ALL CATEGORY

Dua Desa Pedalaman Kukar Dibangun PLTS Terpusat

Samarinda, FNN - Dua desa di wilayah pedalaman Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi bagian dari program prioritas pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur. Kepala Dinas ESDM Kaltim Christianus Benny di Samarinda, Senin, menjelaskan dua desa tersebut yakni Desa Enggelam dan Desa Ketibeh. Untuk Desa Ketibeh dibangun PLTS terpusat Off Grid 83,16 Kilo Watt Peak (KWP) dengan sebaran rumah yang menerima manfaat 201 unit. "Alhamdulillah, ini bagian dari perhatian pemerintah provinsi kepada masyarakat pedalaman. Insyaallah tahun ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat Desa Enggelam," kata Christianus Benny. Ia menambahkan untuk pembanguan PLTS di Desa Ketibeh dengan kapasitas 47,04 KWP dan bisa dimanfaatkan untuk 91 unit rumah penduduk. Menurut Benny sapaan akrab Christianus Benny, program ini membuktikan bahwa pemerintah hadir. Meski, sempat dikabarkan susahnya jalur menuju dan keluar dari dua desa tersebut. Apalagi, di wilayah tersebut, masyarakat pribumi mayoritas Dayak Tunjung Berambai yang juga di tahun 2021 menjadi sasaran prioritas pembangunan Pemprov Kaltim. "Diketahui akses ke wilayah itu dua jam dari Muara Enggelam lewat jalur sungai dan Desa Ketibeh 30 menit dari Enggelam. Jadi, pembangunan ini membuktikan pemerintah hadir," tegasnya. Baru-baru ini rombongan Gubernur Isran Noor berkunjung ke Desa Enggelam. Bahkan, Benny menegaskan, pihaknya baru saja melakukan kunjungan monitoring dan evaluasi pembangunan PLTS di kedua desa pada Jumat-Sabtu, 10-11 Desember 2021. (mth)

Bupati Aceh Barat Harapkan ANTARA Menjadi Kantor Berita Kelas Dunia

Meulaboh, FNN - Bupati Aceh Barat H Ramli MS mengharapkan Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA ke depan agar menjadi kantor berita kelas dunia. “Semoga di usia yang semakin matang ke-84 tahun ini, ANTARA harus menjadi Kantor Berita Negara yang terus memberikan informasi positif, demi kemajuan bangsa Indonesia dan menjadi kantor berita kelas dunia,” kata Bupati Ramli MS di Meulaboh, Senin. Ia mengatakan, selama ini kehadiran Perum LKBN ANTARA termasuk di Aceh dinilai sangat membantu pemerintah daerah dalam penyebaran informasi publik, termasuk mempublikasikan program dan hasil kerja pemerintah kepada masyarakat. Menurutnya, dengan banyaknya sajian berita positif di tengah gencarnya informasi palsu (hoaks) di tengah-tengah masyarakat, ANTARA ia nilai mampu mengimbangi berita palsu dengan sajian berita yang akurat, informatif, dan solutif. Ramli MS juga berharap sebagai kantor berita negara, ANTARA agar terus mampu menyajikan informasi terbaik bagi seluruh masyarakat di pelosok Tanah Air. Ia juga mengharapkan agar ANTARA terus menjadi media pemersatu bangsa dan terus mengawal Negara Kesatuan Republik Indoesia dari Aceh sampai Papua. “Dirgahayu Kantor Berita Indonesia, bersama kita tumbuh,” kata Ramli MS. (mth)

Keserakahan di Tengah Pandemi (3): Tinjauan Kritis Terhadap Kepemimpinan Otoriter dan Oligarki di Indonesia

Oleh: Gde Siriana TAHUN 2019 indeks korupsi Indonesia skor 40, tapi tahun 2020 skornya merosot menjadi 37, peringkatnya pun turun jauh ke posisi 101 (dari 179 negara). Kasus korupsi dan praktik perente kebijakan meningkat selama pandemi. Dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020, BPK mengungkap 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan sebesar Rp2,94 triliun. BPK menyimpulkan bahwa efektivitas hingga kepatuhan pengelolaan keuangan negara dalam kondisi Covid-19 tidak sepenuhnya tercapai disebabkan oleh tiga hal. Pertama, alokasi anggaran Covid-19 dalam APBN belum teridentifikasi dan terkodifikasi secara menyeluruh. Kedua, pertanggungjawaban dan pelaporan program, termasuk pengadaan barang dan jasa, belum sepenuhnya sesuai aturan. Ketiga, pelaksanaan program dan kegiatan manajemen bencana penanganan Covid-19 tidak sepenuhnya efektif. Hasil pemeriksaan BPK juga menemukan adanya perbedaan sebesar Rp146,69 triliun dalam penyusunan anggaran Program Penanganan Covid-19-PEN. Dalam APBN 2020 disebutkan bahwa anggaran Program PC-PEN adalah Rp695,2 triliun. Namun, hasil pemeriksaan BPK menunjukkan alokasi biaya Program PC-PEN dalam APBN 2020 adalah Rp841,89 triliun. Perbedaan atau selisih itu terjadi karena ada beberapa skema pendanaan yang belum dimasukkan dalam biaya yang dipublikasikan pemerintah, yaitu: 1) Biaya-biaya terkait dengan Program PC-PEN di luar skema Rp695,2 triliun sebesar Rp27,32 triliun; 2) Anggaran belanja untuk kebutuhan internal K/L yang telah menggunakan akun dengan tagging COVID-19 per 30 November 2020 sebesar Rp10,80 triliun, termasuk biaya pembangunan Rumah Sakit Pulau Galang di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Kementerian PUPR sebesar Rp396 miliar; 3) Program existing yang telah ada dalam APBN Tahun 2020 berupa Belanja Subsidi sebesar Rp107,63 triliun. Kegiatan-kegiatan pada belanja subsidi tersebut memiliki substansi yang sama dengan kegiatan-kegiatan pada belanja subsidi yang dikategorikan dalam skema PEN. 4) Biaya bunga utang tahun 2020 yang timbul sehubungan dengan penerbitan SBN untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan program PC-PEN melalui skema burden sharing dengan BI yang diestimasikan sebesar Rp0,9 triliun. Praktek korupsi atau potensi korupsi terjadi pada Bansos, APD dan Alat Kesehatan, konflik kepentingan Kartu Prakerja, Klaim Biaya Perawatan Pasien Covid-19. Sedangkan perente kebijakan dapat dilihat dari mafia obat, pengadaan dan penyelenggaraan vaksin, serta penyelenggaraan jasa tes PCR. Secara etis, sebenarnya ketika sudah dapat dibuktikan ucapan pejabat berdampak signifikan meningkatkan penjualan Ivermectin, ini sudah dapat dipandang sebagai adanya konflik kepentingan. Politik tes PCR tidak melarang orang mencari untung. Tapi, dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik, dalam praktiknya, akan sulit untuk menghindari konflik kepentingan jika orang-orang yang berlatar belakang bisnis, apalagi yang berkontribusi besar secara kapital dalam pemenangan pemilihan presiden, diberi tugas menyusun kebijakan publik menangani krisis selama pandemi. Terkait definisi suap yang dipergunakan KPK dalam kasus korupsi Juliari, seharusnya suap dipandang sebagai tindak pidana korupsi karena memenuhi unsur “perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Penekanannya ada pada “dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.” Bagaimana mungkin vendor (pemasok) pemerintah dapat memberikan suap bernilai besar tanpa melakukan mark-up (penggelumbungan harga) atau down-grade (menurunkan) spesifikasi dan mengurangi kuantitas yang sudah ditentukan dalam kontrak. Bagaimanapun juga, dari sisi vendor tidak akan sukarela mengurangi marjin keuntungannya. Jika demikian artinya dampak dari suap adalah in-efisiensi yang merugikan keuangan negara. Terkait hukuman mati dalam undang-undang Tipikor, dapat dikatakan KPK masih setengah hati untuk menjalankannya. The Economist Intelligence Unit (EIU): kualitas demokrasi di Indonesia tahun 2020 merosot. Skor Indonesia 6,3 (dari skor tertinggi 10) atau nilai terendah sejak 2006. Indonesia ditempatkan pada urutan ke-64 dari 167 negara dalam survei tersebut. Berdasarkan 4 standar yang ditetapkan IEU (demokrasi penuh, demokrasi cacat, hibrida, otoriter), skor Indonesia masuk dalam kelompok rezim demokrasi cacat. Dalam lima tahun terakhir Indeks demokrasi Indonesia cenderung menurun, yaitu 7,03 (2015) ; 6.97 (2016); 6,39 (2017); 6,39 (2018); dan 6.48 (2019). Dampak lainnya adalah pada kualitas pendidikan yang menurun selama masa pandemi. Ketimpangan pada kemampuan ekonomi masyarakat dan sarana-prasarana untuk mengakses internet menyebabkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran daring tidak merata. Survey The SMERU Research Institute: Minat baca siswa sekolah dasar mengalami penurunan. Dr Sailal Arimi, Fakultas Ilmu Budaya UGM, menyoroti penurunan kemampuan bahasa siswa selama pandemi. Dalam kondisi normal guru bahasa bisa mengajar materi secara kontekstual, namun karena secara daring tidak semua siswa belajar secara virtual. Membuat serapan materi ajar lebih tekstual, dimungkinkan penurunan pengajaran bahasa atau linguistik. Sekitar 71,5% rumah tangga menjawab ibu sebagai sosok utama yang lebih berperan dalam membantu anak belajar dan setengah dari para perempuan juga terlibat dalam pekerjaan untuk mendukung keluarga. Selama pandemi beban ibu atau kaum perempuan meningkat, mereka mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan rumah tangga dan tambahan tanggung jawab lainnya karena anak-anak harus belajar dari rumah. Selain itu, dampak pandemi lainnya adalah ancaman generasi yang hilang (The Lost Generation) karena kekurangan gizi selama pandemi terutama pada balita dan anak-anak yang akan mempengaruhi kemampuan otak mereka di usia tumbuh-kembang. Sedangkan kondisi di Indonesia menurut pendataan tahun 2018, prevalensi anemia balita masih 38,5 persen, usia sekolah 26,5 persen dan anak remaja 15 sampai 24 tahun masih cukup tinggi, yakni 32 persen. Itu artinya sangat mungkin angka prevalensi tersebut meningkat selama pandemi. Dalam jangka panjang ini akan mempengarui kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia di masa depan. Ada suatu relasi yang kuat antara kepemimpinan otoriter dan oligarki, di satu sisi situasi krisis dianggap dapat membahayakan kekuasan sehingga pemerintah menjadi otoriter, tetapi di sisi lain krisis juga menjadi peluang oligarki untuk mengakumulasi aset. Memahami oligarki di Indonesia harus melihat jauh ke belakang, yaitu kontes politik atau pemilihan umum. Thomas Ferguson menjelaskan peran oligarki sebagai investor besar yang mendanai kampanye politik partai atau kandidat. Dengan “teori investasi kompetisi partai politik” Ferguson menjelaskan bahwa elit bisnis/ekonomi, bukan pemilih, memainkan bagian penting dalam sistem politik. Dalam kontes politik atau pemilu, area kompetisi sesungguhnya bagi partai politik adalah investor besar yang memiliki kepentingan berinvestasi untuk mengontrol negara. Hal ini karena, dalam sistem politik biaya tinggi uang menjadi penting, sehingga partai politik harus dapat menarik investor besar untuk membiayai kampanyenya yang mahal agar sukses. Dalam hal ini, partai politik akan tetap menggandeng investor besar meskipun keputusannya tidak mendapatkan dukungan mayoritas pemilih, karena partai berpandangan adalah sia-sia jika mengambil posisi populer tetapi tidak mampu membayar biaya pemilu yang tinggi. Investor besar harus memperkirakan peluang investasi mereka akan berhasil, karena mereka tidak dapat menjamin hasil pemilihan atau tahu persis kebijakan apa yang akan diterapkan oleh partai atau seorang kandidat setelah berkuasa. Ini memungkinkan bagi investor besar untuk mendukung lebih dari satu partai atau kandidat. Ferguson juga memberi catatan, bahwa kontribusi tunai bukanlah cara terpenting investor besar. Investor besar juga menjadi sumber kontak jaringan, penggalangan dana, dan sebagai sumber legitimasi bagi kandidat, terutama melalui dukungan di media. Teori ini juga tidak memprediksi bahwa pemilu akan dimenangkan oleh partai yang mampu menghabiskan uang paling banyak. Dengan demikian menurut penulis, dalam kampanye politik peran partai politik atau kandidat bukan untuk menarik pemilih, tetapi menarik investor, yang merupakan konstituen fundamental. Konsekuensinya ketika merespon isu, posisi dan sikap partai cenderung menyesuaikan diri dengan posisi investornya, bukan sebaliknya. Maka jangan heran jika partai politik terkesan galak dan serius membahas suatu isu sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan investornya. Kecuali jika terjadi pertarungan kepentingan di antara blok-blok investor, ini dapat menciptakan perdebatan sengit di antara partai politik. Sebaliknya jika blok-blok investor yang tersebar ke berbagai partai politik telah bersepakat pada suatu kebijakan, maka tidak ada lagi pertarungan pada area kebijakan. Konsekuensinya adalah kebijakan publik akan sangat dipengaruhi oleh kepentingan investor dan kepentingan masyarakat luas sangat mungkin dikorbankan. Ini dapat dilihat dari misalnya beberapa UU kontroversial yang diloloskan DPR-RI tanpa perdebatan sengit dan panjang di fraksi-fraksi meskipun mayoritas publik menentangnya. Sedangkan di sisi pemilih, keputusan memilih partai atau kandidat dipengaruhi oleh informasi yang tersedia. Manakala pengaruh investor sangat besar pada media massa, disertai pengerahan “buzzerRp”, kemungkinan besar keputusan tersebut akan dipengaruhi oleh informasi yang disubsidi oleh investor. Ini menjelaskan mengapa seringkali masyarakat Indonesia memilih partai yang kebijakannya bertentangan dengan kepentingannya, mengikuti opini yang dibangun oleh media-media yang berafiliasi dengan investor. Tetapi dalam konteks tertentu, misalnya ketika pemilihan dipengaruhi oleh politik identitas, biaya kampanye besar tidak menjamin kemenangan. Ini bisa dilihat saat Pilkada DKI 2017 yang memenangkan Anies-Sandi atas Ahok-Djarot meskipun didukung kekuatan finansial besar. Agar dapat mengontrol negara, investor besar dan elit politik harus bersepakat dalam suatu kepentingan, tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Dan kepentingannya pun berskala besar, yaitu keuntungan ekonomi yang besar dan kemenangan politik yang besar. Inilah ciri khas oligarki. Dalam praktiknya, operasi politik investor besar tidak selalu harus pada agenda politik nasional. Pilkada pun harus dimenangkan oleh investor sepanjang di depannya ada suatu keuntungan bisnis yang besar seperti hak membangun kawasan properti atau mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) di daerah. Penulis Buku “Keserakahan di Tengah Pandemi”

Papua, Irian, KKB, dan Terorisme!

Oleh: Sugeng Waras DULU, pulau itu aslinya bernama NUGINI, Juga Papua (rambut keriting) dan sejak Konferensi Meja Bundar (KMB), perundingan Indonesia - Belanda, 27 Desember 1949, dengan tidak rela Belanda menyerahkan Nugini Barat kepada Indonesia, konflik politik dan pertempuran pertempuran terus terjadi, kedua belah pihak merasa memiliki, akhirnya masalah dibawa ke forum PBB, New York, dan masalah ini dimenangkan oleh Indonesia, dengan didahului konfrotasi TRIKORA 1962, akhirnya melalui UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority), sejak 1964 resmi milik Indonesia Waktu pemerintahan Sukarno, oleh Gubernur Frans Kasipo diberi nama IRIAN (Barat), Ikut Republik Indonesia Anti Nederland. Dalam perkembanganya ada sebagian rakyat Irian Barat yang kontra Integrasi ini, mereka menamakan dirinya OPM (Organisasi Papua Merdeka), mengadakan gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan RI. OPM mempunyai arti politik Nasional, Internasional (bisa memperoleh suaka politik dari negara lain). Oleh karenanya Indonesia tidak mau menyebut OPM dan mendengungkan sebagai GPK (Gerombolan Pengacau Keamanan) atau GPL (Gerombolan Pengacau Liar) dan belakangan diubah menjadi KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata). Baik sebutan GPK, GPL atau KKB, sebenarnya tidak berbeda subtansi, dimana ketiga sebutan itu tetap bermakna sebagai masalah dalam negeri Indonesia sekaligus tidak mendapat pengakuan politik dari negara negara lain, kecuali masalah HAM. Tidak ada petir tidak ada hujan, Menkopolhukkam Mahfud MD mengesahkan sebutan TERORIS menggantikan sebutan KKB. Sebutan Teroris menguntungkan pihak KKB, karena derajat dan martabatnya ada nilai tambah pengakuan dan bisa ada jaminan link up dengan Teroris Internasional, di sisi lain juga menguntungkan bagi Indonesia, karena dengan menghadapi Teroris, kita bisa ngemis/minta minta bantuan ke negara lain yang pada hakekatnya segala bentuk dan jenis teroris menjadi musuh dunia (pas untuk membantu kesulitan Indonesia yang lagi terpuruk ekonomi, kelilit hutang dan kena pandemi). Terserah pandangan kita dalam kebijakan ini terkait martabat bangsa dan NKRI. Terakhir ribut-ribut Mang Dudung menganggap saudara untuk Teroris Papua, yang berbeda dengan ketua MPR, untuk menumpas, Presiden perintahkan tangkap, Menkopolhukkam mengatakan bukan saudara, Menhan Lama mengatakan Hantam KKB, MenHan Baru Lindungi Masyarakat Papua pakai hati, bukan represif Tentunya di satu sisi komentar, perintah atau warning ini bisa membingungkan kita, di sisi lain lebih runyem jika kita besar-besarkan perbedaan ini, apalagi jika ditopang dengan energi negatif masing masing. Sebaiknya kita perlu paham dan sadar memang seperti inilah kualitas atau kapabilitas para pejabat kita dalam memandang suatu masalah. Menyimak ini penting, tapi lebih penting kita tidak terkecoh dan tidak juga terpancing, sehingga lupa terhadap hal-hal yang lebih subtansial seperti pola atau modus rezim ini dalam mengubah landasan hukum sebelumnya secara diam-diam dan paksa, dalam rangka membuat hukum baru meskipun dengan proses cacat hukum seperti terjadinya RUU, UU maupun Perpu terkait BPIP/HIP, Omnibus Law maupun pemindahan IKN baru yang sudah sampai pada penetapan panitia kerja, sedangkan masih sadabrek masalah masalah krusial yang mengganjal dalam pelaksanaanya. Menurut pandangan saya, seharusnya rezim berhati jernih dan berlapang dada bahwa apapun yang berpotensi menghambat, mengancam dan membahayakan negara, apalagi sudah memakan banyak korban manusia/ prajurit, harus menyikapinya dengan arif, bijak, jelas dan tegas. Selayaknya bagi bangsa Indonesia trenyuh, prihatin dan geram dalam menyikapi para separatis Papua ini yang sejak dulu hingga kini masih belum padam, bahkan semakin bervariasi tehnik dan cara pergerakannya, meskipun secara kualitas dan profesional separatis bersenjata di Papua tergolong lebih rendah dibanding Fretilin di Timor Timur, Paraku di Kalimantan, maupun GAM di Aceh. Tentang pandangan lain dari masyarakat awam terkait cuitan cara KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman, Menhan Prabowo Subianto, dan petinggi negara lainnya yang berbeda-beda, untuk bisa dimaklumi. Sebagai mantan Prajurit, pengajar dan pelatih militer, barangkali saya perlu menyampaikan bahwa dalam militer ada tingkatan pergerakan mulai Strategi (tertinggi), operasi, hingga taktis dan tehnis (terendah), dimana istilah tehnis tidak bisa dipisahkan dengan semua tingkatan. Ada istilah-istilah: administrasi, logistik, dan komunikasi tidak akan memenangkan perang/pertempuran, tapi tanpa administrasi, logistik, dan komunikasi, tidak akan memenangkan perang/pertempuran. Juga ada istilah, menang dalam operasional, tapi bisa kalah dalam Strategi. Dari segi operasional, kita dapat menembak atau membunuh musuh beberapa orang atau kelompok, berarti kita menang dalam operasi itu, namun bisa kalah dalam bidang strategi (memadamkan pemberontakan secara keseluruhan). Tapi bisa juga, dengan banyak membunuh musuh, akhirnya kita bisa menurunkan moril musuh dan melemahkan daya tempur musuh. Jadi sangat terkait dengan perkembangan dan dinamika politik kedua pihak yang sedang berperang/bertempur. Di sisi lain tentang pengertian operasi militer; Secara strategi ada dua macam operasi, yaitu OMP (Operasi Militer untuk Perang) dan OMSP (perasi Militer Selain Perang). Secara Operasional ada 3 macam operasi (Operasi Inteljen, Operasi Tempur dan Operasi Teritorial). Disamping operasi operasi di atas masih ada operasi operasi bentuk dan jenis lain seperti, Operasi Gabungan, Operasi Darat gabungan, Operasi Laut Gabungan dan Operasi Udara gabungan, dll. Di Papua kita belum/tidak melaksanakan perang karena belum/tidak memenuhi unsur unsur perang. Jadi., operasi apa yang dilaksanakan di Papua? Operasi yang dilaksanakan sekarang adalah operasi kombinasi, sinergitas kecabangan dan angkatan. Jadi, susunan, struktur atau bentuk operasinya sangat tergantung intensitas dan aktivitas musuh yang dihadapi. Jika aktivitas tempur musuh tinggi, maka kita akan mengedepankan operasi tempur, dengan melaksanakan Operasi Tempur, didukung Operasi Intelijen, dan operasi Teritorial. Jika aktivitas Teritorial musuh tinggi, kita akan mengedepankan Operasi Teritorial dengan melaksanakan Operasi Teritorial, didukung operasi Inteljen dan Operasi Tempur. Jika para pimpinan dan prajurit, cerdas, cerdik, cermat, disiplin dan berani dalam memprediksi, memperkirakan, memutuskan, merencanakan, mempersiapkan, melaksanakan, kerja sama, mengawasi dan mengevaluasi dengan mempertimbangkan CUMEMU (Cuaca, Medan, Musuh ) dan KASBONMU (Kekuatan, Alat Peralatan, Senjata, Bantuan, Organisasi, Naturalisasi, Moril dan Usaha) musuh dan kita yang dihadap-hadapkan, Insha Allah minimal dapat mengecilkan korban jiwa dan harta benda, maksimal dapat memenangkan dalam setiap pertempuran... namun jangan lupa banyak berupaya dan berdoa....aamiin yra..! (Bandung, 13 Desember 2021) Penulis Kolonel Purnawirawan TNI AD

Yussuf Solichien di Mata Lembaga Kajian Nawacita

Jakarta, FNN - Di awal tahun 2022 tampaknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan reshuffle kabinet Indonesia Maju. Reshuffle ini menurut Ketua Umum Lembaga Kajian Nawacita (LKN) Samsul Hadi penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja pemerintah. Di samping itu juga untuk mempercepat kementerian dalam mencapai target- target yang telah ditetapkan. \"Di era seperti sekarang, menteri-menteri pembantu Jokowi harus bisa menyesuaikan diri dan mengimbangi irama kerja presiden. Jika tidak, pasti akan direshuffle,\" kata Samsul.  Dalam banyak kesempatan, LKN sering memberi masukan kepada presiden. Dan Alhamdulillah, kata Samsul, masukannya tepat. LKN memiliki catatan tokoh-tokoh yang punya kapasitas dan kapabilitas di bidangnya. Salah satunya adalah Yussuf Solichien, Ketua Umum PKPI. Marinir berpangkat Mayor Jenderal TNI AL (Purn) ini menurut LKN adalah sosok yang tegas, berkarakter dan pekerja keras. Ia cocok sekali dengan karakter Presiden Jokowi yang punya semboyan kerja kerja kerja. \"Pak Yussuf adalah sosok yang cocok mendampingi presiden, karena banyak kesamaan dengan presiden,\" kata Samsul. Ketangguhan Yussuf dibuktikan dengan berbagai jabatan beliauselama ini. Selain Ketua Umum PKP, Yussuf juga menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia.  Adapun jabatan terakhir beliau adalah Komandan Kodiklat TNI Angkatan Laut. \"Semoga Presiden Jokowi segera melakukan reshuffle dan bisa memilih sosok yang betul-betul mau bekerja\" pungkasnya. (ant)

Warga NU Diimbau Tak Datang Langsung ke Arena Muktamar

Jakarta, FNN - Ketua Panitia Pelaksana Muktamar Ke-34 NU Muhammad Imam Aziz mengimbau seluruh warga NU agar tidak berbondong-bondong ke Lampung untuk menyaksikan muktamar secara langsung. "Imbauan untuk warga NU supaya tidak perlu melakukan perjalanan guna menyaksikan secara langsung perhelatan Muktamar Ke-34 NU di Lampung," kata Imam Aziz dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu. Imam Aziz menegaskan, imbauan tersebut disampaikan kepada warga NU demi menghindari terjadinya konsentrasi massa di pusat penyelenggaraan Muktamar NU. Imbauan itu disampaikan mengingat sudah menjadi tradisi di setiap muktamar warga NU kerap antusias untuk hadir walau sekadar meramaikan dan "ngalap berkah" para ulama. Menurut dia, warga NU tetap bisa menyaksikan perhelatan muktamar melalui siaran langsung (live streaming). "Panitia akan menyediakan 'live streaming' untuk menyaksikan secara daring," kata Imam Aziz. Imam Azis mengatakan panitia Muktamar NU akan menerapkan protokol kesehatan ketat kepada seluruh peserta muktamar, antara lain sudah vaksin dua kali, melakukan tes usap antigen untuk kedatangan dan kepulangan serta menghindari kerumunan. "Panitia mohon doa supaya muktamar berjalan lancar dan aman," ujar Imam Aziz. Muktamar Ke-34 NU di Lampung pada 23-25 Desember 2021 mengangkat tema besar "Satu Abad NU: Kemandirian dalam Berkhidmat untuk Peradaban Dunia". Panitia telah menyiapkan empat lokasi utama perhelatan Muktamar NU, yakni di Pondok Pesantren Darussa'adah, Gunungsugih, Lampung Tengah, UIN Raden Intan, Universitas Malahayati, dan Universitas Lampung (Unila) di Bandar Lampung. (mth)

Gubernur Bali Inginkan "Pinandita" Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan

Denpasar, FNN - Gubernur Bali Wayan Koster menginginkan para "pinandita" atau pemuka agama di Pulau Dewata dapat terlindungi dalam program BPJS Ketenagakerjaan karena mereka sebagai sosok yang patut dimuliakan dan dihormati. "Ini (program BPJS Ketenagakerjaan-red) sedang kami urus, semoga dalam waktu tak lama lagi bisa terealisasi," kata Koster saat membuka Lokasabha III Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Korwil Bali di Gedung Wiswasabha Utama di Denpasar, Minggu. Terkait rencana untuk memberikan perhatian khusus perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut, pihaknya akan melakukan pendataan terlebih dahulu. Dalam kesempatan tersebut, Koster juga menyinggung sejak masih muda dirinya banyak bergaul dengan para pinandita, sulinggih dan rohaniawan dari semua agama. Menurut dia, para pemuka agama adalah orang-orang terpilih yang relatif punya pikiran yang bersih. "Kalau tidak bersih, tentu tidak bisa menjadi perantara untuk mempersembahkan sebuah upakara (persembahan). Saya kalau keliling sembahyang ke pura-pura, selalu disertai oleh pinandita atau pemangku," ucapnya. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki seorang pinandita, ia menyambut baik keberadaan organisasi yang mewadahi para pinandita ini. Pada bagian lain, mantan anggota DPR RI tiga periode ini juga menyinggung besarnya tantangan yang dihadapi dalam menjaga cara-cara beragama yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur (Hindu dresta Bali). Menurutnya, keberadaan Hindu dresta Bali saat ini tidak dalam poisisi aman. Keberadaannya sedang menghadapi tantangan dari internal maupun eksternal. Oleh sebab itu, ia meminta para pinandita tetap konsisten menjalankan ajaran-ajaran yang diwariskan secara turun temurun. "Jangan ikut-ikutan yang lain, jalankan yang sudah kita punya dan itu sudah terbukti baik. Tak usah lari kesana kemari lagi. Apa yang diwariskan secara turun-temurun itulah yang selama ini menjaga taksu Bali hingga menjadi keunggulan dan keunikan yang menarik orang untuk datang ke sini," katanya. Ia pun menceritakan bagaimana kekuatan "taksu" Bali menuntun langkahnya sejak awal. Diceritakan olehnya, visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali mulai disusunnya pada 2016. Dengan membaca begitu banyak referensi, ia ingin visi ini bisa memberi gambaran tentang Bali secara holistik. Pada saat penyusunan, ia merasakan begitu banyak keajaiban dan beberapa orang yang tiba-tiba datang membawa buku yang dibutuhkan. Menurutnya. itu bukanlah sebuah kebetulan, tetapi merupakan restu dari alam Bali karena ia menyusun visi tersebut dengan niat yang tulus. Itulah sebabnya ia mengajak semua pihak tidak pernah meragukan kekuatan taksu Bali. Senada dengan Koster, Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Pusat I Gede Pastika mengingatkan anggotanya agar tidak terpapar aliran atau ajaran yang belum tentu lebih baik. Ia mengajak para pinandita melestarikan dresta, budaya leluhur dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun. Menurutnya, seorang pinandita punya posisi yang sangat strategis karena langsung berinteraksi dengan umat di lapangan. Sementara itu, Ketua Panitia Lokasabha III PSN Korwil Bali I Wayan Dodi Arianta menyampaikan kegiatan itu dilaksanakan untuk memilih kepengurusan baru dan penyusunan program strategis sebagai penjabaran visi dan misi PSN lima tahun ke depan. (mth)

LP3UI Lampung Kirimkan Relawan Bantu Korban Letusan Semeru

Bandarlampung, FNN - Lembaga Peduli Pengembangan Potensi Umat Islam (LP3UI) Lampung memberangkatkan relawan ke Lumajang, Jawa Timur guna membantu korban bencana letusan Gunung Semeru. "Kita berangkatkan delapan orang relawan untuk membantu korban bencana letusan Gunung Semeru," kata salah satu Perwakilan LP3UI Lampung Ust. Jasril saat dihubungi, di Bandarlampung, Minggu. Ia mengatakan selain untuk membantu korban bencana, tim relawan yang berangkat ke Lumajang juga membawa dana yang digalang dari masyarakat Lampung. "Dana yang terkumpul itu Rp20 juta, dan itu dibawa oleh relawan untuk diserahkan kepada korban bencana," kata dia. Ia mengungkapkan, ke delapan relawan yang diberangkatkan tersebut, semuanya sudah terlatih karena sering ikut berlatih kebencanaan dengan Basarnas. Menurutnya, lembaga ini memang aktif menggalang dana untuk kemanusiaan dan memiliki program tanggap bencana, sehingga bukan kali ini saja LP3UI Lampung membantu dan mengirimkan relawan ke lokasi bencana. "Kita juga pernah membantu mengirim relawan saat terjadi bencana di Lombok, Palu dan lainnya,", ujarnya. Ia mengungkapkan para relawan yang dikirimkan ke Lumajang ini akan berada di sana selama 10 hari dan saat ini mereka sedang dalam perjalanan. "Rencananya sekitar 10 hari mereka ada di sana. Nanti setiba di sana relawan akan diasesmen terlebih dahulu," kata dia. (mth)

Chonnie Madumi Terpilih Jadi Ketua FJPI Papua Periode 2021-2024

Jayapura, FNN - Cornelia atau Chonnie Mudumi terpilih menjadi Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua periode 2021-2024 menggantikan Yuliana Lantipo. Dalam Musyawarah Daerah (Musda) yang digelar sehari dengan agenda pemilihan Ketua FJPI Papua, di Jayapura, Sabtu (11/12) malam secara daring dan luring, seleksi diikuti dua calon. Chonnie berhasil memperoleh suara 19 sedangkan rekannya Alfonsa Wayap memperoleh 12 suara. Chonnie Mudumi yang merupakan reporter INewsTV Jayapura usai dinyatakan terpilih sebagai ketua menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Selama menjabat ketua, anggota FJPI di Papua diharapkan dapat segera mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sehingga jurnalis perempuan makin profesional dalam berkarya. “Saya minta dukungan rekan-rekan untuk berkerja sama dan saling mendukung guna memberikan penguatan jurnalis perempuan di tanah Papua," harap Chonnie. Sementara itu mantan Ketua FJPI Papua periode 2018-2021 Yuliana Lantipo menyampaikan permintaan maaf karena sempat tidak fokus selama kepemimpinannya karena harus mengikuti kegiatan politik. "Terima kasih atas dukungannya selama ini dan berharap hal itu juga diberikan kepada ketua terpilih sehingga apa yang menjadi program FJPI Papua dapat terlaksana," harap Yulan, panggilan akrabnya Yuliana. FJPI Papua dibentuk pada 6 April 2018 dengan anggota 31 orang tersebar di Wamena (Kabupaten Jayawijaya), Kabupaten Biak Numfor, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, Timika (Kabupaten Mimika) dan Serui (Kabupaten Kepulauan Yapen). (mth)

Catatan dari Hotel Karantina Hari Keenam: Tentang Kuasa

Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan INI hari ke-6 saya di Hotel Karantina. Delapan hari dari tes PCR di Belanda sebelum keberangkatan. Juga, 6 hari dari tes PCR di Cengkareng dengan hasil negatif. Dan tanpa gejala sama sekali. Tapi peraturan membuat saya harus bertahan 4 hari lagi. Teman saya di CDC Oregon Amerika menjapri tadi pagi bahwa virus baru Omicron tidak sebahaya virus Delta. Alhamdulillah. CDC adalah tempat paling canggih urusan virus dan segala hal yang berbahaya buat manusia, termasuk nuklir. Hari ini saya membaca berita juga Kepala CDC mengatakan hal yang sama. Teman saya itu mengatakan bahwa mereka memiliki genome virus itu. Jadi bukan ngomong asal bunyi (asbun) seperti kebanyakan orang di sini. WHO juga sebenarnya sudah seminggu lalu mengatakan virus ini tak mematikan. Lalu apa kata pemerintah kita soal virus ini? Yang saya baca barusan yaitu pernyataan pemerintah bahwa virus Omicron ini belum terdeteksi masuk ke Indonesia. Namun, belum ada respon untuk kembali memperpendek masa Karantina. Padahal, Indonesia membuat Karantina 10 hari lamanya bagi pelancong mancanegara dengan pertimbangan kekhawatiran varian baru Omicron. Sebab, dengan varian Delta yang sudah beredar di Indonesia sejak medio tahun lalu, Indonesia sudah berhasil menurunkan level PPKM. Saat ini PPKM dipertahankan pada level dua, dengan asumsi penanggulangan pandemi dengan virus yang ada, dapat dikendalikan. Lalu pemerintah takut kemdali menjadi hancur karena ada potensi varian baru yang dibawa masuk pelancong seperti saya. Hari ini saya minta makanan Arab di hotel. Sudah hari ke-5 makanan hotel dengan menu yang sama membuat kebosanan bertambah. Variasi makanan mungkin dapat mengurangi rasa kesal dan bosan. Tapi yang saya takutkan adalah menjadi gemuk dalam 10 hari. Padahal saya mengurangi berat badan 10 kg (dari 90 kg menjadi 80 kg) berhasil ketika di penjara dulu. Bagaimana kalau di hotel ini badan saya naik 10 kg? Saya kembali ingin berdiskusi dengan teman-teman untuk membunuh kebosanan itu. Hari ini kita membahas soal kuasa atau power. Kenapa? Karena masalah ini masalah besar di Indonesia. Pemaknaan kekuasaan di Indonesia belum pernah ditempatkan maupun dilaksanakan secara tepat, khususnya dalam konteks kehidupan bersama dalam sebuah bangsa. Power adalah mengontrol. Pemilik power atau penguasa adalah pengontrol orang yang dikuasainya. Namun, Gramscy mengembangkan teori hegemoni. Hegemoni bisa lebih berbahaya pada mengontrol. Mengontrol bersifat kasat mata, seperti ketua partai politik mengontrol anggota DPR. Hegemoni meliputi dominasi kultural, norma, kuasa, dan ideologi dari penguasa atas orang-orang yang dikuasainya. Hegemoni termasuk melumpuhkan alam sadar masyarakat untuk mengetahui eksistensinya dalam konteks hak-hak asasinya. Dalam relasi masyarakat dan penguasa otoriter, seperti yang didalami Gramscy dahulu di Italia, era Mussolini, penguasa umumnya menjalankan praktek hegemoni kepada rakyat. Praktek hegemoni dilakukan dengan mengkombinasikan rasa takut terhadap rakyat dan merubah persepsi tentang hak-hak manusia. Italia masa itu dikendalikan kekuasaan fasis. Sebenarnya kekuasaan totaliter Komunis juga melakukan hal yang sama. Orang-orang seperti Max Weber dan Thomas Hobbes menyelidiki betapa pentingnya power untuk menjalankan sebuah perencanaan. Weber mendalami isu power yang imparsial seperti birokrasi. Sedangkan Hobbes mendalami perlunya negara mempunyai alat paksa terhadap rakyatnya agar ketertiban umum dapat dilaksanakan. Namun, di sisi lainnya, Karl Marx mengintip relasi orang yang terhubung pada power itu. Menurutnya, relasi itu selalu bersifat eksploitasi dari yang kuat terhadap yang lemah. Lalu, negara diciptakan hanya untuk mensyahkan atau melegitimasi ekploitasi itu. Beberapa intelektual kemudian semakin mendalami difinisi power ini , bahkan dalam konteks bahasa dan struktur text. Godaan (temptation) terhadap manusia tentang memiliki power sudah menjadi bahasan agama sejak dulu. ditambahkan dengan godaan lainnya, harta dan wanita. Tapi, godaan itu bisa bersifat sekaligus juga. Ketiganya mempunyai dimensi kenikmatan masing masing. Pandangan agama mengaitkan manusia dan iblis dalam teori motivasi. Sedangkan di luar agama, seperti Maslow dan Machiavelli melihatnya dari sisi manusia itu sendiri. Orang-orang beragama mendorong kecintaan pada dunia dikurangi agar nafsu serakah tidak mengendalikan seseorang dalam kekuasaan. Namun sebaliknya, pemikir non agama mendorong agar dilakukan pembagian kekuasaan secara merata, agar tidak ada pemusatan kekuasaan pada seseorang atau kelompok. Dalam masyarakat yang mengklaim beragama, umumnya manipulasi datang dari tokoh-tokoh agama yang melacurkan diri. Ayat-ayat dijadikan alasan untuk memberikan legitimasi pada kekuasaan yang rakus. Sedangkan masyarakat yang berdasarkan "common sense", kesulitan mencari kesamaan moralitas ataupun kebajikan untuk mengatur dan mengatur keberlanjutan agar kekuasaan dapat digunakan secara benar. Bagaimana bangsa kita dalam konteks power? Secara inter-personal ataupun keluarga, bangsa kita mempunyai kultur non demokratis. Penelitian terbaru terkait dengan pendidikan anak dalam keluarga, yang paling demokratis adalah masyarakat Belanda. Mereka terbiasa dengan sifat egaliter dan equal dalam keluarga. Di Indonesia, orang tua dan orang yang paling tua dalam saudara mendapatkan hak sebagai sosok dominan. Dominan ini bisa diperluas artinya menjadi pengatur. Bisa juga diperluas menjadi mengontrol. Umumnya juga bersifat gender, di mana lelaki lebih dominan. Bila karakter non-demokrasi itu berkembang menjadi anti demokrasi, maka yang berkembang adalah karakter otoritarian. Dalam masyarakat Indonesia hal itu terlihat paralel. Masyakarat kita mengalami karakter yang non demokratis. Karakter atau ciri masyarakat seperti ini sejak awal menyulitkan Indonesia bisa berkembang dalam pola keseimbangan kekuatan dalam sistem masyarakat, seperti ala barat. Ketua KPK Firli Bahuri, umpamanya, baru saja mengatakan kejahatan korupsi terbesar akan muncul dengan sistem pilpres PT 20%. Sistem ini ditentang banyak pihak. Tapi kemudian Firli menyebutkan semua ini bisa berubah di tangan Jokowi. Ada juga, ketua Lemhannas, baru baru ini mengatakan "rakyat itu milik presiden". Ini adalah kosakata feodalisme yang acap kali muncul sejak kita merdeka. Sukarno disebutkan sebagai bapak bangsa, Suharto bapak pembangunan dan lainnya. Keseimbangan kekuasaan ala trias politika barat mensyaratkan pembagian kekuasaan dan pembatasan kekuasaan. Pembatasan termasuk mendorong munculnya sirkulasi leadership secara teratur. Sehingga, dengan demikian kekuasaan tidak menjadi alat yang akan disalahgunakan. Jika kita kesulitan memasuki model barat, lalu kita berpikir model religius. Model religius mempunyai sejarah yang panjang juga dalam mengatur kekuasaan untuk digunakan bagi kebaikan dan kebajikan. Misalnya dalam pemerintahan era Rasulullah Nabi Muhammad SAW, dan pemerintahan masa 4 sahabatnya, di dalam Islam, dianggap sebagai model relegius yang sukses. Ukurannya adalah kekuasaan dikelola dengan nafsu dunia yang optimal, ada musyawarah elit kekuasaan, rentang kekuasaan tidak terlalu lama. Namun, masa setelahnya, dalam jaman kekhalifahan, hanya beberapa kekhalifahan yang dianggap masih sesuai dengan model religius Islam. Persoalannya adalah apakah bangsa kita bangsa religius? Atau bangsa munafik? Di sinilah kita selalu mendapatkan diri, berada dalam jalan yang tidak menentu. Tidak mengikuti model manapun? Persoalannya lagi adalah apabila power tidak disepakati untuk kepentingan bersama, maka power sang penguasa seringkali dibuat untuk menyakiti rakyatnya sendiri serta untuk memperkaya diri. Pada akhirnya konsensus nasional tentang makna kebersamaan (kemerdekaan) kehilangan makna dan tergerus hari demi hari. Saat ini kita mulai disibukkan dengan isu kekuasaan, yakni calon presiden ke depan. Tahun lalu kita disibukkan dengan isu kekuasaan, membentuk UU Omnibus Law yang melawan konstitusi. Tahun 2019 kita disibukkan dengan pelemahan KPK agar kekuasaan bisa leluasa disalahgunakan. Setting sosial kita sudah salah arah karena kekuasaan merupakan barang luxurious (mewah) yang diperebutkan untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri dan kepentingan harta dan atau wanita. Kita tidak terbiasa misalnya melihat seperti Pangeran Charles di Inggris, yang lebih mementingkan cinta (wanita) daripada kekuasaan, atau calon raja Inggris dulu dalam film King Speech, yang memilih cinta daripada kekuasaan. Kita belum terbiasa merenungkan Pangeran Dipanegoro kehilangan kekuasannya, karena memilih jalan hidup pemberontakan. Atau banyak kisah-kisah lainnya. Yang sering menjadi cita-cita di Indonesia adalah bagaimana berkuasa bisa membuat orang bisa cepat kaya dan membangun gurita bisnis. Dalam setting sosial seperti ini, maka analisa Karl Marx tentang kekuasaan sebagai alat pemilik modal serta analisa religius kekuasaan duniawi sebagai alat penguasa untuk mengumbar nafsu durjana perlu dipertimbangkan sebagai model analitik melihat penguasa yang ada. Artinya rakyat menempatkan dirinya dalam hubungan yang diametral dengan kekuasaan tersebut. Dalam frame ini maka rakyat tahu bagaimana melakukan langkah-langkah penguatan kekuatan dan kekuasaan ditangan rakyat dengan cita-cita alternatifnya. Rakyat tidak boleh terperdaya dengan pencitraan -pencitraan lembaga-lembaga survei yang semakin menjamur. Karena substansi yang harus diperjuangkan sama sekali berbeda dengan realitas yang ada. Pada kunjungan saya ke Jos Van den Eijnden, paman istri saya yang baru mundur dari ketua Partai Hijau (Groen Links) Kota Soest, Belanda, beberapa hari lalu, saya melihat konsistensi cita-cita partai tersebut untuk tema lingkungan dan Social Welfare, dalam implementasinya. Sebagai ketua partai pun dia tidak mempunyai agenda (interest) pribadi, selain cita-cita partai. Padahal partai itu mempunyai 4 perwakilan dalam dewan kota. Sebuah kota seperti Soest, di mana berada istana mendiang Ratu Juliana, penguasa Indonesia tempo dahulu, anggarannya cukup besar. Namun, di sana anggaran negara bukan untuk dirampok. Anggaran negara adalah untuk rakyat. Diantara hal-hal positif yang berkembang belakangan ini, rakyat harus terus membangun optimisme bahwa kekuasaan di tangan rakyat bisa direbut. Hal positif pertama adalah keputusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Omnibus Law. UU ini adalah sebuah kejahatan. Ini tafsir politik, karena UU ini dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Positif kedua, adalah gerakan rakyat dan Novel Baswedan yang akan membuktikan KKN elit negara dalam bisnis PCR. Ini adalah pintu untuk memperlihatkan kepentingan rakyat vs. kepentingan anti rakyat. Ketiga, statement ketua KPK, Firli Bahuri, yang menyatakan, yang saya tafsirkan, PT (Presidensial Threshold) nol persen sama dengan anti korupsi. Artinya pendukung PT 20% dalam tafsir itu benar-benar tidak ingin adanya pemberantasan korupsi di Indonesia. Keempat, adanya tuntutan hukuman mati pada kasus korupsi, dalam hal ini pelaku korupsi PT Asabri. Ini adalah kemajuan besar untuk kemenangan rakyat. Untuk rakyat berkuasa nantinya. Perkembangan bagus ini harus dikelola dengan baik. Begitulah sumbangan pemikiran saya sementara ini soal kekuasaan. Salam hangat dari hotel Karantina. Penulis Aktivis KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia)