ALL CATEGORY

Memperingati HUT RI Ke-78, Kemenkumham Memberi Remisi Kepada 175.510 Narapidana

Jakarta, FNN - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan remisi kepada 175.510 orang narapidana dalam rangkaian memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia.\"Kemenkumham dalam hal ini Dirjen Pas telah memberikan remisi kepada 175.510 orang warga binaan,\" kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Reynhard Saut Poltak Silitonga di Gedung Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Jakarta Selatan, Kamis.Remisi tersebut terbagi dalam dua kategori yakni remisi umum I atau pengurangan sebagian masa tahanan untuk 172.904 narapidana dan dan remisi umum II atau langsung bebas untuk 2.606 narapidana.Tiga wilayah dengan penerima remisi terbanyak yakni Sumatra Utara dengan jumlah 19.962 orang, Jawa Timur sebanyak 17.106 orang, dan Jawa Barat sebanyak 17.016 orang. Remisi Umum tersebut diberikan kepada warga binaan tindak pidana umum dan tindak pidana tertentu.Remisi diberikan kepada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), maupun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).Remisi Umum yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak bagi narapidana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.Remisi diberikan bagi narapidana dan Anak Binaan yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif.\"Pemberian Remisi Umum bukan semata-mata diberikan secara sukarela oleh pemerintah, namun merupakan sebuah bentuk apresiasi dan penghargaan bagi narapidana dan anak binaan yang bersungguh-sungguh mengikuti program pembinaan,\" ujar Reynhard.Saat ini jumlah penghuni di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di seluruh Indonesia mencapai 273.826 orang, yang terdiri atas 222.523 narapidana dan 51.202 tahanan.(ida/ANTARA)

Presiden Menyebut Upacara 17 Agustus 2024 Dilaksanakan di IKN

Jakarta, FNN - Presiden RI Joko Widodo menyatakan Upacara Detik-Detik Proklamasi pada 17 Agustus 2024 dapat dilaksanakan di Ibu Kota Nusantara  (IKN) di Kalimantan Timur.\"Insya Allah. Tahun depan Insya Allah sudah di IKN. Kita lihat nanti,\" kata Presiden kepada awak media sebelum memulai Upacara Detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.Dengan proyeksi pelaksanaan Upacara 17 Agustus 2024 di IKN, menandakan upacara di Istana Merdeka pada Kamis ini menjadi kali terakhir dilaksanakan di Jakarta sebagai ibu kota.Senada dengan itu, Wakil Presiden Ma\'ruf Amin meyakini Upacara HUT ke-79 RI yang dipimpin Kepala Negara dilaksanakan di ibu kota baru.\"Insya Allah tahun depan kita sudah melaksanakan HUT RI di Ibu Kota baru,\" kata Wapres Ma\'ruf Amin.Adapun Presiden Joko Widodo memimpin Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi pada Hari Ulang Tahun Ke-78 Kemerdekaan RI di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.Presiden yang mengenakan baju daerah Ageman Songkok Singkepan Ageng asal Surakarta, Jawa Tengah, bertindak selaku Inspektur Upacara Peringatan HUT Ke-78 Kemerdekaan RI Tahun 2023 yang mengusung Tema \"Terus Melaju untuk Indonesia Maju\".Tema HUT RI tahun ini menyiratkan ajakan kepada seluruh elemen bangsa untuk melaju bersama melanjutkan pembangunan dengan menggelorakan semangat berkolaborasi dan bersinergi.Sebelum upacara dimulai, dilakukan Kirab Bendera dan Naskah Proklamasi yang diarak dari Monumen Nasional ke Istana Merdeka dengan kereta kencana.(ida/ANTARA)

KPU Memaknai HUT RI Sebagai Kebebasan Memilih Pemimpin Bangsa

Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Hasyim Asy’ari memaknai Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Republik Indonesia sebagai momentum peringatan kebebasan warga negara menggunakan hak pilihnya dalam menentukan pemimpin bangsa.“Ketika menggunakan hak pilih, kita sedang menggunakan hak untuk menentukan nasib di masa depan,” ujar Hasyim di Jakarta, Kamis (17/8/23).Ia menjelaskan bahwa melalui pemilihan umum (pemilu), maka warga negara akan menggunakan hak pilihnya dalam menentukan sosok yang mengisi jabatan kenegaraan, seperti presiden dan wakil presiden.Sebagaimana yang diamanatkan konstitusi, lanjut Hasyim, sistem pemerintahan di Indonesia adalah presidensial. Dalam sistem ini, presiden akan menduduki jabatan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.Selain itu, katanya, masyarakat akan memilih anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan kabupaten/kota.Para anggota legislatif terpilih akan menjadi wakil rakyat dalam menyuarakan kepentingan, baik ketika menyusun regulasi maupun mengevaluasi kinerja pemerintah, katanya.Oleh karena itu, Hasyim mengatakan bahwa menggunakan hak pilih pada Pemilu 2024 merupakan bagian dari perjuangan untuk menentukan arah bangsa untuk lima tahun ke depan.“Mereka yang terpilih sebagai kepala negara dan wakil rakyat akan menentukan nasib kita dalam lima tahun ke depan,” kata Hasyim.Secara terpisah, anggota KPU RI Idham Holik mengajak masyarakat untuk memerdekakan diri dari ketidaktahuan tentang kepemiluan. Ia meminta masyarakat untuk mengikuti sosialisasi, pendidikan pemilu, dan membaca berita.Idham mengajak masyarakat untuk memaknai HUT Ke-78 RI sebagai momen untuk memerdekakan diri dari politik uang dan tekanan politik menjelang Pemilu 2024.“Sehingga pilihan pemilih menjadi berdaulat,” ujar Idham.Dalam kesempatan tersebut, Idham berpesan kepada peserta pemilu untuk menjalankan kampanye sehat dan mengedepankan etika politik.Dengan demikian, kata dia, partai politik akan berkontribusi dalam menjamin kemerdekaan pemilih pada Pemilu 2024.“Dengan demikian pemilih bisa berdaulat dalam pilihan politik mereka,” kata Idham.(ida/ANTARA)

HUT Ke-78 RI Menjadi Tonggak Sejarah Baru Peradaban Indonesia

Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Republik Indonesia (RI) merupakan tonggak bagi sejarah baru peradaban Indonesia dan dunia.“Hari ini kita memperingati HUT yang ke-78 kemerdekaan Indonesia. Suatu peristiwa penting yang jadi tonggak bagi sejarah baru peradaban Indonesia dan dunia,” kata Hasto saat menyampaikan amanat upacara peringatan HUT Ke-78 RI di Sekolah Partai DPP PDIP, Jakarta, Kamis.Menurut Hasto, kemerdekaan merupakan tonggak penting untuk menentukan nasib bangsa dan Tanah Air ke depan. Ia menyebut kemerdekaan RI mengajarkan pentingnya suatu ide dan gagasan masa depan Indonesia yang digerakkan oleh sosok pemimpin yang andal.“Kemerdekaan RI mengajarkan pentingnya suatu ide, gagasan imajinasi masa depan Indonesia yang digerakkan oleh sosok pemimpin yang mampu menyuarakan segenap juang, turun ke bawah, mengakar, visioner, serta mampu merumuskan jalan kemajuan,” ucapnya.Ia pun menyampaikan bahwa HUT Ke-78 RI merupakan momentum untuk mengingatkan seluruh pihak agar pemimpin Indonesia ke depannya memiliki watak yang jujur.“Karena kalau tidak jujur, saudara-saudara sekalian, akan ada suatu aroma politik. Itulah keyakinan spiritualitas kita sebagai bangsa yang ber-Tuhan,” kata Hasto.Lebih lanjut, Hasto mengutip pesan Presiden pertama RI Soekarno bahwa semangat persatuan dengan rakyat merupakan senjata yang hebat. Oleh karenanya, dia meminta persatuan rakyat Indonesia diperhebat melalui peringatan HUT Ke-78 RI ini.“Mari kita perhebat persatuan rakyat, berjuang untuk kita bersama, kita bangun politik yang beradab, penuh kebaikan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, hingga mampu menggelorakan gencatan kemajuan bagi Indonesia Raya kita,” imbuhnya.Pada kesempatan itu, Hasto bertindak sebagai inspektur upacara peringatan HUT Ke-78 RI di DPP PDIP. Upacara dimulai pada pukul 07.50 WIB setelah sebelumnya dilakukan kirab pada pukul 07.20 WIB.Turut hadir dalam upacara itu, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning, Mindo Sianipar, Wakil Bendahara Umum (Wabendum) PDIP Rudianto Tjen, Ketua Fraksi PDIP DPR RI Utut Adianto, serta Badan dan Sayap DPP Partai, DPC PDIP Jakarta Selatan, dan Sekretariat DPP PDIP.(ida/ANTARA)

Presiden Memimpin Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi pada HUT RI

Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo memimpin Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi pada Hari Ulang Tahun Ke-78 Kemerdekaan RI di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.Presiden yang mengenakan baju daerah Ageman Songkok Singkepan Ageng asal Surakarta, Jawa Tengah, bertindak selaku Inspektur Upacara Peringatan HUT Ke-78 Kemerdekaan RI tahun ini yang mengusung Tema \"Terus Melaju untuk Indonesia Maju\".Tema HUT RI tahun ini menyiratkan ajakan kepada seluruh elemen bangsa untuk melaju bersama melanjutkan pembangunan dengan menggelorakan semangat berkolaborasi dan bersinergi.Bertindak selaku komandan upacara pada kesempatan kali ini Kolonel Arm Joko Setiyo Kurniawan yang saat ini menjabat sebagai Danmen Armed 2/PY/2 Kostrad.Sebelum upacara dimulai, dilakukan Kirab Bendera dan Naskah Proklamasi yang diarak dari Monumen Nasional ke Istana Merdeka dengan kereta kencana.Setelah Bendera Merah Putih dan Naskah Proklamasi tiba di mimbar kehormatan, komandan upacara melaporkan kepada inspektur upacara.Dentuman meriam sebanyak tujuh belas kali yang menggelegar dari arah Taman Monumen Nasional disertai bunyi sirene panjang menandai dimulainya Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Halaman Istana Merdeka.Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kemudian membacakan Naskah Proklamasi yang pada 78 tahun lalu dikumandangkan Proklamator Soekarno sebagai tanda Indonesia telah merdeka.Selanjutnya Presiden selaku inspektur upacara memimpin para peserta upacara yang hadir baik di lokasi maupun secara virtual untuk mengheningkan cipta.Kemudian dilakukan pembacaan doa oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.Upacara dilanjutkan dengan Pengibaran Sang Merah Putih yang dibawa oleh anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Lilly Indriani Suparman Wenda yang merupakan perwakilan dari Provinsi Papua Pegunungan.Paskibraka lain yang bertugas mengibarkan bendera yakni Nathaniel Shawn Edgar Sondakh yang mewakili Provinsi Sulawesi Utara sebagai pembentang bendera, Alfin Alfarisi perwakilan dari Sumatera Barat sebagai pengerek bendera, dan Komandan Kompi Paskibraka Kapten Mar Ganteng Prakoso.Tampak hadir dalam upacara ini Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri; Wakil Presiden Keenam Try SUtrisno; Wakil Presiden Kesembilan Hamzah Haz; Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla; Wakil Presiden Ke-11 Boediono; Istri Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid; Istri Wakil Presiden Keempat Umar Wirahadikusuma, Ibu Umar Wirahadikusuma ; pimpinan lembaga negara, duta besar negara sahabat, serta para Menteri Kabinet Indonesia Maju dan tamu undangan.(ida/ANTARA)

78 Tahun Proklamasi, Buruh Belum Merdeka dari Perbudakan

Jakarta , FNN - Di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78 tahun ini, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengingat kembali cita-cita luhur para pejuang dan pendiri Republik Indonesia, yaitu untuk menjadi bangsa yang berdaulat serta terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat harus bersatu dan bersama-sama memperjuangkan hak-hak rakyat, sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945. Karena sampai hari ini, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masih jauh dari harapan. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (17/08). Mirah Sumirat menegaskan seluruh rakyat berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan Negara berkewajiban untuk memenuhinya. Namun pada kenyataannya, saat ini masih banyak rakyat yang belum merasakan kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupannya. Kesenjangan sosial juga semakin tinggi.  Mirah Sumirat mengingatkan para pemimpin dan pejabat dalam Pemerintahan di semua tingkatan saat ini, untuk lebih memprioritaskan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanah konsitusi UUD 1945 sudah sangat terang benderang, antara lain Pasal 27 ayat 2 yang tertulis “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Namun yang terjadi hari ini adalah Pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui Undang Undang Cipta Kerja, tegas Mirah Sumirat.  Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 juga menjamin; \"Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Hari ini hukum masih belum menjadi panglima karena masih banyak terjadi perbedaan perlakuan hukum antara satu pihak dengan pihak yang lain. Dalam konteks ketenagakerjaan, masih banyak terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan tanpa pernah ada upaya penegakan hukum yang seharusnya, seperti pelanggaran upah minimum, eksploitasi dan perbudakan modern yang dikemas dalam sistem kerja alih daya atau outsourcing, kontrak kerja yang bermasalah, pelanggaran jam kerja tanpa upah lembur, pemberangusan serikat pekerja, serta tidak dipenuhinya jaminan sosial pekerja sesuai peraturan yang berlaku.  Korupsi yang merajalela juga menegaskan bahwa pemegang amanah kekuasaan, adalah orang-orang yang serakah, lebih mementingkan diri dan kelompoknya, tanpa pernah mau peduli dengan nasib rakyat yang semakin sulit.  Di usia kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78 tahun ini, ternyata rakyat Indonesia masih harus memperjuangkan sendiri terwujudnya hak-hak konstitusionalnya! Bahkan rakyat seperti berhadap-hadapan dengan Pemerintah, karena Pemerintah lebih berpihak pada kepentingan pemodal dan juga kepentingan kelompoknya sendiri.  Dalam konteks ketenagakerjaan, 78 tahun Indonesia merdeka akan lebih terasa bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia, jika Pemerintah mencabut Undang Undang Cipta Kerja dan memberikan hak konstitusional rakyat untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pungkas Mirah Sumirat. (*)

Ketika Orang Terkuat Merasa Terzolimi

Khutbah panjang Presiden Jokowi pada 16 Agustus 2023 di gedung DPR tak memberikan gambaran dan harapan yang adil bagi rakyat Indonesia. Di awal khutbahnya ia lebih senang mengeksploitasi penderitaan dirinya ketimbang merasa bersalah terhadap keputusan, peraturan, dan kebijakan yang diambil seorang Presiden. Tampaknya ia tak suka dianalogikan sebagai lurah. Ia orang hebat, tak sekelas lurah. Sebagaimana tahun lalu ia mengundang seorang anak ke istana untuk menyanyikan lagu \"Ojo Dibanding-bandingke\". Ini menyiratkan bahwa seorang presiden di Indonesia tak bisa dibandingkan dengan siapa pun, termasuk dengan pemimpin sebelumnya, apalagi dengan seorang lurah. Ingat kan, \"Tak ada visi menteri, yang ada visi presiden\". Produk hebat ini jangan dilombakan, sebab sudah pasti menang. Ia juga ingin mengingatkan bahwa semua pekerjaan adalah hasil pemikiran dan keputusannya, maka tak elok kalau ia disalahkan, digoblog-goblogkan, ditolol-tololkan, serta difiraunkan. Sungguh tak punya adab jika ada orang yang menghina dan mencaci presidennya. Presiden merasa sedih bahwa budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia. Tampaknya presiden lupa, siapa yang memelihara buzzer yang setiap hari menggonggong dan menyalak terhadap yang berbeda. Lolongan buzzernya jauh dari pekerti yang baik. Setelah mengeluh, presiden lalu membacakan pidatonya. Ritual tahunan itu lebih banyak memaparkan hasil pekerjaan selama setahun terakhir yang semu. Capaian-capaian yang diklaim, semuanya kontradiksi dengan yang ada di lapangan. Busung lapar masih tinggi, pengangguran merajalela,  kriminalitas meningkat, korupsi meroket, dan banjir tenaga kerja asing Cina masih mewabah.  Presiden seharusnya menjelaskan soal IKN yang kontroversial. Ini menyangkut masalah kedaulatan dan masa depan anak bangsa. Presiden seharusnya menjelaskan soal Kereta Cepat Bandung dan proyek raksasa lainnya. Ini menyangkut soal kelangsungan bisnis dan masa depan ekonomi Indonesia.  Presiden seharusnya menjelaskan soal karpet merah tenaga kerja asing Cina di Indonesia agar buruh Indonesia tidak merasa dibuang. Ini menyangkut pembelaan dan perlindungan terhadap anak bangsa sendiri.  Presiden dengan kekuasaannya yang absolut seharusnya bisa menghentikan buzzer buzzer kebal hukum dan tak beradab, tak beretika, dan tak punya budi pekerti yang baik. Inilah bibit perang saudara yang terus tumbuh bersemi. Presiden seharusnya minta maaf telah membiarkan tuduhan radikal, intoleran, dan antiNKRI tetap berlangsung pada umat Islam. Apakah Saudara Presiden -  pemegang kekuasaan tertinggi dan terkuat -  tidak melihat ini? Semua tak berkutik di depan presiden, kecuali oposisi. Para ketua partai hanya bisa tunduk dan patuh. Airlangga Hartarto yang berbadan besar dan punya partai besar kalah terhadap presiden yang berbadan kecil dan tak punya partai. Prabowo yang \"Macan Asia\"  harus bertekuk lutut pada \"Kucing Boyolali\",  Habib Rizieq yang pekik takbirnya menggelegar, kini suaranya pelan menghilang. Kurang kuat apalagi wahai presiden. Akhirnya kita harus mengakui sebagaimana dikatakan Gus Mus bahwa tipikal bangsa ini hanya ada dua: majikan dan jongos. Selama 350 tahun bangsa ini telah diperjongos oleh majikan. Setelah majikan berhasil kita usir, maka jongos yang berubah menjadi majikan, kejahatannya melebihi majikan yang terdahulu.  Pemimpin seharusnya memberikan motivasi dan optimisme, bukan mengeluhkan sesuatu yang tak semestinya,  apalagi tentang pribadi. Itu playing victim namanya. (*)

Usut Tuntas Dugaan Pelecehan Seksual di Ajang Miss Universe Indonesia

Jakarta, FNN -  Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat turut bereaksi keras terkait dugaan adanya pelecehan seksual berupa body-checking yang terjadi di ajang Miss Universe Indonesia 2023. Mirah Sumirat mendukung langkah hukum yang ditempuh oleh sejumlah finalis Miss Universe Indonesia yang telah melaporkan dugaan pelecehan seksual di acara kontes kecantikan itu ke Polda Metro Jaya. Mirah Sumirat juga mendukung pihak kepolisian untuk segera memproses laporan tersebut dan menangkap para pelaku yang telah merendahkan harkat dan martabat wanita-wanita Indonesia. Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (14/08).  Mirah Sumirat yang juga merupakan Presiden Women Committee UNI Global Asia Pacific, menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh kepada para korban yang berani bicara dan mengungkapkan kasus pelecehan seksual yang telah mencoreng nama Indonesia di dunia internasional ini. Keberanian para finalis Miss Universe Indonesia untuk bicara mengungkap kasus ini menjadi sangat penting, tidak saja agar kasus ini terungkap secara tuntas, tapi juga untuk mewakili suara jutaan wanita Indonesia yang tidak berani bersuara ketika mendapatkan perlakuan pelecehan seksual. Seluruh pihak yang terlibat dan para pelaku body-checking yang terindikasi pelecehan seksual, wajib bertanggung jawab dan diberikan sanksi pidana yang berat, tegas Mirah Sumirat.  Mirah Sumirat juga mengapresiasi langkah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, yang siap mengawal proses hukum yang sedang berlangsung dan memastikan para korban mendapatkan hak perlindungan. Mirah Sumirat juga meminta kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk mengevaluasi dan mengawasi semua kegiatan kontes kecantikan yang berpotensi mengeksploitasi dan merendahkan harkat dan martabat wanita Indonesia. Harus ada panduan khusus yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara kontes kecantikan, agar setiap peserta dapat terjaga kehormatan dan martabatnya. (sof)

Segeralah Kembali ke UUD 1945 dan Pancasila Zonder Kompromi

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila  KERUSAKAN negeri ini semakin menjadi-njadi sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002.  Jurang kemiskinan semakin melebar ditandai dengan maraknya stunting (busung lapar), korupsi sudah bukan puluhan milyar tetapi sudah ratusan bahkan ribuan triliun. Penggarongan kekayaan ibu pertiwi terus berlangsung atas nama investasi asing. Di dalam keputusasaan seakan negara sudah tidak memberikan harapan masa depan. Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 yang mereka katakan Amandemen yang menurut Prof Kaelan 4 kali amandemen UUD 1945 menyebabkan terjadi inskonsistensi dan inkoherensi dengan Pancasila sebagai Norma Dasar Hukum dan kaidah fundamental NKRI. Peneliti PPHP Djokosutono Researach Center FH UI (2023) menyatakan \"UUD hasil amandemen adalah UUD yang berbeda dari UUD 1945  ditetapkan PPKI pada 18 /8/1945.\" Amandemen ini berimplikasi sangat serius, antara lain: UUD hasil amandemen telah membubarkan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Juga menghapus Pancasila sebagai grundnorm dan kaidah fundamentsl (Staatsfundamental norm ) atau Ruh UUD 1945. Hilangnya Pancasila sebagai kaidah berbangsa dan bernegara maka Indonesia menuju ketersesatannya semakin dalam menuju kehancurannya. Ini bisa kita lihat adanya pertentangan politik yang keras. Sekarang zaman di mana negara menjalankan Liberal Kapitalisme. Negara ditafsir ada yang merasa paling Pancasilais dan begitu mudah menstikma Islam sebagai Islam Radikal, Islam Khilafah musuh Pancasila. Keadaan seperti ini membuat Pusat Studi Rumah Pancasila prihatin sebab mereka tidak paham betul Pancasila itu apa? Kalau kita menyitir teori negara misalnya salah satu teori yang amat terkenal, ialah teori Karl Marx. Marx berkata bahwa negara adalah sekadar satu organisasi. Organisasi kekuasaan (macht organisatie) kata Marx. Sementara Lenin, komunis yang terkenal malahan lebih populer Iagi mengatakan “de staat is een knuppel” (negara adalah pentung). Di dalam cara berpikir kaum Marxist memang negara adalah satu pentung. Negara adalah macht organisatie kata Marx sendiri. (organisasi kekuasaan daripada satu kelas yang berkuasa). Organisasi kekuasaan ini bisa dipakai untuk mementung ke Iuar, dapat dipakai untuk mementung ke dalam. Bagaimana dengan Soekarno dan Indonesia tentang negara? Kata Soekarno untuk menyelamatkan kita punya Republik Indonesia ini, kami menggambarkan negara ini dengan cara yang populer, yaitu menggambarkan gambaran wadah, agar supaya bangsa Indonesia mengerti bahwa wadah inilah yang harus dijaga jangan sampai retak. Dan wadah ini hanyalah bisa selamat tidak retak, jikalau wadah ini didasarkan di atas dasar yang kunamakan Pancasila. Dan jikalau ini wadah dibuatnya daripada elemen-elemen yang tersusun daripada Pancasila. Misal gelas terbuat dari gelas, cangkir terbuat dari porselen, keranjang terbuat dari anyaman bambu, periuk terbuat daripada tanah, belanga terbuat daripada tanah atau tembaga. Wadah kita yang bernama negara ini, terbuatlah hendaknya daripada elemen-elemen yang tersusun dari Pancasila. Sebab hanya jikalau wadah ini terbuat dari elemen-elemen itu saja, dan hanya kalau wadah ini ditaruhkan di atas dasar Pancasila itu maka wadah ini tidak retak, tidak pecah. Oleh karena itu aku masih yakin baiknya Pancasila sebagai dasar negara. Ini wadah bisa diisi, dan memang wadah ini telah terisi masyarakat. Masyarakat ini yang harus diisi. Orang Islam isilah masyarakat ini dengan Islam. Orang Kristen, masukkanlah kekristenan di dalam masyarakat ini. PNI yang berdasar di atas marhaenisme, isilah masyarakat ini dengan marhaenisme, dengan satu masyarakat yang berdasar dengan marhaenisme. Masyarakatnya yang harus diisi. ………” PNI tetaplah kepada azas Marhaenisme. Dan PNI boleh berkata justru karena PNI berazas Marhaenisme, oleh karena itulah PNI mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Tetapi jangan berkata PNI berdasarkan Pancasila. Sebab jikalau dikatakan Pancasila adalah ideologi satu partai, lalu partai-partai lain tidak mau……” ……..”Oleh karena itu aku ulangi lagi. Pancasila adalah dasar negara dan harus kita pertahankan sebagai dasar negara jika kita tidak mau mengalami bahaya besar terpecahnya negara ini. (Soekarno) Saudara-saudara, Tempo hari aku menggambarkan dengan tamzil lain, ini wadah diisi air, engkau mau apa, airnya diisi dengan warna apa, warna hijau, ya isilah dengan hijau air ini. Engkau senang warna merah, isilah dengan warna merah. Engkau senang dengan warna kuning, isilah air ini dengan warna kuning. Engkau senang kepada warna hitam, isilah air ini dengan warna hitam. Airnya yang harus diisi, bukan wadahnya. Wadahnya biar tetap dengan berdasarkan Pancasila, tetap terbuat daripada elemen-elemen Pancasila ini. Sebab bilamana tidak, maka wadahnya retak. Kalau retak, bocor. Bisakah kita mengisikan air di dalam beker yang retak? Tidak! Bisakah kita mengisikan susu di dalam beker yang retak? Tidak! Oleh karena itu kita harus jaga jangan sampai wadah ini retak…….” Rupanya pengusung RUU HIP – RUU BPIP tidak memahami apa itu Pancasila sehingga Pancasila ditarik ke ideologi , semua rakyat mau di ideologikan Pancasila , padahal Pancasila itu dasar dari wadah dan wadah itu bisa berisi syariah Islam bagi umat Islam , Syariah Hindu , Budah bagi umat Hindu Budah , Syariah Kristen , Katolik , bagi yang beragama Kristen Katolik, dll. Pemahaman yang salah dengan melahirkan RUU BPIP- RUU HIP yang ingin seluruh Masyarakat di Pancasilakan ini lebih parah dari jaman asas tunggal Pancasila jaman Orde Baru . sebab BPIP bisa menjadi alat pukul bagi siapa saja yang tidak berideologi Pancasila. Padahal Pancasila itu dasar Negara yang didalam wadah itu menampung semua elemen .BPIP rupa nya salah dalam memahami Pancasila dan sudah seharus nya di luruskan kalau tidak ingin negara ini pecah. Yang harus Pancasilais ya negara nya jangan seperti sekarang ini negara menggunakan sistem Liberal Kapitalisme terus mau membuat Pancasila sebagai alat pemukul bukan hanya kontradiksi justru telah berkianat terhadap pikiran Bung Karno soal Pancasila. Sebagai anak bangsa kita harus bersatu mengembalikan keharmonisan bangsa ini yang mengalami Islamophobia ,akibat salah kaprah dalam memahami Pancasila. Jika kita ingin menyelamatkan Negara yang di Proklamasikan 17 Agustus 1945 maka hari ini di ulang Negara Republik Indonesia ke 78 harus ada keberanian mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila untuk mengembalikan Negara  Proklamasi 17 Agustus 1945. Berhentilah menjalankan demokrasi liiberal dengan menghentikan pilpres pilpresan yang serba demokrasi ksum borjois dan membeli demokrasi dengan sembako. Sudah saat nya kita berani merebut kebenaran dari kepalsuan dan penindasan atas nama demokrasi demokrasian yang tidak berakar pada kepentingan rakyat . Rakyat hanya diminta melegalkan keinginan ketua partai. Sudah saat nya mengembalikan kedaulatan rakyat mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara .Untuk membentuk GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden mengakhiri pilpres dengan model banyak banyakan suara pertarungan ,kalah menang ,kuat-kuatan, caci-maki,  curang curangan, dan jelas membuat persatuan menghancurksn kerukunan dan keharmonisan. (*)

Dosen Politik UI Menilai Pidato Jokowi Mengandung Dua Isu Utama Politik

Depok, FNN - Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana menilai pidato Presiden Joko Widodo menyatakan ada dua isu utama terkait dengan politik.\"Pertama, Pak Jokowi ingin menyampaikan bahwa ia tidak berwenang dalam pencalonan Pilpres 2024 mendatang karena ia bukan pimpinan partai politik,\" kata Aditya Perdana di Kampus UI Depok, Rabu.Kedua, Presiden Jokowi juga menyampaikan adanya harapan dan keinginan terhadap kepemimpinan politik yang akan datang.Menurut Aditya harapan ini dinyatakan dalam bentuk keinginannya untuk melihat landasan dan program kerja yang sudah dijalankannya dapat dilanjutkan oleh capres yang menang nanti dalam skenario \"lari marathon\" dan punya \"nafas panjang\" dalam melakukan berbagai perubahan dan perbaikan .Dua hal ini terlihat ada kaitannya dalam informal politics, bahwa tentu Pak Jokowi akan melakukan langkah-langkah yang dianggap penting untuk menempatkan harapannya dapat terwujud di kepemimpinan politik berikutnya.Sehingga bisa jadi dugaan adanya \'endorsement politics\' dari Pak Jokowi memiliki pengaruh yang kuat di elite dan di mata publik.Selain itu kata Aditya, Presiden Jokowi juga menyatakan perlu adanya \'public trust\' dan sinergi dalam menjalankan pemerintahan.\"Dugaan saya ini pesan Pak Jokowi kepada capres yang akan bertarung nanti bahwa kepercayaan publik perlu dijaga dengan baik seperti yang ia lakukan dalam masa pemerintahan 10 tahun ini,\" kata Aditya yang juga Direktur Eksekutif Algoritma.Selain itu untuk sinergi dan kolaborasi dengan multi pihak juga menjadi kunci agar dapat menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapi oleh setiap pemimpin.(sof/ANTARA)