POLITIK
Komnas Perempuan: KUHP Belum Lindungi Wanita Korban Kekerasan Seksual
Jakarta, FNN - Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor berpendapat bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum memberikan perlindungan kepada perempuan korban kekerasan seksual. “Perumusannya tidak mampu memberikan perlindungan pada perempuan korban kekerasan seksual,” kata Maria Ulfah ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Kamis (22/7). Menurut Maria, KUHP hanya mengenali istilah perkosaan, pencabulan, dan persetubuhan. Sedangkan, mengacu pada pengaduan korban kekerasan seksual kepada Komnas Perempuan, terdapat berbagai kekerasan seksual yang menurut Maria belum diatur di dalam KUHP dan kini menjadi isu di Indonesia. “Pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual merupakan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang belum dikenali oleh sistem hukum Indonesia,” ujar Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Dampak yang diakibatkan oleh ketidakmampuan KUHP dalam melindungi korban kekerasan seksual, menurut Maria, adalah sulitnya korban untuk mendapatkan akses untuk menuntut keadilan. “Di mana hak untuk keadilan merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” kata Maria menegaskan. Untuk itu, menurut Maria, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak konstitusional yang dimiliki oleh korban-korban kekerasan seksual perlu segera disahkan. Sebelumnya, RUU PKS telah diajukan oleh Komnas Perempuan sejak tahun 2012 dan masih belum memperoleh persetujuan untuk disahkan oleh DPR. Hal ini diakibatkan oleh beberapa substansi yang membutuhkan peninjauan kembali. “Jika RUU PKS tidak segera disahkan, ini bisa menjadi indikator bahwa negara telah membiarkan kekerasan seksual untuk terjadi,” tutur Maria. Maria juga berpendapat bahwa penundaan pengesahan RUU PKS merupakan bentuk pembatasan akses menuju keadilan bagi korban, serta tidak adanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan, anak perempuan, maupun perempuan penyandang disabilitas. “Puluhan ribu korban kekerasan seksual menanti akses terhadap keadilan,” tutur Komisioner Komnas Perempuan menambahkan. (sws)
Keselamatan Rakyat Hukum Tertinggi
Kalimat ini disampaikan oleh Menkopolhukkam Prof Mahfud MD, dikompas Malam TV, 23 Juli 2021. Oleh Sugengwaras Bandung, FNN - Jika semua pejabat dan rakyat komitmen dan konsisten terhadap pernyataan ini, niscaya tidak ada masalah bagi bangsa Indonesia dalam menyikapi apapun bentuk dan jenis musibah yang dihadapi. Namun faktanya tidak semudah dan sesederhana ucapan itu, karena untuk menjamin keselamatan rakyat sama halnya telah merencanakan, mempersiapkan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi administrasi dan kegiatan di lapangan secara terukur, terkoordinasi, terpadu dan terkendali, sesuai prosedur yang ada dan luwes dalam menghadapi dinamika yang terjadi, untuk semua jajaran yang terlibat. Dengan kata lain, harus mempunyai prepare yang matang disertai moral yang baik, jujur, ikhlas dan semangat yang tinggi. Merunut kiprah Era Jokowi selama berkuasa, di samping ada hal hal yang bermanfaat untuk keselamatan rakyat, banyak kebijakan yang membuat malapetaka dan penderitaan rakyat. Sebagai contoh, telah direncanakan dan telah lahir beberapa UU atau peraturan perundang-undangan yang membuat miris terhadap keselamatan rakyat, seperti dibentuknya BPIP / HIP, UU Omnibus Law, Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan, sistim hutang piutang dengan Cina, pengaturan dan pengelolaan TKA, yang kesemuanya di luar nalar sehat di tengah tengah situasi dan kondisi seperti sekarang. Lebih konyol lagi, ketika UU dan peraturan perundang-undangannya dipaksakan, dipercepat, tidak bernaskah akademik dan main sembunyi-sembumyi dengan badan legislatif DPR, yang seakan membutakan dan mengabaikan suara rakyat. Bermula dari hutang dengan persyaratan yang berat, merambat ke kebohongan- kebohongan bertubi- tubi yang rentan dengan penyesatan, pengelabuhan, pengalihan isu dan pembenturan yang menjadikan seluruh aspek negara tidak kondusif. Lebih konyol lagi, ketika kebohongan ini ketahuan, muncul fitnah dan kebencian kepada pengkritis. Lebih menyedihkan lagi dalam upaya pembelaannya rezim membentuk buzzer dan influencer, yang semakin ngawur dan semakin membuat gaduh negeri ini. Lebih ngenes lagi ketika rezim memanfaatkan dan menyalahgunakan TNI POLRI sebagai alat gebuk, garda terdepan dan benteng terakhir untuk rezim, bukan untuk negara. Cara-cara inilah yang membuat tidak ada keseimbangan antara kehendak dan suara rakyat dengan kebijakan rezim yang diambil. Dengan kata lain, sering para pejabat negara seperti Mahfud MD ini, tidak konsisten dan tidak komitmen terhadap pernyataannya sendiri, yang dinilai tidak satunya kata dengan perbuatan. Seharusnya para stake holder paham dan sadar, bahwa dalam menuju dan mencapai terjaminnya keselamatan rakyat, dituntut adanya saling pengertian, saling mendukung imbal balik dan saling menjaga guna kelancaran jalanya roda pemerintahan yang kondusif seiring dengan semangat persatuan, dan semangat membangun dalam meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat berlandaskan Pancasila dan UUD ' 45, dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika Di sisi lain, hendaknya para stake holder paham dan sadar dalam upaya upaya keadilan dan penegakan hukum, untuk tidak bersandar ke masalah duniawi dan finansial belaka, karena pada akhirnya kita semua akan mati dengan tidak harus berurutan tua mudanya umur maupun kekayaan yang dimiliki Penghentian kasus penembakan dan terbunuhnya laskar FPI di Km 50 jalan tol Japek merupakan tindakan yang tidak mendidik bangsa ini sekaligus jauh dari hakekat keselamatan rakyat. Dan kita semua tidak boleh lupa, bahwa setiap perbuatan akan menanggung resiko baik cepat atau lambat, baik saat di dunia maupun setelah diakhirat kelak, naudzubillah mindzalik ! Penulis adalah Purnawirawan TNI AD.
Mana Lebih Dulu Berakhir: Jokowi atau Pandemi
Ini pertanyaan koplak, konyol, lucu tapi menarik! Oleh Sugengwaras Bandung, FNN - Keduanya ada kemiripan yang berbeda, tapi juga ada perbedaan yang mirip, bak kebenaran yang tidak adil dan keadilan yang tidak benar. Ibarat kerja berawal dari akhir dan berakhir di awal, seperti tepi tanpa batas dan batas tak bertepi. Unik memang, Jokowi dan pandemi. Konon pandemi Covid -19 berawal dari Wuhan, Cina, yang kebetulan Jokowi mirip Cina, konon nama asli kecilnya Oei Hong Liong. Jokowi dan pandemi sama-sama bikin cemas harap bangsa Indonesia, sama- sama bisa dalam ujud buzzer dan influencer yang dahsyat. Gerakannya nyaris tidak nyata, tapi akibatnya sangat mengerikan, sama- sama tidak peduli, tidak mau dengar, tidak mau melihat dan tidak mau merasa ketika awal-awal pandemi rakyat Indonesia banyak menjerit, menangis, merengek-rengek, untuk menurunkan BBM, sementara negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia bisa menurunkan, tapi Jokowi benar-benar tak bergeming tetap pada prinsipnya. Keduanya sama-sama pandai membuat gaduh, bikin perpecahan antara pemerintah dengan rakyat, baik vertikal maupun horizontal, membuat resah dan gelisah, tidak nyaman, selalu konflik dan kontroversial, mudah bikin hutang dan mengorbankan orang banyak, gampang mengubah hukum lama menjadi baru, terutama saat menjelang ada mutasi jabatan strategis, dengan sigapnya membuat perubahan aturan atau statuta, sebagai dasar hukum, seperti pembolehan jabatan rangkap Ari Kuncoro, yang Rektor UI yang juga Wakil Komisaris Utama PT BRI. Di sana sini mudah mempengaruhi orang lain, membuat situasi dan kondisi cepat berubah, membela lawan dan menindas rakyat sendiri, memberdayakan orang asing, mengkredilkan bangsa sendiri, mempermudah membuat orang asing ber KTP ganda, dan surat surat sakti, tapi mempersulit rakyat bepergian karena tidak ada surat keterangan vaksinasi. Jokowi dan pandemi sama-sama saling bergantung dan berharap! Karena Jokowi, maka pandemi bisa diatur, baik wilayah pengaruhnya, waktunya maupun keganasan dan kelunakanya. Karena pandemi Jokowi bisa mengatur ada PSPB, PPKM DARURAT dan PPKM LEVEL 4 (nggak tahu apa artinya katanya hanya njiplak WHO). Jokowi dan pandemi sama-sama bisa membuat hukum, regulasi sesuai yang dikehendaki. Tidak ada pandemi, Jokowi kurang rezeki, tidak ada Jokowi pandemi tidak bisa bernyanyi. Kesimpulannya, ada kemiripan yang berbeda dan ada perbedaan yang mirip antara Jokowi dan pandemi, sehingga sangat mungkin punahnya pandemi bersamaan berakhirnya jabatan Jokowi. Kapan? Jangan tanya kepada rumput yang tidak mau goyang! Dan jawabanya ada pada rumput yang mau bergoyang,. yang mendorong pengunduran diri Jokowi secara terhormat, dilengserkan paksa atau melalui Sidang Umum MPR. Penulis adalah Purn TNI AD, Mantan Direktur Pendidikan dan Pengajaran SESKO TNI, Panglima TRITURA, Ketua DPD APIB JABAR, Pengaping KAMI Jabar, Pemerhati Pertahanan dan Keamanan NKRI.
MPR: Indonesia Konsisten Perjuangkan Kemerdekaan Palestina
Jakarta, FNN - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan bahwa bangsa Indonesia secara konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk memperoleh kemerdekaan dan kedaulatannya secara penuh. Dukungan itu, kata Bamsoet di Jakarta, jumat, ditunjukkan melalui berbagai forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan Gerakan Non-Blok (GNB). Indonesia pun secara konsisten berpegang teguh pada amanah konstitusi yang menentang berbagai bentuk penjajahan di muka Bumi. Ditegaskan pula bahwa dukungan Indonesia kepada Palestina merupakan amanat konstitusi dan berada di jantung politik luar negeri Indonesia. "Oleh karena itu, pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina dan menempatkan isu ini sebagai salah satu isu prioritas kebijakan luar negeri Indonesia," kata Bamsoet dalam keterangannya. Hal itu dikatakan Bamsoet saat menerima komunikasi telepon dari Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop pada hari Jumat. Ia mengemukakan bahwa bangsa Indonesia melihat akar masalah konflik Israel dan Palestina adalah penjajahan yang belum berakhir dan konflik di Palestina merupakan perang asimetris antara penjajah dan pihak yang dijajah. Menurut dia, eskalasi kekerasan di Palestina dan Israel di pertengahan Mei 2021 yang dipicu pengusiran paksa di wilayah Sheikh Jarrah oleh Israel merupakan contoh manifestasi penjajahan dan perampasan hak-hak rakyat Palestina oleh pihak Israel. "Dalam peristiwa tersebut, lebih dari 270 warga Palestina menjadi korban jiwa, termasuk 70 di antaranya anak-anak," kata Bamsoet. Menurut Bamsoet, masalah perbatasan dan pemukiman ilegal selama ini merupakan konflik Israel dan Palestina yang harus segera dipecahkan. Selama ini, kata dia, Israel telah melakukan creeping annexation yang berjalan selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, Indonesia menolak permukiman Israel di Tepi Barat karena bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. "Khususnya, Resolusi 2334 dan kesepakatan internasional lainnya yang menyatakan pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat sebagai tindakan ilegal," katanya. Dalam setiap kesempatan, kata Bamsoet, Indonesia selalu menyuarakan dukungan terhadap two-state solution berdasarkan sejumlah Resolusi PBB dan parameter internasional yang disepakati bersama. Selain itu, lanjut dia, Indonesia juga senantiasa menekankan perlunya sikap berimbang dari masyarakat internasional dalam membantu Palestina dan mendorong proses perdamaian. "Termasuk mencegah aneksasi dan pemukiman ilegal oleh Israel. Serta mendorong penyaluran bantuan kemanusiaan kepada Palestina, khususnya di tengah pandemi COVID-19 seperti sekarang ini," katanya.(sws)
Ketua DPR: Anggaran Penanganan COVID-19 juga untuk Lindungi Anak
Jakarta FNN - Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong pemerintah mempercepat realisasi belanja anggaran penanganan COVID-19, salah satunya untuk perlindungan anak-anak Indonesia yang terdampak pandemi. "Anak-anak adalah salah satu kelompok yang paling rentan dalam pandemi mulai dari mereka yang terinfeksi langsung, ditinggal wafat orang tua, sampai mereka yang belajarnya terganggu karena pandemi," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Hal itu dikatakannya terkait dengan peringatan Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli. Puan meminta pemerintah harus memberi perhatian khusus terhadap anak-anak melalui serapan anggaran yang dipergunakan untuk melindungi anak-anak Indonesia dari dampak COVID-19. Ia menilai perlindungan itu bisa dalam bentuk bantuan alat belajar daring, santunan, atau beasiswa bagi anak-anak yang ditinggal wafat orang tua mereka. "Terlebih jika orang tua mereka adalah salah satu tenaga kesehatan yang gugur karena berjuang di garda depan menghadapi pandemi ini," ujarnya. Menurut dia, anggaran negara penanganan COVID-19 memang penting untuk penanggulangan masalah kesehatan dan ekonomi rakyat terdampak pandemi. Namun, belanja untuk perlindungan anak juga hal yang tidak kalah penting. "Berbicara anak-anak Indonesia hari ini adalah bicara nasib bangsa ke depan. Kalau anak-anak Indonesia hari ini banyak yang putus sekolah dan depresi karena pandemi dan menjadi yatim piatu, bangsa ini yang akan menerima dampaknya 20 atau 30 tahun ke depan," katanya. Mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu mengingatkan jangan sampai ada lost generation karena pendidikan anak-anak Indonesia saat ini terganggu akibat pendemi. Puan menjelaskan bahwa perlidungan terhadap anak-anak Indonesia juga selalu ditekankan Bung Karno di awal-awal berdirinya Republik, bahkan sang Proklamator sempat membuat puisi untuk anak-anak Indonesia. Ia lantas mengutip puisi "Aku Melihat Indonesia" karya Bung Karno, yaitu "Jikalau aku melihat matanya rakyat Indonesia di pinggir jalan. Apalagi sinar matanya anak-anak kecil Indonesia. Aku sebenarnya melihat wajah Indonesia".(sws)
MPR: Wujudkan Indonesia Emas Butuh Dukungan Lingkungan Kondusif
Jakarta FNN - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan upaya mewujudkan visi Indonesia Emas membutuhkan dukungan kondisi lingkungan yang kondusif, seperti ketahanan nasional yang tangguh, stabilitas nasional yang terpelihara tanpa mereduksi nilai-nilai demokrasi. "Selain itu, juga perbaikan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel sebagai sistem penopang pembangunan nasional," kata Bambang Soesatyo saat membuka secara virtual Munas Ke-2 Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) di Jakarta, Jumat. Bamsoet mengatakan bahwa Munas Ke-2 MUKI bertema "Menyongsong Indonesia Emas" mengingatkan pada sebuah visi kebangsaan, "Indonesia Emas 2045". Menurut dia, dalam visi kebangsaan itu menggariskan empat poin penting, yaitu pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. "Visi tersebut menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek pembangunan, dan mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk meraih keberhasilan," ujarnya. Ia mengatakan bahwa visi Indonesia Emas hanya bisa diwujudkan melalui pembangunan, yaitu proses perubahan menuju perbaikan dan kemajuan. Menurut dia, sebagai sebuah pembangunan memerlukan input sumber daya yang memadai, kinerja yang efektif dan efisien, untuk mendapatkan hasil output yang berkualitas sehingga memberikan dampak yang optimal. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pada tahun 2045 jumlah penduduk Indonesia mencapai 319 juta jiwa, sebanyak 70 persen di antaranya atau sebanyak 223 juta jiwa adalah kelompok usia produktif dalam jenjang usia antara 25 hingga 65 tahun. "Artinya, pada era Indonesia Emas, bangsa Indonesia masih akan menikmati periode puncak bonus demografi," katanya. Menurut dia, tidak semua negara sukses memanfaatkan fase bonus demografi sehingga Indonesia harus memanfaatkan bonus demokrafi tersebut sehingga menghasilkan generasi yang berhati Indonesia dan berjiwa Pancasila. Ia berpendapat bahwa karakteristik generasi emas itu juga tercermin dari subtema Munas Ke-2 MUKI, yaitu generasi yang mau berkomitmen dan berjuang bersama segenap komponen bangsa, untuk mewujudkan Indonesia unggul, dengan menjunjung tinggi sikap dan perilaku yang menegakkan kasih, kebenaran, keadilan, dan kesetaraan. Dalam penyelenggaraan Munas Ke-2 MUKI, kata dia, juga harus menyadari regenerasi kepengurusan adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan setiap organisasi, dan menjadi siklus periodik yang lazim sekaligus menjadi penanda bahwa roda organisasi bergerak dan berkembang secara sehat dan demokratis. Bamsoet juga mengapresiasi MUKI sebagai organisasi umat kristiani yang senantiasa mendorong terwujudnya harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, dia juga menilai MUKI mengedepankan pendekatan dialog dan kerja sama atas dasar kasih, kebenaran, keadilan, dan kesetaraan, sebagaimana tercermin dalam visi organisasi. Hadir dalam acara tersebut, antara lain Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tumpak Haposan Simanjuntak, Ketua Dewan Penasehat MUKI Nurdin Tampubolon, Ketua Dewan Pengawas MUKI Laksma (Purn) Bonar Simangunsong, Ketua Umum MUKI Djasarmen Purba, dan Ketua Panitia Munas MUKI Sortaman Saragih. (sws)
MPR: Tegur Kepala Daerah Belum Realisasikan Dana Penanganan COVID-19
Jakarta FNN- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegur sejumlah kepala daerah yang belum merealisasikan anggaran untuk penanganan COVID-19. "Saya meminta Mendagri untuk memberikan klarifikasi mengenai kendala rendahnya penyerapan anggaran untuk penanganan COVID-19 di beberapa daerah dan menegur sejumlah kepala daerah yang belum merealisasikan anggaran penanganan COVID-19," kata Bambang Soesatyo atau Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Dia mengatakan, diharapkan dengan adanya teguran tersebut kepala daerah dapat segera merealisasikan anggarannya untuk penanganan COVID-19 di daerah masing-masing. Menurut dia, pemerintah daerah (pemda) khususnya di daerah yang masih rendah penyerapan anggarannya, untuk menyampaikan permasalahan yang menjadi kendala dalam merealisasikan anggaran penanganan COVID-19. "Pemerintah pusat juga harus berupaya memberikan solusi terbaik dari masalah yang dihadapi pemda tersebut. Karena masalah anggaran tersebut juga berimplikasi kepada insentif tenaga kesehatan yang berjuang di baris terdepan dalam penanganan COVID-19," ujarnya. Politisi Partai Golkar itu meminta pemerintah pusat bekerja sama dengan pemda untuk meningkatkan koordinasi dan bersinergi. Langkah perbaikan koordinasi tersebut menurut dia diharapkan dapat menghasilkan solusi dalam penanganan COVID-19 di tiap daerah. "Karena penanganan pandemi membutuhkan kerja keras dan kerja sama antara pusat dan daerah. Selain itu Kemenkeu untuk dapat mengevaluasi setiap penyerapan anggaran di masing-masing daerah, sehingga dapat terpantau penyerapan anggaran terutama untuk penanganan COVID-19 di seluruh daerah," katanya. Bamsoet juga meminta komitmen pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi anggaran penanganan COVID-19 dan secara cermat merumuskan semua kebutuhan dan menyusun anggaran agar seluruh program pemerintah dalam penanganan pandemi berjalan lancar sesuai target. (sws)
Mendagri Imbau Kepala Daerah Manfaatkan Keuangan Pemda untuk COVID-19
Jakarta, FNN - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengimbau seluruh kepala daerah untuk memanfaatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah (pemda) yang sudah ada untuk penanganan COVID-19, tanpa harus menunggu dari pemerintah pusat. "Kalau apa-apa menunggu dari pusat saya kira akan lambat karena pusat memikirkan semua daerah. Daerah juga memiliki kapasitas keuangan yang bisa dimanfaatkan," kata Mendagri dalam keterangan video yang diterima Jumat. Hal itu disampaikan Tito saat mendampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam rapat pengarahan penanganan COVID-19 di Provinsi Jawa Barat melalui konferensi video dari Jakarta, Kamis (22/7). Beban pandemi COVID-19 yang sedang dialami seluruh daerah di Indonesia dapat ditanggung bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Pemda Jawa Barat juga dapat menggunakan anggaran daerah untuk penguatan kapasitas kesehatan dalam penanganan pandemi COVID-19, kata Tito. "Anggaran, baik untuk penguatan kapasitas kesehatan kemudian termasuk obat-obatan, ini sebetulnya dapat digunakan anggaran-anggaran dari daerah juga. Jadi kita bagi beban, sharing burden," jelasnya. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan pihaknya telah melakukan evaluasi terkait penyerapan anggaran penanganan pandemi COVID-19. "Kemarin juga kami mendapat ‘surat cinta’ dari Pak Mendagri, sudah kami evaluasi, Pak Mendagri," kata Ridwan. Ridwan mengatakan pihaknya telah menyiapkan dana untuk kapasitas kesehatan di Jawa Barat. Namun, banyak rumah sakit yang terlambat mengajukan permintaan pembayaran pelayanan kesehatan. "Mayoritas itu karena rumah sakit-rumah sakitnya itu tidak mengajukan; (rumah sakit) telat, Pak. Sudah saya tegur juga," tambahnya. Lambannya pihak rumah sakit dan fasilitas kesehatan (faskes) yang mengajukan tagihan pembayaran untuk kasus COVID-19 tersebut menyebabkan penyerapan anggaran kesehatan Pemda Jabar belum mencapai target. "Jadi uang kita itu standby tapi kami tidak bisa mencairkan kalau rumah sakitnya tidak meminta. Sehingga yang tadinya target dari Kemendagri ke atas 50 persen, ini terpenuhi kurang lebih baru 34 persen," ujar Ridwan Kamil. Jawa Barat termasuk satu dari 19 gubernur yang mendapatkan surat teguran dari Mendagri karena pemda kurang cepat dalam menyerap anggaran terkait penanganan COVID-19. Selain Jabar, provinsi yang mendapat surat teguran Kemendagri ialah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua. (sws)
Ketua Panja: RUU PKS akan Mencakup Kekerasan Seksual di Dunia DigitalTG
Jakarta, FNN - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) Willy Aditya menyatakan bahwa RUU PKS akan mencakup isu kekerasan seksual di dunia digital. “Dalam (dunia) digital, kami melakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik),” kata Willy Aditya ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Kamis. Adapun langkah sinkronisasi yang dilakukan adalah menambahkan poin-poin yang belum diatur dalam UU Pornografi maupun UU ITE. Poin-poin ini masih dalam proses peninjauan oleh Panja untuk mencegah terjadinya tumpang-tindih antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya. “Kita hidup sudah bertransformasi ke era digital. Maka kemudian, kekerasan seksual juga terjadi di (dunia) digital,” katanya. Terlebih, dengan munculnya fenomena-fenomena prostitusi dalam jaringan (daring) yang juga melibatkan anak di bawah umur. Berdasarkan buku panduan Kekerasan Berbasis Gender Online yang disusun oleh Kusuma dan Arum (2020), terdapat enam aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai jenis kekerasan yang dilakukan secara daring, yaitu: pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi, online harassment, ancaman dan kekerasan, serta community targeting. Menurut Willy, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masih belum cukup untuk menjadi payung hukum dalam memproses pelanggaran-pelanggaran kekerasan seksual yang terjadi secara terperinci, sehingga dibutuhkan RUU PKS untuk menutup kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam KUHP. Willy juga menambahkan bahwa sinkronisasi yang dilakukan dalam penyusunan RUU PKS tidak hanya pada bidang digital, namun juga pada produk-produk hukum lainnya. “Kami juga melakukan sinkronisasi dengan KUHP, Undang-Undang KDRT, dan Undang-Undang Perkawinan,” katanya memaparkan. Selama lebih dari delapan tahun, RUU PKS masih berada dalam proses diskusi dan belum disetujui untuk disahkan dalam forum legislatif. Sementara kasus kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2020 tercatat 2.945 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan di ranah publik dan pribadi. Untuk itu, Ketua Panja menekankan pentingnya memperjuangkan RUU PKS sebagai respon dari pemerintah atas situasi darurat kekerasan seksual, sebagaimana yang telah diserukan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Willy menyatakan bahwa Panja akan berupaya semaksimal mungkin untuk mengesahkan RUU PKS di tahun 2021. “Kita tidak boleh menutup mata tentang ancaman kekerasan seksual pada perempuan, anak, dan laki-laki,” kata Willy. (sws)
Pimpinan DPD Minta Presiden Panggil Siti Fadilah Supari ke Istana, Libatkan Tangani Pandemi
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bachtiar Najamudin mengapresiasi langkah pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Namun, Sultan menilai pemerintah butuh dukungan, sekaligus melibatkan banyak pihak berkompeten, untuk menghadapi pandemi dan menentukan langkah serta skema kebijakan yang akan diambil. "Kita tidak pernah tahu kapan pandemi ini berakhir." "Maka kita butuh kesiapan dalam menghadapi, bagaimanapun situasinya ke depan." "Baik dalam penanganan maupun pencegahan terhadap setiap kemungkinan terburuk yang akan terjadi." "Dan harus melibatkan orang-orang khusus yang memiliki rekam jejak dalam menghadapi pandemi," kata Sultan melalui keterangan tertulis, Rabu (21/7/2021). Menurutnya, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, adalah salah satu orang yang tepat untuk dilibatkan pemerintah dalam memberikan wawasan, pertimbangan, bahkan susunan strategi kebijakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, untuk melawan Covid-19. "Saya meminta kepada Bapak Presiden RI untuk memanggil Ibu Siti Fadilah Supari ke Istana." "Dan sekaligus pemerintah dapat memberikan ruang keterlibatan secara formal (kewenangan khusus) dalam menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia," ucapnya. Sebab, menurut senator muda asal Bengkulu tersebut, dalam menghadapi pandemi sekarang, kita butuh sosok yang memiliki pengalaman nyata. Sultan mengatakan, presiden dan seluruh jajaran sudah berusaha maksimal melakukan yang terbaik untuk rakyat dalam menghadapi pandemi ini, tapi situasi sekarang memang darurat. "Ibarat sebuah perang, menurut saya presiden perlu banyak masukan, nasihat, dan pertimbangan sebagai penguatan keyakinan dalam mengambil setiap keputusan." "Presiden perlu kekuatan penuh dalam berperang melawan pandemi Covid-19 ini." "Saat yang tepat presiden melibatkan sebanyak mungkin orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya." "Bukan hanya dr Siti Fadila Supari, tapi sosok seperti dokter Terawan dan tentu masih banyak ahli-ahli berpengalaman lain," papar Sultan. Selain pernah menjabat Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari juga menjadi staf pengajar kardiologi di Universitas Indonesia. Siti merupakan ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita selama 25 tahun. Pada 2007, dia menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung konspirasi Amerika Serikat dan organisasi WHO dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat. Pada 1987, Siti menerima The Best Investigator Award Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Best Young Investigator Award dalam Kongres Kardiologi di Manila, Filipina (1988). Dia menerima The Best Investigator Award Konferensi Ilmiah tentang Omega 3 di Texas Amerika Serikat (1994) dan Anthony Mason Award dari Universitas South Wales (1997). Dia juga menerima beberapa penghargaan dari Amerika dan Australia. "Kebijakan ke depan tidak boleh bersifat trial dan error, ketika hadir masalah kita kalang kabut dalam menghadapinya." "Jadi segera harus dirumuskan dengan pendekatan yang berasal dari kacamata ilmu pengetahuan, dengan melibatkan orang yang berpengalaman secara komprehensif dalam dunia epidemiologi." "Dan beliau memiliki semuanya untuk berperan besar membantu pemerintah menanggulangi Covid-19." "Ibu Siti adalah aset bangsa ini, apalagi dalam menghadapi pandemi." "Beliau adalah seorang ilmuwan dan kaya pengalaman di birokrasi sebagai menteri di pemerintahan." "Selain itu, beliau telah menerbitkan 150 karya ilmiah yang dipublish dalam jurnal nasional maupun internasional," papar Sultan. Siti Fadilah Supari adalah aktor utama yang berperan dalam mengatasi dua pandemi flu yang pernah melanda Indonesia. "Kita menginginkan kebijakan ke depan dapat menyeimbangkan tantangan." "Di mana satu sisi tetap mengedepankan upaya ketahanan ekonomi nasional tetap berjalan, tapi tanpa meninggalkan penyediaan public health services di tengah wabah." "Dan saya harap presiden, pemerintah dapat mewujudkannya, dengan melibatkan sosok-sosok berpengalaman seperti dr Siti Fadilah Supari dan yang lain," harap Sultan. (ant)