ALL CATEGORY

Rekam Jejak dan Bukti Jokowi Layak Masuk Daftar Pemimpin Terkorup Dunia

Oleh: Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Joko Widodo, alias Jokowi, masuk daftar pemimpin terkorup dunia tahun 2024 versi OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Berita OCCRP ini tidak mengejutkan. Mayoritas masyarakat Indonesia umumnya sudah tahu, Jokowi pemimpin yang sangat korup. Namun demikian, nominasi Jokowi sebagai pemimpin terkorup dunia oleh pihak internasional, OCCRP, merupakan peristiwa sangat penting, sebagai konfirmasi dari masyarakat dunia tentang perilaku Jokowi yang sangat korup. Ketika diminta pandangannya oleh media terkait dirinya masuk daftar pemimpin terkorup dunia, Jokowi mencoba mengelak, dan minta dibuktikan saja. Jawaban Jokowi menunjukkan dia dalam posisi sangat terpojok. Jokowi minta bukti? Sangat mudah. Karena, rekam jejak perilaku Jokowi yang sangat koruptif, menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kroninya, sangat banyak dan tercecer di mana-mana. Perilaku koruptif Jokowi dilakukan secara kasar dengan berbagai macam cara atau modus operandi: manipulasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan, melanggar UU dan konstitusi, serta pembiaran korupsi terjadi di sekelilingnya. Korupsi di tingkat elit politik sengaja dibiarkan untuk menyandera koruptor elit politik, untuk mendukung kepentingan politik pribadi Jokowi. Yang tidak mau dukung akan ditangkap. Jokowi tidak ragu memberlakukan kebijakan yang bertentangan dengan hukum: bertentangan dengan UU dan UUD. Karena itu, Jokowi harus mengamankan kebijakannya dengan menguasai aparat hukum dan peradilan: Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Kehakiman (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi). Jokowi menggunakan DPR sebagai stempel untuk menyetujui semua undang- undang sesuai keinginannya, meskipun kontroversial dan bertentangan dengan Konstitusi. Untuk itu, anggota DPR dimanja dan diberi banyak manfaat komersial: disuap? Rekam jejak perilaku koruptif Jokowi sebagai berikut: 1. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung China (KCJBC), 2015. Proses tender manipulatif. Total nilai proyek China (7,4 miliar dolar AS) lebih mahal dari penawaran Jepang (6,2 miliar dolar AS), belum termasuk biaya bunga pinjaman. Tingkat bunga pinjaman China 20 kali lipat lebih tinggi dari Jepang: 2 persen (dan 3,4 persen) vs 0,1 persen per tahun. Pernyataan Jokowi, bahwa skema proyek KCJBC adalah b-to-b dan tidak dijamin pemerintah (APBN), ternyata bohong: Faktanya, utang kereta cepat China dijamin pemerintah dan APBN. https://www.tempo.co/ekonomi/hari-ini-6-tahun-lalu-kilas-balik-proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung-dimulai-433267 https://money.kompas.com/read/2023/09/21/212039726/ironi-kereta-cepat-diklaim-b-to-b-tapi-minta-jaminan-pemerintah-dan-apbn?page=all 2. KKN Sinar Mas dan Gandi Sulistiyanto dengan Jokowi: Gibran dan Kaesang.  PT Bumi Hijau Mekar (BHM), anak perusahaan Grup Sinar Mas, terlibat kebakaran hutan tahun 2014, sudah ditetapkan tersangka oleh Badan Reserse Tindak Kriminal (Bareskrim) Polri pada September 2015. Tetapi, dianulir pada Oktober 2015. Managing Director Grup Sinar Mas ketika itu Gandi Sulistiyanto. PT BHM dituntut ganti rugi Rp7,8 triliun oleh KLHK. Tetapi, divonis hanya Rp78 miliar di Pengadilan Tinggi Palembang, setelah sebelumnya bebas di Pengadilan Negeri. Vonis tersebut Jauh lebih rendah dari tuntutan KLHK, meskipun PT BHM terbukti bersalah. Ada apa? Ternyata ada apa-apa. Ada KKN: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Beberapa waktu kemudian, bisnis kuliner start-up Gibran dan Kaesang menerima kucuran dana dari modal ventura senilai 7 juta dolar AS, hampir Rp100 miliar. Siapa di balik semua itu? Kemudian, putra dan menantu Gandi Sulistiyanto, Anthony Pradiptya dan Wesley Harjono, menjadi mitra bisnis Gibran dan Kaesang di GK Hebat, perusahaan induk bisnis kuliner Gibran dan Kaesang yang baru didirikan pada 2019. Anthony Pradiptya menjabat direktur, Kaesang menjabat Komisaris. Bisnis kuliner Gibran dan Kaesang juga terafiliasi dengan Grup Sinar Mas melalui Aldiracita Sekuritas dan STAR Investment. Kerjasama bisnis Grup Sinar Mas dan keluarga Gandi Sulistiyanto dengan Gibran dan Kaesang diduga kuat ada hubungan dengan kasus kebakaran hutan PT BHM, anak perusahaan Grup Sinar Mas, yang dibebaskan dari pidana kejahatan lingkungan dan gugatan Rp7,8 triliun: Korupsi Nepotisme. Tidak berhenti sampai di situ, Gandi Sulistiyanto kemudian diangkat menjadi Dubes di Korea Selatan (2021-2023), dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2023-2024). Dugaan KKN ini sudah dilaporkan oleh Ubedilah Badrun, seorang aktivis, dosen dan tokoh anti korupsi, kepada KPK. 3. Penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN) melanggar hukum, ditetapkan hanya berdasarkan Perpres (No 3/2016, 12/1/2016), tanpa perintah undang-undang yang lebih tinggi. Perpres bermasalah hukum ini menempatkan presiden sebagai tiran, membuat peraturan tanpa persetujuan DPR sebagai lembaga pembuat UU: melanggar Konstitusi. Selain Perpres PSN ilegal, penetapan PSN, dan penunjukan pengusaha swasta sebagai pelaksana PSN, juga melanggar peraturan perundang-undangan dan sekaligus merupakan praktek KKN. PSN menjadi modus bagi-bagi proyek raksasa, termasuk penyerahan kekayaan alam negara, kepada pihak tertentu, dengan cara represif, mengancam, mengusir dan menangkap penduduk setempat yang menolak. Penetapan status PSN dan pengusiran penduduk setempat secara besar-besaran seperti yang terjadi di Pulau Rempang, PIK2, BSD, melanggar konstitusi, pasal 28H ayat (4) tentang HAM: Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. 4. Kebijakan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty jilid I (2016/2017) dan jilid II (2022) merupakan kebijakan manipulatif dan koruptif, menguntungkan pemilik uang ilegal. Tax Amnesty menjadi ajang pencucian uang kotor seperti uang narkoba, judi, korupsi, difasilitasi oleh pemerintah: legalized money laundering. Alasan Tax Amnesty akan meningkatkan rasio pajak dan pertumbuhan ekonomi hanya propaganda dan pembohongan publik. Faktanya, rasio pajak terhadap PDB turun dari 10,8 persen (2015) menjadi 9,8 persen (2019). Terbukti, Jokowi telah melakukan pembohongan publik, dan menjadi bagian dari organized crime and corruption, OCC. Tax Amnesty jilid II (2022) merupakan tindakan pemutihan OCC secara terbuka. Tidak ada negara di dunia memberlakukan kebijakan Tax Amnesty dua kali dalam 5 tahun. 5. Revisi UU KPK tahun 2019 menempatkan KPK dari lembaga independen menjadi di bawah eksekutif, membuat KPK sebagai alat politik kekuasaan Jokowi, untuk melindungi kroni koruptor di satu sisi, dan mengkriminalisasi lawan politik di lain sisi. Misalnya, kasus korupsi BTS Kominfo yang merugikan negara Rp8 triliun, kasus minyak goreng, impor garam, impor produk hortikultura, dugaan korupsi PC-PEN (Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional), termasuk dana bantuan sosial, dengan anggaran lebih dari Rp1.000 triliun (2020-2022), masih tidak tersentuh. KPK terlihat jelas melindungi keluarga Jokowi, membekukan laporan masyarakat terkait dugaan korupsi Gibran, Kaesang, dan Bobby Nasution di tambang ‘Blok Medan’. Di lain pihak, KPK digunakan untuk kriminalisasi lawan politik, misalnya Anies Baswedan di Formula-e, agar yang bersangkutan tidak bisa dicalonkan menjadi calon presiden 2024-2029. Meskipun upaya KPK gagal karena tidak ada cukup bukti: memang tidak ada bukti. 6. UU “Omnibus Law” Ciptakerja (No. 11/2020) merupakan UU koruptif, manipulatif, dan melanggar konstitusi. UU Ciptakerja merampas wewenang pemerintah daerah dalam pemberian izin usaha pertambangan, perkebunan, dan kehutanan di daerah. UU Ciptakerja secara manipulatif berupaya melegalkan PSN yang sebelumnya ilegal, karena ditetapkan berdasarkan Perpres tanpa rujukan UU. UU Ciptakerja dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada November 2021. Tetapi, Jokowi kemudian menerbitkan PERPPU Ciptakerja yang substansinya sama dengan UU Ciptakerja yang dinyatakan inkonstitusional tersebut. Alasan “kegentingan memaksa” dalam penerbitan PERPPU Ciptakerja mengandung unsur manipulasi dan penipuan. Jokowi beralasan akan ada krisis ekonomi global, yang faktanya tidak ada: Jokowi bohong. Alasan “kegentingan memaksa” tidak boleh berdasarkan asumsi, tetapi harus berdasarkan fakta. Artinya, peristiwa “krisis ekonomi global” harus sedang berlangsung ketika menetapkan “kegentingan memaksa“. Seperti PERPPU Covid-19 yang diterbitkan ketika pandemi Covid-19 sedang berlangsung. 7. PERPPU Covid-19 (No 1/2020) juga melanggar sejumlah UU dan UUD. PERPPU Covid-19 mewajibkan Bank Indonesia (BI) membeli Surat Berharga Negara di pasar perdana: melanggar UU tentang BI, dan independensi BI. PERPPU Covid-19 membolehkan APBN ditetapkan dengan Perpres tanpa persetujuan DPR: melanggar UU Keuangan Negara dan melanggar UUD yang menyatakan APBN harus ditetapkan oleh UU setelah mendapat persetujuan DPR. Belanja Negara melonjak tanpa terkendali, dengan tingkat kebocoran sangat besar. Defisit APBN membengkak, mencapai Rp2.200 triliun selama periode 2020-2022, hampir menyamai total utang Indonesia selama 69 tahun, 1945-2014, sebesar Rp2.600 triliun. Selama periode Covid 2020-2022, Jokowi membiarkan korupsi merajalela. Seperti proyek BTS Kominfo, vaksin dan test PCR, Kartu Prakerja, dana Pemulihan Ekonomi Nasional, bantuan sosial, dan lainnya. 8. Kebijakan pemindahan ibu kota negara ke sebuah kota baru, Kota Nusantara, dibangun di tengah hutan belantara, tidak sah, melanggar konstitusi, membahayakan keamanan negara, menciptakan ketidakpastian hukum terkait di mana ibu kota sebenarnya, dan merugikan keuangan negara. Bentuk Daerah di Indonesia menurut UUD hanya ada tiga: Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dengan Kepala Daerah masing-masing dinamakan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang dipilih secara demokratis. Konsep Daerah di dalam UU IKN menyimpang dari ketentuan Pasal 18 UUD tersebut di atas. Bentuk Daerah Kota Nusantara di dalam UU IKN dimanipulasi menjadi bentuk Otorita, setingkat Kementerian atau Lembaga, menjadi bagian dari Pemerintah Pusat, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan Kepala Daerah Otorita dinamakan Kepala Otorita. Manipulasi konsep Daerah seperti ini dibuat dengan tujuan jahat dan koruptif, agar pemerintah bisa alokasikan dana APBN dan menguasai pembangunan proyek di Kota Nusantara. Pengadaan berbagai proyek di Kota Nusantara dilaksanakan tanpa prosedur dan proses tender yang layak, alias menyimpang, dan rentan dikorupsi. Total biaya pembangunan IKN sampai Desember 2024 dari APBN mencapai lebih dari Rp76 triliun, belum termasuk anggaran dari kementerian lain, misalnya PUPR. 9. Jokowi menguasai DPR untuk menyetujui undang-undang yang diinginkannya, meskipun undang-undang tersebut melanggar konstitusi. Undang-undang yang melanggar konstitusi antara lain, UU KPK, PERPPU Covid-19, UU Ciptakerja, PERPPU Ciptakerja, UU Kesehatan, UU IKN, UU Tapera. Jokowi menguasai DPR melalui ketua umum partai politik, melakukan intervensi dengan mengganti ketua umum partai politik yang tidak mendukungnya, dengan ketua umum yang akan mendukungnya. Misalnya, PPP (Romi Romahurmuziy), Golkar (Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Bahlil Lahadalia), PAN (Zulkifli Hasan), dan upaya ‘kudeta‘ Demokrat. Dengan menguasai DPR (dan MK), Jokowi terbebas dari pemakzulan. 10. Jokowi menguasai lembaga yudikatif, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jokowi sangat paham, banyak peraturan dan UU yang dibuatnya bermasalah hukum dan melanggar Konstitusi. Karena itu, Jokowi harus menguasai kehakiman untuk mempertahankan peraturan dan UU bermasalah hukum tersebut. Jokowi melakukan “suap jabatan” kepada hakim konstitusi dengan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi dari 5 tahun menjadi 15 tahun, sampai pensiun 70 tahun. Salah satu motif perpanjangan masa jabatan ini diduga untuk mempertahankan Anwar Usman, ipar Jokowi, untuk mengamankan semua kasus peradilan di MK, menolak semua gugatan uji materi, mengamankan Pilpres dan Pilkada dari segala gugatan di MK. Terbukti MK pimpinan Anwar Usman berani melanggar konstitusi secara terang-terangan dan brutal dengan meloloskan Gibran menjadi calon presiden, meskipun belum cukup umur, dan melanggar konstitusi. Dengan menguasai Mahkamah Agung (peradilan), Jokowi dan keluarga menjadi kebal hukum. Misalnya, sidang ijazah palsu Jokowi diselenggarakan sangat tidak profesional, hakim menunjukkan keberpihakan dan secara terang-terangan melindungi Jokowi. Hakim digunakan untuk menghukum lawan politik Jokowi dan para aktivis oposisi. Bambang Tri dan Gus Nur dihukum enam tahun penjara hanya mengungkapkan (kebenaran) dalam kasus ijazah (palsu) Jokowi. Habib Rizieq di hukum empat tahun atas tuduhan berita bohong tes covid, Munarman dihukum empat tahun atas tuduhan manipulatif terorisme. Petinggi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), dan aktivis oposisi, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana dikriminalisasi penjara atas tuduhan yang tidak masuk akal. Syahganda dan Jumhur dituduh menyebar berita yang dapat memicu keonaran, menggunakan UU kolonial tahun 1946, yang kemudian dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Anton Permana dikriminalisasi 10 bulan penjara atas tuduhan pasal karet, menyebar berita bohong. Dan banyak aktivis oposisi KAMI lainnya di daerah juga dikriminalisasi. Di lain sisi, hakim menjatuhkan hukuman ringan kepada para koruptor yang terbukti bersalah. 11. Jokowi menguasai institusi keamanan, khususnya kepolisian, untuk menjamin keamanan dan menjalankan pemerintahannya secara represif dan bermasalah hukum. Jokowi menghalau demonstran secara represif, menangkap dan memenjarakan oposisi, seperti terjadi pada demo UU Ciptakerja dan revisi UU KPK. 12. Jokowi membiarkan korupsi merajalela, untuk menyandera para koruptor elit politik untuk mendukung kepentingan politiknya. Airlangga Hartarto konon dipaksa mengundurkan diri dari ketua umum Golkar untuk digantikan dengan Bahlil. Kalau tidak, surat perintah penyidikan akan segera keluar. Elit politik yang melawan akan ditangkap. 13. Dugaan korupsi yang sudah terang-benderang antara lain, BTS Kominfo, pajak, bea dan cukai, judi online, pertambangan ilegal timah, emas, nikel, kuota impor dan ekspor, vaksin, tes covid, dana Pemulihan Ekonomi Nasional, proyek infrastruktur, Telkomsel-Goto, Kartu Prakerja,, bantuan sosial, dan masih banyak lainnya. Nama Jokowi disebut dalam dua persidangan kasus korupsi, BTS Kominfo dan Timah. Mantan Menteri Kominfo Johnny Plate mengatakan, atas arahan Jokowi, nilai proyek BTS tahun 2020 melonjak menjadi Rp10 triliun, meskipun tidak ada anggaran dalam APBN. Di kasus korupsi timah, Jokowi disebut juga memberi arahan agar PT Timah menampung timah dari tambang ilegal. https://nasional.kompas.com/read/2024/09/11/16202811/nama-jokowi-muncul-dalam-sidang-kasus-timah-disebut-beri-arahan-agar-tambang?page=all —- 000 —-

Pangkogabwilhan I Baru, TNI AD vs TNI AL di Laut?

Oleh: Siswanto Rusdi |Direktur The National Maritime Institute (Namarin) JABATAN Panglima Komando Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I kini diisi oleh seorang jenderal bintang tiga matra darat. Sejak ditubuhkan pada 2019, posisi ini lazimnya diduduki oleh perwira matra laut berpangkat setara alias laksamana madya. Agak lain dari biasanya sehingga hal ini jelas memantik komentar di kalangan publik pertahanan di dalam negeri di mana sebagian besar di antaranya menyayangkan langkah tersebut dengan sejumlah alasan. Memang patut disayangkan mengingat dari sisi geografis, Kogabwilhan I dipersepsi memiliki luasan perairan yang jauh lebih masif dibanding daratannya karenanya matra laut dinilai lebih cocok untuk beroperasi di kawasan yang menjadi area of responsibility atau AOR-nya yang meliputi 15 provinsi, dengan enam Komando Daerah Militer, satu Komando Armada dan satu Komando Operasi Udara. Dengan penunjukan seorang letnan jenderal TNI Angkatan Darat sebagai panglima Kogabwilhan I dapatkah ia disebut sebagai perwujudan “rivalitas” antara TNI AD dan TNI AL yang selama ini ada? Atau, fenomena itu layaknya dalam permainan catur, hanyalah sebuah langkah rokade alias ganti posisi saja? Artinya, bakal ada nanti posisi Pangkogabwilhan yang lain, dalam hal ini Kogabwilhan II dan III, (yang menurut kebiasaan sejak didirikan dipimpin oleh seorang letjen TNI AD dan TNI AU) akan diserahkan kepada seorang laksamana madya? Bisa jadi. Pada posisi sesatregis Pangkogabwilhan, semuanya bisa jadi karena pertimbangannya bukan lagi aspek teknis kemiliteran semata namun nuansa politisnya lebih kental. Seperti yang sudah menjadi pengetahuan umum menyusul viralnya surat keputusan atau SK Panglima TNI No. Kep/1545/XII/2024, Letjen TNI Kunto Arief Wibowo ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Pangkogabwilhan I menggantikan Laksdya TNI Rachmad Jayadi dengan pertimbangan yang sepenuhnya bersifat politis. Terlepas dari dinamika politik yang ada, penunjukan perwira matra darat di AOR yang memiliki dimensi kemaritiman sangat luas (kawasan Natuna dan Anambas, misalnya, memiliki jajaran wilayah dengan lebih dari 2.000 pulau) jelas mengindikasikan kepada publik bahwa sistem pertahanan nasional sangat berorientasi daratan atau land minded. Akan tetapi, bukan berarti selama jabatan Pangkogabwilhan diemban oleh perwira TNI AL orientasi pertahanannya bercorak maritim. Tetap saja sistemnya land minded karena secara de facto dan de jure begitulah kebijakan pertahanan negara kita saat ini. Menurut Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, atau disingkat dengan akronim Jakkumhanneg, strategi pertahanan negara menganut konsep pertahanan pulau-pulau besar. Dalam strategi ini TNI AD menjadi tulang punggung pertahanan sementara TNI AL dan TNI AU berperan sebagai pendukung. Strategi ini berakar dari strategi perang gerilya yang diterapkan saat perjuangan kemerdekaan pada tahun 1940-an. Selain keterlibatan angkatan perang nasional, strategi ini juga melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya pertahanan. Hal ini dikenal dengan sistem pertahanan rakyat semesta alias sishanta. Dalam strategi pertahanan pulau-pulau besar, semua ancaman/serangan yang ditujukan kepada Indonesia akan dilawan atau dihadapi manakala sudah sampai di daratan. Dalam kalimat lain, serangan itu sepertinya sengaja “dibiarkan” masuk. Saat musuh sudah masuk, mereka lalu akan diperangi oleh TNI AD dibantu oleh masyarakat melalui serangan-serangan sporadis (taktik gerilya). TNI AL dan TNI AU mendukung perang gerilya ini dengan bantuan tembakan kapal dan pendaratan marinir dan serangan udara. Karenanya, kekuatan matra darat Indonesia menjadi jauh lebih besar dibanding dua matra yang lain dengan model pertahanan ini. Konon, “dominasi” matra darat dalam sistem pertahanan negara akan makin diperkuat dengan adanya gagasan menambah jumlah Kodam pada setiap provinsi serta Kodim dan batalyon di setiap kabupaten/kota. Sebetulnya sudah ada wacana untuk mengubah strategi pertahanan pulau-pulau besar dengan konsep baru dan sesuai dengan karakter Indonesia sebagai negara kepulauan. Gagasan ini berkembang di lingkungan TNI AL sejak beberapa tahun yang lalu. Hanya saja tidak berkembang dengan sempurna dan menjadi ide yang dapat dibahas dalam forum yang lebih luas di luar TNI AL. Sehingga, pada gilirannya ia dapat diangkat ke permukaan sebagai ganti strategi pertahanan pulau-pulau besar. Sayangnya, tidak ada penjelasan yang tersusun rapi terkait seperti apa sesungguhnya strategi pertahanan negara kepulauan itu. Yang jelas, dengan konsep ini peran TNI AL, dan tentu saja TNI AU, akan lebih maksimal dibanding dalam strategi pertahanan pulau-pulau besar. Musuh akan dihadapi/dihancurkan jauh sebelum mereka mencapai bibir pantai pulau-pulau di Indonesia. Itu artinya, TNI AL Bersama TNI AU diposisikan di ujung depan pertahanan (forward defense) di lokasi- lokasi rawan atau center of gravity pertahanan. Dalam kaitan ini, Natuna merupakan salah satu di antaranya. Untuk bisa menjalankan peran ini, tentu saja kekuatan tempur TNI AL dan TNI AU akan disesuaikan dengan lebih banyak kapal frigat, destroyer, kapal selam. Tidak tertutup kemungkinan membangun kapal induk. Sementara itu, TNI AU akan dilengkapi dengan pesawat-pesawat tempur jarak jauh. Tentu saja TNI AD tidak lantas ditinggalkan dengan strategi ini karena ia mensyaratkan adanya jointness antar-matra. Bila skenario bisa diwujudkan, barulah Indonesia ditakuti oleh musuh-musuhnya. Kepala Staf TNI AL atau KSAL silih berganti tetapi tidak bisa membawa perubahan terhadap tatanan pertahanan yang ada. Padahal mereka digadang-gadang oleh komunitas kemaritiman dalam negeri dapat meniupkan angin segar dalam sistem pertahanan yang sudah sepuh di atas. Mereka hanya menjalankan kepemimpinan seperti biasanya (business as usual). Apakah penetapan Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I merupakan manifestasi rivalitas antara TNI AL dan TNI AD? Dapat dinilai demikian. Hanya saja, rivalitas ini sebatas di permukaan saja; di dasarnya tetap matra darat merupakan “saudara tua” bagi matra lainnya. Yang namanya bersaudara, tetap semuanya akan kebagian jatah. Diperkirakan, perwira tinggi TNI AL akan diberikan kursi sebagai Pangkogabwilhan II atau III untuk pengganti kursi yang kini ditempati bintang tiga AD tersebut. Menariknya, dikaitkan dengan pergantian jabatan KASAL pada tahun ini (mengingat pejabat petahana, Laksamana TNI Muhammad Ali akan pensiun), perwira tinggi TNI AL yang ditunjuk sebagai Pangkogabwilhan berpotensi menjadi penggantinya di samping kandidat terkuat, Wakasal yang sekarang. Dari rivalitas menuju blessing bagi TNI AL? Entahlah.

Senjakala Politik Jokowi

Oleh Saidiman Ahmad | Manager Program SMRC 10 tahun lalu, pamor politik Jokowi menanjak karena dinilai baik oleh kelompok masyarakat sipil pro-reformasi, akademisi, dan diamplifikasi oleh media. Tiga elemen ini memang kerap mengambil posisi yang kritis pada kekuatan politik dominan. Soliditas tiga elemen ini yang membuat publik teryakinkan untuk menitipkan harapan pada Jokowi. Di atas harapan itu, Jokowi menjadi presiden dua periode. Namun, di akhir masa jabatan, Jokowi mengambil jalan menyimpang. Dia yang sebelumnya diharapkan menjadi penjaga demokrasi justru merusak tatanan politik dengan manuver mempertahankan kekuasaan melalui agenda tiga periode, penambahan masa jabatan, penundaan Pemilu, Cawapres dengan keputusan MK nir-etika, merapel bantuan sosial menjelang pemilihan, isu intervensi aparat dalam kampanye, melemahkan penegakan hukum, menyandera kasus hukum ketua partai, hingga mengkooptasi Ormas dan media. Seluruh aktivitas merusak itu membuat tiga elemen utama yang sebelumnya ikhlas memberi dukungan sekarang mengambil posisi berlawanan. Jokowi mungkin menganggap hal ini oke saja karena dia sudah dikelilingi kawan-kawan baru: konglomerat, oligark, pemilik partai, dan pejabat dari segala penjuru. Dukungan dari kawan-kawan baru itu terasa lebih berarti karena punya power yang langsung terlihat. Empuk. Sementara masyarakat sipil, kalangan kampus, intelektual, dan media, siapa mereka? Apa kekuatan mereka? Kira-kira begitu. Yang mungkin tidak dia sadari adalah bahwa betapa pun besarnya kekuasaan dari kawan-kawan baru ini, dukungan mereka bersifat pragmatis-temporer. Mereka mendekat karena dia sedang ada dalam kekuasaan. Kedekatan pada seorang presiden membuat mereka memiliki kesempatan untuk menambah kuasa. Ketika selesai masa jabatannya, pelan-pelan kawan-kawan baru itu mulai berhitung. Mari kita lihat beberapa kasus mutakhir. Pertama, wawancara Tempo dengan Aguan. Sang pengusaha papan atas itu blak-blakan membuka aib mantan presiden soal barter investasi pengusaha lokal di IKN. Ini menunjukkan, rasa hormat dan segan pengusaha pada Jokowi mulai luntur. Rasa segan mulai hilang. Kedua, soal tawaran partai politik. Ketika masih menjabat, santer terdengar Jokowi akan masuk dan memimpin partai besar. Hingga kini, isu itu mulai mereda. Bahkan dalam sebuah talkshow TV beberapa waktu lalu, seorang elit Golkar menyatakan bahwa posisi strategis di partainya sudah penuh. Sementara untuk menjadi kader biasa kemungkinan kurang pantas untuk seorang mantan presiden. Artinya, sebenarnya Jokowi tidak lagi punya pamor untuk diterima masuk dan ujug-ujug menjadi petinggi di partai orang. Pernyataan bahwa posisi strategis atau posisi penting partai sudah terisi adalah pernyataan penolakan. Ketiga, media massa yang sebelumnya dilaporkan terkooptasi kini mulai kian gencar menunjukkan sikap kritis. Memang ada media yang menghapus berita soal nominasi tokoh terkorup dunia, tapi umumnya media lain terus menayangkan laporan objektif dan kritis. Media umumnya semakin berani menolak swa-sensor. Tidak perlu ada lagi yang harus diantisipasi dari sang mantan.  Selain itu, sikap kritis dari kelompok masyarakat sipil, seperti akademisi dan aktivis NGO, yang tak henti-hentinya menyuarakan mudarat politik yang telah terjadi membuat posisi Jokowi semakin goyah. Selain tak lagi memiliki kekuasaan formal, sang mantan presiden juga bermasalah secara moral. Di hadapan sahabat-sahabat barunya yang pragmatis, kemungkinan Jokowi sudah kehilangan nilai.  Partai mana yang ingin terasosiasi dengan figur yang masuk nominasi tokoh terkorup dan terjahat di dunia oleh sebuah organisasi jurnalis investigasi global? Partai apa yang ingin dekat dengan figur yang sekarang menjadi musuh bersama para aktivis sosial, masyarakat sipil pro-reformasi, akademisi berintegritas, dan media independen? Sayang sekali. (*).

THE PROSECUTOR, Elliot Ness dalam Fok Zi Hou

Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior      Ini bukan cerita tentang Agen Elliot Ness (Kevin Costner). Bukan pula tentang \"pembersihan\" Kota Cincinnati dan Cleveland (AS) terhadap gangster Al-Capone.     \"Untouchable\"! Kejahatan terorganisir, terlebih di AS era 1940 hingga 80-an, menginspirasi kejahatan serupa, di mana pun. Kisah Al Capone, dan gigihnya Elliot Ness (Untouchable),  lalu  kegigihan Fok Zi Hoi (The Prosecutor). Adalah dua \"mata pisau\" se-genre: kejahatan, dan penegak hukum.      Pembersihan satu Kota, dengan segala perniknya, tentu tidaklah mudah. Hong Kong semasa 70-an, di era  Bruce Lee, Chi Kuan Chin, dan Alexander Fu Sheng (pendahulu Donnie Yen), tentu jauh berbeda dengan keadaan sekarang.      Namun, yang namanya kejahatan sejalan dengan usia dunia, dan kehidupan manusia. Film \"The Prosecutor\" adalah sebuah \"true story event\", menyangkut sisi kelam kejahatan terorganisir dan peradilan di sebuah Kota.      Kebintangan dan daya tarik Donnie Yen, sekaligus menyutradarai. Adalah modal mendatangkan penonton. Donnie Yen, yang didampingi oleh \"screen writer (screenplay) Edmond Wong, mengemas film berdurasi hampir dua jam ini dengan adegan \"fighting\" yang seram.     Menggetok jari tangan sampai hancur. Sebagai hukuman kegagalan tugas dari anggota \"crime organisation\" , ditampilkan sangat vulgar.      Atau, ketika seorang calon saksi kunci dihabisi,  dengan genangan darah melimpah. Merupakan sisi lain dari \"The Prosecutor\" yang menarik, untuk menyebut film ini minim sensor.     \"The Prosecutor\" berkisah tentang seorang pemuda miskin yang tertipu oleh sindikat kejahatan bahan terlarang. Barang yang diterimanya, tartangkap tangan oleh polisi yang kemudian memprosesnya.       Tak sampai di situ. Peradilan  yang juga telah disusupi oleh sindikat, mengarahkan pemuda miskin ini untuk mengakui saja perbuatannya. Sang kakek menemui mantan polisi yang bermutasi menjadi jaksa, Fok Zi Hoi (Donnie Yen) untuk siap bersaksi bahwa cucunya tidak bersalah.      Donnie Yen, bintang  kisah guru mahabintang Bruce Lee, \"If Man\". Menggarap \"film Prosecutor\" dengan bintang-bintang Hong Kong masa kini. Permainan watak: Julian Cheung sebagai (Au Paak Man), Shirley Chan (Lei Si Man), Ho Yeung Fung (Maa Gaa Git), Michael Hui (Hakim Hui), Kent Cheng (Bao Ding), Francis Ng (Joeng Tit Lap).     Menyaksikan The Prosecutor, memberi inspirasi kepada penonton dan juga penegak hukum. Keadilan dan membela kepentingan \"si Kecil\", adalah naluriah hakiki setiap orang.     Film yang dirilis mengawali tahun baru, 1 Januari 2025 di Jakarta. Sesungguhnya telah tayang di bioskop Hong Kong 21 Desember 2024. Ayo, nonton di Sabtu ini! Pokoknya bagus. (*).

Penguasa Jahat Akan Ditumbangkan oleh Budak Angon: Jadi Tumbal untuk Perbuatannya Sendiri

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Seperti biasa diskusi rutin setiap malam Jumat, pada tanggal 02 Januari 1925, dari sekian banyak naskah Wangsit Siliwangi, sepakat membatasi diri untuk mendapatkan komentar dan fokus pada beberapa point untuk di lepas ke masyarakat luas. Dalam naskah yang cukup rumit dipelajari / dipahami setelah diiterjemahkan ke bahasa Indonesia akan menjadi mudah mendapatkan pemahaman dari isi teks aslinya. Prabu Siliwangi  moksa atau strategi politik, secara misterius pada tahun 1579. Meninggalkan pesan sering di kenal seperti ramalan karena memprediksi kejadian yang akan terjadi pada ratusan tahun di kemudian hari, antara lain ; Masa setelah meninggalnya Presiden Sukarno (tanpa menentukan waktu kejadiannya) akan muncul pemimpin di Indonesia yang buta tuli sambil menyembah berhala. Melambangkan pemimpin yang tidak mau mengerti penderitaan rakyat. Memerintah tidak dengan hati tapi segala sesuatunya hanya mengandalkan akal pikiran/logika dan kepentingan pribadi ataupun kelompok sebagai berhalanya.  Digambarkan banyak muncul peristiwa di luar penalaran. Menjadikan pemimpin merasa sebagai  pintar tetapi hanya bisa omong alias pinter keblinger. Pemimpin ini di gambarkan seperti bunga teratai hampa sebagian, bunga kapas kosong buahnya, buah pare banyak yang tidak masuk kukusan. Sebab yang di janjikan kepada rakyat hanya kebohongan hanya janji janji kosong. Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar keblinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Pemuda berjanggut itu malah ditangkap dimasukan ke penjara.  Karena pemimpin itu takut ketahuan, bahwa dirinya akan di tuduh menjadi penyebab gara gara terjadinya kekacauan dan kerusakan negaranya. Dia tetap tidak sadar sebagai penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar melakukan sudah seperti hewan liar. Pemuda berjanggut itu sesungguhnya seorang yang tekun dan taat beribadah serta kuat dalam memegang ajaran leluhur (dilambangkan dengan menyanding sarung tua).  Digambarkan situasi negeri semakin panas membara (carut marut) dimana para penguasa negeri ini dipenuhi nafsu angkara murka.  Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mu’jizat datang untuk mereka. _*Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri*_ Merasa sudah lelah, seluruh rakyat sedang berharap-harap menunggu datangnya mu’jizat di tengah-tengah carut marut yang sedang berlangsung di negeri ini. Prabu Siliwangi dalam teks wejangannya mengatakan : \"Nanti, saat munculnya Anak Gembala ( Budak Angon ) akan menumbangkan penguasa yang jahat.  Kemunculannya ditandai dengan banyak terjadi huru-hara yang bermula di daerah lalu meluas ke seluruh negeri.\" Siapa sebenarnya Anak Gembala ( Budak Angon ) itu semua peserta diskusi hanya termangu karena masih misterius. Salah seorang mahasiswa merasa dari perguruan tinggi Agama nekad mengatakan itu Imam Mahdi. Ketika Dia datang sangat mungkin kita semua sudah kembali ke alam baka. Semua hanya ketawa dengan terpaksa mengamini saja. (*)

Revolusi Hukum, Perbaiki Negeri

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Ini sudah pasti peristiwa di Indonesia bukan di Korea Utara atau China dimana koruptor yang dihukum pasti menangis, menyesal, bahkan pasrah karena akan berpindah ke alam kematian.  Adalah Harvey Moeis yang terlihat gembira, berpelukan dan bahagia seperti mendapat undian lotere gede-gedean. Seisi ruang sidang menyambut kemenangan itu, termasuk senyuman bahagia dari sang Hakim Ketua.  Pemandangan atau tayangan langka ini sesungguhnya mengerikan. Betapa bobroknya Pengadilan di Indonesia. Merugikan negara hingga 300 trilyun hanya divonis 6,5 tahun penjara. Jika dibuka pendaftaran untuk bisnis seperti ini, maka dipastikan akan banyak atau membludak para pendaftar atau pelamar. Komisi Yudisial tidak bisa tinggal diam harus memeriksa Hakim Ketua Eko Aryanto beserta dua Hakim Anggota lainnya. Bau skandal tercium menyengat. Demikian juga Ketua Pengadilan Jakarta Pusat mesti memanggil Majelis Hakim yang bertindak di luar kelaziman tersebut. Ulah Hakim Ketua dan Hakim Anggota telah mencoreng dan menyebabkan PN Jakpus menjadi obyek kecurigaaan publik atas kredibilitas, profesionalitas, dan integritasnya. Dengan peristiwa ini contempt of court atau penistaan pengadilan harus mendapat perluasan makna. Bukan saja berlaku bagi pihak-pihak dan pengunjung persidangan tetapi juga bagi Hakim dan atau Hakim Ketua. Eko Artanto yang ikut senyum-senyum atau mesam mesem bersama kebahagiaan terdakwa Harvey Moeis dan keluarga adalah contoh dari penistaan atau contempt of court oleh Hakim.  Institusi peradilan lebih tinggi baik Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung (MA) harus lebih jeli membaca perasaan keadilan masyarakat melalui reaksi keras atas Putusan PN Jakarta Pusat ini. Kewaspadaan juga menyangkut kemungkinan operasi terselubung yang mempengaruhi Putusan Hakim. Bukankah mafia peradilan itu ada dan merajalela ? Korupsi yang merugikan negara hingga 300 trilyun adalah kasus besar. Jika korupsi seperti ini dianggap biasa dan hukuman atas pelakunya itu ringan, maka betapa bahaya dan rusaknya mental dan moral bangsa ini. Bangsa rapuh yang segera akan runtuh. Penanganannya harus mendasar dan revolusioner. Revolusi hukum. Tambal sulam, persuasif, penyuluhan, atau pembinaan-pembinaan reguler sudah tidak mempan lagi untuk perbaikan. Ruang hukum sudah rusak parah. Korupsi dan kolusi sudah menjadi paradigma mainstream di ruang ini. Inilah yang mungkin dimaksud dengan \"tidak ikut edan tidak kebagian\". Wong edan kabeh. Jangankan aturan dan sanksi, Tuhan pun sudah tidak ditakuti lagi. Dihukum kok bahagia, sama dengan narasi menghukum kok bahagia. Sama-sama bahagia.  Jika terdakwa tidak bersalah kemudian dibebaskan, maka pantas semua bahagia. Yang celaka, adalah sudah salah besar merampok uang rakyat, dihukum ringan kemudian bahagia bersama. Ini bisa bermakna sukses dalam kerjasama.  Hukum kini telah menjadi alat kepentingan politik dan bisnis. Kedaulatan hukum hanya ilusi.  Rezim Jokowi telah memperkosa hukum dengan hebat. Hukum untuk merekayasa kemenangan, hukum  menjadi sarana jabatan, membangun dinasti, menguras sumber daya alam, melindungi konglomerasi, menyandera teman, menghukum lawan, menutupi korupsi, memiskinkan rakyat, memperkaya diri, menjual kedaulatan negeri, serta mengokohkan penjajahan kaum oligarki.  Seperti masa lalu cara melawan penjajahan harus dilakukan dengan revolusi. Revolusi karakter, revolusi moral, revolusi sosial, revolusi hukum, revolusi politik maupun revolusi agama. Revolusi untuk mengembalikan ideologi sebagaimana yang dikehendaki oleh para pendiri bangsa.  Kini ideologi itu telah dipinggirkan dan dikorupsi oleh petinggi negeri keji. (*).

BUZZER GUNAWAN (BG)

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan Berita di berbagai media mengungkap pembelaaan Jenderal Pol Purn Budi Gunawan Menkopolkam atas rilis OCCRP yang menempatkan Joko Widodo sebagai finalis person terkorup dunia 2024. Ia menyatakan bahwa Presiden Jokowi adalah Warga Negara terbaik yang harus dijaga marwahnya. Jurnalis  Eddy Mulyadi menyebut Menkopolkam yang sebelumnya Kepala BIN ini telah terdegradasi marwah diri menjadi seorang Buzzer.  Buzzer Gunawan (BG) memang payah. Jokowi itu sekarang bukan Presiden kemudian tidak semua rakyat sepakat bahwa Jokowi adalah Warga Negara terbaik. Bahkan banyak yang setuju dan mendukung hasil dari investigasi OCCRP. Ketika menjilat menjadi budaya dan kepengecutan melanda pemimpin bangsa, maka rilis OCCRP menjadi angin penyegar dan penggoyah dari perbudakan.  Tidak ada hubungan dengan menjaga marwah Jokowi. Jika Presiden menjadi penindas, perampok, atau penjual negara, maka tidak ada marwah yang harus dijaga. Bukti bahwa Jokowi adalah Warga Negara terbaik atau terburuk mesti kita lihat pada pembuktian obyektif melalui jalur Pengadilan. Karenanya solusi uji Warga Negara Jokowi adalah tangkap, tahan dan adili. Di sana kita dapat melihat ia bermutu atau tidak. Bersih atau berlumuran lumpur. Buzzer Gunawan (BG) yang menjadi Buzzer Jokowi (BJ) telah lama diduga bahu membahu dalam kejahatan bersama melakukan penindasan, penggelapan, dan penghianatan politik yang menyengsarakan rakyat dan merusak demokrasi. Jokowi mengakui telah memata-matai partai politik atas input intelijen. BG adalah Kepala Badan Intelijen Negara. BG yang asal dekat dengan PDIP berpindah kubu ke Jokowi. Rilis OCCRP membuat Jokowi dan para buzzer kebakaran jenggot, panik dan berteriak-teriak. Kaget di luar dugaan bahwa borok Jokowi di bongkar di luar negeri. Tidak perlu meragukan kredibilitas dan peran OCCRP dalam membuka ketertutupan korupsi terorganisasi para pemimpin dunia. OCCRP membantu memuliakan transparansi dan menendang ambivalensi. Hasilnya Jokowi adalah koruptor yang harus ditindaklanjuti. Buzzer seperti Noel, Irma, dan BG berusaha menghadang serangan. Mencoba mengeksploitasi sentimen kebangsaan. Jaga marwah Presiden, katanya. Rakyat bilang..preet. Jokowi juga tidak pernah menjaga marwah rakyat, marwah DPR/MPR, marwah Pengadilan, marwah KPK, Kepolisian, maupun ulama dan tokoh agama. Semua direndahkan dan dihancurkan. BG, Tito, Listyo, dan Burhanuddin adalah orang-orang yang harus menjadi prioritas untuk diganti. Mereka bukan saja tidak berprestasi, tetapi juga menghambat dan berbahaya. Demi kebaikan untuk perubahan yang lebih cerah ke depan, maka Prabowo harus punya nyali. Berani untuk mengganti. Mulai dari ganti Kapolri! (*).

Tragis dan Sadis Lembaga Peradilan Seperti Vampir

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Vampir makhluk mitologi yang hidup dengan memakan darah kehidupan makhluk hidup lain, yang  gentayangan keluar dari kuburnya mencari mangsa\" \"Sebaliknya massa akan mulai membakar dan membunuh, ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena uang\" Organ hukum di Indonesia sudah  hancur lebur,  metamorfosa menjadi komoditas bisnis yang bisa diperdagangkan dengan harga yang bisa dinego. Bagi memilik modal seperti Oligarki (pencetak dan pengendali  uang) organ konstitusi hukum tidak hanya dibeli sebagian tetapi bisa diborong semua pelaksana hukum tanpa sisa. Cuap cuap bahwa hukum terminal akhir untuk mendapatkan keadilan, hanya omong kosong, karena ketok palu fonis di pengadilan akan mengayun sesuai pesanan yang telah disepakati bersama. Tidak heran jika tidak ada seorang pun saat ini masyarakat  yang benar-benar dapat memercayai hukum di Indonesia.  Gemuruh tuntutan hukum untuk Jokowi diadili, yang sudah terang benderang gendruwo pelanggaran hukum kekuasaan dengan dampak kerusakan dimana mana (menjual kedaulatan negara), masih tampak percaya diri,  bahkan seperti tanpa beban dan merasa berdosa mengelak telah membuat kejahatan. Ketika negara telah berlaku hukum rimba, wajar mantan penguasa memelihara  monyet monyet menyerupai Buser dan influenzer bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan untuk menggonggong dan menggigit kepada siapapun yang akan menghalangi kejahatannya. Dalam berbagai kesempatan Presiden Prabowo Subianto (PS) berjanji akan \"menyikat\" koruptor sekalipun sampai ke antartika. Dicibir hanya omon omon oleh masyarakat ketika PS apa salah alamat,  memburu koruptor ke antartika arahnya ke Solo, ternyata kompromi makan bersama dengan gembong korupsi. Isu korupsi dan menjual kedaulatan negara nempel pada Jokowi dan gerbongnya justru membuat kita mengernyitkan dahi, ternyata kasusnya membelit saling terkait dengan para pelaku  kekuasaan. \"Korupsi di Indonesia hampir tidak mungkin bisa di atasi karena beresiko membahayakan kekuasaan bahkan bisa  membunuh satu sama lain dengan jaringan yang sangat luas\". Hakim, Polisi , MA dan KPK semacam stempel pos untuk memutus perkara korupsi  di pengadilan harus sesuai alamat pos yang sudah di tempel di meja kerjanya. \"Tragis dan sadis benar bangsa ini, otoritas hak-hak kewargaannya terpenjara sistem yang buruk, yang tak bermodal kesalehan sosial, keadilan untuk tegaknya daulat rakyat, yang terjadi lembaga keadilan telah menjadi Vampir\" (*)

Menyibak Tabir Misteri Nusantara: Budak Angon dan Budak Janggotan (3)

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Kita coba cocokkan prediksi (ramalan) Prabu Siliwangi dengan kondisi saat ini, justru warga terdampak yang harus menanggung kesusahan dan kepedihan adalah masuk di wilayah (tlatah) kekuasaan Prabu Siliwangi saat itu. Di samping sedang menimpa di seluruh Nusantara. Waktu terus berganti digambarkan semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Kondisi ini melambangkan pemimpin yang tidak mau mengerti penderitaan rakyat. Memerintah tidak dengan hati tapi segala sesuatunya hanya mengandalkan akal pikiran/logika dan kepentingan pribadi ataupun kelompok sebagai berhalanya.  Sehingga yang terjadi digambarkan banyak muncul peristiwa di luar penalaran. Menjadikan orang-orang pintar hanya bisa omong alias pinter keblinger, seperti yang dikatakan oleh Prabu Siliwangi, sbb : Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger. ”Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omong­an, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Sudah pasti: bunga teratai hampa sebagian, bunga kapas kosong buahnya, buah pare banyak yang tidak masuk kukusan. Sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar keblinger.” Lalu dalam situasi dan kondisi tersebut yang tidak berbeda dengan saat ini kemudian muncul sosok orang yang dikatakan dalam naskah Wangsit Siliwangi sbb : Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditewak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun neangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.Sing waspada! Sabab engke arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongengkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; ming­kin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato! \"Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar keblinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan ke penjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan. Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa me­reka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.\" Sosok ”Pemuda Berjanggut” di atas adalah lambang laki-laki sejati yang sangat kuat prinsip dan akidahnya serta selalu eling (dilambangkan dengan baju serba hitam). Dan dia juga seorang yang tekun dan taat beribadah serta kuat dalam memegang ajaran leluhur (dilambangkan dengan menyanding sarung tua).  Digambarkan bahwa di tengah situasi negeri yang panas membara (carut marut) dimana manusia dipenuhi nafsu angkara, ”Pemuda Berjanggut” datang mengingatkan yang pada lupa untuk kembali eling. Namun tidak dianggap. Lalu pada alinea menjelang akhir dikatakan : \"Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engke, mun geus tembong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung. Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba, nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.” ”Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mu’jizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri.  Kapan waktunya? Nanti, saat munculnya Anak Gembala! Di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara.  \"Yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar, dipimpin oleh pemuda gendut. Sebabnya bertengkar?, memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.” Pemuda Gendut merupakan lambang orang yang rakus dan serakah serta memiliki kepentingan pribadi. Situasi tersebut di atas adalah gambaran apa yang terjadi sekarang ini. Kalau kita perhatikan dengan cermat alinea ini, saat ini seluruh rakyat sedang berharap-harap menunggu datangnya mu’jizat di tengah-tengah carut marut yang sedang berlangsung di negeri ini. Huru-hara terjadi di mana-mana. Dan akhir-akhir ini banyak sekali terjadi kasus perebutan tanah. Pengusiran rakyat pribumi, kekerasan aparat keamanan tidak melindungi rakyat malah ikut menyiksa rakyat. Dalam bait ini dikatakan bahwa penguasa tersebut akan tumbang pada saat munculnya “Budak Angon”. Dimana kemunculannya ditandai dengan banyak terjadi huru-hara yang bermula di daerah lalu meluas ke seluruh negeri. Dalam mengkaji Wangsit Siliwangi ini kita telah menemui lelakon atau pemeran utama yang dikatakan dengan istilah ”Budak Angon” (Anak Gembala) dan ”Budak Janggotan” (Pemuda Berjanggut). (Bersambung).

Menyibak Tabir Nusantara: Kerbau Bule dan  Monyet-Monyet (2)

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Menyambung tulisan; (1) tentang sosok Budak Angon tetap masih misteri - yang sudah muncul dan terjadi adalah Kerbau Bule dan Monyet Monyet, dikatakan oleh Prabu Siliwangi : \"Aya nu wani ngorehan terus terus, teu ngahiding ka panglarang, ngorehan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon, imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embe, lain meong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung rareang menta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.\" \"Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah anak gembala, rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan, bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah /kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah / kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.\" Dari bait di atas digambarkan bahwa sosok ”Budak Angon” adalah sosok yang misterius dan tersembunyi. Apa yang dilakukannya bukanlah seperti seorang penggembala pada umumnya, akan tetapi terus berjalan mencari hakekat jawaban dan mengumpulkan apa yang menurut orang lain dianggap sudah tidak berguna atau bermanfaat. Dalam hal ini dilambangkan dengan ranting daun kering dan tunggak pohon. Sehingga secara hakekat yang dimaksudkan semua itu sebenarnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan sejarah kejadian (asal-usul/sebab-musabab) termasuk karya-karya warisan leluhur seperti halnya yang kita baca ini. Karena kemajuan jaman oleh generasi saat ini catatan sejarah masa lalu dianggap sudah usang /kuno tidak berguna dan bermanfaat. Pada akhirnya  hakekat perjalanan panjang sejarah negeri ini dianggap seperti berputarnya roda Cokro Manggilingan (pengulangan perjalanan sejarah). Gambaran situasi jaman dalam naskah Wangsit Siliwangi diawali dengan lambang datangnya \"Kerbau Bule dan juga Monyet-monyet\" yang kemudian ganti menyerbu selepas Kerbau Bule pergi.  Ilustrasi ini melambangkan saat datangnya para penjajah yang berdatangan ke negeri ini, baik itu Portugis maupun Belanda. Dengan politik adu domba mereka maka terjadi peperangan antar saudara. Sejarah banyak yang hilang dan diputarbalikkan.  Sebagai perlambang dalam naskah Wangsit Siliwangi bahwa situasi carut marut yang terjadi akan ada yang menghentikan yaitu orang seberang, dengan peristiwa jatuhnya bom atom di Nagasaki dan Hiroshima Tertulis :  \"Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat. Ari di urang, Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu marentah cara nu edan, nu bingung tambah baringung, barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa, ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani saheng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipalengpeng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.” (Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi, sementara di sini. Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana sini. Lalu keturunan kita mengamuk, mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri,  yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. Seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi, ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang seberang.) Selanjutnya terdapat suatu masa yang digambarkan dengan munculnya seorang pemimpin negeri ini dengan gambaran sbb : ”Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja, raja anyar hésé apes ku rogahala” ( Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan raja dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan raja, penguasa baru susah dianiaya!) Siapakah sosok yang dimaksud dalam bait ini. Dia adalah Soekarno, Presiden RI pertama. Ibunda Soekarno adalah Ida Ayu Nyoman Rai seorang putri bangsawan Bali. Ayahnya seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo.  Wangsit Siliwangi diawali dengan lambang datangnya \"Kerbau Bule dan juga Monyet-monyet\" yang kemudian ganti menyerbu selepas Kerbau Bule pergi. Artinya Belanda pergi setelah Jepang datang. Prabu Siliwangi memerintah Kerajaan Pajajaran pada 1482–1521 M. Prabu Siliwangi  meninggal dunia , menghilangnya (Moksa) atau strategi politik, secara misterius pada tahun 1579. Namun dalam cerita rakyat Sunda, ada legenda yang menyebutkan bahwa ia menghilang atau berubah menjadi harimau putih Jepang datang tahun 1942 jauh sekali masa waktunya, Prabu Siliwangi sudah memberikan wangsit diawali dengan lambang datangnya \"Kerbau Bule dan juga Monyet-monyet\"  yang kemudian ganti menyerbu selepas Kerbau Bule pergi.  Budak Angon tetap masih menjadi misteri - kapan akan muncul, karena paska Sukarno, di ramalkan Prabu Siliwangi yang akan muncul Presiden yang tidak punya hati bahkan sikap dan prilakunya akan membawa kerusakan dan menyengsarakan rakyatnya.  (Bersambung).