ALL CATEGORY
Raja-rajaan di Negara Demokrasi: Ketika Petruk Dadi Ratu
Maka, segala cara untuk membatalkan Pemilu tepat waktu diupayakan, dan ini pelanggaran konstitusi serius. Demokrasi sedang dipertaruhkan oleh keinginan terlarang, oleh ambisi jadi raja-rajaan di negara demokrasi. Dan, itu moral hazard. 0leh Ady Amar - Kolumnis Menjadi raja-rajaan saat kanak-kanak dulu kala, itu jadi prestasi tersendiri. Menjadi raja, meski sekelas raja-rajaan, itu penuh kebanggaan. Kebanggaan yang disimpan hingga dewasa. Bagaimana tidak, ia terpilih memerankan seolah raja seutuhnya, yang melihat semua peran lain jadi kecil. Meski terkadang peran jadi raja itu muncul cuma sekali dua kali saja sepanjang episode kisah itu dibuat. Terpilih berperan jadi raja di antara para kawan yang lain, itu punya persyaratan yang mesti dipenuhi. Semacam kesepakatan yang disepakati diam-diam, yang kemudian jadi pakem untuk tidak dilanggar. Jadi kesepakatan baku yang mesti dipatuhi. Di mana yang memerankan sebagai raja adalah yang paling segala-galanya di antara mereka. Paling tampan, tinggi semampai, dan jika mungkin dengan intonasi suara tegas menggelegar. Sedang pintar dan sikap bijaksana, sepertinya belum jadi ukuran saat itu. Menjadi raja meski sesaat, itu jadi kebanggaan tersendiri. Dikenang di antara mereka, atau dikenang pribadi yang terpilih memerankannya. Terpilih bisa atas pilihan antarkawan, atau dipilih sutradara dadakan tujuh belas agustusan, yang mementaskan lakon dengan menyertakan raja dalam kisah yang disuguhkan. Peran raja, baik dipilih antarkawan atau oleh pengatur laku tetap memegang pakem, dipilih di antara mereka yang tampan dan punya intonasi suara tegas. Dalam lakon drama masa kanak-kanak dulu, pakem yang disepakati diam-diam itu tidak boleh dilanggar. Tidak boleh si cungkring dan berwajah tak elok diloloskan menjadi raja. Lakon jadi raja-rajaan tetap dituntut sempurna, meski ukurannya sebatas fisik. Raja menjadi simbol kesempurnaan. Tidak boleh ada yang menyamainya. Maka dandanan sang raja pun dibuat berjarak jauh dengan rakyat kebanyakan, apa pun profesi yang disandang. Peran menjadi raja-rajaan ini sekadar lakon sesaat, seperti juga lakon Petruk Dadi Ratu (Petruk Jadi Raja). Kisah Petruk Dadi Ratu itu masyhur dikisahkan dalam dunia pewayangan. Petruk Dadi Ratu itu membongkar pakem bahwa raja mesti sempurna, setidaknya sempurna fisiknya. Kisah Petruk Dadi Ratu memberi makna simbolik, yang mustahil kawula alit bisa memimpin, meski ia punya kemampuan memimpin, tapi tak sepantasnya jadi pemimpin. Tapi Petruk dalam kisah pewayangan itu mengobrak-abrik tatanan ketidakmungkinan menjadi mungkin, dan itu dengan \"merampas\" kekuasaan, meski hanya semalam. Ya, hanya semalam. Tak perlu Petruk ambil kesempatan berkuasa hingga 2 periode, dan itu 10 tahun. Itu jauh dari tabiat sikapnya. Apalagi sampai tamak ingin tambah lagi satu periode. Atau tetap ngotot jika tidak mungkin, keukeuh menawar tambahan jabatan dengan 2-3 tahun, dengan dalih ingin melanjutkan pembangunan yang belum tuntas dikerjakan disebabkan sebelumnya negeri terserang virus dari Wuhan, Tiongkok. Petruk Dadi Ratu bisa dilihat dari berbagai angle. Bisa dilihat dari kemustahilan kawula alit memimpin negeri yang disebut Mayapada, sampai munculnya pemberontakan para punakawan--Semar, Gareng, Petruk dan Bagong--yang lalu mendorong Petruk ambil kekuasaan dari tangan Arjuna, penguasa yang dilihatnya melenceng jauh dari yang semestinya. Setelah membereskan negeri dari sengkarut dan ketidakpastian, dan itu cuma butuh waktu semalam, ia kembalikan singgasana kekuasaan pada yang berhak sebagai raja. Dan, itu Arjuna. Petruk dan para punakawan lainnya kembali ke habitatnya sebagai pengabdi dan penghibur di istana. Kisah Petruk Dadi Ratu, ini memunculkan ketidakmungkinan menjadi mungkin. Dan yang lebih dahsyat lagi, Petruk tidak menghendaki kedudukan sebagai raja itu karena ambisi, dan karenanya ingin berkuasa selamanya. Tidak persis tahu mengapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) acap distigma sebagai \"Petruk Dadi Ratu\". Menyandingkan Jokowi dengan Petruk, itu sama sekali tidak nyambung, jauh api dari panggang. Artinya, bertolak belakang. Kecuali bentuk fisik dan sama-sama berangkat sebagai kawula alit, setidaknya dari partai yang mengambil jargon sebagai partai wong cilik. Sedang sifat lain antara Jokowi dan Petruk justru seperti berkebalikan. Petruk dalam kisah Petruk Dadi Ratu punya sifat bijak, yang tidak ingin ada ketidakberesan pemimpin dalam mengelola negara, dan karenanya ia tampil untuk meluruskannya. Memilih cukup semalam jadi Raja, setelah tugasnya selesai Petruk tahu diri bahwa bukan di situ maqam -nya. Sebagai punakawan tugasnya melayani lebih pada mengabdi, dan menghibur raja dan segenap penghuni istana. Tidak demikian dengan Jokowi yang memang mesti menjabat sebagai presiden selama 5 tahun, dan bisa dipilih lagi selanjutnya sekali lagi untuk masa 5 tahun berikutnya. Setelah itu mesti turun tahta. Demokrasi dipilih sebagai sistem, dan itu hasil rembugan founding fathers, bahwa jabatan sebagai presiden itu punya periodisasi yang disepakati, yang tertera dalam konstitusi. Moralnya mestinya berhenti, tidak memberi ruang untuk tawar-menawar menambah periode jabatannya, meski itu permintaan sebagian rakyat pendukungnya. Atau bahkan seluruh rakyat menghendaki agar ia memimpin lagi dan lagi, meski dengan mengubah konstitusi. Bukan menyerahkan semuanya pada keinginan rakyat, dan itu menabrak konstitusi. Suara-suara menambah periodisasi, atau setidaknya menambah beberapa tahun agar Jokowi terus berkuasa, setidaknya disuarakan relawan garis keras. Seperti tak ingin Jokowi menyudahi jabatannya di tahun 2024. Tidak cukup sampai di situ, muncul pula suara-suara yang meski sulit dikonfirmasi kebenarannya, bahwa Pemilu/Pilpres akan ditunda, tanpa menyebut ditunda sebab apa. Dan, itu menjadikan Jokowi tetap berkuasa. Maka, segala cara untuk membatalkan Pemilu tepat waktu diupayakan, dan ini pelanggaran konstitusi serius. Demokrasi sedang dipertaruhkan oleh keinginan terlarang, oleh ambisi jadi raja-rajaan di negara demokrasi. Dan, itu moral hazard. Menyandingkan Jokowi seolah Petruk dalam kisah Petruk Dadi Ratu sama sekali tak mengena. Bahkan sedikit pun keduanya tak bisa diserupakan. Petruk mencukupkan hanya semalam saja merasakan singgasana sebagai raja, dan itu karena kondisi memaksanya. Sedang Jokowi, mendapat privilage layaknya raja sungguhan, dan itu 10 tahun, tapi masih merasa kurang, dan ingin menambahnya. Memang sih menambah periodisasi, atau menambah 2-3 tahun lagi jabatannya, itu tidak keluar dari mulut Jokowi. Disuarakan para pendukungnya, dan Jokowi tampak enjoy , tanpa merasa risih dengan munculnya suara-suara itu, yang menghendaki seolah Jokowi jadi \"raja-rajaan\" di negara yang memilih sistem demokrasi. Ending dari kisah raja-rajaan dengan peran Jokowi, ini sulit diprediksi akan seperti apa. Tapi yang pasti, semua akan berakhir, dan itu tidak bisa ditawar-tawar.**
Jokowi Makin Nekad dan Membabi Buta
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEMUA pejuang perubahan harus lebih sensitif atas perkembangan dan fenomena politik licik yang sedang terjadi Aneis Baswedan (AB) dalam ancaman serius akan di patahkan ditengah jalan, dengan proses politik licik kudeta Moeldoko, dugaan kuat atas restu Presiden. Resiko kegaduhan yang mungkin akan terjadi semua sudah di antisipasi oleh rezim saat ini, dengan mentor para Taipan / Oligarki. Dalam konteks ini pendukung AB tidak boleh larut pada euforia pokoknya AB menang. Ketika serius posisi AB ada di ujung tanduk menghadapi begal politik yang sedang berjalan. Politik cawe cawe sangat nekad, pragmatis dan spesifik, asal menerjang dan kawan harus hancur. Pendukung AB lahir secara alami dan sangat kuat faktor ghiroh umat Islam yang merasakan rezim saat terus menggangu umat Islam. Tanpa menafikan pendukung AB melintas kekuatan antar agama, ras dan suku karena merasa sesak nafas hidup di alam kendali Jokowi yang lebih memanjakan para Taipan. Kekuatan AB cukup besar tetapi taktik dan strateginya belum menjadi kekuatan sergap melawan para begundal demokrasi. Sementara harus berpacu dengan waktu melawan politik rezim relatif rapi, terstruktur dan terukur dengan dukungan finansial yang melimpah. Relawan AB masih mencari bentuknya dalam komando yang terkonsolidasi belum memiliki kekuatan pemukul, yang riil bisa digerakkan setiap saat dalam kondisi sangat kritis. Mobilisasi sikap, pernyataan, emosi dan semangat relawan AB yang masih harus ada pemimpin kuat yang bisa mengkonsolidasikan menjadi kekutan yang terkonsolidasi dan bisa bergerak dengan taktis melawan kekuatan rezim ingin asal menang. Apabila AB terpental dari pencalonan akibat Partai Demokrat bisa dibajak dan dibegal, harus ada antisipasi dini dan rencana tindak yang riil. Reaksi pendukung AB tidak boleh hanya reaksional dan emosional tetapi harus memiliki kekuatan perlawanan riil (people power), dengan perhitungan yang rinci dan terukur. Perjuangan pendukung AB harus menjauhkan diri ego over confidence seolah tidak ada masalah degan pencapresan Anies, dan Anies dianggap akan menang dengan mudah. AB membutuhkan pembelaan nyata, tidak cukup dengan narasi argumentatif didunia fantasi, relawan harus turun kejalan, unjuk rasa dan unjuk gigi kekuatan, di pancarkan ke rezim licik yang akan menghalalkan segala cara untuk menang. Ancaman oligarki bukan hanya akan menyergap dan memangsa AB. Capres Prabowo Subianto (PS) pun akan di lalap dan di mangsa dengan cara lain. Politik kompromi PS dengan rezim tidak ada jaminan aman. Terlalu spekulasi dan dini ada pertengkaran antara Jokowi dan Megawati, dan Jokowi akan back up PS. Semua harus sadar mereka dari kolam yang sama dan kepentingan politik yang sama untuk memenangkan capres mereka. PS tidak hati hati akan kena tipu di detik-detik ahir. Alangkah idealnya PS dan AB atau PS dan AB, mau turun ego masing-masing bersatulah melawan kekuatan rezim Jokowi yang makin nekad dan membabi buta, terang benderang akan menghancurkan demokrasi berjalan dengan normal. Sayang ego partai lebih diutamakan dari pada kepentingan dan keselamatan negara. Apabila AB dan PS tetap berjuang sendiri sendiri kemungkinan sama sama akan hancur, sangat besar, bersatulah. *****
Para Pakar, Cendekia dan Ekonom Sepakat Indonesia Membutuhkan Orientasi Arah Baru Ekonomi (AB-NOMICS)
Jakarta, FNN - Para cendekia, guru besar, ekonom dan pakar sangat prihatin situasi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini. Mereka melakukan urun rembug bertukar informasi dan data dalam diskusi terbatas yang diinisasi Narasi Institute pada Jumat, 2 Juni 2023 secara daring. Urun rembug tersebut dihadiri oleh sejumlah cendekiawan nasional dan daerah seluruh Indonesia. Mereka adalah Prof Dr Didin S Damanhuri, Dr Awalil Rizky, Dr Fadhil Hasan, Faisal Basri, Dr Said Didu, Achmad Nur Hidayat, Dr. Aries muftie, Dr. Ryan Kiryanto, Prof Dr Nurhayati Djamas, Jilal Mardhani, Dr. M Abdul Malik, Dr. Sabriati Aziz, M. Hatta Taliwang, Prof. Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS, Dr. Mufidah Said SE MM, Prof Dr Prijono Tjiptoherijanto (Univesitas Indonesia), Prof. Dr Siti Chamamah, Prof. Dr. Muhammad Chirzin (UIN Kalijaga, Yogyakarta), Dr. Fuad Bawazier, Soetrisno Bachir, Dr. Mas Ahmad Daniri, Prof Dr Marzuki Dea (UNHAS), Dr. Ayus A. Yusuf (IAIN Nurjati Cirebon), Dr. Dede Juniardi (Universitas Kuningan), Dr. Fachru Novrian (UPN Veteran Jakarta). Dalam pertemuan yang berlangsung hampir 3 jam tersebut, Para akademisi dan para guru besar memiliki 6 poin saran kepada pengambil kebijakan (policy makers) di antaranya adalah: Pertama, Para pakar, cendekia dan ekonom bersepakat perlunya arah baru ekonomi Indonesia kedepan. Ekonomi yang lebih berpihak pada keadilan dan kesetaraan ekonomi. Kedua, Para pakar dan ekonom bersepakat untuk menjadikan ekonomi Indonesia lebih baik lagi untuk mampu mengejar ketertinggalan dan mencapai target ekonomi 4 besar dunia pada 2045. Karenanya diperlukan turn around policy dalam ekonomi Indonesia ke depan. Ketiga, Para pakar, cendekia dan ekonom bersepakat bahwa Presiden tidak boleh cawe-cawe dalam suksesi kepemimpinan 2024. Presiden harus menghindari low politics (politik rendah: mencampuri urusan suksesi dan parpol menjelang pemilu 2024) dan sebaiknya Presiden memastikan transisi kepemimpinan secara demokratis. Keempat, Para pakar, cendekia dan ekonom bersepakat perlu adanya pemberantasan korupsi yang lebih kongkret, karena korupsi saat ini telah benar benar menjadi masalah yang serius bagi Bangsa Indonesia saat ini. Kelima, Para pakar dan ekonom bersepakat bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga hukumlah yang harus ditempatkan sebagai panglima dan bukan politik sebagai panglima. Keenam, Para pakar, cendekia dan ekonom memandang diperlukan upaya untuk merekatkan kembali hubungan antara sesama warga bangsa, antara kelompok dan golongan untuk hidup rukun dan damai berdampingan. Selain itu, Para akademisi dan para guru besar mencatat masalah ekonomi saat ini. Ada lima dampak negatif model ekonomi saat ini di antaranya (1) Terjadinya Ketidakadilan/Ketimpangan Nyata. (2) Kebocoran dan Korupsi Yang semakin Besar (dulu 30 % saat ini sampai 57%) (3) Otonomi Daerah Yang Tidak Mensejahterakan Rakyat. (4) Ekosistem Politik Yang Menyuburkan Oligarki. (5) Struktur Tempayan (oligarki) Dalam Perekonomian Menuju Struktur Belah Ketupat (struktur yang lebih berkeadilan dan sejahtera). Para guru besar dan akademisi juga menyoroti ada tujuh dimensi yang perlu dilakukan Arah Baru Ekonomi (AB-Nomics) di antaranya adalah: Pertama, Menggeser Orientasi Pembangunan Yang Terlalu “GDP Oriented” ke “Arah Sustainable Growth” dengan menekan kepada kesetaraan dan keadilan ekonomi. Kedua, Arah Baru yang dimaksud adalah pencapaian GDP Sebagai Faktor Indikatif Harus Diikuti Untuk Mencapai Keberlanjutan Secara Ekonomi, Sosial dan Ekologi. Ketiga, Perlunya Reformasi Pengelolaan Fiskal dan Moneter Yang Terlalu Terkonsentrasi di Kementerian Keuangan dengan Melibatkan Peran BAPPENAS. Keempat, Orientasi Pembangunan Menuju Penguatan Agromaritim. Kelima, Mengembalikan Peran Vital KPK dan KPPU. Keenam, Indikator indikator Sukses Otonomi Daerah dan Perangkingan Daerah-Daerah Yang Sukses. Ketujuh, Revisi UU Politik Untuk mencegah penguasaan parpol oleh oligarkhi politik. Achmad Nur Hidayat selaku notulensi Urun Rembug tersebut mengatakan bahwa Komitmen para akademis bangsa tersebut memperbaiki kondisi bangsa sangat tinggi dan siap berdiskusi dengan siapapun untuk kemajuan ekonomi yang lebih baik. Achmad Nur Hidayat yang juga Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute mengatakan seluruh permasalahan bangsa yang diperbincangkan para guru besar dalam urun rembug tersebut sangat strategis. Dirinya berharap urun rembug seperti ini dapat dilakukan dalam serial diskusi lanjutan yang melibatkan banyak gagasan dan menjadi banyak perhatian publik. Publik perlu pencerahan dari para akademisi yang tegak lurus memperbaiki bangsa, insya allah seri diskusi Narasi Institute nanti akan sangat bermanfaat sebagai pertukaran gagasan dari otak-otak terbaik bangsa Indonesia sehingga Indonesia dapat keluar dari persoalan ekonomi saat ini. (*).
Hari Raya Waisak, 69 Napi di Jateng Memperoleh Remisi
Semarang, FNN - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Wilayah Jawa Tengah mencatat 69 narapidana beragama Buddha memperoleh pengurangan masa hukuman atau remisi khusus memeringati Hari Raya Waisak 2023.Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Wilayah Jawa Tengah Supriyanto dalam siaran pers di Semarang, Sabtu mengatakan, besaran pengurangan masa hukuman bervariasi antara 15 hari hingga dua bulan.Ia menuturkan tidak ada napi yang langsung bebas usai memperoleh remisi Waisak tersebut.Menurut dia, warga binaan yang memperoleh pengurangan masa hukuman tersebut sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan.\"Terdapat 65 napi tindak pidana narkoba dan 4 napi tindak pidana umum yang memperoleh remisi,\" katanya.Ia menjelaskan napi terbanyak yang memperoleh pengurangan masa hukuman berada di Lapas Permisan Nusakambangan, Cilacap, yang mencapai 15 orang.Pengurangan masa hukuman tersebut, lanjut dia, juga berdampak terhadap penghematan anggaran yang berasal dari biaya makan bagi warga binaan.Supriyanto menyebut penghematan anggaran atas pemberian remisi bagi napi beragama Buddha tersebut mencapai Rp50,1 juta.Hingga saat ini, Kemenkumham Wilayah Jawa Tengah mencatat 13.782 napi dan tahanan yang tersebar di 46 lapas dan rutan di berbagai wilayah di provinsi ini.(ida/ANTARA)
MK Diingatkan Agar Menolak Gugatan Soal Sistem Pemilu
Jakarta, FNN - Anggota DPR RI Luqman Hakim mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) agar menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) atau lebih spesifik mengenai sistem proporsional tertutup.Menurut Luqman, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, MK harus menolak gugatan tersebut karena mereka tidak berwenang menguji dan memutus hal tersebut.\"MK tidak berwenang menguji dan memutus sistem pemilu karena UUD NRI Tahun 1945 tidak mengatur sistem pemilu. Sistem pemilu merupakan open legal policy atau kebijakan hukum yang dimiliki lembaga pembentuk UU, yakni DPR dan presiden,\" ujar dia.Dengan demikian, setelah memahami secara utuh konstitusi negara Indonesia, yakni UUD NRI Tahun 1945, menurut Luqman, jika MK mengabulkan permohonan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, MK berarti telah bertindak di luar wewenangnya dan mengambil alih kekuasaan DPR serta presiden.Berikutnya, Luqman juga menyampaikan MK tidak berwenang membuat norma UU karena tidak memiliki mandat konstitusi untuk menjadi lembaga pembentuk UU.MK, kata dia, tidak berwenang mengabulkan permohonan yang berdampak pada terbentuknya norma baru sebuah UU. Itu di luar wewenang MK.\"UUD NRI Tahun 1945 memberi kuasa kepada DPR untuk memegang kekuasaan membentuk UU. Kewenangan MK menguji UU terhadap UUD, bukan membentuk UU,\" tegas dia.Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.Apabila uji materi UU Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka dikabulkan oleh MK, sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.Sejauh ini, terdapat beragam pendapat dalam menilai sistem mana yang dapat menjadi sistem terbaik dalam penyelenggaraan pemilu di Tanah Air. Ada sebagian pihak yang mendukung penerapan sistem proporsional terbuka. Ada pula yang mendukung sistem proporsional tertutup.(ida/ANTARA)
Parpol Menggaet Artis Menjadi Caleg Menunjukkan Kegagalan Kaderisasi
Bengkulu, FNN - Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr Panji Suminar menyebutkan fenomena partai politik yang merekrut artis menjadi calon legislatif untuk diusung menunjukkan ketidakmampuan parpol dalam program pengaderan. \"Meski tidak menafikan bahwa ada artis yang memiliki kapasitas menjadi politikus, namun yang terlihat banyak yang sebenarnya belum punya kapasitas. Dan mereka direkrut lebih kepada vote getter atau pengumpul suara,\" kata Panji Suminar di Bengkulu, Sabtu. Upaya partai politik menempatkan publik figur maupun artis dalam daftar calon legislatif mereka, hal itu lanjut Panji tentu sama saja dengan menunjukkan kader-kader yang dimiliki parpol tidak punya kemampuan sebagai pengumpul suara. \"Saya memandang ini menunjukkan ketidakmampuan kaderisasi partai untuk menciptakan kader yang bisa mempengaruhi atau yang bisa mengumpulkan suara banyak dan diakui oleh masyarakat perannya. Kalau ada kader yang terkenal seperti itu tentu parpol tidak memerlukan artis untuk diusung sebagai calon legislatif,\" kata Panji. Sebenarnya, lanjut dia partai politik juga tidak salah mementingkan upaya meraup suara sebanyak-banyaknya dengan merekrut sosok-sosok populer di masyarakat karena parpol \"dihantui\" oleh aturan ambang batas parlemen 4 persen yang harus dicapai dalam pemilu. \"Setiap partai itu dihantui oleh PT 4 persen, itu permasalahannya, maka pendekatannya dalam bentuk kuantitatif, tidak bisa meraup suara artinya kalah dalam pemilu, buang-buang waktu, upaya dan sumber daya kalau mereka tidak yakin lolos PT,\" ucap Panji Suminar. Sesuai regulasi, besaran ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) yaitu persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen yakni sebesar 4 persen. Ambang batas parlemen mulai diterapkan pada Pemilu 2009 dengan tujuan menciptakan sistem multipartai sederhana. Namun, kinerja ambang batas parlemen yang diterapkan dalam menyederhanakan parpol di parlemen turun naik. Pada Pemilu 2009 penerapan ambang batas parlemen dengan dasar hukum UU nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional. Ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5 persen pada Pemilu 2014, dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Dan pada Pemilu 2019, besaran ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 4 persen.(ida/ANTARA)
Pancasila, Hidup atau Mati?
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI, Ketua Umum BroNies PANCASILA terpaku membiarkan yang kaya menjadi kaya dan yang miskin semakin miskin. Pancasila tak berdaya melihat perampasan tanah dan penggusuran rakyat oleh pengusaha dan penguasa. Pancasila linglung membiarkan eksploitasi dan penindasan pada buruh tani dan nelayan. Pancasila salah tingkah, karena malu telanjang tanpa pakaian kemakmuran dan keadilan. Pancasila ditengah diskursus kapan hari lahirnya dan siapa yang mencetuskannya. Dalam pemaknaannya kadang menjadi pasar raya tafsir di satu sisi dan terus digugat kebermanfaatannya di lain sisi. Bagi rakyat, tak peduli soal siapa yang menemukannya, apapun pengertiannya, juga makna yang terkandung di dalamnya. Yang dipahami rakyat, bagaimana Pancasila menjadi petunjuk teknis dari penjabaran keinginan para \"the founding farents\" dan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Rakyat terlalu lelah dan jumud diajak bergumul tentang pemahaman filsafat historis dan filsafat materialisme dari Panca Sila. Mungkin juga rakyat tidak tahu dan masa bodoh dengan landasan ideologi ataupun dasar negara yang disematkan pada Panca Sila. Apalagi dengan istilah \"philosofishe grondslag\" yang terdengar asing dan aneh di telinga rakyat. Rakyat hanya ingin merasakan kehadiran Pancasila mampu menjawab problematika keseharian hidup rakyat. Tentang petani yang memiliki sawah sendiri dan mampu melakukan produksi pangan dengan maksimal. Tentang nelayan yang gagah berani dengan kapal penangkap ikan sendiri yang layak dan modern mampu mengarungi lautan untuk menggali kekayaan laut. Tentang buruh yang penghasilannya lebih dari cukup tanpa dibatasi upah minimum dari sistem industri. Semua tentang profesi mulia yang menjadi soko guru revolusi tersebut, mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarga juga bisa menopang kebutuhan rakyat keseluruhan. Petani, buruh dan nelayan yang sejahtera, yang oleh karena itu dapat menghidupi bangsa. Rakyat juga lebih berharap banyak pada Pancasila yang mampu membebaskan rakyat dari beban beratnya biaya pendidikan, mahalnya ongkos kesehatan dan juga sulitnya memiliki pekerjaan yang layak. Mendapat perlakuan hukum yang adil, terlindungi dari arogansi dan represi aparatur negara. Pancasila idealnya mampu mengatasi kemiskinan, kematian rakyat karena kelaparan dan tergilas oleh mesin pemilik modal. Pancasila yang bersahabat karena menghidupkan kesadaran kelas bukan jurang curam yang menganga pertentangan kelas dan memicu konflik. Pancasila yang menjadi sintesa dari dominasi dan hegemoni pertarungan sosialisme (komunisme) dan kapitalisme. Pancasila yang digali dari buminya Indonesia sebagai \"objective gegiven\" yang menjadi lumbung nasionalisme dan patriotisme. Kerinduan rakyat pada persamaan hak, kesetaraan sebagai warga negara serta sikap respek para penyelenggara negara. Keinginan dan harapan yang memuncak pada Kegelisahan mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan pada slogan atau jargon, bukan pada figura di dinding kantor pemerintahan dan sekolah atau perguruan tinggi, bukan pula pada sekedarnya status dan simbol negara yang susah payah disusun sebagai konsensus nasional. Bukan semata fokus pada pesan kebhinnekaan dan kemajemukan yang terkandung di dalamnya. Apalagi terpaku pada Panca Sila yang tekstual, artifisial dan semua yang hanya formalitas. Tapi Pancasila yang sejati dan hakiki itu, adalah Pancasila yang kuat bisa mencegah perampasan tanah dan penggusuran rakyat oleh pengusaha dan penguasa. Pancasila yang gigih melepaskan cengkeraman mafia dan oligarki yang bercokol dalam pemerintahan dan leluasa menentukan proses penyelenggaraan negara. Pancasila yang meniadakan bangsanya sendiri bersama bangsa asing sebagai penjajah (nekolim). Tak kalah pentingnya Pancasila yang mampu membebaskan rakyat, negara dan bangsa Indonesia dari berhala materialisme dan kembali menjunjung tinggi spiritualitas. Ya, Pancasila sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang dapat meluruskan jalan dan menjadikan keadilan. Dapatkah Pancasila seperti itu? Apakah mampu mengadakan Pancasila yang demikian? Sepatutnya bangsa Indonesia bergegas melakukan refleksi dan evaluasi Pancasila secara konseptual dan praksis. Jangan sampai tak tahu menjawab apakah Indonesia masih perlu Pancasila? Atau boleh jadi timbul pertanyaan, Pancasila, hidup atau mati? *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 2 Juni 2023/13 Dzulqa\'dah 1444 H.
Cawe Cawe Kuwi Mateni Dhewe, Pak Kowi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan KRITIKAN banyak orang kepada Presiden Jokowi yang terang-terangan akan ikut campur menentukan dan memperjuangkan kemenangan Capres tertentu tidak diindahkan. Sekurangnya dibiarkan. Populer dengan sebutan cawe-cawe. Sikap tidak akan netral itu dilakukan demi bangsa dan negara. Dalihnya. Presiden itu \"memiliki segalanya\" karena kekuasaan itu ada padanya. Mungkin, menurutnya \'negara adalah aku\'. Memimpin dan mengendalikan Kabinet. Tentara dan Polisi dibawah koordinasi. Atas nama koalisi mengatur Partai Politik. Begitu juga dengan mesin uang yang dapat diputar dan terus menghasilkan walaupun harus dengan berutang. Memang ada pengawasan tetapi prakteknya dapat diredam dan disandera. Para pengawas yang tidak dapat berbuat apa-apa. Kondisi politik negeri saat ini memang bernuansa sandera menyandera. Jokowi banyak menyandera dan tentu saja Jokowi pun tersandera. Hukum, uang, dan jabatan menjadi alat untuk sandera itu. Dengan segala yang dimiliki maka Presiden merasa siap untuk bercawe-cawe. Disorot sebagai intervensi tidak menjadi masalah. Tuduhan menghalalkan segala cara, masa bodoh. Baginya siapa Presiden pengganti menentukan hidup atau mati, kebebasan atau jeruji besi. Artinya masih menjadi pertanyaan apakah esok Jokowi masih berbaju putih atau berjaket oranye. Cawe-cawe itu wujud dari Presiden yang lupa diri, bingung sendiri atau ketakutan setengah mati. Sementara masa kekuasaan terus membatasi. Di tengah solusi yang tidak pasti belum ada yang bisa menjamin keamanan untuk nanti. Kepanikan itu yang membuat kalimat akan cawe-cawe dan tidak netral dalam pilihan Presiden nanti. Presiden yang cawe-cawe sama saja dengan seorang yang melangkah untuk melakukan hara kiri, bunuh diri demi alasan dewa matahari. Demi bangsa dan negara. Ketika Jokowi bukan penyembah matahari, maka cawe-cawe hanya bunuh diri atau mateni dewe. Tanpa alasan yang benar selain hanya untuk menyelamatkan diri. Sebelumnya Jokowi menyatakan tidak akan cawe-cawe Capres 2024, tapi tiba-tiba terang-terangan akan cawe-cawe untuk Capres. Kata pepatah Jawa ini artinya lapar. \"Kowe ngelih banget, po ? Nganthi mangan omonganmu dewe\"--Kamu lapar banget, sampai makan omonganmu sendiri. Berbohong itu karakter buruk meskipun sebagai hak. \"Ngapusi kui hakmu. Nek kewajibanku yo etok-etok ora ngerti yen mbok apusi\" --Berbohong itu hakmu, kewajibanku ya hanya pura-pura tak tahu kau bohongi. Sebenarnya harus disadari bahwa semangat rakyat untuk mendorong agar Presiden Jokowi segera mundur itu sangat tinggi. Jika cawe-cawe Capres itu dilakukan dan sebagai perbuatan tidak obyektif, benar sendiri, tidak adil dan sok kuasa maka itu bisa menjadi momentum untuk memperkuat desakan tersebut. Cawe-cawe adalah bunuh diri. Semakin nekad dan demonstratif cawe-cawe maka semakin cepat kejatuhan Pak Jokowi. Cawe-cawe itu bunuh diri. \"Cawe-cawe kui mateni dhewe, pak Kowi\". (*)
Jokowi Tidak Akan Netral dan Cawe-cawe, Prabowo, Erlangga, Muhaimin Akan ke Mana
Oleh : Laksma TNI Pur Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik DEMI kepentingan negara Presiden Jokowi akui tidak akan bersikap netral dalam pilpres 2024. Dia mengklaim langkah itu dilakukan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. “Saya harus cawe-cawe,” kata presiden ketika berbincang-bincang dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka, Senin 29 Mei 2023. “Lalu bagaimana saya cawe-cawe? Ya tidak usah diceritakan,” katanya sambil tertawa. Inilah sikap tegas Presiden Jokowi. Sikap ketidaknetralan tersebut ditunjukkan beliau di antaranya dengan mengendorse calon presiden yang dikehendakinya dan pertemuan dengan KKIR dan KIB atau Koalisi Besar. Sebaliknya Presiden Jokowi tidak pernah mengadakan pertemuan dengan kubu KPP. Bahasan saya kali ini tentang ketidaknetralan Presiden Jokowi, tapi bukan membahas benar tidaknya sikapnya itu. Mungkin ada yang berkata bahwa Presiden Jokowi arogan, melanggar konstitusi dan etika, saya tidak akan bicara dan membahas itu. Saya juga tidak sedang beropini dengan mengatakan bahwa presiden Jokowi bagaikan Fir\'aun yang tidak takut siapapun karena Darat, Laut, Udara dan Polisi semua dalam ganggaman, juga eksekutif, legislatif dan yudikatif semua dalam pengaruhnya. Tuhan juga tidak ditakutinya, dia tidak takut pada hari pembalasan kelak karena demi negara dan bangsa apapun akan dilakukanya, tidak!, Saya tidak akan mengatakan Presiden Jokowi seperti itu. Kalau ada orang lain bilang begitu biarlah, itu bukan urusan saya. Saya hanya ingin bicara berkaitan ucapan Presiden Jokowi tidak akan netral, dengan kemungkinan yang akan terjadi pada pemilu tahun 2024 nanti, terutama yang diendorse oleh Presiden Jokowi atau beliau. Saat ini 2 (dua) calon yang sudah memenuhi syarat ambang batas atau threshold yaitu Anies Rasyid Baswedan dan Ganjar Pranowo sebagai capres pada pemilu tahun 2024. Dari kedua calon tersebut jelas Anies bukalah calon yang dikehendaki beliau. Sejak Anies dideklarasi tidak ada perhatian Presiden Jokowi terhadap pencapresan Anies. Berbeda dengan Ganjar, begitu dideklarasikan langsung mendapat apresiasi dari beliau bahkan Ganjar mendapat kehormatan kembali ke Solo dengan pesawat kepresidenan bersama beliau. Sementara itu capres lainnya yaitu Prabowo Subianto, Erlangga Hartanto dan Muhaimin Islandar belum jelas kapan dideklarasikan oleh koalisinya yaitu KKIR untuk Gerindra dan PKB, kemudian KIR yang kini tinggal Golkar dan PAN atau Koalisi Besar (KB) gabungan KKIR dan KIR. Prabowo, Erlangga dan Muhaimin telah dideklarasi oleh partainya masing-masing untuk menjadi capres pada pemilu tahun 2024, namun tanpa berkoalisi mereka tidak bisa dicapreskan karena tidak memenuhi syarat ambang batas. Ketua Umum Gerindra, Prabowo sebagai capres yang paling potensial karena sering menempati urutan pertama dalam sejumlah survei menegaskan dirinya telah mendapat amanat dari partai untuk maju bertarung sebagai capres di Pilpres 2024. Hal itu disampaikan Prabowo usai namanya turut disinggung oleh Presiden Jokowi sebagai salah satu tokoh yang cocok mendampingi Ganjar Pranowo di Pemilu 2024. Dari pernyataan ini jelas bahwa Prabowo tidak berkenan dijadikan wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo, sedangkan oleh PDIP Ganjar dicalonkan sebagai presiden pula. Dengan demikian sangat kecil kemungkinannya Prabowo disandingkan sebagai wakil presiden dengan Ganjar. Apalagi bila di balik, Prabowo capresnya sedangkan Ganjar cawapres sangat tidak mungkin, PDIP adalah pemenang pemilu sebelumnya. Ada yang mengatakan Prabowo pasti mau jadi cawapres, pertimbangannya jadi menterinya saja mau yaitu Menteri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Maju. Anggapan ini keliru karena beda konteksnya. Tahun 2019 Prabowo telah kalah sebagai presiden pada Pemilu tahun 2019. Beda dengan sekarang, pemilu belum dilakukan. Ini artinya Prabowo telah menyerah kalah sebelum berperang. Hal ini sangat bertentangan dengan watak Prabowo yang berjiwa kesatria dan keperwiraan dalam kehidupannya. Dari koalisi yang telah terbentuk masih ada kemungkinan penambahan 2 calon presiden di samping Anies dan Ganjar. Kemungkinanya adalah Prabowo Subianto dan Erlangga Hartanto. Ganjar, Prabowo, Erlangga, Muhaimin semuanya telah menjadikan dirinya sebagai figur penerus Presiden Jokowi. Dengan demikian bila Anies Rasyid Baswedan mulus menjadi calon presiden maka ada 4 (empat) capres yaitu Anies diusung dari Kubu Perubahan untuk Persatuan dan 3 capres dari Kubu Bertahan yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga. Dengan demikian ada 2 kutub capres, 1 calon dari Kubu Perubahan untuk Persatuan dan ada 3 (tiga) calon Kubu Bertahan. Calon calon Presiden Kubu Bertahan yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga semuanya sama, menyatakan adalah figur penerus Presiden Jokowi. Narasi yang mereka keluarkan menyatakan Presiden Jokowi berhasil, sukses memimpin bangsa ini. Bahkan mereka masih mengharapkan arahan dan petunjuk Presiden Jokowi siapa capres dan cawapres mendatang, sehingga tidak heran kalau kemudian beliau menyatakan tidak akan bersikap netral dan akan cawe-cawe. Sikap Presiden Jokowi ini tentu akan membuat harap harap cemas bagi Prabowo, Erlangga, siapakah di antara mereka yang mendapat restu jadi capres nantinya? Juga Muhaimim, jika tidak jadi capres apakah jadi cawaprespun tidak?, lalu jadi apa?. Ganjar tidak kalah cemasnya, kepada siapa sebenarnya dukungan Presiden Jokowi dialamatkan? Walau Ganjar posisinya telah aman di bawah PDIP yang tidak perlu berkoalisi dengan siapapun, namun tetap saja perlu dukungan untuk memenangkan pemilu, termasuk dukungan dari sang presiden Jokowi. Di elit cemas, lain lagi di akar rumput, mereka tidak cemas tapi bingung, kepada siapa pilihan presiden ditujukan? Ada 3 calon duplikat Jokowi yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga, dari ketiga calon itu semuanya berambisi dan berpeluang maju jadi calon presiden dengan dukungan partai dan koalisi yang ada. Kebingungan di akar rumput adalah dari ke 3 calon tersebut mana duplikat yang asli atau KW1 dan KW2? Apakah Presiden Jokowi akan merekomendasikan Prabowo dan Erlangga sebagai calon presiden lainnya di samping Ganjar Pranowo? Tentunya hal ini akan membingungkan para pemilih yang berasal dari simpatisan Jokowi pada saat pencoblosan nanti. Suara mereka akan terpecah pada ketiga calon yang direkomendasi oleh Presiden Jokowi. Dihadapkan dengan kondisi ini maka ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu: 1. Apabila Anies mulus pencapresanya dari segala gangguan dan penjegalan akan ada 4 calon presiden, maka kondisi ini akan sangat menguntungkan Anies. Walau faktanya ada 4 calon, tapi sesungguhnya hanya ada 2 kubu, Kubu Perubahan pengusung Anies dan Kubu Bertahan pengusung 3 capres, suara Kubu Bertahan akan terpecah diketiga capres dari Kubu Bertahan yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga. Bila hal ini yang terjadi sangat mungkin Anies Rasyid Baswedan akan memenangkan Pemilu 2024 dengan mutlak hanya dengan 1 kali pukul atau 1 putaran saja. 2. Anies Rasyid Baswedan berhasil dijegal, sehingga tidak jadi calon presiden pada pemilu tahun 2024, maka hanya ada 3 calon presiden yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga. Bila keinginan Presiden Jokowi hanya 2 calon saja maka harus ada 1 lagi calon yang harus dijegal jadi capres. Itu bisa Probowo atau Erlangga. Untuk itu berhitunglah siapa diantara 2 calon tersebut yang dijegal atau dikorbankan? Bukankah Jokowi akan cawe cawe dan tidak akan netral?. Bila setuju dan membenarkan bahwa presiden boleh tidak netral dan boleh pula cawe cawe maka diamlah, terimalah dengan lapang dada apa yang akan dilakukan presiden Jokowi pada Prabowo atau Erlangga. 3. Jika sudah 2 capres yang maju dalam pemilu tahun 2024, maka kepada siapa simpatisan Jokowi akan digiring? Ke Ganjar atau 1 capres lain dari Koalisi Bertahan? Ganjar dan Jokowi sama sama petugas partai dari PDIP. Sebagai petugas ada hak dan kewajiban, beranikah Jokowi tidak berpihak kepada Ganjar? Bukankah Presiden Jokowi telah menyatakan tidak akan netral? Maka relakanlah bila Ganjar yang terpilih untuk diendors. Maka relakan pula capres capres dari Koalisi Besar yaitu Prabowo dan Airlangga serta Muhaimi akhirnya hanya sebagai korban atau tumbal untuk sahnya Pemilu tahun 2024. Demi kepentingan negara Presiden Jokowi akui tidak akan bersikap netral dalam pilpres 2024, “Saya harus cawe-cawe,” katanya. Siapa saja dapat saja bicara atas kepentingan negara, para koruptor atau para mantan menteri yang saat ini meringkuk dipenjara atau yang telah lepas dari penjara mereka juga pernah berkata untuk kepentingan negara dan mereka juga telah disumpah bekerja untuk kepentingan negara, tapi siapapun bisa menilai benarkah yang mereka lalukan itu untuk kepentingan negara? Akan sikap Presiden Jokowi ini, Nasdem PKS Demokrat juga bersikap, mereka melawan dengan segala resikonya, mereka mendeklarasikan Anies sebagai capres. Bagaimana dengan Prabowo, Airlangga dan Muhaimin? Mereka orang hebat dan luar biasa, mereka ketua partai besar, apabila mereka mau diposisikan sebagai pengikut, sebagai calon pengganti atau calon pendamping itu sepenuhnya urusan mereka. Hidup ini memang pilihan, jika Prabowo, Erlangga mau jadi pengikut merapatlah ke Ganjar Pranowo, namun disana bukan sebagai King Maker karena Ganjar adalah petugas partai PDIP, dan tidak bisa ikut ikutan mengatakan Ganjar adalah juga petugas partai Gerindra, Golkar atau PKB. Namun ada pilihan lain, Anies bukan siapa siapa, dia bukan petugas partai manapun. Jika ingin menjadi King Maker sebagaimana halnya dengan partai Nesdem, PKS dan Demokrat, bergabunglah ke KPP. Yakinlah di KPP akan menghadapi topan bandai karena disana bukan rumput yang dapat diinjak injak, tapi mereka adalah cemara tinggi menjulang ke langit yang mereka hadapi topan dan badai. Malang, Jumat 2 Juni 20023
Elon Musk Kembali Menjadi Orang Terkaya di Dunia
Ankara, FNN - Elon Musk, CEO Tesla, SpaceX dan Twitter kembali mendapatkan status orang terkaya di dunia menurut angka Bloomberg Billionaires Index pada Kamis.Kekayaan Musk melonjak 40,3 persen tahun ini menjadi 192 miliar dolar AS (sekitar Rp2,84 kuadriliun), berkat nilai saham Tesla yang naik 24 persen pada Mei. Musk merebut posisi bos merek fesyen mewah Prancis Louis Vuitton LVMH, Bernard Arnault, yang kini berada di posisi kedua.Pada Desember 2022, Arnault sempat menggeser Musk dan menjadi orang terkaya di dunia. Namun, posisi Arnault kini tergeser lagi oleh Musk dan berada di peringkat kedua dengan kekayaan bersih sebesar 187 miliar dolar AS (Rp2,77 kuadriliun).Musk, 51 tahun, memiliki hampir 14 persen saham Tesla dan lebih dari 40 persen saham SpaceX, sementara Arnault memiliki sekitar 60 persen LVMH Moet Hennessy Louis Vuitton.Pendiri Amazon Jeff Bezos, 59 tahun, berada di posisi ketiga dengan kekayaan 144 miliar dolar AS (Rp2,13 kuadriliun).Lonjakan kekayaan Musk itu dirilis setelah kunjungan pentingnya ke China yang berakhir pada Kamis.Jet pribadinya lepas landas dari bandara Hongqiao Shanghai pagi ini menuju Austin, Texas, tempat kantor pusat global Tesla berada.Dalam kunjungan dua hari ke China, miliarder AS itu bertemu dengan Menteri Luar Negeri, Perdagangan, dan Industri China untuk membahas perkembangan Tesla.Musk, yang terbang ke Beijing untuk kunjungan pertamanya sejak 2020, juga bertemu dengan pemasok baterai utama Contemporary Amperex Technology, dan mengunjungi pabrik Tesla di Shanghai.Kunjungan tersebut dilakukan menyusul meningkatnya persaingan yang saat ini dihadapi Tesla dengan kendaraan listrik buatan China. Sejumlah laporan menyebut bahwa kondisi itu menyebabkan ketidakpastian terkait rencana ekspansi Tesla di Shanghai.\"(Kementerian Industri China Jin Zhuanglong dan Musk) bertukar pandangan tentang pengembangan kendaraan energi baru dan jaringan cerdas,\" kata Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi di situs webnya.Dia juga membahas pengembangan Tesla di China dan kendaraan \"jaringan cerdas\" dengan Menteri Perdagangan Wang Wentao.Musk, yang mengunjungi China setelah tiga tahun, lebih banyak menghindari sorotan media, kecuali untuk beberapa sesi foto dan pernyataan resmi tentang pertemuannya dengan para menteri China.Namun, pemilik Twitter itu belum membuat pernyataan publik tentang pertemuannya dengan sejumlah pejabat China.Foto-foto kunjungannya ke pabrik perusahaannya di Shanghai pada Rabu malam tampak memperlihatkan Musk yang sedang memegang tanda \"Giga Shanghai\", diapit oleh ratusan staf termasuk kepala manufaktur global Tom Zhu.(sof/ANTARA)