ALL CATEGORY
Koalisi Keranjang Telur
Oleh Ady Amar - Kolumnis MASIH ingatkah pada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), terdiri dari Partai Golkar, PAN, PPP, yang kelahirannya begitu cepat. Cukup dalam satu kali pertemuan terbentuklah koalisi itu. Saat ini inisial B pada KIB boleh jika mau diganti yang tadinya Bersatu menjadi Bubar. Tidak perlu diumumkan secara resmi bubarnya--karena ini koalisi main-main, dibuat asal-asalan--tidak seperti kelahirannya. Konon KIB itu diinisiasi istana. Pada awalnya itu dimaksudkan menekan PDIP, agar cepat-cepat mencapreskan Ganjar Pranowo. Jika tidak, maka lewat KIB kursi buat Ganjar itu disiapkan. Ganjar saat itu masih jadi \"idola\" utama, yang digadang sebagai pengganti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ini peta politik sudah berubah. Endorse Jokowi sepertinya tidak lagi pada Ganjar, tapi beralih pada Prabowo Subianto. Pertimbangan pilihan siapa pengganti Jokowi, itu bisa berubah demikian cepatnya, tentu bukan sekadar suka tidak sukanya Jokowi pada Ganjar, yang lalu beralih pada Prabowo. Tapi ada pertimbangan lain, ingin diakhirinya dominasi PDIP jadikan presiden sebagai \"petugas partai\". Jika tetap pilihan pada Ganjar, maka presiden selaku \"petugas partai\" akan tetap mengikat pada PDIP, itu yang mesti disudahi. Bukankah Jokowi juga petugas partai (PDIP), itu hal yang kerap disebut-sebut Megawati Sukarnoputri dalam berbagai kesempatan. Label Jokowi sebagai petugas partai, itu mengecilkan peran presiden dalam fungsi ketatanegaraan. Pelabelan sebagai petugas partai, itu dimaksudkan sekadar mengikat presiden untuk tahu diri dari mana ia berasal. Tapi tentu ada pertimbangan lain yang lebih utama, dan itu kepentingan \"kelompok tak tampak tapi berkuasa\" mewarnai seluruh kebijakan hampir sepuluh tahun terakhir ini. Suasana demikian yang ingin dipertahankan pasca Jokowi lengser. Buat mereka akan jauh lebih leluasa, jika presidennya tidak merangkap sebagai \"petugas partai\". Maka, KIB perlu \"dibubarkan\", dianggap tidak perlu. Anggota koalisinya dibuat bercerai berai, memilih berinduk pada koalisi lainnya. PPP jauh hari sudah memilih koalisi bersama PDIP melenggang meninggalkan Golkar dan PAN. Maka disusul berikutnya, Golkar dan PAN, yang memilih menginduk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), yang digawangi Gerindra dan PKB. Tuan rumah (KKIR) memilihkan tempat deklarasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng Jakarta Pusat, Minggu (13 Agustus 2023), mengusung Prabowo Subianto sebagai capres. Bergabungnya Golkar dan PAN ke KKIR, bisa disebut atas arahan Presiden Jokowi. Begitu pula bergabungnya PPP ke PDIP, itu pun atas arahan Jokowi. Pokoknya gabung berkoalisi dulu, sedang soal siapa nanti cawapresnya akan dipikirkan belakangan, mengikuti dinamika politik yang berkembang. Tentunya juga melihat tingkat keterpilihan cawapres dalam kontestasi pilpres. Dengan memasukkan Golkar dan PAN, maka PKB tidak punya nilai tawar yang kuat untuk menggertak dengan akan meninggalkan Gerindra, jika Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tidak menjadi cawapresnya. Meski itu sekadar gertakan saja, supaya PKB masih dilihat \"berdaulat\", yang ditandai masih mampu bermanuver. Melihat semua itu, Jokowi perlu menenangkan hati Prabowo dengan mengunci memasukkan Golkar dan PAN di sana. Prabowo mengatakan bergabungnya Golkar dan PAN itu bukan atas dorongan Presiden Jokowi, itu sekadar mengesankan bahwa tidak ada campur tangan istana. Prabowo ingin menunjukkan bergabungnya mitra koalisi baru itu atas inisiatif partai bersangkutan dalam memilih dirinya sebagai capres. Tapi semua mafhum, ada skenario istana sebagai pengarah. Maka tidak perlu ditanya, mengapa pilihan Golkar dan PAN jatuh pada KKIR, tidak pada koalisi PDIP bersama PPP, tentu tidak sekadar suka-suka Jokowi. Dan bandul memang sedang berpihak pada Prabowo, maka mengarahkan Golkar dan PAN ke KKIR itu lumrah. Bolehlah jika lalu disimpulkan ekstrem, bahwa Jokowi sudah \"berpisah\" dengan PDIP, dan itu diperlihatkan dengan menguatkan KKIR. Meski memang dalam politik aliansi bergabungnya satu partai dengan partai lainnya, itu hal biasa bahkan bisa secepat membalik telapak tangan. Segalanya bisa terjadi, skenario babak-babak lanjutan pun kemungkinannya masih terbuka untuk tercerai berai satu dengan lainnya. PDIP jika masih punya marwah, tentu tidak akan tinggal diam melihat manuver Jokowi, melihat lagak \"petugas partai\" yang dibesarkan coba meninggalkan di ujung akhir masa jabatannya, dan di masa krusial akan eksistensi PDIP ke depan. Tapi soliditas PDIP saat ini memang tidak sekuat 2019 lalu, saat mencapreskan Jokowi untuk periode keduanya. Saat ini godaan pada PDIP itu berlapis. Muncul manuver di internal PDIP sendiri, kelompok yang tak menerima pencapresan Ganjar. Bisa dilihat dari manuver beberapa tokohnya yang terang-terangan memuji Prabowo itu lebih pantas menggantikan Jokowi sebagai presiden. Hal tabu itu bisa dilakukan pada masa PDIP di masa lalu, yang menganut falsafah tegak lurus bersama Megawati. Ditambah lagi gangguan eksternal yang menyengat PDIP--kasus BTS yang menyeret suami Puan Maharani, Happy Hapsoro--hal yang juga mustahil di masa lalu itu bisa menyentuh mengena keluarga Megawati. Dinamika politik sudah tidak lagi berpihak pada PDIP tanpa batas seperti di masa lalu, itu yang mesti dipahami Megawati. Jika masih berlagak seperti Megawati yang dulu, yang bisa mengendalikan sang \"petugas partai\", maka tidak mustahil hasilnya berbalik mengenaskan. Seiring itu muncul pula riak-riak kecil manuver dari PPP, yang diwakili politisi seniornya Arsul Sani. Minta ketegasan PDIP mencawapreskan Sandiaga Uno. Jika tidak, maka PPP akan berpikir untuk pindah koalisi. Meski akhirnya Arsul Sani \"diadili\" partainya dengan mengatakan, bahwa itu suara pribadinya, bukan suara resmi partai (PPP). Tapi tetap saja manuver itu tidak berdiri sendiri, tapi punya korelasi bandul endorse yang beralih dari Ganjar ke Prabowo. Tapi gertak sambal PPP ini ditantang balik petinggi PDIP, dipersilahkan jika PPP akan hengkang. Prabowo dengan Gerindra-nya pastilah sumringah melihat bandul istana memihaknya, dan itu jerih atas pengabdian tanpa batas pada Jokowi. Kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala pun dilakukan agar Jokowi lebih melihatnya ketimbang melihat Ganjar. Semua itu dilakukan Prabowo Subianto, agar ia terpilih sebagai penerus orde keberlanjutan Jokowi. Sepertinya itu akan berhasil. Tapi tetap saja dinamika politik akan bisa berubah kapan saja, dan Prabowo harus terus tetap merawat kemesraan tanpa batas, itu jika ingin tetap dalam radar pilihan Jokowi. Nyebur-nya Golkar dan PAN ke KKIR dan PPP bersama koalisi PDIP, itu apakah sampai basah kuyup. Artinya, apa juga diikuti oleh konstituen di bawah, yang itu riil suara penyumbang kemenangan, kok rasanya tidak demikian. Mayoritas konstituen PAN dan PPP khususnya, bisa jadi juga Golkar, itu auranya memilih Anies Baswedan. Tapi jika saja yang dibutuhkan KKIR khususnya, dan itu Prabowo Subianto, sekadar banyaknya jumlah partai yang mendukungnya, itu lain soal. Itu bisa diibaratkan Koalisi Keranjang Telur. Akan tetap disebut keranjang telur, meski tak ada isi telur di dalamnya. Sekadar keranjang, namun tanpa isi. Memilih capres tidak identik dengan memilih partai pendukungnya. Tapi jika partai politik memilih capres berdasar suara konstituennya, maka itu berdampak signifikan dengan memilih partai itu. Begitu pula sebaliknya, jika abai dengar suara konstituen, maka partai bersangkutan ditinggal konstituennya. Artinya, siap-siap hengkang dari Senayan. Lalu untuk apa sampai partai politik memilih capres yang bukan suara konstituennya, ini soal yang semua pastilah tahu. Malas ah jika mesti mengulang-ulang kasus yang tak tersentuh hukum--kasus minyak goreng, hutan dan seterusnya--dan itu menjerat ketua umum partai bersangkutan, jadi sandera politik selamanya. Duh Gusti...**
Tolak Upaya MPR untuk Amandemen Penundaan Pemilu di Masa Darurat
Oleh Pierre Suteki - Guru Besar Hukum UNDIP CNN Indonesia, 9 Agustus 2023 menurunkan berita tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang hendak membuka peluang untuk mengusulkan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) untuk membuat aturan penundaan pemilu di masa darurat. Meski demikian, MPR menegaskan bahwa usulan itu tidak terkait penundaan Pemilu 2024 dan kontestasi akan berjalan sesuai jadwal. Disebutkan bahwa Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan pihaknya akan mengusulkan wacana tersebut saat hari konstitusi 18 Agustus mendatang. Arsul mengakui wacana itu mulai jadi pembahasan di internal lembaganya dalam beberapa waktu terakhir menyusul pengalaman saat pandemi 2020 lalu. Pasalnya, kata Arsul, UUD yang berlaku saat ini belum mengatur soal penundaan pemilu di masa darurat seperti pandemi. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah bisa dibenarkan usulan tersebut di alam demokrasi? Apakah tidak ada strategi lain untuk menyelenggarakan pemilu di masa pandemi sehingga aspek kepastian hukum dalam penyelenggaraan negara tetap terjamin? Mungkinkan upaya penundaan pemilu di masa darurat disalahgunakan oleh rezim? Era reformasi telah berjalan 25 tahun sejak 1998. Benarkah tujuan kemerdekaan 1945 sudah tercapai atau justru jauh diselewengkan orang, menjauh dari cita-cita Proklamasi sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Demokrasi dengan ketaatan pada konstitusi mestinya menjadi acuan bersama agar tujuan nasional Indonesia merdeka dapat dicapai. Hari-hari terakhir ini seluruh ruang dipenuhi wacana penundaan pemilu dengan demikian berimbas pada perpanjangan masa jabatan Presiden, DPR dan DPD. Sementara berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UUD 45, Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD dan tata cara pemilihannya diatur dalam undang-undang sesuai Pasal 6A ayat 5 UUD 45. Kemudian dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Sebagai negara hukum, semua pihak harus menyadari bahwa ada aturan dasar yang harus dipatuhi, yakni konstitusi. Semua aturan dan ketentuan konstitusi harus dianggap final dan mengikat secara mutlak, tidak bisa diutak-utik lagi oleh siapapun, kecuali dengan mekanisme konstitusional melalui amandemen UUD 45 oleh lembaga tinggi negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Termasuk perihal penundaan pemilu pun harus dalam bingkai konstitusional. Tidak boleh dilakukan secara \"bar-bar\", terkesan anarkhi. Terkait dengan usulan penundaan pemilu di masa darurat sekalipun harus dipertimbangkan secara matang di alam demokrasi yang berintikan pada kedaulatan rakyat, bukan kedaulatan partai. UUD 1945 asli telah mengatur bahwa pemilu dilaksanakan dalam waktu lima tahunan dengan maksud untuk membatasi masa jabatan penyelelenggara pemerintahan negara. Itu sudah baku dan dalam keadaan tertentu memang dimungkinkan pemilu dipercepat ataupun ditunda. Indonesia pernah melakukan percepatan pemilu ketika suatu pemerintahan ambruk, misalnya Pemilu di era reformasi. Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya. Euforia demokrasi pasca orde baru sangat dapat dirasakan pada saat semua elemen bangsa sepakat untuk mempercepat pemilu di tahun 1999 padahal seharusnya pemilu baru dilaksanakan tahun 2003. Kita yakin di sini yang sedang berkuasa bukan rezim otoriter, melainkan rezim demokratis. Tidak ada mafia hukum antara eksekutif, legilatif dan yudikatif. Sementara itu, penundaan pemilu nasional di negeri ini belum pernah terjadi dalam keadaan apa pun. Pemilu kada memang terjadi penundaan mengingat adanya upaya untuk pelaksanaan pemilu nasional serentak pada tahun 2024. Usulan penundaan pemilu melalui amandemen UUD 1945 harus ditolak. Kita tetap mempertahankan ketentuan bahwa \"Pemilu itu dilangsungkan berkala lima tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat UUD 1945,\" Selain menabrak prinsip demokrasi yang intinya ada pembatasan kekuasaan menurut hukum yang pasti, upaya penundaan pemilu juga bertentangan prinsip penyelenggaraan kepemimpinan nasional lima tahunan yang dianut oleh UUD 1945. Selain itu usulan penundaan pemilu juga bertentangan UU Pemilu karena dalam undang-undang tersebut hanya mengenal penundaan dalam bentuk susulan dan lanjutan serta tidak boleh ada penundaan pemilu secara nasional. Penundaan susulan kalau di tahapan tertentu terjadi upaya yang tidak memungkinkan dilakukan proses pemilu karena bencana. Maka tahapan yang tertunda disusulkan. Saudara sekalian, sebagaimana diketahui bahwa hukum dasar itu ada 2, yaitu hukum dasar tertulis (konstitusi) dan hukum tidak tertulis (konvensi). Konstitusi itu bukan peraturan perundang-undangan biasa yang mudah untuk diubah dan dijalankan semau rezim yang berkuasa. Ada yang berpendapat bahwa \"demi keselamatan rakyat, konstitusi dapat dilanggar\". Padahal UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi negara RI juga memuat dalil atau prinsip salus populi suprema lex esto. Oleh karena itu dalam implementasinya, penerapan dalil \"salus populi suprema lex esto\" dapat terjadi penyimpangan oleh rezim yang lebih mengutamakan kekuasaan dibandingkan hukum. Dalil itu terkesan sebagai alasan pembenar dari semua tindakan dan kebijakannya meskipun secara konstitusional tidak benar. Apalagi kebijakan dan tindakan rezim itu didasarkan atas penerapan prinsip \"negara tidak boleh kalah\" secara keliru. Oleh karenanya, penerapannya dalil “keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi” ini perlu dipertanyakan dan dikritisi agar tidak disalahgunakan oleh rezim yang cenderung berwatak otoriter konstitusional. Dalil ini juga tidak boleh menjadi alasan MPR untuk mengajukan usulan penundaan pemilu dalam keadaan darurat karena berpotensi disalahgunakan oleh rezim yang otoriter, apalagi telah terjadi mafia hukum antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Jika dalam rezim yang sedang berkuasa telah terjadi mafia hukum, maka rezim akan sangat setuju untuk dilakukannya penundaan pemilu dengan berbagai dalil, kriteria yang telah ditentukan oleh rezim itu sendiri sekarang ini. Penundaan pemilu akan lebih menguntungkan rezim yang berkuasa, baik Presiden, DPR maupun DPD. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari suara pemilih namun masih tetap menjabat untuk jangka waktu tertentu, bisa 1 tahun, 2 tahun dan seterusnya. Tergantung dari kesepakatan rezim, dan bisa dipastikan bahwa rakyatlah yang pada akhirnya akan berpotensi dirugikan. Meskipun ketentuan terkait dengan keadaan darurat ditentukan secara rigid oleh MPR, tetapi dalam praktiknya, rezim otoriter bisa menyiasatinya dengan berbagai upaya yang melibatkan ketiga ranah kekuasaan sekaligus. Kolusi akan dilakukan, bahkan mafia dalam industri hukum pun akan dipraktikkan. Inilah potensi-potensi buruk yang akan terjadi ketika kekuasaan sedang dipegang oleh kekuasaan yang otoriter dan memang kekuasan (status quo) itu cenderung ingin dipertahankan dengan berbagai cara baik melalui cara demokratis maupun cara otoriter dalam sistem pemerintahan yang awalnya dipilih secara demokratis pula (Ziblatt dan Levitsky: 2018). Kesimpulannya, dari pada suatu saat bangsa ini terjebak pada situasi dilematis terkait dengan penundaan pemilu pada masa darurat, lebih baik usulan MPR tersebut ditolak. Pemilu harus tetap dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahunan. Jika terjadi keadaan darurat, maka yang perlu dicari adalah cara penyelenggaraannya. Zaman semakin modern dan serba digital, maka cara-cara digitalisasi pemilu pun bisa ditempuh terkait dengan penyelenggaraan pentahapan pemilu. Mulai dari sosialisasi, pendaftaran, kampanye hingga pemungutan suara. Sistem itulah yang seharusnya disiapkan mulai dari sekarang, bukan membuka wacana penundaan pemilu dalam keadaan darurat melalui amandemen UUD 1945. Tabik...! Semarang, Selasa: 15 Agustus 2023
Kisah Pak Natsir yang Tidak Pernah Diceritakan dalam Sejarah
Meninggalnya mantan Perdana Menteri RI kelima Mohammad Natsir dirasakan bangsa Jepang seolah “ledakan bom atom ke 3” yang dijatuhkan di Kota Tokyo, mengapa Jepang begitu menghormatinya? Oleh Agus Maksum - Anggota Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Jatim MOHAMMAD NATSIR atau Pak Natsir, begitu orang sering memanggil beliau, adalah sebuah nama panggilan yang biasa untuk siapa saja, menunjukkan kesederhanaan hidup beliau. Saya mungkin termasuk generasi paling akhir dari da’i Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang masih mendapatkan didikan langsung dari beliau walau tidak lama, sejak 1991, dan beliau meninggal Februari 1993. Saat mendengar mantan Perdana Menteri RI kelima meninggal kesedihan mendalam bagi seluruh kader dan da’i Dewan Da’wah. Saat itu sayapun langsung pergi ka kantor Dewan Dakwah Jawa Timur Jalan Purwodadi, dekat kuburan Mbah Ratu. Sudah cukup banyak warga Dewan Dakwah berkumpul untuk mengkonfirmasi berita meninggalnya Pak Natsir. Saat itu, saya duduk di dekat telepon yang berfungsi sebagai faksimile, mode teknologi paling canggih pada waktu itu untuk mengirim dokumen. Telepon berdering tak henti-henti dari berbagai daerah menanyakan kabar meninggalnya Pak Natsir kala itu. Tiba-tiba adalah sebuah faksimile masuk. Pesan tersebut datang dari Perdana Menteri Jepang Keiici Miyazawa. “Wah Perdana Menteri Jepang nampaknya telah mendengar juga berita meninggalnya Pak Natsir dan mengirimkan ucapan duka,” demikian guman saya dalam hati. Semua pesan faksimile itu nampak tercetak. Saya tidak sabar membaca ucapan dukanya. “Mendengar Muhammad Natsir meninggal, serasa Jepang mendapatkan serangan Bom Atom ke-3 yang tepat jatuh di tengah Kota Tokyo. Duka yang sangat mendalam bagi kami seluruh bangsa Jepang,” demikian bunyi ucapan tersebut. Saya kaget sekali saya mebaca ucapan itu. Saya segera memotong kertas faks yang lembek itu dan saya sampaikan pada Ketua DDII Jatim (alm) H. Tamat Anshori Ismail. Namun Pak Tamat meminta saya membacakan dengan keras pesan tersebut di hadapan jamaah agar semua mendengar. “Maksum kamu baca lagi supaya semua yang berkumpul di situ mendengar,” katanya. Semua orang terdiam setelah pesan dari Keiici Miyazawa saya baca. Saya bertanya kepada Pak Tamat, ada cerita dan hubungan apa antara Pak Natsir dengan Bangsa Jepang, Pak? Pak Tamat menjawab datar saja. “Pak Natsir kan mantan perdana menteri, jadi ya mungkin pernah ada hubungan diplomatik yang spesial dengan Jepang, “ begitu gitu saja jawabnya. Saya kurang puas dengan jawaban Pak Tamat. Saya lanjutkan rasa penasaran ini kepada banyak tokoh yang lebih senior dan lebih sepuh. Salah satunya adalah Ketua Dewan Syura Dewan Da’wah Jatim yang juga Ketua MUI Jatim kala itu, KH Misbach. Sayangnya, Kiai Misbach juga tidak bisa menjelaskan maksud di balik ucapan PM Miyazawa. Sungguh aneh ini, ucapan duka yang luar biasa, dan tidak biasa, pasti ada kisah yang luar biasa, begitu guman saya dalam hati. Akhirnya saya menyimpan pertanyaan itu lebih dari 10 tahun dan tidak ada satupun tokoh yang bisa menjelaskan makna ucapan itu. Embargo, Raja Faisal dan M. Natsir Tahun 2003, saya berkenalan dengan diplomat Jepang di Jakarta. Namanya Hamada San. Saya sering nggobrol dan ngopi bersama dia. Suatu ketika, sampailah obrolan pada aktivitas saya dll. Saya bercerita jika aktif di organisasi Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan Pak Natsir, namun saya generasi terakhir yang pernah dididik langsung Pak Natsir. Tanpa saya duga, Hamada San berdiri tegak di samping saya, lalu membungkuk-bungkuk memberi hormat. Tentu saya kaget, ada apa Hamada San sampai berbuat seperti itu? Setelah itu ia duduk dan lama terdiam, sambil matanya menerawang. “Apakah kamu tahu nama Laksamana Maeda?” katanya. “Ya, saya tahu.” “Apakah kamu tahu namanya Nakasima San?” “Wah saya tidak tahu.” “Apakah kamu pernah mengdengar nama Raja Faisal dari Saudi?” “Ya saya tahu.” “Mereka adalah nama-nama yang punya hubungan spesial dengan (alm) Mohammad Natsir,” ujar Hamada San. Hamada San adalah diplomat senior Jepang yang sudah puluhan tahun bertugas di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia, salah satunya adalah karena kisah yang akan dia ceritakan kepada saya. Karena itulah dia tidak mau pindah-pindah tugas dan tetap berada di Indonesia hingga puluhan tahun. Sebelum Hamada San bercerita dengan beberapa bekal nama Laksamana Maeda, Nakasima (Nakajima San), Raja Faisal dan Muhammad Natsir, saya teringat peristiwa 10 tahun lampau, tentang faksimil PM Jepang Keiici Miyazawa. Kepada Hamada San, saya ceritakan tentang bunyi faks ucapan duka cita dari PM Jepang Miyazawa tersebut. “Ada cerita apa sehingga PM Miyazawa sampai membuat ucapan duka sedemikan dramatis dan dahsyat begitu”?. Hamada San semakin tajam memandang saya, lalu sedikit meninggikan suaranya. “Kamu baca ucapan duka cita PM Miyazawa itu? Kamu benar-benar murid Pak Natsir kalau gitu, tidak salah dan kamu tidak bohong bahwa kamu adalah murid Pak Natsir, karena tidak banyak yang tahu hingga menyimpan memori selama itu hingga 10 tahun kamu masih ingat bunyi ucapan duka cita itu,” demikian kata dia. Akhirnya, Hamada San bercerita. Jepang pada waktu itu mengalami situasi sulit akibat embargo minyak bumi. Industri Jepang hampir kolaps. Semua industri butuh bahan bakar dari minyak bumi, tapi Jepang di embargo oleh Amerika Serikat (AS). Berbagai upaya dilakukan pemerintah Jepang untuk mendapatkan pasokan minyak bumi, tapi embargo Amerika membuat semua negara tidak ada yang berani menjual minyak ke Jepang. Untuk mendapatkan pasokan minyak bumi, Laksamana Maeda menyarankan melakukan melakukan lobi internasional. Namun bagi bangsa Jepang, Laksamana Maeda adalah pengkhianat dan tidak menjalankan perintah Kaisar Jepang. Dia dianggap telah memberikan ruang untuk Bung Karno yang telah membuat teks proklamasi kemerdekaan, juga menyerahkan senjata-senjata Nippon pada para pejuang kemerdekaan RI. Karena itu kehidupan Laksmana Maeda setelah kembali ke Jepang sangat menyedihkan. Selain mendapat hukuman, dia juga dicopot dari dinas militer serta tidak mendapatkan pensiun, demikian kata Hamada. Namun melihat kondisi Industri Jepang yang hampir kolaps, Laksmana Maeda memberikan usul dan nasehat pada pemerintah dan menyarankan untuk mengirim utusan ke Indonesia. Laksamana Maeda mengusulkan agar pemerintah Dai Nippon mengirim utusan ke Indonesia dan menemui seseorang yang sedang di penjara. Namanya Muhammad Natsir, yang tidak lain tokoh Partai Masyumi. Laksamana Maeda meminta utusan Jepang menceritakan kesulitan ini dan meminta agar Pak Natsir bersedia melobi Raja Arab Saudi (Raja Faisal kala itu), agar bersedia mengirim minyaknya ke Jepang, kata Hamada. Menurut Hamada, sebenarnya pemerintah Jepang tidak begitu percaya dengan usulan Maeda. Namun karena berbagai cara telah ditempuh dan tidak mendapatkan hasil, apapun upaya yang masih bisa di lakukan akan dicoba. Akhirnya pemerintah Jepang menugaskan orang yang namanya Nakajima San untuk menyampaikan pesan PM Jepang pada Pak Natsir. Menurut Hamada San, misi ini sebenarnya tidak terlalu diharapkan berhasil, sebab menemui orang di dalam penjara untuk melakukan sesuatu hal besar tidaklah mungkin. Nakajima pun terbang ke Indonesia dan atas bantuan banyak pihak akhirnya ia bisa bertemu Pak Natsir di penjara. Nakajima menyampaikan pesan Pemerintah Jepang agar Pak Natsir bisa membantu Jepang mendapatkan pasokan minyak dari Arab Saudi. Kala itu Pak Natsir tidak menanggapi dan tidak berkata apa-apa terhadap permintaan pemerintah Jepang itu. Beliau, katanya cuma bertanya apakah Nakajima San membawa kertas dan pulpen. Lalu tidak lama, Nakajima menyerahkan selembar kertas dan pulpen kepada Pak Natsir. Lalu Pak Natsir menulis dalam kertas itu pesan berbahasa Arab yang tidak panjang, kurang lebih hanya setengah halaman, dan melipatnya. Pak Natsir menyampaikan pada Nakajima agar membawa surat ini pada Raja Arab Saudi, Raja Faisal. Nakajima tidak tahu apa isi surat tersebut, apalagi itu berbahasa Arab. Namun berbekal secarik kertas dari Pak Natsir, PM Jepang mengabarkan pada diplomat Jepang di Arab Saudi bahwa ada utusan Pak Natsir dari Indonesia yang akan menghadap Raja Faisal. Arab Saudi yang sangat menghormati (alm) Mohammad Natsir menyambut baik serta menunggu kehadiran orang Jepang yang membawa pesan dari Pahlawan Nasional tersebut. Nakajima San sampai di Arab Saudi disambut baik bak tamu negara dan dengan mudah bisa bertemu Raja Faisal dan menyerahkan surat dari Pak Natsir. Raja Faisal membaca surat Pak Natsir dan langsung memenuhi permintaan dalam surat itu, yakni mengirim minyak ke Jepang. Kepada Nakajima, Pemerintah Arab Saudi berjanji segera mengirimkan minyak melalui Indonesia, yang akan melibatkan Pertamina. Nakajima terperangah tidak percaya, kata Hamada San. Hanya sepucuk surat yang dia tidak tahu isinya dari seseorang yang mendekam di penjara dan Jepang akan mendapatkan pasokan minyak dari “Raja Minyak Dunia”. Cerita kemudian berlanjut pada realisasi pengiriman minyak dari Arab Saudi melalui Pertamina. Karena itulah sebabnya Pertamina menjadi perusahaan yang sangat besar di Jepang, pernah menjadi pembayar pajak terbesar di Jepang, karena Pertamina menjadi pensuplai minyak bagi Industri Jepang atas jasa Pak Natsir. Selanjutnya Industri Jepang bangkit berbagai industri otomotif merajaii pasar dunia sebut saja Honda, Toyota, Suzuki, Mitsubishi dll. Industri Jepang bangkit atas jasa baik Pak Natsir, kata Hamada. Menolak Hadiah Jepang Yang tidak kalah menarik, yang membuat bangsa Jepang sangat menaruh hormat pada Pak Natsir, tidak ada satupun hadiah dari pemerintah Jepang yang diterima Pak Natsir, semua hadiah yang diberikan Jepang dikembalikan, hingga negara itu kesulitan untuk bisa memberikan imbal balas jasanya. Hal ini karena beliau telah berpesan pada keluarganya untuk tidak menerima apapun dari pemerintah Jepang. Beliau bahkan tidak pernah bercerita tentang surat penting itu pada siapapun di Indonesia. Itulah sebabnya tidak ada tokoh Indonesia atau tokoh Dewan Da’wah sekalipun yang tahu tentang kisah itu. Karena itu pulalah pemerintah Jepang sangat berduka yang sangat dalam saat Pak Natsir meninggal dunia. Bukan hanya pemerintah, tapi bangsa Jepang merasa ada “ledakan bom atom ke 3” yang di jatuhkan tepat di Kota Tokyo mendengar Mohammad Natsir, yang juga pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi ini meninggal dunia. “Itu bukan ucapan dramatis seperti kamu bilang. Itulah perasaan hati kami bangsa Jepang atas meninggalnya Mohammad Natsir waktu itu, “ kata Hamada San mengakhiri cerita. Saya mendengarkan kisah itu tanpa sedikitpun menyela. Saya hanya diam terpaku, mendengarkan penjelasan yang tertunda selama 10 tahun lamanya. Mohammad Natsir, adalah seorang ulama, politikus, pejuang kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional. Mantan sebagai presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia ini mungkin agak kurang dikenal di kalangan generasi milenial. Yang tidak kalah penting, pemegang 3 gelar Doktor (HC.) adalah orang di balik gagasan kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan, 73 tahun yang lalu, sebelum banyak orang berteriak “Saya NKRI” dan ‘saya Pancasila’. Kala itu, tokoh Partai Masyumi ini mengajukan gagasan penting, yakni kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), setelah sebelumnya Indonesia hidup dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah berbulan-bulan melakukan pembicaraan dengan pemimpin fraksi, sekaligus melakukan lobi untuk menyelesaikan berbagai krisis di daerah, Mohammad Natsir berpidato mengajak seluruh negara bagian bersama-sama mendirikan negara kesatuan melalui prosedur parlementer, yakni melalui Mosi Integral pada 3 April 1950. Berkat perjuangan Pak Natsir, Parlemen RIS menerima mosi dan meminta pemerintah segera melakukan langkah-langkah untuk membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR). Pidatonya kemudian dikenal dengan “Mosi Integral M Natsir”. (*)
Kang Emil, Sudahlah Batalkan Berhala Patung Soekarno
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan BANDUNG jangan dikotori dengan kultus dan keberhalaan. Patung Soekarno yang direncanakan akan dibangun di Taman Saparua dikhawatirkan menjadi bagian dari kultus dan keberhalaan tersebut. Awalnya memang semata penghormatan sebagai tokoh sejarah bangsa atau bagian untuk membangun semangat nasionalisme, akan tetapi kekhawatiran pengkultusan dan pemberhalaan ternyata semakin terasa. Belum juga tahap pembangunan, Pemerintah Propinsi Jabar sudah melakukan, sekurang-kurangnya mengizinkan, upacara ruwatan dengan sesajen-sesajen bernuansa mistik. Pandangan budaya dapat berbeda dengan visi keagamaan. Agama melihat hal tersebut sebagai ritual yang mendekati kemusyrikan. Wajar jika umat Islam di Bandung atau Jawa Barat khawatir jika perbuatan tersebut dapat mengundang adzab dari Allah. Penghormatan kepada Soekarno sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan tidak harus selalu diwujudkan melalui pembuatan patung tinggi atau besar. Nasionalisme dapat dan strategis ditanamkan kepada siapapun melalui ruang pendidikan dan media lainnya. Lagi pula jika patung itu dimaksudkan bahwa Soekarno adalah proklamator maka tidaklah boleh meninggalkan Moh Hatta. Keduanya \"dwi tunggal\" yang telah memproklamasikan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia. Protes atas pembangunan patung Soekarno diprediksi akan terus berlanjut. Kang Emil sebagai Gubernur Jawa Barat bersiap menanggung dosa berupa serangan kritik dan penolakan. Meski akan lengser sebentar lagi tetapi kebijakan akhir masa jabatan dengan mengizinkan dan bersukacita atas pembangunan patung tersebut akan menuai kecaman dan tuntutan dari masyarakat Jawa Barat. Sebagai kebijakan kontroversial, maka pro dan kontra bisa saja terjadi. Akan tetapi karena masalah ini sangat sensitif dan dapat menyentuh berbagai aspek termasuk keyakinan keagamaan, maka konflik ke depan bukan mustahil akan terjadi. Bagi sebagian umat Islam keberhalaan adalah sejarah kuno yang mesti dilawan bahkan dihancurkan. Dimensi keagamaan adalah satu faktor. Aspek lain adalah domain hukum. Sudah tepatkah perizinan yang dikeluarkan bila dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Perda Jawa Barat ? Bagaimana konten Perjanjian Pemprov Jawa Barat dengan Yayasan Putera Nasional Indonesia, khususnya anggaran 14,5 Milyar, mulai kapan menjadi beban APBD? Dari aspek sosial terkesan pembangunan ini minus sosialisasi. Pada tingkat DPRD saja jangankan menyetujui untuk mengetahui pun tidak. Proyek ini dipandang \"misterius\", \"ujug-ujug\" serta sarat dengan kepentingan politik. Sekjen PDIP perlu menyebut peluang Ridwan Kamil sebagai Bacawapres Ganjar Pranowo pada acara \"groundbreaking\" saat itu. Konon patung ini akan diresmikan oleh Megawati Soekarnoputeri. Patungisasi Soekarno di berbagai daerah adalah hak jika didirikan di lahan sendiri dengan prosedur perizinan yang benar. Akan tetapi jika di tempat-tempat umum, maka perlu pertimbangan akan relevansi dengan kebutuhan masyarakat. Tidak memanipulasi nasionalisme untuk hal yang sebenarnya tidak mendesak dan relevan dengan pendirian patung tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan mistisisme tentu tidak sesuai dengan ajaran Soekarno sendiri yang jika masih hidup mungkin tidak akan setuju dengan pengkultusan dan pemberhalaan dirinya melalui patung-patung yang dibuat. Bukan seperti itu cara mengenang kepahlawanan. Pandangan maju dan progresif nya akan mengkritisi dan mempermasalahkan. Pandangan progresif keagamaan Soekarno bisa kita baca dalam buku kumpulan surat-surat atau tulisannya yang dihimpun dalam buku berjudul \"Islam Sontoloyo\". Menarik di antara tulisannya : \"Kini mereka sudah mulai sehaluan dengan kita dan tak mau mengambing saja lagi kepada kekolotannya, ketakhayulannya, kejumudannya, kehadramautannya, kemesumannya, kemusyrikannya (karena percaya kepada azimat-azimat, tangkal-tangkal dan \"keramat-keramat\") kaum kuno, dan mulailah terbuka hatinya buat \" agama yang hidup\". Nah, Kang Emil mumpung masih ada waktu dan menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, maka batalkan rencana pembangunan patung tertinggi Soekarno di lahan milik Pemprov Jawa Barat Taman Saparua tersebut. Mudharatnya jauh lebih besar dari manfaatnya. Bandung, 15 Agustus 2023.
Fiqhud Dakwah M. Natsir: Wahyu Memanggil Fitrah, Fitrah Menghajatkan Wahyu
Catatan Yudi Imansah - Agamawan Buku Fiqhud Da\'wah adalah kumpulan tulisan M. Natsir yang awalnya berupa diktat-diktat yang dibagikan kepada para peserta kursus kader da\'wah. Salah satu di antara kader, yakni Saleh Umar Bajasut berinisiatif untuk menggali catatan-catatan diktat lalu ditelaah dan disusun kemudian dimintakan penyempurnaan kepada Bapak M. Natsir, sehingga tersusunlah menjadi sebuah buku. Alhamdulillah saya telah membacanya. Di saat membaca saya merasakan betul bagaimana penuturan yang disajikan oleh Bapak M. Natsir mencerminkan penuturan dari seseorang yang tidak hanya berpengalaman dalam aktivitas da\'wah, namun melampauinya, yakni sebuah penuturan dari jiwa, ruh kesadaran terdalam. Sangat pantas melalui kursus kursus kader da\'wah lahir para mubaligh bertalenta, dan mubaligh yang mampu mencurahkan segala potensinya lahir dan batin, jiwa dan raga, waktu dan tenaga, pikiran dan perasaan. Para mubaligh yang mendedikasikan dirinya secara total, satu di antaranya adalah M. Imaduddin Abdurrahim. Beliaulah yang menghidupkan semangat da\'wah kampus, di ITB, UNPAD, beberapa perguruan tinggi di Bandung. Ribuan kader HMI telah ia latih, para juru da\'wah, baik di Indonesia, Malaysia, dan mancanegara lainnya. Menurut M. Imaduddin, beliau menggunakan buku ini. Buku ini diawali dengan pembahasan tentang Fitrah, wahyu Ilahi, dan posisi akal. Al-Qur\'an adalah himpunan dari wahyu yang merupakan tuntunan yang dihajatkan oleh fitrah manusia. Mempertemukan fitrah manusia dengan wahyu Ilahi itulah tugas risalah para rasul atau saat ini berarti tugas para mubaligh. Yang menjadi objek sasaran wahyu adalah qalbu yang memiliki instrumen sam\'un, basharun. Kedua instrumen ini selanjutnya memgirimkan analisa kepada fu\'ad atau akal untuk memahami suatu perkara, baik tentang kepastian, keteraturan, maupun nilai kebenaran. Akal diawali dengan cara kerja sam\'un, basharun, berikutnya ia akan memperhatikan alam sekitarnya, diri manusia sendiri (jasmani ruhani ) di mana ditemukan peraturan-peraturan \" ayatullah\", sebagai tanda-tanda dan bukti yang menunjukkan adanya Sang Khaliq. Tidak hanya itu, akal pun menemukan adanya Rabb yang memelihara semua ciptaan Allah, lengkap dengan undang-undang-Nya yang disebut dengan \" Sunatullah \". Kita perhatikan Qs Fusshilat 53, \"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami di segenap penjuru, dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur\'an itu adalah benar. Tidak cukupkah bagi kamu bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?.\" Lebih lanjut, proses kerja akal yang berirama menggetarkan jiwa menjadi sumber pertunjukan bagi panca indera dan pikiran yang dengan itu terlihatlah apa yang tampak sehari-hari menjadi sebuah hujjah yang melahirkan makna. Kita perhatikan Qs Al Ghasyiah 17-22. \"Maka tidakkah mereka memperhatikan unta bagaimana diciptakan? Dan langit bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka\". Berikutnya, akal dan qalbu mengajak panca indera untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah dengan memperhatikan apa yang sering mereka lakukan, yakni \" bibit yang ditebarkan \". Kita perhatikan Qs Al Waqiah 63-65, \" Pernahkan kamu perhatikan benih yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya? Sekiranya Kami kehendaki niscaya Kami hancurkan sampai lumat, maka kamu akan heran tercengang.\" Selepas itu diajaknya akal manusia melihat kehadiran setiap elemen yang menjadi kesatuan ekosistem kerja atas proses tumbuhnya suatu tanaman, dengan memperhatikan hujan, kayu bakar. Kita perhatikan Qs Al Waqiah 68-72. \"Pernahkan kamu perhatikan air yang kamu minum? kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Maka, pernahkah kamu memperhatikan api yang kamu nyalakan (dengan kayu)? Kamukah yang menumbuhkan kayu itu ataukah Kami yang menumbuhkan? Allah melalui ayat-ayat-Nya hendak memanjakan akal melalui teatrikal atau tontonan yang menyuguhkan kisah yang ada pada dirinya, peristiwa yang sudah menjadi kesehariannya (menyemai benih, air hujan, kayu bakar). Tidak berhenti di sini, berikutnya Allah terus memanjakan akal dengan suguhan tentang awal penciptaan, di mana ini adalah kisah masa lalu, kisah sebelum diciptakannya manusia. Silahkan buka Qs Al Anbiya -30-33. Dengan empat ayat ini, Allah membukakan tabir di balik penciptaan yang kini ada; perjalanan waktu ke belakang beribu-ribu abad. Rentang waktu yang cukup panjang itu menjadi terasa dekat atas penjelasan wahyu , terlebih lagi wahyu Allah tentang alam ini mampu menyodorkan kepenasaranan untuk mengungkap alam semesta yang dengan ini akan lahirlah beragam pengetahuan sebagai kreasi manusia dalam merespon berita yang ada di wahyu Ilahi. Dari pengetahuan yang diusahakan oleh manusia sebagai pengungkapan rasa ingin tahu manusia atas alam, yang diinisiasi oleh wahyu. Maka, kini kita menjadi tahu tentang bintang-bintang, matahari, bulan, dan ciptaan lainnya terus beredar dalam satu sistem yang penuh harmoni, tidak ada yang menyimpang dari garis edar masing-masing, semua berada dalam tatanan *Kesetimbangan* . Tidak hanya alam yang mampu mengaktifkan kerja akal, Allah pada ayat lainnya menyodorkan kisah perjalanan manusia (Sejarah atau qasas). Allah di Qs Al Qalam ayat ke satu, secara jelas menyuruh kepada kita untuk memperhatikan apa yang mereka tuliskan. Pesan dari seluruhnya mengenai bahasan wahyu, fitrah, dan akal adalah *kehadiran Al-Qur\'an sebagai kitab kumpulan wahyu tidak memusuhi panca indera dan akal. Panca indera, akal, dan wahyu, berasal dari Khaliq yang satu dan ketiganya tidak ada pertentangan. Mana yang tidak tercapai oleh panca indera dijemput oleh akal, mana yang tidak atau belum tercapai oleh akal dijangkaukan oleh wahyu . Dan wahyu dari \' Alimil Ghaibi Wasy-Syahadah, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang nyata ataupun yang tidak. Saat saya membaca, yang terlintas dalam pikiran adalah bagaimana Bapak M. Natsir menjelaskan apa yang ada dalam diktatnya, karena seperti lazimnya sebuah diktat atau makalah biasanya akan dibedah atau diulas secara lengkap melalui sebuah metode penjelasan. (YI)
Tangkap Lembaga Survei Abal-abal
Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD LEMBAGA survei yang mengumumkan hasil surveinya terkait posisi teratas pasangan capres-cawapres Prabowo - Gibran, cukup menggelitik bagi yang mendengarkan. Juga membuat sesak napas dan merah telinga. Bagaimana tidak? Pasangan ini telah berhasil mengungguli pasangan capres Ganjar dan menukik tajam ke bawah untuk pasangan Anies - AHY. Jelas sekali ada kejanggalan. Tak hanya itu, hasil survei juga mengumumkan perolehan suara yang mengalahkan pasangan Prabowo - Erick Tohir dan pasangan Prabowo - Erlangga oleh pasangan Prabowo - Gibran. Ini patut diduga pembohongan nyata di depan mata, yang seakan menganggap bodoh kita semua. Juga hasil survei ini bisa dirasakan oleh kita semua, meskipun tidak mengetahui prosesnya. Yang layak diduga bahwa survei ini sebagai hasil rekayasa yang sudah direncanakan sebelumnya dengan memenangkan Gibran yang mengalahkan Erick dan Erlangga, baru kemudian dikondisikan dengan perolehan suara abal-abal yang sudah diatur sebelumnya. Hal ini tentunya sangat menyinggung perasaan pendukung Erick dan Erlangga, karena telah dilecehkan elektabilitas Erick dan Erlangga di bawah elektabilitas Gibran. Kita semua harus peka dan peduli atas kejadian ini, berharap TNI POLRI konsisten terhadap peranya yang akan netral terhadap pilpres 2024 nanti. Saat ini boleh dibilang masa persiapan untuk melaksanakan persiapan pemenangan masing masing calon, yang bisa dilakukan lewat administrasi maupun operasionalisasinya. Kita tidak bisa menganggap remeh dan membiarkan berita berita bohong yang berpotensi membuat kegaduhan masyarakat. Jangan lantas karena anak Jokowi, ada pembiaran dan tidak ada tindakan proaktif. Ingat hukum berlaku untuk semua warga Negara Indonesia tanpa pandang bulu. Sekali lagi, TNI POLRI tidak cukup dibibir saja sebagai garda terdepan dan benteng terakhir NKRI, oleh karenanya tindakan itu harus ditunjukkan mulai sekarang, masa persiapan, selama dan sesudah Pemilu. Bahwa harapan kita, pelaksanaan Pemilu harus dilakukan jujur dan adil, bermartabat dan beradab. Tangkap pelanggar IT yang menyuarakan kebencian, fitnah dan berita berita bohong yang berpotensi membuat kegaduhan masyarakat. (*)
Partai Gelora: PT 20 Persen Hanya Lahirkan Simbolisasi Figur Capres dan Pragmatisme Parpol
JAKARTA, FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menegaskan, Partai Gelora sebagai partai baru turut berperan dalam menentukan arah pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Yakni mengajak partai politik (parpol) dan calon presiden (capres) dalam koalisi yang ada agar mengutamakan gagasan daripada mengedepankan kepentingan pragmatis seperti mengumpulkan jumlah \'tiket\' Pilpres. \"Jadi terkait seberapa besar peran partai baru seperti Partai Gelora dalam Pilpres, kami dari awal terus mengangkat tema ide dalam dalam koalisi. Meskipun hal itu, belum ada fasilitasnya, karena adanya sistem presidential treshold (PT) 20 persen, tapi ini terus kami dorong,\" kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Senin (14/8/2023). Hal itu disampaikan Fahri Hamzah dalam program Gelora Petamaya dengan tema \'Pemilu 2024, Antara Koalisi Parpol dan Koalisi Warganet\' yang ditayangkan di kanal YouTube Gelora TV pada Minggu (13/8/2023) malam. Fahri mengkritik koalisi parpol yang ada saat ini yang lebih mengedepankan pengumpulan \'tiket\' Pilpres, bukan ide atau gagasan. \"Pertemuan-pertemuan selama ini, bukan pertemuan gagasan. Tapi merupakan pertemuan, kamu punya berapa tiket? Tiketnya bisa digabung atau tidak, serta berbasisnya lebih pragmatis dan transaksional,\" katanya. Menurut Fahri, sistem PT 20 persen menyebabkan parpol berupaya untuk mengumpulkan \'tiket\' Pilpres agar bisa mencalonkan capres. Sehingga kepentingan pragmatis dalam mengumpulkan jumlah tiket lebih diutamakan daripada gagasan. \"Jadi memang ada kepentingan pragmatis supaya partai-partai mengumpulkan jumlah tiket yang cukup. Karena itu mungkin perubahan akan mungkin terjadi pada saat last minute. Hal Ini akibat persyaratan PT 20 persen,\" katanya. Persyaratan PT 20 untuk mengusulkan capres saat ini, kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, membuat koalisi parpol sekarang sangat rawan, seperti yang terjadi di Pemilu 2024. Karena itu, pertemuan elite parpol hanya melahirkan simbolisasi dari figur capres yang didukung, bukan lagi melihat gagasannya. \"Makanya kemudian koalisinya bergantung kepada pengumpulan tiket atau PT 20%. Makanya dia sangat bergantung juga kepada posisi dari calon presiden dan wakil presidennya,\" katanya. Namun, terlepas dari hal itu, kondisi sekarang justru menguntungkan posisi Prabowo, karena dia semakin diperlukan bagi kepemimpinan Indonesia yang akan datang. Sebab, Partai Gelora melihat dalam situasi seperti sekarang, dimana lingkungan global yang berubah, bahwa figur seperti Prabowo Subianto ini diperlukan secara geopolitik untuk menjadi juru bicara bangsa sebesar Indonesia. \"Secara geopolitik Pak Prabowo diperlukan oleh Indonesia untuk menjadi juru bicara bagi sebuah bangsa besar yang harusnya punya peranan yang lebih aktif dimasa akan datang,\" katanya. Fahri berpandangan, bahwa figur Prabowo adalah sosok yang dikehendaki para pendiri bangsa, karena memiliki reputasi di dalam dan luar negeri. Sehingga bisa ikut menjaga perdamaian dunia seperti apa yang diamanatkan dalam konstitusi. \"Peran global Indonesia dalam pengaturan tata dunia kedepan akan semakin diperlukan, Dan orang yang punya kapasitas atau calon presiden yang punya kapasitas sebesar itu, adalah Pak Prabowo,\" katanya. Calon legislatif (caleg) Partai Gelora daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Barat (NTB) I ini berpandangan, Prabowo adalah capres yang paling kuat dan solid saat ini, termasuk dari sudut pembiayaan, sementara capres lain masih menunggu kepastian. \"Posisi Pak Prabowo sekarang sangat menguntungkan sebagai calon yang sudah akan jadi di hari-hari ke depan. Kita akan lihat stabilitas dukungan kepada Pak Prabowo akan semakin tinggi kita lihat ke depan,\" ujarnya. Persepsi Warganet Sementara itu, Ketua Bidang Rekruitmen Anggota DPN Partai Gelora Endy Kurniawan mengatakan, Partai Gelora bekerjasama dengan Lembaga Riset Digital Cakradata berhasil memotret warni-warni koalisi capres di tingkat elit atau parpol dengan apa yang terjadi di dunia maya. \"Kita rekam persepsi warganet terhadap tiga koalisi yang ada. Periode pengambilan data adalah dari 1 Juni sampai 3 Agustus 2023. Kita kupas timeline pada setiap koalisi yang mendukung capresnya masing-masing Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan,\" kata Endy saat memaparkan riset Gelora Petamaya. Berdasarkan riset tersebut, calon wakil presiden (cawapres) wapres terkuat untuk Prabowo Subianto adalah Erick Thohir. Kemudian disusul Airlangga Hartanto, Muhaimin Iskandar dan Khofifah Indar Parawangsa. Sedangkan cawapres untuk Ganjar Pranowo, namanya yang terkuat adalah Erick Thohir, disusul Agus Harimuti Yudhoyono (AHY). Kemudian Sandiaga Uno dan mantan Panglima TNI Andika Perkasa. Sementara cawapres untuk Anies Baswedan adalah AHY, lalu Menko Polhukam Mahfud MD dan Khofifah Indar Parawangsa. \"Jadi inilah persepsi warganet, kira-kira nama cawapres yang didukung untuk dipasangkan untuk capres Anies Baswedan. Siapa yang akhirnya dipilih kita tidak tahu,\" katanya. Menurut Endy, persepsi warganet menilai koalisi yang paling solid adalah Koalisi PDIP mencapai 83 persen, disusul Koalisi Perubahan untuk Persatuan sebesar 47,890 persen dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya sebesar 34,813 persen. \"Kita tidak tahu apakah sampai pendaftaran pada Oktober nanti, apakah koalisinya sesuai dengan persepsi warganet. Sebab, apa yang terjadi di tingkat elite, belum tentu sama yang terjadi di warganet. Semuanya masih cair, belum benar-benar terkonsolidasi antar poros dan partai,\" ujarnya. Dari riset tersebut, kata Endy, juga terungkap, bahwa isu Partai Gelora akan deklarasi mendukung Prabowo Subianto, serta pertemuan Wakil Ketua Umum Partai Gelora dengan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan menjadi unggahan terpopuler dari warganet. \"Setelah itu baru unggahan PKB terkait Muhaimin Iskandar sebagai calon terkuat bacapres Prabowo Subianto dan kemudian prediksi warganet soal keterlibatan Partai Golkar pada peta koalisi yang ada di manapun,\" katanya. (Ida)
Kejagung Membahas Rencana Eksekusi Ferdy Sambo Usai Terima Putusan MA
Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung RI sedang dalam tahap komunikasi dengan pimpinan membahas rencana pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung terhadap terpidana Ferdy Sambo dan kawan-kawan usai diterimanya salinan putusan kasasi.Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin, menyebut, salinan putusan Mahkamah Agung atas permohonan kasasi Ferdy Sambo sudah diterima oleh Kejari Jakarta Selatan.\"Sekarang lagi dipelajari, lagi direncanakan, dan lagi dikonsultasikan sama pimpinan kapan untuk dilakukan eksekusi,\" kata Ketut.Menurut Ketut, pelaksanaan eksekusi secepatnya dilakukan mengingat jaksa penuntut umum memiliki waktu satu bulan untuk melaksanakan eksekusi setelah salinan putusan MA diterima.\"Ya kalau semakin cepat semakin bagus, kan untuk kepastian hukum,\" ucapnya.Terkait tempat eksekusi, kata Ketut, juga sedang dalam pembahasan apakah tetap di Rumah Tahanan (Rutan) Brimob Polri atau dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan.Karena, lanjut dia, eksekusi narapidana seharusnya dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan. Namun, ia belum menyebutkan lembaga pemasyarakatan mana tempat eksekusi Ferdy Sambo.\"Ya kalau bisa di lembaga pemasyarakatan. Eksekusi narapidana tuh kan di lembaga pemasyarakatan,\" ujarnya.Ketut menambahkan, pihaknya bakal memutuskan tempat eksekusi Ferdy Sambo pekan ini.\"Ya nanti kita lihat dalam minggu ini kemana (eksekusi). Nanti kami sampaikan ke media semua,\" kata Ketut.Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) RI memutuskan hukuman terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup dari sebelumnya hukuman mati.Selain itu, MA juga meringankan putusan tiga terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat lainnya, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, hingga Kuat Ma\'ruf.MA memutuskan hukuman Putri Candrawathi yang merupakan istri Ferdy Sambo menjadi pidana penjara sepuluh tahun dari sebelumnya 20 tahun.Sementara itu, hukuman Ricky Rizal juga menjadi lebih ringan, yakni pidana penjara delapan tahun dari sebelumnya 13 tahun.Lebih lanjut, hukuman asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma\'ruf turut diringankan dari yang sebelumnya pidana penjara 15 tahun, menjadi sepuluh tahun.Dengan telah keluarnya putusan MA tersebut, maka proses hukum terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).(sof/ANTARA)
KPK Akan Menjawab Keraguan Soal Pengejaran DPO Dengan Hasil Kerja
Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan jajarannya akan menjawab keraguan publik soal penanganan terhadap buronan yang kabur ke luar negeri dengan hasil kerja. \"Jadi kami akan terus bekerja, karena kerja kami adalah bekerja dan bekerja, bukan untuk memberikan komentar,\" kata Firli di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Senin. Hal tersebut disampaikan Firli saat menanggapi komentar beberapa pihak yang meragukan KPK di bawah kepemimpinan Firli bisa menangkap tiga buronan KPK yang kabur ke luar negeri. Firli memastikan semua pelaku tindak pidana korupsi yang berstatus DPO akan dilakukan pencarian dan penangkapan, meski yang bersangkutan melarikan diri hingga ke luar negeri. \"Boleh saja orang berkomentar, dulu saya masih ingat ada kata-kata Izil Azhar tidak akan mungkin bisa ditangkap, pada kenyataannya bisa kita tangkap,\" ucap Firli. \"Bisa saja orang berkata Ricky Ham Pagawak yang melarikan diri ke Papua Nugini, dikatakan tidak mungkin bisa ditangkap KPK di bawah kepemimpinan Firli, buktinya kita tangkap,\" ujarnya. Firli juga menambahkan dalam pencarian dan pengejaran buronan yang melarikan diri ke luar negeri lembaga antirasuah tidak bekerja sendirian, namun didukung dengan koordinasi bersama kementerian terkait serta dengan kerja sama Polri dan Interpol. Untuk diketahui saat ini masih ada tiga orang yang masih menjadi DPO (daftar pencarian orang) KPK. Ada dugaan bahwa para tersangka korupsi tersebut bersembunyi di luar negeri. Pertama adalah tersangka dugaan pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan pada PT PAL Kirana Kotama (KK) alias Thay Ming yang telah ditetapkan sebagai DPO KPK sejak 15 Juni 2017.Selanjutnya Harun Masiku dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditetapkan sebagai DPO sejak 17 Januari 2020. Ketiga, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang telah menjadi DPO KPK sejak 19 Oktober 2021. Paulus Tannos adalah tersangka dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2013 di Kementerian Dalam Negeri.(sof/ANTARA)
Saksi Mengatakan Proyek BTS 4G Mangkrak
Jakarta, FNN - Project Director Konsultan Office, Gandhy Tungkot Hasudungan Situmorang menyebut proyek base transceiver station (BTS) 4G, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mangkrak.Ia merupakan salah satu saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang lanjutan perkara dugaan korupsi BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.Mulanya, penasihat hukum terdakwa menanyakan kepada Gandhy perihal laporan project management office (PMO) yang menyatakan bahwa terdapat sejumlah side BTS 4G yang tidak memiliki progres atau mangkrak.\"Ini ada laporan yang dibuat oleh PMO untuk per 28 September 2022 itu untuk Paket 1 dan Paket 2, Fase 1, itu terdapat 307 side mangkrak. Saudara masih ingat?\" tanya penasihat hukum.\"Iya, saya ingat. Belum berprogres,\" jawab Gandhy.Gandhy mengaku tidak hapal betul jumlah side yang mangkrak itu, tetapi dia membenarkan bahwa terdapat sejumlah side yang tidak berjalan dalam proyek tersebut.Gandhy menjelaskan bahwa sebagai PMO, pihaknya memiliki kewenangan untuk melaporkan kondisi yang terjadi di lapangan mengenai perkembangan pengerjaan menara BTS 4G.\"Yang pasti kami hanya melaporkan kondisi yang ada di lapangan. Kalau tidak ada pergerakan, tidak ada progres, kami melaporkan bahwa side-side tersebut tidak ada progres atau bisa disebut mangkrak,\" kata dia.Penasihat hukum pun kemudian menanyakan kepada Gandhy terkait ada atau tidaknya perbedaan antara side yang belum selesai dan side yang berakhir mangkrak.\"Saudara di dalam Desember 2021, saudara sebutkan bahwa pekerjaan itu belum selesai. Beda nggak itu antara belum selesai dengan mangkrak?\" tanya penasihat hukum\"Kalau belum selesai itu, ada prosesnya. Kalau mangkrak ini progres-nya di situ-situ saja, tidak bergerak,\" jawab Gandhy.\"Jadi berbeda, ya, antara pekerjaan yang belum selesai dengan yang mangkrak?\" penasihat hukum kembali bertanya memastikan. \"Iya,\" timpal Gandhy.Atas side yang mangkrak itu, Gandhy mengaku PMO telah meminta penyedia atau konsorsium yang mengerjakan proyek untuk menyelesaikan pekerjaannya\"Kita itu ada namanya show cause meeting, itu berdasarkan keterlambatan yang mereka lakukan, deviasi-nya itu selama tiga kali, baik di 2021 dan 2022, untuk yang progres-nya itu kami juga meminta mereka untuk menyelesaikan,\" tuturnya.\"Cuman, kami tidak berinteraksi langsung dengan yang mengerjakan di lapangan, kami lebih ke konsorsium-nya. Lalu, untuk setelah show cause meeting pun kami menyiapkan peringatan,\" sambung Gandhy.Ia menyebut dari masukan dan peringatan yang diberikan, ada sebagian side yang kembali berjalan dan ada yang tidak.Di sisi lain, Gandhy juga menyebut terdapat beragam kendala yang menghambat jalannya pengerjaan BTS 4G. Kendala itu, kata dia, mulai dari pandemi COVID-19 hingga dinamika lapangan dan sulitnya akses menuju side pembangunan BTS 4G.\"Karena kalau COVID-19 itu ada pembatasan, Pak, sehingga membatasi baik itu dalam delivery, manufacturing ataupun pekerjaan yang ada di lapangan,\" ucap dia.\"Lalu ada juga masalah keamanan yang kita sebut dengan daerah kahar, di mana ada masalah keamanan, sehingga tidak bisa mengirimkan tim untuk ke lapangan karena masalah keamanan,\" sambungnya.Lebih lanjut Gandhy menjelaskan bahwa untuk mengetahui progres pengerjaan proyek, PMO mengetahuinya dari laporan yang dikirimkan oleh konsorsium atau penyedia.\"Berdasarkan laporan-laporan dari penyedia, berupa foto, seperti itu,\" ujar dia.(sof/ANTARA)