ALL CATEGORY
MK Membuka Peluang Gibran Jadi Cawapres, Akhirnya Jokowi Menunjukkan Watak yang Sesungguhnya, Arogan dan Memaksakan Kehendak
Jakarta, FNN - Sampai saat ini, orang masih bingung dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena orang masih memahami bahwa MK menolak gugatan batas usia capres dan cawapres. Tetapi, tiba-tiba berubah putusannya karena putusan yang lama dibatalkan semua oleh putusan yang baru dan akhirnya Gibran lolos menjadi calon wakil presiden secara undang-undang. “Ini namanya kepala ular memakan ekornya sendiri. Dan kita tahu bahwa sebetulnya ini keputusan yang orang sudah bisa duga dengan nalar akademis dan feeling politik. Ini keputusan sudah dibuat sejak sebulan lalu sebetulnya kalau kita ikuti misalnya pengakuan saudara Saldi Isra,” kata Rocky Gerung mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi, dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin sore (16/10/23). Jadi, lanjut Rocky, tidak ada yang bisa membuat kita percaya bahwa Mahkamah ini betul-betul mendalilkan keputusan itu berdasarkan prinsip kemerdekaan hakim. Kita bertanya-tanya apa yang terjadi selama satu bulan dengan keputusan yang tertunda itu. Satu-satunya cara kita memahami adalah dengan memakai adagium lama orang Yunani: “di dalam penundaan ada perencanaan kejahatan”. Nah itu yang saya kira mesti kita pastikan hari ini. “Tetapi, itu sudah terjadi dan sebetulnya publik lebih dahulu memerosotkan marwah MK. Dengan kata lain, putusan MK itu menjadi semacam pembusukan yang paling sempurna dari institusi hukum kita,” ujar Rocky. Setelah mendengar pembacaan disenting opinion yang terakhir, hakim hanya menyatakan ada perbedaan pendapat, bukan pernyataan menolak. Tetapi, Saldi Isra menyatakan bahwa dia terkejut karena ketika Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, masuk tiba-tiba putusannya berubah. Rocky menggambarkan hal tersebut seperti tokoh dalam drama Yunani yang bernama Jus Ex Pecina, yaitu tokoh yang tiba-tiba turun dari atas balkon menuju panggung, lalu dia putar semua cerita. Jadi diselamatkanlah oleh seseorang supaya ceritanya tidak macet. “Jadi, ketua MK itu belagak enggak ngerti apa-apa, tapi begitu dia tiba di atas panggung, dia sudah tahu sebetulnya apa yang mesti dia putuskan. Ini menunjukkan betapa kong kalikong itu memang berlangsung secara sistematis sistematis,” ungkap Rocky. Rocky justru menyesalkan Saldi Isra yang sudah bisa mendeteksi dari awal. Kalau kita lihat banyak keputusan yang sifatnya sama seperti sekarang dan pada semua keputusan itu Saldi Isra mengucapkan dissenting opinion. Itu artinya, Saldi sudah bisa tahu kalau menyangkut kepentingan kekuasaan maka disenting opinion itu seolah-olah untuk membenarkan bahwa tidak sepenuhnya MK tunduk pada kekuasaan. Tetapi, Saldi mesti paham bahwa disenting opinion dia juga dimanfaatkan oleh ketua MK untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan pendapat, bukan bulat. Mestinya Saldi yang lebih awal paham akan hal itu tidak usah curhat-curhat. Nyatakan saja bahwa dia disenting opinion, sekaligus tidak menghendaki lagi Mahkamah ini, karena telah terjadi pembusukan politik di dalamnya, dan menyatakan mengundurkan diri. Itu baru disenting opinion yang jujur. “Jangan disenting opinion, tapi meminta rakyat untuk mengerti bahwa dia disenting opinion,” tegas Rocky. “Jadi, Saldi Isra lakukan tindakan yang lebih keras, lebih radikal, mundur dari MK, baru orang yakin bahwa Saldi memang bagian yang tersisa dari kebenaran, dari kejujuran di MK. Kalau dia cuman ngeluh-ngeluh, itu artinya dia minta dimaklumi bahwa dia enggak mampu untuk menyelamatkan Mahkamah,” tambah Rocky. Rocky menyarankan agar Saldi meninggalkan Mahkamah karena Mahkamah sudah tidak lagi ada di dalam wilayah penegakan keadilan, tidak lagi berpikir untuk menyelamatkan demokrasi, bahkan merusak demokrasi. Menurut Rocky, putusan MK memang sudah diatur supaya lolos dan apa yang diinginkan Presiden Jokowi harus terjadi. Jokowi tentu memantau keadaan itu, tapi memang disiapkan skenario supaya seolah-olah ada perbedaan pendapat, nanti kemudian dianggap bahwa itu sudah menjadi keputusan final. Tetapi, lanjut Rocky, yang lebih masuk akal untuk kita lihat adalah publik tidak peduli lagi. Publik bahkan makin merasa bahwa yang diputuskan kemarin adalah keinginan personal dari seorang yang sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia. “Dengan kata lain, orang menganggap bahwa semua yang masih mendukung presiden itu sebetulnya sudah kehilangan akal sehatnya. Jadi Presiden Jokowi akhirnya menunjukkan watak dia yang sesungguhnya, yaitu arogan dan memaksakan kehendak,” tegas Rocky dalam diskusi Bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu. Tinggal kita tunggu apakah Megawati mampu menegur Jokowi secara keras dengan mencabut kartu anggotanya. “Kan cuma itu. Kan dipertontonkan dengan sangat kasar bagaimana keputusan Mahkamah itu jadi semacam agenda hanya untuk keluarganya. Ini yang dianggap publik bahwa sudah tidak ada gunanya sebetulnya semua ucapan dari sang Presiden,” ungkap Rocky.(ida)
Negara Diacak-acak Presiden Bandit dan Parpol Kartel
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih Prof Daniel M Rosyid, mengeluarkan catatan bahwa \"Organisasi paling berbahaya di dunia ini bukan Al Qaeda, ISIS, apalagi HTI atau FPI, tapi partai politik. Sejak UUD 45 diganti UUD 2002, partai politik terbukti makin berbahaya, karena mampu mempermainkan politik sebagai kebajikan publik, termasuk Pilpres\" Prof. Ward Berenschot, Gurubesar Perbandingan Antropologi Politik Universitas Amsterdam dan Peneliti Senior KiTLV Universitas Leiden, bahkan menyampaikan bahwa 52 % anggota DPR sebagai kartel berkolaborasi dengan Taipan Oligarki. Penunjuk arah politik bahkan presiden dan hampir semua partai di Indonesia sudah tenggelam dalam kendali Oligarki. Sistem politik multipartai yang membentuk partai kartel yang bersenyawa dengan kekuasaan adalah salah satu faktor yang meningkatkan terjadinya kekacauan politik ini. Presiden tidak akan berani melakukan politik dinasti yang ugal ugalan seandainya partai politik masih berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Semua sudah dalam satu kolam yang keruh hanya memburu kepentingan masing masing saling mengait satu sama lain. Presiden dan partai kartel menciptakan sistem kerja sama yang mampu menjaga dan mengatur negara sesuai dengan kepentingan kelompoknya masing-masing. Menyatunya presiden bandit dan partai kartel telah menghilangkan sistem checks and balances, matinya suara kebebasan, dan membawa harapan palsu kepada sistem demokrasi mapan sebuah pemerintahan negara. Fungsi pengadilan di acak acak , Mahkamah Konstitusi sampai berani keluar dari kehormatannya sebagai penjaga konstitusi larut terlibat dalam rekayasa politik dinasti. Presiden bandit dan partai politik kartel adalah partai yang menggunakan sumber daya negara untuk mempertahankan posisinya dalam sistem politik , beroperasi seperti kartel Pengertian ini merujuk kepada eksploitasi kekuaasan untuk kepentingan kolektif. Argumen mengenai terjadinya kartelisasi adalah kepentingan penguasa dan partai-partai untuk menjaga kelangsungan hidup kolektif mengharuskan mereka membentuk kartel. Sibuk luar biasa berbagi peran memburu proyek-proyek bersama para taipan oligarki. Partai kartel sesekali berputar putar tampil sebagai oposisi padahal sebenarnya saling bekerja sama. Kepentingan penguasa dan parpol di Indonesia seperti ter diskoneksi dengan rakyat. \"Makanya tidak heran apabila presiden dan parpol di Indonesia sangat pragmatis, hedonis dan tidak ideologis,” Pertarungan politik saat ini tidak terlepas dari adanya keinginan kepentingan politik dan keinginan membangun imperium kekuasaan. Tidak heran jika publik sering menyaksikan praktik pelanggaran hukum itu semua hanya wajah perebutan kekuasaan. Rintihan, kritik dan macam macam bentuk protes rakyat, agar rezim kembali ke jalan yang benar sesuai panduan konstitusi UUD 45, semua kandas dan sia sia. Sejak berlakunya UUD 200, presiden dan partai politik telah morfosa menjadi bandit Poltik dan ekonomi, tragis dan mengerikan justru berubah fungsi sebagai drakula yang setiap saat memangsa rakyat, sebagai santapan perilaku politiknya. Ironis tetapi itulah fakta yang terjadi saat ini. *****
MK Mengabulkan Syarat Capres-Cawapres Pernah Menjadi Kepala Daerah
Jakarta, FNN - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.\"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,\" ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.\"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,\" ucap Anwar.Atas putusan tersebut, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.Dalam pertimbangannya, mahkamah menilik negara-negara lain yang memiliki presiden dan wakil presiden yang berusia di bawah 40 tahun. Kemudian, juga melihat Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa yang mengatur syarat capres berusia di bawah 40 tahun.Sementara itu dalam konteks negara dengan sistem parlementer, kata mahkamah, terdapat pula perdana menteri yang berusia di bawah 40 tahun ketika dilantik atau menjabat.Data tersebut dinilai mahkamah menunjukkan bahwa tren kepemimpinan global semakin cenderung ke usia yang lebih muda.\"Dengan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, secara rasional, usia di bawah 40 tahun dapat saja menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang setara,: ucap Guntur Hamzah.Di sisi lain, mahkamah juga menyinggung terkait beberapa putusan terakhir yang memberikan tafsir ulang terhadap norma suatu pasal dan mengenyampingkan open legal policy.\"Konsep open legal policy pada prinsipnya tetap diakui keberadaan-nya, namun tidak bersifat mutlak karena norma dimaksud berlaku sebagai norma kebijakan hukum terbuka selama tidak menjadi objek pengujian undang-undang di mahkamah,\" tutur hakim konstitusi Manahan M.P. Sitompul.Terlebih lagi, sambung Manahan, apabila DPR maupun presiden telah menyerahkan sepenuhnya kepada mahkamah untuk memutus hal dimaksud.\"Maka dalam keadaan demikian, adalah tidak tepat bagi mahkamah untuk melakukan judicial avoidance dengan argumentasi yang seakan-akan berlindung di balik open legal policy,\" ujar Manahan.Lebih lanjut, mahkamah juga menilai bahwa pengalaman pejabat negara, baik di lingkungan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak bisa dikesampingkan begitu saja dalam pemilihan umum (pemilu).\"Pembatasan usia minimal 40 tahun semata tidak saja menghambat atau menghalangi perkembangan dan kemajuan generasi muda dalam kontestasi pimpinan nasional, tapi juga berpotensi mendegradasi peluang tokoh atau figur generasi milenial yang menjadi dambaan generasi muda, semua anak bangsa yang seusia generasi milenial,\" imbuh hakim konstitusi M. Guntur Hamzah.Apabila dilihat dari sisi rasionalitas, menurut mahkamah, penentuan batas usia minimal 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden bukan berarti tidak rasional, tetapi tidak memenuhi rasionalitas yang elegan karena berapa pun usia yang dicantumkan akan selalu bersifat dapat didebat sesuai ukuran perkembangan dan kebutuhan zaman.Oleh karena itu, mahkamah berpendapat penting bagi mahkamah memberikan pemaknaan kuantitatif dan kualitatif untuk Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu.\"Penting bagi mahkamah untuk memberikan pemaknaan yang tidak saja bersifat kuantitatif, tetapi juga kualitatif, sehingga perlu diberikan norma alternatif yang mencakup syarat pengalaman atau keterpilihan melalui proses demokratis, yaitu pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, tidak termasuk pejabat yang ditunjuk,\" ucap Guntur.Berkaitan dengan perkara uji materi sebelumnya yang ditolak, mahkamah mengatakan permohonan Almas memiliki alasan permohonan yang berbeda, yaitu berkenaan dengan adanya isu kesamaan karakteristik jabatan yang dipilih melalui pemilu, bukan semata-mata isu jabatan penyelenggara negara.(ida/ANTARA)
Putusan MK Melampaui Kewenangannya
Jember, Jawa Timur, FNN - Pengamat hukum tata negara Universitas Jember (Unej) Dr Adam Muhshi menilai bahwa putusan hakim Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (wapres) telah melampaui kewenangannya sebagai lembaga negative legislator.\"Dengan putusan itu, MK memposisikan diri sebagai positif legislator, sehingga sudah \'melompat pagar\' dari kewenangannya karena yang membentuk aturan itu DPR dan Presiden,\" katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.Ia mengatakan secara legal formal keputusan hakim MK tersebut sah dan tetap mengikat sejak dibacakan, namun menjadi bermasalah secara substansi karena dinilai cacat hukum.Menurutnya putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.\"Dari semangatnya anak muda boleh menjadi presiden asalkan sudah pernah menjadi kepala daerah, namun saya tidak setuju karena secara substansi sangat tendensius ketika diterapkan pada Pemilu 2024,\" ucap dosen Fakultas Hukum Unej itu.Dari sisi hukum, lanjut dia, banyak yang menilai putusan tersebut cacat hukum karena secara substansi telah keluar dari nilai utama konstitusi bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan negara berdasarkan supremasi hukum/konstitusi kini menjadi negara hukum positif atau perundang-undangan.\"Putusan MK sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat karena saat ini Indonesia sebagai negara Republik, akan tetapi putusan MK tersebut berpotensi mundur ke belakang, kembali ke politik dinasti yang merupakan karakter negara dengan sistem monarki dengan hukum positif sebagai dalil pembenar,\" katanya.Adam menyayangkan adanya putusan MK yang dinilai sudah mengarah ke politik, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut dan menjadi preseden buruk bagi lembaga itu jelang tahun politik.\"Sebagai negative legislator, MK tidak boleh membatalkan atau mengubah ketentuan UU yang tidak bertentangan dengan konstitusi. Namun putusan MK justru menjadikan lembaga tersebut sebagai positif legislator,\" ujarnya.Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.(ida/ANTARA)
Terkait Seleksi di Bawaslu, DKPP Memeriksa Dugaan Pelanggaran Etik
Jakarta, FNN - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) RI memeriksa dugaan pelanggaran kode etik terhadap ketua dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI terkait seleksi anggota Bawaslu tingkat kabupaten/kota.Sidang pemeriksaan yang dipimpin langsung oleh Ketua DKPP Heddy Lugito berlangsung selama lebih dari enam jam di Jakarta, Senin.Heddy Lugito bersama tiga anggota DKPP lainnya yaitu J. Kristiadi, Ratna Dewi Pettalolo, dan Muhammad Tio Aliansyah mendengar secara langsung poin-poin aduan dari pengadu, kemudian tanggapan dari teradu, yang diwakili oleh tiga anggota Bawaslu, yaitu Totok Hariyono, Lolly Suhenti, Puadi, dan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja yang hadir secara virtual.Dua pengadu, yaitu Suryono Pane untuk nomor perkara 114-PKE-DKPP/IX/2023 dan Herminiastuti Lestari untuk nomor perkara 121-PKE-DKPP/IX/2023, menilai ketua dan anggota Bawaslu melanggar kode etik bekerja tidak profesional karena mengubah jadwal tahapan seleksi sehingga mengakibatkan adanya kekosongan jabatan di Bawaslu tingkat kabupaten/kota. Para pengadu, saat menanggapi respon teradu, juga menilai ketua dan anggota Bawaslu mencampuri proses seleksi melalui “review” terhadap hasil seleksi pada tahapan-tahapan tes.Dalam sidang pemeriksaan, Anggota Bawaslu Lolly Suhenti menjelaskan seleksi anggota Bawaslu tingkat kabupaten/kota berlangsung secara independen mengingat tim seleksi berasal dari lembaga lain, yaitu Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Polri. Keterlibatan Bawaslu dalam seleksi sebatas pengawasan (monitoring) yang disebut sebagai “review”.Tujuan dari review itu, pihak teradu (Bawaslu RI) menyatakan untuk memastikan ketepatan dan keakuratan hasil penilaian tim seleksi sebagaimana diatur dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Ketua Bawaslu.Lolly mencontohkan review (peninjauan) hasil tes pada tahapan tes tertulis dilakukan dengan mengecek pembobotan penilaian yang mana 60 persen untuk tes tertulis pilihan ganda dan 40 persen tes esai.“Pada gabungan tes tertulis dan tes psikologi, para teradu me-review apakah peserta yang nilainya diperhitungkan apakah peserta yang tes psikologi-nya direkomendasikan atau dapat direkomendasikan serta bagaimana pembobotan di antara tes tertulis dan tes psikologi sudah tepat, yakni 40 dan 60 persen, dan apakah penghitungan nilai akhir berdasarkan pembobotan nilai sudah akurat,” kata Lolly.Dia melanjutkan review itu merupakan penerapan prinsip kehati-hatian tanpa menghilangkan objektivitas dan independensi dari tim seleksi.Sementara itu, Anggota Bawaslu Totok Hariyono menjelaskan penundaan pengumuman tahapan seleksi karena terkendala hasil penilaian tidak disetor sesuai format yang dibutuhkan oleh Bawaslu. Totok mencontohkan hasil penilaian disetor ke email Bawaslu untuk seleksi calon anggota per provinsi, sementara aplikasi yang digunakan oleh Bawaslu mengharuskan hasil itu disetor per kabupaten/kota.Totok lanjut menjelaskan review juga membutuhkan waktu karena saat meninjau hasil penilaian ada temuan peserta tes mendapatkan nilai padahal dia tidak mengikuti tes, dan ada juga yang peserta yang nilainya sama tetapi memiliki penilaian berbeda misalnya dalam hasil asesmen psikologi.Totok, dalam sidang pemeriksaan pun, kembali menegaskan review hanya sebatas memastikan ketepatan dan akurasi dari hasil penilaian tim seleksi.Usai mendengar poin-poin dari pengadu dan teradu, ketua dan anggota DKPP juga mendalami poin-poin dari para pengadu dan teradu.Terakhir, Ketua DKPP yang memimpin sidang meminta masing-masing pihak menyusun dokumen kesimpulan dan mengirimkannya ke DKPP dalam waktu 2 hari setelah sidang pemeriksaan, Senin.(ida/ANTARA)
Gerindra Telah Berkomunikasi Dengan Gibran Pasca-putusan MK
Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui bahwa partainya telah berkomunikasi dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres pada Senin (16/10). \"Ada komunikasi (dengan Gibran), tapi bukan saya yang komunikasi,\" ujarnya di depan kediaman Prabowo Subianto di Kartanegara, Jakarta Selatan pada Senin tengah malam (16/10). Meski begitu, Muzani tidak mengungkapkan siapa yang melakukan komunikasi tersebut. Ia menegaskan bahwa partainya masih menunggu para Ketua Umum dari Koalisi Indonesia Maju untuk mengumumkan calon wakil presiden Prabowo Subianto. \"Putusan MK menjadi putusan yang jelas terang benderang jadi nanti nunggu sesuatu yang jelas, nunggu para Ketum semuanya berkumpul,\" ujarnya. Partai Gerindra sendiri menggelar rapat anggota dewan pembina di kediaman Prabowo hingga Senin tengah malam. Pertemuan itu membahas dinamika politik nasional yang terjadi saat ini. Muzani mengatakan pembahasan cawapres hingga putusan MK menjadi salah salah satu topik utama yang dibahas. \"Beliau (Prabowo) menyimak, mendengar, dan memperhatikan keputusan MK sebagai sebuah keputusan yang final dan mengikat. Tentu saja ini akan menjadi sebuah cara pandang dari partai-partai Koalisi Indonesia Maju dalam mengambil keputusan,\" katanya. Muzani menyebut bahwa Prabowo dalam waktu dekat akan bertemu dengan para ketua umum partai politik di Koalisi Indonesia Maju. Salah satu yang dibahas mengenai hasil putusan MK perihal syarat capres dan cawapres. \"Ya kita akan membicarakan tentang beberapa perkembangan politik nasional terakhir, termasuk keputusan MK yang paling akhir tentu saja akan kami bicarakan. Semua ketum partai akan diberi forum, menyampaikan pandangan termasuk informasi yang mereka dapatkan dari semua sisi,\" tutur Muzani. Namun, pertemuan itu harus diundur setelah Ketum PAN tiba di Indonesia sepulang kunjungan bersama Presiden Jokowi di luar negeri. \"Namun, karena ada ketua umum parpol yang menyertai kunjungan presiden ke China, maka rapat ketua umum partai Koalisi Indonesia Maju ditunda sampai dengan kumpul semuanya,\" pungkas Muzani. Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Budi Djiwandono mengungkapkan bahwa rapat malam ini adalah pertemuan antara para anggota pembina partai, yang dinilainya sudah jarang terjadi. \"Malam ini dewan pembina Partai Gerindra sebagai majelis tertinggi partai berkumpul untuk bertukar pikiran, diskusi dan pada akhirnya tadi mendapatkan beberapa update dari Bapak Prabowo Subianto tentang perkembangan-perkembangan politik nasional sampai dengan hari ini dan ke depan,\" ujar Budi setelah rapat tersebut. Terkait nama calon wakil presiden (Cawapres) untuk Prabowo, Budi mengatakan belum ada keputusan pada malam hari ini dan masih terdapat empat nama yang diklaster berdasarkan wilayah. \"Kita masih bicarakan empat nama, satu nama dari luar Jawa, satu dari Jawa Barat, satu nama dari Jawa Tengah, dan satu nama dari Jawa Timur,\" ucap Budi.(ida/ANTARA)
Denny JA Mengungkap Tiga Gerbong Suara Potensial Dibawa Gibran
Jakarta, FNN - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Denny Januar Ali menilai ada tiga klasifikasi gerbong suara yang dibawa Gibran Rakabuming Raka jika ikut kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.Ketiga gerbong tersebut adalah suara dari Jawa Tengah, kalangan milenial, dan pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi.\"Pertama adalah gerbong suara dari Jawa Tengah. Indonesia terdiri dari 38 provinsi namun hanya Jateng saja, total populasi di sana sekitar 13,39-16 persen. Prosentase itu tergantung cara menghitungnya, dari basis populasi umum atau basis daftar pemilih tetap,\" kata Denny JA melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.Menurut dia, satu provinsi dengan populasi 13,39-16 persen, itu sangat besar sekali terutama suara Ganjar sangat dominan di Jateng mengalahkan Prabowo di atas 20 persen.Karena itu menurut dia, kehadiran Gibran sebagai cawapres Prabowo akan memperkecil margin elektoral antara Ganjar dengan Prabowo.\"Walaupun Ganjar secara nasional masih kalah dengan Prabowo jika head to head. Namun jika dominasi Ganjar di Jawa Tengah bisa dikurangi, dengan sendirinya total suara Ganjar di seluruh Indonesia akan jauh berkurang,\" ujarnya.Denny JA menjelaskan bahwa kedua adalah gerbong suara yang akan dibawa Gibran yaitu pemilih generasi millenial. Istilah milenial tersebut merujuk pada orang yang lahir setelah tahun 1982 dan saat ini berusia di bawah 41 tahun.Dia menjelaskan berdasarkan survei LSI Denny JA bulan September 2023, total jumlah segmen milenial sebanyak 48,5 persen.\"Gibran satu-satunya wakil dari generasi milenial yang ikut dalam pasangan capres-cawapres 2024,\" katanya.Karena itu dia menilai Gibran sangat potensial mengambil suara kalangan milenial yang jumlahnya hampir setengah dari populasi. Menurut dia, para politisi, pengusaha, dan profesional muda potensial digerakkan untuk menjadikan Gibran sebagai \"lokomotif\" membawa gerbong kaum milenial.Dia menjelaskan, gerbong ketiga yang bisa dibawa Gibran adalah pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi meskipun Jokowi tidak mengatakan secara eksplisit siapa capres yang didukungnya.\"Tapi dengan datangnya Gibran sebagai cawapres Prabowo, dengan sendirinya, itu memberi sinyal bahwa Jokowi berada di belakang Prabowo. Jumlah populasi, mereka yang puas dengan Jokowi, sebanyak 70-80 persen,\" ujarnya.Dia menilai memang ada pemilih dari Prabowo jika Menteri Pertahanan itu mengambil Gibran sebagai cawapres yaitu kalangan terpelajar dengan berbagai alasan, mulai dari dinasti politik hingga belum berpengalaman.Namun menurut dia, jumlah kalangan terpelajar itu dalam populasi pemilih Indonesia kurang dari 10 persen.\"Namun apabila dijumlahkan, masih lebih banyak pemilih yang datang daripada yang pergi jika Prabowo mengambil Gibran sebagai calon wakil presiden,\" katanya.Karena itu menurut dia, jika akhirnya Gibran dipilih sebagai cawapres pendamping Prabowo, hal itu justru karena kalkulasi elektoral yang cermat.(ida/ANTARA)
Putusan MK Hina Gibran, Dinasti Jokowi Membusuk
Oleh Faizal Assegaf | Kritikus SKENARIO jahat usung Gibran maju Cawapres gagal total. Ipar presiden Jokowi selaku Ketua MK dihantam oleh amarah jutaan rakyat. Memantik pesan keras jelang Pilpres: Ganyang politik dinasti! Permainan politik kotor yang dilakoni Jokowi serta loyalisnya semakin norak, licik dan memalukan. Bapak, anak, ipar dan mantu, tanpa henti melecehkan akal sehat dan nurani publik. Seolah negara milik nenek moyong mereka. Bertindak seenaknya, arogan, munafik dan sok paling perkasa. Wabah ganas dinasti politik telah merusak tatatan bernegara dan menjadi sampah demokrasi. Krisis moral dalam perilaku kekuasaan Jokowi dan keluarganya makin menyulut amarah rakyat. Namun kentalnya tabiat kebohongan, kemunafikan dan nepotisme membuat gelap mata. Lucunya, Jokowi yang gemar berbohong dan ngeyel, mewariskan bakat politik menyimpang itu ke anaknya. Akibatnya, satu per satu tampil tanpa martabat dan kehormatan demi berburu kekuasaan. Di selokan kekuasaan, posisi Jokowi selaku presiden memperluas syahwat dinasti politik. Bocoh karbitan Istana disulap sehari jadi Ketum partai. Yang satunya dikatrol sebagai walikota dan nyaris jadi Cawapres. Prestasi yang menonjol dari dua bocoh karbitan tersebut karena mereka putera presiden. Sementara jutaan kaum muda cerdas dan bermoral, tersingkir dalam arena demokrasi secara jahat dan culas. Pesta bagi-bagi jatah dinasti politik Jokowi menyulut kehancuran bernegara. Sumber kekayaan alam dirampok, kejahatan korupsi dan aneka tekanan sosial-ekonomi menindas hidup rakyat banyak. Dinasti politik adalah kejahatan dalam bernegara…! **
Kuasa Tuna-Mulia
Oleh Yudi Latif - Kolumnis Saudaraku, banyak orang mencari kehormatan dalam gelar dan jabatan tanpa memenuhi nilai prinsipil dan tanggung jawab kedudukannya. \"Aib terbesar,\" kata Juvenalis, \"Ketika kamu lebih mementingkan penghidupan ketimbang harga diri, sementara demi penghidupan itu pun engkau telah kehilangan prinsip-prinsip kehidupan.\" Sutan Sjahrir, salah seorang negarawan-pemikir terbaik bangsa ini, merisaukan fenomena tersebut. Dalam catatan harian balik penjara, dengan nama samaran Sjahrazad, beliau menulis, \"Bagi kebanyakan orang-orang kita \'yang bertitel\'—saya pakai perkataan ini akan pengganti \'intelektuil\', sebab di Indonesia ini ukuran orang bukan terutama tingkat penghidupan intelek, akan tetapi pendidikan sekolah—bagi \'orang-orang yang bertitel\' itu pengertian ilmu tetap hanya pakaian bagus belaka, bukan keuntungan batin. Bagi mereka ilmu itu tetap hanya suatu barang yang mati, bukan hakikat yang hidup, berubah-ubah dan senantiasa harus diberi makan dan dipelihara.\" Masalah kegilaan pada titel (gelar) tanpa kedalaman ilmu, yang dicatat Bung Sjahrir 20 April 1934 itu, situasinya tak tambah membaik, bahkan memburuk. Gelar-gelar akademis dikejar banyak orang sebagai pelengkap jabatan. Banyak pula dosen/peneliti yang memburu gelar profesor tanpa merasa perlu mempertanggungjawabkan kapabilitas dan kontribusi keilmuannya. Kegilaan banyak orang juga berlangsung dalam perlombaan mengejar jabatan kenegaraan. Berbagai cara dilakukan orang untuk meraih kekuasaan dan jabatan. Namun, tatkala kedudukan itu diraih, mereka tak sungguh-sungguh menyadari bahwa dirinya pejabat yang harus bertanggung jawab atas kehormatannya. Perpaduan antara kegilaan atas gelar dan jabatan tanpa kedalaman ilmu, rasa malu, dan kehormatan membuat negara ini mengalami defisit kemuliaan, surplus kehinaan. Seperti kata George Bernard Shaw, \"Titel/jabatan memberi kehormatan kepada orang-orang medioker, memberi rasa malu bagi orang-orang superior, dan diperhinakan oleh orang-orang inferior.\" Gemuruh para petaruh di bursa pencari jabatan pertanda pos-pos kenegaraan diisi orang-orang medioker. Derasnya umpatan, sinisme, dan ketidakpercayaan publik pada lembaga-lembaga kenegaraan menyiratkan bahwa pos-pos kenegaraan dipimpin orang-orang inferior. (Belajar Merunduk). Dikutip dari IG Yudi Latief.
Hore, Jokowi ke Cina Lagi
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan PADA hari Putusan MK yang isinya bias antara tetap batasan usia 40 tahun dengan pengalaman sebagai Kepala Daerah, Jokowi bersama beberapa Menteri berangkat ke China menghadiri KTT Belt and Road Initiative (BRI) atau Belt and Road Forum for International Cooperation. Seperti diketahui program BRI adalah domein kepentingan China untuk memperluas pengaruh di negara yang dilalui BRI. Indonesia termasuk di dalamnya. Kali ini andalan dan \"Duta China\" Luhut Binsar Panjaitan tidak bisa ikut berangkat. Sakitnya tentu membuat Jokowi bersedih. Tapi Jokowi tetap wajib \"menghadap\" ke negara kakak tua di Beijing. Bangsa dan rakyat Indonesia pasti mengusap dada sambil berujar \"China lagi...China lagi\". BRI yang sebelumnya OBOR ditandai dengan nota kesepahaman diinisiasi oleh Xi Jinping sejak tahun 2013. Negara peserta di samping diiming-iming investasi juga faktanya sering terjebak dalam kubangan hutang China (debt trap). Dikte politik adalah konsekuensi dari ketidakmampuan untuk membayar hutang tersebut. Secara geopolitik dan ketahanan nasional program BRI rentan bagi penggerusan kedaulatan. Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah bagian dari BRI yang terbayang akan menjadi debt trap China. Morowali bagai sebuah kawasan China. Malaysia banyak membatalkan MoU BRI China buatan Najib-Xi Jinping mengingat bahayanya. Srilangka, Djibouti, Maladewa adalah contoh dari negara yang menjadi korban. Setelah akhir Juli \"menghadap\" Xi Jinping, kini bulan Oktober Jokowi kembali menghadap Xi Jinping dan ikut KTT BRI. Program ambisius BRI dimaksudkan China untuk menghegemoni dunia dimana Indonesia ikut menghamba. Kehausan pada investasi membuat Jokowi lupa diri. Potensial berkhianat pada rakyat dan bangsanya sendiri. Di Beijing juga tim Jokowi akan menandatangani banyak proyek dalam Forum Bisnis Indonesia China. Tercatat kesepakatan bernilai 197,8 Trilyun. Agenda pertemuan khusus dengan Xi Jinping kembali dilakukan lalu pertemuan dengan PM China Li Qiang dan Ketua Parlemen Zhao Leji. Ini tentu \"political meeting\" bukan semata bisnis. Ketika bertemu dengan Xi Jinping bulan Juli 2023 yang berlanjut dengan penandatanganan bisnis ternyata berefek pada terjadinya kasus \"pengusiran\" pribumi melayu di Rembang. Kasus yang hingga kini belum tuntas tersebut tidak bisa dilepaskan dari kepentingan China yang menginginkan Pulau Rempang kosong. Ada aspek geopolitik di sana. Bayaran investasi yang mahal dan menekan. Kini bulan Oktober Jokowi bertemu kembali dengan Xi Jinping dan petinggi China lainnya. Pertemuan politik yang memayungi bisnis ini menjadi penting untuk diperhatikan dan diwaspadai. Apa implikasi atau konsekuensi setelah nanti kembali. Mungkinkah terjadi kasus Rempang lain? Jualan kedaulatan apalagi yang akan ditawarkan Jokowi pada Xi Jinping? Lucunya dalam kaitan Jokowi Xi Jinping ini ada kawan \"nyeletuk\" jangan-jangan Jokowi membicarakan juga kemungkinan minta perlindungan jika harus lari dari Indonesia akibat situasi politik yang semakin tidak kondusif di dalam negeri. Apalagi tangan kanannya Luhut Panjaitan semakin tidak jelas kondisinya. Jokowi semakin goyah. Jokowi wajar goyah karena keruwetan negeri semakin dirasakan olehnya. Hutang menggunung, IKN belepotan, bahan pokok bermasalah, Rempang tidak tuntas, Kereta Cepat membebani, politik dinasti dikritisi, Pilpres tidak menjanjikan, serta ijazah palsu yang terus dibongkar-bongkar. Luhut konon sakit dengan pemulihan lama lagi. China di samping menjanjikan ternyata juga menuntut. Jika Jokowi gagal memenuhi harapan China tentu akan mendapat sanksi hukum dari China pula. Apalagi jika Presiden ke depan bukan pelanjut kebijakan Jokowi. Di tengah kebingungannya itu Jokowi harus menghadap kepada kakak besar nya di Beijing hari-hari ini. Horeee.. Jokowi ke China lagi. (*)