POLITIK

Jokowi di Bawah Lima Tekanan Berat

By Asyari Usman, Jurnalis Senior FNN dan Pengamat Sosial-Politik. PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) saat ini berada pada posisi yang sangat rentan. Beliau sedang menghadapi lima (5) tekanan berat. Sekaligus. Kelima tekanan serius ini akan mempengaruhi cengkeraman kekuasaan Jokowi. Bisa pula berbahaya kalau orang yang menjadi presiden pada 2024 bukan figur yang dia idamkan. Dan mimpi Jokowi tentang 2024 sangat mungkin buyar. Semua skenario politik yang sedang direncanakannya mulai terganggu. Dan sangat mungkin kelima tekanan itu akan menjadi “natural disaster” (bencana alam)-nya kekuasaan Jokowi. Tekanan pertama adalah soal dua putra Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka (walikota Solo) dan Kaesang Pangarep, yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelapor, Ubeidillah Badrun (dosen UNJ), meminta agar KPK menyelidiki dugaan “money laundering” (pencucian uang) dan KKN antara kedua terlapor dengan perusahaan yang terlibat pembakaran hutan, PT BMH, yang induknya adalah PT SM. PT BMH digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup agar membayar ganti rugi sebesar Rp7.9 triliun. Namun yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) hanya Rp78.5 miliar. Setelah itu, ada aliran dana yang patut diduga bermasalah dari BMH atau SM ke perusahaan milik anak-anak Jokowi. Laporan ini akan membuat Jokowi gerah. Pastilah. Walaupun, menurut banyak orang, KPK kemungkinan besar akan menjelaskan “berbagai alasan” untuk tidak melanjutkan laporan yang menyeret kedua anak Presiden itu. Tetapi, tekanan psikologis laporan ke KPK ini akan memperbesar beban pikiran Jokowi. Sebab, Jokowi juga menghadapi tekanan kedua. Yaitu, tekanan politik dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Mega mengisyaratkan bahwa beliau tidak akan membiarkan Ganjar Pranowo maju sebagai capres seperti diinginkan Jokowi. Sebelum ini, Bu Mega tegas menolak upaya Jokowi untuk menjabat tiga periode atau memperpanjang jabatan sampai 2027 tanpa pemilu. Bu Mega juga mengecam sejumlah pejabat yang menangguk di air keruh pandemi Covid-19. Ini tampaknya terkait dengan bisnis PCR yang diperkirakan menghasilkan laba super besar untuk beberapa pejabat tinggi. Dua menteri Jokowi diduga terlibat. Tekanan ketiga adalah gugatan terhadap “presidential threshold” (PT) 20% yang dilancarkan oleh berbagai tokoh bangsa. Para penggugat menuntut supaya PT-20% dihapuskan. Kalau dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi nol persen, berarti keinginan “paksa” Jokowi agar Ganjar Pranowo (GP) menjadi presiden bisa gagal. Jokowi sangat berkepentingan Ganjar menjadi presiden untuk melanjutkan kebijakan dia selama ini dan sekaligus menjaga karir Gibran serta Bobby Nasution. Ada lagi tekanan keempat. Yaitu, gambaran tentang nasib buruk berbagai proyek megalomania yang ingin direalisasikan Jokowi. Termasuk, dan terutama, proyek pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Penajam Paser, Kalimantan Timur. Sangat besar kemungkinan proyek ini akan dihapuskan oleh presiden yang bukan Ganjar Pranowo. Kalau ini terjadi, Jokowi akan merasa dipermalukan. Akhirnya, tekanan kelima. Yaitu, desakan publik agar kasus pembantaian KM-50 diusut tuntas. Desakan ini sangat mungkin menjadi kenyataan setelah Jokowi tidak lagi duduk sebagai presiden dan penggantinya bukan Ganjar. Pembunuhan semena-mena terhadap 6 (enam) pengawal Habib Rizieq yang sejauh ini tidak ditangani dengan serius oleh penegak hukum, bisa jadi akan diinvestigasi ulang. Ini bisa membuat stress Jokowi. Sebab, penyelidikan ulang bisa menjalar bebas ke mana-mana. Termasuk bisa menyerempet para mantan kelas tinggi, nantinya. Itulah lima tekanan berat yang dihadapi Presiden Jokowi saat ini. Tekanan dari Bu Mega adalah yang terberat bagi Jokowi. Sebab, manuver Bu Mega akan membuat semua jalan buntu. Tidak hanya buntu, boikot dari Bu Mega bisa pula mencelakakan Jokowi setelah dia tidak lagi duduk sebagai presiden.[]

Wali Kota Sorong Harapan ASN Bekerja Maksimal

Sorong, FNN - Wali Kota Sorong Lambert Jitmau mengharapkan agar aparatur sipil negara (ASN) setempat bekerja maksimal dalam melayani masyarakat serta meningkatkan kinerja sepanjang 2022 ini.\"Pelayanan kepada masyarakat harus dilakukan maksimal serta tempat waktu. Kemampuan melayani masyarakat juga harus lebih baik dari pada tahun sebelumnya,\" kata Wali Kota Lambert Jitmau di Sorong, Jumat.Ia berharap ASN mengawali aktivitas di tahun 2022 dengan semangat kerja baru guna memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.\"ASN baik yang di tingkat bawah hingga para pimpinan organisasi perangkat daerah saya minta untuk bekerja dengan baik,” ujarnya.Bekerja harus menggunakan sistem piramida dimana staf bekerja memberikan pelayanan kepada masyarakat secara meluas kemudian dilaporkan kepada pimpinan OPD dan laporan tersebut diteruskan sampai ke kepala daerah.Pelayanan harus dilakukan secara berjenjang dari staf hingga ke pimpinan atau kepala daerah. Fokus bekerja dan jangan mudah terprovokasi, apalagi menjelang tahun politik yang memunculkan dinamika di kalangan masyarakat.Ia mengingatkan ASN agar jangan ikut terprovokasi serta teruslah bekerja hingga masa pensiun. Terus menunjukkan prestasi dan biarlah kualitas karir pimpinan yang menilai untuk dipromosikan mendapat jabatan.\"Saya akan mengakhiri masa tugas tahun ini semoga apa yang sudah saya lakukan bersama Wakil Wali Kota adalah kenangan indah bagi ASN dan masyarakat kota Sorong,\" tambah dia. (sws)

Perludem: KPU Bisa Memperpendek Masa Kampanye Pemilu 2024

Semarang, FNN - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan KPU bisa memperpendek masa kampanye pada Pemilu 2024 sepanjang kalkulasi tahapannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).Dalam Pasal 276 ayat (1) UU Pemilu disebutkan bahwa kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.\"KPU bisa mengatur waktu penetapan DCT dan pasangan calon (paslon) tetap yang tidak terlalu lama jaraknya dengan masa tenang sebelum hari pemungutan suara,\" kata Titi Anggraini menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat pagi.Sejumlah pihak, lanjut Titi, berpandangan agar lamanya masa kampanye diperpendek dibanding Pemilu 2019 karena dianggap memicu politik biaya tinggi dan polarisasi yang menguat di tengah masyarakat.Masa kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 selama 6 bulan 21 hari (23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019).Namun, aktivis Maju Perempuan Indonesia (MPI) ini tidak menyebutkan berapa lama masa kampanye pada Pemilu 2024 yang ideal agar irisan tahapan pemilu dengan tahapan pilkada tidak sampai menambah beban kerja penyelenggara pemilu.Terkait dengan aturan main pemilu/pemilihan yang belum ada di dalam UU Pemilu maupun UU Pilkada, Titi menyebutkan ada banyak hal yang berkaitan dengan terobosan dan inovasi penyelenggaraan pemilu yang perlu aturan lebih baik dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem lantas mencontohkan penerapan sistem teknologi informasi rekapitulasi suara secara elektronik atau Sirekap.Meskipun Sirekap masih berfungsi sebagai alat bantu atau instrumen akuntabilitas, menurut dia, tetap memerlukan pengaturan yang komprehensif dan kukuh agar pelaksanaannya di lapangan bisa berjalan baik dan tidak menimbulkan masalah.Selain itu, penggunaan teknologi informasi pendaftaran partai politik peserta pemilu atau Sipol juga perlu penguatan pengaturan dalam PKPU agar semua pihak bisa memahami dan menerima dengan baik.Dengan demikian, lanjut Titi, pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu bisa berlangsung efektif dan efisien di tengah animo kehadiran cukup banyak partai politik baru.Dengan kehadiran Sipol, diyakini validitas dan akurasi pendaftaran dan verifikasi parpol bisa terjamin sebab prosesnya diupayakan lebih profesional dan kredibel melalui bantuan penggunaan sistem teknologi informasi pemilu. (sws)

Perlunya Fraksi Dihapus, Fahri: DPR Dikendalikan Orang-orang di Balik Layar

Jakarta, FNN -  Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, keberadaan fraksi di DPR selama ini membuat kamar legislatif menjadi tidak berdaya, sehingga perlu dilakukan penghapusan.  Sebab, fraksi dinilai menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elit-elit politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen  \"Jadi berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR diantara yang paling penting kita lakukan karena berbagai atau banyak alasan. Alasan pertama tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya,\" kata Fahri dalam Gelora Talk bertajuk \'Reformasi Sistem Politik, Mengapa Fraksi di DPR Sebaiknya Dihapus?\', Rabu (12/1/2022) petang.  Menurut Fahri, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, ia diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai sebelumnya, karena dipengaruhi oleh oligarki. Hingga akhirnya ia dipecat, karena memilih melawan.  \"Saya sendiri memiliki yurisprundensi, makanya waktu itu saya melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan,\" katanya.  Dalam sistem demokrasi, lanjutnya, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan sebaliknya menjadi wakil partai politik. Menurutnya, jika terus begitu pandangannya akan membahayakan.  Fahri menilai adanya kekeliruan tersebut lantaran adanya kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politk dalam fraksi.  \"Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita,\" tegasnya.  Terkait keberadaan fraksi ini, jelas Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen. Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.  \"Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik,\" ungkapnya.  \"Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan,\" imbuhnya.  Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengatakan, keberadaan fraksi ini juga menjadi kegelisahan dari PSHK. Dari hasil penelitian yang dilakukan, terungkap bahwa ketua fraksi atau ketua kelompok fraksi (kapoksi) di komisi-komisi memiliki kekuatan menyakinkan seseorang untuk memenangi berbagai \'pertarungan\'  \"Hasil penelitian kami, jauh lebih efisien kalau kita langsung lobby kepada ketua fraksi atau ketua kelompok fraksi yang ada di komisi-komisi. Kita bisa meyakinkan seseorang, kita bisa memenangkan pertarungan,\" kata Bivitri.  Seharusnya, yang memiliki power untuk berbicara mengenai aspirasi masyarakat adalah setiap anggota DPR, bukan fraksi atau parpol.  \"Karena itu, perlu dilakukan perubahan dalam UU MD3, fraksi perlu dihapus. Sebab dalam konstitusi, fraksi juga tidak diatur, sehingga secara konstitusional ketika dilakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi saya kira akan dikabulkan,\" katanya.  Direktur Eksekutif Voxpol Center Research Pangi Syarwi Chaniago menilai, penguasaan fraksi dinilai akan memudahkan oligarki  berkomunikasi dalam membuat keputusan, dan tidak terlalu menimbulkan kegaduhan politik seperti dalam pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu dan keputusan penundaan Pilkada sekarang.  \"Presiden jangan-jangan memang sangat  menyukai pakai fraksi, tidak terlalu susah untuk berkomunikasi, karena garis komandonya sangat gampang. Itu  mencerminkan DPR ya tukang stempel, mengamini apa maunya semua pemerintah, mana yang tidak diamini,\" katanya.  Karena itu, Pangi setuju keberadaan fraksi dihapuskan saja karena lebih banyak mudharatnya, serta lebih berpihak kepada kepentingan para bohir, ketimbang masyarakat.  Akibatnya, banyak anggota DPR memilih menuruti kemauan fraksi dan partainya daripada sikap berlawanan yang bisa berujung PAW dirinya sebagai anggota DPR.  \"Kalau dilihat DNA-nya, fraksi ini banyak kepentingan tertentu, bukan kepentingan konstituen, sehingga mengganggu fungsi-fungsi lembaga perwakilan kita yang semestinya untuk mengamankan agenda-agenda rakyat,\" katanya.  \"Itu artinya yang menjadi menjadi penyebab kenapa presiden sangat mudah mengendalikan DPR kita, karena bisa mengendalikan partai politik, termasuk fraksi di dalamnya bisa dikendalikan,\" sambungnya.  Sebaliknya, Ketua DPR-RI Periode 2009-2014 Marzuki Alie berpandangan, keberadaan fraksi di DPR tidak perlu dihapus, justru kekuatan absolut dari seorang ketua umum yang perlu direformasi.  \"Ini ada partai, partai ini dimiliki ketua umum. Padahal dalam sistem politik modern, AD/ART-nya semua dibatasi, tidak ada kekuasan absolut. Memangnya kalau fraksi dihapus, ketua umum tidak bisa mecat, ya tetap bisa,\" kata Marzuki Alie  Melihat sosok Fahri Hamzah, Marzuki Alie menaruh harapan besar kepada Partai Gelora dapat memperjuangkan semua aspirasi masyarakat dalam proses perjuangannya hingga nantinya duduk di Senayan.  \"Saya berharap Partai Gelora sebagai partai politik harus mengembangkan sikap partai yang mau mendengarkan semua aspirasi yang disampaikan masyarakat, dan digunakan nanti di lembaga perwakilan,\" pungkasnya. (*)

Airlangga Hartarto Gelar Pertemuan Tertutup dengan Gubernur Khofifah

Surabaya, FNN - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menggelar pertemuan tertutup dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Rabu malam.“Kami konsolidasi penanganan COVID-19, termasuk dalam rangka G-20 nanti. Tidak ada yang lain,” ujar Airlangga kepada wartawan usai pertemuan yang digelar di Kantor DPD I Partai Golkar Jatim di Surabaya tersebut.Menurut dia, Jatim akan menjadi salah satu tempat pertemuan sehingga kedatangannya sekaligus memonitor kesiapan termasuk kesehatan.Selain itu, Bandara Juanda tidak lama lagi akan kedatangan pekerja migran Indonesia (PMI) sehingga harus dilakukan langkah-langkah pencegahan dan menghindari COVID-19, terutama varian baru Omicron. Disinggung komunikasi dengan Khofifah terkait Pemilihan Presiden 2024, Airlangga yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Perekonomian tersebut membantahnya dan menegaskan bahwa masih jauh.Ia mengakui selama ini hubungan dengan Khofifah sangat baik karena pernah duduk di satu komisi saat sama-sama menjabat anggota DPR RI.“Di Pemilihan Gubernur lalu, Golkar juga mengusung Khofifah-Emil Dardak. Jadi memang komunikasinya baik,” ucapnya.“2024 juga masih agak jauh,” kata Airlangga menambahkan. Sementara itu, Airlangga juga mengungkapkan kedatangan dirinya untuk berkonsolidasi dengan pengurus DPD II Golkar se-Jatim.\"Pertama saya ke sini, ke Golkar Jatim untuk konsolidasi partai. Yang kedua Besok dalam rangka kerja, saya akan monitor harga sembako, karena pemerintah memutuskan harga minyak goreng dijaga, di Pasar Wonokromo. Juga mengecek kartu pra-kerja yang ada di Jatim,\" katanya.Di sisi lain, Ketua Golkar Jatim Sarmuji mengungkapkan, kedatangan Airlangga untuk konsolidasi daerah, dan kunjungan kerja di Jatim.\"Beliau datang ke Jatim, berkonsolidasi dengan para pengurus Golkar di Jatim. Beliau juga sebagai Menko Perekonomian akan melakukan kunjungan kerja, untuk memastikan perekonomian warga berjalan baik, dan kesejahteraan warga meningkat,\" tuturnya. (sws)

Arus Dukungan Menghapus Presidential Threshold

Oleh Tamsil Linrung, Ketua Kelompok DPD RI di MPR PERJUANGAN Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang menginginkan presidential threshold (PT) nol persen, mendapat apresiasi positif dari senator DPD RI asal Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka di antaranya Andi Muh. Ihsan, Lily Amelia Salurapa, Tamsil Linrung, dan Ajiep Padindang. Keempatnya sepakat mendukung penghapusan PT 20%. Hal itu disampaikan saat keempatnya mengikuti rapat paripurna DPD RI di Senayan, Selasa (11/1/2022). Ketua kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung mengatakan bahwa pihaknya memperjuangkan PT nol persen. Bahkan, kata dia, DPD perwakilan dari Sulsel kompak dan satu frekuensi dengan wacana ini. DPD secara kelembagaan maupun perorangan pun akan segera mengajukan judicial review (JR) terhadap UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terutama yang berkaitan dengan persentase ambang batas PT 20 persen menjadi 0 persen. \"Jadi, perlu dipertegas, PT 0 persen untuk kepentingan kualitas demokrasi di negeri ini, untuk bangsa ini,\" ucap Tamsil Linrung Tamsil menambahkan, dalam kaitan pilpres, tampak jelas ada stratifikasi kelas antar warga negara di negeri ini. Warga negara yang non parpol seperti digolongkan sebagai rakyat kelas dua. Pasal 6A Ayat 2 ditafsirkan warga yang tidak terafiliasi parpol hanya punya hak untuk memilih, bukan dipilih atau mencalonkan diri sebagai kandidat capres maupun cawapres. Karena UU Pemilu mengatur pencalonan harus lewat parpol. Itupun dengan ambang batas dukungan minimal 20% kursi di DPR.  \"Dalam prinsip demokrasi, pembagian kelas dan limitasi-limitasi tersebut jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Karenanya, ketentuan itu tidak adil dan bertabrakan dengan konstitusi. Bahkan, bisa disebut membajak demokrasi. Jika negeri ini konsisten dan konsekuen menerapkan sistem presidensial, seharusnya semua warga negara diberi kesempatan maju dalam kontestasi pilpres untuk mewujudkan kempimpinan nasional yang kuat,” tegasnya. Dia pun menjelaskan, di sinilah perlunya perubahan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 itu. Minimal ketentuan PT 20 persen yang kini lebih memungkinkan untuk diuji. Karena itu DPD secara kelembagaan dan para senator mengajukan JR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, Tamsil juga mengajak elemen masyarakat, termasuk kalangan kampus, untuk bersama-sama dan bahu-membahu melakukan perubahan yang lebih baik melalui penataan sistem presidential itu. (*)

Aktivis 98 Terus Bergerak Usut KKN Keluarga Presiden

Jakarta, FNN - Pendiri Ikatan Perlawanan Perempuan Forkot 98 Djulayha menyerukan kepada mahasiswa untuk bangkit dan melawan rezim korup sebagaimana yang pernah terjadi dalam menumbangkan Orde Baru 1998. Dalam rilisnya kepada redaksi FNN, Djulayha mengingatkan bahwa sejarah akan kembali berulang. Akar permasalahan yang menjadi dasar pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun adalah Penguasa Otoriter dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Proses pencegahan akan kembalinya masa-masa kelam tersebut Pemerintahan pasca Reformasi telah melakukan Amandemen UUD 1945 untuk mencegah kekuasaaan yang tidak terbatas dan membuat payung hukum TAP MPR XI/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta TAP MPR VIII/2001 tentang Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Keseriusan pemerintah dalam melakukan tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam masa Presiden BJ. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati telah membuat Kelembagaan mulai dari Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Ombudsman. Walaupun telah banyak perubahan untuk mengikuti payung hukum yang berlaku KPKPN, TGPTPK hingga akhirnya terbentuklah kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun beberapa UU yang telah dibuat untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan KKN diantaranya; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.dan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun begitu kuatnya payung hukum untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta banyaknya kasus KKN yang telah dilakukan oleh pejabat negara dari anggota DPR RI, Menteri dan yang lainnya telah ditangkap dan dihukum, hal ini tidak pernah membuat jera para pelaku KKN bahkan dengan bangganya memperlihatkan kepada publik apa yang telah mereka lakukan. Kesadaran secara individu untuk melakukan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sekarang ini telah menjelma menjadi gurita bahkan berkelompok, hal inilah yang membuat Negara Indonesia tidak akan mampu berkembang dan maju dan menjauh dari semangat dan cita-cita REFORMASI 1998. Baru-baru ini jagad media di ramaikan dengan berita dilaporkannya putra Presiden Jokowi ke KPK oleh Ubedillah Badrun (Ubed), berikut pula dengan berita pembelaan dari Immanuel Ebenezer (Noel) selaku Ketua Joman. Sangat disayangkan adalah narasi framing dari Noel terhadap Ubed :  1. Seolah-olah Ubed bukan aktivis 1998, saya mengenal Ubed adalah aktivis FKSMJ 1998 dari Kampus IKIP (UNJ) dan Noel juga aktivis 1998 SPPJ. 2. Seolah-olah gaya Ubed seperti Orde Baru dengan main stigma, apakah Noel tidak main stigma ?? padahal Orde Baru anti kritik. Apakah Jokowi juga anti kritik? 3. Seolah-olah Ubed mencari popularitas dengan memfitnah. Sebagai seorang Pengamat dan Akademisi saya yakin Ubed pasti tidak akan melakukan tindakan bodoh atas apa yang tidak berdasar.  4. Seolah-olah Ubed menebarkan kebencian terhadap keluarga Jokowi, Melaporkan atas dugaan yang dilakukan oleh Ubed bukan berdasarkan kebencian, tapi berdasarkan krtik tajam terhadap pelaksanaan semangat dan cita-cita reformasi 1998 (KKN) yang telah hilang.  5. Seolah-olah Ubed sebagai operator pengusaha hitam, rekam jejak Ubed sejak saya kenal tidak ada satu pun langkah-langkahnya dalam hal ide, tulisan dan gerakannya membela kelompok pengusaha hitam. 6. Seolah-olah Ubed dikaitkan dan dekat dengan partai tertentu, salahkah aktivis 98 dekat dengan partai atau masuk partai politik? Dari uraian diatas, maka saya Djulayha/Ijul (Aktivis FORKOT 98) :  1. Mendukung langkah-langkah Ubedillah Badrun dalam pelaporan terhadap putra Jokowi 2. Meminta KPK untuk menindak-lanjuti laporan tersebut agar terang benderang 3. Meminta kawan Immanuel Ebenezer mengikuti dan menaati peraturan perundang-undangan serta hukum yang berlaku di Indonesia dan tidak menjadi buzzer ataupun kawan yang menghalangi dalam kasus ini. 4. Meminta dengan segera agar kawan-kawan 1998 kembali kepada Semangat dan Cita-Cita Reformasi 1998 yang anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. (sws)

Apakah Selamanya Harus Diam dan Pasrah Menerima Keadaan?

Kehidupan rakyat dipaksa oleh aturan-aturan yang membuatnya tunduk dan tak berdaya, bahkan yang bukan dituntun oleh keyakinan agamanya sendiri. Rakyat Indonesia terlalu lama mengalami ambigu, berikrar pada Tuhan namun berlaku meninggalkan perintahNya. Mengakui kelemahan manusia sembari terus memuja dan mengagungkan kelalaiannya. Keimanan ciut dan tak bernyali dihadapan kekuasaan tiran. Oleh: Yusuf Blegur, Aktivis 98 dan Ketua Senat Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945  Jakarta Periode 1996-1997. SETELAH hampir 8 tahun harus mengurung akal sehat dan mengubur spiritualitas. Rakyat seperti tak lagi memiliki kebijaksanaan dan kepantasan. Semuanya masih soal makan-minum, pakaian dan tempat tinggal. Selebihnya terikat pada kebiasan  berinteraksi sosial, bekerja, tidur, buang hajat dan memenuhi kebutuhan biologis.  Nyaris tak berbeda dengan habitat mahluk lainnya. Hanya nilai-nilai yang  masih dimiliki dan bisa bertahan, yang membedakannya dengan segala perilaku hewan.  Dalam ranah kehidupan pribadi dan keluarga, hanya sedikit ruang-ruang religi tersedia. Semua lahir dan batin penuh sesak dijejali hawa nafsu dan ambisi. Materi dan kebendaan lainnya menutupi setiap pandangan, menghalangi sorot mata batin. Kehidupan dibangun semata-mata memburu kenikmatan dan kepuasan. Cemas dan ketakutan akan dunia menjadi hantu yang nyata. Mengabaikan sejatinya orientasi dan relasi sosial dan trasedental. Faktor ini boleh jadi membuat kehidupan rakyat memiliki disparitas yang timpang dengan keberadaban. Beragama tapi sepi dari kehadiran Ilahi. Di republik yang diklaim sebagai buminya Panca Sila dan Adab ketimuran. Kemanusian dan Ketuhanan begitu porak-poranda mengiringi kehidupan rakyatnya. Kata dan tindakan tak lagi sejalan dan harmonis. Kemudharatan terlau kuat mengungguli kemaslahatan. Kedzoliman tumbuh subur di lahan kebenaran yang tandus. Banyak  penguasa yang ingin menggantikan peran Tuhan. Begitu angkuh, sombong dan arogan pada sesamanya yang lemah, namun begitu ramah dan hangat pada kejahatan. Rakyat sejatinya memang hanya bisa berharap pada pertolongan Tuhan, meski tak tahu kapan waktunya dan seperti apa solusiNya. Mungkin tak semudah dan secepat yang dibayangkan rakyat. Tuhan seperti menunggu kemauan dan kesungguhan umatnya. Bersiap pada keberanian yang mampu menghadapi rasa takut. Keyakinan tak melulu mengandalkan Tuhan untuk merubah nasib bangsanya sendiri. Rakyat sepertinya harus menerima kenyataan pahit jika ingin meraih kebenaran. Menempuh segala resiko meski kebenaran itu tak kunjung digenggamnya. Meskipun demikian, agama telah memberi rambu-rambu yang mengarahkan jalan lurus. Meski berkelok-kelok dan kerapkali menemui jalan terjal, perjalanan tak boleh berhenti. Pencerahan tak mustahil dijangkau , bagai matahari yang tak pernah lelah menyinari. Begitupun sang musafir menapaki jalan kebangsaan. Haruskah rakyat Indonesia menyerah karena lelahnya mencapai tujuan?. Diselimuti  badai pasir dan kerikil tajam, mungkinkah bangsa Indonesia terseret tenggelam ditelan bumi. Akankah kesengsaraan dan nestapa terus menghinggapi negeri?. Apakah  rakyat harus selamanya diam dan  pasrah  menerima keadaan?. Biarlah proses yang menjelaskan dan sejarah yang akan menoreh catatannya. (*)

Ridwan Kamil Kaget-Tersanjung Jadi Cawapres Terkuat Setelah Sandiaga

Bandung, FNN - Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil mengaku tersanjung sekaligus terkejut dengan hasil survei nasional berada satu urutan di bawah Sandiaga Uno yang memiliki pengalaman mengikuti Pilpres 2019 sebagai calon wakil presiden (cawapres).Survei itu bertajuk Pemulihan Ekonomi Pasca COVID-19, Pandemic Fatigue, dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024 yang dilakukan pada 6 hingga 11 Desemberi 2021 yang digelar oleh lembaga survei Indikator.\"Jujur saja saya kaget berada di urutan kedua di bawah Bang Sandi Uno yang pernah jadi cawapres waktu pilpres kemarin. Namun tentu saya apresiasi karena ini kan datang dari pilihan masyarakat, meskipun itu hanya persepsi hari itu saja saat survei dilakukan kan,” kata Ridwan Kamil dalam keterangan yang diterima wartawan di Bandung, Selasa.Ridwan Kamil berada di urutan kedua dengan raihan 15,3 persen di bawah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno yang meraih 25 persen.Angka itu didapatkan dari pertanyaan siapa wakil presiden yang akan dipilih jika pilpres diadakan saat ini.Persentase yang diraih Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno hanya bisa didekati oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang meraih 12 persen. Selebihnya, nama-nama lain seperti Menteri BUMN Erick Thohir atau Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya meraih angka di bawah 10 persen.Oleh karena itu, Ridwan Kamil tak ingin berbagai hasil survei dari lembaga, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan presiden membuatnya mengaburkan fokusnya menjalankan tugas sebagai Gubernur Jawa Barat.Terlebih, berdasarkan pengalamannya, ada kinerja politik yang tidak bisa terbaca oleh survei.Sebagai contohnya, kata dia lagi, saat maju menjadi calon Wali Kota Bandung pada tahun 2013, hasil surveinya dimulai dari enam persen.Pada akhirnya, usai pencoblosan, ia dan Oded dinyatakan memenangkan kontestasi politik dengan meraih suara 45 persen.Dirinya juga memberi contoh lain, yakni saat Pemilihan Gubernur Jawa Barat, tingkat keterpilihan salah satu pesaingnya dalam survei hanya 12 persen. Ketika saat pemilihan, meski kalah, pesaingnya itu bisa meraih 29 persen suara.\"Ada kerja-kerja politik yang tidak terbaca oleh survei. Tapi, kalau konteks survei, lebih relevan ketika nama-nama calon sudah resmi dipasangkan,\" katanya pula. (sws)

DPR RI Mulai Masa Persidangan III Tahun 2021-2022

Jakarta, FNN - DPR RI menjadwalkan Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, sekitar pukul 10.30 WIB, sebagai pertanda dimulainya masa persidangan III tahun 2021-2022.Rapat Paripurna itu diputuskan dalam rapat konsultasi pengganti rapat Bamus DPR RI, antara pimpinan DPR RI dan pimpinan fraksi-fraksi tanggal 6 Desember 2021.Undangan rapat paripurna DPR ditandantangi Kepala Biro Persidangan Suprihartini atas nama Sekjen DPR RI tertanggal 10 Januari 2021. Paripurna itu menjadwalkan pidato ketua DPR pada pembukaan masa persidangan III tahun sidang 2021-2022. Rapat Paripurna itu dilaksanakan setelah para anggota dewan menjalani masa reses sejak 17 Desember 2021.Kemudian dilanjutkan dengan pelantikan pengganti antarwaktu anggota DPR RI dan MPR RI sisa masa jabatan tahun 2019-2024.Beredar informasi, jika paripurna itu juga menentukan kelanjutan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). (sws)