahwa adanya kesamaan antara oposisi dengan teori fisika termodinamika ke-2, dimana baik elemen panas maupun oposisi sama-sama memindahkan satu energi positif dari satu dimensi ke dimensi lain. \"Jadi sekali lagi, kita mau mengucapkan \'oposisi\' karena hanya dengan cara itu kita bisa mentransfer energi kita pada masa depan, ber oposisi artinya kita menabung harapan untuk masa depan,\" ujarnya. Mantan pengajar filsafat di FIB Universitas Indonesia itu menambahkan bahwa karena adanya kesamaan antara fisika dengan politik, maka dapat kita sebut bahwa \"Oposisi\" adalah termodinamika dalam politik. Diskusi ini dibuat dengan tujuan untuk mengingatkan kembali masyarakat terhadap perjalanan panjang bangsa Indonesia yang genap berumur 77 tahun sejak kemerdekaanya. (hab)
Rocky Gerung: Kejahatan Ekonomi-Politik Bisa Disembunyikan dari CCTV, namun Tidak Bisa dari Akal Sehat
Jakarta, FNN – Pengamat politik Rocky Gerung menegaskan bahwa bangsa ini belum merdeka secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, masih banyak orang miskin sedangkan secara politik bangsa ini belum merdeka dari jeratan presidential threshold 20 persen. “Kesimpulan saya adalah bahwa Indonesia tidak merdeka, baik secara ekonomi dan secara politik. Hal ini dikarenakan kejahatan ekonomi-politik dapat disembunyikan dari CCTV, namun tidak dapat disembunyikan dari kecerdasan akal,” katanya dalam diskusi publik bertemakan \"Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab\" di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan yang digagas oleh portal berita Forum News Network (FNN) Rabu (10/08/22). Rocky juga mengaitkan permasalahan di istana dengan teori fisika thermodinamika. Dikatakan Rocky bahwa oposisi itu penting karena itu merupakan teguran atau interupsi terhadap kekuasaan. Selain Rocky, beberapa pembicara yang hadir antara lain H.A.A. LaNyalla Mahmud Mattalitti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (anggota DPD RI), Rocky Gerung (pengamat politik), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), MS Kaban (manten Menteri Kehutanan), dan Ahmad Yani (praktisi hukum). Acara yang berlangsung selama 4 jam itu dipandu oleh dua wartawan senior FNN, Hersubeno Arief sebagai moderator dan Agi Betha sebagai MC. \"Jadi, kalau hari ini kita melakukan refleksi 77 tahun Indonesia merdeka dengan tonggak Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi tidak nyambung lagi, karena negara proklamasi sudah bubar sejak tahun 2002 karena pergantian konstitusi yang dilakukan di tahun 1999 sampai 2002 telah memenuhi unsur-unsur pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945 karena telah menghilangkan nilai perjanjian luhur bangsa Indonesia,\" ujar LaNyalla dalam pidato yang disampaikan secara daring sebagai topik pembahasan pada diskusi publik ini. Tamsil Linrung menanggapi refleksi 77 tahun Indonesia berdasarkan relevansi tujuan bernegara yang terlampir pada mukadimah UUD 1945. Tamsil menyoroti ketidaksetaraan kehidupan masyarakat dengan isi tujuan negara dengan merefleksikannya melalui kondisi masyarakat Indonesia. Selain itu, faktor lainnya datang dari pengaruh oligarki yang mana ditempatkan pada masa keemasan di negara ini. Tamsil juga menyampaikan adanya harapan terjadi reformasi ketika suatu konstitusi kebablasan saat menangani permasalahan. Sementara praktisi hukum Ahmad Yani, menyinggung dari sisi hukum bahwa adanya kontradiksi dalam batang tubuh UU mengenai liberalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar UUD negara Indonesia. Yani juga menyentil soal konstruksi lembaga negara dan produk undang-undang yang perlu dikaji ulang. Dalam kesempatan ini, Yani juga mengharapkan agar struktur institusi dapat ditata ulang sehingga berbagai permasalahan yang sedang dihadapi, seperti kasus FS, KM50, dan Djoko Tjandra dapat diselesaikan oleh institusi yang terlibat sesuai dengan prosedurnya. Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban merujuk pada pendapat LaNyalla dan Yani bahwa batang tubuh UU yang berubah, sedangkan pembukaan adalah tekad niat negara Indonesia. Kaban mengaitkan pada persoalan sejarah orde baru hingga masa reformasi. Keunggulan partai-partai yang tidak reformis sehingga terjadi perubahan UUD yang tidak sesuai dengan mekanisme. Kaban juga mempertanyakan pertanggungjawaban presiden dan berpesan agar masyarakat memahami keadaan politik di Indonesia, terutama generasi muda. “Enak banget jadi presiden sekarang, tidak ada pertanggungjawaban di akhir jabatan,” katanya heran. Dari sudut pandang ekonomi, Ichsanuddin Noorsy membahas kecemasan masyarakat. Kecemasan yang berkaitan dengan ekonomi itu dibagi menjadi periode masa Soekarno hingga tahun 1998 dan masa Habibie sampai Joko Widodo. Kesimpulan yang disampaikan adalah Indonesia belum merdeka. Dalam bahasannya, masyarakat harus dapat menerima 5-I, yaitu dapat menerima invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, dan tidak perlu takut untuk intimidasi. Ichsanuddin juga membahas utang yang dimiliki di setiap periode kepresidenan yang berdampak pada masalah struktural. Diskusi publik berlangsung selama hampir 4 jam dan ditutup dengan sesi tanya jawab dari peserta diskusi. Pertanyaan dijawab oleh setiap pembicara dari masing-masing perspektif. Di kesempatan terakhir, moderator berharap dengan diselenggarakan diskusi ini, segala materi yang disampaikan dapat bermanfaat bagi seluruh peserta yang hadir. Acara dimulai sekitar pukul 14:30 hingga 17.30 WIB dan juga disiarkan secara daring melalui kanal Youtube FNN TV. (oct)
Refleksi 77 Tahun Kemerdekaan RI, Inilah Masa Keemasan Oligarki
Jakarta, FNN – Bangsa Indonesia seharusnya menikmati kemerdekaan secara nyata. Merdeka dari kebodohan, kesengsaraan, kemiskinan, dan cengkeraman oligarki. Peran tinggi yang menjadikan kesenjangan sosial merajalela disebabkan oleh kekuasaan oligarki. Maka, kita harus kembali serius mengenai ketatanegaraan kita. Demikian disampaikan anggota DPD RI 2019-2024 mewakili Sulawesi Selatan, Drs. H Tamsil Linrung saat menjadi narasumber dalam acara diskusi publik dengan tema ‘Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab,’ yang digagas Forum News Network (FNN) di aula Soho Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (10/08). “Kita harus serius mengenai kajian ketatanegaraan kita, UUD sekarang bukan 1945 tetapi 2002, karena itu kalau kita mau melakukan refleksi 77 tahun Indonesia, apa yang selama ini dikawal FNN tidak relavan, karena isi dari mukadimah UUD RI 1945 salah satunya membahas mengenai ‘mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap masyarakat dan tumpah darah Indonesia, mensejahterahkan masyarakat umum. Namun, faktanya semua ini kita semakin jauh dari lapangan, survei membuktikan kesenjangan,” tegasnya. Tamsil merasa prihatin lantaran adanya ketidaksetaraan politik dan bagaimana kehidupan masyarakat semakin jauh dari sejahtera, serta angka kemiskinan semakin bertambah. Ada kondisi di mana masyarakat masih banyak yang kelaparan, mereka hanya mengkonsumsi nasi dan garam, lalu ada beberapa aktivitas masyarakat yang tidak menghasilkan. Sungguh sangat menyedihkan apabila berpendidikan tinggi tetapi tidak punya pekerjaan, ini merupakan tujuan awal untuk mengembalikan makna bernegara. Problem hari ini lanjut Tamsil adalah masalah kekuasaan oligarki yang sangat kuat. Pemimpin Indonesia kehausan jabatan. Semua berada di bawah cengkraman oligarki. Negeri ini terlalu memanjakan dan menempatkan oligarki. Maka, masa keemasan tumbuh subur di Indonesia di tahun ini juga. “Tema yang dicanangkan yaitu mengenai Ekonomi, Politik, dan Hukum yang menjadi fokus dan berada dalam lingkup DPD RI, adalah untuk mengembalikan kedaulatan ke masyarakat,” jelasnya. Menurut Tamsil, ketidaksesuaian juga berdampak pada kondisi saat ini, yang mencanangkan pemilu. Pada dasarnya, spirit dari tonggak reformasi dahulu menggaungkan bahwa presiden tidak lebih dari tiga periode. Merujuk pada Putusan MK sebelum proglegnas DPD RI memprioritaskan apa yang menjadi bahasan UU RI Tahun 2017 Pasal 222, mengenai Presidential Threshold yang kalau dirangkai UUD 1945 Pasal 6A Ayat (2) mengenai paket-paket calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Kedua pasal tersebut, kata Tamsil benar-benar tidak sejalan. Karena kondisi krisis kepemimpinan (Pemilu) menjadi penghambat kedaulatan yaitu adanya angka 25% mandat partai atau gabungan partai. Sudah saatnya kepemimpinan kembali mengambil dasar-dasar nilai keutamaan yang ada pada UUD 1945 dengan addendum. Tamsil dan DPD RI mengajak masyarakat terus mengawal apa yang seharusnya makna dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Acara ini dilaksanakan oleh portal berita Forum News Netwotk (FNN) pada Rabu, 10 Agustus 2022, bertempat di Gedung Soho lt. 9, Jl. MT Haryono, Pancoran, Tebet, Jakarta Selatan. Acara berlangsung mulai dari pukul 13.00 hingga 17.00 dengan pembicara kunci AA LaNyalla Mahmud Mattaliti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (Ketua Kelompok DPD untuk MPR RI), Rocky Gerung (pengamat politik), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), mantan Menteri Kehutanan MS Kaban, dan Ahmad Yani (praktisi hukum). Acara ini dipandu oleh wartawan senior FNN Harsubeno Arief. (ind)
Refleksi 77 Tahun Kemerdekaan Indonesia, LaNyalla: Tujuan Bernegara Sudah Dihapus Total Sejak 2002
Jakarta, FNN – Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk memberikan dukungan kepada negara dan bangsa ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya dengan mengajak masyarakat untuk mengetahui isu-isu dan situasi dalam negara serta memikirkan dan bertindak mencari solusinya. Sebagai bentuk kepedulian atas kondisi bengsa yang semakin memprihatinkan, Forum News Network menyelenggarakan diskusi publik dalam rangka memperingati HUT RI ke-77 yang berjudul \"Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka, Membangun Ekonomi, Politik dan Hukum yang Beradab\". Acara ini dilaksanakan pada Rabu, 10 Agustus 2022, bertempat di Gedung Soho lt. 9, Jl. MT Haryono, Pancoran, Tebet, Jakarta Selatan. Acara berlangsung mulai dari pukul 13.00 hingga 17.00 dengan pembicara kunci AA LaNyalla Mahmud Mattaliti (Ketua DPD RI), Tamsil Linrung (Ketua Kelompok DPD untuk MPR RI), Rocky Gerung (pengamat politik), Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi), Ahmad Yani (praktisi hukum) dan MS Kaban (mantan Menteri Kehutanan). Acara ini dipandu oleh Harsubeno Arief, selaku Dewan Redaksi FNN. Sebagai pembicara kunci dalam acara , LaNyalla mengatakan bahwa bangsa Indonesia sudah tidak bisa merefleksikan kemerdekaan dengan uji cita-cita dan tujuan bangsa. \"Karena sangat jelas cita-cita dan tujuan nasional yang terdapat di dalam Pembukaan serta Pancasila sudah tidak nyambung lagi dengan isi pasal-pasal di dalam konstitusi itu,\" papar LaNyalla. \"Lebih parah lagi naskah penjelasan undang-undang Dasar 1945 yang sangat terang benderang untuk menjelaskan bagaimana mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional negara ini resmi dihapus total sejak tahun 2002,\" tambahnya. Hal itu bermula pada 13 November 1998 Tap MPR XVIII/MPR/1998 telah mencabut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai materi pendidikan ideologi yang diterapkan melalui penataran P4 dengan pertimbangan karena Materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara. Dengan tegas LaNyalla mengatakan bahwa sumber masalah yang terjadi lantaran terjadinya amandemen UUD 1945 yang ugal-ugalan. \"Inilah pangkal dari semua persoalan yang semakin membuat Indonesia karut marut karena penghilangan Pancasila sebagai identitas konstitusi dilakukan secara malu-malu tapi mau atau malu-malu kucing, sehingga kita menjadi bangsa yang memalukan karena terhina untuk selalu meminta-minta pinjaman dan utang,\" tegasnya. Di akhir pernyataannya, LaNyalla berdoa untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, juga mengajak untuk selalu bersatu. \"Marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar dengan cara addendum sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm agar Indonesia kembali dengan sistemnya sendiri,\" ucapnya sambil terisak menahan kesedihan. Tujuan digelarnya acara ini, untuk mengingatkan kembali kepada rakyat tentang keadaan Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini. Selain itu juga untuk mengingatkan bahwa Indonesia sekarang sedang berada dalam kondisi kritis, serta membuka wadah aspirasi bagi masyarakat. (fik)
Ichsanuddin Noorsy: Ada Tiga Hal yang Menandai Indonesia Belum Merdeka
Jakarta, FNN – Menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, masyarakat antusias memasang bendera dan umbul-umbul. Sesungguhnya jika ditelaah lebih dalam, tujuh puluh tujuh tahun Indonesia dilahirkan, akan tetapi Indonesia masih belum merdeka. \"Saya mulai dengan cerita era Soekarno. Sebenarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 itu adalah asal muasal Indonesia dijajah. Jadi, setelah merdeka, habis-habisan bertahan, aksi militer satu, aksi militer dua. Maka sejak KMB 27 Desember 1949 melahirkan Republik Indonesia Serikat (RIS) maka sesungguhnya hingga saat ini Indonesia masih belum merdeka,\" kata pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi publik \'Refleksi 77 Tahun Indonesia Merdeka Membangun Ekonomi, Politik, dan Hukum yang Beradab\' yang diselenggarakan oleh Forum News Network (FNN) di aula lantai 9 Soho Pancoran, Jakarta Selatan (10/8/22). Dalam pandangan Ichsan – panggilan akrabnya - bahwa ada tiga hal yang menandai Indonesia belum merdeka. \"Pertama adalah Indonesia ingin tetap tertib mempertahankan birokrasi di perusahaan-perusahaan asing. Yang kedua, Indonesia diminta untuk mematuhi ketentuan ekonomi dan keuangan yang ditetapkan oleh IMF. Dan yang menarik adalah ketiga, bahwa Indonesia diminta untuk melunasi utang pemerintah Hindia Belanda sebesar 4,5 miliar gulden. Padahal utang itu dibuat dalam rangka Belanda menyerang Indonesia,\" paprnya. Ichsan mengartikan ketiga hal itu sebagai bentuk penundukan dan penerimaan terhadap invasi, intervensi, infiltrasi, interferensi, dan intimidasi. Dalam upaya melawan penjajahan tersebut, mantan anggota DPR RI tersebut mengatakan bahwa Soekarno membatalkan perjanjian KMB pada 1956. \"Padahal KMB adalah salah satu wujud intervensi, invasi, infiltrasi, interferensi, dan intimidasi, dibatalkan oleh Soekarno. Apa artinya? Soekarno tidak ingin membayar utang yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, Soekarno tidak mau menjadi anggota IMF, dan Soekarno tidak ingin perusahaan-perusahaan Belanda mengeruk habis harta. Maka dilakukanlah nasionalisasi,\" jelas Ichsanuddin. Faktor ekonomi yang begitu disoroti oleh Ichsanuddin Noorsy menjadi faktor yang sangat menentukan masa depan. Bahkan Ichsanuddin memaparkan kemungkinan terjadi atau tidaknya sebuah krisis ekonomi. Dan pada akhir pernyataan, Ichsanuddin yang pernah menjadi wartawan itu mengajak untuk menjalankan visi dan misi bangsa Indonesia. \"Kita kembali ke dalam visi dan misi Indonesia. Visi Indonesia adalah Indonesia yang bebas, merdeka, berdaulat, adil, dan makmur, alinea kedua Undang-undang Dasar. Dan misinya adalah aliena keempat,\" pungkasnya. Selain Ichasnuddin Noorsy, pembicara yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain anggota DPD RI, Tamsil Linrung, mantan Menteri Kehutnana MS Kaban, dan pengamat politik Rocky Gerung, praktisi hukum Ahmad Yani dengan moderator Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti hadir dalam bentuk rekaman video menyampaikan keynote speaknya. Di ujung pidatonya, LaNyalla tampak ingin menangis menahan kesedihan dan kekecwaaan yang mendalam menyaksikan perjalanan bangsa Indonesia. (rac)
Krisis Jadi Peluang Bagi Partai Gelora untuk Gantikan Kepemimpinan Lima Tahunan
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menegaskan, bahwa tidak semua masyarakat kita saat ini berwajah \'pragmatis\' seperti sebagian politisi sekarang. Justru masyarakat yang memiliki idealisme jauh lebih banyak ketimbang pragmatis. Bahkan mereka siap berkorban untuk mendukung partai yang membawa narasi perubahan seperti Partai Gelora. \"Saya melihat, bahwa masyarakat kita tidak punya satu wajah, yaitu wajah pragmatis. Dan tidak seluruh masyarakat, seluruhnya pragmatis,\" kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk \'Peluang Partai Baru Pada Pemilu 2024 : Narasi Vs Pragmatisme\', Rabu (10/8/2022). Menurut Anis Matta, masyarakat sebenarnya menantikan orang-orang atau partai politik (parpol) yang membawa narasi perubahan di tengah krisis berlarut akibat ketidakpastian situasi global. \"Masyarakat kita sebenarnya menantikan orang-orang yang membawa narasi, bahkan siap berkorban untuk membantu mereka-mereka yang seperti ini,\" katanya. Sebagai partai baru, kata Anis Matta, Partai Gelora kerap mendapatkan pertanyaan fulusnya dari mana? untuk biaya operasional partainya. Pertanyaan itu datang dari berbagai pihak, tidak hanya masyarakat, tetapi juga dari para pengamat yang se-akan tidak memberikan ruang pada idealisme. \"Kita terus didera pertanyaan itu di lapangan, karena dibenak mereka ini nasi, bukan narasi. Tetapi berdasarkan pengalaman pribadi saya ketika bertemu dengan masyarakat, ternyata yang penting itu narasi, bukan nasi,\" ungkap Anis Matta. Artinya, tantangan dalam menghadapi pragmatisme masyarakat tersebut, bisa dilewati. Partai Gelora, lanjutnya, memiliki banyak cara untuk mengatasi pragmatisme masyarakat. \"Kita punya banyak cara idealisme untuk mensiasati keterbatasan sumber daya dengan adanya idealisme narasi yang kita bawa, terutama ketika kita berhadapan dengan pragmatisme masyarakat,\" ujarnya. Karena itu, berdasarkan pengalaman pribadi, Anis Matta berpandangan bahwa antara \'nasi dan narasi\' sebenarnya tidak perlu dipertentangkan, karena pada mulanya politik itu industri pemikiran. \"Itu yang saya percaya sejak awal, sampai sekarang. Dan Partai Gelora, adalah partai yang akan memimpin gelombang perubahan yang akan mengubah pragmatisme masyarakat,\" tegas Anis Matta. Hal senada disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Bona Simanjuntak. Menurut Bona, sebagai partai baru, PKN perlu memperkenalkan dirinya melalui narasi. PKN, kata Bona, memiliki narasi nusantara dalam pembangunan dengan menggerakkan semangat kedaerahan. Sebab, politik itu juga dibangun diatas narasi-narasi masing-masing. Seperti Orde Lama dibangun narasi nasionalisme, Orde Baru dengan narasinya pembangunan, serta Orde Reformasi dibangun dengan narasi liberalisme dan kapitalisme. \"Reformasi sudah tidak sesuai cita-cita, karena reformasi lebih membangun sektoral kapital. Makanya PKN bangun lagi narasi nusantara kembali,\" kata Bona Simanjutak. Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun mengatakan, kondisi krisis global saat ini memberikan peluang partai baru menjadi pilihan. Khususnya di tengah masyarakat yang merasakan kesulitan ekonomi. \"Harapan hadirnya perubahan baru sangat dinantikan masyarakat. Seperti kontrak rumah, yang bisa diisi orang berbeda-beda dalam lima tahunan. Wadahnya sama, namun penghuninya bisa bergantian,\" kata Rico Marbun. Ketua Bapilu Partai Gelora ini mengatakan, partai-partai yang mengedepankan pragmatisme masyarakat, ternyata gagal dalam menjamin kemenangan dalam beberapa Pemilu terakhir. Apalagi kondisi sekarang ini, menurut Rico Marbun, banyak memberikan tekanan kepada masyarakat, sehingga hal ini menjadi peluang bagi partai baru untuk melakukan perubahan. \"Masyarakat menurut survei, merasakan tekanan adanya krisis. Muncul perasaan marah, gundah, buruk yang dirasakan mayoritas publik. Adaya keresahan yang membutuhkan suasana baru,\" terangnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indobarometer Muhammad Qodari berpendapat, perlunya relasi antara parpol dan masyarakat, terlebih dalam situasi sekarang. Relasi antara parpol dengan pemilih, kata Qodari, seperti produk dengan konsumennya. Dimana setiap produk memiliki karakter yang cocok bagi konsumen tertentu. Sehingga, susah membayangkan ada parpol yang cocok dengan semua pemilih. \"Sebab, kata kunci untuk mendapatkan suara pemilih bukan pada gagasan, melainkan relasi antara penyampai gagasan dengan pemilih,\" Qodari. Dimana parpol pemilik suara terbesar adalah yang memiliki relasi terbanyak dengan pemilih. Sehingga, tokoh nasional, tokoh lokal dan kader parpol harus mampu membangun relasi. (sws)
Terpilih Aklamasi Sebagai Ketum PB MI, LaNyalla Segera Tancap Gas Bumikan Kembali Muaythai Indonesia
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti secara aklamasi terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Muaythai Indonesia (PB MI) periode 2022-2026 dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (10/8/2022). Dalam sambutannya, LaNyalla mengucapkan terima kasih kepada Keluarga Besar Muaythai Indonesia, khususnya para Pengurus Provinsi, yang memberi kepercayaan untuk memimpin cabang olahraga Muaythai di Indonesia. “Sejak hari ini, kita harus bergerak cepat, menyusun struktur organisasi, dengan tujuan utama dan perhatian kita harus terfokus kepada kepentingan atlet-atlet Muaythai Indonesia. Agar segera siap menghadapi event-event di dalam maupun di luar negeri,” katanya. Selanjutnya, LaNyalla akan melakukan konsolidasi untuk memperkuat organisasi, terutama dalam membumikan kembali olahraga yang akar sejarahnya, sudah dikenal di era kerajaan Nusantara itu. Mantan Ketua Umum PSSI itu juga ingin mendorong kemandirian Muaythai Indonesia, terutama dalam pemenuhan kebutuhan peralatan pendukung yang seharusnya dapat dipenuhi oleh bangsa ini sendiri. Dengan mengoptimalkan kemampuan produksi dalam negeri. Terpenting lagi, LaNyalla mengajak para pengurus Pengprov dan insan-insan Muaythai untuk menjaga persatuan demi membesarkan Muaythai. “Baik yang mendukung maupun tidak mendukung caretaker, mari kita bersatu kembali. Polemik-polemik yang terjadi kemarin merupakan ujian yang justru membuat Muaythai Indonesia semakin besar. Mari kita satukan tekad, untuk bersama, bergandengan tangan, menyatu dan melebur, untuk kejayaan dan prestasi olahraga Muaythai Indonesia,” tukas dia. LaNyalla menjadi calon tunggal Ketua Umum PBMI dengan didukung oleh 19 Pengurus Provinsi saat mencalonkan diri. Sebelumnya pria berdarah Bugis itu juga telah menyampaikan visi misi di depan para pengurus provinsi yang hadir dalam Munaslub. Visi yang disampaikan adalah menciptakan insan Muaythai yang kuat, berkarakter dan berprestasi bagi negara dan bangsa diiringi dengan ketaatan kepada Tuhan YME, membangun organisasi Muaythai yang profesional dan modern dan membawa Indonesia berprestasi di pentas internasional seperti Sea Games, Asian Games dan kejuaraan dunia. Sedangkan misi LaNyalla ingin menjadikan PB MI sebagai wadah untuk menampung, mengembangkan, melaksanakan pembinaan atlet yang berkelanjutan. Kemudian sebagai wadah pemersatu insan Muaythai seluruh Indonesia untuk meraih prestasi dan menjunjung tinggi sportifitas. Juga keinginan untuk memperbaiki internal organisasi dengan efisiensi, produktivitas, dalam semua aspek organisasi untuk menunjang administrasi organisasi yang sehat, profesional dan berprestasi. Terpilihnya LaNyalla secara aklamasi mendapat ucapan selamat dari Ketua Pengprov MI DKI Jakarta, Wiyana Bachtiar. Bahkan, istri mantan Ketua Umum PB MI, Sudirman ini juga siap mendukung. “Seluruh peserta Munaslub mendengar ucapan selamat dan dukungan yang disampaikan bu Wiyana Bachtiar. Ini merupakan bukti bahwa masyarakat Muaythai Indonesia menerima keberadaan pak LaNyalla,” kata Wakil Ketua Pimpinan Sidang Munaslub PB MI, Roni Alvanto. “Jadi, legalitas PB MI pimpinan pak LaNyalla tidak perlu diragukan dan sudah tidak ada lagi dualisme. Ini kabar gembira dari masyarakat Muaythai Indonesia. Pak Nyalla telah mempersatukan kita. Kami bangga. Terima kasih Pak Nyalla,” tambahnya. (Sof/LC)
Pemilu 2024, PMII Siap Berperan Dalam Pengawasan
Jakarta, FNN - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menegaskan kesiapannya untuk berperan dalam pengawasan Pemilu 2024.\"PMII patut mengambil peran sekaligus berpartisipasi dalam mengawasi dan memantau Pemilu 2024,\" kata Direktur Lembaga Pemilu dan Demokrasi PB PMII Yayan Hidayat di Jakarta, Rabu.Hal itu disampaikan Yayan dalam Seminar Pendidikan dan Pelatihan LKD PB PMII bersama Bawaslu RI di Jakarta.Yayan menjelaskan bahwa pemilu secara serentak pada tahun 2024 menghadapi kompleksitas, mulai dari pengakomodasian hak pilih, desain teknis kepemiluan, hingga pelaksanaan pemungutan suara. Di lain sisi, perkembangan internet yang beriringan dengan maraknya buzzer yang mengakibatkan disinformasi.\"Secara garis besar, perang siber di dunia maya dicontohkan dalam berbagai macam ekspresi, seperti flaming, trolling, cyber bullying, dan hate speech. Bahkan, kerap kali buzzer melakukan manipulasi informasi sehingga berujung pada konflik politik,\" jelasnya.Selain itu, Yayan menyatakan bahwa pandemi COVID-19 tak berkesudahan kerap memunculkan ketidakpastian politik. Belum lagi politisi isu suku, agama, dan identitas dianggap sebagai pengganggu utama dalam Pemilu 2024 yang sebenarnya masalah klasik.Yayan mengatakan bahwa pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada Serentak 2020 menjadi titik tolak untuk mencari solusi inovatif melalui kebijakan operasional penyelenggaraan dengan tetap mengacu koridor regulasi pemilu. Dengan demikian, penyelenggaraan Pemilu 2024 dapat berjalan efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.Ia menegaskan bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu paling kompleks sekaligus titik penentu keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Pilpres, pileg, dan pilkada pada tahun 2024 akan secara bersamaan dalam tahun yang sama dan menjadi wadah regenerasi kepemimpinan yang dapat mengonsolidasikan demokrasi ke arah yang lebih baik.Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Puslitbangdiklat Bawaslu Ibrahim Malik Tanjung mengatakan bahwa keterlibatan masyarakat akan memperkuat pengawasan pemilu.\"Kami mendorong partisipasi civil society dalam pengawasan pemilu dengan membangun kesadaran politik melalui konsep pencegahan,\" kata Ibrahim. (Sof/ANTARA)
Tuntaskan Kasus Kematian Brigadir J, LaNyalla Apresiasi Sikap Tegas Kapolri
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengapresiasi tindakan tegas Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, dalam menuntaskan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Ketegasan Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo diperlihatkan dengan keputusan institusi Polri untuk menetapkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus tersebut. “Saya apresiasi keberanian dan ketegasan Kapolri dalam mengusut kasus ini. Termasuk keputusan institusi Polri dalam menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus tewasnya Brigadir J. Langkah tersebut menunjukkan Polri bersungguh-sungguh dalam mengungkap kasus yang menjadi atensi Presiden dan sorotan tajam di masyarakat,” katanya, Selasa (9/8/2022). Proses hukum secara jujur dan transparan, menurut LaNyalla, akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap marwah lembaga Polri. Dimana saat ini citra Polri sangat terpuruk. “Citra Polri menjadi pertaruhan karena keterlibatan beberapa petinggi dan rekayasa-rekayasa maupun pelanggaran prosedur yang dilakukan. Sehingga pengungkapan dan penyelesaian kasus tewasnya Brigadir J ini bisa mengembalikan persepsi buruk Polri di masyarakat,” tukas Senator asal Jawa Timur itu. “Selain itu, penyelesaian kasus tersebut akan menunjukkan bahwa Presisi-nya Polri bukan sekedar jargon, tetapi implementasinya nyata,” imbuh dia. Diketahui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan tersangka baru kasus kematian Brigadir J, Selasa (9/8/2022). Eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka utama. Sebagaimana diketahui Ferdy Sambo sudah ditahan di Mako Brimob Depok sejak Sabtu (6/8/2022) malam. (Ida/LC)
Bunuh Diri Akibat Rentenir Masih Marak, LaNyalla: Salah Satu Dampak Kemiskinan Struktural
Jakarta, FNN – Masih maraknya kasus bunuh diri akibat terjerat utang pada rentenir, membuat Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliti, miris. Menurutnya, selain pendidikan keluarga dan minimnya ilmu agama, semakin berkuasanya Oligarki ekonomi dan Oligarki politik, maka semakin banyak rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Sekadar informasi, peristiwa tersebut terjadi di Kulonprogo. Tepatnya menimpa ibu rumah tangga, Trimurni (54). Korban mengakhiri hidup karena tak kuat menghadapi tekanan ekonomi. Sebab, selain dikejar rentenir, anaknya pun selalu meminta uang untuk membeli motor. “Sangat miris jika kita melihat kondisi keluarga-keluarga yang harus terjerat masalah ekonomi. Karena, sebagian dari mereka memilih meminjam uang dari rentenir untuk menghadapi masalahnya. Ini kemiskinan yang sudah sangat akut. Sangat terstruktur di masyarakat kita. Rakyat kita sudah banyak yang menangis,” tutur LaNyalla, Selasa (9/8/2022). Padahal, terang LaNyalla, masyarakat yang datang ke rentenir bukan sedang menyelesaikan masalah. Sebaliknya memperbesar masalah yang didapat. “Inilah yang membuat kasus bunuh diri karena terjerat utang rentenir kembali terulang. Faktanya, tekanan ekonomi yang berat dan menjadi tekanan mental banyak dihadapi oleh kelompok rentan. Ini harus dihentikan di bangsa kita tercinta ini. Bangsa ini sejatinya kaya, tapi rakyatnya miskin,” katanya. Pria yang lahir di Jakarta, besar di Surabaya dan berdarah Bugis itu menegaskan jika oligarki ekonomi dan oligarki politik merupakan biang keladi yang membuat bangsa tetap miskin meski memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah. Dijelaskan LaNyalla, Indonesia sesungguhnya merupakan negeri yang berpotensi menjadi bangsa yang besar dan menjadi negara adidaya di dunia sebagai penjaga harapan hidup manusia di bumi, melalui kekayaan biodiversity hutan untuk menghasilkan oksigen dan sumber kekayaan hayati. Menurutnya, Indonesia merupakan negeri yang bisa menjamin ketersediaan pangan dan air bagi penduduk bumi di masa depan. LaNyalla mengingatkan agar jangan sampai potensi itu dirampok oleh bukan orang Indonesia asli secara sistemik melalui agresi non-militer “Oleh karena itu saya selalu utarakan bahwa kita harus kembali kepada Pancasila. Saya mengajak semua elemen bangsa untuk berpikir dalam kerangka negarawan.Mari kita pikirkan masa depan anak cucu kita. Generasi yang baru lahir di Bumi Pertiwi ini,” tegas Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu. Berangkat dari pemahaman tersebut, LaNyalla menilai persoalan bangsa ini bukanlah soal pemerintah hari ini atau soal Presiden hari ini. “Persoalan bangsa ini sesungguhnya adalah adanya kelompok yang menyandera kekuasaan untuk berpihak dan memihak kepentingan mereka, ini harus dihentikan,” ujar LaNyalla. (Ida/LC)