POLITIK

Wapres Dorong Percepatan Kodifikasi Produk Halal

Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendorong percepatan pemberian sertifikat halal kepada produk-produk Indonesia sehingga dapat tercatat sebagai produk halal untuk ekspor. Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan selama ini banyak produk halal dari dalam negeri yang diekspor tanpa menyertakan label kehalalannya. "Selama ini banyak produk-produk halal itu yang sebenarnya diekspor, tetapi kemudian tidak dicatat sebagai bagian dari produk halal," kata Masduki di Jakarta, Rabu. Hal tersebut sangat disayangkan karena tidak selaras dengan upaya Pemerintah untuk mencapai target sebagai produsen halal terbesar dengan berbagai kemampuan sumber daya yang dimiliki. "Agar tercatat dengan baik bahwa produk halal Indonesia itu sebenarnya besar," tukasnya. Wapres Ma’ruf Amin, selaku Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), juga telah mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk mempercepat proses kodifikasi produk halal Indonesia tersebut. Masduki menegaskan penting ada koordinasi antara KNEKS dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu untuk menindaklanjuti arahan Wapres tersebut. "Makanya penting ada koordinasi antara KNEKS dengan pihak (Dirjen) Bea dan Cukai, dalam konteks ini diperkuat oleh surat kepada Menteri Keuangan, yang tujuannya adalah pihak Bea dan Cukai dan begitu juga kepada pihak BPJPH," ujar Masduki. Sebelumnya, Wapres Ma’ruf juga meminta segera ada sertifikat halal berstandar internasional sehingga ekspor produk halal dari Indonesia dapat diterima di negara asing. Ekspor produk-produk halal buatan Indonesia dikirimkan ke negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), kata Wapres. "Pemerintah sedang mengupayakan untuk membuka pasar ekspor di negara-negara OKI tersebut melalui penghapusan hambatan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif," kata Wapres. Industri halal kini tidak hanya memiliki pasar domestik, melainkan juga di tingkat global yang menjadi potensi besar bagi Indonesia untuk meningkatkan produk halal, ujar Wapres. (sws)

Presiden Joko Widodo Lakukan Kunjungan Kerja ke Sultra

Kendari, FNN - Presiden Joko Widodo bersama rombongan terbatas bertolak menuju Provinsi Sulawesi Tenggara dengan menggunakan pesawat Boeing 737-500 TNI AU pada pukul 07.15 WIB dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu. Setibanya di Pangkalan TNI AU Haluoleo, Kabupaten Konawe Selatan pada pukul 10.45 WITA, Presiden disambut oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, Kapolda Sulawesi Tenggara Irjen Pol. Yan Sultra Indrajaya, dan Danrem 143/Haluoleo Brigjen TNI Jannie Aldrin Siahaan. “Kunjungan kerja Bapak Presiden ke Kendari kali ini untuk memastikan pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota di Provinsi Sulawesi Tenggara ini aktif dalam penanganan COVID-19,” ucap Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono. Untuk itu, kata Heru, Presiden akan meninjau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang dilaksanakan di halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, Kota Kendari. "Seperti kita ketahui Bapak Presiden ingin mendorong vaksinasi massal terus digalakkan mengejar target 1 sampai 2 juta vaksin per hari," ujar Heru menambahkan. Setelah itu, Presiden diagendakan untuk memberikan pengarahan kepada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Provinsi Sulawesi Tenggara di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara. “Di sini, Presiden memberikan pengarahan kepada gubernur, bupati, dan wali kota se-Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penanganan COVID-19,” kata Heru. Heru menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, Presiden akan mengingatkan kepala daerah untuk mengoptimalkan posko-posko PPKM Mikro yang ada di wilayah desa dan kelurahan dalam mengatasi penyebaran COVID-19. “Bapak Presiden mengingatkan bahwa fungsi posko adalah untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat agar disiplin menjalankan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan,” ujar Heru. Selain itu, fungsi posko tersebut juga untuk menguatkan pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment) hingga ke tingkat desa atau kelurahan. Sebelum kembali ke Jakarta, Kepala Negara akan menghadiri Pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) VIII Kamar Dagang dan Industri Indonesia Tahun 2021. Turut mendampingi Presiden dalam penerbangan menuju Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Militer Presiden Marsda TNI M. Tonny Harjono, Komandan Paspampres Mayjen TNI Agus Subiyanto, dan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin. (sws)

PSI Soroti Anggaran KPI Capai Rp60 Miliar di Tengah Pandemi

Jakarta, FNN - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyoroti besaran anggaran untuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mencapai Rp60 miliar pada 2021 di tengah kesulitan Indonesia menghadapi bencana non-alam pandemi COVID-19. "Anggaran sebesar itu mestinya akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk penanganan pandemi COVID-19 dari pada membiayai KPI," kata Juru Bicara DPP PSI Dara Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu. Apalagi, lanjut dia, besarnya anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat melalui alokasi pendapatan dan belanja negara (APBN) masih berbanding terbalik dengan capaian KPI selama ini. Melihat situasi pandemi COVID-19 saat ini, pengurus DPP PSI mendorong pemerintah dan DPR untuk mengkaji keberadaan KPI. Anggaran tersebut dinilainya jauh lebih bermanfaat jika dialihkan untuk penanganan pandemi COVID-19. "Lebih baik anggaran KPI kita alihkan untuk mempercepat penanganan pandemi," ujar dia. Menurut dia, jika dialihkan, anggaran Rp60 miliar tersebut dapat membantu warga miskin yang terdampak pandemi COVID-19. Apalagi, di masa-masa sulit sekarang ini efisiensi anggaran sangat diperlukan. Sesuai amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, KPI terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah. Pembiayaan program KPI Pusat berasal dari APBN sementara KPI Daerah dibiayai APBD masing-masing daerah. "Kalau kita telaah Undang-Undang Penyiaran, Rp60 miliar rupiah dari APBN digunakan untuk program kerja oleh KPI Pusat saja. KPI Daerah sudah ada skema pembiayaan masing-masing, terutama berasal dari APBD," kata dia. Sebelumnya, DPP PSI juga meminta pemerintah agar meninjau ulang keberadaan KPI. Hal itu buntut dari beredarnya surat edaran KPI Pusat tentang pembatasan jam tayang 42 lagu berbahasa Inggris yakni hanya boleh diputar di radio setelah pukul 22.00 WIB. Pada 2019, PSI juga mengkritik KPI setelah muncul rencana KPI yang hendak menyensor iklan Shopee dan ingin mengawasi isi siaran di platform digital yakni YouTube, Netflix, Facebook, dan lain sebagainya. PSI menilai KPI telah melampaui kewenangan dengan mengawasi konten hiburan di platform digital yang bukan menjadi cakupan tanggung jawabnya. Di saat bersamaan, KPI justru gagal mengawasi kualitas isi siaran televisi yang menayangkan mata acara yang tidak mendidik dan ditonton jutaan rakyat setiap hari. (sws)

Anggota DPR: Kritik Mahasiswa Jangan Dibawa ke Proses Hukum

Jakarta, FNN- Anggota Komisi III DPR RI Heru Widodo meminta kritik yang disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia terhadap Presiden Jokowi dan diunggah di media sosial, jangan dibawa ke proses hukum. "Itu (kritik mahasiswa) adalah bagian dari ekspresi berpendapat yang sudah diatur dalam demokrasi, jangan disangkutpautkan ke ranah hukum," kata Heru Widodo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu. Dia mengingatkan semua pihak agar melihat kasus tersebut secara utuh dan urgensi. Hal itu menurut dia karena merupakan kritikan terhadap pemerintah dari kalangan mahasiswa yang selama ini dinilai sebagai bagian perjuangan demokrasi di Indonesia. "Saya tidak menghendaki persoalan ini masuk ke ranah hukum, tapi jika ada aduan, saya sarankan kepolisian melihat urgensi dari persoalan ini," ujarnya. Ketua Umum DPN Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba) itu mengingatkan kembali pesan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit yang punya prioritas kerja memimpin institusi Kepolisian. Menurut dia, Kapolri sering mengingatkan agar masyarakat jangan sedikit-sedikit lapor Polisi karena masih banyak kasus penting lain yang harus dituntaskan. "Kapolri sering ingatkan, jangan sedikit-sedikit lapor dan sedikit-sedikit pelanggaran hukum. Masih banyak kasus penting lain yang harus dituntaskan, salah satu contoh hukuman WNA terpidana mati justru dicabut, itu perlu dikaji," ujarnya. ​​​​​​​ Heru menilai peran mahasiswa juga perlu digarisbawahi dan diingatkan kembali yaitu sebagai salah satu pilar membangun sekaligus mengawal demokrasi di Indonesia. Karena itu menurut dia jangan abaikan peran strategis mahasiswa yang merupakan pengawal demokrasi dan adanya reformasi adalah peran nyata mahasiswa. Sebelumnya, BEM UI yang memberikan kritikan terhadap Pemerintahan Presiden Jokowi. Kritikan tersebut berupa poster bermuatan satire yang menyebut Presiden RI Joko Widodo sebagai "King of Lip Service". Poster tersebut diunggah di media sosial BEM UI. (sws)

Pengkhianatan Kaum Intelektual

Oleh: Abdurrahman Syebubakar Ketua Dewan Pengurus IDe Jakarta, FNN - Jatuh bangungnya sebuah bangsa, bahkan peradaban manusia, tidak lepas dari peran dan tanggungjawab kaum intelektual, terutama dalam hubungannya dengan kekuasaan. Seperti terungkap dalam riset sejarah komparatif oleh Ahmet T. Kuru (2019), dari San Diego State University, bahwa “aliansi ulama dan intelektual dengan negara” menjadi faktor utama keterbelakangan dunia Islam sejak abad ke-12. Sebaliknya, menurut Kuru, Eropa Barat mencatat kemajuan pesat dalam berbagai bidang hingga sekarang, karena kaum intelektual di Benua Biru ini mampu menjaga jarak dari otoritas politik. Padahal, sebelum abad ke-12, ia tertinggal jauh dari dunia Islam yang identik dengan ulama, intelektual progresif dan filsuf besar. Sebut saja, Ibnu Sina, al-Biruni, al-Farabi, al-Kindi, Ibnu Khaytham, Miskawayh, al-Razi, al-Khawarizmi (Algoritmi, juga penemu aljabar dan angka nol), dan masih banyak yang lain. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia kini menjadi contoh sempurna dari temuan riset Kuru. Alih-alih menjadi produsen pengetahuan dan katalis perubahan, kaum terdidik Indonesia jutsru berperan sebagai corong kekuasaan dan modal. Meminjam tesis Noam Chomsky (1967, 2016) tentang tanggung jawab intelektual, kaum terdidik ini berada di barisan intelektual konformis, atau intelektual tradisional versi Antonio Gramsci (1971). Intelektual antek penguasa yang mengabaikan, bahkan merasionalisasi, kejahatan negara. Kiprah mereka, jauh dari nubuah Julien Benda, dalam karya klasiknya “The Treason of the Intellectuals” atau Edward Said dalam “Representations of the Intellectual” (1996), bahwa kaum intelektual memiliki sifat altruistik yang senantiasa memburu kebenaran demi kemaslahatan bersama, dan menjadi pencipta bahasa dalam menyampaikan yang benar kepada penguasa, dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. Dosa terbesar seorang intelektual tidak dilihat dari kesalahannya, tetapi dari ketakutan dan kebohongannya dalam menyampaikan kebenaran. Jalan ketiga peran intelektual yang ditawarkan mendiang Cornelis Lay, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu politik UGM (Februari 2019), dimana intelektual bisa keluar masuk kekuasaan berdasarkan penilaian matang dan menyeluruh, jauh panggang dari api. Tawaran ini memiliki pijakan teoritik yang lemah, jika tidak dikatakan rapuh, dan berjarak cukup jauh dari realitas. Faktanya, terlalu banyak kaum intelektual yang terjerat nikmat dan empuknya jabatan hadiah dari penguasa. Entah posisi di pemerintahan, perguruan tinggi, BUMN, atau jabatan penting di perusahan-perusahan swasta penyokong kekuasaan. Seketika atau lambat-laun para intelektual ini berputar haluan, dari pola pikir dan sikap kritis, menuju fatalisme dan sikap permisif (serba memaklumi). Bahkan, berdiri di barisan terdepan membela semua kebijakan negara, dan kemudian sepenuhnya menjadi antek kekuasaan. Bagi mereka, “the king can do no wrong, no matter what!” Pada saat yang sama, tidak sedikit kaum intelektual di lingkungan perguruan tinggi, lembaga think-tank/riset dan kelompok masyarakat sipil, yang belum mendapat jatah jabatan atau uang, berlomba lomba memuji penguasa dan membela agenda kekuasaannya. Tidak peduli apakah agenda kekuasaan masuk akal atau tidak, merugikan rakyat banyak atau sebaliknya. Sebagian bertindak sebagai pollster atau industrialis survei, merangkap buzzerrp, yang dibayar dari uang rakyat atau dimodali para taipan. Dengan kata lain, kaum intelektual ini bertindak sebagai antek penguasa, bahkan ketika mereka berada di luar status quo kekuasaan. Sementara itu, segelintir intelektual dalam pusaran kekuasaan, yang tidak mau mengorbankan idealisme politik dan tanggungjawab moralnya demi jabatan, seringkali harus tersingkir dengan sendirinya. Tidak saja disisihkan, terkadang mereka dipersekusi dan dikriminalisasi oleh “kaki tangan” kekuasaan. Nasib naas mereka tidak jauh dari apa yang dialami oleh sedikit kaum intelektual yang konsisten menjadi manusia merdeka, dan tetap bersuara kritis dari luar kekuasaan, terlepas dari siapapun yang berkuasa. Tipe intelektual ini memainkan peran “intelektual organik”nya Gramsci, atau “intelektual berbasis nilai” ala Chomsky, yang berfungsi sebagai perumus dan artikulator transformasi multidimensi atas panduan cahaya kebenaran dan keadilan. Dengan absennya “peran organik dan transformatif” kaum intelektual, tak pelak Indonesia didera berbagai masalah yang tak berkesudahan. Disertai stagnasi pembangunan manusia, demokrasi membusuk ditangan pemimpin plastik yang dikelilingi para pialang politik dan pemodal. Seturut dengan itu, terjadi kemerosotan di hampir semua bidang, mulai dari meluasnya korupsi, kemiskinan dan ketimpangan yang makin dalam, anjloknya tingkat kebahagian, hancurnya tatanan hukum, terkurasnya sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, hingga mengentalnya mentalitas feodal dan ketegangan sosial. Lebih jauh, bangsa Indonesia tidak saja kehilangan jejak untuk kembali ke cita-cita reformasi, jalan yang dipilih atas pengorbanan mahasiswa dan segenap elemen bangsa yang menubuatkan demokratisasi, supremasi hukum, dan pemberantasan korupsi. Tetapi, kompas negara ini telah jauh melenceng dari tujuan bernegara untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial. Untuk itu, reformulasi hubungan antara intelektual dan negara menjadi kebutuhan mendesak. Hubungan patron-klien dari dua anasir maha penting ini harus digeser menuju pola hubungan yang kritis dalam bingkai demokrasi, yang menjamin independensi and integritas kaum intelektual. Sebagai benteng nalar dan moral bangsa, dunia perguruan tinggi mesti bebas dari jeratan pragmatisme politik, yang menjual murah gelar kehormatan akademik kepada para elit politik. Dalam jangka panjang, sistem dan kebijakan pendidikan mengedepankan materi berpikir kritis (critical thinking) dan pembangunan karakter (character building), bukan sekedar mencetak SDM sebagai faktor produksi – subordinat pertumbuhan ekonomi, terlebih menjadi hamba sahaya dari kepentingan relasi antara penguasa dan pengusaha. Terakhir, perlu digarisbawahi, jebakan subordinasi otoritas politik atas kaum intelektual hanya bisa dieliminir dan dihilangkan jika kaum intelektual sendiri bersama elemen-elemen progresif lainnya (seperti kelompok buruh dan masyarakat sipil), melakukan tekanan. Sebab, kendati raut mukanya beragam di sebarang tempat dan waktu, kekuasaan tidak pernah bisa menyembunyikan naluri dasarnya untuk mensubordinasi yang lain, ungkap Russel seperti dikutip Cornelis Lay. ___________________ Tulisan ini adaptasi dari penggalan tulisan saya Stagnasi Pembangunan Manusia Indonesia dan Pengkhianatan Kaum Intelektual, yang dimuat fnn.co.id pada 2 April 2021.

Masalahnya Bukan Meme “Raja Bual” Itu, Tapi Kebangkitan Mahasiswa

By Asyari Usman Medan, FNN - Gelar dan meme King of Lip Service (Raja Bual) itu bukan persoalan besar, sebetulnya. Meme itu biasa-biasa saja. Tidak terlalu menohok. Kalau itu dibuat oleh entah siapa, hampir pasti tidak akan viral seperti sekarang ini. Yang menjadi masalah adalah meme itu dibuat oleh mahasiswa. Dan mereka itu adalah mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Dan mereka itu adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pula. Ini yang sangat mengkhawatirkan para penguasa. Terutama Rektor UI. Apa yang mereka khawatirkan? Yang dicemaskan adalah ‘what next’? Apalagi yang akan muncul dari kampus UI? Apakah meme KIS itu sifatnya “sepukul” (one off) saja atau akan menjadi bibit kebangkitan mahasiswa. Ini yang membuat Rektor cemas. Dan juga para penguasa. Sebab, bisa jadi meme sederhana itu akan berkembang menjadi gerakan spontanitas yang akan mengirimkan pesan ke kampus-kampus lainnya bahwa sekarang sudah tiba saatnya “turun gunung”. Selama ini mahasiswa bisa diterlenakan. Mereka “dibobokkan” oleh Nina. Sehingga, tidak ada yang berperan sebagai pelopor gerakan perlawanan rakyat. Pimpinan UI langsung memanggil personel BEM. Tentu tujuan utamanya adalah untuk memberikan peringatan keras kepada mereka tentang konsekuensi berat jika mahasiswa berpolitik. Lumrahlah karena semua rektor perguruan tinggi negeri (PTN) sekarang ini “dikuasai” oleh Presiden. Ade Armando, dosen UI yang juga fans berat Presiden Jokowi, sadar bahaya yang akan muncul kalau mahasiswa UI mulai membuat “bola salju”. Bisa menggelinding ke mana-mana tak terkendali. Armando berusaha menyurutkan semangat mahasiswa UI. Dia mengatakan meme yang mereka buat itu tidak menunjukkan intelektualitas kampus. Menurut Armando, meme itu tak berkelas. Sampai-sampai dia menyindir kepintaran mahasiswa yang meluncurkan meme King of Lip Service tersebut. Dalam cuitannya di Twitter, Armando menyindir ketua BEM UI, Leon Alvindra Putra, bisa masuk UI karena menyogok. Malam tadi, dalam debat via Zoom dengan kelompok mahasiswa, Armando menjelaskan “masuk karena menyogok” itu maksudnya adalah bahwa mahasiswa yang pintar tidak akan bikin meme seperti King of Lip Service itu. Tampaknya, BEM UI tidak akan surut. Mereka tetap akan menyampaikan “rasa mual” rakyat. Di meme “Raja Bual” pun ada disebutkan “rasa mual”. Sangat mungkin “rasa mual” ini akan menggumpal menjadi energi yang akan mendorong mahasiswa di seluruh Indonesia menuntut perubahan total dan “immediate” (segera). Inilah yang dikhawatirkan oleh Presiden Jokowi dan orang-orang yang memboncengi kekuasaannya.[] Penulis wartawan senior FNN.co.id

Satgas Pamtas Bantu Kemajuan Dunia Pendidikan di Perbatasan

Pontianak, FNN - Selain menjaga keamanan di perbatasan Kalimantan Barat, Satgas Pamtas Yonif Mekanis (Yonmek) 642/Wanara Sakti juga ikut memajukan dunia pendidikan berupa bantuan pembagian buku dan alat tulis serta memberikan penyuluhan pertanian kepada anak-anak dan masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia. "Selain mengamankan wilayah perbatasan, kami juga ingin membantu dunia pendidikan dengan membagikan buku, tas dan alat tulis kepada siswa SDN 15 Sentabeng Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang dan memberikan penyuluhan pertanian kepada Kelompok Tani Kampung Trans Desa Beruang, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas," kata Dansatgas Pamtas RI-MLY Yonif Mekanis 643/Wns, Letkol (Inf) Hendro Wicaksono saat dihubungi di Entikong, Senin. Dia mengatakan kegiatan yang dilakukan Satgas Pamtas di Pos Sentabeng tersebut untuk membantu kesulitan masyarakat perbatasan khususnya dalam bidang pendidikan, agar anak-anak di perbatasan lebih semangat belajar. “Dengan harapan pemberian tas, buku dan alat tulis itu dapat meningkatkan motivasi dan semangat belajar anak-anak di daerah dalam meraih cita-cita mereka,” ujarnya. Begitu juga kata Dansatgas, pada kegiatan penyuluhan pertanian yang di lakukan kepada Kelompok Tani Kampung Trans di Desa Beruang. Hal itu berkat bekalan pengetahuan yang diperoleh pada saat melaksanakan pembekalan tugas melalui Dinas Pertanian Kalbar dan adanya kerja sama dengan Rizky dari PPL dari PT Best, Pos Berjongkong dipimpin Danpos Letda (Inf) M Aris mencoba memberikan penjelasan pengetahuannya tentang bercocok tanam tanaman sawit yang baik dan benar. "Dalam kegiatan ini, Danpos Berjongkong bersama PPL PT Best berbagi ilmu dan teknik praktis bercocok tanam, diantaranya cara menentukan bibit, kapan waktu memupuk, menyiram dan membersihkan tanaman dari hama yang ada, harapanya dapat ditiru dan berdampak meningkatkan hasil panennya," katanya. Di tempat terpisah Danpos Berjongkong, Letda (Inf) M Aris mengatakan di dalam dunia pertanian di Indonesia sudah tidak asing lagi istilah penyuluhan pertanian, di mana penyuluhan pertanian itu sendiri sangat penting untuk meningkatkan produksi para petani. "Masih banyak petani di Indonesia yang merasa kecewa dengan hasil produksi panennya yang belum maksimal sementara usaha untuk mencapai itu telah dilakukan," katanya. Sementara itu terkait pembagian buku, tas dan alat tulis Serka Sumarsono selaku Danpos Sentabeng, mengatakan bantuan itu mungkin tidak seberapa. Namun hal ini merupakan upaya dan motivasi agar anak-anak semakin giat belajar dan menjadi generasi yang pintar.

Anggota DPR Pertanyakan Alasan Pemblokiran Dana bagi Pesantren

Jakarta, FNN - Anggota Komisi VIII DPR RI MF Nurhuda Y mempertanyakan alasan Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memblokir dana bantuan untuk madrasah dan pesantren senilai Rp500 miliar. Dia menilai sikap tersebut kontraproduktif terhadap upaya Pemerintah untuk mengurangi potensi "learning loss" bagi pelajar madrasah dan santri pondok pesantren. "Kami mempertanyakan alasan pemblokiran dana bantuan untuk madrasah dan pesantren Rp500 miliar yang tidak kunjung turun dalam enam bulan terakhir. Ada apa, sehingga bantuan untuk pesantren dan madrasah justru tersendat," kata MF Nurhuda Y dalam keterangannya, di Jakarta, Senin. Dia menjelaskan pesantren dan madrasah merupakan tulang punggung pendidikan karakter bagi anak bangsa, karena ada ratusan ribu hingga jutaan anak-anak Indonesia merupakan peserta didik di madrasah maupun pondok pesantren di pelosok Tanah Air. Menurut Anggota Fraksi PKB DPR RI itu, di masa pandemi COVID-19, kedua entitas pendidikan tersebut juga mengalami dampak negatif karena mayoritas madrasah dan pesantren dikelola oleh masyarakat, bukan negara. "Sebagian besar operasional tergantung pada iuran dari peserta didik. Di sisi lain banyak orang tua peserta didik yang kehilangan pekerjaan, akibatnya mereka tidak mampu membayar iuran madrasah atau biaya hidup di pesantren," ujarnya. Nurhuda menilai bantuan Rp500 miliar di masa pandemi akan sangat berarti membantu biaya operasional pendidikan madrasah dan pesantren. Menurut dia, meskipun jika dibandingkan dengan jumlah madrasah dan pesantren di Indonesia, bantuan senilai Rp500 miliar tidak seberapa. "Berdasarkan catatan Kemenag pesantren di Indonesia itu sedikitnya berjumlah 26.973. Ini belum jumlah madrasah di Indonesia. Jadi Rp500 miliar itu sebenarnya relatif kecil, tapi kenapa jumlah sekecil itu saja tidak dicairkan," katanya lagi. Anggota DPR asal Jawa Tengah itu mengatakan, selama pandemi COVID-19, sekolah umum relatif lumpuh karena dilarang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Selama itu pula, menurut dia, pesantren relatif dengan sistem asrama dan protokol kesehatan yang ketat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. "Pesantren menjadi garda terdepan dalam pengajaran secara tatap muka di masa pandemi. Santri tidak boleh ditengok dan tidak diperkenankan pulang dalam waktu tertentu selama pandemi," ujarnya pula. Nurhuda menilai seharusnya Pemerintah memberikan perhatian yang lebih kepada pesantren, bukan malah bantuan anggaran untuk pesantren diblokir. (sws)

Wapres Sampaikan Empat Arahan untuk BNN Perangi Narkoba

Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan empat arahan bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia. "Pertama, perkuat intervensi ketahanan keluarga, mengedukasi secara dini kepada anak-anak dan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba," kata Wapres Ma’ruf Amin saat mengikuti acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2021 secara daring dari kediaman resmi wapres di Jakarta, Senin. Penyampaian edukasi dini tersebut, lanjut Wapres, dengan melibatkan partisipasi organisasi terkait seperti lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan (ormas). Selanjutnya, Wapres meminta BNN mengintervensi daerah-daerah yang rawan terhadap penyalahgunaan narkoba sehingga dapat membahayakan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar. "Kedua, mengintervensi daerah bahaya narkoba agar menjadi daerah yang bersih dari penyalahgunaan narkoba," tukasnya. Ketiga, Wapres meminta BNN menambah jumlah penyediaan layanan rehabilitasi berbasis masyarakat serta meningkatkan layanan rehabilitasi berstandar nasional. "Meningkatkan dan mempertahankan kualitas layanan rehabilitasi sesuai standar nasional, yang didukung dengan peningkatan kualitas SDM dalam pelaksanaan rehabilitasi," jelasnya. Arahan keempat, Wapres minta BNN memperkuat dan memperluas jejaring kerja sama pencegahan dan pemberantasan narkotika, baik di regional, tingkat nasional hingga internasional. Wapres mengapresiasi kinerja BNN yang telah berperan aktif dalam melakukan upaya nyata untuk memerangi sindikat narkoba. Wapres juga meminta BNN untuk tidak lengah dan tetap waspada dalam memberantas narkoba di Indonesia. "Jangan cepat berpuas diri, jangan lengah, tetap waspada dan terus tingkatkan prestasi yang telah dicapai," ujarnya. (sws)

176 Personel Tenaga Kesehatan TNI Bantu Fasilitas Kesehatan

Jakarta, FNN - Sebanyak 176 personel Tenaga Kesehatan (Nakes) TNI bantu fasilitas kesehatan yakni Wisma Atlet, Rusun Nagrak, dan Rusunawa Pasar Rumput, Jakarta. Personel tenaga kesehatan dari siswa Perwira Prajurit Karir (Pa PK) Angkatan 28 Reguler dan siswa Kursus Tenaga Kesehatan (Susgakes) Angkatan 28B TA 2021 dari Akademi Militer (Akmil) Magelang tiba Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin. Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin, mengatakan kedatangan perwira siswa ini sebagai tambahan tenaga kesehatan (nakes) untuk ditugaskan di wilayah Jakarta yang masih membutuhkan nakes, khususnya di Wisma Atlet dan tempat isolasi Khusus Orang Tanpa Gejala (OTG) Rusun Nagrak serta Rusun Pasar Rumput yang juga disiapkan. Seperti yang disampaikan Panglima Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di hadapan para dokter saat melaksanakan sidak di Rusun Nagrak Minggu (27/6/2021), bahwa TNI dan Polri akan segera mengirim tenaga kesehatan tambahan, dimana nantinya para nakes akan dibagi ke tiga tempat yaitu Wisma Atlet, Rusun Nagrak dan Rusunawa Pasar Rumput. Menurut Edys, tenaga kesehatan yang dikirim ke Jakarta terdiri dari Dokter umum 120 orang, Dokter gigi 20 orang, Keperawatan 8 orang, Farmasi Apoteker 12 orang, Fisoterapi 4 orang, Radiologi 2 orang, Kesehatan lingkungan 1 orang, Gizi 4 orang, Elektro medis 1 oŕang, Perawat gigi 1 orang, Analisa medis 2 orang dan Rekam medis 1 orang. Sementara sebelum diberangkatkan menuju Lanud Halim Perdanakusuma, seluruh siswa melaksanakan tes swab antigen terlebih dahulu di Akmil Magelang untuk memastikan bahwa mereka dalam kondisi yang bagus dan tidak terindikasi virus COVID-19. Para nakes diberangkatkan menggunakan dua pesawat Hercules A-1328 dan A-1335 milik TNI AU dari Lanud Adi Sucipto Yogyakarta menuju Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta. (sws)