POLITIK
Dipastikan Tidak Ada Pembukaan CPNS Tahun 2022
Manokwari, FNN - Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana menyebut tidak akan ada pembukaan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2022. \"Kita tahun ini hanya fokus mengangkat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) karena menyangkut dengan tenaga honor di daerah yang menjadi fokus dan harus selesai sebelum 23 November 2023,\" ujar dia di Manokwari, Senin. Ia menyebut untuk pengangkatan tenaga P3K, belum diketahui jumlah formasi yang dibutuhkan karena masih dalam tahap pendataan. Seturut dengan hal itu, jumlah formasi P3K belum dibagikan ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk di Papua Barat. Ia mengatakan BKN bersama Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih melakukan pendataan termasuk jadwal tahapan pengangkatan berkaitan dengan tenaga P3K. \"Itu masih kita lihat dulu datanya termasuk akan diverifikasi kembali sehingga ketahuan berapa data bersihnya tenaga honor yang ada di daerah. Kita juga harus memastikan bahwa data itu valid,\" ungkap dia.Ia memastikan tenaga P3K yang akan diangkat pada tahun ini tidak hanya guru tetapi juga tenaga kesehatan, seperti perawat, bidan, dokter, dan tenaga penyuluh. Jika memungkinkan, lanjut Bima, akan ada penerimaan P3K di luar guru dan tenaga kesehatan. Sebelumnya, di hadapan guru tenaga P3K yang menerima SK pengangkatan oleh Bupati Manokwari Hermus Indou di Hotel Aston Niu Manokwari, Bima menyampaikan ke depan formasi PNS di Indonesia akan berkurang. Ia mengatakan kurangnya PNS dan banyaknya tenaga P3K bercermin dari negara luar yang mana jumlah PNS atau dikenal dengan istilah \"public servant\" hanya 20 persen sedangkan tenaga P3K atau \"goverment workers\" mencapai 80 persen dari total pegawai di suatu negara. \"Seperti di Australia dan Selandia Baru itu tenaga P3K mencapai 100 persen. Kita memang pelan-pelan menuju ke sana,\" ungkap dia. (Ida/ANTARA)
Selamatkan PPP
Oleh Ady Amar | Kolumnis Memangnya ada apa dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sehingga mesti diselamatkan segala? Apa ada jalan keliru yang ditempuh Partai Ka\'bah ini, dan memangnya ente siapa pakai mau menyelamatkan PPP segala. Ada yang mengingatkan PPP, siapa pun itu, mestinya disyukuri. Tidak perlu disikapi sewot segala. Itu artinya, PPP masih tetap diharapkan jadi partai milik(ku), milik umat Islam. Sebagai partai yang diharap tetap berasas Islam. Karenanya, tidak perlu pekewuh meski disebut kalangan tertentu sebagai partai pengusung politik identitas. Itu memang cara \"lawan\" untuk membuat partai Islam kehilangan identitas. Ingin dibuat tidak jelas jenis kelaminnya. PPP biasa juga disebut partai peninggalan Orde Baru. Partai yang awal pendiriannya \"dipaksa\" dihuni berbagai partai Islam. Fusi bermacam partai Islam, memang inisiatif Presiden Suharto. Dibuat cuma ada 3 partai politik kala itu, partai berbasis Islam (PPP), partai berbasis nasionalis dan non Islam (PDI), dan Golongan Karya (Golkar). Orde Reformasi menjadikan PPP tidak lagi mampu mengikat partai-partai yang ada. Setidaknya dari rahim PPP pecah bermunculan anak-anaknya dan bahkan cucunya, yang kemudian saling berhadap-hadapan dalam pemilu: PKB, PAN, dan PKS. Masih banyak partai lain yang berasas Islam, yang muncul \"terpaksa\" dari rahim PPP. Tapi setidaknya 3 partai itu saja yang eksis. Selainnya bisa disebut sebagai partai penggembira saja dalam pemilu, dan masih sulit bisa menembus Senayan. Jumlah partai \"penggembira\" itu jika suaranya disatukan, tentu cukup lumayan. Tapi pendirian partai politik--apa pun namanya--lebih dipengaruhi oleh ego dan syahwat politik pendirinya. Jauh dari kepentingan umat. Itulah dilema partai-partai Islam yang hadir berpuak, dengan hasil suara kecil-kecil. Biasa disebut partai nol koma. Tentu tidak diperhitungkan. Dibawah Suharso Monoarfa, diawal terpilihnya ia sebagai ketua umum, PPP mencanangkan untuk berbenah. Harus ada yang baru di PPP. Kemasannya mesti disesuaikan era kekinian. Maka merekrut konsultan politik Eep Saefulloh Fatah, itu menjadi langkah tepat. Menyewah jasanya, itu terobosan yang dilakukan PPP. Eep sudi dipinang PPP, itu langkah menakjubkan. Pastinya kerja keras akan dilakukan. Tidak sekadar memoles. Membuat terobosan baru, agar PPP dilirik konstituen untuk dipilih. Menjadikan PPP bisa bersaing, setidaknya dengan partai papan tengah lainnya. Tentu ini bukan perkara mudah. Pertaruhan buat namanya, dan lembaga yang dipimpinnya, Polmark Indonesia--sebuah lembaga penyelenggara jasa konsultan political marketing. Keprihatinan Mudrick Mudrick SM Sangidu adalah tokoh PPP. Tinggal di Solo. Mudrick dari segi usia sudah tidak muda lagi. Tapi mengingatkan elite di PPP menjadi hal yang terus diikhtiarkannya. Mudrick melihat bahwa langkah salah jika PPP masih ada dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Sarannya pada petinggi PPP yang datang menemuinya, yang juga Wakil Ketua MPR-RI, Asrul Sani, agar PPP keluar saja dari KIB. Katanya, tiada manfaat PPP ada di sana. KIB memang dibentuk entah untuk maksud apa. Seperti meteor turun ke bumi layaknya, yang cuma dengan pertemuan hanya sekali oleh ketua umum partainya, menjadikan tiga partai politik itu mengumumkan berkoalisi: Golkar, PAN dan PPP. Dengan bergabungnya tiga partai, itu sudah cukup suara untuk mengikuti pilpres. Sudah memenuhi parliament threshold. Belum tahu siapa kandidat yang akan diusung. Aneh, memang. Dibuat serba misterius. Biasanya koalisi dibangun oleh persamaan partai dalam mengusung kandidat capresnya. Tapi tiga partai itu memilih cara yang seperti keluar dari kebiasaan (konvensi). Soal kandidat siapa yang akan diusung, seolah cukup dipikirkan belakangan. Sepertinya itu tidak demikian. KIB tentu (sudah) punya calon yang akan diusung. Atau setidaknya KIB sudah disiapkan untuk mengusung siapa yang akan diusungnya. Maka nama siapa yang akan diusung dibuat tersembunyi. Pada saatnya akan diumumkan. Jika kandidat yang akan diusung nantinya bukan yang dikehendaki konstituennya (PPP dan PAN)--sengaja Golkar tidak disebut karena tabiatnya yang bisa mengusung siapa saja berdasar pilihan pragmatis--maka PPP dan PAN dipastikan hasil pilegnya akan terjun bebas. Pelaksanaan pilpres bersamaan dengan pileg, itu penentu bagi semua partai, apalagi yang berbasis massa tertentu, seperti PPP dan PAN, untuk mengusung capres yang sesuai harapan konstituen. Jika tidak, maka bersiaplah partai ditinggalkan pemilihnya. Mustahil sebuah partai dikelolah oleh hanya segelintir elitenya. Apalagi menyangkut hal-hal strategis kepemimpinan nasional. Ini seharusnya dibicarakan dalam forum tertinggi partai--apa pun namanya. Maka mendengar saran konsultan politik yang sudah dipilihnya--dalam setiap mengambil kebijakan ysng bersifat politik strategis-- sebagai satu keharusan. Keprihatinan Mudrick, dan juga munculnya Forum Penyelamat Partai Persatuan Pembangunan, itu bentuk keprihatinan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan partai. Itu yang mestinya disadari, agar tidak sampai memunculkan gejolak internal mengoreksi kebijakan ketua umum dan segelintir elite politik partai, yang berjalan semau gue. Masih ada waktu buat PPP berbenah dengan mengoreksi apa yang seharusnya dilakukan. (*)
Tiga Kategori Pendaftaran Parpol
Jakarta, FNN - Ketua KPU RI Hasyim Asy\'ari menjelaskan tiga kategori dalam tahapan pendaftaran partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024.\"Pendaftaran parpol dimana pimpinan pusat parpol menyampaikan surat kepada KPU dan bersama dokumen pendaftaran secara lengkap,\" jelasnya saat jumpa pers di KPU RI, Jakarta, Senin dini hari.Dia menjelaskan kategori pertama parpol yang mendaftar sesuai surat yang dikirimkan ke KPU, ketika mendaftar dilakukan pemeriksaan dokumen dan dinyatakan lengkap.\"Diterbitkan berita acara yang menyatakan dokumen persyaratan lengkap dan dinyatakan didaftar,\" katanya.Selanjutnya, kategori kedua, parpol yang mendaftar sesuai jadwal yang disampaikan kepada KPU, tetapi pada saat pemeriksaan dokumen belum lengkap.\"Parpol itu diberikan kesempatan untuk melengkapi dokumen pendaftaran sampai tanggal 14 Agustus 2022 pukul 23.59 WIB,\" jelasnya.Dia mengungkapkan pada kategori itu, terdapat parpol yang melengkapi berkas dan akhirnya dinyatakan lengkap dan didaftar. Sementara, ada parpol sampai dengan batas akhir tidak mampu melengkapi dokumennya, sehingga dibuatkan berita acara dokumen tidak lengkap dan dinyatakan tidak didaftar.Kategori ketiga, terdapat parpol yang mendaftar jelang masa akhir pendaftaran, namun belum selesai pemeriksaan dokumen kelengkapannya.\"KPU akan menuntaskan pemeriksaan dan menerbitkan berita acara pada Senin (15/8),\" ujarnya.Dia menegaskan, sesudah ditutup waktu pendaftaran, parpol tidak bisa lagi melengkapi atau menambah dokumen yang sebelumnya dinyatakan tidak lengkap.\"Untuk parpol yang sedang dilakukan pemeriksaan dokumen, tidak dapat lagi menambah atau melengkapi, jika nantinya KPU menyatakan tidak lengkap berdasarkan hasil pemeriksaan,\" jelasnya.Dia mengungkapkan parpol yang sedang diperiksa, ada dua kemungkinan, pertama dokumen lengkap dan dibuatkan berita acara untuk didaftar. Serta kedua, dokumen tidak lengkap dan dinyatakan tidak dapat didaftar.Hari terakhir penutupan masa pendataran, terdapat sembilan Parpol yang mendaftar yakni Partai Karya Republik (PAKAR), Partai Bhinneka Indonesia, Partai Pandu Bangsa, Partai Perkasa, Partai Masyumi, Partai Damai Kasih Bangsa, Partai Republik Satu, Partai Pemersatu Bangsa dan Partai Kedaulatan. (Sof/ANTARA)
Seribu Bendera Merah Putih Dikibarkan di "Waterfront City" Pontianak
Pontianak, FNN - Seribu bendera Merah Putih dikibarkan oleh Ikatan Alumni Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Ikal Taplai Lemhanas RI) Kalbar Angkatan II, yang dipasang di sepanjang Waterfront City, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.Ketua Ikal Taplai Lemhanas RI Kalbar, Edi Suhairul dalam keterangan tertulisnya di Pontianak Senin, mengatakan pihak menggagas gerakan pengibaran 1.000 Bendera Merah Putih di sepanjang Waterfront City Sungai Kapuas Pontianak dalam rangka menyambut HUT KE-77 Kemerdekaan Republik Indonesia.Dia menjelaskan, pihaknya juga menggandeng Polda Kalbar, tokoh lintas etnis, tokoh pemuda, mahasiswa dan pelajar dalam menggelar upacara dan pengibaran bendera Merah Putih tersebut.\"Kegiatan pengibaran 1.000 Bendera Merah Putih ini dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI dan sekaligus mengingat perjuangan para pendiri bangsa, yang telah memperjuangkan kemerdekaan dengan mengorbankan harta benda bahkan nyawa dalam merebut kemerdekaan ini,” kata Edi.Edi mengatakan, pengibaran bendera ini dilakukan untuk memberi semangat sekaligus mengingatkan kembali kepada warga-warga yang belum memasang bendera di hari kemerdekaan ini untuk melakukan pengibaran Bendera Merah Putih di tempatnya masing-masing.“Seribu bendera yang kita kibarkan sebagai gaung semangat perjuangan para pendiri bangsa Ini, kita tidak lagi berjuang memikul senjata atau membawa bambu runcing, kita saat ini hanya memperingati dan menghargai perjuangan pendiri bangsa ini dengan mengibarkan bendera di HUT Kemerdekaan Republik Indonesia,” ujarnya.Menurut Edi, gerakan pengibaran seribu bendera Merah Putih ini menggambarkan kekuatan yang didasari Nasionalisme yang tetap menjaga persatuan dan kesatuan perlu dirawat dan dijaga bersama-sama oleh semua elemen, baik pemerintah, masyarakat serta TNI dan Polri.Edi menyinggung adanya beberapa warga yang tidak atau lupa mengibarkan bendera Merah Putih maka pihaknya bersama elemen peserta gerakan pengibaran 1.000 bendera akan mendatangi dan memberikan bendera untuk dipasang dan dikibarkan.“Kita juga akan melakukan penyisiran kepada rumah-rumah atau warga yang mungkin lupa melakukan pengibaran bendera, kita akan bagikan hingga bendera Merah Putih itu terpasang, \" ujarnya.Edi menambahkan, langkah ini dilakukan agar nasionalisme dan kebangsaan serta dan wawasan kebangsaan masyarakat semakin kuat dan tertanam di hati sanubari dan jiwa di semua anak bangsa.“Kalau merasa bahwa negeri ini milik kita, maka mari bersama-sama menjaga dan merawatnya, sehingga negeri ini tetap menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang utuh dan kuat terhadap ancaman dan tantangan dari mana saja,” ujarnya.Semangat 1.000 bendera adalah menggambarkan kekuatan yang berasal dari masyarakat, ketika kekuatan yang ada di kumpulkan dalam satu ikatan yang dimaknai dengan 1.000 bendera, maka akan menjadi kekuatan yang besar, sehingga kekuatan itu perlu digaungkan dengan pengibaran 1.000 bendera merah putih, katanya. (Sof/ANTARA)
Sebelum Amandemen, Konsep Public Goods UUD Sesuai dengan Konsep Islam
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika konsepsi pengelolaan public goods Pancasila yang tertuang dalam UUD 1945 naskah asli telah sesuai dengan konsep Islam. Tetapi setelah amandemen tahun 1999-2002, Konstitusi, ruang penguasaan public goods dibuka total untuk dapat dikuasai segelintir orang. Demikian disampaikan LaNyala saat menyampaikan Keynote Speech dalam Sarasehan Kebangsaan Pimpinan Pusat Syarikat Islam di Jakarta, Minggu (14/8/2022). Oleh karena itu, menurut LaNyalla bangsa ini harus kembali ke penjelasan pasal 33 yang dihapus total saat amandemen. Dijelaskannya, tujuan bangsa memproklamirkan diri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan hakikat dari kemerdekaan. Yaitu menjadi negara yang menyejahterakan rakyat dalam keadilan sosial. Makanya Pasal 33 dalam naskah asli UUD 1945, dimasukkan di dalam Bab tentang Kesejahteraan Sosial, dimana tertulis dengan sangat jelas pada Pasal 33 Ayat (1), (2), dan (3), bahwa norma dari penguasaan negara terhadap sumber daya alam didasarkan kepada kedaulatan negara. Karena sumber daya alam harus dikuasai negara untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat. “Konsepsi tersebut sama dan sebangun dengan konsepsi Islam dalam memandang sumber daya alam,” tuturnya. Menurut LaNyalla, dalam Islam komoditas kepemilikan publik atau Public Goods ini dikategorikan dalam tiga sektor strategis. Yaitu air, ladang atau hutan, serta api, yaitu energi, baik mineral, batubara, panas bumi, angin, maupun minyak dan gas. Semua itu harus dikuasai Negara. “Bahkan dalam hadist Riwayat Ahmad, diharamkan harganya. Artinya tidak boleh dikomersialkan menjadi Commercial Goods,” terangnya lagi. Hal ini tertulis dalam Hadist Riwayat Ahmad. “Umat Islam itu sama-sama membutuhkan untuk berserikat atas tiga hal, yaitu air, ladang, dan api dan atas ketiganya diharamkan harganya,” kata LaNyalla. Sehingga jelas bahwa air, hutan, dan api atau energi itu merupakan Infrastruktur penyangga kehidupan rakyat, yang tidak boleh dikomersialkan atau dijual ke pribadi-pribadi perorangan yang kemudian dikomersialkan menjadi bisnis pribadi. “Tetapi komoditas publik yang seharusnya dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang di dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 naskah asli, sudah dihapus total sejak Perubahan UUD di tahun 1999 hingga 2002 silam,” katanya. Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, sejak itu UUD hasil Amandemen, atau UUD 2002, tidak memiliki lagi Penjelasan. “Sehingga Pasal 33 bisa ditambah 2 ayat lagi, yaitu Ayat 4, yang kalimatnya tidak karu-karuan dari segi tata bahasa, sekaligus memberi ruang masuknya swasta ke ruang Public Goods. Serta Ayat 5 yang standar,” ucapnya. “Dari sini kita akan memahami mengapa Naskah Penjelasan di dalam UUD 1945 yang asli dihapus saat perubahan itu. Dari sini juga kita mengetahui negara memang sudah tidak berpihak pada kepentingan rakyat,” sambungnya. Berdasar fakta tersebut, LaNyalla menawarkan Peta Jalan untuk mengembalikan Kedaulatan dan Kesejahteraan Rakyat dengan cara mengembalikan UUD 1945 naskah asli, kemudian disempurnakan kelemahannya dengan cara yang benar. Bukan dengan mengobrak-abrik, sehingga menjadi Konstitusi Baru yang malah menjabarkan ideologi liberal kapitalisme. “Dalam hasil penelitian akademik Profesor Doktor Kaelan dari UGM, pasal-pasal dalam UUD 2002 sudah tidak koheren dan sudah tidak menjabarkan lagi nilai-nilai Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm negara ini. Ini yang harus kita kembalikan,” tukasnya. Harapan LaNyalla, peta jalan kembali ke UUD 1945 itu bisa menjaga kekayaan alam negara ini, sehingga tidak dirampok oleh bukan Orang Indonesia Asli secara sistemik melalui agresi non-militer. “Mari kita pikirkan masa depan anak cucu kita. Generasi yang baru lahir di bumi pertiwi ini. Bayi-bayi yang lahir di negeri yang sebenarnya kaya-raya ini,” tutur dia. Dalam acara tersebut, LaNyalla didampingi Senator asal Lampung Bustami Zainudin dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin. Hadir pula Gus Aam (cucu KH Wahab Chasbullah, pendiri NU), Politis Partai Gelora Dedi ‘Miing’ Gumelar, Presiden Pimpinan Pusat Syarikat Islam, Hamdan Zoelva, Sekjen Syarikat Islam, Ferry Juliantono, dan para pimpinan Syarikat Islam lainnya. Sedangkan narasumber Sarasehan hadir Ekonom Faisal Basri, Pengamat politik Rocky Gerung dan Pengamat hukum Refly Harun. (Ida/LC)
Rocky Gerung: People Power Itu Bukan Orang Berkerumun Menjatuhkan Kekuasaan
Jakarta, FNN - People power itu bukan orang berkerumun untuk menjatuhkan kekuasaan, tapi ada ide untuk menghasilkan kepemimpinan baru, ada ide untuk menghasilkan keadilan baru, yang sekarang keadilan itu transaksi blackmarket saja, black market of justice. Dan kepolisian itu selalu disorot dalam kerangka itu, ada black market di situ. Jadi bersihkan itu supaya betul-betul tokoh-tokoh yang muda sekarang atau ada generasi pemimpin baru di kepolisian, lepas dari stigma black market of justice. Demikian paparan pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Ahad, 14 Agustus 2022. Rocky juga menegaskan bahwa sejarah itu kadangkala tiba berdasarkan formulasi-formulasi yang tidak terduga. “Sekarang kita dapat satu momentum untuk betul-betul yang disebut sebagai polisi itu adalah pelayan publik, pelayan masyarakat, dan harus diterangkan bahwa polisi itu adalah sipil yang dipersenjatai,\" paparnya. Publik sekarang bahkan keinginan untuk cepat-cepat melihat hasil reformasi kepolisian itu yang harus didahulukan daripada putar-putar soal Sambo yang memang sudah ada proses hukumnya. “Jadi opini yang digiring ke satu isu dan isu itu betul-betul masuk dalam batin publik itu enggak mungkin dicegah,\' tegasnya. Berikut wawancara lengkapnya: Hersu: Oke, walaupun akhir pekan termyata kita tetap membahas topik Ferdy Sambo dan istrinya yang makin seru. Tapi, kita tidak akan masuk ke detil persoalan kriminalnya atau pidananya, tetapi impact-nya. Nah, ini saya membaca KNPI katanya berencana akan mengajukan gugatan judicial review Undang-undang Kepolisian karena mereka melihat bahwa ini dampak dari undang-undang kepolisian yang begitu powerful. Kira-kira begitu. Dan ini juga ada teman kita yang menulis sebuah artikel Gede Sriana. Dia mengingatkan publik bahwa ternyata kalau publik bersatu, tidak terpecah dalam kelompok kadrun dan cebong, agenda-agenda yang lebih serius bisa selesai kita kawal, termasuk bagaimana kasus ini terbongkar karena menyatunya civil society. Saya kira ini topik yang menarik dan perlu kita dalami soal ini. RG: Betul, akhirnya orang berdiri pada kecemasan terhadap keadaan institusi-institusi reformasi kita: kepolisian, DPR, Mahkamah Konstitusi, KPK. Jadi, betul suatu pengamatan yang bagus dari Gede Sriana bahwa ada hal yang sebetulnya bisa diucapkan ulang, yaitu reformasi seluruh institusi. Itu intinya. Hal yang bagus dimulai dari kepolisian, supaya DPR juga mereformasi cara dia berpikir, MK begitu, KPK juga begitu. Semua reputasi yang kita buat dulu di awal reformasi, itu dimaksudkan untuk membuat bangsa ini teduh secara politik, supaya bisa menghasilkan kembali pertumbuhan ekonomi. Kalau dulu Pak Harto melakukan stabilisasi dan itu artinya ada kekuatan militer di belakang proses pembangunanisme develomentalisme pada waktu. Sekarang dalam era demokrasi mustinya institusi-institusi yang berfungsi, bukan lagi stabilisasi. Pak Jokowi seringkali juga agak kacau menganggap bahwa stabilitas penting. Bukan stabilitasnya yang penting, tapi profesionalitas dari institusi-institusi itu. Ini intinya kenapa KPK bagus, dia mendorong untuk reformasi dan rakyat memang melihat bahwa ini momentum untuk ya sudahlah soal pemilu gampanglah itu. Tetapi, kalau pemilu sendiri dilakukan dan dikawal oleh institusi-institusi yang rapuh itu artinya demokrasi tidak akan tumbuh. Bayangkan misalnya kita mau pemilu satu setengah tahun lagi dan kepolisian masih berantakan semacam ini, KPK masih mudah tebang pilih, Mahkamah Konstitusi tidak paham fungsi konstitusional yang diberikan pada dia, yaitu judicial activism. Jadi kalau Pemilu dibuat 2024 nanti dalam keadaan institusi-institusi demokrasi kita rapuh, itu akan menghasilkan juga pemimpin yang juga rapuh. Itu poinnya. Jadi kalau kita berpikir secara makroskopik, kita dapat poin bahwa ini adalah momentum yang disediakan sejarah untuk mengubah kembali atau menata ulang institusi-institusi utama dari demokrasi kita. Hersu: Nah, kan kita tahu bahwa penataan ulang dari institusi-institusi kita itu berkaitan sebenarnya power game. Ini politisi, kita teringat dulu pada masa orde baru bagaimana TNI itu ditarik ke ranah politik itu sebenarnya karena kepentingan dari politisi, dalam hal ini tentu saja Pak Harto, ada faktor yang sering disebut oleh Doktor Salim Said sebagai faktor push dan pull, faktor daya tarik dan daya dorong internal TNI (ABRI waktu) untuk terlibat dalam day to day politik. Nah sekarang polisi juga begitu. Apa yang terjadi ini kita melihat bahwa oke kepolisian juga ditarik-tarik ke ranah politik dan ini juga mainan dari para politisi gitu. RG: Ya, itu tadi satu paket itu mereformasi kultur politik kita. Di zaman orde baru itu memang ada semangat dunia yang disebut developmentalism yang pasti menyeret tentara. Karena pada waktu itu pasca-komunisme tahun 60-an atau 70-an bahkan di tahun 70-an masih ada khmer merah segala macam sehingga ada kekhawatiran bahwa kalau tidak stabil negara-negara di Asia Tenggara itu bisa diatur pada domino efek dari komunisme di Asia Selatan. Tapi kemudian kita masuk dalam era yang betul-betul menganggap bahwa perselisihan ideologi selesai maka diperlukan reformasi. Pak Harto tentu tahu bahwa keadaan sudah berubah. Dan karena itu dia nggak paksa lagi untuk meneruskan jabatannya. Jadi memang sejarah itu kadangkala tiba berdasarkan formulasi-formulasi yang tidak terduga. Ini juga tidak terduga ada kasus Pak Sambo, lalu orang bongkar semua soal yang menyangkut kekacauan dalam institusi kepolisian. Tapi saya tahu ada banyak perwira yang betul-betul profesional, hanya mau belajar dan memahami kepolisian sebagai institusi yang membanggakan mereka. Mereka ini justru yang bisa dipromosikan. Kan nanti kita kesulitan juga kalau kita bubarkan semuanya terus siapa nantinya yang mengatasi kekacauan. Jadi mulai dari sekarang, mungkin Pak Listyo bikin semacam panitia pemantau potensi atau sebut saja reformasi jilid dua lembaga kepolisian. Nah itu memang mulai dari merevisi atau mereformasi minimal undang-undang tentang kepolisian. Tapi, setelah itu kemudian mental dari para politisi juga harus direformasi yang berupaya untuk memanfaatkan kepolisian sebagai peralatan politik. Itu buruknya. Kita masuk pada ide baru bahwa kesempatan ini justru memungkinkan perseberangan ideologi antara Kadrun dan Cebong bisa dihentikan supaya kita fokus pada penguatan institusi. Tetapi, saya masih melihat beberapa kecenderungan untuk favoritisme pada satu kelompok di dalam kepolisian dan itu beberapa potensi yang sebetulnya harus dihasilkan ulang itu kemudian tercegah oleh dari kelompok-kelompok ini, kelompok masyarakat sipil terutama, yang seolah-olah kehilangan akses pada kepolisian. Pada kita memang ingin supaya kepolisian itu tidak punya akses ke mana-mana selain yang berurusan dengan ketertiban. Jadi itu masyarakat sipil tidak boleh juga numpang pada kepolisian, apalagi masyarakat politik supaya betul-betul polisi itu tampil secara profesional. Itu pooinnya. Hersu: Iya. Kalau kita belajar dari reformasi atau waktu itu disebutnya TNI atau ABRI, itu waktu back to basic. Itu kan juga ada faktor push dan pull. Faktor publik juga ada keinginan agar TNI tidak lagi menjadi alat kekuasaan dari penguasa dan juga tidak terlibat dalam day to day politik. Dari internal TNI kita kenal orang-orang seperti SBY, Agus Wijoyo, Agus Wirahadikusumah, dan teman-teman yang lain. Itu mereka yang terwesternisasi dan mereka melihat bahwa memang praktik-praktik dalam dunia demokrasi itu under skip in control. Dan tadi Anda melihat bahwa potensi yang sama juga ada di dalam kepolisian. RG: Iya betul kita ingat pada waktu itu menemukan istilah back to basic saja itu supaya nggak ada back to barrak, kembali ke barak itu artinya seolah-olah tentara nggak punya fungsi lain selain pertahanan. Indonesia punya sejarah lain, yaitu tentara perjuangan, tentara rakyat. Karena itu dipilihlah kembali ke basic, bukan kembali ke barak. Kalau kembali ke barak itu betul-betul profesional tentara Amerika, tentara Barat. Jadi kita mau ingat kembali demikian juga soal kepolisian. Kepolisian itu dibentuk dalam upaya menggantikan polisi-polisi Belanda yang juga beroperasi mengintai rakyat secara polisional. Jadim betul bahwa reformasi TNI sudah berhasil dan di ujungnya masih ada semacam upaya partai politik untuk mempunyai akses pada beberapa tokoh TNI dalam pertandingan atau persaingan untuk jadi Panglima, demikian juga di kepolisian. Jadi, sekarang kita dapat satu momentum untuk betul-betul yang disebut sebagai polisi itu adalah pelayan publik, pelayan masyarakat, dan harus diterangkan bahwa polisi itu adalah sipil yang dipersenjatai. Jadi dasarnya dia adalah sipil. Bukan karena senjata maka orang takut, justru karena dia sipil orang hormati, orang hargai, maka diberi dia senjata. Kan itu dasarnya. Beda dengan tentara yang betul-betul peralatan utama dia adalah senjata. Polisi peralatan utamanya bukan senjata, tetapi bahasa. Itu bedanya. Kalau bahasa polisi sekarang mengancam atau seringkali terlihat arogan, itu juga bukan fungsi yang betul. Kita tahu bahwa beberapa sebut saja satu generasi di dalam yang berupaya untuk mengembalikan polisi pada citra yang sipil, tapi sekaligus berwibawa. Nah, kewibawaan itu yang diminta oleh publik, bukan polisi memperlengkapi senjatanya. Ada section-section khusus pada kepolisian yang memang harus kita persenjatai lengkap, tapi secara umum institusi itu institusi sipil. Hersu: Nah, jadi ini sekarang kita dorong KNPI untuk menguji materi ke Mahkamah Konstitusi. Pertanyaannya, nanti orang skeptis lagi terhadap MK. RG: Nah, itu bercampur semua. Kita minta Mahkamah Konstitusi untuk membuka pikirannya dan ada problem yang macam-macam, tapi justru kita lagi nggak percaya sama MK. Jadi, keadaan kita ada di dalam dilema itu. Tetapi dilema itu bisa kita atasi kalau ada kesepakatan masyarakat sipil untuk mendorong terus proses ini. Maka kalau Mahkamah Konstitusi mau keras kepala itu akan dianggap sebagai mahkamah dungu kalau nggak mau memperhatikan pikiran publik karena publik sekarang bahkan keinginan untuk cepat-cepat melihat hasil reformasi kepolisian itu yang harus didahulukan daripada putar-putar soal Sambo yang memang sudah ada proses hukumnya. Hersu: Iya. Dan ini kita juga diingatkan betapa dahsyatnya potensi people power. Sebenarnya fenomena yang terjadi pada Ferdy Sambo ini sebetulnya fenomena people power juga. RG: Ya, betul itu. Jadi opini yang digiring ke satu isu dan isu itu betul-betul masuk dalam batin publik itu enggak mungkin dicegah. Itu poinnya. Juga kemarin buruh. Buruh kemarin juga ada yang mengakui bahwa nggak akan terjadi ternyata Saudara Jumhur itu bisa memimpin mungkin sampai satu juta buruh karena di daerah-daerah juga ada gerakan. Jadi yang kita sebut sebagai people power itu datang dari kesepakatan batin rakyat. Dari cara ide diucapkan dalam bentuk protes, bukan menggiring manusia sebagai massa, tapi massa itu di dalamnya ada ide. Nah, people power itu bukan orang berkerumun untuk menjatuhkan kekuasaan, tapi ada ide untuk menghasilkan kepemimpinan baru, ada ide untuk menghasilkan keadilan baru, yang sekarang keadilan itu transaksi blackmarket saja, black market of justice. Dan kepolisian itu selalu disorot dalam kerangka itu, ada black market di situ. Jadi bersihkan itu supaya betul-betul tokoh-tokoh yang muda sekarang atau ada generasi pemimpin baru di kepolisian, lepas dari stigma black market of justice. (ida, sof)
Peringatan HUT Ke-77 RI Berkonsep Sejarah Bangsa
Jakarta, FNN - Sekretariat Presiden mengungkapkan Peringatan HUT ke-77 Republik Indonesia mengusung konsep sejarah bangsa Indonesia yang dituangkan dalam dekorasi di kawasan Istana Merdeka, Jakarta.\"Konsepnya adalah kita menggali sejarah-sejarah bangsa Indonesia. Adanya kejayaan kita, kejayaan Majapahit, Sriwijaya, dan Mataram kita gali, kita jadikan satu, termasuk menggali kebudayaan-kebudayaan yang ada zaman dulu,\" kata Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono saat ditemui di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu.Heru menjelaskan kejayaan kerajaan-kerajaan di Indonesia pada masa lampau menjadi inspirasi bagi konsep dan dekorasi untuk Peringatan Detik-Detik Proklamasi Memperingati HUT Ke-77 RI pada 17 Agustus 2022.Berbeda dengan dua tahun terakhir, Sekretariat Presiden akan menyelenggarakan rangkaian Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi dan Upacara Penurunan Bendera Merah Putih dengan kondisi seperti sebelum COVID-19.Salah satunya, yakni anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) akan diturunkan secara penuh sesuai formasi 17-8-45 pada dua sesi upacara tersebut.Kemudian, Istana juga menyelenggarakan kembali kirab atau arak-arakan Sang Saka Merah Putih dan Naskah Proklamasi dari Monumen Nasional menuju Istana Merdeka.\"Perbedaannya adalah ketika kirab itu Bendera Sang Saka Merah Putih dengan (naskah) Proklamasi kita letakkan, kemudian kita turunkan dari mimbar utama. Tahun-tahun lalu kan dari samping menuju mimbar utama,\" kata Heru.Adapun Bendera Merah Putih Pusaka nantinya tidak akan dikibarkan, begitu juga dengan Naskah Proklamasi yang disimpan dalam kotak khusus sehingga tidak diperkenankan kedua benda bersejarah tersebut untuk disentuh.Sementara itu, busana adat yang akan dikenakan Presiden Joko Widodo saat menjadi Inspektur Upacara masih dipilih. \"Sedang dipilih. Kandidat daerah belum tahu, masih ada tiga daerah,\" kata Heru.Istana pada hari ini (Minggu) masih melakukan gladi kotor kedua kali untuk persiapan rangkaian kegiatan Peringatan Detik-Detik Proklamasi Memperingati HUT Ke-77 RI pada Rabu, 17 Agustus 2022.Pada Senin (15/8), Istana akan melakukan gladi bersih untuk menyamakan waktu atraksi \"fly pass\" oleh TNI AU dengan Detik-Detik Proklamasi di Istana Merdeka. Kemudian pada sore harinya, Presiden dijadwalkan mengukuhkan anggota Paskibraka. (Ida/ANTARA)
Angkat LaNyalla Jadi Dewan Pembina, FSKN Dukung DPD RI Perjuangkan RUU PPBAKN
Jakarta, FNN – Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) mengangkat Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, sebagai dewan pembina. Hal sekaligus dukungan konkret kepada DPD RI untuk memajukan kebudayaan Nusantara melalui Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara (PPBAKN). Dukungan disampaikan saat FKSN bersilaturahmi dengan LaNyalla, Kamis (11/8/2022). Dalam kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung) dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero. Dari FSKN, hadir Ketua Umum Brigjen Pol (Purn) Ahmad Aflus Mapparessa, Sekretaris Umum Rasich Hanif Radinal, Ketua Ad Hoc Prolegnas RUU Ichdar Kuneng Bau Massepe Anggota Ad Hoc Prolegnas RUU Muhamad Joni, Dewan Penasehat Teuku Rafly Pasya, Dewan Pakar Evi Oktavia dan Engkus K Anang Ketua Dept Humas Tengku Ryo. Ketua Kesekretariatan Ahmad Jazuli, serta para anggota DPP FSKN Connie Constantia, Bowo Widodo, Tengku M. Ravi dan Lucky Arimunandar. Ketua Umum FSKN yang juga Karaeng Turikale VIII Maros Sulawesi Selatan, Brigjen Pol (Purn) Ahmad Aflus Mapparessa menjelaskan, sebagai elemen bangsa, mereka juga berkeinginan untuk ikut serta memajukan bangsa ini. “Kami ingin memberikan sumbangsih bagi negeri ini, salah satunya dengan mendorong pemajuan kebudayaan Nusantara,” kata Aflus pada pertemuan yang diselenggarakan di Gedung B Komplek Parlemen Senayan, Kamis (11/8/2022). Dikatakannya, ada beberapa pokok mengenai peran keraton dalam memajukan kebudayaan Nusantara. Pertama, keraton merupakan kawasan cagar budaya yang merupakan tempat warisan budaya benda dan warisan budaya tak benda. “Keraton juga merupakan pusat konservasi dan pelestarian nilai-nilai budaya. Keraton juga merupakan episentrum kebudayaan yang mendinamisasi kehidupan masyarakat,” kata Aflus. Selain itu, Aflus menilai keraton juga merupakan kekayaan pengetahuan yang tersimpan dalam manuskrip, praktik kehidupan di lingkungan dan tradisi lisan masyarakat. “Keraton juga sebagai inspirasi penciptaan karya ilmiah dan karya budaya bagi seniman, budayawan, akademisi dan masyarakat,” kata Aflus. “Obyek pemajuan kebudayaan itu ada beberapa di antaranya tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional,” tambah Aflus. Menanggapi hal itu, Ketua DPD RI menegaskan jika lembaganya memang diberikan peran untuk menjaga dan memajukan kebudayaan nasional. “Bagi kami, pelestarian warisan nusantara dan budaya luhur Nusantara sangat diperlukan sebagai bagian dari ciri dan karakter bangsa Indonesia, sekaligus sebagai filter bagi masuknya pengaruh negatif dari konsekuensi globalisasi tanpa batas yang terjadi saat dan di masa-masa mendatang,” kata LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu mengingatkan pemerintah agar memberi dukungan konkret untuk kemajuan budaya nasional karena merupakan amanat konstitusi yang mengikat negara, sebagaimana tercantum pada pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. “Amanat konstitusi itu mengikat semua elemen bangsa. Artinya pemerintah, baik daerah maupun pusat, dan seluruh aparatur negara harus memberikan dukungan nyata kepada pemajuan kebudayaan nasional, sebab bila tidak, itu berarti kita tidak menjalankan perintah konstitusi,” papar LaNyalla. Kebudayaan nasional menurut LaNyalla merupakan mozaik dari kebudayaan daerah yang lahir dari nilai-nilai adiluhung kerajaan dan kesultanan Nusantara. “Dukungan negara kepada kebudayaan nasional harus tercermin dan seiring dengan dukungan negara kepada keberadaan kerajaan dan kesultanan Nusantara sebagai penjaga marwah kebudayaan daerah serta kearifan lokal Nusantara,” tegas LaNyalla. Menurut LaNyalla, sumbangsih kerajaan Nusantara terhadap lahirnya Indonesia tidak bisa dihapus dalam sejarah. Kerajaan Nusantara telah melahirkan tradisi pemerintahan, penulisan, pendidikan, pengobatan, hingga tradisi kemiliteran di darat maupun di laut. Sementara dukungan materiil diberikan berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan untuk digunakan bagi kepentingan pendirian negara di awal kemerdekaan, bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset kerajaan Nusantara masih dipergunakan untuk kepentingan pemerintah. “Indonesia menjadi negara besar karena lahir dari sebuah peradaban yang besar dan unggul, yaitu peradaban kerajaan dan kesultanan Nusantara yang mewariskan banyak tradisi, nilai-nilai luhur dan adiluhung kepada bangsa ini,” ulas LaNyalla. Dari semua itu, hal terpenting yang harus dilakukan adalah kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Dengan kembali kepada UUD 1945 naskah asli, maka kebudayaan Nusantara akan terjaga dengan baik. “Saya meminta kepada FSKN untuk turut serta meresonansikan hal ini,” pinta LaNyalla. (Sof/LC)
Dukung UUD 1945 Kembali ke Naskah Asli, Forum API Sampaikan Tujuh Sikap
Jakarta, FNN – Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (Forum API) mendukung upaya Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya disempurnakan secara adendum. Ketua Umum Forum API, Akhmad Syarbini, menegaskan yang diperjuangkan LaNyalla bukan perjuangan pribadi. Namun gerakan rakyat untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli sebagai perjuangan mencapai cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. “Oleh karenanya, pada pertemuan ini saya akan bacakan pernyataan sikap kami secara resmi,” kata Akhmad Syarbini, saat menemui LaNyalla di Ruang Sriwijaya Gedung B Komplek Parlemen Senayan, Kamis (11/8/2022). Akhmad Syarbini juga membacakan pernyataan sikap resmi Forum API. Pertama, menyadari bahwasanya cengkraman oligarki di Indonesia telah merasuk dan merambah dalam berbagai bidang kehidupan baik ekonomi, sosial, politik, hukum, pemerintahan (eksekutif), bahkan yudikatif yang pada kenyataannya semakin menjauhkan dari bagi pencapaian cita-cita kemerdekaan RI. “Kedua, kekuasaan oligarki di Indonesia semakin menjadi ancaman nyata dan benar-benar telah menguasai sendi-sendi kehidupan rakyat dan sangat membahayakan eksistensi bangsa dan NKRI,” kata Akhmad Syarbini. Ketiga, kesadaran rakyat dan segenap komponen bangsa atas fenomena kekuasaan oligarki ini telah menjelma menjadi spirit dan gerakan perlawanan secara terbuka untuk membasmi oligarki dari muka Bumi Pertiwi Indonesia. Keempat, Forum API bertekad dan beraksi mewujud-nyatakan gerakan perlawanan membasmi oligarki dari muka bumi Ibu Pertiwi Indonesia, sebagai bagian dari komponen bangsa yang mendasarkan kepada intelektualitas, pemikiran rasional akademik dan obyektif. Kelima, Forum API akan terus berjuang bersama rakyat dengan membangun aliansi dengan komponen bangsa lainnya untuk bersama-sama berjuang membasmi oligarki dengan keseluruhan kolaborator dan antek-anteknya dari Bumi Pertiwi Indonesia, demi tercapainya cita-cita kemerdekaan RI. Keenam, sebagai bagian dari komponen bangsa yang mendasarkan kepada intelektualitas, pemikiran rasional akademik dan obyektif serta berpegang kepada konstitusi dan nilai-nilai kebangsaan, maka Forum API menyatakan bahwa kami, alumni perguruan tinggi Indonesia yang bergabung di dalam Forum API menyatakan bahwa kembali kepada UUD 1945 asli merupakan perwujudan dari gerakan perlawanan membasmi oligarki di Indonesia sampai ke akar-akarnya untuk mencapai cita-cita proklamasi kemerdekaan RI 1945 yaitu kesejahteraan rakyat berkeadilan. Terakhir, Forum API mendukung Ketua DPD RI Bapak AA LaNyalla Mahmud Mattalitti sebagai tokoh bangsa yang telah benar-benar nyata menyuarakan perlawanan dan menunjukkan komitmen kuat untuk membasmi oligarki dan sejalan dengan platform perjuangan Forum API dalam rangka menggaungkan dan mensosialisasikan kembali kepada UUD 1945 naskah asli agar kesejahteraan rakyat sebagai cita-cita proklamasi kemerdekaan RI dapat terwujud sepenuhnya. Forum API berdiri pada tahun 2019. Salah satu tujuannya adalah menyudahi polarisasi bangsa yang tak perlu ada. Forum API ini terdiri dari 37 perguruan tinggi se-Indonesia. Menanggapi hal itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan jika aspirasi Forum API akan ditindaklanjuti dengan pimpinan DPD RI dan Komite terkait. “Prinsipnya, kita sama dan satu gelombang,” tegas LaNyalla. Ia menjelaskan, hingga kini dirinya telah berkeliling 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota se-Indonesia. “Fakta-fakta yang saya temukan, tentang kehidupan masyarakat secara langsung, jauh dari apa yang kita bayangkan,” ujar LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu menilai persoalan bangsa dan karut marutnya pengelolaan negeri ini terjadi sejak amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002. “Sejak saat itu muncul berbagai macam persoalan di negeri ini. Maka, saya menilai karut marut pengelolaan bangsa ini harus disudahi. Caranya adalah, benahi hulunya. Ketika hulunya diperbaiki, maka hilirnya juga mengikuti. Apa itu hulunya, adalah konstitusi bangsa kita,” papar LaNyalla. Oleh karenanya, LaNyalla menilai kita harus kembali kepada UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya diperbaiki secara adendum. “Keributan yang ada di hilir itu karena hulunya rusak,” tegas LaNyalla. LaNyalla menegaskan akan memimpin sendiri gerakan pengembalian kedaulatan kembali kepada rakyat. “Saya sudah mewakafkan diri saya untuk rakyat Indonesia. Karena saya sekarang sudah masuk dalam dunia politik kenegaraan,” tegas LaNyalla. LaNyalla sudah berkomitmen jika jabatan yang diembannya sebagai Ketua DPD RI akan digunakan sebaik-baiknya untuk menegakkan kebenaran, agar kesejahteraan rakyat sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa dapat tercapai. “Yang kita sampaikan adalah kebenaran. Untuk apa kita takut ketika kita menyampaikan kebenaran. Kebenaran itu dapat disalahkan, tetapi kebenaran tak dapat dikalahkan,” tegas LaNyalla. Menurutnya, yang terpenting dalam bersikap harus mengedepankan akal, pikir dan dzikir. “Saya sudah membuat peta jalan kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Jadi, kalau ada yang tidak mau kembali kepada UUD 1945 naskah asli, artinya tidak mau kedaulatan ada di tangan rakyat,” kata LaNyalla. LaNyalla mengajak kepada Forum API untuk ikut meresonansikan kepada masyarakat agar kita dapat secepatnya kembali kepada UUD 1945 naskah asli. “Saya minta Forum API untuk ikut meresonansikan bahwa kita harus kembali kepada UUD 1945 naskah asli,” kata LaNyalla. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator asal Lampung, Bustami Zainuddin, Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero serta Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol. Sedangkan Akhmad Syarbini didampingi Plt Sekretaris Jenderal Forum API, Asrianty Purwantini dan puluhan aktivis Forum API dari sejumlah perguruan tinggi. (Sof/LC)
Pemimpin Indonesia Harus Memiliki Kapasitas Tinggi
Jakarta, FNN - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan Indonesia memerlukan pemimpin yang memiliki kapasitas tinggi untuk menghadapi berbagai tantangan global.\"Saat ini masih terlalu jauh untuk berbicara politik 2024. Pekerjaan rumah kita masih besar dan tantangan juga masih banyak; yang jelas, pemimpin Indonesia ke depan harus memiliki kapasitas tinggi untuk menghadapi berbagai macam tantangan global,\" kata Moeldoko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.Selain memiliki kapasitas tinggi, lanjutnya, sosok kepala negara Indonesia juga harus mampu adaptif terhadap perubahan dan berani mengambil risiko atas kebijakan yang diambil secara konstitusional.Selanjutnya, pemimpin Indonesia harus siap menghadapi kompleksitas dampak globalisasi dan siap merespons kejutan-kejutan yang akan terjadi akibat kemajuan teknologi.\"Selain harus memiliki kapasitas tinggi, pemimpin Indonesia ke depan harus siap dengan semua perubahan-perubahan,\" ujarnya.Dalam pertemuan dengan salah satu pimpinan media, mantan Panglima TNI itu juga berpesan agar media tidak terjebak dengan pemberitaan yang cepat tanpa mengedepankan kebenaran. Apalagi, saat ini sumber informasi bisa didapat dari siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. (Ida/ANTARA)