ALL CATEGORY
Adakah yang Mau Mengkudeta Ketua Umum PDI-P
Menurut catatan Setara Institute, kader PDIP menjadi penyumbang terbanyak dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK sepanjang tahun 2018. Delapan kepala daerah dari partai berlambang banteng moncong putih itu terjerat kasus korupsi. Kedelapan orang tersebut antara lain mantan Bupati Ngada Marianus Sae, mantan Bupati Bandung Barat Abubakar, mantan Bupati Purbalingga Tasdi, dan mantan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar. by Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Akhir-akhir ini banyak politisi dan pengamat politik ramai membicarakan kudeta yang dilakukan Jenderal (Purn) TNI Moeldoko terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Di balik peristiwa tragis tersebut, adakah orang yang terinspirasi, berpikir atau merencanakan untuk mengkudeta Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri ? Para kader muda Partai Banteng seperti Maruarar Sirait (Ara), Budiman Sujatmiko, Arif Budimanta, apakah Anda semua mempunyai rencana untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) seperti yang telah dilakukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bersama kader Partai Demokrat yang kecewa dengan kepemimpinan AHY ? Mosok nyali Anda kalah sama Moeldoko yang berumur lebih tua? Pada tàhun 2014, Maruarar Sirait gagal menjadi Menkominfo karena tidak disetujui oleh Megawati. Menurut informasi di kalangan politisi PDIP waktu itu, Ara dituduh sebagai salah seorang kader muda di Partai Banteng yang hendak menggulirkan KLB PDIP. Oleh karena itu, meskipun Ara sudah berada di Istana Kepresidenan untuk dilantik Jokowi sebagai Menkominfo, terpaksa dibatalkan hanya gara-gara tidak disetujui pimpinan partainya. Padahal waktu itu, Ara sudah lengkap mengenakan kemeja putih. Sebagai gantinya, diangkatlah Rudiantara, seorang profesional di dunia komunikasi yang juga pernah menjadi direksi di perusahaan BUMN yakni di PT Semen Gresik (sekarang PT Semen Indonesia) dan PT PLN. Tentu saja Ara merasa kecewa yang amat sangat,. Waktu itu juga Ara segera meluncur dari Istana Presiden Kepresidenan menuju kediaman Ketua Umum PDI-P di Jl Teuku Umar Jakarta. Dia mau menemui Megawati Soekarnoputri. Sayangnya, Ketua Umum PDI-P tersebut tidak bisa ditemui Maruara Sirait. Meskipun Ara adalah juga putra tokoh senior PDI-P, Sabam Sirait, namun kalau Megawati sudah marah dengan kadernya, hal itu nampaknya tidak bisa diampuni. Petugas Partai Demikian juga Jokowi. Walaupun dia sebagai presiden, tetapi di mata Megawati Soekarnoputri dia tetap sebagai 'Petugas Partai'. Oleh karena itu, kewenangan yang dimiliki Jokowi sebagai presiden, sesungguhnya bersifat semu. Dalam kenyataannya, Jokowi tidak berdaya manakala berhadapan dengan Megawati. Sejak Jokowi menjadi Presiden tàhun 2014, dalam berbagai kesempatan Megawati selalu menyatakan bahwa Jokowi adalah Petugas Partai. Atribut yang disandang inilah yang membatasi ruang gerak politik Jokowi sebagai presiden. Kembali kepada peristiwa politik dramatis KLB Partai Demokrat yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Banyak spekulasi yang menyebutkan bahwa Moeldoko hanya berperan sebagai pelaksana kudeta terhadap Partai Demokrat. Sementara master mindnya adalah Jokowi. Apalagi, sampai sekarang Jokowi diam membisu atas perilaku bawahannya Moeldoko yang telah melakukan kudeta atas kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Diamnya Presiden ini seolah mengonfirmasi dugaan bahwa Jokowi lah yang berada dibalik KLB Partai Demokrat. KLB ini sesungguhnya tidak semata-mata untuk melengserkan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Tetapi juga bertujuan untuk mereduksi pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat. Spekulasi politik lain menyebutkan bahwa skenario KLB PD ini merupakan bagian dari strategi PDIP dalam rangka semakin mengokohkan sebagai partai berkuasa menjelang Pemilu 2024. Oleh karena itu, kemudian dilakukan langkah politik untuk mengkerdilkan atau membonsai partai oposisi. Sejumlah pengamat menyebutkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diperkirakan juga tidak akan luput dari operasi politik kotor yang akan dilakukan partai penguasa. Sebenarnya pada Pemilu 2019 lalu, jumlah perolehan suara dan perolehan kursi di DPR untuk Partai Demokrat menurun dari posisi keempat pada 2014, menjadi posisi ketujuh dari 9 partai di DPR, dengan perolehan suara sebanyak 7,77 % suara nasional (10.876.507). Namun, hingga kini pengaruh SBY di partai berlambang Mercy itu masih sangat kuat. Oleh karena itu, PDI-P berkepentingan untuk menghilangkan pengaruh mantan Presiden RI keenam itu. Pelaksanaan KLB Partai Demokrat yang digelar Jumat 5 Maret 2021 lalu, adalah untuk meruntuhkan kekuasaan SBY di Partai Demokrat. Mereka yang telah melakukan kudeta terhadap AHY, bisa saja menyatakan bahwa langkah politik yang mereka lakukan itu untuk memutus dinasti politik. Padahal, sesungguhnya mereka ingin memutus pengaruh politik SBY di Partai Demokrat. Kalau benar politisi muda Indonesia saat ini risau dengan dinasti politik, maka PDI-P juga merupakan parpol yang masih memberlakukan dinasti politik. Sejak akhir Orde Baru sampai sekarang, PDIP masih dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Dia sudah lebih dari 20 tàhun menjadi Ketua Umum PDI-P. Apakah para politisi muda di PDIP tidak bosan dipimpin Megawati ? Saya yakin masih banyak para kader muda dan politisi energik di PDIP yang masih memiliki idealisme dan integritas serta loyalitas kepada partai. Saya yakin para politisi muda di PDIP sudah paham implikasi dari adanya dinasti di tubuh parpol. Dinasti politik di tubuh Parpol bisa menghambat regenerasi dan kaderisasi partai. Apalagi sekarang usia Megawati sudah tidak muda lagi seperti dulu. Dia sudah berumur 74 tàhun, lahir 23 Januari 1947. Sementara SBY berumur 71 tàhun, lahir 9 September 1949. SBY sebenarnya sudah mengalihkan tongkat kepemimpinan partai kepada kader muda yakni AHY kendati Ketua Umum PD ini adalah putranya sendiri. Sementara PDI-P, sampai sekarang masih dipimpin Ketua Umum yang sudah lanjut usia. Sangat boleh jadi Megawati sedang galau atau dilanda kebingungan, apakah estafet politik akan diserahkan kepada Puan Maharani atau Prananda. Keduanya adalah putra putri Megawati Soekarnoputri dari suami yang berbeda. Muhammad Prananda Prabowo, biasa dipanggil Prananda. Saat ini Prananda Prabowo dipercaya sebagai Ketua DPP PDI-P Bidang Ekonomi Kreatif periode 2019-2024. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi PDIP. Sosok yang satu ini tidak pernah muncul ke permukaan apalagi tampil di media massa. Sebaliknya, Puan Maharani, lebih banyak dikenal publik karena begitu Jokowi berkuasa tàhun 2014, dia langsung diangkat sebagai menteri meskipun banyak kalangan yang meragukan kemampuan dan kapasitasnya. Nah pada periode kedua Jokowi sebagai Presiden ini, Puan Maharani sengaja ditempatkan sebagai Ketua DPR-RI. Meski Prananda tidak pernah muncul ke permukaan, namun di internal PDI-P sendiri dia memiliki faksi sendiri yang berbeda dengan kelompok Puan Maharani. Menurut seorang politisi, kepentingan politik Prananda dan Puan Maharani berbeda. Misalnya, dalam kasus dugaan korupsi Bansos yang melibatkan Wakil Bendahara PDIP Juliari Batubara, lebih banyak terkait dengan kepentingan Puan Maharani dan kroninya. Sementara itu, Prananda dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, lebih banyak mengurus proses rekrutmen dan seleksi kader partai yang akan ditempatkan di lembaga legislatif. Termasuk proses seleksi untuk para calon kepala daerah dari PDIP. Meski demikian, proses rekrutmen dan seleksi calon kepala daerah PDIP, juga tidak sepi dari praktek suap dan korupsi. Menurut catatan Setara Institute, kader PDIP menjadi penyumbang terbanyak dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK sepanjang tahun 2018. Delapan kepala daerah dari partai berlambang banteng moncong putih itu terjerat kasus korupsi. Kedelapan orang tersebut antara lain mantan Bupati Ngada Marianus Sae, mantan Bupati Bandung Barat Abubakar, mantan Bupati Purbalingga Tasdi, dan mantan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar. Kemudian yang lebih tragis adalah OTT KPK pada pekan terakhir November 2020 hingga pekan pertama Desember 2020. Hanya Dalam waktu sepuluh hari, KPK sukses menjaring tiga kader PDIP. Ketiga kader PDIP yang terjaring KPK itu adalah Wali Kota Cimahi yang juga Ketua DPC PDIP Kota Cimahi Ajay Priatna (27 November 2020), Bupati Banggai Laut yang juga Ketua DPC PDIP Banggai Laut Wenny Bukamo (3 Desember), dan Menteri Sosial yang juga Wakil Bendahara Umum PDIP Juliari Batubara (6 Desember). Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, PDIP menghormati seluruh proses hukum yang sedang berlangsung. "Hukum adalah jalan peradaban untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Siapapun wajib bekerja sama dengan upaya yang dilakukan oleh KPK tersebut," ujar Hasto sebagaimana dikutip dari laman resmi PDIP, Minggu (6/12/2020). Nah, dengan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan kader PDIP, apakah ada diantara kader muda Partai Banteng ini yang berkeinginan menggelar KLB seperti yang dilakukan di tubuh Partai Demokrat ? Kita tunggu saja keberanian dan nyali dari para politisi muda kader PDIP untuk bisa menggulingkan Megawati Soekarnoputri dari kursi Ketua Umum PDI-P. *** Penulis aalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Syaikhona Muhammad Kholil: Mengapa Harus Pahlawan? (4)
By Mochamad Toha Surabaya, FNN - Syaikhona Muhammad Kholil merupakan salah satu peletak nilai-nilai dasar Islam yang berpadu dengan kearifan dan tradisi lokal Nusantara, sehingga melahirkan nilai-nilai yang universal, terbuka, toleran, dan moderat. Karakteristik utama Islam Nusantara adalah menyebarkan dan membumikan Islam dengan santun, damai, penuh dengan nilai-nilai kemuliaan, dan menyebarkan rahmatan lil alamien. Islam di Nusantara diimplementasikan dan dibumikan di Indonesia dengan merangkul budaya, menyelaraskan budaya, menghormati budaya, dan tidak memberangus budaya, sehingga berpadu dan membentuk karakter atas nilai-nilai ke-Indonesia-an. Sebagai pemimpim dari Ulama dengan paham Ahlussunnah wal Jamaah, Syaikhona Kholil menerapkan metode dakwah yang sesuai dengan prinsip Ahlussunnah wal Jamaah dengan metode asimilasi/pengubahan dari tradisi mungkar dengan tradisi yang sesuai dengan syariat Islam tanpa menghilangkan budaya lokal yang mengakar di kawasan Nusantara. Praktik Islam itu tercermin dari perilaku sosial yang moderat, menjaga keseimbangan, toleransi, dan inklusif. Empat perilaku iini menjadi pilar masyarakat untuk mencari solusi dalam masalah sosial muncul oleh liberalisme, kapitalisme, sosialisme, dan radikalisme agama. Karakter Islam di Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal yang ada di Nusantara yang tidak melanggar hukum Islam, tetapi justru mensinergikan doktrin Islam dengan lokal tradisi yang banyak menyebar di wilayah Indonesia. Kehadiran Islam bukan untuk merusak atau melawan tradisi yang ada. Di sisi lain, Islam datang untuk memperkaya tradisi dan budaya Islam yang ada secara bertahap. Pertemuan Islam dengan tradisi Nusantara menciptakan sistem sosial, sistem pendidikan, dan sistem kesultanan. Inilah warisan terbesar Ulama bagi bangsa Indonesia di samping kemerdekaan. Syaikhona Kholil sebagai salah satu peletak nilai-nilai dasar tersebut. Nilai-nilai itu relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, apabila tidak ditopang Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan nilai-nilai Islam yang universal, moderat, terbuka, dan toleran. Syaikhona Kholil juga menggunakan instrumen pendidikan Islam itu dalam membumikan Islam di Nusantara. Kesadaran politik yang banyak diilhami oleh kesamaan identitas dan jejaring Islam kemudian menjadi embrio lahirnya gerakan kultural kontra kolonialisme. Salah satu gerakan kultural adalah membumikan Islam di Nusantara sebagai penguatan identitas kolektif. Peran Syaikhona Kholil di kalangan pesantren memang tidak diragukan lagi. Beliau bisa membumikan ajaran tasawuf sebagai suatu strategi dan pendekatan dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Syaikhona Kholil merupakan sufisme Nusantara yang terus-menerus menyebarkan intelektual kultur pesantren yang berlandaskan Ahlussunnah wal Jamaah dengan karakter Nusantara. Karena memang beliau penganut setia Ahlussunnah wal Jamaah yang berpegang teguh kepada al-Qur'an, as-Sunnah, Ijma' dan Qiyas sebagai pedoman dalam melaksanakan ritual keagamaan. Peran dan kepedulian Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan sebagai hamba sufi dalam menyebarkan praktik tasawwud di kehidupan masyarakat dan pesantren merupakan bukti nyata akan pentingnya pengamalan ajaran Islam yang sesuai dengan dasar-dasar Islam yang murni. Atas dasar ini proses penyebaran Islam yang bercorak Nusantara yang diperankan Syaikhona Kholil lebih sering menjalankan praktik keagamaan yang bersifat fi'li (perbuatan), daripada qauly (perkataannya). Mahaguru Ulama Syaikhona Muhammad Kholil merupakan sosok yang tidak hanya sebagai guru, tetapi juga sekaligus pencetak kader para guru. Pernyatan ini terbukti dari munculnya ulama-ulama di Nusantara yang mampu menjadi pendiri pesantren besar di Jawa dan Madura. Sebagian besar pendiri pesantren di banyak daerah di Indonesia mempunyai sanad (silsilah pertalian) keilmuan dengan Syaikhona Kholil. Hal itu menjadi bukti nyata akan kharisma Beliau dalam menyebarkan dakwah Islam. Beberapa murid yang berhasil menjadi ulama besar karena berguru pada Syaikhona Kholil antara lain: Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari (Ponpes Tebuireng Jombang), KH Wahab Hasbullah (pendidi pondok pesantren Tambakberas Jombang); KH Bisri Syansuri (Ponpes Denanyar Jombang), KH As'ad Syamsul Arifin (Ponpes Sukorejo Situbondo), Kiai Hasan (Genggong Probolinggo), Kiai Munawir (Krapyak Jogjakarta), Cholil Harun (Rembang), Kiai Zaini Mun'im (Paiton Probolinggo); Kiai Ahmad Shiddiq (Jember), Kiai Usymuni (Sumenep), Kiai Abi Sujak (Sumenep), Kiai Toha (Bata-Bata Pamekasan), Kiai Abdul Karim (Lirboyo Kediri), Kiai Romli Tamim (Rejoso Jombang), Kiai Abdul Majid (Bata-Bata Pamekasan), dan masih banyak lagi. Dengan kata lain, sebagian besar ulama yang masih hidup sekarang ini masih mempunyai sanad sampai ke Syaikhona Kholil. Syaikhona Kholil adalah sosok guru yang memikirkan keberlangsungan eksistensi ilmu untuk masa yang akan datang. Oleh sebab itu, Syaikhona Kholil mengkader sosok penggantinya. Sebagaimana diceritakan, Syaikhona Kholil menghadiri proses pembelajaran yang dipimpin oleh Kiai Hasyim Asy'ari yang notabene adalah murid beliau sendiri. Hal itu menandakan bahwa Syaikhona Kholil mempunyai kepedulian yang besar terhadap keberlanjutan ilmu dan pengetahuan dalam Islam. Dalam buku biografi Syaikhona Kholil, Syaikh Yasin mengatakan, ada sekitar setengah juta jiwa orang yang pernah nyantri pada Syaikhona Kholil, dan sekitar tiga ribu dari mereka berhasil menjadi tokoh-tokoh penting di daerahnya masing-masing. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa Syaikhona adalah pencetak para tokoh dan kader guru dan pemimpin di seantero Nusantara. Peran Syaikhona Kholil, terutama yang ada di kawasan pesantren memang sangat masyhur dan tidak diragukan lagi hingga saat ini. Beberapa peninggalan dan warisan warisan monumental yang ditorehkan oleh Syaikhona Kholil bagi Nusantara ini khususnya di dunia pesantren tidak akan pupus ditelan masa. Karena Syaikhona Kholil merupakan ulama asal Madura yang menjadi panutan, maha guru dan menjadi gen lahirnya kader-kader ulama Nusantara terbaik yang kemudian kader-kader itu menjadi pimpinan-pimpinan pondok pesantren se-Nusantara. Menurut Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil Siraj, sosok Syaikhona Kholil Bangkalan bisa disebut mahaguru dan ikon perkembangan pesantren di Tanah Jawa dan Madura. Statement ini bisa dibuktikan dengan menjamurnya para santri dan murid-murid beliau yang menjadi pengasuh pesantren dan tokoh penting termasuk juga berdirinya organisasi terbesar Islam di Nusantara (NU), yang mayoritas dirintis oleh santri-santri beliau. Peran besar Syaikhona Kholil dalam merintis dan melestarikan pesantren adalah bukti konkrit akan keterlibatan Beliau dalam menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Kontribusi yang dilakukan Syaikhona Kholil melalui jalur pendidikan pesantren, utamanya keberhasilannya dalam mencetak kader ulama besar yang berkualitas, menunjukkan bahwa Syaikhona Kholil adalah ulama yang istiqomah dalam menyuburkan tasawuf Ahlusswunnah wal Jamaah yang menjadi pijakan dunia pesantren sehingga tetap berada di jalur bingkai syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Tim TP2GD Kabupaten Bangkalan dalam sidang tanggal 25 Januari 2021 sepakat usulan Syaikhona Muhammad Kholil sebagai calon Pahlawan Nasional dilanjutkan ke Gubernur Jawa Timur untuk diproses lebih lanjut ke Kementerian Sosial RI. Gubernur Khofifah Indar Parawansa sendiri berjanji membantu proses pengusulan Syaikhona Kholil untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. (Selesai) *** Penulis wartawan senior FNN.co.id
Bola Voli antara Zhu Ting dan Aprilia Manganang (Bagian 1)
Beruntung Andika menyebut Aprilia masih boleh terus berkarier di TNI, dan mengaku lolosnya Aprilia lewat jalur khusus/jalur prestasi kala itu karena tidak melewati proses pemeriksaan medis yang lengkap. Ia merasa ikut bertanggung jawab atas kejadian ini. Aprilia akan mensahkan statusnya sebagai laki-laki lewat pengadilan dan akan mengganti namanya dengan nama baru. By Rahmi Aries Nova Jakarta, FNN - ZHU Ting adalah pebola voli terbaik dan termahal di dunia saat ini. Kapten Timnas China tersebut kerap diundang dalam acara-acara resmi kenegaraan dan diajak berdialog langsung oleh Presiden Xi Jinping. Suatu yang tidak pernah ia bayangkan, mengingat awalnya ia hanya gadis kecil dari desa terpencil Dhancheng, Zhoukou, di Provinsi Henan. "Susah menjelaskan di mana desa saya karena sepertinya tidak ada di peta," ungkap pemain kelahiran 29 November 1994 dalam wawancara dengan Kantor Berita Xinhua. Di usia 13, Zhu Ting yang tinggi badannya sudah 170 cm dikirim oleh guru olahraganya ke Henan Province Sports School, sekolah khusus olahraga di ibu kota provinsi itu. Awalnya, ia bingung harus memilih cabang apa. Sempat ingin bergabung dengan tim bola basket, tetapi ditolak. Menurut pelatih basket, badannya terlalu kurus tidak cocok dengan basket yang kerap ber body contact. Pilihan berikutnya cabang atletik. Akan tetapi, ia juga gagal saat tes lari. Akhirnya, pemandu bakat di sekolah tersebut mengarahkannya ke cabang bola voli. Betul saja, meski tak punya 'darah' olahraga, tidak ada latar belakang olahraga apa pun dari kedua orang tuanya, Zhu Ting langsung melesat dan menjadi pemain yang paling menonjol di Henan. Pada usia 19, ia pun dipanggil ke tim nasional besutan pelatih legendaris Lang Ping. "Saat itu cuma saya pemain yang berasal dari desa. Pemain lain kebanyakan berasal dari kota besar," jelas anak ke 3 dari lima bersaudara ini. Lang Ping sendiri menyebut Zhu Ting yang kala itu tingginya sudah 191 cm masih terlalu kurus. Jadi untuk 'si anak desa' ini ia pun mendatangkan serbuk protein khusus dari Amerika Serikat. Hasilnya Zhu Ting bukan cuma makin berisi, tetapi saat meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro, Brazil, menjadi pemain tertinggi kedua dalam timnya, 198 cm, setelah Yuan Xinyue yang 201 cm. Seperti Zhu Ting, Aprilia Manganang pun lahir di desa. Tepatnya, di Kecamatan Tahuna, yang juga ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, pada 27 April 1992. Ia juga mulai berlatih bola voli sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat SMA sempat pindah ke cabang bola basket tapi kemudian kembali lagi menekuni bola voli dan bergabung dengan klub Pro Liga, mengikuti jejak sang kakak Amasya Manganang, dan berikutnya juga dipanggil ke tim nasional. Manganang bersaudara bahkan tampil bersama membela tim nasional saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games pada 2018 lalu. Beda dengan Zhu Ting yang saat bergabung dengan tim nasional tidak berotot, Aprilia sejak muncul di pentas bola voli nasional pada 2011 bukan cuma tomboy, tapi juga kekar dan berotot layaknya laki-laki. Saat itu banyak yang mempertanyakan status gender Aprilia. Begitu juga di setiap ajang SEA Games yang ia ikuti. Filipina bahkan sempat melayangkan protes resmi pada penyelenggara SEA Games 2015 Singapura. Kecurigaan panjang yang akhirnya dijawab oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa pada Selasa (9/3). Dalam Konferensi Pers di Markas Besar TNI AD (Mabesad) Andika memastikan bahwa Aprilia, yang sejak 2016 bergabung dengan Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) dan kini berpangkat Sersan Dua, berjenis kelamin laki-laki. Menurut KSAD, Serda Aprilia Manganang memiliki kelainan pada sistem reproduksi. Kelainan tersebut bernama hipospadias. “Anak ini termasuk dalam kasus Hipospadias serius sehingga paramedis, yang membantu kelahirannya, dan orang tuanya menilai secara fisik, bahwa dia perempuan,” jelas Andika. Dan identitas itu ia pakai hingga 28 tahun, sebelum akhirnya ia menjalani serangkaian tes di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sejak Februari lalu, dan ia dinyatakan bukan perempuan. Kalau saat lahir 'kelainan' Aprilia tidak terdeteksi karena faktor kekurangpengetahuan, bagaimana mungkin timnas pun bisa kecolongan? Pemusatan latihan yang mengaku sudah berbasis sports science ternyata bahkan tidak bisa mendalami dan mencari jawaban atas perawakan Aprilia yang secara kasat mata amat berbeda dengan kebanyakan perempuan. Ini pasti bukan kesalahan Aprilia, tapi kelalaian PB PBVSI, penanggung jawab tim nasional, Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional) dan otoritas olahraga di Indonesia. Mengapa tidak melakukan tes yang menyeluruh saat seleksi? Kalau timnas bola voli China bahkan bisa menambah tinggi badan Zhu Ting hingga 7 cm (sports engineering), timnas bola voli kita bahkan tidak bisa mendeteksi dengan benar jenis kelamin Aprilia. Akibatnya, pada saat Zhu Ting masih akan terus berburu dan menambah gelarnya, di Olimpiade Tokyo, Kejuaraan Dunia, dan event-event lain Aprilia justru terancam bakal kehilangan gelar-gelar yang pernah ia raih. Ia harus mengembalikan gelar-gelar MVP yang pernah diraihnya secara pribadi dan medali yang ia raih bersama tim. Medali Perunggu SEA Games 2015, perak SEA Games 2017 dan gelar-gelar juara Pro Liga bersama Jakarta Electric PLN (2015, 2016, 2017), Jakarta PGN Popsivo (2019). Beruntung Andika menyebut Aprilia masih boleh terus berkarier di TNI, dan mengaku lolosnya Aprilia lewat jalur khusus/jalur prestasi kala itu karena tidak melewati proses pemeriksaan medis yang lengkap. Ia merasa ikut bertanggung jawab atas kejadian ini. Aprilia akan mensahkan statusnya sebagai laki-laki lewat pengadilan dan akan mengganti namanya dengan nama baru. (Bersambung) ** Penulis, wartawan senior FNN.co.id
“Cintai Produk Lokal” Ingat GSNKRI & Gerakan Beli Indonesia 2015
by Mayjen TNI (Purn.) Prijanto Jakarta FNN - Presiden Joko Widodo meminta sikap mencintai produk dalam negeri untuk lebih digaungkan. Bahkan Presiden meminta agar kebencian pada produk-produk luar negreri juga digaungkan. (Kompas.com/read/2021/03/05). Ajakan tersebut menuai komentar di media, khususnya mengapa mesti mengajak membenci produk-produk luar negeri? Padahal banyak barang yang kita pakai dari luar negeri. Penulis tidak ingin berpolemik masalah ini. Mendengar ajakan Presiden tersebut, penulis teringat perjuangan kawan-kawan beberapa tahun yang lalu. Ajakan tersebut, sudah pernah digaungkan temen-temen aktivis pada November 2015. Melalui Gerakan Selamatkan NKRI (GSNKRI) baru dikenal dan dikenalkan di media sosial saja. Ada keinginan agar gerakan ini dikenal dan bisa berkomunikasi langsung dengan masyarakat. Melalui pertimbangan yang matang, para senior sepakat, GSNKRI perlu tampil berkomunikasi dengan masyarakat. Ir. Heppy Trenggono, salah satu pencetus GSNKRI, juga Ketua Gerakan Beli Indonesia, bersedia sebagai penyelenggara. Gerakan Selamatkan NKRI menggandeng Gerakan Beli Indonesia memutuskan untuk mengadakan acara sosialisasi untuk masyarakat. Acara di Raden Bahari, Jl. Warung Buncit Raya 135, Jaksel pada 16 November 2015. Heppy Trenggono bersama penulis, M. Hatta Taliwang, Bambang Wiwoho, Ramli Kamidin, Ariady Achmad dan Syahganda Nainggolan mengambil langkah untuk mensosialisasikan kembali ke UUD 1945 asli, untuk disempurnakan dengan adendum. Inilah penampilan perdana GSNKRI dihadapan beberapa elemen masyarakat. Pemimpin Gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono di daulat memberikan pengantar diskusi. Heppy mengingatkan, bangsa Indonesia semakin tidak berdaulat di negeri sendiri. Penyelewengan terhadap UUD 1945, pemudaran nilai-nilai Pancasila, disinyalir dilakukan musuh bangsa untuk menjajah dan menghancurkan bangsa Indonesia secara bertahap. Awalnya mengamandemen UUD 1945, kemudian diubahnya sistim nilai dan sistim politik sehingga kita semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan. Untuk itu kita harus memegang teguh Pancasila sebagai pemersatu dan alat penyelesaian masalah, kata Heppy. Sebelumnya, penulis menyampaikan bahwa terjadinya disharmoni kehidupan di masyarakat, penyebabnya adalah Pilpres secara langsung, sebagai produk amandemen UUD 1945, yang diikuti Pilkada langsung. Untuk memulihkan persatuan Indonesia, dan kehidupan yang harmonis, tidak ada jalan kecuali kembali ke UUD 1945 asli, untuk disempurnakan dengan adendum. Posisi silang Indonesia memang sangat strategis. Kekayaan alam yang berlimpah, dengan penduduk 250 juta, Indonesia adalah pasar yang sangat besar, dan diincar semua bangsa di dunia. Tanpa disadari, potret ekonomi Indonesia hari ini adalah potret negeri besar dengan penduduk besar namun ‘terjajah’, karena yang menikmati bangsa lain, kata Heppy. Kenyataan pahit, 80 % tekstil dan 93 % teknologi dikuasi asing. Asing boleh memiliki bank hingga 99 persen. Puluhan ribu petani kopra di Halmahera jatuh miskin, akibat harga jatuh. Petani kentang di Dieng, bawang di Brebes, padi di Subang dan Karawang tidak bisa bertani akibat masuknya kapitalisme dalam sektor kerakyatan. Puluhan juta pengguna internet diserahkan ke google. Bahkan ditengah sulitnya mencari pekerjaan serta badai PHK yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia, buruh asing justru mengalir masuk, tutur Heppy Trenggono. Karena itulah, Gerakan Beli Indonesia mengajak agar kita mencintai dan membeli hasil yang ditanam dan produk dari rakyat Indonesia. Sedangkan Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso mengingatkan, 70 tahun yang lalu para pahlawan berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI, dan saat ini kita menghadapi gelombang pasang globalisasi. Akibatnya, harus diakui secara jujur agenda reformasi belum mengantarkan bangsa Indonesia menuju arah yang semestinya. Ir. Soekarno pada tahun 1930 sudah mengingatkan tentang sebuah politik pintu terbuka yang tujuannya menguras kekayaan alam, mengeruk bahan mentah, menjadikan bangsa lain sebagai pasar bagi produk-produknya dan lahan tumbuh suburnya kapitalisme. Apakah yang diperingatkan Ir. Soekarno terjadi hari ini, tanya Jenderal Djoko Santoso. Menyitir ajakan Heppy Trenggono untuk beli Indonesia, Jenderal Djoko Santoso pun mencontohkan secara riil. Mari kita makan apel Malang daripada apel Amerika atau Australia, walau terasa sedikit kecut. Mari kita beli jeruk Medan yang tidak kalah manis dengan jeruk dari China. Inilah wujud kecintaan kita terhadap Indonesia. Kita melihat globalisasi adalah Flow of Capital, Flow of Product, dan Flow of People, namun Heppy Trenggono mengingatkan yang paling berbahaya dari globalisasi adalah Flow of Ideology, seperti Kapitalisme, Liberalisme, bahkan hingga one man one vote, yang semuanya bertentangan dengan ideologi Pancasila. Acara sosialisasi kembali ke UUD 1945 asli untuk disempurnakan di Raden Bahari dihadiri lebih empat ratus orang. Situasi mirip deklarasi, sehingga acara disebut deklarasi GSNKRI. Walau sesungguhnya GSNKRI sudah ada sejak curah pendapat di kantor PPAD DKI Jakarta pada 30 September 2015, tanpa publikasi. Hadir dalam acara perwakilan Ormas-Ormas, para tokoh agama, FKUB DKI Jakarta, PP Hidayatullah, aktivis pejuang Hariman Siregar, Bursah Zarnubi, Eggi Sujana, Purnawiran TNI B. Sumarno, politisi Ahmad Mubarok, dan lain-lain. Pada akhir acara, ada tiga ajakan yang ditulis pada selembar kain dengan tulisan: (1) Kembali pada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. (2) Prioritaskan penggunaan produk anak bangsa. (3) Tolak buruh Asing. Bagi undangan yang setuju, dipersilakan tanda tangan di atas kain tersebut. Itulah ajakan untuk mencintai produk anak bangsa atau produk dalam negeri di tahun 2015. Penulis harus jujur, ajakan tersebut buahnya belum sesuai harapan. Masih banyak orang menyukai barang berbau impor dan ‘branded’. Makanan pun, lidahnya sok ala Barat atau Eropa. Banyak faktor penyebabnya, mengapa sulit untuk mengajak agar rakyat Indonesia mencintai produk bangsanya sendiri. Jargon tersebut tak akan berarti tanpa diikuti keberpihakan negara dalam wujud kebijakan dan aturan yang mengatur. Bagaimana negara berupaya meningkatkan kualitas produk dalam negeri, dan mengatur barang impor, merupakan salah satu bentuk keberpihakan yang sangat diperlukan. Bukan sebaliknya, membuka kran impor dengan dalih barang lebih bagus daripada produk dalam negeri. Mestinya, bagaimana negara berupaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia sebagai motor produksi, agar kualitas hasil produksi mampu bersaing, justru lebih penting. Agar ajakan mencintai produk dalam negeri menggema dan membahana, sehingga gaungnya menyeruak di pelosok negeri dan rakyat melaksanakan, diperlukan karakter para pemimpin dan tokoh untuk memberikan suritauladan, dalam memakai produk anak bangsa. Tanpa suritauladan dalam keseharian, omong kosong kita bisa mencintai produk Indonesia. Semoga kita memberikan teladan. Insya Allah, aamiin. Penulis adalah Wagub DKI 2007-2012 & Rumah Kebangkitan Indonesia.
Kutukan Digital Naga China
by Jusman Dalle Jakarta FNN - Kumandang untuk membenci produk asing yang dilantunkan Presiden Joko Widodo salah alamat. Kampanye itu seolah-olah heroik, namun terkesan cuci tangan. Juga sarat dengan prilaku Jokowi yang inkonsistensi. Seperti yang sudah-sudah, pemerintah selalu ingin tampil seolah membela. Aslinya tidak memble. Alasannya tak berdaya. Seruan membenci produk asing, kata pepatah “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”. Itulah yang terjadi dengan seruan Presiden Jokowi untuk membenci produk-roduk asing. Mempermalukan pemerintah. Mempermalukan rakyat Indonesia juga. Semakin menyedihkan. Sebab konstruksi pidato Jokowi disuplai dengan data dan informasi oleh pihak yang harusnya paling otoritatif memproteksi pelaku Usaha Mnengah Kecil dan Mikro (UMKM) lokal, yaitu Kementerian Perdagangan. Menteri Perdagangan M. Lutfi sendiri mengakui dalam klarifikasinya. Latar belakang kampanye “benci produk asing” yang dilaunching Jokowi, adalah karena membanjirnya produk impor di pasar ecommerce. Banjir impor ini lagu lama. Sudah sejak beberapa tahun lalu diulang-ulang oleh pemerintah. Tetapi minim langkah nyata. Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian pernah merilis angka produk lokal di ecommerce yang cuma sekitar 7%. Sementara Kementerian Perindustrian bilang 90% produk di ecommerce adalah impor. Kometerian Komunikasi dan Informatika tak mau kalah menyuguhkan data. Katanya, 60% produk yang listing di ecommerce adalah barang impor. Dendang benci produk asing malah terkesan simplistis. Seolah persoalan di ecommerce semata. Padahal, pangkalnya di pemerintah. Berbagai persoalan mengendap di lintas kementerian. Antara lain Kemendag, Kemenperin, Kemenkop UKM, Kemenparekraf, BKPM hingga Kominfo yang juga terlibat pada proyek-proyek digitalisasi ekonomi. Sederet lembaga negara itu tak berdaya mengurus UMKM. Kebijakan masing-masing kementerian tidak terintegrasi dan terkesan kurang koordinasi. Bagaimana misalnya BKPM menggenjot investasi. Termasuk di bidang teknologi. Tetapi kurang cermat mempertimbangkan implikasi di sektor UMKM. Demikan pula Kemenkop UKM yang gencar membuat program inkubasi, namun UMKM yang dibina keburu diterjang produk impor yang izinnya diteken oleh Kemendag. Tumpang tindih satu sama lain. Carut-marut yang bila ditelusuri, maka semakin terekspos inkonsistensi kebijakan terhadap UMKM. Peredaran barang dari luar secara bebas merupakan konsekuensi dari longgarnya izin impor. Lalu diperparah oleh lemahnya pengawasan dan penegakan aturan. Pada saat yang sama, produk impor bertabur keunggulan komparatif. Harganya murah meriah. Bikin dompet gembira. Kualitas oke punya. diproduksi dalam skala industri dengan dukungan pemerintah. Ongkos kirim gratis pula. Padahal dari China. Bayangkan, dua lembar kemeja batik “Made in China”, bisa ditebus dengan harga Rp.35.000. Piyama dan daster dibanderol Rp 90 ribu per pasang. Masker standar medis dijual Rp. 1.700 per pcs. Meski dikirim dari luar negeri. Harganya lebih murah beberapa ratus rupiah dibanding masker yang dikirim dari Jakarta Barat. Sederet keunggulan itu tak terkejar oleh produk lokal. Karena program-program pendampingan terhadap UMKM selama ini memang miskin value. Dilakukan secara sporadis dan tidak terpadu. Selesai sebatas seremoni. Kadang menggunaka stilah paling terkenal “groundbreaking”. Akibatnya, UMKM tersisih di platform digital. Tidak bisa bersaing. Metafora naga yang superior dalam mitologi legendaris China seolah terbukti. Menjelma jadi kutukan di jagat digital Indonesia. Deru digitalisasi yang diguyur investasi berakhir jadi nestapa. Ekonomi digital yang tadinya diharapkan membawa untung, justru berakhir dengan buntung. Berbagai platform digital, dari yang hiburan hingga layanan metode pembayaran, hanya untuk memperkokoh budaya konsumsi. Belanja jumbo masyarakat Indonesia tersedot keluar. Alih-alih dinikmati pelaku UMKM anak negeri. China sebagai satu mitra dagang penting, berselancar melalui grand strategi Jalur Sutra masa kini. Belt and Road Initiative. Ditopang oleh investasi dan ekspansi global dan digital company asal Tirai Bambu. Sialnya, dominasi China bukan cuma terjadi di jagad digital. Produk dari China mengalir ke pertokoan di Glodok, Blok M Square, hingga di Pasar Butung Makassar. Bahkan isi gerobak pedagang anggur, jeruk, lemon, dan pir di pinggir jalan, didominasi oleh produk impor. Menteri Perdagangan, semestinya mengevaluasi diri. Melakukan koreksi internal. Meninjau kembali aturan-aturan serta kemitraan perdagangan yang menjadi sumber petaka tumbangnya UMKM lokal di kancah persaingan. Contoh paling dekat, betapa koreksi ini penting dilakukan. Terlihat dalam soal pedagang asing yang menambang cuan di ecommerce. Menteri Perdagangan sendiri yang meneken aturan. Tertuang di Permendag Nomor 50 Tahun 2020, seller asing dibatasi menjual dan mengirim paket ke Indonesia maksimal 1.000 transaksi. Faktanya, di berbagai platform digital dengan mudah dilacak bila banyak pedagang dari China yang mengirim puluhan ribu produk perbulan ke Indonesia. Angka-angka itu ditampilkan telanjang mata di aplikasi. Namun seolah tidak diketahui oleh pemerintah. Sungguh naif. Aturan tidak ditegakkan. Padahal otoritas ada di tangan. Masih banyak fakta-fakta lain, betapa pemerintah tampak cuma bersilat lidah soal pembelaan terhadap UMKM. Tidak cukup diulas dalam satu artikel. Ringkasnya, pembelaan dan dukungan terhadap UMKM tidak bakal cukup dengan seruan normatif ala “benci produk asing”. Kampanye semacam itu, seolah mengamini kutukan digital naga China. Kutukan yang menjelma jadi petaka ekonomi. Sialnya, pelaku ekonomi di bawah. Rakyat kecil yang menjadi korban. Direktur Eksekutif Tali Foundation dan Praktisi Ekonomi Digital.
“Perang Kilat” Sibolangit
by Zainal Bintang Jakarta FNN - Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko melakukan “Blitzkrieg” (perang kilat). Dan berhasil. Benteng pertahanan Partai Demokrat diibaratkan jebol. Hari Jumat, 05 Maret 2021 di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, melalui KLB (Kongres Luar Biasa) Partai Demokrat, dan Moeldoko didaulat menjadi Ketua Umum. “Operasi intelijen” mantan Panglima TNI itu berhasil menggoyang legitimasi kepemimpinan partai yang berlambang mercy di tangan mantan atasannya Jenderal TNI Purnawirawan Soesilo Bambang Yudhono (SBY). Presiden Indonesia dua priode itu (2004-2014) itu seakan limbung. “Perang Kilat” Sibolangit lambat tapi pasti akan mempengaruhi konstalasi dan dinamika politik menuju Pemilu 2024. Dua figur militer papan atas Indonesia adu strategi. Kedua tokoh militer itu terdidik dan berkelas kini bertempur di medan perang politik. Pasukan SBY berhadapan pasukan Moeldoko. Dua-duanya bergerak di bawah panji politik yang sama, “Partai Demokrat”. Kata “Blitzkrieg” berasal dari dua kata. Blitz yang berarti kilat, dan Krieg yang berarti perang. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Jerman. Konsep dari strategi “Blitzkrieg” ini secara umum sampai saat ini masih menjadi model dunia militer. Mengutip wikipedia, catatan sejarah menunjukkan kasus perang Afganistan ditandai dengan gerak cepat Taliban yang sangat mengagumkan. Taliban merebut hampir delapan puluh persen wilayah Afghanistan dari pihak pemerintah tahun 1994-1996. Atau perang teluk I mempertunjukan gerak cepat sekutu untuk membebaskan Kuwait tahun 1991. Termasuk Operasi Enduring Freedom ketika terjadi invasi Amerika ke Afghanistan, Oktober 2001. Dan ada lagi Operasi Iraqi Freedom menggunakan pola gerak cepat sekutu di bawah pimpinan Amerika dalam menginvasi Irak tahun 2003. Tidak sulit membaca apa latar belakang, dan ke mana trayek yang akan dilalui Demokrat Moeldoko. Beberapa kajian menunjukkan derita penggembosan sebuah partai yang terjadi sejak era reformasi karena terindikasi akan beroposisi terhadap rezim penguasa. Sikap Demokratnya SBY yang suka maju-mundur, dan senang ragu-ragu dimata rezim penguasa meneguhkan kajian yang menyimpulkan, itulah faktor utama yang membuat mengapa ia menjadi TO (Target Operasi). Sosok Moeldoko adalah representasi pejabat teras kekuaaan yang punya akses khusus “hot line” ke Istana dua puluh 24 jam. Ini mengingatkan kita pada taxi di Singapura yang memasang lampu diatas atap mobil dengan tulisan “On Call 24 jam”. Tradisi penguasa memecah partai politik bukan barang baru di Indonesia. Di era Orde Baru Partai Demokrasi Indonesia(PDI) adalah pelengkap penderita korban rezim yang secara ajaib lolos menjadi partai besar di era reformasi. Kata “perjuangan” ditambahkan dibelakangnya menjadi PDIP sebagai ikon simbolik patriotik perlawanan di ujung kejayaan Orba. PDIP melintasi sejarah kejayaan di era reformasi. Dengan mengusung nama Bung Karno ketokohan Megawati jadi awet. Kongresnya tidak pernah menampilkan lebih dari satu nama calon ketua umum. Hanya Megawati tok. Tidak ada celah intervensi untuk membelah. Kondisi geografis Indonesia sebagai republik pulau meniscayakan pengurus daerah menjadi kekuatan penentu keputusan di tingkat nasional dan dilembagakan di dalam AD/ART (Anggaran Dasar/Anggarana Rumah Tangga) sebagai rambu aturan main. Keabsahan suatu keputusan yang bersifat nasional ada di tangan suara mayoritas pengurus daerah. Termasuk dan terutama untuk memilih ketua umum. Pengurus daerah yang bertebaran di 34 propinisi dan 500-an kabupaten kota adalah kunci penentu. Pola hubungan pengurus daerah dengan pemimpin puncak di pusat terjalin melalui kultural paternalisme. Itulah kekuatan pengurus daerah sekaligus kelemahan sistemik sebuah partai. Prof. Agus Dwiyanto & Dr Bevaola Kusumasari dalam kajiannya tahun 2001 menulis, paternalisme adalah suatu sistem yang menempatkan pimpinan sebagai pihak yang paling dominan. Paternalisme tumbuh sumbur karena dipengaruhi oleh kultur feodal, yang sebagian besar wilayah di Indonesia semula merupakan daerah bekas kerajaan. Wilayah-wilayah bekas kerajaan ini telah mempunyai sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan. Selalu menjunjung tinggi dan mengagungkan penguasa sebagai orang yang harus dihormati, karena mereka telah memberikan kehidupan dan pengayoman bagi warga masyarakat. Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa budaya birokrasi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa. Budaya hirarkis dan tertutup yang menuntut seseorang untuk pandai menempatkan diri dalam masyarakat. Pada budaya ini terdapat nilai tentang pentingnya peranan atasan dalam memberikan perlindungan terhadap bawahan. Perlindungan yang diberikan oleh atasan atau pimpinan berwujud status dan pangkat. Kedua atribut tersebut merupakan hak istimewa bagi seorang bawahan yang kemudian menentukan status sosial seseorang di mata masyarakat. Pola atasan dan bawahan juga menandai hubungan pengurus pusat dengan pengurus daerah. Menciptakan figur sinterklas yang murah hati di pusat guna merawat loyalitas pengurus daerah. Yang disebut sebagai “bawahan” itu, justru adalah penentu keputusan di level “atasan”. Merujuk pola paternalisme, mayoritas pengurus partai atau organisasi apapun, wajib hukumnya memosisikan pengurus daerah sebagai “pembutuh orang kuat” di pusat. Meniscayakan sosok ketua umum sebagai sinterklas untuk merawat kesinambungan loyalitas pengurus daerah. Termasuk dan terutama kesejahteraan dan ekonomi. Ideologi pengurus daerah adalah pemahaman berharga mati terhadap kesinterkelasan seorang ketua umum manakala dia memegang jabatan dalam struktur negara. Ketua umum tanpa jabatan struktural dalam pemerintahan oleh pengurus daerah dianggap sebagai “yatim piatu” yang cuma ngajakin sengsara. Dipastikan gampang terserang dehidrasi atau penyakit ayan. Diksi “kudeta” yang ditujukan kepada Meoldoko adalah sebuah kata yang seksi. Membangkitkan gairah perang pengurus daerah di kedua kubu yang berseteru. Pernyataan loyal dan siap mati membela ketua umum bersahut-sahutan di angkasa. Disiarkan secara luas dan masif hampir semua saluran televisi. Publik menyaksikan bagaimana perlombaan orasi meramaikan jagad politik. Pengurus daerah menjadi tokoh penting dan tamu mulia di ibukota. Membuat frekwensi pemberitaan kebijakan pemerintah yang kontroversial menurun di liputan media. Langkah kubu “Demokrat SBY” yang dimotori ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggerakkan perlawanan daerah sebagai simbol loyalitas. Langkah ini dapat juga dibaca sebagai keberhasilan “Demokrat Moeldoko” mengacaukan otak kubu kembarannya. Pada akhirnya kedua kubu Demokrat tidak ada yang dapat bekerja dengan tenang. Waktu, tenaga, fikiran dan dana habis begitu saja hanya untuk memperebutlan publik opini hingga tiba Pemilu 2024. Eksistensi Demokrat SBY mengalami pelumpuhan seiring hambarnya pelan-pelan simpati publik. Elite Demokrat SBY terjebak di dalam perangkap membela diri dan kesibukan menembaki pengacaunya. Inilah target utama kekuasaan. Pengebirian intensitas sikap kritisisme. Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah tak melindungi atau mengawal acara yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat. Meski tak melindungi, ia menegaskan pemerintah juga tak boleh membubarkan acara itu. Itu sesuai UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, kata Machfud di media Minggu (07/03/21). Sehari sebelumnya Machfud menegaskan, Kongres luar biasa (KLB) Demokrat di Sibolangit, “dinilai akan menjadi permasalahan hukum bila hasilnya telah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia”. Jelas sudah, pintu terbuka bagi Demokrat Moeldoko untuk mengadu untung. Keras dugaan faktor pembuka ruang serangan kepada Demokrat SBY, karena adanya aroma dinasti yang dipersoalkan para pendiri. Mereka menyoal perubahan AD/ART pada Kongres tahun 2020 yang memberi kewenangan besar kepada Ketua Majelis Tinggi yang dijabat SBY, yang berwenang penuh membolehkan dan melarang diadakannya KLB. Langkah itu mengungkit tudingan sebagai rekayasa sistemik SBY dan keluarga untuk mendominasi Demokrat. Menutup celah perlawanan bagi yang tidak sejalan. Akibat menggugat hal itulah, ke tujuh oang kader teras termasuk pendiri serentak dipecat di tengah kisruh tuduh menuduh adanya isu “kudeta”. Inilah pemicu yang meneguhkan lahirnya “Perang Kilat” Sibolangit. Drama politik ala Indonesia berulang. Pertunjukan adegan “lari berputar” dan “bersembunyi di tempat yang terang” para elite politik kembali dimainkan. Dengan simfoni sendu yang jauh dari alasan untuk tersenyum. Penulis adalah Wartawan Senior dan Pemerhati Masalah Sosial Budaya.
Istana Menyerang Cikeas, SBY Kibarkan Perang?
by Bambang Tjuk Winarno Madiun FNN - Angin mengalir lembut. Bukan angin ribut. Tidak juga disertai dengan hujan berpetir, yang menimbulkan rasa ketar ketir. Namun ujug-ujug ratusan juta rakyat Indonesia terkejut. Bukan sebab Jokowi (Joko Widodo, Presiden RI) mati mendadak. Melainkan adanya pertunjukan “sulap politik” oleh orang Istana Kepresidenan. Cuma dalam tempo beberapa jam, Ketua Umum Partai Demokrat (PD) yang dijabat Agus Harimukti Yudhoyono (AHY) tersulap, dan langsung berubah menjadi sosok Moeldoko, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Moeldoko berkantor di dalam pagar kompleks istana negara. Tontonan sulap gratis yang dimainkan anak buah Jokowi dalam frame Kongres Luar Biasa (KLB) PD itu berlangsung di salah satu hotel, di Sibolangit Deli Serdang, Sumatera Utara. Hajatan itu dimulai pada permulaan bulan Maret lalu. Publik pun lantas ramai saling lempar berkomentar. Macam macam pendapatnya. Ada yang berpendapat menggunakan akal seger waras. Sebaliknya, muncul juga statement sinting yang bermaksud membela perilaku cenderung stunting pula. Seperti paparan awal di atas. Tak ada hujan dan angin. Orang gila pun tahu bahwa Ketua Umum PD adalah AHY. Sedangkan Ketua Majelis Tinggi dan Kehormatan Partai PD tidak lain Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Susunan pengurus itu sah sebagai data otentik pada lembaran pemerintahan. Susunan itu belum berubah hingga saat ini. Dalam konteks KLB Sibolangit Deli Serdang, SBY merasa benar. Dan memang berada di pihak yang tidak salah. Karenanya, SBY yang berpenampilan kalem dan terkesan menjaga wibawa serta kehormatannya - bak Pak Harto itu, langsung bermuka merah menyemu hitam. Tanda marah besar. Menyusul hasil KLB “sak karepe dewe” yang menobatkan Moeldoko sebagai Ketua Umum PD, SBY tak sabar menyambar mix. Bicara laksana mengurai duplik di pengadilan. Membeberkan kebenaran di hadapan para jurnalis di kediamannya, Cikeas. Seperti yang biasa kita tahu. Tingkat emosinya terukur. Gaya bicaranya khas. Mengkombinasi dengan bahasa tubuh, gerakan naik turun tangan dan anggukan kepala. Manifesto politik dihadapan pers itu SBY menjlentrehkan aturan main PD dalam menggelar KLB, yang sesuai dengan AD/ART PD. Pokok persoalan dikupas SBY dengan lugas dan tuntas. Khususnya di lembar pasal 81 ayat 4. Dalam pasal tersebut, jelas SBY, KLB bisa digelar atas usulan dan permintaan Majelis Tinggi Kehormatan Partai yang dia pimpin dan beranggotakan 16 orang. Kemudian terdapat ketentuan, sekurangnya dihadiri 2/3 dari total jumlah DPD sebanyak 34 DPD. Yang diperkuat dengan syarat lanjutan, yakni KLB harus dihadiri sedikitnya 1/2 dari jumlah total DPC sebanyak 514 DPC. Namun dalam atraksi 'main sulap' murahan di 'panggung politik gelap' Deli Serdang itu tak satu pun persyaratan yang terpenuhi. Tak satu pun DPD yang mengusulkan. Bahkan hanya 7 persen (34 DPC dari 514 DPC) dari yang seharusnya minimal 50 persen usulan DPC. Karenanya, SBY pun pelan tapi tegas mengajak seluruh kadernya untuk berperang guna mendapatkan keadilan. "Ibarat peperangan, perang yang kita lakukan adalah perang yang dibenarkan. War of necessity, sebuah just war", tandas SBY manggut manggut diikuti ayunan jari telunjuknya. Pemilihan diksi perang oleh SBY, sekali pun pada statemen jumpa pers dimaksudkan sebagai just war, perang untuk memperoleh keadilan. Namun ingat. SBY bukan orang goblog. Tidak dungu. Jauh dari otak cebong. Dia adalah mantan presiden militer berpangkat Jenderal (Purn). Dia fasih taktik dan strategi. Artinya, kata “perang” sengaja disisipkan tersamar sebagai cara membaca situasi nyali musuhnya. Jika sang musuh menyerah, mengakui kalah dan salah, maka kata “perang” itu akan diakuinya cuma candaan belaka. Namun, jika musuh bertahan dalam kesalahannya. Bahkan malah terlihat pongah dan durhaka. Seakan yang dilakukan benar dan terpuji, tak menutup kemungkinan perang guyonan itu bisa bermetamorfosis menjadi perang terbuka sungguhan. Demi kehormatan. SBY bisa senekat nekatnya Jauh waktu sebelumnya. SBY dan para kader PD telah melihat simptom adanya upaya kudeta PD oleh Moeldoko dan segelintir kader PD. Pendek kata SBY sudah curiga. Waktu itu AHY selaku Ketum PD pun berkirim surat protes kepada Jokowi. Tak salah rupanya AHY bersurat ke Jokowi, mengingatkan, mau tidak mau Moeldoko adalah inner circle Istana Kepresidenan. Anak buah langsung Jokowi. Sulit untuk tidak diakui bahwa Moeldoko merupakan representasi dari Jokowi. Namun sayang. Surat itu tak terbalaskan. Kubu Moeldoko malah bilang, pertemuannya dengan kader PD bukan untuk merencanaan kudeta. Melainkan cuma ngobrol biasa. Hanya ngopi-ngopi biasa. Alasan kubu Moeldoko itu, agaknya terbantahkan oleh pengakuan mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, belakangan ini. Jenderal bernalar waras itu mengaku pernah diajak gabung seseorang, untuk mengkudeta AHY dari jabatan Ketum PD. Bila bersedia, Gatot Nurmantyo berhak memangku iming iming jabatan ini atau itu. Kecuali jabatan, nina bobok berupa uang tentu tak ketinggalan dalam dunia kekurang ajaran. Gatot Nurmantyo menolak. Alasannya simplistik. Dia pernah dibesarkan SBY, ayah AHY, sebagai KASAD sewaktu SBY menjabat presiden ke 6 RI. "Saya dibesarkan Pak SBY. Masak saya lantas tega mencongkel putranya? "ucap Gatot Nurmantyo tanpa merinci, siapa pihak yang mengajaknya berbuat kurang ajar itu. Tidak seperti Gatot. Moeldoko malah sebaliknya. Meski sama sama pernah diangkat SBY sebagai KASAD, namun Moeldoko membalasnya dengan air tuba. Tubanya dicampur Covid-19 lagi. Jadi pedihnya melebihi disayat sembilu. Sementara Menkopolhukam, Mahfud MD, turut berkomentar. Dialeknya khas Madura. Alam pikirannya normatif. Terlalu hukum. Hukum banget. Tidak menyertakan aspek sosial pendukung lain. Misalnya, mengeksplor sampai ke bab etika, sopan santun, budaya, moral, peradaban dan lain sebagainya. Sehingga pernyataannya sering membias. Distorsif. Luput dan tidak sesuai harapan. Sekalipun pernyataan Mahfud benar secara hukum. Padahal per hukuman itu mestinya memuat aspek tekstual dan kontekstual. Sehingga pas dipandang dari arah mana pun. Sebab “panggung sulap” di Deli Serdang disebut Mahfud sebagai hal biasa. Dianggap sebagai kumpul-kumpul kader PD. Pemerintah tidak perlu melarang atau menyuruh. Pasalnya, lagi-lagi terlalu hukum. Acara tersebut terlindung dalam UU No. 9 Tahun 1998, tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum. Penerapan regulasi ini pada KLB Moeldoko belum tentu tepat dan berkeadilan. Lantaran, dalam kapasitas apa Moeldoko sebagai orang Istana, ikutan kumpul dengan kader PD, yang diketahui sebagai kegiatan KLB? Ah, ada-ada saja Mahfud. Bukankah pemerintah saat ini tengah gencar melakukan pembatasan berkerumun karena Covid-19? Apakah hal itu tidak melanggar protokol kesehatan? Juga melawan UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan? Sebagaimana yang diterapkan kepada Habib Rizieq Shihab (HRS) saat mantu? Agaknya Mahfud MD belum tuntas menemukan delik hukum paling tepat, untuk membenarkan acara kawan se-lingkarannya di Istana Kepresidenan. Marahnya SBY yang sebenarnya manusiawi itu, malah ditanggapi dengan gaya insinuatif. Sindiran tak terang-terangan. Mengembalikan persoalan yang pernah dialami pihak yang sedang marah. Misalnya, saat SBY menjabat presiden, juga membiarkan dualisme kepemimpinan PKB. Antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar. Jadi, kalau sekarang SBY sewot itu dianggap baper. Begitu kira kira maksudnya. Sekalipun sekilas nampaknya sama, namun sebenarnya berbeda. Pihak yang terlibat konflik royokan PKB antara Gus Dur dengan Muhaimin Iskandar sama sama orang partikelir PKB. Bukan orang pemerintah. Sedangkan konflik PD Deli Serdang melibatkan orang pemerintah. Bahkan lingkar terdekat Jokowi selaku presiden. Dengan begitu, yurisprudensi berlatar pengalaman empiris yang dibilang Mahfud itu ngawur. Bila pembiaran kudeta dianggap tidak apa apa. Sah secara hukum. Jangan salah jika pemahaman itu kemudian mengembang ke arah misalnya, kudeta presiden itu lantas dianggap sah. Masyarakat sebenarnya berharap Mahfud yang secara faktual memiliki kompetensi dan kognisi di lingkup hukum, dapat memerankan kesanggupannya secara lebih, dibanding menteri-menteri sebelumnya. Kembali soal invasi Moeldoko terhadap AHY. Mengapa yang dipilih Moeldoko Partai Demokrat yang memiliki suara signifikan di DPR. Bukan partai gurem lainnya. Muncullah disini spekulasi politik. Karena suara PD cukup berarti, akankah hal itu akan digunakan Moeldoko untuk mengtiga kalikan jabatan Jokowi sebagai Presiden? Benar atau tidak benarnya kita tunggu sejarah berikutnya. Penulis adalah Pelaku UMKM.
Menguak Terus Misteri Kilometer 50 Tol Japek
by M. Rizal Fadillah Bandung FNN - Peristiwa pembunuhan atau pembantaian atas enam syuhada anggota laskar Fron Pembela Islam di kilometer 50 jalan tol Jakarta Cikampek (Japek) tidak akan mudah dihapus jejaknya. Meskipun bangunan rest area yang ada di sana kini telah dibantai dan dihabisi. Ada peristiwa dramatis, tragis, dan sadis terjadi di area dimana peristiwa bermula, berakhir, atau dilewati. Upaya untuk menghentikan kasus ini dengan akal-akalan mentersangkakan keenam syuhada telah gagal. Reaksi publik sangat keras atas pemberian status tersangka pada jenazah tersebut. Disamping mengada- ada, juga bertentangan dengan undang-undang. Ketika status itu dicabut, maka kasus ternyata tidak bisa terhenti. Terlalu berat bermain dalam skema seperti ini. Akhirnya tersangka berbalik, yaitu tiga orang anggota Kepolisian dari Polda Metro Jaya. Meski belum diumumkan namanya secara resmi oleh Mabes Polri, tetapi publik menduga tersangka ini adalah pelapor dan saksi yang menyebabkan keenam syuhada berstatus tersangka. Mereka adalah Briptu Fikri Ramadhan, Bripka Adi Ismanto, dan Bripka Faisal Khasbi. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Brigjen Polisi Andi Ryan Djajadi menyatakan, ketiga anggota Polri yang berpotensi sebagai tersangka tersebut dapat dikenakan pasal 338 KUHP junto Pasal 351 ayat (3), yakni pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Munculnya pasal penganiayaan ini menarik karena menjadi pengakuan Polisi bahwa memang telah terjadi penganiayaan berat terhadap korban. Sesuatu atau stigma yang selama ini selalu ditepis oleh polisi. Seakan-akan tidak adanya penganiyayan. Bahkan semula dinyatakan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran bahwa korban menyerang polisi. Ketiga personel kepolisian yang menjadi potensi tersangka ini akan menjadi pembuka dari keterlibatan banyak fihak lain. Baik itu personil pembuntut yang jumlahnya lebih dari tiga orang, sebagaimana temuan dan hasil penyelidikan dari Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM). Selain itu, terbuka peluang untuk dapat diketahui siapa "komandan" eksekusi yang diduga penumpang di mobil Land Rover yang tiba di rest area kilometer 50 malam itu? Ada selebrasi perjuangan dan kemenangan. Sampai sekarang, dua mobil lain yang bukan dari anggota Polda Metro Jaya belum juga diungkap ke publik oleh Komnas HAM siapa mereka? Moga kita berharap bahwa ketiga potensi tersangka ini benar pelaku sebenarnya. Bukan orang "yang senagaja dikorbankan" untuk menutupi pelaku lain yang justru menjadi aktor intelektual dari kejahatan kemanusiaan yang menyedihkan bangsa dan negara Indonesia ini. Sejarah kelam yang tidak boleh dimanipulasi. Harus menjadi pelajaran berharga untuk kita semua. Sikap keangkuhan terhadap kebenaran tidak boleh dibiarkan hanya dimonopoli oleh polisi. Korbannya adalah rakyat kecil yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Apalagi mengingat pembunuhan enam syuhada ini dikaitkan dengan "unlawful hunting" tokoh dan ulama Habib Rizieq Shihab (HRS), maka dapatlah dikategorikan sebagai pembunuhan politik. Harus memantau dan mengikuti dengan akstif persidangan ini nantinya. Suapay bisa membongkar misteri yang berdampak sistemik. Oleh karena itu semua kita tidak berharap kasus "Harun Masiku" yang hilang atau dihilangkan, tidak terjadi pada pelaku sebenarnya atau pelaku kunci dari kasus pembunuhan 6 anggota laskar yang menjadi syuhada ini. Semoga misteri akan terus terkuak. Rakyat tetap mengawal proses politik dan hukum dengan ketat. Dasar keyakinan adalah bahwa Allah Subhaanahu Wata’ala Yang Maha Kuasa itu juga Maha Melihat dan Maha Mendengar. Ada atau tanpa Mubahalah. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Syaikhona Muhammad Kholil: Mengapa Harus Pahlawan? (3)
By Mochamad Toha Surabaya, FNN - Melalui diksi kata "Perampok dan Pencuri", Syaikhona Muhammad Kholil ingin menegaskan bahwa Pemerintah Hindia-Belanda telah benar-benar berlaku lalim dan sewenang-wenang terhadap masyarakat pribumi, sehingga wajib dilawan, dan harus diadukan kepada Tuhan. Penegasan perlawanan Syaikhona Kholil terhadap pemerintahan Hindia-Belanda menjadi benar-benar nyata ada, yang diimplementasikan dalam visi-misi gerakannya membebaskan bangsa dari cengkeraman Pemerintah Hindia-Belanda. Gerakan itu dilakukannya melalui gelora semangat mimbar-mimbar musholla dan pengajian kitab kuning. Angka Ramadlan 1316 Hijriah itu menunjukkan waktu kira-kira kapan peristiwa itu terjadi. Analisa kronika Sejarah Syaikhona Kholil menggambarkan bahwa pada 1316 H ini, ia kala itu berusia 65 tahun, mengingat Syaikhona Kholil lahir pada 1252 H. Pada usia 65 tahun ini, Syaikhona Muhammad Kholil berada di puncak usia emas; kealiman, kewibawaan, ketokohan, kemasyhuran, kesaktian linuih, jumlah pengikut, dan pengaruh tak ubahnya bagai bintang yang mencorong. Hal itu sebagaimana kesaksian Mbah Sholeh Lateng dalam kekaguman Ulama' Hijaz pada Syaikhona Kholil. Bukti otentik lebih detail, didapat dari angka yang tertulis dalam Perangko yang berisi 15-11-1899. Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Hindia-Belanda mengirim surat diplomatic ini pada Syaikhona Kholil pada 15 November 1899. Kesaksian dari Kiai Abdul Mu'thiy dan keberadaan guratan tulisan tangan tersebut semakin memperjelas posisi Syaikhona Kholil Bangkalan dalam perlawaqnannya terhadap Pemerintah Hindia-Belanda. Syaikhona Kholil sangat sadar bahwa perjuangan harus distrategikan dengan lebih matang melalui pendidikan, karya, dan pesantren. Syaikhona Kholil menegaskan bahwa cita-cita gurunya, Syaikh Nawawi al-Bantani harus dilanjutkan. Inspirasi kisah perjuangan Syaikh Nawawi Banten yang terpaksa “terusir” dari tanah Jawa harus diubah. Syaikhona Muhammad Kholil sadar bahwa paradigma strategi perjuangan materialisme-positivistik melalui ngokang bedil harus diubah. Strategi perjuangan harus dimulai dari paradigma idealisme-kontruktivistik. Paradigma idealisme-konstruktivistik dapat ditempuh melalui mimbar-mimbar musholla dan pendidikan. Paradigma idealisme-konstruktivistik ini pula telah diinspirasikan oleh Syaikh Nawawi Banten dalam periode keduanya kembali ke Makkah. Perjuangan Syaikhona Muhammad Kholil melalui jalur pendidikan dan pesantren adalah jalur sadar dan rasional. Pernyataan Profesor Abdul A'la kembali menemukan lokusnya. Tekad Syaikhinan mendidik para santrinya dapat digambarkan sebagai masterpiece sebuah karya. Hal tersebut selaras dengan pernyataan KH Afiduddin Muhajir “untuk mengetahui siapakah Syaikhona Kholil, cukup mengetahui siapa santri-santrinya beliau”. Masterpiece karya Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan adalah karya hidup para murid, karya hidup dalam diri para Pejuang Pahlawan. Jejaring Ulama Jejaring Islam di Nusantara Syaikhona Kholil menjadi muara jejaring ulama di Tanah Jawa dan Nusantara. Geneologi intelektual yang saling berhubung dan bersambung tersebut kemudian dibawa Syaikhona Kholil ke Nusantara dan melahirkan muara jejaring intelektual yang kelak menjadi kapital besar dalam pembangunan peradaban termasuk perlawanan kultural kaum santri. Banyak sejarawan mengungkapkan keberadaan Syaikhona Kholil sebagai puncak tujuan dari pengembangan ilmiah di Tanah Jawa. Catatan Snouck Hurgronje tentang temuannya mengenai ajaran ngetan dan masantren di kalangan masyarakat Sunda. Catatan yang sama disampaikan oleh seorang peneliti dari Jepang yaitu Hiroko Horikoshi saat melakukan penelitian di Garut pada 1972-1973. Dalam wawancaranya dengan sejumlah ulama di Garut selama masa penelitiannya, seorang peneliti Jepang, Hiroko Horikoshi, mengungkap, mereka mengingat-ingat kakek-neneknya dulu yang mengembara dan nyantri di sejumlah pesantren di Jatim dan di Madura abad 19. Hal serupa juga diungkap dalam catatan perjalanan Snouck Hurgronje di pesantren-pesantren di Priangan pada 1890-an. Disebut dalam catatan tersebut, banyak anak-anak santri Garut yang berguru ke pesantren-pesantren di Surabaya dan Madura. Simpul jejaring ulama dan santri Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan menyebar dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. Beliaulah Mahaguru yang melahirkan alim ulama, cendekiawan, dan pahlawan nasional yang memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kehiduan berbangsa dan bernegara. Bahkan jam'iyah NU itu didirikan atas rekomendasi Syaikhona Kholil untuk mengumpulkan jejaring dan membentuk organisasi sosial masyarakat terbesar di Indonesia. Manuskrip Syekh Yasin bin Isa al Fadani yang menyatakan Syaikhona Muhammad Kholil itu sebagai episentrum Ulama Nusantara bahkan dunia. Genealogi intelektual yang saling berhubung dan bersambung tersebut kemudian dibawa Syaikhona Kholil ke Nusantara dan melahirkan muara jejaring intelektual yang kelak menjadi kapital besar dalam pembangunan peradaban termasuk perlawanan kultural kaum santri. Hal ini membuktikan, visi nasionalisme Syaikhona Kholil dalam membangun komunitas berbayang dengan membentuk jejaring dan simpul Islam di Nusantara relevan dengan pemikiran Benedict Anderson. Yakni, tentang nasionalisme sebagai sebuah ikatan kolektivitas horisontal yang mendalam di mana anggota-anggotanya diyakini mengkonstitusi (menciptakan) sebuah entitas yang kuat dan utuh. Dalam hal membentuk jejaring dan simpul Islam Nusantara, Syaikhona Kholil memandang perlu untuk memiliki ikatan yang kuat dan berhubungan satu sama lain dalam jejaring Islam untuk menjunjung tinggi kesetiaan, komitmen, dan rasa memiliki. Itu ditunjukkan melalui pengikatan diri terhadap prinsip-prinsip politik, sentimen, emosi, dan perasaan. Pengikatan diri dalam hal ini adalah komitmen kepada agama dan bangsanya. Bila berbicara sentimen, emosi, dan perasaan, dalam jejaring Syaikhona Kholil, melampaui batas geografis dan teritorial yang ada, meliputi seluruh Jawa, bahkan Nusantara. Dengan ikatan komunitas yang terbentuk melampaui ruang dan waktu, tidak terpaku di mana seorang manusia berada, karena manusia tersebut akan senantiasa melekatkan dirinya dengan identitas bangsanya. Konsep imagined communities-pun akan terbentuk dengan sendirinya, tanpa batas seperti yang dikemukakan oleh Anderson: “Orang-orang yang mendefinisikan diri mereka sebagai warga suatu bangsa, meski tidak pernah saling mengenal, bertemu, atau bahkan mendengar. Namun, dalam pikiran mereka hidup dalam suatu imajinasi tentang kesatuan bersama.” Masyarakat imajiner seperti ini akan rela mengorbankan jiwa dan raganya demi masyarakat imajiner bernama negara bangsa tersebut. Jaringan Ulama Nusantara yang diisisiasi oleh Syaikhona Kholil ini relevan dengan konsep Anderson dengan timbulnya identitas untuk membentuk kesadaran nasional yang memiliki pengaruh yang paling kuar dan bertahan lama dalam identitas kultural kolektif. Syaikhona Kholil merangkai suatu eksistensi komunitas yang diimajinasikan berdasarkan budaya yang sama dalam hal jejaring ulama dan santri dalam perjuangannya melalui jalur pendidikan Islam dan perlawanan fisik melawan kolonialisme di Indonesia. Menciptakan kembali sentimen keutuhan dan kesinambungan dengan masa lalu, dengan menstransendensi alienasi dan keretakan antara invividu dan masyarakat dalam dinamika bangsanya. (Bersambung). *** Penulis wartawan senior FNN.co.id
Moeldoko Mau Mendirikan Partai Demokrat Baru?
Nasehat Buya Anwar Abbas ini sangat layak didengar dan dituruti Moeldoko By Hersubeno Arief WAKIL Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas punya nasehat penting bagi KSP Moeldoko. Ketimbang mengambil paksa Partai Demokrat dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), lebih baik dia mendirikan partai sendiri. Namanya bisa partai apa saja. Kalau memang tetap tertarik dengan nama Demokrat, bisa Partai Demokrat Baru, atau Partai Demokrat Berseri. Buya Anwar Abbas, begitu dia biasa dipanggil, meminta Moeldoko meneladani Ketua Umum PDIP Megawati. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Mega dikudeta Soerjadi melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Asrama Haji Medan (1996). Dia kemudian mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pada Pemilu 1999 di awal Reformasi, PDIP ikut berlaga bersama bersama PDI. Hasilnya PDIP menjadi partai pemenang Pemilu. Megawati menjadi Wapres, dan kemudian menjadi Presiden. Partainya juga selalu berjaya dari pemilu ke pemilu. Dalam dua pemilu terakhir (2014, 2019) PDIP menjadi pemenang. PDIP masih mendapat bonus tambahan, Jokowi salah seorang kadernya menjadi Presiden selama dua periode. Nasehat Buya Anwar Abbas ini sangat layak didengar dan dituruti Moeldoko. Mega seperti kita saksikan, saat ini menjadi figur sangat berpengaruh dalam peta politik Indonesia. Beda sekali dengan Moeldoko. Sebagai mantan Panglima TNI, dan sekarang menjadi orang dekat Presiden Jokowi, citra Moeldoko berada dalam titik nadir. Dia disebut sebagai pembajak, bahkan begal politik. Jabatan Ketua Umum Partai Demokrat yang coba dia rampas, bukan membuatnya terhormat. Tapi malah dihujat. Belajar Dari Para Senior Sebenarnya Moeldoko tak perlu belajar ke orang lain. Cukup belajar dari para seniornya di TNI. Mantan Menhankam Pangab Jenderal Edy Sudradjat misalnya. Setelah kalah bersaing dengan Akbar Tanjung memperebutkan kursi Ketua Umum Partai Golkar, dia mendirikan PKPI (1999). Benar PKPI tidak pernah lolos parlemen. Tapi sampai sekarang publik, dan internal TNI, tetap respek. Mamandang dan menyebut namanya dengan takzim. Mantan Menhankam Pangab Jenderal Wiranto juga membangun parpol sendiri. Hanura (2006) yang dibangunnya sempat lolos parlemen. Tapi sejak kepemimpinannya dilepas ke Osman Sapta Odang, malah tidak lolos ke parlemen. Letjen Prabowo Subianto juga sukses membangun Gerindra (2008). Hingga kini menjadi partai kedua terbesar di parlemen. Dia juga sempat tiga kali berlaga di pilpres. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sukses membangun Partai Demokrat (20010. Dengan Demokrat, SBY berhasil meraih sukses menjadi Presiden selama dua periode. Kalau mau cari model di luar TNI, dia bisa juga belajar dari Surya Paloh (SP). Setelah kalah dari Aburizal Bakrie dalam Munas VIII Partai Golkar (2009) di Pekanbaru, Riau, SP mendirikan Partai Nasdem (2011). Nasdem sukses, dalam dua periode terakhir selalu berada dalam koalisi partai-partai penguasa. Semua nama yang disebut di atas, bahkan berasal dari satu partai yang sama. Golkar. Masih ada figur lain yang bisa dicontoh Moeldoko. Ini bahkan figur anak-anak muda. Duet Anies Matta-Fahri Hamzah. Mereka tak perlu ribut-ribut. Setelah merasa tidak cocok dengan pengurus PKS lainnya, mereka mendirikan Partai Gelora Indonesia. Padahal konon kabarnya, mereka sempat ditawari untuk mengambil alih PKS dengan model KLB. Tapi tawaran itu ditolak. Anies-Fahri membangun partai dari nol. Dalam waktu singkat, kini telah memiliki pengurus di 34 Provinsi, dan seluruh kabupaten di Indonesia. Minus dua kabupaten di Jateng. Partai Gelora sudah siap ikut serta dalam pemilu. Benarlah yang dikatakan Buya Anwar Abbas. Moeldoko bisa mendirikan Partai Demokrat Baru, Berseri, atau Perjuangan. Bila tak mau susah payah membangun partai dari awal, sesungguhnya Moeldoko tetap bisa mengambil opsi KLB. Tapi bukan di Partai Demokrat. Sebagai kader Partai Hanura, Moeldoko bisa melaksanakan KLB dan mendongkel Ketua Umum Partai Hanura Osman Sapta Odang. Bila dia berhasil membenahi Hanura. Membawa kembali masuk ke parlemen. Moeldoko akan dikenang sebagai tokoh politik yang terhormat. Bukan begal Partai Demokrat! End Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.