POLITIK

Pengamat: Duet Prabowo-Puan Paling Mungkin Diwujudkan pada Pilpres 2024

Jakarta, FNN - Pengamat Politik Igor Dirgantara menyatakan, duet Prabowo Subianto-Puan Maharani dinilai paling mungkin diwujudkan jika Partai Gerindra berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan pada Pilpres 2024. "Prabowo-Puan. Pasangan ini paling mungkin diwujudkan dan dinilai cocok karena faktor usia (tua-muda), jenis kelamin (pria-wanita), serta latar belakang militer-sipil," kata Igor, yang juga sebagai Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN), dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis. Namun, lanjut dia, dari duet tersebut belum bisa diprediksi mengenai siapa yang menjadi calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Karena masing-masing punya kelebihan tersendiri untuk ditempatkan sebagai capres. "Salah satu kendala dari pasangan ini adalah pandangan bahwa PDIP sebagai parpol pemenang pemilu dengan 128 kursi di parlemen, apa mau memposisikan kandidatnya di posisi RI-2? Jawabannya tentu bisa mengingat elektabilitas Prabowo yang jauh lebih tinggi, begitu juga dengan pengalamannya," ujarnya. Menurut dia, bisa saja nanti dilakukan redefinisi ulang Perjanjian Batu Tulis. Dia menjelaskan jika Batu Tulis 2009 (jilid I) ada klausul bahwa Prabowo sebagai cawapres Megawati akan didukung oleh PDIP maju sebagai Capres 2014. Namun, hal itu akhirnya batal karena akhirnya PDIP mencalonkan Joko Widodo. "Maka kebalikannya, Batu Tulis 2024 (jilid II) juga bisa dibuat klausul bahwa jika Puan Maharani menjadi cawapres Prabowo di 2024, maka Gerindra gantian mendukung pencalonan Puan Maharani sebagai capres pada tahun 2029 berikutnya," tuturnya. Sekretaris Jenderal Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI), Arip Nurahman mengatakan, jika nantinya Prabowo jadi capres, maka Puan adalah pasangan duet yang ideal karena memiliki berbagai pengalaman di tingkat nasional. "Jika Pak Prabowo disiapkan jadi Capres maka Mbak Puan adalah pasangan yang pas untuk mendampingi sebagai Cawapresnya, usia Mbak Puan relatif muda namun sarat dengan pengalaman," tutur Arip. Puan dinilai punya pengalaman keberhasilan sebagai Menko PMK (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dan saat ini menjabat Ketua DPR RI. "Jadi, walaupun berusia relatif muda namun sarat pengalaman eksekutif maupun legislatif," lanjut Arip. Ia pun menambahkan, tidak banyak tokoh nasional yang memiliki pengalaman lengkap di level nasional seperti Puan Maharani. "Apalagi menjadi Ketua DPR RI, harus memiliki kemampuan dan seni memimpin yang tinggi dan kami melihat Mbak Puan selalu terasa kehadirannya setiap saat sebagai pimpinan DPR RI," ucapnya. (mth)

Ketua DPD RI Kunjungi Bupati Ponorogo

Ponorogo, FNN - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti bersilaturahmi menemui Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko di kantor bupati setempat dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Provinsi Jawa Timur (Jatim), Rabu. Dalam kunjungannya ke Kota Reog itu, mantan Ketua Umum Kadin Jatim tersebut, didampingi Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Senator Sulawesi Selatan Andi Muh Ihsan, Sekjen DPD RI Rahman Hadi, dan Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir. Rombongan disambut oleh Bupati Sugiri Sancoko, Wakil Bupati Lisdyarita, Sekda Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, dan jajaran pejabat pemkab setempat. Dalam silaturahmi tersebut, senator asal Jawa Timur ini menegaskan kembali wacana DPD RI untuk melakukan amendemen ke-5 terhadap UUD 1945. Menurutnya, amendemen ke-5 dibutuhkan agar hak DPD sebagai jelmaan dari utusan daerah bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden bisa pulih. "Kami selain keliling daerah juga keliling ke kampus-kampus menggaungkan wacana tersebut lewat seminar maupun FGD, sehingga para akademisi bisa ikut serta mendorong wacana tersebut," kata La Nyalla di sela silaturahmi. Bupati Ponorogo Sugiri menjamu tamunya tersebut dengan hidangan makan siang khas Ponorogo, di antaranya nasi tiwul dan bothok, beserta minuman dawet. Sebelum ke Ponorogo, La Nyalla juga sowan atau bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Al-Fatah di Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan. Di Pesantren Temboro itu, mantan Ketua Umum PSSI tersebut bertemu dengan Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan yang juga sedang suluk ke Ponpes Al-Fatah Magetan. Keduanya kemudian saling bertukar cenderamata. La Nyalla memberikan cenderamata kain kiswah, sedangkan Helmi Hasan memberikan tongkat. (sws)

Dahsyat, Kemampuan Akademis Prof Dr Megawati

By Asyari Usman Medan, FNN - Setelah diberi gelar doktor kehormatan, Megawati Soekarnoputri akan menerima gelar profesor kehormatan dari Universitas Pertahanan (Unhan) yang berkampus di Sentul, Kabupaten Bogor. Acara penobatan akan berlangsung Jumat, 11 Juni 2021. Akan sempurnalah kapasitas akademis beliau: Prof Dr Megawati Soekarnoputri. Unhan mengatakan mereka menerima seluruh karya ilmiah Megawati. Presiden kelima ini akan menyampaikan pidato ilmiah yang berjudul "Kepemimpinan Strategis Pada Masa Kritis". Banyak yang merasa heran, terutama para netizen. Mereka mencibiri gelar profesor kehormatan itu. Padahal, untuk mendapatkan gelar ini Bu Mega “menulis” begitu banyak karya ilmiah. Salah satu yang viral adalah “Kepemimpinan Presiden Megawati Pada Era Krisis Multidimensi, 2001-2004”. Ini tidak sembarangan. Beliau mengklaim telah melakukan penelitian kualitatif. Pendekatannya studi kasus. Membaca sepintas, karya ilmiah Bu Mega ini memang dahsyat. Di bagian “abstrak”-nya, Bu Mega mengatakan penelitian ini menggunakan kerangka teori Byman dan Pollack (2001) sebagai pisau analisis. Tulisan ini dihiasi kutipan kelas dunia. Untuk tulisan 16 halaman ini, Bu Mega mengutip 19 buku dan tulisan ilmiah plus tujuh undang-undang RI. Serius sekali. Bu Mega telah membaca banyak buku tentang ekonomi, politik, perbankan, bisnis, dll. Di bagian awal saja Bu Mega menunjukkan pemahaman yang luas dan dalam tentang krisis moneter 1997-1998 tempo hari. Intinya, lewat tulisan yang dimuat di Jurnal Pertahanan & Bela Negara, April 2021, Volume 11 Nomor 1, Megawati mengatakan bahwa kepemimpinan dia sebagai presiden 2001-2004 sangatlah hebat. Sebab, krisis yang melanda Indonesia datang dari berbagai arah (multidimensional). Dan krisis berat ini bisa dinavigasikannya dengan piawai. Membaca karya ilmiah ini, terlihat literasi Bu Mega sangat luas spektrumnya. Di bagian “Pendahuluan”, Bu Mega memberikan isyarat bahwa dia membaca berbagai analisis termasuk Kuncoro (2011), Basri (2011), Wirutomo (2003), Harahap (2018), Windiani (2017), Byman (1986), Fielder (1967), Avolio (2007), Larry Greiner (1972), Moleong (2008), Yin (2013), Lukman (2004). Bu Mega juga membaca tulisan Robert D Putnam (Universitas Harvard) yang berjudul “Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games”. Artikel ini menyimpulkan bahwa persetujuan internasional baru akan didukung kalau memberikan keuntungan domestik. Megawati mengutip artikel 34 halaman yan terbit di jurnal International Organization ini untuk menjelaskan bahwa dia adalah presiden yang memiliki kemampuan diplomasi yang luar biasa. Tetapi, ada buku Putnam yang sangat relevan dengan situasi dan kondisi politik Indonesia yang tidak dijadikan rujukan. Yaitu, “Making Democracy Work” (1993). Buku ini membahas soal “social capital” (modal sosial). Menurut buku ini, sukses demokrasi sangat bergantung pada “horizontal bonds” (ikatan horizontal) di tengah masyarakat. Intinya adalah “trust” (kepercayaan) antara satu dengan yang lainnya. Nah, seperti apa ikatan horizontal di negeri ini pada saat sekarang? Tentu kita semua bisa lihat sendiri. Rajut sosial sudah rusak berat gara-gara pemimpin yang tidak berkualitas. Padahal, kata Putnam, modal sosial yang kuat akan mendorong partisipasi publik yang tinggi dan juga menumbuhkan kemakmuran ekonomi. Nyatanya, aspek ini hancur-lebur. Megawati juga mengutip buku Barry Buzan “People, States and Fear” (1991). Dengan mengutip profesor hubungan internasional di London School of Economic ini, Bu Mega mau menjelaskan betapa beratnya ancaman keamanan dalam kategori militer, politik, lingkungan, ekonomi dan sosial semasa dia menjadi presiden. Tapi, semua itu bisa diatasinya. Keren, bukan? Kemudian, dia juga mengutip Robinson & Rosser (1998) tentang utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar 150 miliar USD yang ditinggalkan Orde Baru. Di sini, Mega mengklaim bahwa dia berhasil meminta penjadwalan ULN itu di forum Paris Club dan London Club. Padahal, penjadwalan ulang adalah formula yang akan disetujui oleh semua kreditur internasional. Sebab, semua pihak paham tentang kesulitan debitur mana pun untuk membayar utang yang jatuh tempo pada masa krisis. Paris Club dan London Club tak mungkin memaksa Indonesia membayar tepat waktu. Bahkan, tanpa perundingan pun pasti para kreditur akan menawarkan penjadwalan ulang (reschedule). Jadi, klaim Megawati ini tampaknya “patronizing”. Seolah orang lain tidak mengerti. Dikutip pula Dahuri & Samah (2019) tentang larangan impor, sebaliknya mendorong swadaya pangan. Dicantumkan pula Wuryandari (2008) tentang “sense of urgency” dan “sense of crisis” yang dia katakan tidak dimiliki oleh pemerintah sebelum dia menjadi presiden. Megawati juga mengklaim keberhasilan dalam reformasi peranan militer (TNI). Dia membanggakan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang disahkan semasa dia presiden. UU ini adalah bagian dari reformasi TNI yang “on going” (terus bergulir). Urusan reformasi TNI terlalu besar bagi Bu Mega untuk mengklaim seolah beliaulah yang menginisiasi perubahan itu. Harap diingat, reformasi TNI adalah desakan rakyat. Bukan desakan DPR, apalagi desakan presiden. Bu Mega juga menulis, “Masa kepemimpinan Megawati menorehkan tinta emas dalam penataan hubungan sipil-militer di Indonesia.” Klaim ini mengabaikan peranan Presiden Gus Dur. Kemudian, di bagian lain Megawati mengklaim langkah-langkah strategis dengan membentuk badan-badan yang di kemudian hari menjadi sangat penting. Termasuklah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dlsb. Ini pun klaim yang sifatnya “itu saya, ini saya, semuanya saya”. Bu Mega seharusnya paham bahwa proses reformasi yang diawali dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 1998, pastilah akan berlanjut bertahun-tahun kemudian. Bahkan hingga sekarang pun reformasi masih belum tuntas. Artinya, pembentukan badan-badan itu hanyalah menunggu antrian prioritas agenda reformasi tsb. Cepat atau lambat pasti berlanjut ke situ. Kebetulan pembentukannya memang kondusif pada era Bu Mega. Dia tentu berperan. Tapi, mengklaim bahwa itu semua tak akan terlaksana tanpa “leadership” dia, bisa memicu rasa mual. Bagaimana pun juga, tulisan ilmiah ini menunjukkan Bu Mega memiliki kemampuan akademis yang dahsyat. Karena itu, ada baiknya Prof Dr Megawati aktif membimbing mahasiswa S3. Sayang sekali kalau ilmuwan sekaliber beliau ini tidak menularkan kapabilitasnya kepada para calon pemimpin yang dibutuhkan Indonesia. Wawasan Bu Mega yang begitu luas dengan literasi “high end” yang meyakinkan, sangat diperlukan oleh banyak kampus.[] Penulis wartawan senior FNN.co.id

Kapitra Minta Pimpinan KPK Abaikan Panggilan Komnas HAM Soal TWK ASN

Jakarta, FNN - Politisi PDI Perjuangan Kapitra Ampera meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dan pimpinan lainnya untuk mengabaikan pemanggilan Komnas HAM soal laporan 51 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status menjadi ASN. Kapitra, dalam rilisnya diterima di Jakarta Rabu, mengatakan permintaannya itu karena melihat langkah pemanggilan pimpinan KPK dalam polemik tersebut bukan kewenangan dari Komnas HAM. “Terlalu jauh, Komnas HAM tidak punya hak untuk memanggil Ketua KPK. KPK harus abaikan panggilan karena bukan yurisdiksinya," kata dia. Kapitra menyebutkan, berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Oleh karena itu, menurut Kapitra terasa aneh kalau Komnas HAM ikut campur dalam urusan TWK KPK. “Kewenangan Komnas HAM menurut UU nomor 26/2000 hanya terbatas kepada pelanggaran HAM berat yang berupa crime against humanity (kejahatan kemanusiaan) dan genocide (pembantaian besar-besaran),” ucap Kapitra. Sebelumnya, Komnas HAM melayangkan surat pemanggilan kepada pimpinan KPK terkait laporan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada Selasa 8 Juni 2021. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan pimpinan dan sekjen KPK telah menerima surat dari Komnas HAM terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Ali menjelaskan, pihaknya hendak meminta penjelasan kepada Komnas HAM tentang pelanggaran apa yang dilakukan pimpinan KPK. "Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021 Pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali. (sws)

KPU Banjarmasin: Pemilih Antusias Ikuti PSU Pilkada Kalsel 2020

Banjarmasin, FNN - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin menyebutkan pemilih antusias mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kalimantan Selatan 2020 pasca putusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang digelar Rabu ini. "Pantauan kami, ke TPS-TPS cukup antusias pemilih datang untuk mencoblos," ujar anggota KPU Kota Banjarmasin Syafruddin Akbar di Banjarmasin, Rabu. Dia menyatakan memantau di wilayah Kelurahan Mantuil, Banjarmasin Selatan, di mana jumlah tempat pemungutan suara (TPS) sebanyak 29 TPS. "Rata-rata yang kami dapat laporan sejak pagi tadi antusias pemilih datang ke TPS cukup tinggi, moga berlanjut demikian hingga siang," ujarnya. Sebagaimana dinyatakan Ketua KPU Kota Banjarmasin Rahmiyati Wahdah sebelumnya, target pemilihan PSU Pilgub Kalsel di Kecamatan Banjarmasin Selatan sebesar 79 persen. Jumlah TPS yang gelar PSU Pilgub Kalsel di Kota Banjarmasin, yakni di Banjarmasin Selatan sebanyak 301 TPS yang tersebar di 12 kelurahan. Adapun jumlah pemilih sebanyak 107.782 jiwa sesuai daftar pemilih tetap (DPT). Dari pantauan Antara di TPS 16 Kelurahan Kelayan Selatan, Banjarmasin Selatan dinyatakan hingga pukul 09.30 WITA sudah mencapai sekitar 200 pemilih datang menggunakan hak suaranya dari DPT di TPS itu sebanyak 495 jiwa. Sebagaimana diketahui, Pilkada Kalsel tahun 2020 sesuai putusan Mahkamah Konsitusi (MK) harus digelar PSU di tujuh kecamatan, yakni, lima kecamatan di Kabupaten, Astambul, Matraman, Martapura, Aluh-Aluh dan Sambungan Makmur. Kemudian, pada 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, dan seluruh TPS di Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin. Di mana total TPS yang akan digelar pada 827 titik, dengan jumlah pemilih sesuai daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 266.736 jiwa. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Kalsel 2020 adalah, Paslon nomor urut 1, H Sahbirin Noor dan H Muhidin, Paslon nomor urut 2, Prof H Denny Indrayana dan H Difriadi Derajat. (sws)

Guru Besar UNP: Megawati Pantas Dapatkan Gelar Profesor Kehormatan

Jakarta, FNN - Guru Besar Universitas Negeri Padang (UNP), Sumatera Barat, Prof Ganefri menyatakan gelar profesor Guru Besar Tidak Tetap pantas diberikan kepada Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri oleh Universitas Pertahanan (Unhan). "Gelar profesor kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) dari Unhan pantas diberikan kepada Megawati," kata Ganefri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu. Sebagai Rektor di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK, dan kapasitas serta kiprahnya lebih banyak bergerak dalam dunia pendidikan tinggi, Ganefri mengaku dirinya lebih banyak melihat kiprah Megawati dalam ranah pendidikan. Ketua Forum Rektor LPTK itu menyatakan, secara akademis, Universitas Negeri Padang telah memberikan gelar doktor honoris causa kepada Megawati dalam bidang Politik Pendidikan meliputi formulasi dan implementasi kebijakan pendidikan. "Penganugerahan gelar ini telah melalui studi akademis yang akurat oleh tim promotor," kata Ganefri. Sebelumnya, Megawati juga pernah menerima gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang yang berbeda-beda dari Universitas Waseda Jepang, Moscow State Institute, Korea Maritime and Ocean University, serta Universitas Padjadjaran Bandung. Secara historis, kepemimpinan Megawati selaku presiden, telah berhasil memberi dasar hukum bagi lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). "Sebagaimana diamanatkan konstitusi secara keseluruhan, baik isi, jiwa, dan semangat UU tersebut, merupakan pengejawantahan tuntutan jaman Reformasi 1998, terutama reformasi pendidikan yang bersifat sentralistis dan demokratis," jelas Ganefri. Secara institusional, UU Sisdiknas memberi dasar lebih kuat bagi profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan dengan standar-standar kompetensi yang diperlukan, termasuk standar penggajian. Dalam hal ini, UU Sisdiknas 2003 memiliki legitimasi kuat dalam mengimplementasikan amanat konstitusi tentang alokasi 20 persen dana APBN untuk pendidikan. "UNP sebagai salah satu LPTK tertua di Indonesia merasa paling bahagia menyambut kehadiran UU Sisdiknas 2003 tersebut," imbuhnya. Berangkat dari UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 di era pemerintahan Megawati, melahirkan pula UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Selanjutnya, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. "Ini telah menghadirkan demokrasi dalam sistem pendidikan kita, di mana tidak ada lagi dikotomi perguruan tinggi negeri dan swasta," katanya. Kepemimpinan Megawati menghasilkan sistem akreditasi dilaksanakan oleh BAN PT. Demikian juga sekolah/madrasah diakreditasi oleh BAN SM, dan BAN PNF (Pendidikan Non-Formal) melahirkan Paket A, untuk SD. B, untuk SMP, dan C untuk SMA. "Dengan demikian, penjaminan mutu pendidikan lebih dapat dipertanggungjawabkan," kata Ganefri. Menurut dia, UU Sisdiknas tersebut mempertegas dan mengimplementasikan Pasal 31 Ayat 4 UU Dasar 1945 yang mewajibkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD. "Jika kita cermati lebih dalam tentang substansi yang terkandung dalam UU tersebut dan peraturan lain yang menyertai, maka kita akan melihat bahwa Dr. (HC) Megawati baik sebagai negarawan atau tokoh, sudah sangat layak diberikan Guru Besar Tidak Tetap," tegas Ganefri. Dia pun percaya Megawati memiliki potensi luar biasa untuk mengembangkan kepakaran di bidang keilmuan tersebut di Unhan RI dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi Unhan RI untuk menjadi "World Class Defense University". Sementara itu, Guru Besar Tetap di bidang Hubungan Internasional Universitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Sosial Tiongkok (University of Chinese Academy of Social Sciences/CASS), Xu Liping, juga menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap usulan Guru Besar Tidak Tetap di Unhan RI kepada Megawati. Peneliti Senior Institut Nasional Strategik Internasional (NIIS) itu mengaku telah mengenal dan mempelajari peranan yang bersejarah dari Megawati. Pada masa pemerintahan Megawati, Indonesia sedang mengalami masa transisi dimana banyak elemen tak pasti yang muncul. Namun Megawati terbukti tegas menjunjung tinggi Pancasila, melindungi kesatuan dan persatuan Indonesia sebaik-baiknya. Di tingkat regional, kata dia, Megawati mendorong anggota Asean dengan Tiongkok menandatangani code of conduct (CoC) untuk Laut China Selatan. Perjanjian ini sangat bermanfaat bagi perdamaian dan kestabilan regional. "Dengan adanya CoC, bekerja sama ASEAN dengan Tiongkok semakin meningkat secara pesat sampai sekarang ini, Doktor Honoris Causa Megawati Soekarnoputri berjasa bersejarah di bidang ini," kata Xu Liping. Berdasarkan pengalaman akademiknya sebagai dosen di bidang hubungan internasional dan peneliti senior di bidang strategi, dia menilai jasa dan kontribusi ilmiah Megawati Soekarnoputri sudah memenuhi syarat dan ketentuan untuk diusulkan menjadi Guru Besar Tidak Tetap di Unhan RI bidang keilmuan Kepemimpinan Strategik. Universitas Pertahanan (Unhan) dijadwalkan akan menggelar sidang senat terbuka dalam rangka pengukuhan gelar Profesor Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Universitas Pertahanan RI kepada Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri. "Pada hari Jumat (11/6) akan dilakukan sidang senat terbuka Universitas Pertahanan RI dalam rangka pengukuhan gelar Profesor Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik pada Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan RI kepada Ibu Megawati Soekarnoputri," jelas Rektor Unhan RI Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa (8/6). Octavian mengatakan, sidang senat akademik Unhan telah menerima hasil penilaian Dewan Guru Besar Unhan atas seluruh karya ilmiah Megawati Soekarnoputri sebagai syarat pengukuhan menjadi Profesor Kehormatan Ilmu Pertahanan bidang Kepemimpinan Strategik pada Fakultas Strategi Pertahanan. (sws)

Cagub Optimistis Partisipasi Pemilih 80 Persen di PSU Pilgub Kalsel

Banjarmasin, FNN - Calon wakil gubernur dari pasangan calon 01 Muhidin menyatakan optimistis partisipasi pemilih bisa mencapai 80 persen pada pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan (Pilgub Kalsel) yang berlangsung hari ini. "Alhamdulillah saya dan keluarga hari ini telah memberikan hak suara di PSU. Kita lihat antusiasme masyarakat juga tinggi jadi mudah-mudahan tingkat kehadiran masyarakat tinggi di TPS yaitu 80 persen sesuai target kami," kata Muhidin usai mencoblos di TPS 06 Kelurahan Pemurus Dalam, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin. Muhidin jadi satu-satunya di antara empat kandidat dari dua paslon yang bertarung di Pilgub Kalsel ikut memberikan hak suaranya di PSU. Sedangkan tiga lainnya yaitu cagub paslon 01 Sahbirin Noor serta paslon 02 Denny Indrayana-Difriadi berada di luar wilayah PSU. Diakui Muhidin yang pernah menjabat Walikota Banjarmasin itu, rasa optimistis tingginya partisipasi pemilih berkaca dari antusiasme masyarakat mengurus kartu tanda penduduk (KTP) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Hal itu menurutnya membuktikan masyarakat ingin mencoblos menentukan pilihan calon pemimpin yang berakhir di medan PSU. "Kami berharap situasi tetap terjaga kondusif. Saya juga terus memantau sejak tadi malam jika ada gejolak yang tak diinginkan bisa segera diredam. Kita apresiasi masyarakat dengan perasaan gembira hari ini berbondong-bondong datang ke TPS," tuturnya. Sementara Denny Indrayana saat menggelar konferensi pers di rumahnya di Kota Banjarbaru pada Rabu pagi berharap PSU dapat berjalan lancar dan tetap berprinsip pemilu yang jurdil. "Kami mendukung tingkat partisipasi pemilih namun yang pasti harus sesuai aturan yaitu berdasarkan DPT atau termasuk Daftar Pemilih Pindahan (DPPh) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)," jelasnya. PSU Pilgub Kalsel terdiri dari Kota Banjarmasin di 301 TPS di Kecamatan Banjarmasin Selatan. Sedangkan lima kecamatan di Kabupaten Banjar, yakni Kecamatan Sambung Makmur, Kecamatan Aluh-Aluh, Kecamatan Martapura, Kecamatan Mataraman dan Kecamatan Astambul ada 502 TPS. Kemudian 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin. (sws)

Wakil Ketua BKSAP DPR: Pendidikan Jadi Pintu Masuk Kesetaraan Gender

Jakarta, FNN- Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Achmad Hafisz Tohir menyampaikan pendidikan dapat menjadi pintu masuk menyelesaikan persoalan kesetaraan gender. Hal itu disampaikan Hafisz seusai mengikuti Roundtable Discussion dengan tema "Generating Commitments To Build Forward", secara hybrid di Tangerang, Banten, Selasa (8/6). "Pendidikan lah pintu masuknya (kesetaraan gender)," ujar Hafisz dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Rabu. Dia menjelaskan masalah kesetaraan gender, seperti ketertinggalan wanita, umumnya menjadi problem di negara-negara dunia ketiga, seperti di Afrika, kemudian di Asia khususnya Asia Tengah dan Asia Timur Tengah. Di negara-negara tersebut, kata dia, masih banyak persoalan pengklasteran bahwa perempuan tidak perlu untuk ikut bersama laki-laki dalam hal kesetaraan. "Banyak yang kita lakukan dewasa ini, khususnya wanita-wanita di parlemen, mereka menyatukan pendapat bahwa tidak ada persoalan yang harus kita kotak-kotakan antara kesempatan laki-laki dan kesempatan perempuan untuk mencapai tujuan kemajuan," ujar Hafisz. Dia memberi contoh bahwa sebetulnya yang kerap dipermasalahkan di parlemen bukan 20 persen atau 30 persen atau 50 persen keterlibatan perempuan di parlemen, melainkan semangat agar orang yang terpilih mempunyai kemampuan, entah itu perempuan atau laki-laki. "Saya pikir yang penting akses-nya, ketika suatu lembaga politik memberikan akses yang cukup kepada wanita, maka dia akan siap untuk bertarung di situ," tutur-nya. Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai bahwa wanita mempunyai beberapa keterbatasan fisik, sehingga dalam segala hal akan sulit juga mengalahkan kaum adam yang fisik-nya memang lebih kuat. Namun, keduanya memiliki kesamaan dari sisi kemampuan berfikir ataupun sisi emosional. Oleh karena itu, dia berpandangan, pendidikan menjadi pintu masuk kesetaraan gender. "Saya sampaikan bahwa dengan pendidikan kita bisa melihat kemampuan-kemampuan ini akan diuji di sana, apakah dia akan kompeten ketika mewakili rakyatnya untuk menjadi Anggota DPR, apakah dia kompeten menjadi pimpinan-pimpinan di lembaga parlemen dunia. Jangan sampai salah arah bahwa seolah-olah emansipasi ini hanya memberikan kesempatan wanita sebesar-besarnya untuk menjadi karier politik, bukan begitu," ujar Hafisz. Dia menyampaikan bahwa sebetulnya akses pendidikan yang diberikan kepada perempuan harus sama dengan laki laki, dan tidak boleh dibedakan, termasuk juga kesempatan untuk menduduki posisi-posisi tertentu. "Maka dari itu, dalam sisi apapun saya kira dominasi laki-laki itu dia akan lebih determinasi dalam sisi fisik-nya, tetapi untuk yang lain-lain kami sepakat semua akses itu harus sama," tutur legislator dapil Sumatera Selatan I itu. (sws)

BNPT Gelar Dialog Kebangsaan dengan Tokoh Papua di Timika

Timika, FNN- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar pertemuan dialog kebangsaan dengan sejumlah tokoh Papua di Timika pada Jumat (11/6). Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar di Timika, Rabu, mengatakan dialog kebangsaan dengan para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan sejumlah bupati di wilayah pegunungan Papua itu dalam upaya untuk mewujudkan kedamaian di Tanah Papua. "Damai itu dambaan dan cita-cita kita semua. Kami berharap ada kontribusi dari semua pihak untuk mewujudkan Papua yang damai," kata Boy Rafli. BNPT menggagas kegiatan dialog kebangsaan dengan para tokoh Papua itu menyikapi masih terus terjadinya aksi-aksi kekerasan, terutama kekerasan bersenjata di berbagai wilayah pedalaman Papua akhir-akhir ini. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata itu, demikian Boy Rafli, telah mengganggu rasa aman dan nyaman masyarakat. "Kita ingin ada semacam kesamaan persepsi bagaimana sebaiknya membangun Papua yang damai. Karena membangun Papua yang damai adalah cita cita kita semua. Kita ingin hidup damai dan rukun," ujar Boy Rafli. Mantan Kadiv Humas Polri yang pernah menjabat Kapolda Papua itu berharap pertemuan dialog kebangsaan yang berlangsung di Hotel Rimba Papua Timika itu nanti bisa melahirkan pandangan-pandangan positif untuk kepentingan pembangunan Papua yang jauh lebih baik, lebih bermartabat dan pada akhirnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat Papua ke depan. (sws)

Pilpres 2024 antara Pemimpin Plastik dan Pemimpin Otentik

Oleh: Abdurrahman Syebubakar Jakarta, FNN - Di tangan pemimpin plastik, kompas bangsa Indonesia melenceng jauh dari tujuan bernegara, guna memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam bingkai keadilan sosial. Amanat reformasi, yang menubuatkan demokratisasi, penegakan supremasi hukum, dan pemberantasan KKN, pun dikorupsi. Tak ayal, keadaan Indonesia saat ini jungkir balik, compang-camping dalam banyak hal. Nyaris tidak ada yang luput dari pembusukan politik pemimpin plastik. Salah satu puncak pembusukannya, “arus deintelektualisasi” yang sangat deras disertai pengkhianatan kaum intelektual, yang telah merobohkan marwah dan integritas ilmiah dunia perguruan tinggi. Obral gelar kehormatan akademik kepada para politikus dan pejabat tinggi negara menjadi tradisi (sebagian) kalangan kampus. Contoh paling mutakhir, tanpa rekam jejak akademik dan karya ilmiah, Megawati menerima gelar profesor kehormatan bidang kepemimpinan strategis dari Universitas Pertahanan. Alih-alih memiliki prestasi luar biasa dalam bidangnya, Megawati justru menorehkan tinta hitam di atas lembaran sejarah politik Indonesia. PDIP, di bawah kepemimpinannya, telah melahirkan banyak koruptor dan “onggokan sampah pemimpin plastik,” yang menjadi sumber segala masalah di Indonesia. Kerusakan demi kerusakan terus dipertontonkan oleh pemimpin plastik, dan menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Pasalnya, pemimpin serba minus ini dilahirkan dan dibesarkan demokrasi palsu, di bawah cengkraman oligarki dan tekanan mentalitas feodal. Ia tidak saja defisit wawasan kebangsaan dan kenegaraan, tetapi juga terhalang cahaya kebenaran dan keadilan. Untuk itu, dibutuhkan skenario penyelamatan Indonesia dari keterpurukan yang makin dalam, dengan menghadirkan pemimpin otentik. Sebagai anti-tesis pemimpin plastik, tipe pemimpin ini lekat dengan kesejatian karakter intelektual dan moral. Ia mengutamakan isi daripada kemasan yang penuh rekayasa, dan mampu menerjemahkan pikiran-pikiran besarnya ke dalam pilihan kebijakan. Mungkin tidak ada sosok yang secara sempurna memenuhi atribut pemimpin otentik. Namun, paling tidak, rakyat Indonesia berhak dipimpin oleh figur yang tidak terlalu berjarak dari kualitas tipe pemimpin ideal ini. Lantas, apa yang harus dilakukan untuk cipta pra-kondisi munculnya pemimpin otentik dalam kontestasi elektoral 2024 mendatang, sekaligus mencegah kembalinya tipe pemimpin plastik beserta anasir-anasir turunannya? Pada level sistem, dibutuhkan keberanian politik untuk meninggalkan demokrasi palsu, menuju “demokrasi substantif” yang egaliter, meritokratis dan sarat dengan nafas keadilan. Dan hijrah politik ini menuntut kesadaran rakyat, terutama kaum intelektual dan kelas menengah, mengambil peran dan tanggungjawab moral sebagai kelompok penekan (pressure group) dalam proses perubahan radikal. Selanjutnya, dalam menilai calon pemimpin, rakyat harus keluar dari jebakan realisme politik yang bergantung secara mutlak pada tiga variabel popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas. Dalam banyak kasus, tiga variabel politik ini dapat dimanipulasi melalui "proyek pencitraan" secara instan. Dengan pendekatan idealisme politik, saya mengajukan dua variabel penting, yaitu "kebutuhan politik” dan “kredibilitas politik", untuk mengeksplorasi aspek kapasitas, visi, dan integritas (calon) pemimpin, yang selama ini luput dari perhatian publik. Variabel kebutuhan politik (political desirability) membantu kita dalam memetakan tantangan utama pembangunan. Dari hasil pemetaan ini, potensi calon pemimpin dapat disandingkan dengan tantangan yang ada, kemudian diantara para calon pemimpin diperbandingkan secara relatif. Harus dipahami, tantangan utama pembangunan yang kita hadapi bukan pada aspek teknis-teknokratis, tetapi lebih soal sistem politik ekstraktif. Sistem politik yang tidak sehat ini bersekongkol dengan pony capitalism (kapitalisme palsu), meminjam istilah Joseph Stiglitz (2015). Hasil persilangannya menjadi lahan subur oligarki - pola persekongkolan jahat antara penguasa dan pemodal, untuk menguasai sumberdaya negara. Seperti yang diungkap Jeffrey Winters, seorang Indonesianis asal AS, para pemodal (oligark) lah yang paling berkuasa di Indonesia karena memiliki uang yang lentur dan serbaguna. Uang yang mereka miliki dapat dimanisfestasikan ke dalam bentuk kekuasaan lainnya, seperti jual beli jabatan dan produk hukum-politik. Para oligarki ini sangat ekstraktif, menguasai dan membiayai partai politik, media massa, perguruan tinggi, think-tank, ormas, lembaga keagamaan, dan lain lain. Monopoli penguasaan sumberdaya ekonomi dan politik berakibat pada meningkatnya ketimpangan dan kemiskinan multidimensi (sosial, ekonomi dan politik). Ketiga aspek ketimpangan dan kemiskinan ini saling mempengaruhi secara negatif, seperti lingkaran setan. Alhasil, dari waktu ke waktu, yang terjadi bukan berkurangnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan, tetapi pemiskinan dan peminggiran rakyat kecil. Ratusan juta penduduk miskin dan tidak mampu makin menderita dengan kondisi ketimpangan yang sangat akut, di mana segelintir orang super kaya menguasai kekayaan negara hampir secara mutlak. Rakyat kecil makin tidak berdaya di hadapan para pengambil kebijakan dan pemodal, dan makin tersisih dari proses politik. Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, yang bermuara pada sistem dan pilihan kebijakan korup, dibutuhkan pemimpin yang tidak saja kompeten pada tataran operasional. Tetapi yang jauh lebih penting, memiliki visi alternatif, dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam pilihan kebijakan yang tepat. Selain itu, ia mempunyai tekad kuat untuk membongkar sistem ekstraktif yang tidak berkeadilan, dan melawan anasir-anasir jahat di balik sistem tersebut. Dan mampu memandu rakyat meninggalkan sistem politik ektsraktif menuju demokrasi sosial dan pendekatan pembangunan manusia, yang menempatkan rakyat sebagai agen pembangunan. Namun, pertimbangan kebutuhan politik tidak cukup untuk membangun pra-kondisi lahirnya pemimpin otentik, kecuali dibarengi pelacakan kredibilitas politik (political credibility). Variabel ini membantu kita untuk menelisik "rekam jejak" calon pemimpin dan kelompok di sekitarnya, termasuk parpol pengusung. Pemimpin yang sarat catatan negatif, dikelilingi para pemburu rente, dan didukung parpol sarang koruptor, tidak mungkin memiliki keberanian politik melawan arus. Besar kemungkinan terseret arus, bahkan menjadi pelaku utama praktik kebijakan korup yang menyengsarakan rakyat. Sebaliknya, pemimpin otentik tidak memiliki beban melawan arus, betapapun kuatnya arus tersebut. Sebab, ia tidak terjerat catatan negatif, dan bisa menjaga jarak dari para politikus busuk dan pialang politik. Dengan keseimbangan antara pendekatan idealisme dan realisme politik, diharapkan akan tampil, di atas pentas politik Indonesia, sosok yang paling dekat dengan tipe pemimpin otentik. Penulis, Ketua Dewan Pengurus IDe