POLITIK
Terbuai Kemunafikan Demokrasi
Survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis 22 Mei 2021 baru-baru ini menemukan, 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus kader partai dan hanya 28,51 persen saja yang menginginkan calon presiden dari kader partai. Studi ini harus direspon dengan baik. Oleh Tamsil Linrung Jakarta, (FNN) - ADA banyak kemunafikan yang memompa denyut demokrasi di negeri ini. Hipokrasi itu membuai. Salah satunya berdetak pada pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Di hilir, rakyat dihipnotis seolah bebas dan berdaulat memilih pemimpin. Tetapi di hulu, daulat dan kebebasan itu dipasung secara konstitusional melalui aturan bernama Presidential Threshold (PT) alias ambang batas pencalonan presiden. Tak perlu mengulang-ulang mudharat PT yang lebih dominan ketimbang manfaatnya. Tentang hal ini, analisisnya telah banyak berserakan di media massa. Pun, sejarah telah memberi alarm. Setelah PT diangkat ke level 20 persen, pelaksanaan Pilpres 2014 dan 2019 terbukti hanya sanggup melahirkan dua pasang kandidat. Rakyat tidak punya pilihan lain. Terpaksa berikhtiar memilih satu dari dua pasang kandidat yang disuguhkan. Politik Kongsi harus pula diantisipasi. Dalam sebuah tulisan berjudul "UU Pemilu: Menakar Politik Kongsi," saya memaparkan potensi fenomena ini. Intinya, rekonsiliasi elitis Prabowo-Sandi dengan Jokowi-Ma'ruf Amin, meski dipandang baik, namun dapat mengilhami lahirnya cara-cara buruk berpolitik di masa yang akan datang. Berkongsi dalam politik adalah lumrah. Namun, menjadi jahat ketika kongsi dilakukan dengan mendesain hanya dua pasang kandidat Capres-Cawapres, bisa benar-benar berlawanan, bisa pula seolah-olah berseteru. PT membuka peluang menuju dua kemungkinan itu. Terlebih ketika oligarki terendus semakin menguat. Didukung jaringan dan sokongan finansial, oligarki bisa mengatur badut politik pada dua kubu bersebelahan. Siapa pun yang terpilih, pada akhirnya tetap menguntungkan sang cukong. Syukur-syukur, keuntungan itu bisa dibuat berlipat dengan mengondisikan semua kandidat dalam satu pemerintahan yang sama, kelak. *** Sebagai upaya menjaga muruah kedaulatan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terpanggil bergerak. Dalam beberapa pekan terakhir, Pimpinan DPD RI dan sejumlah Anggota DPD turun gunung. Menggalang dukungan masyarakat, pemda, pihak kampus, dan sejumlah stakeholders (pemangku kepentingan) bangsa lainnya. Langkah itu dipandang perlu karena belum terlihat greget, baik dari DPR maupun eksekutif untuk lebih serius membahas dan menakar PT secara rasional. Bila Presiden Joko Widodo berkomitmen pada demokrasi, seharusnya ada inisiatif eksekutif review sekaligus lobi-lobi politik. Kita menunggu political will presiden. Pun demikian dengan partai atau fraksi di DPR. Ketimbang menunggu hal yang tidak pasti, DPD bergegas. Hanya beberapa pekan, telah empat provinsi yang disambangi Ketua dan sejumlah Anggota DPD RI. Safari politik ini bermula di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, lalu berlanjut di Tarakan, Kalimantan Utara; Makassar, Sulawesi Selatan; dan DIY Yogyakarka. Melalui Focus Group Discussion (FGD) dan sejumlah kegiatan lain di daerah tersebut, terbaca keinginan rakyat untuk disajikan kandidat pemimpin nasional yang beragam dan proporsional dari sisi jumlah pasangan calon, sehingga mereka dapat pula berkontemplasi dalam menetapkan pilihan. Dulu, kalau seorang pemilih tidak senang dengan pasangan A, maka aternatifnya hanya dua, yakni golput atau terpaksa menjatuhkan pilihan pada kandidat pasangan B. Golput tentu tidak sehat bagi demokrasi. Sementara menjatuhkan pilihan pada kandidat B hanya karena tidak menyenangi kandidat A, juga bukan langkah yang sepenuhnya tepat. Rakyat tidak ingin dikekang dan dibuai demokrasi pura-pura lagi. Mereka ingin disajikan beberapa opsi sehingga nalar politiknya juga berkembang. Oleh karena itu, DPD berpendapat PT sebaiknya 0 (nol) persen saja, sehingga semua partai dapat mengusulkan calon presiden. Semakin banyak kandidat yang muncul, semakin besar peluang menghasilkan pemimpin berkualitas. Bagi DPD, salah satu langkah konstitusional yang bisa ditempuh adalah Amandemen Kelima UUD 1945. Pertimbangannya, pertama, karena amandemen pertama hingga keempat masih menyisakan frasa kalimat dan norma yang memungkinkan lahirnya UU yang merugikan bangsa. Lahirnya UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal PT, misalnya. Kedua, amandemen kelima membuka langkah penguatan DPD guna menyeimbangkan dua kamar dalam sistem bikameral secara proporsional. Kita tahu, kewenangan DPD di bidang legislasi yang hanya sebatas mengusulkan dan membahas, tetapi tidak ikut dalam pengambilan keputusan. Atau dalam bidang pengawasan, DPD hanya sebatas memberikan masukan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan. Ketiga, amandemen kelima membuka peluang kemungkinan memulihkan hak konstitusional DPD RI mengajukan pasangan Capres-Cawapres. Disebut memulihkan karena bila melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif, ketiadaan hak DPD mengajukan kandidat Capres-Cawapres adalah kecelakaan hukum yang harus dibenahi. Dulu, sebelum amandemen ketiga UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR saat itu terdiri atas DPR dan Utusan Daerah. Artinya, baik DPR selaku Anggota MPR maupun Anggota MPR Utusan Daerah sama-sama memiliki hak mengajukan calon. DPD RI lahir melalui amandemen ketiga, menggantikan utusan daerah. Maka, hak-hak untuk menentukan tata kelembagaan di Indonesia seharusnya tidak dikebiri. Termasuk hak mengajukan Capres-Cawapres. Lagipula, DPD istimewa dalam hal legitimasi. Bila utusan daerah dipilih secara eksklusif oleh anggota DPRD Provinsi, maka anggota DPD dipilih melalui Pemilihan umum (pemilu) secara langsung oleh rakyat. Ini menjadikan DPD sebagai lembaga legislatif non-partisan yang memiliki akar legitimasi kuat, sehingga hak DPD untuk mengajukan calon presiden dan wakil adalah rasional. Berbeda dengan DPD RI, DPR RI tentu sebagai unsur partai sudah terwakili dalam usulan partainya, sehingga tidak perlu ada pembenturan dan kekhawatiran akan keharusan adanya juga calon tersendiri dari unsur DPR RI. Bahkan, menjadi pembenaran rasional ketika masyarakat merindukan kandidat di luar pilihan partai, salah satu pilihannya adalah calon usulan DPD RI, atau dari keterwakilan unsur non partisan. Survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis 22 Mei 2021 baru-baru ini menemukan, 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus kader partai dan hanya 28,51 persen saja yang menginginkan calon presiden dari kader partai. Studi ini harus direspon dengan baik. Anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat. Maka penguatan lembaga DPD secara tidak langsung adalah penguatan kedaulatan rakyat. ** Penulis adalah anggota DPD RI.
Golkar DIY Pelopor Utama Jagokan Airlangga sebagai Capres 2024
Bantul, FNN - Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi pelopor utama yang menjagokan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. "DPD Golkar DIY pelopor utama menjagokan pak Airlangga sebagai capres, jadi belum meriah seperti ini kita sudah mengajukan capres, termasuk doa-doa rutin kita panjatkan," kata Ketua DPD Partai Golkar DIY Gandung Pardiman usai menghadiri Pelantikan Badan dan Lembaga DPD Partai Golkar Kabupaten Bantul, di Bantul, Sabtu. Oleh karena itu, kata dia, saat ini jajaran DPD Golkar kabupaten dan kota se-DIY mendukung langkah-langkah Ketua Umum (Ketum) Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Ahmad Dolly Kurniawan yang sedang melakukan kajian dan simulasi pemasangan capres. "Sekarang baru dikaji dan disimulasi pak Airlangga itu cocoknya dengan siapa, kita dukung sekali, mudah-mudahan simulasi tidak sekadar bagaimana bisa memimpin Indonesia itu bersatu betul," kata Gandung. Selain itu, lanjut dia, bagaimana Pancasila sebagai ideologi negara tetap aman, negara bisa 'ayem tentrem' (tenang dan tenteram) tidak ada agenda-agenda yang tersembunyi dalam mengelola negara. "Itu salah satu perhitungan pemasangan pak Airlangga, jadi tidak sekadar bagaimana harus menang, tapi bagaimana memimpin negara ini dengan baik. Pak Dolly yang melakukan kajian," kata anggota DPR RI dari DIY tersebut. Ketua DPD Golkar DIY menjelaskan bahwa dalam menggaungkan Airlangga sebagai Capres 2024 dalam waktu dekat intenal partai akan mengadakan prarapat koordinasi (rakor) pemenangan pemilu untuk merumuskan bersama dan memberi masukan kepada Ketua Umum. "Jadi, pak Airlangga cocok dengan siapa, kita akan memberikan kriteria simulasi, kriteria akan kita berikan kepada Pak Dolly, mudah-mudahan ada yang bisa memenuhi kriteria yang dicanangkan DPP Partai Golkar, tanggal 10 Juni 2021," katanya. Dia mengatakan, segala kemungkinan untuk berpasangan dengan kandidat dari luar Golkar yang kini muncul bisa terjadi, asalkan punya jiwa pancasilais sejati, bisa pertahankan NKRI, dan mempunyai wawasan kebangsaan kuat serta jiwa kenegarawan. "Kalau dengan pak Anies (Anies Baswedan) bagaimana, dengan Pak Ganjar (Ganjar Pranowo) bagaimana, plus-minusnya bagaimana sekarang baru digodok di DPP Partai Golkar, jadi ini digodok oleh satu tim, bagaimana yang cocok untuk jago kita ini," kata Gandung. (sws)
PDIP Minta Kader Turun Raih Simpati Warga Sumbar
Padang, FNN - Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Keagamaan Hamka Haq meminta kader partai turun ke bawah untuk meraih simpati masyarakat daerah ini guna menjaga elektabilitas partai. "Seluruh struktur partai harus turun ke seluruh lapisan masyarakat dan fokus menggalang generasi milenial yang jumlahnya sekitar 51 persen," kata dia saat memberikan arahan pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PDIP Sumatera Barat, di Padang, Sabtu. Ia meminta kalangan kader partai untuk selalu menjaga citra partai. Menurut dia, dalam beberapa waktu terakhir ini elektabilitas partai naik turun dari 24 persen kemudian jadi 19 persen. Hal ini disebabkan sejumlah kader terkena prahara. Namun saat ini elektabilitas partai sudah pada angka 22 persen merujuk sejumlah hasil survei beberapa lembaga survei, katanya. "Seluruh kader jangan sampai terbuai dengan hasil survei sebagaimana sering ditegaskan ibu Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam berbagai kesempatan," kata dia. Ia mengingatkan seluruh kader partai agar tidak terlibat korupsi dan narkoba apabila terlibat dua hal ini maka akan langsung dipecat. "Perilaku korupsi dan narkoba merupakan perbuatan tercela secara agama dan hukum di negara kita," kata dia.
Ketua DPD RI Tekankan Pentingnya Amandemen Kelima UUD 1945
Yogyakarta, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menekankan pentingnya amendemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. LaNyalla menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam "focus group discussion" (FGD) dengan tema "Presidential Threshold: Antara Manfaat dan Mudarat" di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu. "Saya menggulirkan wacana amendemen kelima sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan Bangsa sehingga kita harus mendorong MPR RI untuk bersidang dengan agenda amendemen, tetapi dengan suasana kebatinan untuk melakukan koreksi dan perbaikan atas amendemen," kata dia. Menurut LaNyalla, perjalanan amendemen pertama hingga keempat UUD 1945 yang terjadi dari tahun 1999 hingga 2002, berbuntut negatif terhadap kedaulatan rakyat. Ia menilai banyak frasa kalimat dan norma yang harus dikoreksi dari hasil amendemen konstitusi terakhir. Sebab, akibat amendemen tersebut lahirlah sejumlah undang-undang yang merugikan bangsa. Salah satunya, ia menyebutkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal ambang batas calon presiden-wakil presiden atau presidential threshold. Menurut dia, aturan tersebut mengebiri kedaulatan rakyat dengan membatasi calon-calon pemimpin terbaik untuk mendapat hak yang sama bisa tampil pada pemilihan umum. "UUD hasil Amendemen di Pasal 6 Ayat (2) menyebutkan syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang," ujarnya. Kemudian Pasal 6A Ayat (2) menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. "Nah, perintah membuat syarat-syarat melalui Undang-Undang di Pasal 6 Ayat (2) dan frasa kalimat 'sebelum pelaksanaan pemilihan umum' yang tertuang di Pasal 6A ayat (2) menyebabkan lahirnya Undang-Undang tentang Pemilu, yang memberi syarat ambang batas atau Presidential Threshold dan memberikan kewenangan kepada partai politik peserta pemilu sebelumnya atau periode yang lalu untuk mengajukan usulan calon presiden dan wakil presiden," kata dia. Padahal menurut para pelaku amendemen, kalimat "sebelum pelaksanaan pemilihan umum" hasil amendemen itu normanya adalah partai politik peserta pemilu saat itu. Artinya, partai politik yang telah lulus verifikasi sebagai peserta pemilu ketika itu. Disebutkan juga, frasa kalimat "sebelum pelaksanaan pemilihan umum" bermakna pasangan capres-cawapres sudah diajukan partai politik sebelum pilpres dilaksanakan karena pilpres dilaksanakan melalui pemilihan umum, maka di amendemen dituliskan dengan frasa tersebut. "Dan frasa tersebut juga mengandung norma bahwa pileg dan pilpres tidak dilakukan serentak. Kalau pun dilakukan serentak, tetap saja pengajuan nama capres dan cawapres dilakukan oleh partai politik peserta pemilu tahun itu juga, yaitu partai politik yang sudah dinyatakan lulus verifikasi oleh KPU sebagai peserta pemilu, bukan partai politik periode pemilu sebelumnya atau partai politik lima tahun sebelumnya," kata LaNyalla. Atas dasar itu, Senator asal Jawa Timur ini menilai menjadi sangat tidak logis bila pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2019 diajukan oleh partai politik peserta Pemilu 2014. Begitu juga dengan Pilpres 2024, menurut dia, akan menjadi tidak logis apabila pasangan capres-cawapres diajukan oleh partai politik peserta Pemilu 2019. "Pertanyaannya bagaimana dengan partai politik pada tahun 2019 yang sudah tidak berada di parlemen? Atau seandainya ada partai politik yang sudah bubar. Berarti masih bisa mengusung capres dan cawapres," kata dia. "Atau sebaliknya, bagaimana dengan partai baru yang lahir dan lulus verikasi sebagai peserta Pemilu 2024 nanti? Tentu tidak bisa mengusung capres dan cawapres. Padahal dikatakan capres dan cawapres diajukan atau diusung oleh partai politik dan atau gabungan partai politik peserta pemilu," tambah LaNyalla. Sementara itu produk UU Pemilu mengeluarkan syarat pasangan calon pada pilpres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya yang tertuang dalam pasal 222. "Padahal di Pasal 6A Ayat (2) UUD hasil amendemen, kalimatnya adalah 'sebelum pelaksanaan pemilihan umum', bukan 'Pemilu anggota DPR sebelumnya' karena dua kalimat itu jelas berbeda artinya," ujar dia. LaNyalla mempersoalkan penambahan substansi syarat perolehan suara sah partai politik untuk bisa mengusung pasangan capres-cawapres. Aturan itu didalilkan atas perintah UUD hasil amendemen pasal 6 Ayat (2) yang menyebutkan "syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang". "Ini persoalan yang menyebabkan kedaulatan rakyat dikebiri, dengan membatasi calon-calon pemimpin terbaik untuk mendapat hak yang sama untuk bisa tampil di gelanggang," ujar LaNyalla. Tak hanya itu, Mantan Ketua Umum PSSI itu menilai presidential threshold memiliki dampak negatif lainnya di tengah-tengah masyarakat. Terbukti saat Pilpres 2019 muncul dua kubu yang menimbulkan pembelahan politik dan polarisasi yang begitu kuat di akar rumput pasangan calon. "Polarisasi ini bahkan tak kunjung mereda, meski elit telah rekonsiliasi. Akibatnya, dengung kebencian merajalela. Dan itu masih kita rasakan hingga detik ini," tuturnya. Amandemen keempat UUD 1945 juga menyebabkan calon presiden dan calon wakil presiden non-partisan tidak bisa berlaga di Pilpres. Setelah dihapuskannya utusan golongan dan diubahnya utusan daerah menjadi DPD sehingga hanya perwakilan dari partai politik yang bisa mengusung calon. "Padahal DPD ini jelmaan dari utusan daerah. Tapi kewenangannya untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden ikut dihilangkan, dan ini merugikan putra putri terbaik bangsa dari luar partai politik untuk maju sebagai calon di Pilpres. Maka ini yang sedang kami perjuangkan, agar DPD bisa menjadi sarana bagi calon-calon non-partisan maju sebagai capres maupun cawapres," kata LaNyalla. FGD yang dilaksanakan secara luring dan daring via zoom, dihadiri Rektor UMY, Gunawan Budiyanto dengan pembicara Zainal Arifin Mochtar (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada), Ridho Al-Hamdi (dosen ilmu pemerintahan UMY) dan Iwan Satriawan (dosen fakultas hukum UMY).
Tjahjo Apresiasi Jabatan Wamen di Kementerian PANRB
Jakarta, FNN - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengapresiasi jabatan wakil menteri (wamen) PANRB yang akan ditunjuk Presiden Joko Widodo. “Pada prinsipnya saya, sebagai pembantu Presiden, mengapresiasi dan siap melaksanakan tugas sesuai dengan Perpres tersebut,” kata Tjahjo Kumolo dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Penunjukan jabatan orang nomor dua di Kementerian PANRB tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2021 tentang Kementerian PANRB. Terkait tokoh yang akan ditunjuk sebagai wamen, Tjahjo mengatakan akan menerima dan siap bekerja sama dengan siapa saja. “Terkait siapa yang nanti akan ditugaskan Bapak Presiden sebagai wamen, saya sebagai Menteri PANRB siap saja menerima penugasan wamen PANRB oleh Presiden,” tukasnya. Tjahjo menilai Perpres dan penugasan wamen PANRB tersebut bertujuan untuk penguatan tugas Kementerian PANRB dalam upaya mempercepat reformasi birokrasi. “Hal itu semata-mata untuk penguatan tugas Kemenpanrb yang salah satu tugas utamanya adalah menjabarkan visi misi Bapak Presiden yaitu reformasi birokrasi,” jelasnya. Dia menambahkan reformasi birokrasi merupakan salah satu program pembangunan nasional yang perlu percepatan untuk mencapai tujuan tersebut. “Kunci sukses pembangunan nasional program kerja pemerintah Jokowi (Joko Widodo) dan Ma’ruf Amin ada pada penguatan reformasi birokrasi secara utuh,” ujarnya. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 47 Tahun 2021 tentang Kementerian PANRB yang ditandatangani Presiden pada 19 Mei 2021. Pada Pasal 2 Ayat 1 Perpres tersebut dijelaskan bahwa dalam memimpin Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, menteri dapat dibantu oleh wakil menteri sesuai dengan penunjukan Presiden. (sws)
Ansor Jatim Nilai Khofifah Layak Kandidat di Bursa Pilpres 2024
Surabaya, FNN - Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur Syafiq Syauqi menilai Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa layak sebagai kandidat di bursa Pemilihan Presiden 2024. "Saya kira Ibu Gubernur punya kans besar untuk mengambil tampuk kepemimpinan Nasional, baik itu presiden atau wakil presiden," ujarnya ketika dikonfirmasi di Surabaya, Jumat. Menurut Gus Syafiq, sapaan akrabnya, peluang itu ada karena Khofifah merupakan figur yang bisa merepresentasikan perempuan dan Nahdlatul Ulama (NU). Karena itu, pihaknya mengaku bangga jika Khofifah benar-benar maju ke kancah nasional dan GP Ansor turut mendukung penuh. "Kami akan support Ibu Khofifah. Siapapun pasangannya, akan kami dukung. Yang penting bisa menjadikan republik ini selalu kondusif," ucapnya. Sementara itu, mencuatnya nama Khofifah Indar Parawansa untuk bursa Pilpres 2024 setelah namanya selalu muncul pada hasil survei beberapa lembaga. Selain itu, pertemuannya dengan sejumlah tokoh yang juga digadang-gadang bakal maju di pilpres ditafsirkan publik sebagai persiapan menuju 2024. Khofifah Indar Parawansa sudah beberapa kali bertemu Gubernur Provinsi lain, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Bahkan, Ridwan Kamil sudah dua kali bertemu dalam kurun waktu sebulan, yang pertama di Kota Bandung dan pertemuan kedua di Kota Surabaya akhir pekan lalu. Ridwan Kamil saat di Surabaya mengaku heran setiap kunjungannya ke luar daerah dalam rangka kedinasan selalu ditafsirkan ke 2024 yang dikenal sebagai tahun politik. "Tapi, saya juga tidak bisa menyalahkan karena memang tak bisa dihindari," kata Kang Emil (sapaan akrab Ridwan Kamil) di Surabaya pada Sabtu (29/5). Tahun 2024 disebut tahun politik karena dijadwalkan digelar pesta demokrasi secara serentak, yakni Pemilihan Umum Legislatif beserta Pemilihan Presiden, serta digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tahun sama.
Pertemuan AHY-Ridwan Kamil di Bandung Tak Terkait Pilpres 2024
Bandung, FNN - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil melakukan pertemuan di Kota Bandung, Jumat. Kedua tokoh tersebut membantah jika pertemuan itu tidak terkait dengan pembicaraan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. "Berbicara 2024, saya pikir masih cukup jauh ya. Saya tidak ingin terlalu banyak spekulasi kalau politik sudah pasti berbicara isinya nanti saja," kata AYH seusai pertemuan di Nara Park Bandung. Bantahan serupa juga diutarakan oleh Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil. "Belum bisa dijawab karena politik bukan matematik. Nanti saja menjelang," kata Kang Emil. AHY mengatakan hingga saat ini dirinya sedang fokus bekerja di partai dalam menangani sejumlah permasalahan di Indonesia. "Kalau berbicara sejauh itu tidak ya. Kita sendiri mencoba realisitis fokus tadi dikatakan Kang Emil kita harus benar memahami situasi dan kita lebih baik fokus menangani Indonesia hari ini. Saya sendiri dalam kapasitas pimpinan politik bisa menyuarakan di parlemen misalnya. Masuk juga ke kepala daerah di Partai Demokrat, termasuk Kang Emil juga memimpin ini," kata AHY. Sementara itu, Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat Irfan Suryangara menyampaikan terima kasih atas kedatangan Ketua Umum Partai Demokrat ke Jawa Barat. "Kami ucapkan terima kasih atas kehadiran Pak Ketum. Pengurus dan kader semakin solid. Kedatangan Pak Ketum AHY menemui banyak kelompok masyarakat untuk mendengarkan langsung apa yg mereka rasakan akan menjadi referensi bagi DPD PD Jabar agar semakin mengukuhkan komitmen untuk terus bersama denyut dan suara rakyat di Jawa Barat," kata dia. Irfan juga ingin memastikan bahwa kebangkitan Partai Demokrat secara keseluruhan akan bermula dari Jawa Barat sebagaimana kecenderunganya dari hasil sejumlah lembagai survei yang ada. "Dari beberapa hasil survei yang telah dirilis saja, potensi kenaikan suara Partai Demokrat di Jawa Barat itu kan jauh lebih tinggi dari rata-rata kenaikannya secara nasional. Ini menjadi bukti bahwa konstribusi Demokrat di Jabar telah cukup signifikan," kata dia. Sehingga ke depannya, lanjut Irfan, kondisi eksisting ini yang akan terus dipertahankan dan ditingkatkan. "Prinsip saya, sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Saya tidak akan terlena oleh seberapa baik hasil yang telah diperoleh Demokrat di Jabar. Saya dengan seluruh pengurus, kader dan simpatisan Partai Demokrat se-Jabar akan berupaya memberikan konstribusi terbaik untuk Ketum AHY," kata Irfan.
Ketua MK Mengaku Dihujat di Kampung Halaman Pascaputusan Pilpres
Jakarta, FNN - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Anwar Usman mengaku orang yang paling dihujat oleh masyarakat di kampung halamannya Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pascaputusan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019. "Orang yang paling dihujat waktu itu adalah saya," kata Anwar Usman saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Jumat. Hujatan terhadapnya karena NTB, terutama Kota Bima, merupakan lumbung suara dari Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Anwar Usman menyadari hujatan dari pendukung Prabowo-Sandi kepadanya karena Tanah Bima, NTB, tempat kelahirannya sehingga hal itu berimbas pada personalnya. Menurut dia, hal yang perlu dipahami bahwa tidak mungkin seorang hakim bisa memutuskan sebuah perkara yang dapat memuaskan semua pihak. Pasalnya, dalam memutus sebuah perkara ada dua pihak yang berkepentingan saling bertolak belakang. Selanjutnya, dalam memutus sebuah perkara, hakim akan menjadikan fakta yang terungkap di persidangan sebagai dasar dalam mengambil keputusan. "Apa pun isu dan fakta yang terjadi di lapangan tetapi tidak bisa dihadirkan atau diungkap di persidangan maka yang akan lahir adalah sebuah keputusan yang berbeda," katanya. Pada kesempatan itu, Anwar Usman memberikan sebuah contoh saat baju perang milik Ali bin Abi Thalib salah seorang khalifah sekaligus sahabat Nabi Muhammad saw. yang kehilangan baju tersebut. Suatu ketika Ali bin Abi Thalib mendapati baju perang miliknya berada di tangan seorang Yahudi. Ketika meminta baju itu, orang Yahudi tadi menolak dan mengatakan bahwa baju tersebut merupakan kepunyaannya. Ali yang merasa tidak terima membawa perkara itu ke pengadilan. Namun, saat di meja hijau, gugatan sang khalifah ditolak oleh hakim meskipun Ali menghadirkan dua orang saksi, yakni anak dan pembantunya. Pelajaran dari perkara tersebut, lanjut dia, ialah meskipun anak, pembantu, orang-orang sekitar, hingga sang hakim sendiri mengetahui bahwa baju perang itu merupakan milik Ali, dia gagal membuktikannya di persidangan. "Terus terang saya orang yang paling dihujat karena palu di tangan saya. Oleh sebab itu, perlu pencerahan kepada masyarakat," katanya.
PDIP Cabut Dukungan Terhadap Bupati Alor
Kupang, FNN - Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur, Amon Djobo menyatakan bahwa pencabutan dukungan PDI Perjuangan terhadap dirinya merupakan hak dari partai berlambang banteng moncong putih tersebut. "Itu sah-sah saja, itu hak dari PDIP namun saya sangat menyesalkan hal tersebut," katanya saat menghubungi ANTARA di Kupang, Kamis. Hal ini disampaikan berkaitan pencabutan dukungan dari PDI Perjuangan terhadap dirinya pascavideo viral memarahi staf Kementerian Sosial berkaitan dengan penyaluran bantuan untuk korban bencana alam di kabupaten itu. Amon menyesalkan bahwa kebersamaan antara dirinya dengan PDI Perjuangan yang sudah lama terjalin dengan baik terpaksa harus terhenti. Bupati Alor tak menyangka bahwa PDI Perjuangan akan terpengaruh dengan rekaman video yang sebenarnya diunggah tidak secara utuh hanya mengambil saat dirinya memarahi staf Kemensos. Ia mengaku bahwa dalam video viral itu dirinya sama sekali tak pernah menyebutkan PDI Perjuangan. "Jadi kemarahan saya itu karena adanya tata kelola penyaluran bantuan sosial kepada korban bencana Seroja yang dilakukan Kemensos," kata dia. Ia mengaku bahwa sebenarnya kasus memarahi staf Kemensos dan menyebut Menteri Sosial itu sudah terjadi sejak April lalu, bahkan dirinya sudah menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Mensos saat ke Alor beberapa waktu lalu. Terkait surat pencabutan dukungan itu, Amon mengaku belum mendapatkan surat pemberitahuan resmi dari DPP PDI Perjuangan tentang pencabutan rekomendasi atau dukungan mereka terhadap bupati dua periode itu. Meskipun dukungan dicabut, katanya, saat ini masih ada 14 kursi DPRD Alor yang masih mendukung posisinya sebagai kepala daerah. Sementara PDI Perjuangan Alor hanya memiliki empat kursi di DPRD Alor. Sebelumnya anggota DPR RI asal Dapil NTT 1 Flores Lembata dan Alor Andreas Hugo Parera menyatakan bahwa DPP PDI Perjuangan mencabut rekomendasi dan dukungan kepada Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur, Amon Djobo, setelah video viral yang bersangkutan memarahi anak buah Menteri Sosial Tri Rismaharini. "Surat pencabutan dukungan dilakukan karena DPP PDI Perjuangan pada November 2017 sempat mengeluarkan rekomendasi dukungan kepada Amon Djobo untuk maju pada Pilkada Alor 2018," katanya. Melalui surat pencabutan dukungan ini, DPP menginstruksikan DPC PDI Perjuangan Alor untuk berkoordinasi dengan seluruh jajaran Fraksi PDI Perjuangan di DPRD setempat untuk mengambil sikap terhadap bupati dalam proses penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten Alor.
Koalisi Golkar-Nasdem Bisa Usung Paslon Presiden
Jakarta, FNN - Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI Saan Mustofa menilai apabila partainya berkoalisi dengan Partai Golkar pada Pemilu 2024 sudah bisa untuk mengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden. "Koalisi Golkar dan NasDem sudah cukup untuk mengusung pasangan calon presiden. Itu sudah lebih dari 20 persen syarat gabungan parpol mengajukan capres," kata Saan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis. Dia mengakui NasDem menjalin komunikasi intensif dengan Golkar karena keduanya memiliki persamaan platform partai dan historis. Namun, menurut dia, partainya tetap menjalin komunikasi politik dengan partai politik lain untuk membangun koalisi agar kontestasi Pilpres 2024 bisa memenuhi persyaratan. "Secara matematis bisa menghadirkan tiga pasangan calon kalau asumsi ambang batas pencalonan capres sebesar 20 persen. Idealnya bisa lima pasang namun kalau tiga pasang sangat memungkinkan," ujarnya. Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu menilai ruang munculnya tiga pasangan calon pada Pilpres 2024 sangat terbuka karena dari sisi kandidat belum ada sosok yang sangat menonjol sehingga elektabilitasnya setara. Hal itu, katanya, membuka ruang masing-masing tokoh yang muncul dari berbagai hasil survei untuk bisa menjadi capres dan tidak mengerucut dua nama. "Namun menurut saya ini nanti tergantung kepada formulasi pengerucutan dari masing-masing partai," katanya. Saan mengatakan saat ini partainya sedang mempersiapkan format Konvensi Capres 2024 dan secara teknis akan mulai berjalan pada tahun 2022. (ant)