ALL CATEGORY

Mendagri Tunda Pelantikan 10 Penjabat Gubernur!

Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)  MANUVER Ali Mochtar Ngabalin (Ngabalin), Tenaga Ahli Utama (TAU) Kantor Staf Kepresidenan ( KSP) membocorkan hasil sidang tim penilai akhir (TPA) terkait pengsian posisi Penjabat (Pj.) Gubernur, akhirnya menghadirkan polemik. Berbagai reaksi publik muncul karena untuk kesekian kalinya Ngabalin offside. Bertindak di luar batas kewenangannya sebagai pembantu Moeldoko, bukan pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ngabalin memosisikan diri sendiri seperti juru bicara Presiden Jokowi selaku ketua TPA. Ngabalin menjadi narasumber tunggal hasil sidang TPA yang diklaimnya telah memutuskan sepuluh (10) nama Pj. Gubernur.  Sejak dibentuk sebagai lembaga yang setara dengan kementerian, publik belum mendapat informasi lengkap tentang fungsi Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Jika saat ini KSP dikenal dan dibahas publik, itu karena perebutan kekuasaan Partai Demokrat antara Moeldoko (Kepala KSP) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Eksistensi KSP ada hanya karena pejabatnya sering dimintai pendapat atau diundang sebagai narasumber pada berbagai acara televisi. Ngabalin yang bukan juru bicara Presiden Jokowi maupun humas Istana Negara berjasa membuat KSP memiliki eksistensi. Selain itu, KSP yang tugasnya hanya koordinasi nyaris tidak bermanfaat.  Pernyataan Ngabalin Memicu Polemik  Jika ditelusuri semua berita yang beredar luas terkait hasil TPA, maka Ngabalin menjadi satu- satunya narasumber berita. Padahal berdasarkan metode Rudyard Kipling penulis berkebangsaan Inggris, sebuah berita seharusnya memenuhi unsur (5W+1H). Maka informasi tunggal yang dibocorkan oleh Ngabalin tidak seharusnya dijadikan berita (nasional). Sebuah informasi juga harus diuji dengan “Cover Both Side”, sebagai proses validasi sehingga berita tersebut lebih kuat. Berdasarkan hal tersebut, maka informasi yang dibocorkan Ngabalin tidak sesuai metode Kipling dan tidak \"cover both side\". Sehingga tidak dapat dijadikan rujukan oleh publik, meskipun telah beredar luas.  Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa pasca KSP dipimpin oleh Moeldoko, terutama setelah Ngabalin direkrut sebagai TAU KSP, Ngabalin seiring bertindak seperti Jubir Presiden Jokowi. Media pers pun kerap menjadikan KSP sebagai narasumber terkait istana. Padahal seluruh aktivitas Presiden di Istana Negara dikelola dan dikendalikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Sehingga informasi terkait kegiatan dan produk kegiatan di Istana Negara sejatinya berada dibawah kendali dan koordinasi Pratikno, bukan Moeldoko, apalagi Ngabalin. Hanya informasi dari Pratikno dan Biro Pers Istana yang layak dijadikan sebagai informasi mewakili istana, bukan dari Moeldoko apalagi Ngabalin.  Warga Papua Meminta Pj. Gubernur Papua OAP Ngabalin sukses melakukan \"test the water\" dengan membocorkan hasil sidang TPA. Sejumlah perwakilan masyarakat Papua pun akhirnya bereaksi atas nama Pj. Gubernur yang dibocorkan Ngabalin. Reaksi berbagai kelompok masyarakat Papua sebagai sinyal awal bahwa kehendak rakyat Papua berbeda dengan yang dibocorkan Ngabalin. Sehingga jika nama yang dibocorkan Ngabalin tetap dilantik sebagai Pj. Gubernur Papua, maka akan penolakan dari rakyat Papua.  Oleh karena itu, untuk menghindari gelombang reaksi rakyat yang lebih besar,  maka diminta kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali hasil sidang TPA yang dibocorkan Ngabalin. Secara khusus bagi Pj. Gubernur Papua, Presiden Jokowi diminta memutuskan dan menetapkan orang asli Papua (OAP) sebagai Pj. Gubernur Provinsi Papua. Provinsi Papua harus disamakan dengan seluruh Provinsi di Tanah Papua yang  saat ini juga dipimpin oleh Pj. Gubernur OAP. Seluruh wilayah Papua harus dipandang, diperlakukan sama dan setara, serta tetap menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai Papua.  Tunda Pelantikan 10 Pj. Gubernur  Meski Koordinator Humas Setjen Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman, pada, Senin (4/9/2023) mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah menunjuk 10 Pj. Gubernur pengganti kepala daerah yang purnatugas per Selasa (5/9/2023). Dan akan dilantik pada Selasa (5/9/2023) di Kementerian Dalam Negeri, Kongres Rakyat Nasional (Kornas) meminta agar pelantikan DITUNDA dengan alasan sebagai berikut: Pertama, bahwa kebocoran hasil sidang TPA oleh Ngabalin telah memicu reaksi publik di Papua. Berbagai kelompok masyarakat protes terkait nama Pj. Gubernur yang dibocorkan Ngabalin. Masyarakat Papua menolak Pj. Gubernur yang bukan OAP.  Kedua, bahwa syarat untuk menjadi Pj. Gubernur harus aparatur sipil negara (ASN), bukan pensiunan. Jika aparat TNI dan Polri (aparat negara non ASN), diangkat sebagai Pj. Gubernur, maka terlebih dahulu harus alih status menjadi ASN dan saat diangkat sebagai Pj. Gubernur harus sedang menempati posisi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya, yakni Eselon 1 pada kementerian/ lembaga atau pemerintah daerah.  Ketiga, bahwa aparat TNI dan Polri setelah menjadi ASN harus melewati proses seleksi terbuka pengisian JPT Madya pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, hingga dinyatakan lolos dan lulus, kemudian diputuskan, ditetapkan dan dilantik pada JPT Madya (Eselon I) tersebut.  Keempat, bahwa jika aparat TNI dan Polri (tanpa alih status menjadi ASN) diangkat langsung menjadi Pj. Gubernur (meski bertentangan dengan UU ASN, UU TNI, UU Polri), maka aparat TNI dan Polri tersebut harus aktif (belum pensiun/ purnawirawan). Aparat TNI dan Polri yang setara dengan JPT Madya pada ASN adalah Letnan Jenderal (TNI) dan Komisaris Jenderal (Polri). Aparat TNI dan Polri aktif berpangkat Jenderal bintang tiga (3). Kelima, bahwa ASN yang bukan JPT Madya, dan aparat TNI dan Polri bukan bintang tiga (3), mut tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Pj. Gubernur.  Keenam, bahwa aparat TNI dan Polri yang sudah purnawirawan dan belum alih status sebagai ASN sebelum Purnawirawan tidak dapat diangkat sebagai Pj. Gubernur.  Ketujuh, bahwa ASN yang menyandang JPT Madya masih banyak, sehingga tidak perlu memaksa aparat TNI dan Polri untuk menjadi Pj. Gubernur.  Kedelapan, bahwa kondisi sosial politik Indonesia saat ini kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka tidak ada hal ikhwal kegentingan yang memaksa untuk mengangkat aparat TNI dan Polri sebagai Pj. Gubernur.  Kesembilan, bahwa Pj. Gubernur adalah jabatan pemimpin sipil dan disediakan untuk ASN, sehingga menjadi ASN adalah syarat mutlak. Maka meski dibenarkan alih status, seharusnya ASN dengan latar belakang TNI dan Polri tidak diizinkan sebagai Pj. Gubernur (pemimpin sipil), sebab sebaliknya ASN tidak dapat diangkat dalam jabatan aparat TNI dan Polri.  Kesepuluh, bahwa pengangkatan aparat TNI dan Polri sebagai Pj. Gubernur adalah reaktivasi dwifungsi TNI dan Polri (ABRI). Maka harus ditolak karena bertentangan dengan tuntutan dan cita-cita reformasi.  Kornas akan sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sesuai dengan tuntutan reformasi. (*)

SBY Baperan VS Surya Paloh Yang Mengagumkan (Bag-1)

Oleh Kisman Latumakulita/Wartawan Senior FNN Kalau anda tidak mau dikhianati kelak, maka jangan pernah berpikir untuk menjadi pengkhianat terhadap siapapun. Hanya pengkhianat saja yang ditakdirkan untuk dikhianati nantinya. Entah itu datangnya kapan? Perbuatan pengkhianatan itu bisa disejajarkan dengan sifat buruk dan tidak terpuji seperti munafik dan pembohong. Dampaknya adalah sakit yang dalam. Sakitnya dikhianati di sini (di hati). Untuk memulai tulisan berseri ini, beta perlu menonton berulang-ulang lima kali keterangan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Pak Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi keputusan Partai Nasdem yang menjodohkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai Capres-Cawapres 2024 yang diusung Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Terlalu banyak keraguan yang mamaksa beta untuk harus menonton keterangan SBY berkali-kali. Awalnya tidak percaya kalau yang memberikan keterangan di sidang Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebud adalah Pak SBY. Sebagai wartawan sejak akhir 1988, beta kenal dan paham betul bahwa Pak SBY itu terkenal sangat santun, kharismatik dan berwibawa. Pilihan diksinya sangat terukur tidak menyakitkan siapapun. Hanya saja setelah menonton dan mendengarkan ketarangan SBY sampai lima kali, beta sampai pada kesimpulan, wah Pak SBY lagi eror berat. Pak SBY yang beperan, kekanak-kanakan dan lebay dotkom mungkin juga karena faktor umur. Pak SBY keluar memperlihatkan aslinya yang licik, irihati, dengki dan culas. Namun Pak SBY berhasil untuk membungkusnya selama ini atas nama pribadi yang santun, wibawa dan kharismatik. Mantan aktivis ’98 yang sekarang menjadi kritikus sosial-politik Faizal Assegaf malah berpendapat kalau SBY itu dari menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari dan tahun ke tahun hanya memikirkan kepentingann anak dan keluarganya. Kalau ada omongan yang terkesan dan terlihat seperti memikirkan kepentingan publik, maka itu hanya tipu-tipu SBY untuk wujudkan kepentingan anak-anaknya. Tidak lebih dan tidak kurang.            Pak SBY pernah membuka lebar mata rakyat Indonesia ketika dengan kewenangan pernuh di tangan sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Pak SBY anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai Sekretaris Jendral Partai Demokrat. Pada saat yang sama selain menjabat Ketua Majelis Tinggi, Pak SBY juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan posisi Anas Urbaningrum. Fakta ini mempelihatkan akal sehat panggung politik Indonesia seperti sedang dihina, dilecehkan dan direndahkan martabatnya oleh Pak SBY. Tragisnya, lagi Pak SBY ketika itu juga menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Akibatnya, diduga keputusan-keputusan politik penting partai cukup diputuskan di kamar tidur atau meja makan keluarga. Keputusan hanya dibuat antara anak dan bapak, karena bapak menjabat Ketua Umum dan anak yang menjabat Sekretaris Jendral Partai Demokrat. Begitulah prilaku politik Pak SBY yang hebat, namun licik, picik, irihati dan pendendam demi masa depan kedua anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Prilaku SBY makin eror ketika dilakukan kongres-kongresan Partai Demokrat ke-5 tanggal 18 Maret 2020 di Jakarta. Kongres yang berhasil memproduksi AHY secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pertanyaannya, apakah Presiden Soeharto yang didukung penuh oleh ABRI saat itu, dengan posisi sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar tidak bisa menaruh anak-anaknya sebagai Ketua Umum Golkar? Tentu sangat bisa, dan bahkan lebih dari bisa. Hanya saja Pak Harto masih punya deposit etika dan moral yang tinggi dalam membedakan urusan kepentingan politik negara dengan urusan keluarga. Deposit etika dan moral Pak Harto ini yang sangat minus untuk dimiliki oleh Pak SBY. Sebagai salah satu kader terbaik Pak Harto, sebaiknya Pak SBY banyak belajar prilaku arif dan bijak untuk urusan yang seperti ini dari Pak Parto lagi. Tujuannya agar Pak SBY tidak terlihat seperti tokoh bangsa yang kerdil dan gersang di hari tua seperti sekarang.        Keterangan di video yang beredar di media sosial dengan durasi 36 menit 38 detik itu, intinya Pak SBY menyerang Ketua Umum Partai Nasdem Bang Surya Paloh dan Capres Anies Baswedan dengan membabi buta. Pak SBY seperti orang hilang kewarasan atau akal sehat menuduh Bang Surya dan Mas Anies pengkhianat atas kesepakatan Koalisi Perubahan dan Persatuan. Masalah utama Pak SBY kehilangan kewarasan hanya karena anaknya Pak SBY, Mas AHY gagal berduet dengan Pak Anies sebagai pasangan Capres-Cawapres dari Koalisi Perubahan dan Persatuan. Kepentingan anak dan keluarga menjadi alibi utama Pak SBY pamer prilaku licik, picik, dengki, irihati, baperan dan lebay dotkom di ruang publik. Padahal semestinya Pak SBY lebih bijak, arif dan sejuk di usia senja seperti ini. Rakyat dan masyarakat pers Indonesia juga mencatat minimal dua pengkhianatan yang pernah dilakukan Pak SBY terhadap dua tokoh bangsa. Pertama, pengkhianatan Pak SBY saat menjabat Menkopolhukam kepada Presiden Ibu Megawati Soekarnoputri. Kedua, pengkhianatan yang dilakukan Pak SBY kepada Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjabat Menteri Sekretaris Negara. Padahal tandatangan Prof. Yusril sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengantarkan Pak SBY sebagai Presiden di tahun 2004 lalu. (bersambung)          

Prediksi Fahri Hamzah Setahun Lalu Terbukti, Koalisi Bubar Sebelum Dimulai Pendaftaran ke KPU

JAKARTA, FNN  - Prediksi Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah setahun lalu, yang menganalisis kalau koalisi partai politik dan pencalonan presiden, tidak bisa dipastikan, dan bahkan bisa bubar, sampai pendaftaran resmi di buka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebut saja, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), pendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (Capres) 2024, yang telah mengalami perpecahan alias bubar setelah salah satu partai pengusungnya, yakni Partai Demokrat angkat kaki dan menarik diri mencalonkan eks Gubernur DKI tersebut.  \"Orang tdak percaya dengan omongan saya, hanya karena ada seseorang yang mencalonkan diri begitu dini, lalu dengan pencalonan itu dipakai untuk memaksa orang untuk mendukung dia, baik parpol maupun basis-basis masa,\" tegas Fahri hamzah melalui keterangan tertulisnya, Senin (4/9/2023). Diketahui bahwa KKP yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung Anies sebagai Capres di Pemilu 2024. Sayangnya, peta berubah karena Partai NasDem dan Anies meninggalkan dua partai peserta koalisinya dalam menentukan bakal calon wakil presiden (Cawaspres)-nya, yakni mengusung Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Sontak saja, manuver Partai NasDem yang dipimpin ketua umumnya Surya Paloh dan capres Anies itu, membuat Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyoho (SBY) meradang dengan menegaskan keluar dari koalisi dan menarik dukungannya untuk Anies Baswedan. Kekecewaan Partai Demokrat ini tentunya sangat beralasan, karena sebelumnya Anies melaui surat yang ditulisnya sendiri telah meminta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Partai Demokrat untuk bersedia mendampinginya sebagai Cawapres di Pilpres 2024 nanti. Oleh karena itu, lanjut Fahri Hamzah yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu, mengatakan, bahwa omong kosong kalau koalisi dan pencalonan presiden sebelum dimulai pendaftaran akan berjalan lancar, khususnya diinternal koalisi.  Karena semua itu, adalah manuver yang motifnya bukan untuk pemenangan, tetapi untuk menaikkan posisi tawar, dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran resmi dilakukan. \"Termasuk rekrutmen partai-partai dalam koalisi untuk mencukupi \'tiket\' dan sebagianya. Itu semua omong kosong, termasuk kombinasi capres-cawapres yang diiming-imingi kepada ketua umum partai politik, itu semua omong kosong. Karena sekali lagi, pada akhirnya semua itu ditentukan tidak berbasis pada angka jumlah \'tiket\',\" katanya lagi. Sebab menurut Fahri, kekacauan dari penerapan presidential threshold atau PT 20 persen yang dipaksakan ini, maka pertemuan partai dan koalisi-koalisi itu murni hanya untuk kepentingan sesaat, termasuk adalah kepentingan memenuhi \'tiket\'.  Dimana, kalau ada kawan baru yang memenuhi kepentingan \'tiket\', sementara kawan lama terlalu banyak kepentingan dan keinginan, mereka bisa ditendang. \"Atau kalau ada kemungkinan \'tiket\' itu dikaitkan dengan komposisi jumlah kandidat dalam kombinasi, maka ada pihak yang bsa dikorbankan atau pada akhirnya kalau para pemberi biaya alias bohir-bohir tidak sepakat dengan kombinasi itu, maka kombinasi itu bisa dibubarkan. Jadi prediksi saya setahun lalu itu murni karena saya membaca keseluruhan sistemnya. Itu sebabnya saya kecewa karena ada pemanfatan identitas di dalamnya, seperti pemanfaatan identitas agama yang seolah-olah orang itu akan seterusnya berjuang sebagai kandidat Islam, karena tidak ada lagi seperti itu,\" sebutnya.  Pemimpin itu, masih kata Fahri, seharusnya beradu gagasan, bukan klaim-klaim primordial yang dia halang sejak awal, yang memberikan keuntungan kepada kandidat itu dan juga pada partai pendukungnya yang bermetamorfosa untuk mendapatkan ceruk dari basis-basis yang selama ini tidak akrab dengan dia.  \"Anda tahu sendiri yang saya maksud. Tetapi intinya adalah kita sebagai rakyat pemilih jangan mau lagi dibohongi, ditipu-tipu oleh rekayasa para elite, untuk mengambil keuntungan bagi mereka pribadi. Tidak ada hubungannya dengan kepentingan dan perjuangan kita, itu hanya penggunaan simbol-simbol identitas saja. Saya kira harus dicermati dan kita baca secara cerdas untuk menyongsong Pemilu 2024 yang akan datang,\" pungkas Caleg Partai Gelora Indonesia untuk daerah pemilihan atau Dapil Nusa Tenggara Barat I itu. (Ida)

Yusril Perisai Hukum Jokowi?

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MESKI berkelakar Rocky Gerung dalam salah satu acara menyatakan perlunya Jokowi memiliki perisai hukum pasca lengser nanti. Ia menyebut yang pas adalah Yusril Ihza Mahendra yang berpengalaman dalam bidang \"penyelamatan\" model itu. Ungkapan Rocky ditanggapi serius oleh rekannya Fahri Bachmid dan Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti.  Menurut Fahri perlu undang-undang yang mengatur masa transisi untuk menjaga kemungkinan terjadinya balas dendam politik pasca Presiden lengser. Sementara Bivitri mengamini pandangan Rocky Gerung akan perlunya Yusril menjadi perisai hukum Jokowi. Rocky mengusulkan Yusril jadi Cawapres. Yusril Ihza sendiri di tempat terpisah menyatakan \"saya siap melakukannya\". Candaan Rocky yang ditanggapi serius itu memiliki sindiran kuat untuk dua hal, yaitu: Pertama, Jokowi menjadi ajang balas dendam politik karena sebagai Presiden ia dinilai telah menzalimi lawan-lawan politiknya yang apabila lawan politik kelak menang, maka Jokowi terancam.  Kedua, memang dosa politik Jokowi sudah menumpuk yang semuanya berakibat hukum. Jokowi akan babak belur oleh proses hukum yang terjadi setelah tidak berkuasa. Sindiran perlunya Yusril Ihza Mahendra adalah sinyal persoalan hukum akan mendera Jokowi kelak.  Sebagai figur yang dikenal oposan kepada rezim Jokowi maka sinyalemen Rocky Gerung tentu bukan membenarkan seluruh kebijakan Jokowi sehingga ketika usai berkuasa, saat ia diobrak-abrik  oleh penguasa baru maka perlu dibela atas perbuatan banyak salahnya itu. Jika demikian maka usulan soal Yusril adalah agar Yusril menjadi perisai dari kejahatan. Betapa jahatnya Rocky.  Tentu bukan demikian, Rocky sudah menangkap bahwa secara politik dan hukum Jokowi setelah lengser nantinya memang akan babak belur. Jokowi adalah Presiden buruk bahkan terburuk dalam sejarah bangsa Indonesia merdeka.  Ia pun mungkin menyindir Yusril Ihza pula. Sebab semua tahu, bahwa tidak semua pembelaan Yusril itu sukses. Saat membela Moeldoko habis-habisan ternyata perisai hukum Yusril tidak ampuh di depan hukum. Yusril gagal.  Perisai hukum bukan untuk berkelit dari ancaman hukum. Perisai hukum harus digunakan untuk melindungi orang yang tidak bersalah di depan hukum. Kehebatan mengotak-atik hukum untuk membela yang salah adalah kesalahan dan kejahatan itu sendiri. Jika Yusril menjadi perisai hukum Jokowi dan Jokowi adalah pendosa politik dan hukum bagi rakyat, maka rakyat akan melawan.  Advokat ahli hukum tata negara bukan hanya Yusril. Rocky Gerung bukan \"makelar\" atau tim sukses Yusril. Sebagaimana biasa Rocky sedang bercanda, menyindir, dan menyodok seseorang entah itu sang Raja atau lainnya. Jadi sebenarnya siapapun tidak perlu \'geer\' menanggapinya, termasuk Yusril Ihza Mahendra.  Jika kelak Jokowi menjadi musuh rakyat, maka membela sang musuh adalah musuh rakyat pula.  Tentu hal ini di luar konteks kewajiban hukum dari seorang Advokat yang secara profesional membela kliennya. Siapapun.  Bandung, 4 September 2023

Persembunyian KKB Egianus Sudah Diketahui

Jayapura, FNN - Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan menegaskan tempat persembunyian Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya telah diketahui, namun pihaknya masih menunggu niat untuk membebaskan pilot Susi Air yang disandera.\"Memang benar kami sudah mengetahui posisi Egianus Kogoya. Kami masih berharap agar Egianus Kogoya membebaskan sandera yang ditawannya sejak tanggal 7 Februari lalu,\" kata Izak Pangemanan kepada ANTARA di Jayapura, Papua, Senin.Penyanderaan terhadap pilot bernama Philip Mark Mehrtens itu masih menimbulkan kekhawatiran kondisi keamanan di tengah masyarakat Nduga, kata Izak. Masyarakat akan menjadi korban ketika terjadi pertempuran antara TNI-Polri dan KKB, tambahnya, sehingga pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut harus segera dibebaskan.\"Tidak sulit bagi TNI-Polri untuk menghancurkan mereka (KKB), namun itu tidak dilakukan,\" tegas Izak.Terkait insiden yang menewaskan aktivis kemanusiaan Michelle Kurisi Doga, yang ditemukan meninggal diduga akibat ditembak, Izak menyayangkan insiden tersebut. Sebelum penembakan terhadap Michelle, sudah ada laporan terkait aktivitas korban yang menemui pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.\"Memang sebelum insiden penembakan terjadi, termonitor korban sedang melakukan pendataan terhadap pengungsi Nduga,\" ujar Izak.Belum diketahui aktivis itu bekerja dengan siapa. Namun, pembunuhan terhadap aktivis yang peduli terhadap kemanusiaan, khususnya pengungsi di Nduga, sangatlah disayangkan, tegas Izak.(ida/ANTARA)  

Tidak Ada Pengkhianat Dalam Deklarasi Anies-Cak Imin

Jakarta, FNN - Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni mengklaim tidak ada pengkhianat dalam deklarasi Anies Baswedan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) karena itu adalah hasil dari lobi politik.  \"Tidak ada (pengkhianat), kan normal lah politik kan berbeda pandangan berbeda lobi berproses itu kan berjalan sampai titik daftar capres-cawapres nanti,  jadi semua itu masih dinamis,\" kata Sahroni kepada awak media di Bareskrim, Jakarta, Senin.  Dia mengatakan bahwa di dalam area lobi politik semuanya bisa terjadi, tetapi dia menyayangkan narasi yang diungkapkan Partai Demokrat terkait deklarasi tersebut.  \"Narasi yang diungkapkan oleh partai Demokrat sebenarnya bisa diredam dengan cara-cara politik yang lebih arif. Contoh, misalnya, Pak Surya disikat sana-sini kan enggak ada melawan dengan kapasitas bahasa keluar, misalnya, pembohongan, pengkhianat. Contoh lainnya belum jadi pemimpin saja sudah berkhianat,\" lanjutnya.  Sahroni juga menegaskan bahwa Surya Paloh selaku Ketum NasDem tidak pernah memerintahkan para kader-nya melakukan hal-hal negatif kepada lawan politiknya. \"NasDem itu Pak Surya, hatinya tidak ada punya jadi pengkhianat, tidak ada. Saya sebagai kader 10 tahun tidak pernah diperintahkan hal-hal jelek ke kader tidak pernah ada. Tidak pernah Pak Surya memerintahkan hal-hal negatif untuk lawan politiknya, beliau selalu ikhlas dan legawa apa yang terjadi dalam proses politik,\" jelasnya.  Ahmad Sahroni, yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu, berharap tidak ada narasi-narasi yang membuat situasi tidak baik. Begitu.  \"Kita ingin bahwa ruang publik ini diberikan contoh narasi yang baik, contoh komunikasi yang cukup, jangan sampai membuat kubu-kubu-an dan akhirnya keributan itu terus-terusan karena seorang AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tidak jadi cawapres,\" ujarnya.  Sebelumnya, Ahmad Sahroni berencana melaporkan SBY ke Bareskrim Polri terkait ucapan SBY yang menurutnya menyebutkan bahwa Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono akan dideklarasikan sebagai capres-cawapres pada awal September 2023. Namun, dia membatalkan niatnya karena dilarang oleh Surya Paloh dan Anies Baswedan. Untuk diketahui, Partai Demokrat telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sekaligus mencabut dukungannya kepada bakal capres Anies Baswedan setelah deklarasi Anies-Muhaimin untuk Pilpres 2024 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9).  Partai Demokrat menyatakan bahwa Partai NasDem membuat keputusan sepihak dengan mengajak kerja sama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus menetapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres untuk mendampingi Anies Baswedan.(ida/ANTARA)

DKPP Diminta Memberhentikan Sementara Ketua dan Anggota KPU

Jakarta, FNN - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan sementara Ketua dan seluruh Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.Hal ini disampaikan oleh Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam permohonannya pada pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Kantor DKPP, Jakarta, Senin.Dalam sidang tersebut, Bagja menyatakan bahwa Bawaslu memohon kepada DKPP berdasarkan kewenangannya untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut, antara lain memberikan sanksi pemberhentian sementara kepada Teradu 1 Hasyim Asy’ari sebagai Ketua merangkap Anggota KPU RI.Kemudian, Teradu 2 Mochammad Afifuddin sebagai Anggota KPU RI, Teradu 3 Betty Epsilon Idroos sebagai Anggota KPU RI, Teradu 4 Parsadaan Harahap sebagai Anggota KPU RI, Teradu 5 Yulianto Sudrajat sebagai Anggota KPU RI, Teradu 6 Idham Holik sebagai Anggota KPU RI dan Teradu 7 August Mellaz sebagai Anggota KPU RI.Pada sidang ini digelar atas perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 di mana KPU diadukan oleh Bawaslu RI dalam dua hal yang diadukan, yakni pertama, pihaknya menduga KPU membatasi akses sistem informasi pencalonan (Silon) dalam tahapan pemilu.KPU disebut membatasi tugas pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 93 huruf d angka 4 UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2023 tentang pengawasan pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan Perbawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengawasan penyelenggaraan pemilihan umum.Kedua, KPU juga disebut Bawaslu melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Pemilu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor (PKPU)3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum.Kemudian, PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Adapun, dalam sidang kali ini seluruh teradu turut hadir. Sementara itu, pihak Bawaslu dihadiri Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja serta anggota Lolly Suhenty dan Totok Hariyono.(ida/ANTARA)

MUI Imbau Umat Islam Bantu Korban Kemarau

JAKARTA, FNN- Majelis Ulama Indonesia atau MUI mengimbau pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat akibat kemarau panjang tahun ini.  Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim kemarau 2023 lebih kering apabila dibandingkan dengan tiga tahun terakhir. Terlebih, ada potensi El Nino atau fenomena pemanasan suhu muka laut hingga 60%. \"Musim kemarau dan keadaan  kekeringan yang melanda negeri ini tentu harus kita hadapi dan atasi secara bersama-sama,\" ujar Wakil Ketua Umum  MUI, Dr H Anwar Abbas, Senin 4 September 2023. Keadaan cuaca yang tidak bersahabat saat ini, menurut Anwar Abbas, sudah bisa dipastikan akan ada elemen dan atau kelompok masyarakat yang akan terkena dampaknya.  Hal yang paling dekat adalah para petani. Gagal panen akan membuat keadaan  ekonomi para petani terganggu. Bahkan mungkin tidak hanya sampai di situ.  Hal itu bisa membuat mereka menjadi miskin dan termiskinkan oleh keadaan yang ada.  Itulah sebabnya, MUI mengimbau pemerintah dan masyarakat  bisa bergandengan tangan membantu mereka. \"Kalau pemerintah bisa membantu  lewat bansosnya dan masyarakat terutama umat Islam lewat  zakat, infak dan sedekahnya,\" ujar Buya Anwar Abbas yang juga Ketua PP Muhammadiyah.  \"Ini penting kita lakukan  agar mereka yang mengalami kesulitan tersebut tetap dapat  hidup dengan layak. Bisa  memenuhi kebutuhan pokoknya. Dengan demikian diharapkan rasa kebersamaan di antara kita tetap dapat terjaga dan terpelihara,\" tambahnya. Buya Anwar juga mengingatkan musim kemarau ini mengakibatkan banyak elemen masyarakat yang kekurangan air bersih untuk mandi, mencuci dan minum serta untuk kepentingan berwudhu bagi umat Islam yang akan beribadah.  \"Untuk itu kita harapkan pemerintah dan masyarakat benar-benar bisa bekerjasama dalam menyediakan air bersih  bagi masyarakat yang memerlukannya,\" demikian Buya Anwar Abbas. (Dh)

Waspadai Politisasi SARA pada Pemilu 2024

Palu, FNN - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Prof Sagaf S Pettalongi, meminta warga untuk mewaspadai politisasi berbasis suku, agama, RAS dan antar golongan (SARA) pada Pemilihan Umum 2024.\"Semua pihak harus mencegah politisasi SARA dan politik identitas di momentum pemilihan umum 2024, karena berdampak terjadinya perpecahan masyarakat,\" katanya di Palu, Senin.Setelah menjadi narasumber pada pembinaan penguatan nilai - nilai moderasi beragama dan kebangsaan pada remaja di Desa Soni, Kecamatan Dampal Selatan, Kabupaten Tolitoli, ia mengingatkan masyarakat di Kecamatan Dampelas Selatan bahwa saat ini proses tahapan pemilihan umum sedang berlangsung oleh KPU.\"Saat ini, tahapan Pemilu 2024 memasuki tahap pencalonan legislatif yaitu pencermatan daftar caleg sementara, sekaligus juga melakukan tahapan penyiapan daftar pemilihan tambahan (DPTb),\" katanya.Dalam acara yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Gender dan Anak LP2M UIN Datokarama itu, Rektor mendorong masyarakat agar ikut serta berpartisipasi dalam tahapan pemilu demi meningkatkan kualitas demokrasi.Selain, masyarakat juga harus mewaspadai politik identitas dan politisasi SARA pada Pemilu 2024. \"Masyarakat jangan sampai terpengaruh dengan politik identitas,\" katanya.Guru Besar UIN Datokarama Palu itu mengingatkan warga agar jangan mau dipengaruhi oleh oknum atau pihak - pihak tertentu yang datang menyampaikan kepentingan politik yang mengaitkan dengan identitas SARA.Hal itu, sebut dia, berpotensi merusak persatuan dan kesatuan masyarakat, yang kemudian dapat berdampak pada stabilitas keamanan dan ketertiban.Ia mengimbau kepada warga dalam kesempatan itu agar sebisa mungkin mengenali rekam jejak calon disertai visi dan program, sehingga menjatuhkan pilihan berdasarkan rasionalitas karena melihat program dan visi.UIN Datokarama telah bekerja sama dengan KPU Provinsi Sulawesi Tengah mengenai peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pemilihan kepala daerah serentak di Sulteng 2024.Salah satu muatan dari kerja sama itu adalah Ruang lingkup nota kesepahaman itu meliputi edukasi dan memperkuat literasi sadar pemilihan umum untuk menyikapi rawan timbulnya hoaks, ujaran kebencian, politisasi sara pada pemilu.\"Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengenal politik identitas serta tidak muda terperdaya dengan politik identitas tersebut, serta tidak termakan informasi SARA,\" ungkap Sagaf.KPU Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan bahwa politik identitas masih cenderung ada dan digunakan oleh oknum dan kelompok tertentu dalam kontestasi pada momentum pemilu dan pemilihan.Oleh karena itu, KPU Sulteng menyebut politik identitas menjadi satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan serentak kepala daerah.(ida/ANTARA)

Demokrat "Move On" dan Siap Menyongsong Peluang Baik di Depan

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut partai-nya telah membuka lembaran baru atau move on pasca-hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan siap menyongsong peluang baik lainnya.\"Hari ini, kami keluarga Partai Demokrat dengan berbesar hati, dengan kerendahan hati, menyatakan move on dan siap menyongsong peluang-peluang baik di depan,\" kata AHY dalam konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Senin.AHY mengatakan pihaknya harus membuka lembaran baru karena Indonesia memerlukan pemikiran, jiwa, dan tindakan-tindakan yang besar. Dia pun mengingatkan seluruh pihak agar tidak terjebak pada narasi dan isu yang bisa memecah belah bangsa.\"Kita tidak tahu dalam perjalanannya ke depan, kita mungkin akan bertemu kembali dan menjalin kerja sama untuk agenda-agenda besar kebangsaan,\" kata dia.Pada konferensi pers itu, AHY mengajak kader Demokrat untuk tetap tenang dan berpikir jernih. Ia menyebut, Demokrat tidak akan patah oleh ganjalan politik sekeras apa pun.\"Kita juga tidak akan berkompromi pada konspirasi politik securang apa pun,\" ucap AHY.Dia juga mengajak kader untuk bersyukur kepada Tuhan. Menurut AHY, dinamika politik yang menurutnya terjadi secara cepat itu adalah cara Tuhan menyelamatkan Demokrat dari hal-hal buruk.\"Saya juga mengajak kita semua untuk bersyukur karena Allah SWT masih sayang kepada kita. Bisa jadi, ini adalah cara Tuhan untuk menyelamatkan kita dari hal-hal yang lebih buruk,\" imbuhnya.Namun begitu, AHY mengaku paham betul bahwa kader-nya marah dan kecewa karena perjuangan Demokrat dilukai oleh pihak yang menurutnya tidak jujur.\"Saya tahu para kader Demokrat marah dan kecewa, bukan karena ketum (ketua umum)-nya tidak menjadi cawapres (calon wakil presiden), tapi karena perjuangan Demokrat telah dilukai oleh mereka yang tidak jujur, serta telah melanggar komitmen dan kesepakatan,\" tutur dia.Partai Demokrat resmi mencabut dukungannya untuk bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan sekaligus keluar dari KPP, setelah Majelis Tinggi Partai Demokrat menggelar rapat di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/9).Sebelumnya, Kamis (31/8), pihak Partai Demokrat mengumumkan bahwa Partai NasDem membuat keputusan sepihak dengan membentuk kerja sama dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus menetapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal pendamping Anies.(ida/ANTARA)