POLITIK
Pengkhianatan Kaum Intelektual
Oleh: Abdurrahman Syebubakar Ketua Dewan Pengurus IDe Jakarta, FNN - Jatuh bangungnya sebuah bangsa, bahkan peradaban manusia, tidak lepas dari peran dan tanggungjawab kaum intelektual, terutama dalam hubungannya dengan kekuasaan. Seperti terungkap dalam riset sejarah komparatif oleh Ahmet T. Kuru (2019), dari San Diego State University, bahwa “aliansi ulama dan intelektual dengan negara” menjadi faktor utama keterbelakangan dunia Islam sejak abad ke-12. Sebaliknya, menurut Kuru, Eropa Barat mencatat kemajuan pesat dalam berbagai bidang hingga sekarang, karena kaum intelektual di Benua Biru ini mampu menjaga jarak dari otoritas politik. Padahal, sebelum abad ke-12, ia tertinggal jauh dari dunia Islam yang identik dengan ulama, intelektual progresif dan filsuf besar. Sebut saja, Ibnu Sina, al-Biruni, al-Farabi, al-Kindi, Ibnu Khaytham, Miskawayh, al-Razi, al-Khawarizmi (Algoritmi, juga penemu aljabar dan angka nol), dan masih banyak yang lain. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia, Indonesia kini menjadi contoh sempurna dari temuan riset Kuru. Alih-alih menjadi produsen pengetahuan dan katalis perubahan, kaum terdidik Indonesia jutsru berperan sebagai corong kekuasaan dan modal. Meminjam tesis Noam Chomsky (1967, 2016) tentang tanggung jawab intelektual, kaum terdidik ini berada di barisan intelektual konformis, atau intelektual tradisional versi Antonio Gramsci (1971). Intelektual antek penguasa yang mengabaikan, bahkan merasionalisasi, kejahatan negara. Kiprah mereka, jauh dari nubuah Julien Benda, dalam karya klasiknya “The Treason of the Intellectuals” atau Edward Said dalam “Representations of the Intellectual” (1996), bahwa kaum intelektual memiliki sifat altruistik yang senantiasa memburu kebenaran demi kemaslahatan bersama, dan menjadi pencipta bahasa dalam menyampaikan yang benar kepada penguasa, dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. Dosa terbesar seorang intelektual tidak dilihat dari kesalahannya, tetapi dari ketakutan dan kebohongannya dalam menyampaikan kebenaran. Jalan ketiga peran intelektual yang ditawarkan mendiang Cornelis Lay, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu politik UGM (Februari 2019), dimana intelektual bisa keluar masuk kekuasaan berdasarkan penilaian matang dan menyeluruh, jauh panggang dari api. Tawaran ini memiliki pijakan teoritik yang lemah, jika tidak dikatakan rapuh, dan berjarak cukup jauh dari realitas. Faktanya, terlalu banyak kaum intelektual yang terjerat nikmat dan empuknya jabatan hadiah dari penguasa. Entah posisi di pemerintahan, perguruan tinggi, BUMN, atau jabatan penting di perusahan-perusahan swasta penyokong kekuasaan. Seketika atau lambat-laun para intelektual ini berputar haluan, dari pola pikir dan sikap kritis, menuju fatalisme dan sikap permisif (serba memaklumi). Bahkan, berdiri di barisan terdepan membela semua kebijakan negara, dan kemudian sepenuhnya menjadi antek kekuasaan. Bagi mereka, “the king can do no wrong, no matter what!” Pada saat yang sama, tidak sedikit kaum intelektual di lingkungan perguruan tinggi, lembaga think-tank/riset dan kelompok masyarakat sipil, yang belum mendapat jatah jabatan atau uang, berlomba lomba memuji penguasa dan membela agenda kekuasaannya. Tidak peduli apakah agenda kekuasaan masuk akal atau tidak, merugikan rakyat banyak atau sebaliknya. Sebagian bertindak sebagai pollster atau industrialis survei, merangkap buzzerrp, yang dibayar dari uang rakyat atau dimodali para taipan. Dengan kata lain, kaum intelektual ini bertindak sebagai antek penguasa, bahkan ketika mereka berada di luar status quo kekuasaan. Sementara itu, segelintir intelektual dalam pusaran kekuasaan, yang tidak mau mengorbankan idealisme politik dan tanggungjawab moralnya demi jabatan, seringkali harus tersingkir dengan sendirinya. Tidak saja disisihkan, terkadang mereka dipersekusi dan dikriminalisasi oleh “kaki tangan” kekuasaan. Nasib naas mereka tidak jauh dari apa yang dialami oleh sedikit kaum intelektual yang konsisten menjadi manusia merdeka, dan tetap bersuara kritis dari luar kekuasaan, terlepas dari siapapun yang berkuasa. Tipe intelektual ini memainkan peran “intelektual organik”nya Gramsci, atau “intelektual berbasis nilai” ala Chomsky, yang berfungsi sebagai perumus dan artikulator transformasi multidimensi atas panduan cahaya kebenaran dan keadilan. Dengan absennya “peran organik dan transformatif” kaum intelektual, tak pelak Indonesia didera berbagai masalah yang tak berkesudahan. Disertai stagnasi pembangunan manusia, demokrasi membusuk ditangan pemimpin plastik yang dikelilingi para pialang politik dan pemodal. Seturut dengan itu, terjadi kemerosotan di hampir semua bidang, mulai dari meluasnya korupsi, kemiskinan dan ketimpangan yang makin dalam, anjloknya tingkat kebahagian, hancurnya tatanan hukum, terkurasnya sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, hingga mengentalnya mentalitas feodal dan ketegangan sosial. Lebih jauh, bangsa Indonesia tidak saja kehilangan jejak untuk kembali ke cita-cita reformasi, jalan yang dipilih atas pengorbanan mahasiswa dan segenap elemen bangsa yang menubuatkan demokratisasi, supremasi hukum, dan pemberantasan korupsi. Tetapi, kompas negara ini telah jauh melenceng dari tujuan bernegara untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial. Untuk itu, reformulasi hubungan antara intelektual dan negara menjadi kebutuhan mendesak. Hubungan patron-klien dari dua anasir maha penting ini harus digeser menuju pola hubungan yang kritis dalam bingkai demokrasi, yang menjamin independensi and integritas kaum intelektual. Sebagai benteng nalar dan moral bangsa, dunia perguruan tinggi mesti bebas dari jeratan pragmatisme politik, yang menjual murah gelar kehormatan akademik kepada para elit politik. Dalam jangka panjang, sistem dan kebijakan pendidikan mengedepankan materi berpikir kritis (critical thinking) dan pembangunan karakter (character building), bukan sekedar mencetak SDM sebagai faktor produksi – subordinat pertumbuhan ekonomi, terlebih menjadi hamba sahaya dari kepentingan relasi antara penguasa dan pengusaha. Terakhir, perlu digarisbawahi, jebakan subordinasi otoritas politik atas kaum intelektual hanya bisa dieliminir dan dihilangkan jika kaum intelektual sendiri bersama elemen-elemen progresif lainnya (seperti kelompok buruh dan masyarakat sipil), melakukan tekanan. Sebab, kendati raut mukanya beragam di sebarang tempat dan waktu, kekuasaan tidak pernah bisa menyembunyikan naluri dasarnya untuk mensubordinasi yang lain, ungkap Russel seperti dikutip Cornelis Lay. ___________________ Tulisan ini adaptasi dari penggalan tulisan saya Stagnasi Pembangunan Manusia Indonesia dan Pengkhianatan Kaum Intelektual, yang dimuat fnn.co.id pada 2 April 2021.
Masalahnya Bukan Meme “Raja Bual” Itu, Tapi Kebangkitan Mahasiswa
By Asyari Usman Medan, FNN - Gelar dan meme King of Lip Service (Raja Bual) itu bukan persoalan besar, sebetulnya. Meme itu biasa-biasa saja. Tidak terlalu menohok. Kalau itu dibuat oleh entah siapa, hampir pasti tidak akan viral seperti sekarang ini. Yang menjadi masalah adalah meme itu dibuat oleh mahasiswa. Dan mereka itu adalah mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Dan mereka itu adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pula. Ini yang sangat mengkhawatirkan para penguasa. Terutama Rektor UI. Apa yang mereka khawatirkan? Yang dicemaskan adalah ‘what next’? Apalagi yang akan muncul dari kampus UI? Apakah meme KIS itu sifatnya “sepukul” (one off) saja atau akan menjadi bibit kebangkitan mahasiswa. Ini yang membuat Rektor cemas. Dan juga para penguasa. Sebab, bisa jadi meme sederhana itu akan berkembang menjadi gerakan spontanitas yang akan mengirimkan pesan ke kampus-kampus lainnya bahwa sekarang sudah tiba saatnya “turun gunung”. Selama ini mahasiswa bisa diterlenakan. Mereka “dibobokkan” oleh Nina. Sehingga, tidak ada yang berperan sebagai pelopor gerakan perlawanan rakyat. Pimpinan UI langsung memanggil personel BEM. Tentu tujuan utamanya adalah untuk memberikan peringatan keras kepada mereka tentang konsekuensi berat jika mahasiswa berpolitik. Lumrahlah karena semua rektor perguruan tinggi negeri (PTN) sekarang ini “dikuasai” oleh Presiden. Ade Armando, dosen UI yang juga fans berat Presiden Jokowi, sadar bahaya yang akan muncul kalau mahasiswa UI mulai membuat “bola salju”. Bisa menggelinding ke mana-mana tak terkendali. Armando berusaha menyurutkan semangat mahasiswa UI. Dia mengatakan meme yang mereka buat itu tidak menunjukkan intelektualitas kampus. Menurut Armando, meme itu tak berkelas. Sampai-sampai dia menyindir kepintaran mahasiswa yang meluncurkan meme King of Lip Service tersebut. Dalam cuitannya di Twitter, Armando menyindir ketua BEM UI, Leon Alvindra Putra, bisa masuk UI karena menyogok. Malam tadi, dalam debat via Zoom dengan kelompok mahasiswa, Armando menjelaskan “masuk karena menyogok” itu maksudnya adalah bahwa mahasiswa yang pintar tidak akan bikin meme seperti King of Lip Service itu. Tampaknya, BEM UI tidak akan surut. Mereka tetap akan menyampaikan “rasa mual” rakyat. Di meme “Raja Bual” pun ada disebutkan “rasa mual”. Sangat mungkin “rasa mual” ini akan menggumpal menjadi energi yang akan mendorong mahasiswa di seluruh Indonesia menuntut perubahan total dan “immediate” (segera). Inilah yang dikhawatirkan oleh Presiden Jokowi dan orang-orang yang memboncengi kekuasaannya.[] Penulis wartawan senior FNN.co.id
Satgas Pamtas Bantu Kemajuan Dunia Pendidikan di Perbatasan
Pontianak, FNN - Selain menjaga keamanan di perbatasan Kalimantan Barat, Satgas Pamtas Yonif Mekanis (Yonmek) 642/Wanara Sakti juga ikut memajukan dunia pendidikan berupa bantuan pembagian buku dan alat tulis serta memberikan penyuluhan pertanian kepada anak-anak dan masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia. "Selain mengamankan wilayah perbatasan, kami juga ingin membantu dunia pendidikan dengan membagikan buku, tas dan alat tulis kepada siswa SDN 15 Sentabeng Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang dan memberikan penyuluhan pertanian kepada Kelompok Tani Kampung Trans Desa Beruang, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas," kata Dansatgas Pamtas RI-MLY Yonif Mekanis 643/Wns, Letkol (Inf) Hendro Wicaksono saat dihubungi di Entikong, Senin. Dia mengatakan kegiatan yang dilakukan Satgas Pamtas di Pos Sentabeng tersebut untuk membantu kesulitan masyarakat perbatasan khususnya dalam bidang pendidikan, agar anak-anak di perbatasan lebih semangat belajar. “Dengan harapan pemberian tas, buku dan alat tulis itu dapat meningkatkan motivasi dan semangat belajar anak-anak di daerah dalam meraih cita-cita mereka,” ujarnya. Begitu juga kata Dansatgas, pada kegiatan penyuluhan pertanian yang di lakukan kepada Kelompok Tani Kampung Trans di Desa Beruang. Hal itu berkat bekalan pengetahuan yang diperoleh pada saat melaksanakan pembekalan tugas melalui Dinas Pertanian Kalbar dan adanya kerja sama dengan Rizky dari PPL dari PT Best, Pos Berjongkong dipimpin Danpos Letda (Inf) M Aris mencoba memberikan penjelasan pengetahuannya tentang bercocok tanam tanaman sawit yang baik dan benar. "Dalam kegiatan ini, Danpos Berjongkong bersama PPL PT Best berbagi ilmu dan teknik praktis bercocok tanam, diantaranya cara menentukan bibit, kapan waktu memupuk, menyiram dan membersihkan tanaman dari hama yang ada, harapanya dapat ditiru dan berdampak meningkatkan hasil panennya," katanya. Di tempat terpisah Danpos Berjongkong, Letda (Inf) M Aris mengatakan di dalam dunia pertanian di Indonesia sudah tidak asing lagi istilah penyuluhan pertanian, di mana penyuluhan pertanian itu sendiri sangat penting untuk meningkatkan produksi para petani. "Masih banyak petani di Indonesia yang merasa kecewa dengan hasil produksi panennya yang belum maksimal sementara usaha untuk mencapai itu telah dilakukan," katanya. Sementara itu terkait pembagian buku, tas dan alat tulis Serka Sumarsono selaku Danpos Sentabeng, mengatakan bantuan itu mungkin tidak seberapa. Namun hal ini merupakan upaya dan motivasi agar anak-anak semakin giat belajar dan menjadi generasi yang pintar.
Anggota DPR Pertanyakan Alasan Pemblokiran Dana bagi Pesantren
Jakarta, FNN - Anggota Komisi VIII DPR RI MF Nurhuda Y mempertanyakan alasan Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memblokir dana bantuan untuk madrasah dan pesantren senilai Rp500 miliar. Dia menilai sikap tersebut kontraproduktif terhadap upaya Pemerintah untuk mengurangi potensi "learning loss" bagi pelajar madrasah dan santri pondok pesantren. "Kami mempertanyakan alasan pemblokiran dana bantuan untuk madrasah dan pesantren Rp500 miliar yang tidak kunjung turun dalam enam bulan terakhir. Ada apa, sehingga bantuan untuk pesantren dan madrasah justru tersendat," kata MF Nurhuda Y dalam keterangannya, di Jakarta, Senin. Dia menjelaskan pesantren dan madrasah merupakan tulang punggung pendidikan karakter bagi anak bangsa, karena ada ratusan ribu hingga jutaan anak-anak Indonesia merupakan peserta didik di madrasah maupun pondok pesantren di pelosok Tanah Air. Menurut Anggota Fraksi PKB DPR RI itu, di masa pandemi COVID-19, kedua entitas pendidikan tersebut juga mengalami dampak negatif karena mayoritas madrasah dan pesantren dikelola oleh masyarakat, bukan negara. "Sebagian besar operasional tergantung pada iuran dari peserta didik. Di sisi lain banyak orang tua peserta didik yang kehilangan pekerjaan, akibatnya mereka tidak mampu membayar iuran madrasah atau biaya hidup di pesantren," ujarnya. Nurhuda menilai bantuan Rp500 miliar di masa pandemi akan sangat berarti membantu biaya operasional pendidikan madrasah dan pesantren. Menurut dia, meskipun jika dibandingkan dengan jumlah madrasah dan pesantren di Indonesia, bantuan senilai Rp500 miliar tidak seberapa. "Berdasarkan catatan Kemenag pesantren di Indonesia itu sedikitnya berjumlah 26.973. Ini belum jumlah madrasah di Indonesia. Jadi Rp500 miliar itu sebenarnya relatif kecil, tapi kenapa jumlah sekecil itu saja tidak dicairkan," katanya lagi. Anggota DPR asal Jawa Tengah itu mengatakan, selama pandemi COVID-19, sekolah umum relatif lumpuh karena dilarang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Selama itu pula, menurut dia, pesantren relatif dengan sistem asrama dan protokol kesehatan yang ketat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. "Pesantren menjadi garda terdepan dalam pengajaran secara tatap muka di masa pandemi. Santri tidak boleh ditengok dan tidak diperkenankan pulang dalam waktu tertentu selama pandemi," ujarnya pula. Nurhuda menilai seharusnya Pemerintah memberikan perhatian yang lebih kepada pesantren, bukan malah bantuan anggaran untuk pesantren diblokir. (sws)
Wapres Sampaikan Empat Arahan untuk BNN Perangi Narkoba
Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan empat arahan bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memerangi peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia. "Pertama, perkuat intervensi ketahanan keluarga, mengedukasi secara dini kepada anak-anak dan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba," kata Wapres Ma’ruf Amin saat mengikuti acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2021 secara daring dari kediaman resmi wapres di Jakarta, Senin. Penyampaian edukasi dini tersebut, lanjut Wapres, dengan melibatkan partisipasi organisasi terkait seperti lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan (ormas). Selanjutnya, Wapres meminta BNN mengintervensi daerah-daerah yang rawan terhadap penyalahgunaan narkoba sehingga dapat membahayakan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar. "Kedua, mengintervensi daerah bahaya narkoba agar menjadi daerah yang bersih dari penyalahgunaan narkoba," tukasnya. Ketiga, Wapres meminta BNN menambah jumlah penyediaan layanan rehabilitasi berbasis masyarakat serta meningkatkan layanan rehabilitasi berstandar nasional. "Meningkatkan dan mempertahankan kualitas layanan rehabilitasi sesuai standar nasional, yang didukung dengan peningkatan kualitas SDM dalam pelaksanaan rehabilitasi," jelasnya. Arahan keempat, Wapres minta BNN memperkuat dan memperluas jejaring kerja sama pencegahan dan pemberantasan narkotika, baik di regional, tingkat nasional hingga internasional. Wapres mengapresiasi kinerja BNN yang telah berperan aktif dalam melakukan upaya nyata untuk memerangi sindikat narkoba. Wapres juga meminta BNN untuk tidak lengah dan tetap waspada dalam memberantas narkoba di Indonesia. "Jangan cepat berpuas diri, jangan lengah, tetap waspada dan terus tingkatkan prestasi yang telah dicapai," ujarnya. (sws)
176 Personel Tenaga Kesehatan TNI Bantu Fasilitas Kesehatan
Jakarta, FNN - Sebanyak 176 personel Tenaga Kesehatan (Nakes) TNI bantu fasilitas kesehatan yakni Wisma Atlet, Rusun Nagrak, dan Rusunawa Pasar Rumput, Jakarta. Personel tenaga kesehatan dari siswa Perwira Prajurit Karir (Pa PK) Angkatan 28 Reguler dan siswa Kursus Tenaga Kesehatan (Susgakes) Angkatan 28B TA 2021 dari Akademi Militer (Akmil) Magelang tiba Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin. Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin, mengatakan kedatangan perwira siswa ini sebagai tambahan tenaga kesehatan (nakes) untuk ditugaskan di wilayah Jakarta yang masih membutuhkan nakes, khususnya di Wisma Atlet dan tempat isolasi Khusus Orang Tanpa Gejala (OTG) Rusun Nagrak serta Rusun Pasar Rumput yang juga disiapkan. Seperti yang disampaikan Panglima Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di hadapan para dokter saat melaksanakan sidak di Rusun Nagrak Minggu (27/6/2021), bahwa TNI dan Polri akan segera mengirim tenaga kesehatan tambahan, dimana nantinya para nakes akan dibagi ke tiga tempat yaitu Wisma Atlet, Rusun Nagrak dan Rusunawa Pasar Rumput. Menurut Edys, tenaga kesehatan yang dikirim ke Jakarta terdiri dari Dokter umum 120 orang, Dokter gigi 20 orang, Keperawatan 8 orang, Farmasi Apoteker 12 orang, Fisoterapi 4 orang, Radiologi 2 orang, Kesehatan lingkungan 1 orang, Gizi 4 orang, Elektro medis 1 oŕang, Perawat gigi 1 orang, Analisa medis 2 orang dan Rekam medis 1 orang. Sementara sebelum diberangkatkan menuju Lanud Halim Perdanakusuma, seluruh siswa melaksanakan tes swab antigen terlebih dahulu di Akmil Magelang untuk memastikan bahwa mereka dalam kondisi yang bagus dan tidak terindikasi virus COVID-19. Para nakes diberangkatkan menggunakan dua pesawat Hercules A-1328 dan A-1335 milik TNI AU dari Lanud Adi Sucipto Yogyakarta menuju Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta. (sws)
Wapres: Narkoba dan COVID-19 Adalah Musuh Bersama
Jakarta, FNN - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengatakan narkoba dan COVID-19 merupakan dua musuh bersama yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, karena berimbas pada semua lini kehidupan manusia. "Hingga saat ini, seluruh negara dan masyarakat internasional masih menghadapi dua musuh bersama, yaitu bencana kesehatan yang menjadi ancaman bagi kemanusiaan di abad ini yaitu COVID-19 dan narkotika," kata Wapres Ma’ruf Amin, saat mengikuti acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2021 secara daring dari kediaman resmi Wapres, di Jakarta, Senin. Merujuk pada data Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Obat-obatan dan Kejahatan atau UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), Wapres mengatakan sebanyak 275 juta orang di seluruh dunia menggunakan narkoba pada 2020. "Antara tahun 2010-2019, jumlah orang yang menggunakan narkoba meningkat sebesar 22 persen, sementara secara global jumlah pengguna narkoba diperkirakan akan meningkat 11 persen sampai 2030," ujar Wapres. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wapres mengatakan angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 3.419.188 orang. "Sehingga dapat dikatakan terdapat 180 dari tiap 10.000 penduduk Indonesia berumur 15 hingga 64 tahun terpapar memakai narkoba," katanya pula. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia pun juga beragam, antara lain penyelundupan narkoba lewat jalur laut oleh jaringan sindikat, peredaran narkoba jenis baru, serta penyalahgunaan oleh penduduk usia produktif 15-64 tahun. "Peredaran narkoba juga sudah merambah hingga ke desa‐desa serta melibatkan kalangan perempuan dan anak-anak, baik sebagai kurir maupun penyalahguna," ujarnya lagi. Karena itu, Wapres mendorong BNN untuk terus berupaya dan meningkatkan kinerjanya guna memerangi narkoba di Indonesia. "Saya minta kepada BNN yang merupakan leading sector dalam P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) untuk melakukan langkah-langkah strategis," ujar Wapres pula. (sws)
Gubernur Kepri Lantik Wakil Wali Kota Tanjungpinang Endang Abdullah
Tanjungpinang, FNN - Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad melantik Wakil Wali Kota Tanjungpinang sisa masa jabatan 2018-2023 Endang Abdullah di Gedung Daerah, Tanjungpinang, Senin. Pelantikan dilaksanakan secara tatap muka, namun tetap mematuhi protokol kesehatan. Para tamu undangan yang hadir wajib memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Ansar dalam sambutannya meminta Wakil Wali Kota Endang Abdullah usai dilantik, dapat berkolaborasi dengan Wali Kota Rahma dalam mewujudkan visi-misi melalui pemenuhan aspirasi dan kebutuhan warga. "Bangun sinergi yang baik dengan pemangku kepentingan terkait guna mendorong kemajuan daerah," kata Ansar Ahmad. Ansar juga berpesan bahwa tugas kepala daerah dewasa ini sangat berat, karena menjalankan roda pemerintahan di tengah kondisi pandemi COVID-19. Dia menekankan tiga tugas utama Pemerintah Daerah saat ini, antara lain pertama Pemda harus semangat dan kerja keras dalam menurunkan angka COVID-19, melalui 3 T (tracing, testing, treatment) serta penegakan protokol kesehatan di tempat dan fasilitas umum. Kedua, mendukung program vaksin COVID-19 dengan memastikan pelaksanaan vaksinasi tepat waktu dan tepat sasaran. Ketiga, pemulihan ekonomi sebagian dampak pandemi dengan menggerakkan semua sumber daya pemerintah dan stimulus melalui sektor swasta guna memulihkan ekonomi umumnya Provinsi Kepri yang minus 3,80 persen di tahun 2020, agar tumbuh positif di tahun 2021. Ansar juga berpesan khusus pada situasi COVID-19 ini, Wakil Wali Kota Tanjungpinang fokus membangun ekonomi, meningkatkan daya beli masyarakat, menciptakan lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, mengurangi kesenjangan pembangunan terutama di kawasan hinterland, mendorong industri berbasis lokal, serta pelestarian lingkungan hidup dan budaya maritim. "Terakhir, saya ingatkan bahwa pergantian kepala daerah merupakan dinamika politik. Sehingga, semua pihak harus dapat menerima pelantikan ini dan mendukung penuh tugas wali kota dan wakil wali kota dalam membangun Tanjungpinang, Kota Gurindam," demikian Ansar. (sws)
Wapres Canangkan Desa Bersih Narkoba
Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mencanangkan program Desa Bersih Narkoba (Bersinar) sebagai salah satu upaya berkesinambungan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dari Badan Narkotika Nasional (BNN). "Berkenaan dengan program berkesinambungan dalam upaya implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) P4GN, maka hari ini saya canangkan Program Desa Bersih Narkoba atau Desa Bersinar menuju Indonesia Bersih Narkoba," kata Wapres Ma’ruf saat mengikuti acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2021 secara daring dari kediaman resmi wapres di Jakarta, Senin. Program Desa Bersinar tersebut sejalan dengan prioritas pembangunan nasional terkait pembangunan yang dimulai dari desa, kata Wapres. Masyarakat desa, lanjutnya, merupakan ujung tombak dari upaya pemulihan ekonomi nasional untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). "Masyarakat desa memiliki potensi dan kekuatan besar dalam melawan narkoba secara bersama-sama," tukasnya. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan nasional tersebut, maka diperlukan desa dengan lingkungan kondusif, aman serta layak bagi masyarakat untuk beraktivitas dan berkreasi. "Terutama memenuhi kebutuhan keluarga untuk membesarkan anak-anak yang menjadi masa depan bangsa," kata Wapres. Sementara itu, Kepala BNN Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose mengatakan hingga saat ini terdapat 553 desa dan kelurahan yang bersih dari narkoba. Selain itu ada pula 14 desa di Aceh yang masuk dalam program Grand Design Alternative Development (GDAD) BNN. "BNN telah melaksanakan tugas antara lain program Desa Bersinar di 553 desa dan kelurahan serta Program GDAD 14 desa di Aceh dan 128 desa kawasan rawan narkoba," kata Petrus. Petrus juga menyebutkan tiga langkah strategis BNN dalam memerangi narkoba, yaitu soft power approach, hard power approach dan smart power approach. Pendekatan soft power merupakan aktivitas pencegahan agar masyarakat memiliki ketahanan diri dan daya tangkal terhadap penyalahgunaan narkotika, jelas Petrus. Sementara pendekatan hard power ialah dengan mengutamakan penegakan hukum secara tegas dan terukur dalam menangani sindikat narkoba. "Smart power approach yaitu penggunaan informasi di era digital dalam upaya penanggulangan," ujarnya. (sws)
KJRI Bantu Pemulangan 32 WNI Melalui PLBN Entikong
Pontianak, FNN - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching kembali memberikan bantuan pemulangan /deportasi 32 WNI dari Depo Imigrasi Semuja, Sarawak melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat, karena tidak memiliki dokumen keimigrasian sah. "Sebanyak 32 orang WNI bermasalah dari Depo Imigrasi Semuja, Sarawak, pada hari Minggu (27/6) dideportasi ke Indonesia. Mereka terdiri dari 29 orang laki- laki dan tiga orang perempuan melalui PLBN Entikong," kata Kepala KJRI Kuching Yonny Tri Prayitno saat dihubungi dari Pontianak, Senin. Yonny mengatakan, KJRI Kuching membantu dan ikut mengawasi proses pemulangan mereka melalui PLBN Entikong, Kabupate Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. "Sebelumnya kami juga dari KJRI Kuching juga membantu melengkapi dokumen perjalanan mereka dan sehari sebelumnya mereka juga melakukan proses tes usap COVID-19 yang hasilnya semua negatif," kata Yonny. Dari 32 orang warga negara Indonesia yang dideportasi itu, berasal dari berbagai daerah atau provinsi di Indonesia, seperti dari Kalbar, Sulawesi, Jawa dan NTB. Sedangkan, proses deportasi 32 orang WNI bermasalah tersebut berjalan dengan lancar, mulai dari perjalanan dari Depo Imigrasi Semuja, Sarawak hingga ke PLBN Entikong. "Di PLBN Entikong mereka diterima Satgas Pemulangan WNI/PMI dan akan dipulangkan ke daerah masing-masing setelah melalui proses penanganan pencegahan COVID-19," katanya. (sws)