POLITIK

Anggota DPR Minta Penyelidikan Pascakebakaran Lapas Tangerang

Jakarta, FNN - Anggota Dewan Pewakilan Rakyat, Aboebakar Alhabsyi meminta aparat penegak hukum melakukan penyelidikan pascakebakaran lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten. Apalagi, kebakaran tersebut menewaskan 41 orang warga binaan lapas tersebut. "Sangat menyayangkan terjadinya kebakaran itu. Saya meminta aparat keamanan melakukan penyelidikan yang mendalam terhadap penyebab kebakaran lapas tersebut," kata Aboebakar dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Rabu, 8 September 2021. Aboebakar menegaskan, sebagai anggota Komisi III DPR, dirinya meminta Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) segera membuat langkah tanggap darurat. Kemudian, pihak kemenkumham perlu segera memberikan kabar kepada keluarga warga binaan, mengenai kondisi keluarga mereka. "Dapat pula dibuat call centre oleh Lapas Kelas 1 Tangerang, agar masyarakat bisa memantau kondisi keluarga, tanpa mendatangi lapas. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya kerumunan di lokasi Lapas Tangerang," tutur Aboebakar, sebagaimana dikutip dari Antara. Kemudian, perlu pengaturan secara khusus untuk prosedur indentifikasi dan pengembalian jenazah warga binaan yang meninggal. Sehingga protokol kesehatan tetap terjaga dengan baik. Pengaturan itu diperlukan agar pengambilan jenazah tidak menimbulkan antrean atau kerumunan. Sekjen PKS itu meminta Dirjen Pas melakukan penyelidikan mengenai penerapan SOP serta evaluasi penanganan kebakaran di lapas. "Harus dilakukan audit, bagaimana sebenarnya kejadian kebakaran itu. Kenapa sangat banyak korban yang meninggal dunia? Apakah memang ada SOP yang tidak dilakukan? Atau ada kelalaian dari petugas yang menyebabkan warga binaan tidak tertolong," ujarnya. Ia mengucapkan turut berduka yang mendalam atas wafatnya 41 warga binaan. Dia juga meminta agar 73 warga binaan yang terluka, segera diberikan perawatan terbaik. Sebelumnya, sebanyak 41 orang tewas dan 73 orang terluka, dan delapan di antaranya luka berat atas insiden kebakaran Lapas klas I Tangerang, Banten, Rabu (8/9) dini hari. Kebakaran terjadi di salah satu blok di dalam lapas yang berlokasi di Jalan Veteran, Kota Tangerang tersebut. (MD).

DPD Sambut Wacana Amandemen UUD 1945

Jakarta, FNN - Wacana amandemen UUD 1945 diharapkan tidak sebatas untuk memuluskan agenda politik jangka pendek kelompok tertentu. Bergulirnya rencana amandemen harus dibarengi dengan tujuan mulia penyempurnaan sistem pemerintahan dan konsolidasi demokrasi yang merepresentasikan institusionalisasi keterwakilan yang kuat. Hal itu mencuat dari agenda Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Dewan Perwakilan Daerah MPR RI di Tangerang (5/9). Ketua Kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung menegaskan bahwa DPD menyambut secara terbuka wacana amandemen yang tengah bergulir. Akan tetapi, perubahan UUD harus menyeluruh. Tidak parsial pada bagian-bagian tertentu saja. DPD mendorong agar amandemen berimplikasi positif pada penguatan sistem demokrasi di Indonesia. Termasuk optimalisasi peran DPD sebagai salah satu kamar di parlemen yang mengusung sistem bikameral. Jika DPD kuat, maka produk legislasi jadi lebih legitimate. “DPD adalah kanal aspirasi daerah. Artinya, secara representatif, DPD inilah wajah dari NKRI. Esensi demokrasi perwakilan hanya akan bisa dicapai jika DPD punya kewenangan memadai. Peran DPD juga bahkan merefleksikan perhatian kita pada pembangunan daerah dan NKRI,” ujar Tamsil dalam sambutannya. Senator asal Sulawesi Selatan ini mengimbuhkan, bahwa penguatan kewenangan DPD akan semakin memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Parlemen mestinya melahirkan produk hukum dari dialektika yang kaya dan perdebatan mendalam. Sehingga produk UU menjadi kuat dan representatif. Menampung berbagai aspirasi yang mencuat dari denyut kehidupan rakyat. Senada, pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mendorong wacana amandemen UUD 1945 untuk tujuan penataan dan penguatan demokrasi. Salah satu yang mendapat sorotan yaitu kewenangan DPD yang dinilai tanggung dan agak ironis. “Sistem bikameral untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat daerah yang berbeda-beda. Kewenangan representasi daerah mestinya lebih besar, tapi justru terjadi sebaliknya. Lembaga legislatif, tapi minim kewenangan legislatif,” imbuh Siti Zuhro Selain di sektor legislatif, menurut Siti Zuhro, amandemen kelima UUD 1945 harus juga diarahkan ke ranah eksekutif. Yaitu membuka ruang partisipasi kontestasi kepemimpinan yang seluas-luasnya untuk menjaring pemimpin terbaik bagi republik. Esensi pemilu adalah menyajikan kompetisi yang sehat, beradab dan promotif terhadap lahirnya pemimpin terbaik. Sehingga menjadi sangat relevan untuk meninjau kembali presidential threshold dan mendorong calon presiden independen. Pengamat sosial politik Ubedilah Badrun mengimbuhkan, gabungan anggota DPD semestinya diberi ruang mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Karena secara komparatif, suara DPD sudah melampaui ambang batas pencalonan yang diberikan kepada partai politik sebesar 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Hafid Abbas yang juga hadir sebagai narasumber menyoroti terjadinya keterbelahan sosial yang semakin meruncing dan mengakibatkan pelapukan dari dalam. Mantan Ketua Komnas HAM ini menilai, sistem politik saat ini melanggengkan ketimpangan dan menimbulkan berbagai problem sosial, karena sejak awal rekrutmen tidak representatif. Hanya mengakomodir kelompok tertentu. Sementara itu, pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis mendorong DPD memperkuat peran dengan aktif mengangkat isu-isu daerah. Menurutnya, situasi politik yang membuat DPR melempem, justru jadi kesempatan bagi DPD menunjukkan jika ada kamar lain di parelemen yang berjuang untuk rakyat. (JD)

KPU Usulkan Pilkada Serentak 27 November 2024

Jakarta, FNN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024. "Kami mengusulkan penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati dan wali kota pada 27 November 2024, mengacu pada UU Nomor 10 tahun 2016," kata Ketua KPU Ilham Saputra dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR, Bawaslu dan DKPP di Gedung Senayan, Jakarta, Senin, 6 September 2021. Ilham menjelaskan alasan penetapan waktu itu mengacu pada persiapan pemilihan 2018 selama 12 bulan (Juni 2017 sampai Juni 2018), persiapan Pemilu tahun 2019 selama 20 bulan (Agustus 2017 sampai April 2019) dan persiapan pemilihan 2020 (September 2019 sampai Desember 2020). "Untuk persiapan sudah disetujui bersama selama 25 bulan untuk Pemilihan 2024 sebelum hari pemungutan suara," ujar Ilham, seperti yang dikutip dari Antara. Ilham merincikan penggunaan waktu itu yakni verifikasi kepengurusan partai politik untuk penelitian dan perbaikan selama 30 hari. Durasi verifikasi faktual parpol tingkat provinsi, kabupaten/kota selama 53 hari. Kemudian, durasi pembemtukan PPK, PPS dan KPPS selama 92 hari. Durasi pemutahiran data pemilih 30 hari. Kampanye selama 120 hari, masa kerja PPK dan PPS selama enam bulan sebelum dan dua bulan setelah pilkada. Serta durasi pencalonan kepala daerah selama 18 hari dan durasi masa kampanye kepala daerah selama 60 hari, "Alangkah lebih baik, jika persetujuan waktu pemilihan dipercepat, karena banyak sekali yang perlu kita persiapkan," harap Ilham. Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan RDP itu merupakan tindak lanjut dari rapat kerja sebelumnya, dimana komisi II membentuk tim kerja bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, untuk menyusun konsep dan desain penyelenggaraan pemilu di tahun 2024. "Kita sama-sama paham, kalau di tahun 2024 adalah tahun politik, karena sepanjang tahun kita menyelenggarakan event politik dan itu bukan hal yang mudah," kata Doli menegaskan. Doli berharap dengan konsep dan desain serta mengetahui tingkat kerumitan dari awal, maka semua pihak dapat mengurai serta mendapatkan solusinya. "Dalam waktu dua bulan terakhir, tim kerja bersama sudah melakukan pertemuan untuk mematangkan konsep dan desain serta merumuskan beberapa hal terkait penyelenggaraan Pemilu 2024," jelas Doli. (MD).

Modus Konspirasi Dibungkus Interpelasi

Oleh Yusuf Blegur*) Masih banyak lagi praktek distorsi penyelenggaraan negara dan 'abuse of power' oleh rezim kekuasaan yang didukung dan ditopang oleh PDIP, PSI dan kolega lainnya. Segudang masalah rakyat yang sudah akut dan kronis tak akan bisa ditampung oleh presiden dengan 3 periode atau seumur hidup sekalipun. Dimana suara PDIP dan PSI? Apakah bisa PDIP dan PSI bertanya begitu lantang menyuarakan kebenaran dan keadilan seperti pada program Formula E? Fraksi PDIP dan Fraksi PSI belakangan ini terus bergerilya meramaikan parlemen DKI. Pasalnya, kedua fraksi tersebut menjadi penggagas sekaligus menggulirkan hak interpelasi progam Formula E yang diagendakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Manuver kedua kumpulan politisi yang menjadi perpanjangan tangan partai politik koalisi pemerintahan pusat itu semakin intensif dengan terus berusaha menggalang dukungan luas parlemen dan opini publik. Sudah bisa ditebak, atmosfer politik ibukota berseliweran efek isunya, bagaikan sampah berserakan di gorong-gorong dan sudut kota. Para pendengung, influencer dan buzzer, sepertinya mulai ancang-ancang mengambil momen dan menjadi sibuk merekayasa sedemikian rupa. Bersinergi dengan parpol inisiator interpelasi, seketika memungut dan mempreteli program kreatif dan inovatif penyelenggaraan pemerintahan Ibukota. Kemudian olahan mereka, menjadi propaganda dan agitasi terhadap ajang balap mobil yang merupakan kegiatan olah raga yang prestisius dan berskala internasional. Sejatinya hak interpelasi yang digulirkan anggota DPRD DKI itu. Jika memang digunakan secara ideal dan jujur, merupakan langkah politik yang sah dan wajar-wajar saja. Konstitusi mendukung. Jika benar dan bertanggungjawab memungkinkan dukungan rakyat tak terbendung. Bahkan penggunaan hak interpelasi bisa dianggap baik jika belum bisa dikatakan sebagai prestasi dewan. Karena hak politik legislator terkait menanyakan seberapa strategisnya dan menjadi skala prioritas untuk program pemerintah provinsi DKI. Sejauh ini jarang digunakan oleh parlemen terlebih pada saat itu benar-benar dibutuhkan dan berkolerasi tinggi dengan kehidupan masyarakat. Sayangnya, hak interpelasi yang diinisiasi PDIP dan PSI di parlemen provinsi yang menjadi barometer nasional itu. Saat diluncurkan tidak didukung oleh faktor subyektifitas dan obyektifitas yang mumpuni. Agenda interpelasi sangat kental diselimuti oleh banyaknya persoalan dewan sendiri, yang harusnya bisa diselesaikan dan menjadi ranah internal. Dinamika dan keputusan legislator DKI sangat dipengaruhi oleh interes dan target partai politiknya masing- masing. Mereka bisa bersama di Senayan, namun berpisah di Kebon Sirih. Mulai dari perumusan dan pembahasan masalah, bahkan banyak produk politik yang saling menegasikan. Contohnya pada pengajuan hak interpelasi yang bergulir kali ini, kadung dianggap sepi dan tak direspons banyak pihak. Termasuk oleh sebagian besar fraksi. Selain tidak proporsional, tidak tepat sasaran dan dianggap banyolan oleh masyarakat. Hanya para pendengung, influencer dan buzzer yang terlihat antusias dan bergairah menyikapi hak interpelasi. Kehadiran mereka terasa saat melihat siasat interpelasi dalam parade karangan bunga, video vlog dan pelbagai jasa narasi sumir berbayar. Parlemen Tekor Pada akhirnya publik melihat bergulirnya hak interpelasi soal Formula E. Lebih mengesankan fraksi parlemen pengusungnya, seperti kurang kerjaan dan tendensius. Dinamika DPRD kali ini melalui hak interpelasi dilihat publik sebagai rangkaian dari banyaknya resistensi dan sinisme terhadap program pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, khususnya di bawah kepemimpinan Anies Baswedan. Partai Politik yang notabene koalisi pemerintahan nasional dan dominan mewarnai parlemen DKI. Tidak bisa dipungkiri terus melakukan penolakan terhadap figur Anies Baswedan meski kontestasi Pilkada DKI Jakarta telah usai sejak lama. Kemenangan Anies Baswedan sebagai seorang Gubernur Jakarta memang masih menyimpan dendam politik kesumat dan dianggap merusak agenda politik nasional jangka panjang bagi kepentingan tertentu. Konsekuensinya, segala cara dilakukan untuk menjatuhkan, setidaknya merongrong kinerja Anies Baswedan. Faktanya tidak sedikit intrik dan fitnah menyelimuti politik kota metropolitan. Publik masih ingat saat rumor rumah mewah hasil gratifikasi proyek reklamasi dan sederet hoaks yang menerpa Gubernur DKI. Dengan kapasitas dan integritas yang dimiliki seorang Anies Baswedan bisa dibilang, menghadapi perilaku dan ambisi politikus Jakarta jauh lebih menguras energi ketimbang membangun kotanya sendiri. Namun dengan elegan, lagi-lagi Anies menjawab dengan taktis dan humanis. Santun, dengan senyum dan logis membuat lawan politik semakin meringis kehilangan akal. PDIP dan sekutunya menganggap gubernur Jakarta bukan sebagai kawan ideologis dan berbahaya bagi kepentingan konspirasi politik kekuasaan. Anies Baswedan yang belakangan makin bersinar dan digadang-gadang publik menjadi calon pemimpin nasional masa depan. Masih diidentikan dengan sosok yang intoleran, radikal dan terlalu bersahabat dengan gerakan politik dan populisme Islam. Asumsi itu membuat Anies Baswedan yang penuh catatan prestasi dengan segudang karya-karya intelektual dan kebijakan pembangunan humanis. Oleh PDIP dan konco-konco partai politik nasionalis sekuler-liberal yang kapitalistik lainnya. Sistemik membuat framing yang terus-menerus tak berdasar dan penuh kejahatan politik. Anies Baswedan dipaksakan sedemikian rupa dan dengan pelbagai cara direkayasa menjadi musuh bersama. Ambisi gelap dan hitamnya konspirasi menjatuhkan, terlalu kentara dan berlebihan menempatkan Anies sebagai tokoh yang stereotip hingga terkesan antagonis seperti dalam sinetron. Formula E dan Balapan Capres Hak interpelasi DPRD DKI Jakarta yang dimotori Fraksi PDIP dan PSI bukan saja menunjukkan ketidakcerdasan semata, melainkan juga menjadi indikator betapa panik dan reaksionernya penguasa PDIP dan PSI membaca konstelasi politik nasional dan menguatnya figur Anies Baswedan. Beberapa narasi andalan yang menjadi isi interpelasi oleh Fraksi PDIP dan PSI yang lebih dominan disuarakan oleh serdadu bayaran media sosialnya. Seperti mencapai anti klimaks. Laksana buah pohon jatuh ke tanah sebelum masak. Bagaikan niat mendaki gunung namun tergelincir ke jurang. Jauh sebelum paripurna hak interpelasi digelar. Manuver politik Jakarta dari gedung DPRD itu seolah-olah menampar muka sendiri. Menjadi bumerang dan menelanjangi PDIP dan PSI sebagai partai politik berkuasa di pentas nasional. Sungguh menakjubkan dan luar biasa. Bahkan sebelum sidang parlemen berlangsung dan pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Anies Baswedan selaku gubernur menjawab interpelasi. Publik telah mendahuluinya. Bukan hanya sekadar menjawab, tapi masyarakat Jakarta dan bahkan yang tersebar di seluruh Indonesia memberikan rasionalisasi terhadap interpelasi yang belum berlangsung itu. Juga semua korelasinya terhadap kepentingan dan kehidupan rakyat baik Jakarta maupun nasional yang aktual. Pertama Bahwa rencana kegiatan balap mobil Formula E telah disiapkan baik secara program dan anggaran jauh sebelum pandemi. Artinya, kegiatan tersebut yang pelaksanaannya menjadi isu prioritas pada tahun 2022 seperti yang tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 49 Tahun 2021. Sesungguhnya telah mengalami proses legislasi dan persetujuan DPRD DKI. Sampai munculnya usulan hak interpelasi, disikapi dengan penolakan hak interpelasi oleh 7 fraksi di parlemen. Mereka diantaranya Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Nasdem dan Fraksi PPP-PKB. Ini menegaskan mayoritas fraksi yang berkantor di kawasan balai kota itu menolak usulan hak interpelasi. PDIP dan PSI seperti ditelanjangi dan menahan malu karena itikad politiknya tidak mengikat sebagian besar fraksi seperti yang biasa terjadi di parlemen senayan. Tercium aroma PDIP dan PSI tidak menyukai Anies Baswedan, mitra kerja pemerintahannya di Jakarta. Kedua Terkait kegiatan yang menyerap anggaran yang tidak sedikit, disinyalir menghabiskan lebih dari 1 triliun jika serinya Formula E digelar beberapa tahun. Pemprov DKI telah memberikan rasionalisasi terkait kegiatan itu dengan memenuhi aspek studi kelayakannya (feasibility studies), penganggaran, penyelenggaraan dan potensi kegiatan tersebut. Pun demikian, anggaran biaya Formula ini terbilang besar. Namun rencana pelaksanaan evennya di Jakarta jauh lebih murah dibandingkan dengan penyelenggaraan kegiatan sejenis di beberapa negara lainnya. Kegiatan balap mobil listrik Formula E, ditinjau dari anggaran yang digelontorkan pemprov DKI. Pada substansinya dinilai berpotensi membangun nama baik dan kepercayaan dunia internasional yang berdampak pada investasi luar negeri dan termasuk menggerakkan ekonomi Jakarta hingga 1,2 triliun. Selain ekonomi, ada kampanye penggunanaan moda tranportasi ke depan yang bebas emisi. Ada nilai lebih dari sekedar penggunaan dan pencapaian materi. Ketiga Soal yang terkait dengan sensitivitas dan skala prioritas penyelenggaraan Formula E di tengah pandemi. Anies Baswedan juga telah mengambil kebijakan untuk membatalkan 2 seri Formula E di tahun 2020 dan 2021 karena angka pandemi yang sempat melonjak. Sebuah langkah bijak dan penuh empati dari gubernur metropolitan berkapasitas internasional. Terkait Instruksi Gubernur yang membuat kegiatan Formula E menjadi isu prioritas dilaksanakan pada 2022. Justru hal ini dilakukan agar dapat menjadi salah satu faktor yang dapat memicu sekaligus menggairah ekonomi Jakarta. Mengingat pertumbuhan ekonomi menjadi melambat akibat dampak krisis yang disebabkan pandemi. Pemerintah Provinsi DKI juga berusaha tidak kehilangan anggaran pembiayaan yang tidak sedikit juga, telah dikeluarkan untuk pelaksanaan Formula E. Dengan evaluasi dan antisipasi yang matang, program strategis itu memang layak direalisasikan. Itulah beberapa deskripsi dan eksplorasi program Formula E pemprov DKI yang bersumber pada aspek visioner dan futuristik membangun Jakarta. Tentunya berdasarkan juga pada kemampuan anggaran dan antusiasme sebagian besar masyarakat khususnya kalangan pecinta olah raga dan dunia otomotif. Tak ubahnya pemerintahan pusat dibawah komando Jokowi dengan program pembangunan mercusuar infra strukturnya, meski berbiaya sangat mahal dan fantastis serta menggunakan hutang negara. Menepuk Air Di Dulang, Terpericik Muka Sendiri Alih-alih mendiskreditkan dan mendowngrade kebijakan Anies terkait program Formula E. Kader-kader PDIP dan PSI di balai kota cenderung menjadi keder. Bagaimana mungkin dari kader menjadi keder? Politisi PDIP dan PSI yang sudah lama berseberangan dengan gubernur DKI. Bersama pasukan pendengung, infuencer dan buzzer sering dan selalu mengkapitalisasi kebijakan Anies yang dianggap lemah dan menjadi celah politisasi. Namun justru menjadi bumerang bagi PDIP dan PSI. Menariknya, narasi yang dibangun untuk menyerang Anies Baswedan dalam soal Formula E. Pada esensinya justru menjadi blunder, karena seperti membuka aib mereka sendiri. Apa yang dieksploitasi oleh PDIP dan PSI tentang skala prioritas dan urgensi kebijakan, transparansi dan akuntabilitas anggaran, efisiensi dan efektifitas program serta prinsip-prinsip keadilan sosial dalam pembangunan. Justru nilai-nilai itu yang paling sering dilanggar oleh pemerintahan selaku eksekutif dan legislatif pada level pusat. Mereka seperti sedang menghakimi orang lain tidak Pancasilais dan merongrong NKRI, seiring itu mereka hidup dalam kemunafikan politik. Mirisnya, PDIP dan PSI adalah partai penyokong kekuasaan, terlebih salah satu petugas partai PDIP menjadi seorang presiden, pucuk pimpinan negara yang menentukan baik buruknya nasib rakyat dan negara secara keseluruhan. Kader-kader PDIP dan kompatriotnya yang melakukan korupsi bansos saat rakyat hidup menderita karena pandemi. Seperti tidak membekas dan tidak tahu malu. Korupsi juga mewabah hampir di semua lini dan lintas sektor lembaga pemerintahan yang banyak diisi oleh kader-kader PDIP dan koalisinya. Begitu juga soal hutang negara yang terus membengkak yang dipenuhi bisnis rente dan rawan korupsi, semakin membebani dan mencekik hidup rakyat. Tidak sedikit perampokan dan pemborosan uang negara oleh mereka melalui bagi-bagi kekuasaan dengan mendudukkan relawan dan kader partai yang tidak kapabel dan kompeten pada jabatan publik yang penting dan strategis. Begitu juga dengan PPKM yang berjilid-jilid dan aturan prokes lainya. Terutama saat pandemi dijadikan politik dan alat melanggengkan kekuasaan. Bukan hanya intimidasi, teror dan kekerasaan, rakyat kecil harus mengalaminya hanya kerena ingin bekerja mencari rezeki untuk memenuhi nafkah keluarganya. Mereka rakyat kecil harus menderita dan mengalami penindasan justru pada saat memperjuangkan haknya sebagai warga negara. Kehidupan demokrasi juga dibungkam. Hukum menjadi alat kekuasaan. Hanya melahirkan sistem tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas. Pelecehan dan penistaan agama terus mengalami pembiaran. Bukan hanya suara dan aksi unjuk rasa yang direpresi, sekadar karya seni lewat mural juga diburu aparat keamanan. Keadilan hanya mimpi, yang nyata rezim yang tirani. Bagaimana sikap dan tindakan PDIP dan PSI mewujudkan rasa peduli dan keberpihakannya pada rakyat seperti saat kritis pada kebijakan Formula E? Apa yang dilakukan saat rakyat mengeluh Tuhan aku lapar? Apa responsnya saat rakyat bicara aku cuma ingin kesehatan bukan aturan?. Bertanyalah pada rakyat, apa yang sesungguhnya dialami dan dirasakan rakyat?. Tentang rasa sakitnya dan tentang tangisnya. Tentang kelaparannya, kehilangan dan kematiannya. Harusnya PDIP dan PSI tegas mengambil inisiatif dan solusi persoalan yang dihadapi rakyat di depan mata. Berani bertanya pada presiden soal rakyat yang hidupnya begitu sengsara. Tanyalah dan dapatkan jawabannya dengan solusi bukan akrobatik yang tidak lucu dan tidak bisa menghibur, bahkan melukai rakyat. Mengapa hanya bertanya pada seorang Anies Baswedan, gubernur DKI dengan segudang prestasi tapi tetap low profile dan senyum meski didzolimi?. Masihkah inisiator interpelasi DPRD DKI memiliki kehormatan?. Masihkah PDIP dan PSI punya kemaluan? Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Partai Gelora: Biaya Pemilu Mahal Bumerang Bagi Demokrasi

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengatakan mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam pemilu presiden (pilpres), pemilu legislatif (pileg), dan pemilihan kepala daerah (pilkada), telah menjadi "bumerang" bagi keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan partai politik di Indonesia. "Hal itu melahirkan praktik-praktik korup yang dilakukan para politisi atau pejabat yang terpilih. Karena keterpilihan mereka tidak ditentukan kualitas dan kapabilitasnya, tapi 'isi tas' atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana," kata Fahri dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu. Dia menilai tidak mengherankan apabila ketika para politisi atau pejabat terpilih dalam jabatan tertentu, maka yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan agar "balik modal". Menurut dia, hampir tidak ada klaster politik yang tidak ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kasus terbaru adalah seorang anggota DPR dengan istrinya yang merupakan seorang bupati ditangkap KPK. Fahri mengatakan, kerusakan sebuah negara demokrasi, bisa dilihat setidaknya dari tingkah laku parpolnya terutama yang masuk dalam lingkaran kekuasaan. "Segera dilakukan pembenahan agar parpol dan sistem demokrasinya sehat. Partai politik itu sebenarnya lembaga pemikiran untuk mengintroduksi cara berpikir dalam penyelenggaraan negara, namun sekarang justru menjelma menjadi mesin kekuasaan," ujarnya. Dia menegaskan bahwa Partai Gelora akan berusaha untuk memutus "lingkaran setan" tersebut, karena pertarungan politik adalah pertarungan rakyat, bukan pertarungan pribadi atau partai politik. Menurut dia, negara yang beres sistem politiknya harus bebas korupsi, sehingga sistemnya harus ditata dan dikelola dengan baik, termasuk soal pembiayaan politik. "Saya juga tidak mau kalau calon anggota legislatif (caleg) dibiayai partai, karena kalau dia bersalah, partai politik akan mengambil kepemilikannya," katanya lagi. Fahri menilai pembiayaan politik yang mahal sebenarnya bisa disiasati dan ditekan seminimal mungkin dengan berbagai cara, misalnya menggelar pertemuan secara virtual dibandingkan bertemu dengan cara bertatap muka. Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora Indonesia Ratih Sanggarwati mengatakan partai akan mendorong kaum perempuan untuk maju dalam konstestasi Pemilu 2024 dalam rangka memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen. "Saya berharap semua perempuan di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kapasitas yang hebat untuk maju sebagai kandidat di pemilu. Tidak lagi berpikir terganjal biaya politik yang mahal, tapi harus kita dorong untuk mampu dan mau berkontestasi pada pemilu terutama untuk memenuhi kuota keterwakilan 30 persen perempuan," ujarnya. Dia menilai praktik-praktik pembiayaan politik yang mahal selama ini tidak mencerdaskan masyarakat dan hanya menyuburkan perilaku korupsi, sehingga muncul istilah "Serangan Fajar" dan "Wani Piro?". Menurut dia, tindakan tersebut harus dihindari, karena selain melanggar aturan, praktik-praktik politik seperti itu sangat tidak mencerdaskan masyarakat. Ratih mengatakan sebaiknya dana kampanye disiapkan untuk membuat berbagai alat peraga kampanye atau untuk membuat iklan di media massa jika diperlukan sebagai upaya mengedukasi masyarakat. (sws)

Dirjen Polpum Kemendagri: Tantangan Pemilu 2024 Sangat Besar

Jakarta, FNN - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan tantangan di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Bahtiar dalam keterangannya diterima di Jakarta Jumat, mengatakan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada pada tahun 2024 merupakan hajatan demokrasi besar dalam waktu yang sama sehingga butuh persiapan yang matang dan antisipatif. "Sangat besar dan tugas-tugas berat seluruh penyelanggara pun sudah di depan mata," kata Bahtiar. Dalam memperkuat persiapan pemilu itu sekaligus menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin terjadi, Bahtiar memandang penting pembiayaan sejak tahapan persiapan. "Jadi, persiapan harus dikasih anggaran, juga untuk anggaran IT, sosialisasi, dan lainnya. Berikan anggaran yang cukup di awal. Mohon maaf, anggaran pada masa persiapan itu yang penting karena akan menentukan selanjutnya," kata Bahtiar. Bahtiar mengutarakan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 perlu strategi dan metode untuk meyakinkan publik yang baik karena pada waktu yang sama rakyat yang menjadi konstituen juga beragam sekali. "Bayangkan, pemilu diikuti jumlah calon anggota DPRD kabupaten, kota, dan provinsi, serta calon anggota DPR RI, kemudian jumlahnya dikali jumlah partai. Belum lagi calon bupati, wali kota, dan presiden beserta tim sukses," katanya. Kendati demikian, Bahtiar bersyukur penyelenggaraan Pemilu 2024 memiliki waktu persiapan yang lumayan cukup, yakni 2,5 tahun. "Harus dimaksimalkan. Kita punya pengalaman keberhasilan Pilkada Serentak 2020," ujarnya. Sementara itu, anggota KPU Pusat I Dewa Kade Wiarse Raka Sandi menyampaikan sejumlah langkah persiapan. Persiapan yang harus disusun sejak saat ini, menurut dia, antara lain penyusunan regulasi, pengembangan aplikasi infrastruktur, uji coba dan simulasi, waktu sosialisasi kepada pemangku kepentingan terkait, dan bimbingan teknis. Salah satu antisipasi yang perlu dilakukan, lanjut dia, adalah COVID-19 masih mewabah pada Pemilu 2024. Maka, harus disiapkan anggaran tambahan di luar pelaksanaan pemilu, yakni anggaran akomodasi protokol kesehatan. "Persediaan APD di daerah dan lainnya harus diantisipasi karena bersamaan dan pada tahun anggaran yang sama. Akan tetapi, kita berharap pandemi berakhir sehingga beban anggaran bisa berkurang," ujarnya. (mth)

Anggota DPR Minta Lemhannas Kaji Munculnya Buzzer Politik

Jakarta, FNN - Anggota Komisi I DPR RI Al Muzzammil Yusuf meminta Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) supaya melakukan pengkajian serius terhadap fenomena munculnya buzzer politik. "Saya menyarankan supaya membuat kajian yang serius. Jangan dibiarkan karena tidak ada pembenaran dari aturan apa pun untuk mereka," kata Muzammil dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Gubernur Lemhannas dan Sesjen Wantannas bersama Komisi I DPR, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis, 2 September 2021. Muzammil mengaku tidak antipati dengan buzzer jika mereka berdiskusi dengan kacamata ilmiah dan argumentasi yang benar. Akan tetapi, yang dikhawatirkan jika para buzzer itu keluar dari jalur dan menghukum orang-orang cerdas. Muzammil mencontohkan pada bulan Februari 2020 terjadi keramaian di media sosial dan media massa bahwa seorang profesor di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang baru dilantik, mengangkat satu wacana ideologi dengan membenturkan dengan agama. "Saya kira perlu dikaji oleh Lemhanas dalam konteks pengaderan pemimpin bangsa. Pernyataan para pejabat negara khususnya pemerintahan, itu masuk dalam ranah ideologi dan demokrasi," kata Muzammil, sebagaimana dikutip dari Antara. Berikutnya, muncul kembali ketika tes wawasan kebangsaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membenturkan Pancasila dengan agama dan Pancasila dengan Islam. "Itu dimunculkan lembaga negara, dan para buzzer menyambut dengan pro dan kontra. Yang pro bahkan berani pada isu penistaan agama," kata Muzammil. Ia menjelaskan, Buzzer itu tidak bekerja sendiri. Bahkan ada yang disebut kakak pembina. Selain itu, mereka yang dekat dengan pemerintah sampai sekarang pun tidak tersentuh hukum. Dalam konteks buzzer di Indonesia, telah masuk dimensi ideologi, muncul dimensi politik, kemudian masuk ke dimensi hukum. Bahkan, kata Muzammil, didukung digital informasi dengan internet sudah menjangkau 73 persen wilayah Indonesia. Sehingga, wacana yang dipropagandakan para buzzer menyebar begitu cepat. Dalam rapat dengar pendapat itu membahas agenda laporan keuangan Lemhannas dan Wantannas APBN Tahun Anggaran 2020, Rencana Kerja Anggaran (RKA) Tahun Anggaran 2022, dan Program Prioritas Nasional Tahun 2022. (MD).

Anggota Komisi X Sebut Bengkulu Beresiko Tinggi Tidak Belajar Optimal

Bengkulu, FNN - Anggota Komisi X DPR, Dewi Coryati, menyebut resiko para siswa tidak bisa belajar secara optimal alias learning loss di Bengkulu cukup tinggi dibanding daerah lainnya jika pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah yang sudah dimulai tidak maksimal dilakukan. Menurut dia, di Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Rabu, saat ini masih banyak daerah di Bengkulu yang kesulitan mengakses internet, sehingga resiko learning loss itu cukup besar ketika pembelajaran daring terlalu lama dilaksanakan. Learning loss merupakan situasi ketika peserta didik tidak memperoleh pembelajaran yang optimal, sehingga berakibat pada kemunduran akademis dan non-akademis. "Di Bengkulu ini berapa sih yang punya internet. Coba cek di daerah-daerah. Tidak usah jauh-jauh, kita di Bengkulu saja sinyal internet kita sering terganggu. Kalau terus daring kita akan learning loss," kata dia. Ia menilai, pelaksanaan sekolah daring yang sudah berjalan lebih satu tahun menunjukkan jika tidak satupun dari tiga indikator pelaksanaan sekolah jarak jauh yang terpenuhi, di antaranya keterampilan guru, kesiapan siswa menerima pelajaran secara daring dan media pembelajarannya. Karena itu anggota DPR dari daerah pemilihan Provinsi Bengkulu ini mendorong agar pemerintah daerah memaksimalkan penerapan PTM di sekolah agar kualitas pendidikan tetap terjaga. Selain itu, dia juga meminta cakupan vaksinasi untuk guru dan siswa terus ditingkatkan supaya pelaksanaan PTM di sekolah lebih aman dan memperkecil kemungkinan terjadi penularan Covid-19. "Pak Nadiem mengatakan vaksinasi untuk guru sudah 50 persen. Saya bilang tidak, karena kami tahu di Bengkulu belum sampai segitu. Kalau di Jakarta mungkin iya," kata dia. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Eri Yulian Hidayat, menyebutkan bahwa seluruh sekolah di provinsi itu sudah melaksanakan PTM di sekolah sejak Senin (30/8). Menurut dia, sejauh ini pelaksanaan PTM tidak ada hambatan, sebab seluruh guru sudah di vaksin dan pihaknya sudah merancang program vaksin bagi siswa yang berusia di atas 17 tahun. Ia berharap kegiatan belajar tatap muka dapat diikuti seluruh siswa sekolah bukan hanya 50 persen siswa dari total siswa secara bergantian. "Sebab pembelajaran tatap muka dan daring sangat berbeda. Padahal yang di perlukan di sekolah adalah pendidikan karakter jika kegiatan belajar tidak secara tatap muka bagaimana mau memberikan pelajaran tentang sosial dan lainnya," kata dia. (sws)

Yogyakarta Terbitkan Dua KTP untuk Warga Transgender

Yogyakarta, FNN - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta menerbitkan dua KTP elektronik untuk warga dari kelompok marjinal, yaitu dua transgender setelah memastikan data kependudukan yang disampaikan valid dan tunggal. "Kami bekerja sama dengan komunitas yang menaungi mereka. Sebenarnya ada delapan data yang dikirim, tetapi satu warga meninggal dunia dan baru dua pemohon yang datanya memenuhi syarat saat diverifikasi," kata Kepala Bidang Pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Bram Prasetyo di Yogyakarta, Rabu. Sebelum menerbitkan KTP, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta melakukan verifikasi dan klarifikasi langsung kepada pemohon untuk memastikan kebenaran data dengan mengundang komunitas tempat mereka bernaung, pendamping, hingga pengurus RT dan RW di tempat domisili. Karena seluruh data dapat dibuktikan kebenarannya, penerbitan KTP elektronik untuk dua transgender tersebut juga tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar 30 menit usai data dinyatakan tunggal, KTP sudah diterbitkan. Di dalam KTP, Bram menegaskan bahwa jenis kelamin tetap akan ditulis sesuai jenis kelamin awal atau sesuai kodratnya, kecuali sudah ada keputusan dari pengadilan terkait penggantian kelamin. "Untuk foto di KTP, mereka bisa berfoto dengan gaya rambut panjang atau mengenakan riasan wajah sekalipun," ucapnya. Selain menerbitkan KTP elektronik, juga diterbitkan KK baru untuk warga tersebut. Keduanya masuk dalam KK pengampu atau penanggung jawab di komunitasnya. Pada tahun lalu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta juga sudah menerbitkan satu KTP elektronik untuk transgender sehingga total sudah ada tiga KTP elektronik yang diterbitkan untuk kelompok marjinal tersebut. Bram mengatakan, warga transgender yang mengakses layanan KTP elektronik di Kota Yogyakarta tersebut biasanya bukan merupakan warga Kota Yogyakarta, tetapi sudah berdomisili cukup lama di Yogyakarta dan berasimilasi dengan warga sekitar. Selain untuk kelompok transgender, layanan administrasi kependudukan bagi kelompok marjinal juga diberikan kepada warga disabilitas hingga lanjut usia. Permohonan administrasi kependudukan untuk kelompok marjinal, lanjut Bram mengalami kenaikan selama program vaksinasi COVID-19 berjalan karena warga membutuhkan nomor induk kependudukan (NIK) sehingga data vaksinasi dapat terhubung dengan aplikasi Peduli Lindungi. (sws)

Kemendagri Apresiasi Realisasi APBD 2021 di Sejumlah Pemda

Jakarta, FNN - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengapresiasi pencapaian realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sejumlah pemerintah daerah (pemda) di Tahun Anggaran 2021. Dalam keterangan yang diterima, Sekretaris Jenderal Kemendagri Muhammad Hudori mengatakan Mendagri Tito Karnavian juga telah menyampaikan apresiasi tersebut kepada berbagai pemda. "Berdasarkan hasil monev (monitor dan evaluasi) yang dilakukan Ditjen Keuda (Keuangan Daerah), Pak Mendagri telah memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah untuk pencapaian realisasi APBD Tahun 2021," kata Hudori di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan rata-rata pemerintah provinsi mencapai realisasi APBD Tahun 2021 sebesar 40,13 persen sesuai data per 6 Agustus 2021. Percepatan realisasi APBD berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Hudori memperingatkan seluruh pemda untuk bersinergi dalam mempercepat realisasi APBD secara tepat dan cepat. "Ini yang sering disampaikan oleh Bapak Presiden, karena pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional itu membutuhkan sinergi untuk mempercepat realisasi APBN dan APBD," tuturnya. Pemerintah provinsi dengan realisasi APBD di atas rata-rata nasional ialah Gorontalo (52,57 persen), Lampung (50,27 persen), Nusa Tenggara Barat (49,32 persen), Sumatera Utara (49,30 persen) dan Kalimantan Selatan (48,91 persen). Sementara itu pemerintah kabupaten dengan realisasi terbaik ialah Kabupaten Grobogan (54,79 persen), Kabupaten Kulon Progo (54,64 persen), Kabupaten Cianjur (54,42 persen), Kabupaten Pati (51,61 persen) serta Kabupaten Kaur (50,64 persen). Di tingkat pemerintah kota, daerah dengan realisasi terbaik ialah Kota Denpasar (47,31 persen), Kota Palu (46,38 persen), Kota Banjar Baru (45,82 persen), Kota Metro (45,56 persen) dan Kota Ternate (45,49 persen). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal kedua mencapai 7,07 persen year on year, yang merupakan titik balik setelah kuartal sebelumnya dimana terjadi kontraksi pada posisi -0,74 persen. (sws)