ALL CATEGORY
Memalukan! Cari Muka Parpol, Jelang Pemilu 2024
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional BEBERAPA waktu yang lalu, sejumlah kepala desa (kades) di Pulau Madura, Jawa Timur, menyatakan akan menghabisi suara partai politik (parpol) di pemilu 2024 yang menolak penambahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. \"Suara Parpol di pemilu 2024 nanti yang tidak mendukung masa jabatan kades jadi 9 tahun akan kami habisi,\" kata Farid Afandi, kades Tentenan Timur, Larangan, Pamekasan, Madura, Jumat (20/1/2023). Farid mengklaim seluruh kades di Madura yang terlibat aksi demonstrasi di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta sekitar 800 kades. Menurut Farid dari jumlah tersebut memberi pesan bahwa di Pemilu 2024 nanti kades punya pengaruh besar terhadap suara dan keberadaan parpol dalam meraih suara pemilih di desa. Revisi UU Desa Jadi Super Prioritas Ancaman para kades tersebut berbuah cepat, disambut lagu setuju dari paduan suara DPR RI. Meski tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas), kini badan legislasi (baleg) DPR RI mulai membahas revisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Selain perubahan masa jabatan yang semula 6 tahun diubah menjadi 9 tahun, DPR juga menawarkan hadiah menjelang Pemilu 2024 berupa penambahan besaran dana desa dari 1 miliar rupiah menjadi 2 miliar rupiah. Senada dengan DPR, Komisaris BUMN PTPN V, Budiman Sudjatmiko mengklaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah menyetujui perpanjangan masa jabatan kades. Hal tersebut disampaikan Budiman setelah bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (17/1/2023). Budiman menjelaskan alasan konflik di desa selalu terjadi pasca pilkades. Sehingga butuh waktu dua hingga tiga tahun untuk pemulihan. Maka dibutuhkan tambahan waktu agar para kades dapat bekerja selama 6 tahun. Alasan konflik menjadi alasan tunggal Budiman mempengaruhi Jokowi hingga akhirnya setuju perubahan UU Desa. Parpol Merusak Pikades Sejak Indonesia melaksanakan sistem Pemilu terbuka, maka rakyat terkadang penting bagi para politikus dan parpol. Semua parpol berlomba memperluas pengaruh dengan mempersiapkan calon- calon kades. Parpol akhirnya tergoda ikut bertarung dalam perebutan jabatan kades. Ironisnya parpol justru menularkan berbagai penyakit buruk dalam pilkades. Terjadinya politik uang, eksploitasi ikatan- ikatan primordial menjadi kenyataan buruk pilkades pasca reformasi setelah dicampuri parpol. Alokasi dana desa dalam APBN dianggap sebagai \"jasa parpol\", maka para kades \"terpaksa\" berfiliasi kepada Parpol, baik sebagai kader maupun simpatisan. Demikian juga dengan berbagai persoalan hukum yang selalu muncul akibat lemahnya pemahaman dalam tata kelola anggaran dana desa. Para kades dan perangkat desa yang masih \"amatir\" sering mengalami persoalan hukum. Maka para kades memilih \"berteman baik\" agar mendapat \"perlindungan dari parpol\". Perpanjangan Masa Kerja Kades Sesat Sebagai respons atas kesesatan berpikir parpol secara kolektif di DPR RI yang menawarkan solusi pragmatis dan oportunis tersebut, maka Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa sebelum sistem pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung, Indonesia telah melaksanakan pemilihan kepala desa (pikades) secara langsung. Sebelum reformasi, meskipun ada konflik dalam proses pilkades, hal tersebut dianggap sebagai dinamika demokrasi. Tidak terjadi konflik berkepanjangan yang membutuhkan waktu untuk pemulihan. Kedua, bahwa konflik dalam pilkades belakangan ini dipastikan sebagai akibat pengaruh buruk dari parpol yakni politik uang dan eksploitasi ikatan- ikatan primordial. Sehingga untuk menghilangkan konflik berkepanjangan, parpol yang seharusnya dilarang terlibat dalam pikades baik langsung maupun tidak langsung. Ketiga, bahwa semua rumpun kekuasaan eksekutif dibatasi selama dua periode berturut- turut maupun tidak. Masing- masing periode sama, yakni 5 tahun, mulai dari presiden, gubernur, bupati, dan walikota. Maka kepala desa yang masuk rumpun kekuasaan eksekutif juga harus disamakan. Hal tersebut juga berkaitan dengan sistem terpadu perencanaan pembangunan dari tingkat pusat hingga desa. Sehingga ada keselarasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( RPJM) Nasional, Daerah ( provinsi, kabupaten, dan kota) hingga Desa. Keempat, bahwa penambahan masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun sebagai cara mengatasi konflik pasca pilkades adalah sesat. Parpol sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas konflik pasca pilkades seharusnya menawarkan jalan keluar strategis, bukan pragmatis. Akar persoalan konflik pasca pilkades adalah karena jabatan kepala desa saat ini memiliki kekuasaan dalam pengelolaan anggaran desa yang makin besar. Para calon kades akhirnya menggunakan segala cara untuk merebut atau mempertahankan jabatan kades termasuk dengan politik uang dan eksploitasi ikatan-ikatan primordial. Kelima, bahwa penambahan masa jabatan dan anggaran dana desa yang ditawarkan semua parpol di DPR RI melalui revisi UU Desa adalah solusi pragmatis dan oportunis. Parpol terpaksa merebut simpati para kades pasca mendapat \"ancaman dihabisi suaranya\" oleh para kades terhadap parpol yang tidak mendukung perubahan masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Keenam, bahwa saat ini rakyat disuguhi akrobat politik \"ancam- mengancam\". Para kades mengancam parpol, kemudian parpol melalui 8 Fraksi DPR RI mengancam Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ( MKRI). Praktik tata kelola pemerintahan kita semakin buruk akibat dinamikanya hanya terkait dengan kepentingan kekuasaan, bukan demi kebutuhan dan kepentingan rakyat. Ketujuh, bahwa jika para kades mampu melakukan negosisasi politik pragmatis dan oportunis terhadap parpol dengan \"ancaman dihabisi\" di Pemilu 2024. Maka rakyat juga akan melakukan negosiasi politik \"ancaman menghabisi suara\" semua parpol yang mendukung dan melakukan revisi UU Desa terkait penambahan masa jabatan kades dan penambahan dana desa. Kedelapan, bahwa Kornas menolak negosiasi politik \"cari muka\" parpol kepada para kades melalui revisi UU Desa. Negara melalui pemerintah dan DPR seharusnya menawarkan gagasan radikal salah satunya berupa pembangunan fasilitas sekolah calon kades melalaui perluasan fungsi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri ( STPDN). Sehingga semua calon kepala desa terlebih dahulu dilatih dan dididik sebelum mengikuti pilkades. Kesembilan, bahwa Kornas meyakini suara rakyat tidak akan berubah akibat tekanan politik dari kades, lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, hingga presiden. Rakyat memiliki kedaulatan individu untuk menentukan kepada siapa dan parpol mana suaranya diberikan. Ancaman para kades untuk \"menghabisi\" suara parpol justru harus dimaknai sebagai tindakan menghasut dan tindakan ingin mempengaruhi hasil pemilu. Maka seharusnya para kades yang menebar ancaman tersebut harus dijerat dengan pidana Pemilu, bukan diberi tambahan perpanjangan masa kerja dan dana desa. Kesepuluh, bahwa Presiden Jokowi mendapat informasi yang tidak lengkap dan benar tentang alasan melakukan revisi UU Desa. Kornas meminta Presiden Jokowi untuk memerintahkan kementerian terkait menarik diri dari pembahasan revisi UU Desa. Revisi UU Desa terutama pada pasal penambahan masa kerja kades dan anggaran dana desa hanya untuk kepentingan politik jangka pendek terkait Pemilu 2024. Kornas konsisten mengajak semua kontestan Pemilu 2024 untuk bertengkar terkait ide, gagasan, dan program politik. Rakyat ingin menyaksikan \"pertengkaran politik\" yang berbobot, yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat. Bukan sekadar perdebatan kering dan kosong yang hanya berkaitan dengan kepentingan pragmatis dan oportunis para politikus dan parpol. Jika revisi UU Desa tetap dilanjutkan sesuai kepentingan pragmatis dan oportunis menjelang Pemilu 2024, maka Kornas akan mengajukan judicial review ke MKRI. (*)
Dokter Tifa Tanya Jokowi, Mas Anies Punya Salah Apa dengan Bapak?
Oleh Tifauzia Tyassuma - Dokter Ahli Epidemiologi Surat Terbuka kepada Yth Bapak Presiden @jokowi. Pertanyaan saya ke Pak @jokowi tentang Mas @aniesbaswedan. Mas Anies punya salah apa dengan Bapak? Dia salah satu tokoh kunci yang mendukung Bapak maju CAPRES hingga terpilih jadi Presiden di 2014. Dan dia juga mendukung Bapak dengan bersedia menjadi menteri dalam kabinet Bapak, walaupun akhirnya Bapak cukupkan dia setelah dua tahun menjabat, tanpa alasan yang jelas. Ada satu kalimat yang diucapkan Tacitus, 1900 tahun yang lalu: \"Manusia lebih siap membalas dendam daripada membalas jasa, karena membalas jasa adalah beban, dan membalas dendam adalah kepuasan.\" Menurut saya, apa yang disampaikan Tacitus, Bapak sebagai negarawan, mestinya tidak perlu Bapak lakukan kepada Mas Anies. Bapak bahkan belum membalas jasa dia yang mendukung Bapak jadi Presiden. Sementara setahu rakyat, tak ada kesalahan dia yang merugikan Bapak, selama menjabat sebagai menteri. Lalu, mengapa terasa tendensi yang terbaca rakyat, Bapak mendendam betul dengan dia? Surat terbuka ini mungkin tidak akan pernah Bapak baca. Tetapi setidaknya, sebagai rakyat, saya sudah sampaikan pesan kebaikan. Bapak @jokowi. Biarlah mereka ini, putra-putra terbaik bangsa ini, Pak @prabowo, Mas @ganjarpranowo dan mas @aniesbaswedan berlaga secara adil, dan Bapak mendukung mereka semua sebagai calon presiden dengan elegan dan legowo. Bismillah. Semoga di saat Wukuf Arafah, tanggal 9 Dzulhijah 1444H, Allah swt memberikan taufiq dan hidayah kepada kita semua. Amiin Allahumma amiin. Mas @aniesbaswedan dan Mas @ganjarpranowo dari tanah air saya mendoakan Anda berdua, mendapatkan haji mabrur. Sehat-sehat selama di tanah suci, dan diterima semua amal ibadah hajinya. Amiin. (@DokterTifa)
People Power Itu Solusi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan PRESIDEN Jokowi pernah berpidato yang kata katanya monumental yaitu \"ruwet ruwet ruwet\". Ia dengan \'cerdas\' membaca keadaan negara di bawah kepemimpinannya sendiri yang memang ruwet. Ekonomi dengan investasi sebagai sokoguru tidak sukses meski berbagai promo telah dikampanyekan. Ada insentif keringanan pajak, lahan murah maupun perizinan yang disederhanakan. Omnibus Law menjadi karpet merah untuk investor. Jokowi habis-habisan untuk ini meskipun terpaksa harus melawan arus kebencian dan perlawanan rakyat. Kedaulatan hukum dibuat ruwet dengan permainan. Kekuasaan dan keuangan mampu menunggangi hukum. Membuat aturan dengan berbasis kepentingan, mengkriminalisasi dan menyandera. Tidak berlaku asas hukum itu \"supreme\" atau kesetaraan \"equality before the law\". Dewi keadilan tidak tertutup matanya tetapi membelalak mengancam lawan dan bermain mata dengan kawan. Tidak bisa berkedip ketika memandang keuntungan. Meski itu hasil dari hutang yang memberatkan. Agama dan moral tidak ditakuti bahkan bisa dibuat untuk menakut-nakuti. \"Amar ma\'ruf nahi munkar\" bias dengan \'\'amar munkar nahi ma\'ruf\'\'. Yang salah jumawa yang benar terpenjara. Dusta menjadi biasa. Jujur dianggap bodoh. Beragama itu khayalan tentang masa depan. Akherat yang dinafikan. Pemimpin berkualifikasi penjahat dan pendosa sulit diharapkan untuk mampu mencari solusi bagi rakyat. Peran dan fungsi dirinya justru membuat masalah. Merekayasa dari satu kasus kepada kasus lainnya. Terus menerus. Mencari kesempatan dari kesempitan yang diderita rakyat. Begitulah karakter penjajah. Apakah Belanda, Jepang ataupun sesama bangsa Indonesia sendiri. Jika demikian, rakyat harus menyelesaikan dengan cara sendiri. Bukan ikut arahan atau kompromi. Berharap merdeka dengan sukarela tidaklah mudah. Pemberontakan dan perlawanan adalah jalan. Walaupun dengan cara menekan dan mendesak. Melalui aksi-aksi jalanan. Benar Pemilu merupakan wujud dari demokrasi akan tetapi Pemilu yang dimobilisasi untuk kepentingan oligarki adalah kebohongan yang menginjak-injak demokrasi. Jika kecurangan dianggap biasa dalam berkompetisi maka rakyat menjadi tidak percaya. Rakyat membaca bahwa permainan itu dilakukan demi keuntungan pemilik modal bersama dengan teman kolaborasinya. Aksi-aksi jalanan yang masif itulah yang disebut people power. Keberadaan \"pressure group\" atau \"pressure mass\" adalah bagian demokrasi yang dibenarkan oleh konstitusi di manapun. Tidak terkecuali Indonesia. Turunnya Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto adalah akibat dari \"pressure\" yang bernama people power. Diawali ketidakpedulian Soekarno dan Soeharto atas aspirasi rakyatnya. Kini Presiden Jokowi termasuk Presiden yang bebal. Dua periode kepemimpinannya abai pada aspirasi rakyat. Ia lebih mendengar \"inner circle\" oligarki. Yaitu kelompok penguasa yang mengitari keseharian kekuasaannya. Ada tokoh politik, pimpinan partai politik atau pelaku bisnis. Taipan penguasa ekonomi Indonesia. Presiden Jokowi yang dikelilingi oligarki tidak akan turun oleh proses demokrasi terekayasa. Tetapi oleh people power. Sebagai proses dari demokrasi alami. Demokrasi yang bersandar pada rasa keadilan dan rasa ketertindasan rakyat itu sendiri. Sedikit keputusasaan. Rakyat yang terpaksa harus berontak dan melawan. People power adalah proses untuk mendesak Presiden Jokowi mundur atau mendesak DPR dan MPR untuk menurunkan Presiden. Indonesia memberi ruang melalui Kontitusi dan aturan hukum lainnya untuk itu. Presiden yang sudah tidak mampu atau melakukan perbuatan tercela harus diberhentikan. Gelindingan suara people power menjadi pertanda bahwa Presiden sudah berat untuk bertahan apalagi memperpanjang. Agenda program Presiden dan oligarki yang gagal atau tidak sesuai rencana membuat panik. Pegangan Jokowi semakin lemah. Kepanikan menciptakan kenekadan dan itu adalah proses memulai untuk bunuh diri. People power menjadi solusi yang dimulai dari teriakan, lalu aksi-aksi nyata dan berujung pada kesuksesan dalam menekan. Jokowi mundur atau dimundurkan. People power bukan makar tetapi aksi demokrasi. People power adalah solusi awal untuk memperbaiki. Kekuatan perlawanan untuk menghadapi oligarki hanya people power. People power itu dibutuhkan untuk menginstal sistem demokrasi kita. Wilson dalam \"People Power Movements and International Human Rights\" menyatakan bahwa \"people power movements are executed with the goal of changing the existing political structure in a given country, and in most cases, installing a democratic political system\". Demokrasi yang telah dikudeta oleh oligarki harus direbut kembali dan diinstal ulang. Melalui atau dengan jalan people power. Nah, selamat mencoba. Bandung, 3 Juli 2023.
Jokowi, Ada Tuhan Mengawasimu
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih SESEKALI Kajian Politik Merah Putih, memasuki judul tentang eksistensi dan transendensi, untuk sedikit bisa menguras rasa jenuh terus menerus membahas politik yang tidak memiliki terminal. Masuklah pada teori \"Chiffer, yaitu sandi atau simbol yang menjadi medium antara eksistensi dan transendensi\". “Alam telah memberi kita dua telinga, dua mata, dan hanya satu lidah. Kita harus mendengar dan melihat lebih banyak dari pada bicara.” – Socrates Alam pikir (akal) belum tentu sama dengan alam fakta, alam fakta bisa jadi hanya semu belum tentu riil. Terkait dengan kekuasaan harus diingat peringatan pencipta alam bahwa: \"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia…” (QS 3: 140)\" dan petunjuk lainnya. Untuk mengurangi, syukur bisa menghilangkan kesombongan kekuasaan, belajarlah lah melalui teori Chiffer. Bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk bereksistensi, hanya meyakini eksistensi kekuasaan adalah segalanya. Sesungguhnya eksistensi ada dalam relasi dengan Transendensi. Intinya Esensi kekuasaan hanya sekadar amanah. Dalam istilah filsafat Ketuhanan, bahwa Tuhan yang imanen adalah Tuhan di dalam struktur alam semesta, yang memiliki eksistensi dalam proses kejadian dan mengawasi kehidupan manusia. Eksplorasi chiffer sebagai medium menuju transendensi, untuk menjangkau-Nya, salah satu jalan, manusia harus masuk dan keluar melalui chiffer. Membaca alam akan membawa manusia pada pengalaman mistik revelasi, dan interpretasi chiffer menghasilkan penerangan untuk membangun hidup secara otentik. Sebagaimana penguasa harus membaca termasuk membaca alam dan menginterpretasi chiffer. Luangkan waktu dalam waktu senggangnya, merenungi dari mana datangnya kekuasaan dan akan di pertanggung jawabkan kepada siapa. \"Pemikiran eksistensial metafisik dapat berkontribusi bagi masyarakat pluralis zaman modern yang cenderung gamang dengan keberadaan dan terkurung dalam pola pikir rasionalitas teknologi, dan terus memburu kekuasan demi kekuasaan semata.\" Sadar atau tidak sehebat apapun merasa sebagai ilmuwan (ahli filsafat) dalam pencarian \"transendensi\" tidak akan bisa ditemukan dan menemukan selain dengan petunjuk jalan dan arah yang telah diberikan Tuhan lewat manusia pilihan sebagai utusan-Nya. ”And so are the days (good and not so good) We give to men by turns.” “Demikian pula hari-hari (baik dan tidak begitu baik) Kami berikan kepada manusia secara bergiliran.” Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia…” Dalam teori \"Chiffer\", Jokowi harus mencari, mengenali dan merasakan adanya Tuhan, itu hanya akan sampai kalau seorang Jokowi sadar ada kekuatan transendental yang mengawasi kekuasaannya, Dialah pemilik manusia dan alam semesta ini . Apabila abai pasti tersesat. ****
Pemberian HGU di IKN Selama 190 Tahun Melanggar Hukum
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Study Kajian Rumah Pancasila PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) tebar pemanis bagi investor untuk masuk ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Salah satunya dengan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) hingga 190 tahun. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara. Dalam aturan ini, Jokowi memberikan izin HGU bagi investor selama 95 tahun dalam satu siklus, dan bisa diperpanjang untuk siklus kedua dengan masa yang sama. Sehingga, jika ditotal, investor bisa berusaha di IKN sampai 190 tahun. Peraturan prmerintah ini jelas melanggar UU no 5 th 1960.penguasaan tanah lahan yang selama ini dikuasai korporasi disamping melanggar konstitusi juga melanggar UU. Oleh karena nya IKN harus dibatalkan demi hukum. Di dalam UU no 5 Tahun 1960 tentang pokok pokok Agraria disebutkan siapa yanh boleh mempunyai Hak Guna Usaha dan berapa luas yang di perbolehkan dikuasai. UU no 5 Th 1960 Bagian IV Hak guna-usaha Pasal 28 (1) Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. (2) Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. (3) Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 29 (1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. (3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun. Pasal 30 (1) Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah : a. warganegara Indonesia; b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Jadi menurut UU no 5 th 1960 Peraturan Pemerintah no12 tahun 2023 jelas bertentangan dengan UU no 5 Th 1960 dengan demikian batal demi hukum. Jika sekarang 0.1% korporasi menguasai 70% lahan di Indonesia atas nama hukum dan UU no 5 tahun 1960 segerah dinasionalisasi dan pelaku penyimpangan harus diselesaikan di pengadilan. Jika kemarin ditemukan 3,3 juta hektar kebun sawit tidak legal maka harus disita negara .bukan diputihkan itu jelas melanggar hukum. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara telah terbit beberapa waktu lalu. Aturan ini mengatur beragam jenis insentif yang bisa dimanfaatkan investor IKN Nusantara, salah satunya adalah tax holiday. Apa saja daftar insentif tax holiday untuk investor IKN Apa itu tax holiday? Tax holiday merupakan insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada para investor yang melakukan penanaman modal di suatu wilayah dalam periode tertentu berupa pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan hingga sebesar 100 persen. Peraturan Pemerintah no 12 tahun 2023 jelas bertentangan dengan UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima selama satu tahun. Ketentuan mengenai PPh pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983. Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, telah diatur mengenai kewajiban perpajakan sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Subyek Pajak perseorangan maupun badan guna mewujudkan semangat kegotong-royongan nasional dalam pembiayaan Negara dan pelaksanaan pembangunan nasional. Perkembangan dunia usaha pada khususnya, dipandang perlu untuk mengadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dasar hukum undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Undang-Undang ini diatur tentang : Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jadi tidak ada pengurangan Pajak itu pada UU no 36 tahun 2008 maupun UU no 7 tahun 1983 tidak ada klausul pajak bisa di nihil kan maka PP no 12 th 2023 harus dibatalkan karena Presiden telah melanggar sumpah jabatan Presiden. “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa,\" Jelas Presiden tidak menjalankan UU selurus lurus nya. Oleh sebab itu DPR meminta pertangungjawaban Presiden melalui Hak Angket. (*)
Adu Pesona Bacapres, Siapa Juara? Ini Analisis Partai Gelora
JAKARTA, FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia kembali bekerja sama dengan Lembaga Riset Digital Cakradata memotret perbincangan hangat masyarakat di dunia maya mengenai adu pesona bakal calon presiden (bacapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dalam program yang diberi nama Petamaya ini, Partai Gelora mencoba membicarakan materi bacapres pada episode kedua, karena akan cenderung panas hingga Februari 2024. \"Soal bacapres ini, kita tidak hanya membicarakan tentang popularitasnya saja, tetapi juga tangkapan digital diantara tiga kandidat yang terus ramai diperbicangkan di dunia maya,\" kata Endy Kurniawan, Ketua Bidang Rekruitmen Anggota DPN Partai Gelora, Minggu (2/7/2023). Menurut Endy, Partai Gelora tidak sedang menghakimi dalam riset digital ini, namun ingin menghadirkan fakta-fakta di lapangan secara positif maupun negatif diantara para kandidat bacapres. \"Kita ketahui sekarang sudah ada tiga bacapres, ada Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Jadi kita tidak sedang menghakimi, tetapi mungkin kenyataan riset di lapangan yang kita sampaikan. Mungkin berbeda sebaliknya dengan lembaga survei,\" katanya. Fakta-fakta tersebut, kata bakal calon legislatif (bacaleg) daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur IV Jember-Lumajang ini, akan dijelaskan secara detil oleh Head of Lembaga Riset Digital Cakradata Muhammad Nurdiansyah dalam riset yang dilakukan pekan lalu. \"Apakah yang kita tangkap di dunia digital ini, bisa jadi sejalan atau tidak sejalan dengan lembaga survei. Ini yang kita kupas tuntas dalam Gelora Petamaya episode kedua ini,\" ujarnya. Head of Lembaga Riset Digital Cakradata Muhammad Nurdiansyah mengatakan, topik bacapres di dunia maya akan terus ramai diperbincangkan hingga 2024. \"Disini kita membedah peta dukungan bacapres di dunia masa.\" kata Muhammad Nurdiansyah. Dadan sapaan akrab Muhammad Nurdiansyah mengungkapkan, pengambilan sample dilakukan pada 16-23 Juni 2023. Kemudian media monitoringya dilakukan secara fleksibel terhadap tren percakapan dan prosentase popularity digital. \"KIta menyebutnya popularity digital, karena berdasarkan perbicangan warganet didominasi ketiga nama capres yang sudah ada,\" katanya. Ganjar Pranowo, presentase perbincangan popularity digitalnya sebesar 45 % . Lalu, Anies Baswedan sebesar 27 % dan Prabowo Subianto sebesar 28 %. Prosentase popularitas digital tersebut, merupakan perbincangan positif maupun negatif. \"Kalau kita komparasikan total percakapannya Ganjar Pranowo lebih unggul 76.000 percakapan. Anies Baswedan 44.625 percakapan dan Prabowo Subianto sebanyak 70.367 percakapan,\" ungkpnya. Sementara menyangkut sintemen perbincangan di dunia maya. Sentimen positif terhadap Ganjar Pranowo sebesar 77 %, negatifnya 18 % dan sisanya sentimen netral. Sedangkan Anies Baswedan, positifnya mencapai 53 %, tetapi sentimen negatifnya juga besar mencapai 40 % dan sisanya sentimen netral. Lalu, Prabowo Subianto sentimen negatifnya 20 persen, dan positifnya 74 %, serta sisanya sentimen netral. \"Tetapi ada yang menarik di sini, meskipun Ganjar dan Prabowo lebih unggul, tetapi justru total engagement-nya Anies Baswedan lebih tinggi mencapai 947.000. Kalau Ganjar hanya 831.000-an dan Prabowo hanya sekitar 600-540 ribuan. Hal itu dinyatakan dengan interaksi oleh akun-akun yang memperbincangkan Pak Anies dan memiliki followers yang tinggi,\" paparnya. Dalam riset ini, kata Dadan, juga dibicarakan soal dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. \"Di kalangan warganet, keduanya punya potensi besar. Apalagi dari hasil-hasil survei, Pak Prabowo menyalip Pak Ganjar dan Pak Anies,\" katanya. Sementera soal beredarnya foto Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang tengah menjalankan ibadah haji ditemani oleh pasangan masing-masing, setidaknya dapat menurunkan tensi ketegangan antara pendukung Ganjar dan Anies. \"Foto ini memang menimbulkan pro kontra dari kalangan warganet, tetapi perang opini dan ujaran kebencian antara pendukung Ganjar dan Anies, setelah kita analisa justru memberikan dampak positif. Anies selama dianggap pendukung politik identitas oleh pendukung Ganjar, dengan foto bareng tensinya agak mereda,\" katanya. Sedangkan kebersamaan Prabowo dan Jokowi yang menujukkan tren positif, justru tidak sukai oleh pendukung Prabowo pada Pilpres 2014-2019 lalu. Fitnah terhadap Jokowi oleh pendukung Prabowo pada Pilpres 2014-2019 lalu, kembali dimunculkan bahwa Prabowo tidak suka Jokowi sebenarnya. \"Fitnah dini juga dibumbuhi konten kreator secara kreatif, kalau Prabowo beli alutsista usang dari Qatar. Dan warganet menganggap Prabowo itu figur militer yang kelam ketika masih aktif. Isu ini mulai digoreng, tetapi analisisa isu negatif itu, ternyata tidak mempengaruhi tren positif Prabowo,\" katanya. Dari paparan Lembaga Riset Digital Cakradata, itu kata Endy Kurniawan, maka para sobat Gelora maupun para warganet, sebenarnya sudah bisa menentukan arah dukungan kepada capresnya, atau paling tidak dapat melihat siapa bacapres yang lebih bagus perfomance-nya aktivitas digitalnya dari ketiga bacapres. \"Tapi jangan lupa, start untuk bacapres ini juga belum mulai. Ini baru fase-fase pemanasan atau warming up. Kita tidak tahu, apakah nanti ada tiga capres, bisa jadi dua capres, atau bertambah jadi empat capres. Kita akan melihat nanti kita kesana, tapi isu ini akan kita perdalam pekan depan,\" pungkas Endy Kurniawan. (ida)
Tak Sembarang Anak Ingusan
Maka, kita tunggu saja bagaimana anak ingusan ini mendapatkan keistimewaan berikutnya, dan itu dimungkinkan jika kekuasaan masih ada dalam genggaman sang bapak. Oleh: Ady Amar - Kolumnis Anak ingusan lebih dimaknai sebagai anak kemarin sore. Bukan anak kecil yang meler keluar ingus dari hidungnya. Anak ingusan tidak serupa dengan anak bawang. Anak ingusan punya derajat lebih baik dari anak bawang, meski makna harfiahnya lebih jorok. Anak ingusan bisa muncul dari mana saja. Bisa ada di setiap tempat dan waktu. Sedangkan anak bawang lebih sebagai anak dalam lingkup satu perkawanan dalam satu komunitas, yang kehadirannya tidak diperhitungkan. Mari kita bincangkan anak ingusan, yang kebetulan bermukim di Solo. Anak ingusan yang satu ini bukan seperti anak ingusan lainnya, yang seperti sering kita dengar. Tapi ini adalah Gibran Rakabuming Raka, yang dilabeli sebagai anak ingusan. Hari-hari ini jadi perbincangan hangat dan \"menampar\" wajah klan Jokowi. Adalah Panda Nababan politisi senior PDIP yang menyebut-menjuluki Gibran sebagai anak ingusan. Padahal Gibran itu Wali Kota Solo, yang juga anak Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karenanya, punya previlage tak pantas disebut anak ingusan. Semua dibuat ternganga, bagaimana saat Gibran ingin menjadi Wali Kota Solo, semua ketidakmungkinan bisa disingkirkan, dan ia terpilih sebagai Wali Kota Solo. Mengikuti jalur bapaknya dulu saat memulai langkah politiknya, yang juga dari kota Solo. Menyebut Gibran anak ingusan, tentu tidak muncul begitu saja. Panda tidak asal ngomong. Sejatinya itu juga dirasakan banyak orang tentang Gibran, meski itu tidak dihitung bagian dari yang ikut meramaikan diskursus anak ingusan. Cukup Panda mampu mewakili suara publik yang merasakan perasaan serupa dengannya. Panda Nababan pastilah punya dasar kuat menyebut Gibran sebagai \"anak ingusan\". Tentu itu bukan sikap ketidaksukaannya pada Gibran, dan atau pada Jokowi. Panda punya kedekatan dengan Jokowi teramat dekat. Panda itu bisa disebut pendukung Jokowi garis keras. Tapi kali ini Panda terpaksa mesti mengeluarkan kata yang suka tidak suka mengecilkan Gibran. Panda seolah tak mengerti, atau pura-pura tidak mengerti, bahwa ketidakmungkinan bisa menjadi mungkin jika itu menyangkut keinginan Gibran. Bahkan pasal konstitusi apa pun bisa diubah jika itu untuk kepentingannya. Mahkamah Konstitusi (MK) jadi tempat menguji, atau lebih tepat memuluskan keinginan yang menyangkut syarat menjadi presiden/wakil presiden, yang tadinya minimal 40 tahun, dibuat menjadi 35 tahun. Dibuat seolah menyesuaikan dengan usia Gibran yang baru 35 tahun. MK memang lalu mengabulkan syarat minimal itu menjadi 35 tahun. Jangan coba-coba bertanya \"nakal\" tentang putusan MK tadi dengan misal, jika saat ini usia Gibran masih 30 tahun, apa MK juga akan memutuskan hal yang sama, dan itu lagi-lagi demi Gibran. Jika pertanyaan nakal itu pun mesti muncul, ya itu sah-sah saja ditanyakan. Keistimewaan (menjadi) seperti diberikan pada anak-anak Jokowi. Bukan cuma Gibran, tapi juga anak menantunya di Medan yang juga jadi Wali Kota. Sepertinya juga akan bersambung dengan anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, yang juga siap-siap maju sebagai Wali Kota Depok. Jika sudah demikian, apa yang bisa dilakukan kelompok oposan. Paling-paling cuma nesu, atau umpat caci maki di ruang hampa. Itu saja yang bisa dilakukan. Tapi setidaknya itu menjadi catatan untuk pada saatnya dimunculkan jadi akumulasi kekecewaan demi kekecewaan, dan itu sulit bisa digambarkan. Kita lihat saja nanti apakah Gibran \"anak ingusan\" satu ini akan melompat lebih tinggi dari yang dilakukan bapaknya, Jokowi. Keduanya boleh diibaratkan adu prestasi antara anak dan bapak, cepat-cepatan menaiki tangga dengan cara tidak biasa. Jokowi setelah 2 periode sebagai Wali Kota Solo, lalu menjadi Gubernur DKI Jakarta, yang dicukupkan sekitar 2,5 tahun saja. Selanjutnya mengadu peruntungan sebagai Capres bersanding dengan Jusuf Kalla. Jalan takdir membawa Jokowi jadi presiden hingga 2 periode. Jika MK sudah memberi jalan lempang pada Gibran, dan jika rumor yang beredar, bahwa ia akan bersanding sebagai Cawapresnya Prabowo Subianto, maka lompatan Gibran bisa dinilai lebih dahsyat dari bapaknya. Gibran tidak perlu berlama-lama sebagai Wali Kota Solo, apalagi sampai 2 periode. Tidak perlu pula mesti memasuki pintu sebagai Gubernur DKI Jakarta. Gibran bablas saja melompat menjadi orang nomor dua di republik ini. Dahsyat. Patut diakui Presiden Jokowi berhasil mendidik putra-putranya, setidaknya anak dan anak menantunya mau mengikuti jalannya, jalan mulus yang diberikan selagi ia masih menjabat sebagai presiden. Dan, sang anak pun tidak merasa jengah dengan keistimewaan yang diberikan. Merasa itu hal yang wajar sebagai anak presiden. Klop. Kaum oposan pastilah tidak sepakat dengan \"pendidikan\" ala Jokowi ini. Ketidaksepakatan yang bisa dipahami, bagaimana mungkin keistimewaan tak sepantasnya itu bisa terjadi di negara yang telah menetapkan sistem demokrasi, itu bisa disulap seperti layaknya negara dengan sistem monarki. Di era Jokowi ketidakmungkinan bisa dibuat mungkin, bahkan apa yang tadinya terlarang tapi pada saat dibutuhkan itu bisa diperbolehkan. Soal ini banyak contoh bisa diberikan. Tapi baiklah kita fokus saja pada \"anak ingusan\" yang disematkan pada Gibran. Banyak pihak lalu menyebutnya sebagai aji mumpung. Mumpung sang bapak sedang berkuasa, maka keinginan apa pun dimungkinkan bisa didapatnya. Setidaknya kesan itu yang muncul dan jadi rasan-rasan massal munculnya nepotisme baru, setelah \'98 lalu coba ditumbangkan oleh gerakan reformasi. Tidak ada yang salah dari apa yang disampaikan Panda Nababan, yang sampai memunculkan penyematan anak ingusan pada Gibran, yang mulai digadang-gadang sebagai Cawapres bersama Prabowo Subianto. Panda menangkap diloloskannya oleh MK usia 35 tahun sebagai syarat minimal calon presiden/wakil presiden, itu upaya memuluskan langkah Gibran menjadi Cawapres. Itu pula yang dirasakan publik luas. \"Gibran anak ingusan kok, gimana? Nanti anak itu besar kepala, masih (mesti) belajar dululah,\" itu komen Panda Nababan yang disampaikan tanpa tedeng aling-aling, seperti tidak berperasaan. Panda pun perlu menegaskan, bahwa ia tak setuju jika Gibran mesti maju sebagai Cawapres mendampingi Prabowo. Menurutnya, ide itu diusulkan semata agar Prabowo dapat dukungan Jokowi. Jika benar demikian, itu masuk kategori taktik jitu Prabowo memuluskan langkahnya. Maka, kita tunggu saja bagaimana anak ingusan ini mendapatkan keistimewaan berikutnya, dan itu dimungkinkan jika kekuasaan masih ada dalam genggaman sang bapak... Wallahu a\'lam.**
Netralitas Polri Jangan di Panggung Depan Saja
Jakarta, FNN - Hari Bhayangkara 1 Juli 2023 mestinya dijadikan momentum bagi Polri untuk bersikap netral dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024. Netral jangan hanya di panggung depan saja, melainkan juga di panggung belakang sesuai realitas politik. “Berulang kali pimpinan Polri menyatakan akan bersikap netral dalam Pemilu. Pernyataan itu jangan hanya di panggung depan untuk konsumsi pers dan publik. Tetapi juga harus di panggung belakang, sesuai realitas politik” kata analis komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting di Jakarta, Ahad (2/7). Menurut Selamat Ginting, seperti pandangan ilmuwan sosial dari Kanada, Erving Goffman dalam konsep dramaturgi politik, sifat politik bagaikan panggung teater. Ada panggung depan (front stage) dan ada pula panggung belakang (backstage). “Panggung depan adalah realitas yang telah disortir dan dipertunjukkan kepada audiens, baik media massa dan publik. Sementara panggung belakang justru realitas politik yang sesungguhnya. Jadi netralitas Polri itu jangan seperti panggung sandiwara saja. Harus dibuktikan hingga panggung belakang,” kata Selamat Ginting, mengingatkan. Presiden Jokowi dalam pidato Hari Bhayangkara 2023 mengingatkan Polri, saat ini masyarakat ikut mengawasi kinerja Polri sehingga gerak-geriknya tidak akan bisa ditutupi. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri yang berulang tahun ke 77 merupakan hal yang penting. Kepala Negara juga menyampaikan apresiasi terhadap Polri yang berhasil meningkatkan kepercayaan dari masyarakat, dari sebelumnya 60 persen menjadi di atas 70 persen. “Kepercayaan masyarakat itu harus dibuktikan Polri, khususnya dalam kontestasi pemilu 2024 yang sudah berjalan tahapannya sejak Juni 2022 lalu. Netral itu jangan hanya dibibir saja, tapi juga di hati setiap insan Polri sebagai aparatur negara,” ujar Selamat Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. Konsolidasi Demokrasi Menurut Selamat Ginting, netralitas Polri dalam Pemilu merupakan salah satu syarat terciptanya konsolidasi demokrasi di Indonesia. Parlemen, media massa, akademisi, dan masyarakat harus ikut mengawasi Polri agar dapat menjadi aktor negara yang profesional. “Haram hukumnya bagi Polri dan juga TNI terlibat dalam politik praktis, termasuk saat berlangsungnya Pemilu,” ujar Selamat Ginting yang mengenyam Pendidikan sarjana ilmu politik, magister ilmu komunikasi politik, dan doktoral ilmu politik. Dikemukakan, untuk mengetahui kualitas konsolidasi demokrasi, antara lain bisa dilihat dari kebijakan, perilaku insan Polri, baik di panggung depan maupun panggung belakang tentang sikap netralitasnya dalam pemilu. Hal ini, karena Polri mempunyai tugas dalam keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). “Mereka istilahnya wasit yang menjaga keamanan berlangsungnya pemilu. Jika penjaga keamanannya tidak netral, maka turut menghancurkan citra bangsa sebagai negara demokratis. Badan pengawas pemilu (Bawaslu) juga bisa memberikan teguran kepada Polri jika diduga tidak netral dalam pemilu,” ujar Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik. Dia mengingatkan Polri, karena memiliki aparat bintara pembina (babin) kamtibmas hingga desa-desa, sehingga diharapkan bisa mendeteksi apabila ada potensi terjadinya gangguan terhadap penyelenggaraan pemilu. Apalagi, lanjut Ginting, Polri sudah memiliki regulasi yang mengatur netralitas personelnya. Misalnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Pasal 28 ayat (1) berbunyi: Polri bersikap netral dalam kehidupan politik tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis. \"Setahu saya, pimpinan Polri sudah beberapa kali mengeluarkan telegram arahan netralitas saat pemilu. Tapi jangan hanya di panggung depan saja, dalam aplikasinya juga harus netral. Jangan ikut cawe-cawe negatif dalam pemilu, pileg, pilkada, maupun pilpres,\" ungkap Ginting. Contohnya, kata Ginting, jangan cawe-cawe seperti ikut-ikutan menyuruh atau memasang baliho, spanduk tanda partai politik dan caleg, atau calon presiden dan wakil presiden. Termasuk menghadiri undangan deklarasi caleg, capres/cawapres, dan sejenisnya. (*)
Ketua BEM UI Minta Presiden Stop Dana Buzzer
Jakarta, FNN - Ketua BEM UI Melki Sedek Huang meminta Presiden Jokowi untuk segera menghentikan dana untuk para buzzer. Menurutnya salah satu perusak NKRI adalah para buzzer yang sengaja dipelihara rezim. Melki menyebut, buzzer-buzzer yang disebutnya didanai pemerintah tersebut justru memperkeruh suasana, dan melawan secara radikal kritik-krtitlk yang disampaikan masyarakat. \"Padahal yang ditugaskan untuk melawan kritik-kritik kita itu harusnya teman-teman KSP (Kantor Staf Presiden), jubir presiden, teman-teman organ pemerintahan,\" kata Melki dalam perbincangannya di kanal YouTube Abraham Samad. Pernyataan Melki ini dilakukan setelah sebelumnya melontarkan kritik kepada DPR RI lewat cuitan di akun Twitternya yang menyebut Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Dewan Perampok Rakyat. Cuitan itu disertai meme bergambar Ketua DPR Puan Maharani bertubuh tikus dengan dua tikus yang keluar dari gedung kura-kura. Tak hanya itu, berikutnya BEM UI juga mengkritik keras Presiden Jokowi. Dalam pernyataannya, Melki Sedek Huang seolah melontarkan kalimat yang terkesan bernada ancaman, terkait masa akhir jabatan Presiden Jokowi yang kemungkinan berdarah-darah. “Presiden Jokowi ini kan sudah memasuki tahun ke-9, tahun ke depan ini tahun ke-10 dan terakhir. Mari kita lihat, apakah Presiden Jokowi ini mau mengakhiri kekuasaannya dengan baik atau dengan berdarah-darah,\" tegasnya. (Ida)
Gusti Ora Sare
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta UNGKAPAN bahasa Jawa, “Gusti ora sare” secara harfiah artinya Tuhan tidak tidur. Tuhan Allah swt tidak pernah terlena, mengantuk, apalagi tidur. Hal itu sesuai dengan firman Allah swt dalam ayat kursi berikut. Allah. Tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Berdiri Sendiri, Abadi. Tak pernah mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nyalah segala yang di langit, segala yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi perantaraan di hadapan Allah tanpa izin-Nya? Ia mengetahui segala yang di depan mereka, dan segala yang di belakang mereka; mereka tak akan mampu menguasai ilmu-Nya kecuali yang dikehendaki-Nya. Singgasana-Nya meliputi langit dan bumi, dan tidak merasa berat Ia memelihara keduanya. Ia Maha Tinggi, Maha Besar. (QS Al-Baqarah/2:255) Semua orang percaya dan meyakini Allah tidak tidur, namun dalam praktik kehidupan sehari-hari tindakan orang tidak selalu mencerminkan keyakinannya itu. Tidak sedikit orang yang bertindak sewenang-wenang kepada pihak lain, seolah-olah ia tidak dilihat Tuhan, dan tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakannya. Kesewenang-wenangan itu bisa dilakukan oleh individu, kelompok, dan instansi atau lembaga. Masing-masing orang akan melihat dan menerima balasan dari Tuhan. Yang baik akan mendapat balasan baik, dan yang buruk akan mendapat balasan buruk. Seujung jari pun kebaikan dan/atau keburukan itu. Seberat atom pun kebaikan maupun keburukan yang dilakukan. Siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula. (QS Az-Zalzalah/99:7-8) Adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah. (QS Al-Qariah/101:6-9) Dalam keadaan teraniaya dan tak dapat membalas pelakunya, orang akan menyerahkan urusannya itu sepenuhnya kepada Allah swt, dengan mengucap “Gusti ora sare.” Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang mengatur dan memelihara alam semesta. Dengan kemahabijaksanaan-Nya Allah menyediakan pembalasan yang seadil-adilnya. Kepada-Nya saja manusia niscaya menyembah, dan hanya kepada-Nya saja ia meminta pertolongan. Agar dapat istiqamah dan konsisten dalam ibadah dan istianah manusia niscaya senantiasa memohon petunjuk kepada Allah agas selalu dalam bimbingan-Nya bersama mereka yang dikaruniai nikmat, tidak bersama mereka yang dimurkai maupun yang tersesat. (QS Al-Fatihah/1:1-7) Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah yang Kekal, yang Mutlak. Kepada-Nya segala makhluk bergantung, dan Dia tidak bergantung kepada siapa saja. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tak ada apa pun seperti Dia.\" (QS Al-Ikhlas/112:1-4) Kita berlindung kepada Tuhan Penguasa fajar. Dari jahatnya apa yang Ia ciptakan. Dari jahatnya gelap ketika membentang luas. Dari jahatnya mereka yang mengerjakan sihir. Dan dari jahatnya orang yang dengki bila melakukan kedengkian. (QS Al-Falaq/113:1-5) Kita berlindung kepada Tuhan Yang mengurus manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari jahatnya setan pembisik yang bersembunyi setelah berbisik. Yang berbisik dalam hati manusia. Dari golongan jin dan manusia. (QS An-Nas/114:1-6) Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, ketika mereka berkata kepada seorang Nabi di kalangan mereka: \"Angkatlah seorang raja untuk kami supaya kami berperang di bawah pimpinannya di jalan Allah\". Nabi mereka menjawab: \"Mungkin sekali jika nanti kamu diperintahkan berperang, kamu tidak akan berperang.\" Mereka menjawab: \"Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal kami telah diusir dari tempat-tempat kediaman kami dan anak-anak kami?\" Tetapi setelah diperintahkan berperang mereka pun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Allah mengetahui siapa yang zalim. (QS Al-Baqarah.2:246) Nabi mereka berkata: \"Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.\" Mereka bertanya: \"Bagaimana ia akan memerintah kami, padahal kami lebih berhak atas kerajaan daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?\" Nabi mereka berkata: \"Itu pilihan Allah atas kamu, ditambah dengan karunia kecakapan dalam ilmu yang luas, dan badan yang perkasa.\" Allah menganugerahkan kekuasaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas pemberian-Nya, Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah/2:247) Tatkala Thalut siap berangkat dengan pasukannya, ia berkata: \"Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Siapa yang minum dari situ, bukanlah pengikutku, dan siapa yang tidak meminumnya, kecuali hanya menciduk sekali dengan tangannya, maka ia pengikutku.\" Tetapi mereka meminum dari situ kecuali sejumlah kecil. Setelah mereka menyeberangi sungai, orang-orang yang telah minum berkata: \"Kami tak sanggup menghadapi Jalut dan pasukannya.\" Mereka yang yakin akan bertemu dengan Allah, berkata: \"Betapa sering pasukan yang kecil dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang yang sabar.\" (QS Al-Baqarah/2:249) Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah, dan membela orang-orang yang lemah, laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berdoa: \"Tuhan, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya zalim, dan berilah kami dari pihak-Mu pelindung, dan berilah kami dari pihak-Mu penolong.\" (QS An-Nisa`/4:75) Adakah yang akan aku cari selain Allah sebagai Tuhanku, Dialah Tuhan segala sesuatu? Dan setiap perbuatan dosa seseorang hanya dirinya yang bertanggung jawab. Seseorang yang memikul beban tidak akan memikul beban orang lain. Kemudian kepada Tuhanmu kamu akan kembali, kemudian Ia memberitahukan kepadamu apa yang kamu perselisihkan. (QS Al-Anam/6:164) Siapa yang menerima petunjuk, maka itu untuk keuntungannya sendiri, dan siapa yang sesat, maka itu untuk kerugiannya sendiri. Dan tidaklah orang yang memikul beban akan memikul beban orang lain, dan Kami tidak menjatuhkan azab sebelum Kami mengutus seorang rasul untuk memberi peringatan. (QS Al-Isra`/17:15) Milik Allah segala yang di langit dan di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada dalam hatimu atau kamu sembunyikan, Allah akan membuat perhitungan dengan kamu. Maka, Allah akan mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya, dan akan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah berkuasa atas segalanya. (QS Al-Baqarah/2:284) Kalau kamu berbuat kebaikan, kamu berbuat kebaikan untuk dirimu sendiri, dan kalau kamu berbuat kejahatan, perbuatanmu untuk dirimu sendiri… (QS Al-Isra`/17:7) Adakah balasan perbuatan yang baik selain yang baik juga? (QS Ar-Rahman/55:60) Seseorang yang memikul suatu beban tidak akan memikul beban orang lain. Bahwa yang diperoleh manusia hanya apa yang diusahakannya. Bahwa usahanya akan segera terlihat. Kemudian ia akan diberi balasan pahala yang sempurna. Bahwa kepada Tuhamu tujuan akhir. (QS An-Najm/53:38-42). Gusti ora sare!