POLITIK

Rektor UI Ari Kuncoro Ternyata Komisaris BUMN

Depok, FNN - Buntut poster Jokowi The King of Lip Service BEM UI menguak siapa sebenarnya Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro. Seperti diketahui Minggu sore (27 Juni 2021) Kuncoro memanggil pengurus BEM UI usai viral The King Of Lip Service di media sosial. Lewat surat bernomor 915/UN2.R1.KMHS/PDP.00.04.00/2021, Prof Ari Kuncoro selaku Rektor UI secara mendadak mengumpulkan para pengurus BEM UI di Rektorat Kampus UI Depok, Jawa Barat Minggu (27/6/2021). Mereka yang dipanggil lewat surat itu adalah pengurus BEM UI, seperti Ketua, Wakil Ketua, Koordinator Bidang Sosial Politik, Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi, Kepala Departemen Aksi dan Propaganda, Wakil Kepala Departemen Aksi dan Propaganda beserta Ketua dan dua Wakil Ketua DPM UI. “Sehubungan dengan beredarnya poster yang dikeluarkan oleh BEM UI melalui akun medsos official BEM UI yang menggunakan foto Presiden RI,” demikian bunyi surat yang diberi keterangan penting dan segera itu. Atas pemanggilan mahasiswa oleh rektor UI itu pun langsung mendapat respon beragam dari warganet. Ari Kuncoro diketahui ternyata adalah komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Dengan penunjukan tersebut, maka jabatannya selaku Komisaris Utama BNI berakhir. Penunjukan Ari Koncoro selaku Wakil Komisaris Utama BRI berlangsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan. Ari Kuncoro merupakan Rektor Universitas Indonesia (UI) periode 2019-2024. Sebelum diangkat sebagai rektor UI oleh Presiden Joko Widodo, Kuncoro memulai kiprahnya sebagai peneliti pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis UI pada 1986. Dia meraih gelar Ph.D bidang Ilmu Ekonomi dan Brown University. Beliau dilantik berdasarkan Surat Keputusan Nomor 020/SK/MWA-UI/2019 tentang Pemberhentian Rektor UI Periode tahun 2014-2019 dan Pengangkatan Rektor UI Periode 2019-2024. Pria kelahiran 28 Januari 1962 ini sebelumnya adalah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2013-2019), Komisaris Utama Bank Negara Indonesia (2017-2020) dan Rektor Universitas Indonesia (2019-sekarang). Ari terpilih melalui Pemilihan Rektor UI oleh Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) pada 25 September 2019. (ant)

Solidaritas Terhadap Matinya Iklim Demokrasi Kampus di UI

Jakarta, FNN - Pada tanggal 27 Juni 2021, kembali terjadi kasus pemberangusan kebebasan berpendapat yang menimpa BEM UI. Melalui Surat Undangan Nomor 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021 Universitas Indonesia mengundang mahasiswa yang menjadi bagian dari BEM UI dan DPM UI yang berjumlah 10 orang. Pemanggilan tersebut dilakukan untuk melakukan klarifikasi atas postingan berupa poster yang diunggah pada akun BEM UI yang mencantumkan foto Joko Widodo yang dipublikasi pada tanggal 26 Juni 2021 pada sekitar jam 18.00 WIB yang membahas terkait dengan janji-janji kebohongan Presiden Joko Widodo. Berdasarkan konten yang dipublikasi oleh BEM UI kami berpendapat bahwa konten tersebut menyajikan data terkait dengan kondisi saat ini dimana kebebasan sipil yang diberangus melalui represifitas aparat terhadap massa aksi, kebebasan berpendapat yang dibungkam melalui pasal karet dari UU ITE, pelemahan KPK yang terjadi secara sistematis, dan adanya intervensi presiden terhadap supremasi hukum. Sedangkan Presiden berkata sebaliknya dengan realitas yang terjadi. Dengan adanya surat pemanggilan oleh birokrat UI mengindikasikan bahwa aktor pemberangusan kebebasan berpendapat tidak hanya datang dari negara, tapi juga datang dari kampus. Sehingga sudah semakin nyata bahwa kebebasan sipil semakin kerdil dan menyerang suara-suara yang menyatakan kebenaran kepada publik. Adapun juga saat ini konten yang diunggah dalam Instagram BEM UI diserang oleh buzzer melalui kolom komentar dan juga menyerang Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra. Dengan adanya surat pemanggilan oleh birokrat UI mengindikasikan bahwa hari ini kebebasan sipil semakin dikerdilkan oleh negara dengan sistematis. Menimbang kronologi dan analisis peristiwa yang terjadi terhadap kawan-kawan UI yang berujung dengan surat pemanggilan yang dilakukan terhadap BEM UI yang dimana absennya negara dalam menjamin kebebasan berpendapat seperti yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28 dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, dimana dalam UU tersebut pada pasal 7 mengatur terkait dengan aparatur negara yang wajib dan bertanggung jawab atas penyampaian pendapat yang dilakukan termasuk melalui tulisan. Maka dari itu kami dengan ini secara tegas menyatakan sikap bahwa: Mengecam segala bentuk pembungkaman terhadap kebebasan sipil yang telah diatur oleh konstitusi. 2. Mendesak pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh warga negara seperti yang telah diatur dalam peraturan yang telah berlaku. 3. Mendesak Birokrat Universitas Indonesia untuk menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia yang telah dijamin oleh konstitusi. 4. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut bersolidaritas dalam mengawal kasus kebebasan berpendapat BEM UI. Seharusnya Indonesia sebagai negara demokrasi harus mengakui kedaulatan rakyat dan menjamin HAM warga negara. Maka segala bentuk pembungkaman suara rakyat merupakan pengingkaran terhadap demokrasi yang telah diterapkan di negara Indonesia itu sendiri. Demikian Siaran Pers dan Pernyataan Sikap yang kami sampaikan terhadap Peristiwa pembungkaman berpendapat, sekaligus pembungkaman akademik yang menimpa mahasiswa Universitas Indonesia. Mendiamkan Penindasan adalah Awal dari Ketidakadilan! #KamiBersamaBEMUI #KrisisDemokrasiKampus Solidaritas Pembungkaman Ruang-ruang Demokrasi Kampus UI: 1. Aliansi BEM Seluruh Indonesia 2. Bangsa Mahasiswa 3.Fraksi Rakyat Indonesia 4. Greenpeace Indonesia 5. BEM STHI Jentera 6. Bersihkan Indonesia 7. Enter Nusantara 8. BEM KM Universitas Yarsi 9. KIKA 10. Aliansi BEM se-UNNES 11. PUSaKO FH UNAND 12. BEM Hukum UNHAS 13. BEM UNSIL 14. Aliansi Rakyat Bergerak 15. BEM KEMA FKB Telkom 16. BEM FISIP UNMUL 17.AKSI KAMISAN KALTIM 18. BEM FH UPNVJ 19. BEM ESA UNGGUL 20. LBH pos Malang 21. SAKSI FH Unmul 22. BEM PM Universitas Udayana 23. Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia 24. BEM FISIP UI 25. YLBHI 26. Aliansi BEM se-Undip 27. AJI Jakarta 28. Aliansi BEM Univ. Brawijaya 29. BEM FH UNAND 30. Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional 31. JATAM Kaltim 32. Indonesian Center for Environmental Law 33. JATAMNAS 34. CALS 35. Aliansi Tolak Omnibus Law 36. BEM FH UI 37. BEM FKM UI 38. BEM FIB UI 39. BEM FPsi UI 40. BEM Fasilkom UI 41. BEM FIK UI 42. BEM Vokasi UI 43. BEM FKG UI 44. BK MWA UI UM

Bima dan Khadwanto Dipelototi

Secara teori majelis hakim itu harus independen. Akan tetapi, dalam praktiknya banyak dicemari oleh berbagai godaan, baik uang maupun tekanan politik. Oleh M Rizal Fadillah HUKUMAN empat tahun penjara terhadap Habib Rizieq Syihab dalam kasus Rumah Sakit Ummi Bogor menuai kritikan. Keraguan terhadap keadilan hukum telah menjadi suara rakyat yang mengiringi keyakinan bahwa kasus HRS ini sarat dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Dua figur yang banyak mendapat sorotan pasca vonis PN Jakarta Timur tersebut adalah Bima Arya, Wali Kota Bogor dan Khadwanto, Ketua Majelis Hakim pengetuk palu empat tahun penjara kepada HRS. Bima Arya adalah pelapor kepada pihak kepolisian atas perbuatan HRS dan Direktur RS Ummi, dr. Andi Tata. Laporan Bima Arya dianggap penyebab dari putusan hakim yang dinilai berlebihan dan tidak adil tersebut. Oleh karens itu, publik langsung menyorot dan memelototi Wali Kota Bogor, yang juga kader PAN tersebut. Kecaman, caci maki, bahkan do'a kutukan pun terbaca di media sosial. Foto Bima Arya dipampang netizen. Miris dan agak mengerikan jika membaca do'a kutukan netizen yang kecewa dan merasa jengkel kepadanya. Figur kedua tentu Khadwanto SH Hakim Ketua. Selain kontroversial dengan menghukum berat untuk sebuah kasus ringan, juga penawaran pengampunan presiden kepada HRS menjadi hal unik dan aneh. Memperkuat dugaan adanya intervensi kekuasaan. Secara teori majelis hakim itu harus independen. Akan tetapi, dalam praktiknya banyak dicemari oleh berbagai godaan, baik uang maupun tekanan politik. Hadits Riwayat Abu Daud muncul di media tentang tiga hakim, yaitu satu hakim masuk surga karena memutus secara benar dan dua hakim lainnya masuk neraka karena memutus perkara atas dasar zalim dan bodoh. Entah netizen mengarahkan pada Khadwanto atau tidak, namun faktanya hadits ini viral, bahkan dengan isi ceramah mubaligh yang mengutip dan menegaskan ucapan Rosulullah SAW tersebut. Bima Arya saat menjadi saksi dalam sidang HRS memposting bahwa yang dilakukannya adalah untuk melindungi warga dan menuduh RS Ummi tidak kooperatif. Netizen membalas dengan mengingatkan Bima bahwa ia akan disidang yang jauh lebih berat di akhirat. Ada pula yang mengomentari "Inget, darah ulama itu beracun, apalagi ini ada darah Rosulullah, jangan zalim". Tentu menjadi hak Bima dan Khadwanto untuk bersikap, risiko adalah konsekuensi dari sikap yang diambil. Persoalan yang muncul adalah bahwa kasus HRS merupakan kasus politik sehingga orang bertanya apakah sikap Bima dan Khadwanto itu mandiri atau ada saran, perintah, tekanan dari atasan atau penentu kebijakan politik? Tentu sulit untuk menjawab karena ruangannya remang-remang bahkan gelap. Biarlah semua bergulir melalui fakta-fakta yang cepat atau lambat dapat terbuka. Untuk sementara cukuplah dengan kalimat menggetarkan dari HRS sendiri atas ketidak-adilan yang dirasakan oleh dirinya, pengikutnya, dan masyarakat yang mengamati perjalan perjuangannya. "Sampai jumpa di pengadilan akhirat. ** Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Demokrat Sesalkan Langkah Kubu Moeldoko Gugat Putusan Menkumham

Jakarta, FNN - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menyesalkan langkah kelompok kongres luar biasa (KLB) pimpinan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menggugat putusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat, menyebut gugatan itu tidak menghormati hukum dan putusan Pemerintah serta mengganggu upaya penanggulangan pandemi COVID-19. “Kementerian Hukum dan HAM sudah melaksanakan tugasnya sesuai aturan, tetapi malah digugat oleh KSP Moeldoko. Kami yakin Majelis Hakim PTUN yang mengadili perkara ini akan menegakkan keadilan sesuai perundang-undangan yang berlaku demi kepastian hukum,” ujar Herzaky. Pimpinan kelompok KLB, Moeldoko bersama Jhoni Allen Marboen melalui tim kuasa hukumnya mendaftarkan gugatan ke PTUN pada Jumat. Gugatan itu yang terdaftar dengan Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT antara lain meminta majelis hakim membatalkan dan mencabut Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M. HH.UM.01.10-47, tentang Jawaban Permohonan atas Pendaftaran Perubahan AD/ART dan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP Partai Demokrat Periode 2021-2025. Kubu KLB juga meminta majelis hakim memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly mengesahkan permohonan kelompok KLB, yaitu perubahan struktur kepengurusan Partai Demokrat dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada 31 Maret membacakan isi surat Nomor: M. HH.UM.01.10-47, yang pada intinya menolak permohonan kelompok KLB. Alasan penolakan antara lain kelompok KLB sebagai pemohon tidak dapat melengkapi dokumen dan memenuhi syarat sebagaimana diatur oleh Peraturan Menkumham RI No. 34 Tahun 2017. Karena itu, Herzaky menyebut langkah pihak KLB justru menunjukkan kelompok tersebut tidak patut. “Dengan menggugat Menkumham yang mengambil keputusan atas nama Pemerintah, KSP Moeldoko justru menunjukkan ketidakpatuhan pada hukum dan ketidakkompakan di antara para pembantu Presiden,” kata Herzaky. Menurut dia, gugatan itu hanya akan memecah fokus dan tanggung jawab Moeldoko sebagai KSP yang seharusnya membantu Pemerintah fokus menangani pandemi COVID-19. “Presiden Joko Widodo dan jajaran pemerintahan sedang fokus mengatasi memuncaknya gelombang kedua COVID-19 yang memecahkan rekor angka kematian sejak awal pandemi Maret 2020 lalu. Dalam kondisi genting ini, sepatutnya KSP Moeldoko juga fokus membantu Presiden,” ujar Herzaky. Sejauh ini, kubu KLB dan kuasa hukumnya atau Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun belum dapat dihubungi untuk diminta tanggapan. (mth)

Plate: Pertemuan Sekjen Koalisi KIM Pertegas Dukungan pada Pemerintah

Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai NasDem Johnny G. Plate menyebutkan pertemuan sekjen partai politik koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf atau Kabinet Indonesia Maju (KIM) pada Rabu (23/6) untuk mempertegas dukungan kepada pemerintah. "Diskusi ringan saja namun secara umum mempertegas dukungan kepada pemerintah menangani pandemi COVID-19," kata Plate ketika dikonfirmasi di Jakarta, Jumat. Selain itu, para sekjen yang hadir juga membahas mengenai isu-isu strategis lainnya terkait dengan perekonomian dan keuangan negara. "Kami juga membahas soal sejumlah rancangan undang-undang yang telah masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas di DPR," kata Plate yang menjabat sebagai Menkominfo. Plate tak merespons ketika ditanyakan apakah pertemuan itu membahas soal Pilpres 2024 dan masa jabatan presiden tiga periode. Dia pun menjelaskan pertemuan itu dihadiri oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Sekjen PKB Hasanuddin Wahid, Sekjen Partai Bulan Bintang Afriansyah Noor, mantan Sekjen PSI Raja Juli Antoni, Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq, dan mantan Sekjen PPP Arsul Sani. Sementara itu, Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus dan Sekjen Hanura Gede Pasek Suardika tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut. Pertemuan yang berlangsung pada Rabu (23/6) malam itu, kata Plate, sambil menyantap makan malam dengan tetap melaksanakan prokes COVID-19 secara ketat. "Acaranya dinner meeting dalam suasana kekeluargaan koalisi," tuturnya. Dihubungi secara terpisah, mantan Sekjen PSI Raja Juli Antoni menambahkan bahwa pertemuan itu hanya silaturahmi yang lama tertunda. Ia menegaskan bahwa pertemuan itu tidak membahas agenda politik secara spesifik seperti soal Pilpres 2024 dan masa jabatan presiden tiga periode. "Kangen-kangenan saja plus mengikat komitmen bersama lagi agar partai-partai lebih serius mendukung Pak Jokowi dalam usaha bersama melawan wabah dan dampak ekonomi terhadap rakyat," kata pria yang biasa disapa Toni ini. (mth)

Ketua DPD Akan Tindaklanjuti Temuan BPK

Jakarta, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan siap menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat 2020 dan ikhtisar hasil pemeriksaan semester II 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Laporan dan masukan dari BPK akan menjadi bahan dalam menyusun pertimbangan DPD RI atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis. LaNyalla meminta seluruh anggota dan alat kelengkapan DPD RI untuk menjadikan laporan yang disampaikan BPK RI sebagai catatan penting dalam pelaksanaan tugas-tugas konstitusional. "Diharapkan hal ini dapat menjadi bahan dalam bersinergi dengan pemerintah daerah khususnya dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK RI," kata dia. Berdasarkan ketentuan Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib Pimpinan DPD RI menugaskan Komite IV dan Badan Akuntabilitas Publik untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. Kemudian, hal itu berdasarkan Pasal 212 ayat 4 Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib Pimpinan DPD RI menugaskan Komite IV untuk membahas hasil pemeriksaan BPK RI. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 213 ayat 1 Laporan Hasil Pembahasan Komite IV sebagaimana dimaksud, apabila terdapat indikasi kerugian negara, pimpinan DPD RI meneruskan laporan hasil pembahasan tersebut kepada BAP untuk ditindak lanjuti, ujarnya. Sementara itu, Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna mengatakan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat dilakukan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntasi pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Dari hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat 2020, BPK RI memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 84 laporan keuangan kementerian/lembaga dan satu laporan keuangan bendahara umum. "Selain itu, opini wajar dengan pengecualian diberikan kepada dua laporan keuangan kementerian/lembaga," ujar dia. BPK menyampaikan hasil pemeriksaan atas penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan badan lainnya. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 5.070 temuan yang memuat 6.970 permasalahan sebesar Rp16,62 miliar meliputi 1.956 atau setara 28 persen permasalahan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Kemudian 2.026 atau 26 persen permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp12,64 miliar serta 2.988 atau 43 persen permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar Rp3,98 miliar. (sws)

Vonis HRS 4 Tahun: Komisi Yudisial Perlu Memeriksa Majelis Hakim

By Asyari Usman Medan, FNN - Habib Rizieq Syihab (HRS) dihukum 4 tahun penjara. Karena diyakini berbohong soal hasil tes swab di RS Ummi Bogor. Adilkah hukuman ini? Tampaknya, inilah hukuman berbohong yang terberat dalam sejarah manusia modern. Karena itu, vonis ini perlu diuji. Sangat wajar diuji tuntas oleh para pakar hukum pidana, para praktisi hukum, para mantan hakim yang dikenal berintegritas. Dan terutama wajib diuji oleh Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yang mengawasi kinerja para hakim di Indonesia. KY perlu berdiskusi dengan para hakim itu untuk mendapatkan gambaran tentang rasa keadilan yang mereka pahami. Menjatuhkan hukuman sangat banyak mengandalkan rasa keadilan. Kalau rasa keadilan tidak terpenuhi, maka keresahanlah yang akan muncul. Keresahan merupakan pertanda penolakan. Pada gilirannya, penolakan bisa berkembang menjadi protes. Di mana pun di dunia ini, rasa keadilan yang terusik selalu menyulut aksi protes. Terjadi secara meluas. Dan sering pula masif. Dalam bentuk lain, penegakan keadilan oleh seorang polisi Amerika Serikat yang menyebabkan George Floyd tewas karena dihimpit lehernya, menyulut protes luas sekitar setahun yang lalu. Tidak saja di AS melainkan di bagian-bagian lain dunia. Publik melihat Floyd diperlakukan tidak adil. Meskipun itu bukan vonis pengadilan. Polisi dicap brutal. Kejam dan sadis. Tindak pidana yang dituduhkan kepada Floyd, yaitu diduga membayar rokok dengan uang dollar palsu, menjadi tidak relevan. Publik menyorot tajam rasa keadilan. Rakyat Indonesia hari ini pasti terperangah. Kisruh basil tes swab yang sangat sepele itu bisa menyebabkan HRS mendekam di penjara selama empat tahun. Habib Rizieq memang masih bisa naik banding. Tetapi, kesan pertama tentang vonis 4 tahun untuk “kejahatan” yang dirasakan tidak berat itu adalah bahwa majelis hakim PN Jakarta Timur bagaikan tidak bebas dalam menyusun “legal opinion” (opini hukum) yang antara lain berbasis “conscience” (nurani). Vonis 4 tahun penjara ini sulit dicerna akal sehat. Karena itu, tidak mengherankan kalau publik akan menunjukkan reaksi penolakan.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)

Anis Matta: Indonesia Perlu Tekad Kuat Akhiri Pembelahan Politik

Jakarta, FNN – Indonesia membutuhkan sumpah baru, setelah Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda, yakni Sumpah Tekad Indonesia. “Kita perlu sumpah ketiga, Sumpah Tekad Indonesia, sumpah yang bisa menyatukan semangat nasionalisme baru, menjadikan Indonesia sebagai kekuatan kelima dunia,” ujar Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta. Anis Matta menyampaikan hal itu saat memberikan pengantar Gelora Talk4 dengan tema ‘Pembelahan Politik di Jagat Media Sosial: Residu Pemilu yang Tak Kunjung Usai’ di Gelora Media Centre, Jakarta, Selasa (22/6/2021) petang. Sumpah Tekad Indonesia, tambah Anis Matta, sebagai narasi bersama dalam upaya menghadapi tantangan besar untuk menyelesaikan krisis berlarut saat ini. Dalam menghadapi tantangan tersebut, tidak hanya membutuhkan konsolidasi seluruh elemen bangsa, tetapi juga membutuhkan inovasi akal kolektif sebagai bangsa. Diskusi ini menghadirkan narasumber Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik, peneliti komunikasi dan politik Guntur F. Prisanto, Founder Spindoctor dan penggerak JASMEV Dyah Kartika Rini dan penggerak Relawan Ganti Presiden (RGP) Ari Saptono. Menurut dia, Indonesia harus bisa menjadi bagian dari kepemimpinan global, ketika seluruh dunia tengah mengalami krisis sistemik, yang diperparah krisis pandemi Covid-19 saat ini. “Pertama ada krisis lingkungan, kedua krisis sosial akibat ketimpangan ekonomi. Ketiga disrupsi terus menerus akibat inovasi teknologi, dan keempat konflik politik antara dua kekuatan utama dunia, yaitu Amerika dan China,” katanya. Akibatnya, kepemimpinan global tersebut menjadi tidak efektif bekerja, sehingga membuat kebingungan dan kegamangan di hampir semua negara, termasuk di Indonesia. “Saya ingin mengatakan, bahwa sebenarnya akar dari pembelahan yang terjadi di masyarakat kita ini, merupakan fenomena yang sama juga ditemukan di seluruh dunia,” katanya. Kegamangan ini, lanjut Anis Matta, bukan buntut dari dukungan politik terhadap calon presiden A atau B pada Pilpres lalu. Melainkan kebingungan kolektif dari para pemimpin dalam memahami arah sejarah bangsa. “Kita semua mengalami kebingungan kolektif, kita gagal memahami dan tidak tahu arah sejarah yang sedang kita tuju, itu kemana? Kebingungan ini ada pada para pemimpin kita sekarang,” kata Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini. Apabila kebingungan kolektif tersebut terus dibiarkan, maka dikuatirkan akan membuat pembelahan sosial dan politik di masyarakat semakin dalam. Pembelahan sosial sejatinya merupakan ancaman besar seperti ancaman militer dari negara lain. “Ancaman ini akan menjadi jauh lebih serius disebabkan krisis yang sekarang semakin berkembang. Disinilah, perlunya kita sebuah sumpah ketiga, Sumpah Tekad Indonesia untuk menyatukan arah sejarah, mengkonsolidasi seluruh potensi kita dan membuat kita bisa fokus menyelesaikan krisis sekarang,” pungkasnya. (sws)

Divonis 4 Tahun Habib Rizieq Shihab Nyatakan Banding

Jakarta, FNN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis pidana empat tahun penjara kepada terdakwa Habib Rizieq Shihab terkait kasus tes usap di Rumah Sakit UMMI Bogor, Jawa Barat. "Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah. Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun," kata Ketua Majelis Hakim Khadwanto, saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis. Khadwanto menjelaskan bahwa putusan tersebut berdasarkan pada pertimbangan fakta yang terungkap selama sidang kasus tes usap di RS UMMI Bogor. Majelis Hakim membacakan hal yang memberatkan di antaranya perbuatan eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu dianggap meresahkan warga karena menyatakan kondisi sehat meski terkonfirmasi terpapar COVID-19. Sementara hal yang meringankan antara lain terdakwa Rizieq memiliki tanggungan keluarga dan merupakan seorang guru agama sehingga diharapkan dapat menunjukkan kelakuan baik pada masa mendatang. Meski demikian, putusan ini lebih rendah dibanding tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang meminta Rizieq dihukum pidana penjara selama enam tahun penjara. Terkait kasus tes usap di RS UMMI Bogor, Habib Rizieq Shihab didakwa dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Subsider Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, subsider Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dakwaan kedua disangkakan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dakwaan ketiga Pasal 216 ayat 1 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kuasa hukum HRS menyesalkan putusan hakim yang tidak adil. Bukan kasus pembunuhan, bukan kasus mengkorupsi uang negara apalagi menjual aset negara, tetapi Habib Rizieq Shihab divonis hukuman begitu berat oleh majelis hakim Khadwanto dkk dalam kasus tes swab RS Ummi Bogor. Dzurriyah atau keturunan Nabi Muhammad SAW itu divonis 4 tahun penjara, hari ini Kamis (24/6/2021). Habib Rizieq dan tim kuasa hukumnya secara tegas menolak putusan majelis hakim dan akan banding. (sws)

Bawaslu Bangka Tengah Perkuat Peran SKPP Menyongsong Pemilu 2024

Koba, Babel, FNN - Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memperkuat peran Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP), dalam rangka menyongsong Pemilu 2024. "SKPP merupakan program Bawaslu RI yang diteruskan ke daerah, dengan merekrut para pemilih pemula untuk memperkuat pengawasan secara partisipatif," kata Ketua Bawaslu Bangka Tengah, Robianto dalam acara sosialisasi pendidikan pemilih daerah rawan pelanggaran di Kecamatan Lubuk Besar, Rabu. Kendati pemilu serentak dilaksanakan pada 2024, namun dari sekarang pihak Bawaslu Bangka Tengah sudah mulai memperkuat sumber daya manusia (SDM) yang andal untuk mengawal pesta demokrasi mendatang. "Dari sekarang kita sudah mulai mempersiapkan diri kendati pemilu masih lama, semua elemen dan instrumen yang ada sudah siap jalan pada hari pelaksanaannya nanti," kata Robianto. Mantan wartawan Jawapos Grup itu menilai memperkuat pengawasan itu sangat penting mengingat potensi kecurangan dalam pemilu juga tinggi terutama terkait dengan politik uang. "Bagi kami politik uang itu racun dalam berdemokrasi, ini terus kita kawal dan peran SKPP sangat dibutuhkan dalam mengawasi kecurangan tersebut," tambah Robianto. Menurut dia, dalam pengawasan pemilu pihaknya tidak bisa berdiri sendiri tetapi butuh peran aktif dari masyarakat melalui pengawasan partisipatif dengan cara aktif mengawasi, melaporkan, dan mencegah terjadinya praktik-praktik kecurangan, atau menyampaikan informasi terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi. Robianto juga menyampaikan bahwa pihaknya selalu merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang berorientasi pada empat dimensi yaitu konteks sosial dan politik, pemilu yang bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi. "Dalam dimensi-dimensi ini terbagi lagi dalam sub dimensi. IKP ini merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Bawaslu dengan melibatkan empat lembaga pada setiap kabupaten/kota," jelasnya. (sws)