ALL CATEGORY
Jaksa Agung Perintahkan Kasus Dugaan Korupsi Nurhayati Segera Tahap II
Jakarta, FNN - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengambil langkah penyelesaian penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi oleh tersangka Nurhayati, dengan meminta penyidik segera menyerahkan tersangka dan barang bukti atau tahap II, guna melindungi hak-hak tersangka sesuai hukum acara pidana. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), melalui Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, segera memberikan petunjuk dan perintah kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon. \"Jaksa Agung memerintahkan kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon untuk segera memerintahkan penyidik Polres Cirebon guna menyerahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) ke penuntut umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, mengingat kepala Kejaksaan Negeri telah mengeluarkan P21,\" kata Leonard di Jakarta, Senin, 28 Februari 2022. Setelah tahap II dilaksanakan, selanjutnya jaksa penuntut umum (JPU) akan mengambil langkah penyelesaian perkara tersebut, dengan langkah hukum tepat dan terukur, guna melindungi hak-hak tersangka sesuai hukum acara pidana. \"Setelah tahap II, selanjutnya JPU yang akan mengambil langkah penyelesaian perkara tersebut, serta mengambil langkah hukum yang tepat dan terukur untuk melindungi hak-hak tersangka sesuai hukum acara pidana,\" tambahnya. Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Agus Andrianto mengatakan Kejaksaan Agung sepakat dengan hasil gelar perkara oleh Bareskrim Polri, yang menyatakan bahwa penyidik Polres Cirebon menetapkan tersangka Nurhayati atas petunjuk jaksa penuntut umum. Hasil gelar perkara itu juga menunjukkan penyidik Polres Cirebon tidak memiliki cukup bukti dalam menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa. Kejaksaan Agung akan mengirimkan surat ke Bareskrim Polri untuk memohon perkara yang sudah P21 tersebut dihentikan penuntutannya karena tidak cukup bukti atau meminta penerbitan surat keterangan penghentian penuntutan (SKP2). \"Nanti kami akan pertimbangkan bila memang jelas akan dihentikan penuntutan untuk tahap II Nurhayati, dengan pendampingan sampai diterbitkannya SKP2-nya,\" kata Agus. Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Sumanjuntak mengatakan Kejagung perlu melakukan eksaminasi terhadap keseluruhan proses penanganan kasus tersebut. Menurut dia, eksaminasi tersebut perlu dilakukan mengingat tahapan perkara tersebut sudah P21 atau sudah dinyatakan lengkap dan proses penyidikan sudah selesai. Maka, lanjutnya, tanggung jawab terhadap perkara ini sudah di tangan penuntut umum. \"Kejaksaan wajib untuk memastikan apakah proses penanganan perkara ini termasuk alat bukti sudah dipenuhi dan telah dilakukan sesuai asas keadilan dan kebenaran,\" katanya, sebagaimana dikutip dari Antara. Dengan eksaminasi, tambahnya, kelanjutan perkara tersebut dapat segera ditentukan, dengan tujuan untuk menentukan apakah kasus tersebut layak diajukan pelimpahan ke pengadilan atau tidak sesuai dengan Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kalau tidak layak, katanya, maka jaksa akan mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan seperti diatur di Pasal 140 KUHAP. \"Inilah langkah hukum yang bisa dilakukan dalam hal perkara yang sudah P21 dalam sistem peradilan pidana yang diatur KUHAP,\" ujar Barita. (MD).
Pemkab Promosikan Produk Unggulan dalam Kongres Halal Internasional
Koba, Babel, FNN - Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, akan memanfaatkan kegiatan Kongres Halal Internasional 2022 sebagai ajang untuk mempromosikan produk unggulan yang halal dan aman secara kesehatan. \"Kita sangat mendukung Provinsi Babel sebagai tuan rumah Kongres Halal Internasional pada Maret 2022 yang akan dihadiri perwakilan dari 50 negara di dunia,\" kata Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman di Koba, Senin. Menurut dia, Kongres Halal 2022 yang diselenggarakan MUI Babel itu merupakan kesempatan yang baik bagi daerah untuk mempromosikan produk lokal yang halal dan sehat. \"Kami akan mengusulkan beberapa produk unggulan dalam kongres tersebut, termasuk industri kreatif halal di antaranya kosmetik halal, pariwisata halal, fashion halal dan beberapa produk pertanian halal,\" jelasnya. Sementara itu Ketua MUI Babel, Zayadi mengatakan kegiatan Kongres Halal Internasional 2022 juga untuk mencari masukan serta merumuskan strategi menjadikan Babel sebagai destinasi wisata halal. \"Disamping itu juga untuk memberdayakan para UKM kita dan melakukan transaksi bisnis secara go internasional terhadap produk lokal UKM kita,\" ucap Zayadi. Ia mengatakan, suatu kehormatan bagi daerah ditunjuk sebagai tuan rumah Kongres Halal 2022 karena banyak tamu dari berbagai negara yang akan hadir. \"Setidaknya ini memiliki efek yang sangat luas, tidak hanya untuk produk unggulan tetap juga potensi lainnya yang ada di daerah,\" katanya. (mth)
Situs Sekaran Malang Bakal Dimanfaatkan untuk Wisata dan Edukasi
Malang, FNN - Keberadaan situs Sekaran yang terletak di Desa Sekarpuro, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang ditemukan pada Maret 2019, rencananya dimanfaatkan sebagai salah satu destinasi wisata dan edukasi.Pamong Budaya Ahli Muda Museum Singhasari Disparbud Kabupaten Malang Yossi Indra Herdyanto di Kabupaten Malang, Senin, mengatakan keberadaan situs itu diharapkan tidak hanya dimanfaatkan untuk tujuan wisata semata, namun juga untuk edukasi bagi masyarakat.\"Nantinya bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk wisata, tapi lebih ke arah edukasi,\" kata Yossi.Yossi menjelaskan situs yang ditemukan pada kilometer 37 Tol Pandaan-Malang Seksi V tersebut, secara periodik terus dipantau kondisinya baik oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang maupun oleh aparat pemerintah desa setempat.Menurut Yossi, saat ini Pemerintah Kabupaten Malang tengah melakukan koordinasi dengan sejumlah perguruan tinggi yang ada di wilayah Malang Raya, untuk menjadikan situs Sekaran sebagai laboratorium arkeologi bagi para mahasiswa.\"Kami akan bahas dengan bebebrapa perguruan tinggi, sehingga situs Sekaran nantinya dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium arkeologi,\" ujarnya.Selain itu, lanjutnya, Pemerintah Desa Sekarpuro pada 2022 telah menyiapkan sejumlah rencana untuk pemanfaatan situs Sekaran. Pembangunan akses jalan ke area situs mulai dibangun dan juga disiapkan sebuah kafe untuk menarik minat wisatawan.\"Kami juga sudah berkoordinasi dengan perangkat desa setempat. Tahun ini, menurut kepala desa akan dibuat jalur ke situs dan kafe sawah,\" katanya.Ia menambahkan situs Sekaran saat ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Malang Nomor 188.45/592/KEP/35.07.013/2021 tentang Status Cagar Budaya di Kabupaten Malang.Dalam upaya untuk menjaga salah satu peninggalan yang diduga berasal dari era pra-Majapahit di wilayah Kabupaten Malang tersebut, ia meminta peran serta pemerintah desa termasuk masyarakat setempat untuk bisa diperkuat.\"Kami juga memerlukan partisipasi masyarakat setempat untuk menjaga juga,\" ujarnya.Penemuan Situs Sekaran tersebut ditemukan Maret 2019, dan sempat menghentikan proses pembangunan Tol Pandaan-Malang Seksi V, yang menghubungkan antara Pakis Kabupaten Malang dengan wilayah Kota Malang.Pada saat pembangunan tol tersebut, para pekerja menemukan susunan batu bata merah, yang memiliki dimensi berbeda dari batu bata pada umumnya. Batu bata tersebut, memiliki dimensi panjang mulai 22,5-38 centimeter dan lebar berkisar 19,5-24,5 centimeter.Batu bata yang ditemukan di Dusun Sekaran, Desa Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang pada ruas tol Malang-Pandaan, tepatnya pada kilometer 37 tersebut, diduga merupakan bagian dari bangunan permukiman yang berasal dari era pra-Majapahit.Selain berupa tumpukan batu bata, BPCB Jawa Timur juga menemukan temuan leas berupa fragmen porselen dan mata uang asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang berasal dari masa Dinasti Song pada abad X hingga XIV. (mth)
Bersama Rakyat, PDIP-PKS Tolak Pemilu Diundur
Kalau PKS sebagai oposisi, wajar jika menolak. Tapi yang juga layak diapresiasi adalah PDIP. PDIP adalah partai pengusung utama pemerintah, tapi ikut juga menolaknya. Hasil keputusan rapat PDIP, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menolak dengan tegas pemilu diundur. Alasannya, itu inkonstitusional. Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa WAJAR jika PDIP dan PKS punya pendukung militan. Sebab, kedua partai ini memiliki pendirian kuat ketika membuat keputusan. Dua periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, PDIP jadi oposisi. Gak noleh kanan kiri. Konsisten menegaskan posisinya sebagai oposisi sampai SBY selesai periodenya (2004-2014). Begitu juga dengan PKS, dua periode juga menjadi oposisi di era Presiden Jokowi. Meski sekutunya yaitu Gerindra telah berpaling dan meninggalkannya, PKS kekeuh dalam posisinya sebagai oposisi. Berbagai bujuk rayu dan tawaran posisi, PKS tetapi memilih jalurnya sebagai oposisi. Karena konsistensinya dalam sikap politik, kedua partai ini berhasil merawat kesetiaan para pendukungnya. Secara umum, para pemilih PDIP dan PKS itu militan dan die hard. Saat ini, nyaris hanya dua partai ini yang tetap konsisten menolak penundaan pemilu. PKS, sesuai dengan posisinya sebagai oposisi, punya sikap tegas: menolak pemilu diundur. Apapun alasannya, konstitusi harus dipatuhi yaitu pemilu lima tahun sekali. Ini perintah UUD 1945 (Pasal 22E). Juga disebutkan bahwa presiden hanya menjabat maksimal dua kali (pasal 7 UUD 1945). Diatur pula dalam UU Pemilu No 7 tahun 2017. Apalagi, jadual pemilu sudah ditetapkan oleh tiga lembaga/institusi yaitu DPR, Mendagri dan KPU. Jangan mencla-mencle dan menelan ludah sendiri, kira-kira itu yang dituntut oleh rakyat. Satu kata satu perbuatan. Kalau PKS sebagai oposisi, wajar jika menolak. Tapi yang juga layak diapresiasi adalah PDIP. PDIP adalah partai pengusung utama pemerintah, tapi ikut juga menolaknya. Hasil keputusan rapat PDIP, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menolak dengan tegas pemilu diundur. Alasannya, itu inkonstitusional. Kita tahu, Megawati adalah seorang ketua umum partai yang sangat teguh terhadap konstitusi. Megawati adalah tipe ketum yang punya prinsip. Komitmen konstitusionalnya dalam sejumlah kasus layak diacungkan jempol. Set back ke awal reformasi, di masa presiden Megawati-lah pemilu langsung diselenggarakan. KPK juga lahir di era Megawati. Ini adalah bagian dari jasa Megawati terhadap bangsa ini. Sejarah tak bisa berpaling dari fakta ini. Seandainya 2004 pemilu diselenggaran secara tidak langsung atau dipilih oleh MPR, kemungkinan Megawati akan jadi presiden lagi. Kekuatan incumben memainkan peran besar dan menentukan. Tapi, itu tidak dilakukan oleh Megawati. Jika dua periode PDIP menang pemilu di bawah ketum Megawati, tentu bisa dijelaskan rasionalitasnya. Selain coattail effect dari Presiden Jokowi, faktor ketegasan dan konsistensi Megawati sangat berperan. Terhadap dirinya sendiri, Megawati konsisten untuk menyelenggarakan pemilu sesuai konstitusi, apalagi untuk para kedernya. Ibu satu ini dikenal cukup memiliki komitmen terhadap konstitusi. Kecil kemungkinan komitmennya dikorbankan yang hanya akan menodai track record dan sejarah hidupnya. Langkah PDIP dan PKS menolak pemilu diundur nampaknya akan diikuti oleh partai Nasdem, PPP dan Demokrat. Entah Gerindra, belum tahu kemana arahnya. Tersisa tiga partai yaitu PKB, Golkar dan PAN. Bagi PKB, main-main dengan narasi seperti ini bukan persoalan serius. Konstituen PKB cukup solit dan gak mudah berubah oleh isu apapun. Sementara PAN dan Golkar, keduanya harus berhadapan dengan konstituen yang nampaknya makin kecewa. Muhammadiyah, melalui Sekjennya, Abdul Mu\'ti. menolak tegas pemilu diundur. Ini akan jadi bumerang buat PAN mengingat konstituen PAN mayoritas adalah warga Muhammadiyah. Apalagi, PAN sedang bersaing dengan partai Umat yang dipimpin mantan ketum Muhammadiyah Amien Rais. Bisa runyam. Intinya, PDIP dan PKS, mungkin juga diikuti oleh Nasdem, PPP dan Demokrat, telah mendapatkan dukungan dari Muhammadiyah dan rakyat secara luas untuk tetap konsisten terhadap konstitusi dan menolak pemilu diundur. Wonosobo, 27 Pebruari 2022. (*)
Oligarki dan Konspirasi Kejahatan Konstitusi
Betapa luar biasa hebatnya rezim ini. Tidak punya malu dan merasa tidak berdosa menjalankan pola pemerintahan yang machiavellis. Setelah sukses menghancurkan sistem dan melakukan kejahatan negara yang menimbulkan kesengsaraan hidup rakyat, begitu berani dan percaya diri, mengupayakan penundaan pemilu 2024. Sebuah akal-akalan konspirasi kejahatan konstitusi yang ingin melanggengkan kekuasaan oligarki. Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI DALAM beberapa dekade panjang menguasai kekayaan sumber daya alam. Mengatur dan memerintah birokrasi dengan kebijakan ekonomi, politik dan hukum. Oligarki kini semakin berjaya dengan mengebiri konstitusi. Syahwat menunda Pemilu 2024 merupakan rencana konspirasi kejahatan konstitusi sebagai upaya melanggengkan puncak kekuasaan oligarki di negeri demokrasi buta tuli, lagi tirani ini. Demokrasi kapitalistik yang transaksional, yang dibajak segelintir kepentingan sebagai alat legitimasi rezim dan kekuasaan oligarki. Indonesia semakin menjadi negara dengan prototipe tanpa bentuk dan barbar dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Selain maraknya korupsi bergerombol, utang berlimpah, perilaku dan kebijakan rezim sudah tebal muka, tidak manusiawi, beringas dan menindas rakyat. Di tengah situasi dan kondisi terancam kebangkrutan nasional dan cenderung menjadi negara gagal. Rezim di bawah kendali oligarki terus membangun wacana dan melakukan gerilya penundaan pemilu 2024. Sebuah manuver politik biadab dengan jurus mabuk yang membahayakan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain bertentangan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya itu telah mengangkangi UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 7 Tahun 2017. Adanya pemikiran dan hasrat menunda pemilu 2024 atau dengan kata lain memperpanjang masa jabatan presiden, bukan hanya sebagai upaya yang melanggengkan kekuasaan oligarki beserta ternak-ternaknya berupa birokrat dan politisi hipokrit. Lebih dari itu merupakan upaya konspirasi kejahatan konstitusi. Di mana seluruh rakyat tahu dan menyadari persekongkolan jahat tersebut akan diwujudkan dengan cara apapun. Terlebih lagi ketika semua instrumen kenegaraan seperti institusi pemerintahan, partai politik dan kekuatan stage holder termasuk media mainstream dan sebagian besar organisasi kemasyarakatan dan keagamaan telah menjadi sub-koordinat kekuasaan oligarki. Menjadi semakin lengkap kebobrokan rezim dan penyelenggaraan negara, jika saja sampai terjadi penundaan pemilu 2024. Meskipun saat ini masih menimbulkan polemik dan ada beberapa partai politik yang menolaknya. Rakyat tetap pesimis dan skeptis. Sesuatu yang biasa dimainkan, sebagai bagian dari dramatisasi dan bagian dari tawar-menawar politik yang membungkus uang dan jabatan. Birokrasi dan para politisi terlanjur dicap sebagai bromocorah dan bajingan kekuasaan. Seolah-olah mewakili dan memperjuangkan kepentingan rakyat, ujung-ujungnya menanggok harta dan jabatan sebagai bayaran menghianati negara bangsa. Dengan demikian, gencarnya mengupayakan guna menggolkan amandemen terbatas guna memuluskan penundaan pemilu 2024 dengan pelbagai cara termasuk membeli partai politik di parlemen. Tanpa disadari rakyat menjadi terobosan \"blessing in the sky\" dari rezim untuk menutupi kegaggalan dan dampak kehancuran negara bagi rakyat, tapi menguntungkan oligarki. Sesungguhnya, berpikir dan membayangkan penundaan pemilu saja, telah menjadi sesuatu yang haram jadah di mata rakyat Indonesia dan amabat konstitusi. Apalagi memperpanjang jabatan presiden yang buruk ini. Rencana konspirasi kejahatan konstitusi itu, bukan saja membuat rakyat muak terhadap distorsi penyelenggaran negara yang telah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat selama ini. Lebih dari sekedar bertentangan dengan konstitusi, menuda pemilu 2024 itu menjadi konspirasi kejahatan konstitusi yang bisa jadi menimbulkan kejahatan peradaban manusia lainnya di negeri ini. Berpotensi akan membawa negara lebih dalam lagi ke jurang kehancuran, mengubur Pancasila, UUD 1945 dan NKRI karena rezim pemerintahan yang paling buruk dan bengis dalam sejarah republik berdiri. Sebuah kedok dan siasat rezim untuk semakin lama berkuasa mewakili kepentingan oligarki, dan penderitaan rakyat yang panjang dan tak terkira. Jadi, alangkah tak pantasnya bicara tentang penundaan pemilu 2024. Lebih layak dan beretika adalah presiden mundur dari jabatannya karena gagal memimpin negara. Pilpres 2024 yang dimajukan, dan presiden yang dimundurkan dari jabatannya. Mundur secepatnya dan sekarang juga. Presiden Mundur Kepura-puraan adalah sifat kuat pada rezim ini. Selain pencitraan yang berujung kebohongan, seolah baik dan berhasil, terus dibuat menutupi tindakan buruk dan keji rezim yang ada di bawah ketiak oligarki yang terlihat percaya diri meski tanpa nurani. Survei pendapat publik terus direkayasa. Bagaikan memesan barang apa pun yang dimaui, semuanya bisa dibeli yang penting ada uang berlimpah. Uang berlimpah untuk nafsu kekuasaan, namun cekak untuk membangun negara. Tanpa menggunakan akal sehat dan merasa bersalah, survei diadakan mengumbar tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap kinerja rezim, sementara kegagalan pembangunan di segala lini dan penderitaan hidup rakyat tersebar di mana-mana. BuzzerRp, para penjilat, dan pengemis kekuasaan, selalu beramai-ramai mengumandangkan paduan suara kepalsuan. Hingar bingar dan kebisingan memuja-muji rezim, dilakukan sebisanya untuk menghilangkan KKN dan kejahatan negara lainnya yang begitu nyata dan telanjang. Sementara para birokrat, politisi dan kebanyakan intelektual serta tokoh keagamaan berangsur-angsur berubah menjadi ternak-ternak oligarki. Bersuara hanya demi uang dan jabatan, atau setidaknya mereka diam mengamankan kepentingannya. Kini saat strategi sihir massal survey lembaga konsultan publik yang penuh kepalsuan dan menjadi corong penguasa, semakin memenuhi ruang publik. Rencana busuk menunda pemilu 2024 yang otomatis memperpanjang masa jabatan presiden mulai digelar, dan strategi konspirasi kejahatan konstitusi mulai dijalankan sebagaimana UU Omnibus Law dan IKN sudah berhasil diwujudkan. Sepertinya seluruh rakyat Indonesia bodoh permanen dan layaknya kerbau yang dicocok hidungnya seperti pejabat yang menjadi ternak oligarki. Tanpa kesadaran kritis dan tanpa perlawanan berarti, rakyat hanya harus tunduk dan pasrah menerima kebohongan dan penindasan rezim. Di mata rezim, rakyat hanyalah mainan politik dan korban ambisi nafsu kekuasaan semata. Pada akhirnya, rakyat harus memilih bangkit melawan atau diam tertindas. Menghentikan semua kepura-puraan dan kebohongan publik selama ini. Termasuk menyikapi dengan tegas dan berani soal kebijakan menunda pemilu 2024. Sembari bersikap lantang dan tanpa tedeng aling-aling, bahwasanya memajukan pemilu 2024 dan menuntut mundur presiden sekarang juga, itu lebih tepat bagi keselamatan dan kelangsungan negara dan bangsa Indonesia. (*)
Analisis Tiga Jalan yang Akan Menjerumuskan Masa Depan Bangsa Indonesia
Catatan Tanggapan untuk Tulisan Saudara Yusril Ihza Mahendra Hari ini, semestinya Saudara Yusril memberikan masukan seperti itu, yakni memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk mengundurkan diri dan lebih bagus kalau sekaligus menyiapkan redaksi pidatonya. Oleh: Eggi Sudjana Sukarna, Aktivis dan Advokat Senior KEINGINAN Tiga Ketua Umum Partai Politik (PAN, PKB dan Golkar) untuk menunda Pemilu 2024 secara politik motifnya mudah terbaca: yakni untuk mempertahankan kekuasaan. Menunda pelaksanaan Pemilu, berarti memperpanjang kekuasaan. Jika pemilu ditunda hingga 2026, maka otomatis ada tambahan kekuasaan selama 2 (dua) tahun. Karena Pemilu 2024 dilakukan serentak, yakni untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, seluruh anggota DPR RI, DPD RI dan DPRD, maka wacana menunda Pemilu otomatis akan menguntungkan Presiden dan Wapres serta seluruh anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD RI. Jadi, mereka semua diuntungkan, karena mendapat tambahan kekuasaan selama dua tahun, tanpa perlu berjuang dan keluar modal untuk bertarung dalam proses election. Wacana ini, tentu saja tak lepas dari \'kehendak Jokowi\' yang disuarakan melalui sejumlah lembaga survei agar dapat melanjutkan kekuasaannya hingga tiga periode jabatannya atau setidak-tidaknya diperpanjang masa jabatannya hingga 2026. Maka, dibuatlah alasan-alasan klasik yang tidak logis. Walaupun publik juga tahu, di balik wacana ini ada kehendak oligarki para Taipan. Alasan penundaan dari soal situasi perekonomian negara sedang sulit, utang menggunung, juga biaya Pemilu hingga kini belum dianggarkan. Sumbernya juga belum jelas dari mana. Pandemi Covid-19 yang dikambinghitamkan, hingga soal rakyat yang diklaim masih menghendaki Jokowi menjadi Presiden lagi, semuanya tak logis dan tak relevan. Kehendak Jokowi untuk terus berkuasa itu lumrah, karena politik dan kekuasaan itu candu. Politik itu tentu saja berkaitan dengan upaya memperoleh kekuasaan dan terus mempertahankannya. Begitu, kurang lebih definisi politik yang diutarakan Meriam Budihardjo. Wacana Pemilu ditunda, dapat dipahami sebagai bentuk \'suap\' Jokowi pada partai politik dan DPR, agar jabatannya sebagai Presiden bisa diperpanjang, karena otomatis juga memperpanjang jabatan legislator di DPR dan senat di DPD. Siapapun anggota DPR, DPD hingga DPRD, tentu akan menyambut baik wacana ini. Mereka, jelas ikut diuntungkan, mendapat berkat kekuasaan dari wacana pengunduran Pemilu. Yang mengherankan adalah wacana yang digulirkan oleh Saudara Yusril Ihza Mahendra. Yusril justru menyiapkan sandaran legitimasi untuk menunda Pemilu, melalui tiga model: Pertama, melalui proses Amandemen UUD 45; Kedua, Presiden mengeluarkan Dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner; dan Ketiga, Menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara. Selanjutnya, menurut Yusril, dari tiga model jalan untuk menunda Pemilu, dasar yang paling kuat untuk memberikan legitimasi pada penundaan Pemilu dan sebagai konsekuensinya adalah perpanjangan sementara masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD dan DPRD adalah dengan cara melakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 45. Dari tiga model itulah, saya justru memandang pandangan Saudara Yusril ini justru berpotensi menjerumuskan bangsa Indonesia. Kesimpulan ini, dapat dipahami melalui beberapa hal, diantaranya: Pertama, jika alasan penundaan Pemilu adalah karena situasi perekonomian negara sedang sulit, utang menggunung, maka sesungguhnya kondisi ini mengkonfirmasi kegagalan rezim Jokowi memimpin bangsa ini. Di sisi lain \"merasa punya uang banyak dengan program pindah Ibu Kota\" tapi kok pemilu yang biayanya lebih sedikit dari pindah ibu kota dibilang kurang uang nya? Kemudian, berlarut-larutnya pandemi dengan berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat, justru harus dijadikan dasar untuk mengevaluasi kinerja Presiden Jokowi lebih cepat, bukan malah menambah masa jabatan dengan modus menunda Pemilu. Yang dibutuhkan justru Presiden harus segera dievaluasi, atau secara konstitusional harus dimakzulkan karena gagal menjalankan konstitusi. Atau jika Presiden Jokowi memiliki keinsyafan, semestinya Jokowi didorong untuk mengundurkan diri. Memaksa mempertahankan Jokowi sebagai Presiden dan apalagi hendak menambah masa kekuasaannya dengan modus menunda Pemilu, sama saja akan menjerumuskan bangsa Indonesia dalam problem yang lebih dalam. Situasi perekonomian negara akan semakin sulit, utang akan semakin menggunung, dan rakyat sudah pasti akan tambah sengsara dan menderita. Kedua, soal pandemi yang dijadikan dalih untuk menunda Pemilu tidak konsisten dengan tetap dilaksanakannya Pilkada pada saat Gibran dan Boby, anak dan mantu Presiden Jokowi ikut Pilkada. Saat itu, tingkat infeksi Covid 19 sedang tinggi, lembaga ormas NU dan Muhammadiyah meminta Pilkada ditunda, tapi faktanya Pilkada tidak ditunda. Pilkada tetap saja dilanjutkan, sejumlah protokol kesehatan dilanggar, dan akhirnya menghasilkan Bobby menjadi Walikota Medan dan Gibran menjadi walikota Solo. Melalui preseden ini, apakah rakyat dapat percaya penundaan Pemilu 2024 karena pandemi sementara Pilkada tetap dilanjutkan meskipun di tengah pandemi ? Ketiga, sejumlah kinerja buruk pemerintahan bukan saja tanggung jawab Jokowi, tetapi juga dukungan dan andil partai koalisi pendukung Jokowi. Ketika rakyat melihat kegagalan pemerintahan, maka rakyat tidak saja akan mengevaluasi Jokowi melainkan juga akan mengevaluasi kinerja partai koalisi. Ide memundurkan Pemilu sama saja memenggal aspirasi rakyat yang ingin mengoreksi kekuasaan melalui proses politik lima tahunan. Motifnya jadi terbaca, bukan untuk dan atas nama rakyat melainkan untuk melanggengkan kekuasaan Jokowi dan partai pendukungnya. Ide menunda Pemilu juga dapat dipahami sebagai upaya partai koalisi membangun bungker kekuasaan dari potensi berkurang bahkan merosotnya suara, jika tetap dilaksanakan Pemilu. Partai pendukung Jokowi, tentu tidak mendapat keuntungan elektabilitas dari kegagalan Jokowi. Sebenarnya, saya lebih angkat topi jika Saudara Yusril Ihza Mahendra, misalnya membantu Presiden Jokowi menyiapkan pidato pengunduran dirinya dengan redaksi \'menyatakan berhenti\', sebagaimana Yusril pernah menyiapkan pidato pengunduran diri Presiden Soeharto. Kita semua mengakui, Yusril memiliki peran penting dan strategis dalam menyelamatkan bangsa Indonesia dari resiko kekacauan, dengan jalan memberikan masukan, bahkan menyiapkan naskah pidato pengunduran diri Presiden Soeharto kala itu. Hari ini, semestinya Saudara Yusril memberikan masukan seperti itu, yakni memberikan masukan kepada Presiden Jokowi untuk mengundurkan diri dan lebih bagus kalau sekaligus menyiapkan redaksi pidatonya. Pengunduran diri Jokowi, diyakini akan memberikan harapan bagi masa depan bangsa Indonesia, ketimbang memperpanjang masa jabatannya dengan modus menunda Pemilu. Tiga opsi mekanisme ketatanegaraan untuk menunda Pemilu yang disampaikan saudara Yusril, justru akan menjadi jalan bagi masa depan Indonesia yang tidak jelas. Hari ini semua lini kehidupan rusak, bangsa terbelah, ekonomi ambruk, utang menggunung, bahkan dalam suatu diskusi Yusril pernah menyatakan problemnya karena Presiden goblok. Memberikan legitimasi untuk menunda Pemilu 2024 khususnya dengan memilihkan mekanisme amandemen, saya kira adalah bentuk andil Yusril menggiring masa depan Indonesia dalam situasi yang bermasalah. Dalam konteks itulah, saya kira segala wacana penambahan kekuasaan Jokowi dengan modus apapun, termasuk dengan menunda Pemilu 2024 harus dihentikan. Sebaliknya, bangsa Indonesia harus konsisten dengan rumusan konstitusi yang telah disepakati para pendahulu bangsa. Jangan utak-atik konstitusi, dengan motif ingin mempertahankan kekuasaan. Dahulu, HTI dicabut BHP-nya hanya karena dituduh akan mengganti atau mengubah Pancasila dan UUD 1945. Sementara sekarang ini, politisi baik partai maupun DPR mau seenaknya mengubah UUD 1945, hanya untuk melegitimasi perpanjangan kekuasaan Jokowi. Saya kira, rakyat Indonesia tidak ridlo dengan tindakan ini dan justru akan datangkan Azab yang pedih serta mengerikan bagi Indonesia (Lihat Q.S . Surat ke (6) Al An Aam Ayat nya 65). (*)
Sepertinya Memang Ada Isu Besar yang Berusaha “Ditutupi”
Yang menarik dari ketiga isu di atas adalah mengapa muncul dalam waktu yang nyaris bersamaan? Adakah hal ini untuk menutupi dan mengalihkan perhatian dari isu besar lainnya? Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN ADA yang menarik dari rentetan isu pada pekan lalu. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima gugatan presidential threshold 20 persen yang diajukan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Sebelumnya, MK tidak menerima gugatan Ferry Yuliantono dengan alasan pemohon tidak memiliki legal standing atau hak hukum untuk menggugat aturan itu. “Menyatakan tidak menerima permohonan pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang terbuka yang disiarkan kanal YouTube MK, Kamis (23/2/2022). Sebagai informasi, MK memutuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu adalah konstitusional. MK menilai, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan judicial review (JR) terhadap ketentuan ini. Karena itu, pokok permohonan dari para pemohon tidak dipertimbangkan. Pemohon itu termasuk juga sejumlah politisi di DPD dan warga sipil. Adapun nomor perkara Gatot Nurmantyo yang ditolak MM adalah nomor 70/PUU-XIX/2021. Sementara itu, untuk Ferry Joko F Yuliantono dengan nomor perkara 66/PUU-XIX/2021. Selain mereka ada anggota DPD RI Fahira Idris, Edwin Pratama Putra, dan Tamsil Linrung dengan nomor perkara 6/PUU-XX/2022. Kemudian, juga permohonan Ikhwan Mansyur Situmeang nomor 7/PUU-XX/2022, Lieus Sungkharisma dengan nomor perkara 5/PUU-XX/2022, serta anggota DPD RI, Bustami Zainudin dan Fachrul Razi dengan nomor perkara 68/PUU-XIX/2021 yang juga ditolak oleh MK. MK beralasan, pemegang legal standing dalam pasal yang dimaksud adalah partai politik (parpol). Pasal yang dimaksud ini yaitu Pasal 222 UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi:“Paslon diusulkan oleh Parpol atau Gabungan Parpol Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”Putusan MK itu tidak bulat. Ada empat hakim MK menyatakan pemohon memiliki legal standing, yaitu Manahan Sitompul, Saldi Isra, Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.Sebelumnya, dalam sidang di MK, Gatot menyatakan menolak aturan itu.“Berdasarkan hasil analisis, hasil renungan, kami berkesimpulan, Yang Mulia, ini adalah sangat berbahaya karena presidential threshold 20% adalah bentuk kudeta terselubung terhadap negara demokrasi, menjadi partaikrasi melalui berbagai rekayasa undang-undang,” kata Gatot.“Dan ini benar-benar sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan,” sambung Gatot menegaskan. Kuasa hukum Gatot Nurmantyo, Refly Harun menilai PT bisa memunculkan capres tunggal.“Kami lihat misalnya soal fakta politik hari ini, dominasi dari kekuatan yang hari ini berkuasa, itu sudah mencapai hampir 82% kalau kursi, dengan kurang-lebih 84% kalau basisnya adalah suara,” ujar Refly Harun. Dan, “Berdasarkan ketentuan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, maka bukan tidak dimungkinkan bisa adanya calon tunggal. Karena dikatakan bahwa tahapan akan diteruskan kalau memang tetap ada calon tunggal,” lanjut Refly Harun. “Jadi itu yang kami khawatirkan dan ini potensial melanggar prinsip bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menganut to around system,” tambahnya. Penolakan atas gugatan mantan Panglima TNI ini disambut langsung oleh PKB yang serius mengajak Gatot Nurmantyo bergabung menjadi kader di partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu. Wasekjen PKB Luqman Hakim mengatakan, ajakan pada Gatot merupakan niat yang seketika muncul setelah MK tidak menerima gugatan yang ingin menghilangkan ambang batas pencalonan presiden itu. “Ajakan gabung ke PKB kepada Jenderal Gatot Nurmantyo merupakan niat yang muncul seketika ketika kemarin MK memutuskan menolak gugatan Pak Jenderal Gatot dan kawan-kawan atas norma presidensial threshold,\" ujar dia saat dihubungi, Jumat, 25 Februari 2022. Gayung bersambut, tiba-tiba Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya bakal meneruskan aspirasi soal perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga 2027 atau 2028. Airlangga mengaku, aspirasi ini muncul setelah ia berkomunikasi dengan petani sawit di Siak, Pekanbaru pada Kami (24/2/2022). Menurutnya, dalam sesi tanya jawab, Airlangga mengatakan para petani di Kampung Libo Jaya, Kandis, Siak menyatakan ingin adanya keberlanjutan pemerintahan di bawah Presiden Jokowi. Sebab, mereka merasa kebijakan Jokowi yang telah meningkatkan harkat hidup petani sawit. Menurut Airlangga, aspirasinya sudah ditangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan. “Tentu permintaan ini, yang menjawab bukan Menko, karena Menko tadi menjawab urusan sawit,” kata Airlangga dalam keterangannya, pada Kamis (24/2 , 24 Februari 2022. Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan bakal menyampaikan aspirasi tersebut ke tingkat DPR dan bakal membahasnya bersama ketua umum partai politik lainnya. Selain mengaku menerima aspirasi agar ada perpanjangan masa jabatan, Airlangga mengatakan ada petani yang meminta agar Jokowi menjabat tiga periode. “Ini berkat kepemimpinan Bapak Presiden. Ini kita sebagai parpol tentu kita akan dengarkan aspirasi tersebut dan sekali lagi akan kami komunikasikan bahwa keberhasilan ini dirasakan masyarakat dan masyarakat beraspirasi,\" kata Airlangga. Sebelumnya, Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar mengusulkan supaya Pemilu 2024 ditunda selama satu atau dua tahun. Wakil Ketua DPR itu menyebut usulan terlintas olehnya usai menerima pelaku usaha mikro, pengusaha dan para analis ekonomi dari berbagai perbankan di Ruang Delegasi DPR, Nusantara III, Jakarta, Rabu, 23 Februari 2022. “Saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun. Usulan ini nanti akan saya sampaikan ke pimpinan-pimpinan partai dan presiden,” ujar Muhaimin lewat keterangan tertulis, Rabu, 23 Februari 2022. Tapi, usulan Muhaimin ini mendapat penolakan dari PKS dan Demokrat partai oposisi seperti PKS dan Demokrat. Bahkan, PDIP selaku pengusung Jokowi juga menolak usulan tersebut. Mereka khawatir perpanjangan masa jabatan bakal menimbulkan instabilitas iklim politik di Indonesia. Dalam waktu yang nyaris bersamaan dengan putusan MK itu, Puspomad menghentikan penyelidikan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman terkait pernyataan ‘tuhan bukan orang Arab’. Hal itu berdasarkan penyelidikan yang dilakukan tim penyelidik Puspomad pada 9-22 Februari 2022. Jenderal Dudung sebelumnya dilaporkan oleh Koalisi Ulama, Habaib dan Pengacara Anti Penodaan Agama (KUHAP APA) ke Puspomad atas dugaan penodaan agama dan penyebaran berita bohong. Namun menurut Kepala Penerangan Puspomad Agus Subur Mudjiono berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli dan alat bukti, dugaan tindak pidana tersebut tidak terpenuhi. “Berdasarkan keterangan saksi-saksi, alat bukti dan keterangan dari ahli, Puspom resmi menghentikan kasus dugaan tindak pidana penistaan agama yang dilakukan KSAD atas laporan pengaduan Ahmad Syahrudin tentang pernyataan Jenderal TNI Dudung Abdurachman dalam video di podcast YouTube Deddy Corbuzier pada 30 Desember 2021 lalu, dalam wawancara berdurasi 1:09:31, karena tidak memenuhi unsur perbuatan tindak pidana seperti yang dilaporkan, sehingga tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan,” kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2). Adapun ahli yang dimintai keterangan dalam kasus ini ialah ahli hukum pidana dari Universitas Airlangga Surabaya, ahli ITE dari Kemkominfo serta dua orang ahli Bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia (UI). Menurutnya, ahli hukum pidana menyatakan pernyataan Jenderal Dudung dalam video yang dipublikasikan di podcast Youtube Deddy Corbuzier, tidak memenuhi unsur subyektif dan obyektif sebagaimana dimaksud. Pasal 156 KUHP, Pasal 156a KUHP, Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Diskriminasi Ras dan Etnis,serta Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 dan 28 ayat (2) Jo. Pasal 45 a ayat (2) UU ITE. Melansir Kumparan.com, Rabu (23/2/2022), begitu juga hasil keterangan ahli hukum ITE, mengatakan, pernyataan Dudung tidak mengandung unsur tindak pidana yang disangkakan. “Demikian juga keterangan ahli Bahasa Indonesia, yang menyatakan bahwa pernyataan tersebut tidak bermakna mensejajarkan Tuhan dengan manusia atau makhluknya dan tidak mengandung muatan penodaan agama yang disangkakan pelapor Ahmad Syahrudin. Oleh karena itu telah dikeluarkan SP2 Lidik (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan),” tegas Agus. Yang menarik dari ketiga isu di atas adalah mengapa muncul dalam waktu yang nyaris bersamaan? Adakah hal ini untuk menutupi dan mengalihkan perhatian dari isu besar lainnya? Sebut saja: Ibu Kota Negara (IKN) yang melanggar konstitusi (UU Nomor 10 Tahun 1964); Laporan Ubedilah Badrun atas dua putra Presiden Jokowi ke KPK; Kasus Tanah Wadas Purworejo. Atau, ada isu besar lainnya yang hingga kini masih tertutup dan belum ada yang berani buka? (*)
Rumah M. Natsir di Alahan Panjang Cagar Budaya
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan (Foto atas, Bung Karno dan Natsir di resepsi pembukaan Kongres Masyumi 1954 di Surabaya). Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan pemerintah Kabupaten Solok mufakat rumah eks Perdana Menteri dan pemrakarsa mosi integral di DPR yang ubah RIS jadi negara kesatuan M. Natsir menjadi cagar budaya. Peresmian akan dihadiri undangan dalam dan luar negeri, terutama dari Malaysia (madrasahabi.umi.com) Lho? Natsir \'kan ikut PRRI. Benar. Kepada saya Natsir katakan bahwa dia menolak ide perpecahan. Apa pun harus dalam rangka persatuan Indonesia. Karena itu muncul kata Republik Persatuan Indonesia mengganti PRRI. Tidak ada tokoh Masyumi yang menyangka Presiden Sukarno mau berhadir di Kongres Masyumi tahun 1954 di Surabaya. Nyatanya Bung Karno berhadir menyampaikan pidato pembukaan. Kedua tokoh ini, BK dan Natsir, memang tidak seharusnya berpisah. Tiga tokoh Masyumi jadi Perdana Menteri: Natsir, Sukiman, dan Burhanudin Harahap, karena persetujan Presiden Sukarno. Setelah pemilu 1955 semua berjalan begitu cepat sehingga tahun 1959. Power game sudah sangat sulit untuk dimengerti. Tampaknya game players juga dari mana2. Dari gesture kedua tokoh dalam photo di atas tampaknya hubungan mereka baik2 saja. Ber-kali2 saya berbicara dengan Pak Natsir, tak pernah sekali pun Pak Natsir bicara negatif tentang BK. Peresmian rumah Alahan Panjang yang direncanakan dalam waktu dekat akan diawali dengan acara skala Nasional Dewan Da\'wah Islamyah Indonesia yang didirikan Pak Natsir lebih 50 tahun lalu. Kalau pun ada yang harus diiri-hatikan, dari kedua tokoh dalam photo di atas, dengan kekurangannya, sampai sekarang mereka masih dibincangkan orang. (*)
Guntur Romli Oh Guntur Romli
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan KADER PSI Guntur Romli membela Yaqut. Bahwa Surat Edaran No. 05 tahun 2022 sudah tepat katanya. Okelah itu pendapatnya, akan tetapi pandangan soal azan kok dangkal sekali. Menurutnya azan tidak perlu keras karena azan itu memanggil Allah. Memanggil Allah tidak perlu keras-keras karena Allah itu dekat. Lebih dekat dari urat leher. Azan itu bukan memanggil Allah, bung Romli. Azan itu memanggil hamba Allah untuk melaksanakan shalat. Supaya panggilan terdengar hingga tempat yang jauh, maka diperlukan pengeras suara. Masa yang begini saja Guntur Romli kagak ngerti. Takbir dan kalimah syahadat merupakan peneguhan keyakinan dan komitmen kemusliman. \"Hayya \'alash sholah\" Ayolah shalat. Nah kan panggilan kepada umat agar segera menunaikan ibadah shalat. Begitu juga \"Hayya \'alal falah\" panggilan agar mendapat kebahagiaan melalui ibadah shalat. Bukan Allah yang dipanggil untuk shalat dan mendapat kebahagiaan. Panggilan keras itu penting baik dengan menggunakan pengeras suara ataupun tidak. Dalam kesejarahannya azan yang sebagaimana biasa kita dengarkan adalah pilihan Rosulullah SAW. Ketika membahas bagaimana cara memanggil umat untuk shalat ada usul pakai terompet ala Yahudi ada pula yang usul menggunakan lonceng seperti umat Nasrani. Semua ditolak Nabi dan dipilihlah suara keras Azan. Bilal yang mengawali dan mencontohkan. Sekali lagi azan bukan memanggil Allah. Azan itu memanggil hamba untuk ibadah kepada Allah. Hadis Nabi Riwayat Bukhori menyatakan \"Al muadzin yughfaru lahu bi maddi shoutihi wayashadu lahu kullu rothbin wa yabisin\" (Muadzin diampuni sejauh jangkauan suaranya, dan semua benda basah dan kering yang mendengar azannya memohon ampun untuknya)--HR Ahmad. Membela Menag Yaqut terkait azan dan gonggongan anjing boleh-boleh saja, akan tetapi pembelaan dengan keliru memaknai azan adalah membelokkan pembelaan. Jadinya aneh, justru menyalahkan azan jika dikeraskan. Tidak nyambung, bro. Guntur Romli oh Guntur Romli. (*)
'Darah Juang' yang Hilang...
Di sini negeri kami Tempat padi terhampar Samuderanya kaya raya Tanah kami subur, tuan Di negeri permai ini Berjuta rakyat bersimbah luka Anak kurus tak sekolah Pemuda desa tak kerja Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar Bunda, relakan darah juang kami Untuk membebaskan rakyat Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar Bunda, relakan darah juang kami Padamu kami berjanji Oleh Rahmi Aries Nova, Jurnalis Senior FNN SIAPA pun yang mengaku aktivis 98 pasti mengenal lirik lagu di atas. Lagu yang puluhan tahun lalu membangkitkan ghiroh mereka untuk \'membebaskan\' negeri ini dari belenggu ala Orde Baru. Lagu yang mengawal bangsa ini memasuki gerbang reformasi. Lagu ini diciptakan pada awal 1990an dan populer di kalangan aktivis mahasiswa, terutama di Yogyakarta, yang kemudian berkembang ke daerah-daerah lain. Diberi judul \'Darah Juang\' karena dua kata sakral itu bentuk sikap mahasiswa pada masa itu. Kata \'Darah\' menunjukkan totalitas mahasiswa dalam menghadapi risiko apa pun yang diakibatkan dari protes mereka terhadap penguasa. Sementara kata \'Juang\' adalah sikap dari perjuangan itu sendiri. Atas segala persoalan ketidakadilan dan pembungkaman yang muncul saat itu. Lagu ini cepat mendapat tempat sekaligus menjadi pengobar semangat, yang kemudian hari selalu dinyanyikan oleh aktivis mahasiswa setiap kali hendak menggelar aksi. Dan kini setelah 24 tahun berlalu, masihkah \'Darah Juang\' ada di dalam dada mereka yang menyebut dirinya aktivis 98? Pasti tidak, khususnya pada aktivis 98 yang kini bergabung dengan kekuasaan. Kekuasaan yang berpihak pada oligarki, sumber dari perilaku KKN di negeri ini. Kekuasaan yang nyata-nyata ingin mengangkangi konstitusi dan meniadakan pakem demokrasi. Aktivis 98 ini bukan hanya sudah kehilangan \'Darah Juang\' nya tapi juga kehilangan nurani pada rakyat negeri ini yang dicabut subsidinya, dipersekusi, bahkan dikriminalisasi. Mereka pasti tak mampu lagi melantunkan lagu ini, mungkin karena malu atau karena hati mereka telah mati karena pengkhianatan mereka pada reformasi. Sebaliknya aktivis 98 yang memilih tetap berjuang di jalur kritis ternyata masih dengan lantang mengumandangkan \'Darah Juang\' di Gedung Joang \'45 Menteng Jumat (25/2). Adalah Ubedilah Badrun dan kawan-kawan yang memilih tetap bertahan di \'kendaraan besar\' reformasi meski banyak rekan-rekan mereka memilih turun di jalan karena iming-iming materi atau telah kehilangan nyali. Ubedilah, Bungas Fernando Duling, Yusuf Blegur, Anton Aritonang, Henry Basel, Edysa Girsang, Apek Saiman, Jaya, Hersyam, Nanang Djamaludin, Syahrul Efendi Dasopang, Mariko, Agus Rihat Manalu, Agung, Boim, Gunawan,Ma\'ruf AB, Azwar, Fuad Adnan, dan lain-lain yang merupakan pentolan aktivitas 98, menilai pemerintahan saat ini sarat dengan KKN ( Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Praktek kotor ini dilakukan secara sistemik, vulgar dan masif. Mereka juga menyebut korupsi di Indonesia sudah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). \'Darah Juang\' mereka kembali bergolak menyaksikan negeri ini bukan menuju kemakmuran tapi kehancuran di semua sendi kehidupan bernegara. Mereka tetap dalam kesadarannya bahwa ada persoalan bangsa yang luar biasa yang membuat perjalanan bangsa ini tidak on the track. Ubedilah yakin ia dan rekan-rekannya tidak berjalan \'sendirian\'. \"Sesungguhnya ada silent majority masyarakat kita yang memiliki semangat melawan KKN, apalagi generasi milenial dan generasi Z saat ini. Hasil riset menunjukan ada 83 % pemuda di seluruh dunia membenci Korupsi,\" cetus Ubedilah yang mengaku mendapat dukungan moril dari mantan-mantan rektor dari berbagai daerah di Indonesia. Kegelisahan Ubedilah sendiri sudah ia cetuskan sejak dua tahun lalu dalam berbagai tulisannya, diawali dengan \'75 Tahun Indonesia Maju: Anak Maju, Menantu Maju\', yang dimuat di Kolom Tempo 17 Agustus 2020 diikuti dengan tulisan-tulisan lain di berbagai media dan ia tuntaskan dengan melaporkan dugaan KKN dua putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan data-data yang akurat dan tidak bisa dibantah hingga hari ini. Kegelisan Ubedilah dan rekan-rekannya yang akhirnya sepakat membentuk membentuk Komite Rakyat Lawan KKN (KRL-KKN) adalah kegelisahan kita semua. Semoga \'Darah Juang\' yang hilang kini kembali mengisi relung-relung hati bangsa ini dan menyadarkan kita semua bahwa KKN adalah musuh rakyat, musuh siapapun yang mengaku mencintai negeri ini.(*)