ALL CATEGORY
Sambil Terbaring Sakit, Try Sutrisno Beri Amanah ke Ketua DPD RI untuk Perjuangkan Konstitusi
Jakarta, FNN - Meski sedang terbaring sakit di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, kepedulian Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, terhadap konstitusi tidak pernah surut. Buktinya, ia tetap memberikan amanah untuk memperjuangkan pembenahan konstitusi kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang menjenguknya, Selasa (27/12/2022). LaNyalla hadir didampingi aktivis dan pegiat konstitusi dr. Zukifli Ekomei. \"Saya tekankan untuk terus berjuang memperbaiki Konstitusi kita, untuk kesejahteraan bangsa ini,\" ujar Try Sutrisno. Sementara LaNyalla berharap dan berdoa agar Try Sutrisno segera pulih dan senantiasa diberikan kesehatan. Sehingga bisa berjuang bersama kembali memperbaiki Konstitusi dengan mengembalikan ke UUD 1945 naskah asli yang kemudian disempurnakan dengan addendum. \"Terpenting saya pribadi dan keluarga besar DPD RI berdoa supaya Pak Try diberikan kesehatan. Sebagai tokoh bangsa, pemikiran dan gagasan beliau masih sangat diperlukan oleh bangsa ini. Terutama dalam meluruskan Konstitusi sesuai rumusan pendiri bangsa,\" papar dia. LaNyalla juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendoakan Try Sutrisno. \"Mari semua doakan Pak Try segera pulih dan bisa kembali bersama kita, menjalani aktivitas perjuangan bersama,\" ucapnya. Usai menjenguk Try Sutrisno, LaNyalla kembali ke Jawa Timur untuk melanjutkan agenda reses.(sws)
Proporsional Tertutup? Distrik Saja
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETUA KPU Hasyim Asy\'ari menyatakan kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Jika gugatan terhadap sistem proporsional terbuka dikabulkan oleh MK. Menurut Hasyim dahulu yang mengubah proporsional tertutup menjadi terbuka adalah MK, maka kini yang berhak menutup kembali harus MK. Kegalauan mengenai sistem proporsional tertutup atau terbuka harus dijawab bukan dengan bolak balik seperti setrikaan. Jika sudah memahami bahwa sistem proporsional itu tidak demokratis, maka harus diubah menjadi sistem distrik. Telah terbukti banyak kelemahan pada sistem proporsional baik terbuka maupun tertutup. Pertama, dengan sistem Pemilu proporsional tertutup maka partai menjadi penentu. Kader atau figur hanya menjadi pajangan. Vote getter muncul untuk mendulang suara dengan cara menipu pemilih. Pada proporsional terbuka yang terjadi adalah ambivalensi. Pura-pura memilih orang, prakteknya tetap Partai dominan. Pertarungan internal tidak sehat antar kader sangat dimungkinkan. Kedua, sistem Pemilu proporsional menyebabkan muncul kedaulatan Fraksi di lembaga legislatif. Peran personal anggota Dewan dibatasi bahkan dikendalikan. Karenanya sistem ini sulit atau minim menghasilkan anggota Dewan yang berkualitas dan kritis. Patuh pada arahan Fraksi adalah jalan aman. Ketiga, berlaku Hak Recall (penarikan/penggantian) terutama pada proporsional tertutup. Partai dapat menarik anggota Dewan yang berseberangan dengan kebijakan Fraksi atau Partai. Pada proporsional terbuka pola penggantian disiasati dengan pemecatan terlebih dahulu. Sistem ini memunculkan anggota Dewan yang penakut. Anggota yang senantiasa merasa terancam dan tersandera. Keempat, membangun otoritarian. Anggota Dewan tergantung Fraksi dan Fraksi tergantung kemauan Partai. Sulit dipungkiri bahwa kebijakan Partai sangat tergantung pada peran dan keputusan Ketua Umum. Jadi sistem ini secara tak sadar turut andil dalam menciptakan kepemimpinan yang bersifat otoriter. Kelima, budaya membayar \"mahar\" tumbuh subur. Kader harus berikhtiar masuk dalam nomor bagus dalam urutan yang diajukan. Rakyat disodori bacaan bahwa nomor urut kecil adalah unggulan Partai. Untuk mendapat nomor bagus itulah \"mahar\" diiperlukan. Nah keburukan sistem proporsional baik terbuka maupun tertutup harus dijawab dengan sistem Pemilu Distrik. Sistem distrik dipastikan lebih demokratis karena rakyat betul betul memilih wakilnya secara personal. Memilih langsung orang yang ditawarkan oleh Partai dalam kompetisi dengan figur dari Partai lain dalam satu distrik. Peluang besar untuk menghasilkan wakil rakyat yang lebih kualitatif dan representatif. Tidak ada dominasi Partai melalui Fraksi di Parlemen. Peran politik dari wakil rakyat lebih menonjol. Lebih bebas untuk menyuarakan atau memperjuangkan aspirasi rakyat. Sistem distrik berkonsekuensi pada terjadinya penyederhanaan Partai Politik secara alami. Dua atau tiga Partai dapat mengajukan satu calon kuat untuk berkompetisi. Pilihan apakah sistem proporsional tertutup, proporsional terbuka atau sistem distrik tentu tergantung pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Gugatan MK harus dijadikan mekanisme untuk menguji kelayakan suatu produk hukum. Bahan untuk menentukan pilihan. Wacana tentang penerapan kembali sistem proporsional tertutup adalah suatu kemunduran. Jika ingin maju maka pilihannya adalah Pemilu dengan Sistem Distrik. Bandung, 30 Desember 2022
Partai Ummat Menang
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan PENGUMUMAN resmi KPU tanggal yang menetapkan 17 Partai Politik lolos sebagai peserta Pemilu tahun 2024 mendapat protes bahkan gugatan. Salah satunya adalah Partai Ummat yang segera melaporkan KPU kepada Bawaslu karena tidak meloloskannya. Bawaslu memfasilitasi mediasi dan para pihak sepakat melakukan verifikasi ulang baik administrasi maupun faktual di dua Propinsi yaitu Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Setelah di lakukan verifikasi maka Partai Ummat dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu tahun 2024. Keberhasilan ini menunjukkan Partai Ummat berhasil mewujudkan moto perjuangannya \"Melawan Kezaliman, Menegakkan Keadilan\". Ketidaklolosan Partai Ummat diduga akibat dari penjegalan yang melibatkan KPU. Dugaan kuat ini cukup ramai diangkat dalam berbagai media. Lolosnya Partai Ummat adalah kemenangan moral dan politis. Bahkan hukum. Secara moral nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan berhasil mengalahkan kezaliman dan rekayasa. Misi buruk menghalalkan segala cara telah gagal. Revolusi moral Amien Rais mengalahkan revolusi mental Jokowi. Hijrah yang berhasil. Secara politis, Istana yang berusaha menyingkirkan Partai Ummat dikalahkan oleh perjuangan \"oposisi\". KPU yang tidak netral dan menjadi kepanjangan kepentingan politik Istana bertambah babak belur. Demikian juga \"perseteruan\" dengan PAN yang \"dilindungi\" Istana dimenangkan oleh Partai Ummat. Secara hukum adanya verifikasi ulang merupakan \"fact finding\" atau pembuktian hukum. Partai Ummat mampu membuktikan gugatannya. Penyalahgunaan kekuasaan yang telah dilakukan KPU ternyata terbukti. Keputusan KPU illegal. Kemenangan Partai Ummat menjadi modal moral, politik dan hukum bukan semata bagi Partai Ummat sendiri tetapi juga bagi umat dan rakyat yang selama ini menjadi sasaran dari penzaliman dan ketidakadilan rezim. Perlawanan politik ke depan akan semakin seru. Jokowi yang sudah berat menghadapi Habib Riziek Shihab dan Anies Baswedan kini harus berhadapan dengan Amien Rais yang sukses meloloskan Partai Ummat. Belum lagi menepis sorangan kritis dari figur seperti Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo atau lainnya. Ke depan potensial pula Surya Paloh dan Megawati yang kini terus mengasah dan menajamkan konflik kepentingan. Untuk tahap ini, kita ucapkan selamat dan sukses Partai Ummat, mabruk Pak Amien Rais. Tahun 2023 dan 2024 adalah tahun eskalasi politik dan pertarungan. Kebenaran, kejujuran dan keadilan harus menang. Harus menang. Bandung, 29 Desember 2022
PBNU Tak Mau Terlibat Politik Praktis Lagi, Bisa Dimulai Dengan Batalkan Membangun Kantor di IKN
Jakarta, FNN - Berbicara tentang politik dalam negeri, Ketua PBNU, Yahya Cholil Staquf, kemarin mengeluarkan pernyataan bahwa NU tidak akan lagi terlibat dalam politik praktis. Pernyataan ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan masa depan politik Islam di Indonesia. Kita bisa membandingkan antara NU dengan Muhammadiyah sebagai sama-sama organisasi Islam terbesar dan sebenarnya juga punya sayap politik, meskipun tidak secara resmi. Rocky Gerung dan Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, membahas hal tersebut dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Kamis (29/12/22). “Itu poin yang penting, tetapi kadang kala poin penting itu sekadar dibaca oleh publik sebagai reaksi saja, karena ada hiruk pikuk semua partai ingin dapat suara di Jawa Timur yang adalah basis NU lalu merasa bahwa NU potensial untuk menyumbang suara,” ujar Rocky gerung menanggapi pernyataan ketua PBNU. Menurut Rocky, kalau ketua menerangkan lebih detail bahwa ini dia ucapkan terutama buat capres-capres yang sedang mengincar NU maka lebih jelas. Kalau hanya sekadar mengatakan bahwa NU tidak akan berpolitik prkatis, orang akan anggap apa pointnya. Mestinya Pak Yahya mengucapkan agar capres-capres tidak membujuk-bujuk NU, tidak usah cari suara di pesantren-pesantren. Itu baru ada mutunya. Walaupun kita tahu bahwa banyak tokoh-tokoh NU yang sudah terlibat politik dan sudah merasa nyaman dengan NU yang berpolitik. Tetapi, sambung Rocky, NU adalah masyarakat sipil yang jauh lebih besar dari politik. NU jauh lebih panjang sejarahnya dari NKRI bahkan. NU moralnya ditanam dari awal oleh tokoh-tokoh yang bermutu dan kita selalu ingat bagaimana setiap Muktamar NU dari zaman Orde Baru pasti ada titipan istana, dan NU berupaya untuk tetap netral kendati harus mendayung di antara tujuh karang. “Jadi tetap, suasana politisasi NU itu akan terus berlangsung dan ini yang saya kira tonggak baru kalau Pak Yahya ucapkan itu,” ujar Rocky. Artinya, menurut Rocky, dia ingin supaya NU betul-betul tumbuh sebagai pengasuh demokrasi, bukan pemain politik. Itu kira-kira. Sekaligus sebetulnya ini yang masuk akal karena sekarang kan dianggap oleh Pak Jokowi mengatakan berhenti politik identitas. Tetapi, NU adalah identitas sehingga tidak ada soal NU dengan identitas keislaman. Tentu tidak bisa dipaksa NU tidak memilih seseorang, tapi sebagai lembaga dia mesti memberi tahu bahwa dia tidak terlibat dalam politik, supaya orang berhenti untuk mengucapkan bahwa NU berpihak pada capres tertentu. “Jadi, sebetulnya, inti yang penting dari Pak Yahya ucapkan dengan lebih tegas supaya NU silakan anggotanya, tetapi jangan sekali-kali kasih sinyal, entah itu lambang atau ras, supaya betul-betul NU diterima sebagai perekat bangsa,” tegas Rocky. Diakui oleh Pak Yahya bahwa tidak mudah menarik NU keluar dari politik karena sejarahnya NU pernah menjadi partai politik tersendiri pada tahun 1952. Kemudian pada pemilu 1955 mereka menjadi kontestan politik sendiri bersaing dengan Masyumi. Saat itu, NU menjadi partai politik masuk 4 besar. Menurut Rocky, memang ada sejarah pada waktu itu NU berupaya untuk menghadirkan identitas habis-habisan. Karena NU merasa mampu untuk bahkan boleh dikatakan bertanding dengan Muhammadiyah, dari situ kemudian ada semacam persaingan diam-diam. Muhammadiyah pun akhirnya tumbuh sebagai organisasi massa yang kita kenal, ada Universitas Muhammadiyah, sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tersebar, dan sekarang ada 200 Perguruan Tinggi Muhammadiyah. “Itu petanda bahwa Muhammadiyah mampu menetapkan diri sebagai lembaga masyarakat sipil yang berbasis Islam, tetapi dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Rocky. Itulah yang menyebabkan orang melihat ada kemoderenan di dalam Muhammadiyah. NU tetap dianggap sebagai pendidikan pesantren dengan tema tradisional. Tetapi, NU juga mulai membuat universitas, rumah sakit, dan segala macam. “Jadi, kita lihat dua perkembangan dari masyarakat sipil muslim yang besar, NU dan Muhammadiyah, yang kalau digabung dia bisa memerintah Indonesia seumur hidup,” ujar Rocky. “Jadi, sebetulnya, potensi bangsa ini untuk menumbuhkan harapan itu besar sekali, kecuali kemudian harapan itu diasuransikan pada 2 - 3 tokoh politik saja karena ada sumbangan amplop-amplop berkeliaran. Jadi boleh saja berpolitik, tapi dengan nilai, bukan dengan politik praktis seperti sekarang ini,” tegas Rocky. Jadi, tambah Rocky, yang dimaksud oleh Pak Yahya adalah berpolitik etis, berpolitik nilai. Itu fungsi dari NU, bukan berpolitik praktis yang intinya adalah pragmatis. Bagaimana Anda melihat masa depan politik Islam di Indonesia yang kalau kita lihat trennya dari Pemilu ke Pemilu terus menurun? Menjawab pertanyaan tersebut, Rocky mengatakan bahwa itu gejala disebut sebagai profesionalisasi dalam politik. Sekarang orang mau melihat ide apa, bukan kelompok mana sebagai pendukung. Tetapi, ide itu tumbuh atau tidak di NU dan Muhammadiyah tentang masyarakat Indonesia 2045. Demikian juga ide tentang green economy, tumbuh atau tidak. Kalau NU pro penyelamatan lingkungan, kenapa menghalangi green peace pergi ke G20? “Jadi, hal-hal seperti itu yang menurut saya mesti Gus Yahya rapikan, supaya ada satu pengertian bahwa NU mengerti masa depan dan karena itu tidak akan mengganggu masa depan yang harusnya hijau,” ujar Rocky. Lalu apakah NU pro IKN? Menurut Rocky, itu hal yang mesti dijawab. Karena kalau kita mau jujur mengatakan bahwa NU akan tumbuh sebagai masyarakat sipil mestinya anti IKN karena IKN itu merusak lingkungan, memboroskan anggaran, dan segala macam. Muhammadiyah lebih tegas dalam soal itu, sedangkan NU malah akan membangun kantor di IKN. Pak Yahya nanti akan ditagih lebih banyak supaya sinyal politik Islam itu, baik Muhammadiyah maupun NU, tetap ada, tetapi dalam perspektif yang basisnya adalah nilai. (sof)
Ulama (Seolah) Ban Serep
Oleh Ady Amar - Kolumnis BAN serep memang dibutuhkan. Tanpanya pastilah kesulitan yang didapat. Ban serep dibutuhkan saat sedang dibutuhkan. Jika tak dibutuhkan, ban serep cuma nongkrong saja di tempatnya. Melihat saja \"kawan\" lainnya, empat ban dalam roda, yang bekerja keras mengantar sang tuan ke mana pun ia berkehendak. Ban serep serasa dicueki. Tak pernah barang sekalipun ditengok. Tempatnya pun disembunyikan, agar tak terlihat mata memandang. Adanya seperti tak adanya, sama saja. Kasihan nasibnya. Tapi pada saatnya, saat dibutuhkan, ban serep tampak sumringah, dan tak mempermasalahkan perlakuan terhadapnya. Sikapnya tulus ikhlas, tak mengundat-undat apa yang sebelum ini dialaminya, yang sebelumnya tak pernah disapa. Kapan saat ban serep itu dibutuhkan, ia dipuja-puja bagaikan pahlawan. Puji sang juragan, bahwa tanpanya mobil tak mungkin bisa dilajukan. Dan, ia akan terlambat sampai tujuan. Rasa kesyukuran lalu muncul, dan mobil pun melaju kencang. Saat itu ia tak lagi disebut ban serep. Kehadirannya sungguh dibutuhkan. Puja-puji terus dimunculkan, tak merasa sungkan sekian lama diabaikan. Ban serep mengingatkan pada ulama. Ya, ulama. Memang serasa tak pantas, dan bahkan bisa dikonotasikan jahat menyerupakan ban serep dengan ulama. Menyerupakan itu tentu tidak dimaksudkan menghinanya. Siapa yang berani menghina pewaris para Nabi itu, warisatul anbiya. Itu jika tidak ingin Tuhan murka karenanya. Tidak, sama sekali tak bermaksud menghina. Sekadar menyerupakan, itu tentu tidak sama dengan menyamakan ulama dengan ban serep. Ulama, bisa pula disebut kiai atau ustadz, atau bahkan tuan guru. Itu tentang seseorang yang punya kapasitas ilmu agama memadai. Tidak semua ulama bisa \"diserupakan\" ban serep. Justru lebih pada ulama yang punya basis massa tidak kecil yang bisa diserupakan dengan ban serep. Dibutuhkan saat dibutuhkan. Segala cara dilakukan untuk mendekati, sowan menjadi satu keharusan. Ulama diserupakan ban serep, itu seperti jadi keharusan didekati menjelang hajat pesta demokrasi. Pesta demokrasi lima tahunan. Dari mulai kepala desa sampai kepala pemerintahan (presiden), semua menjadikan ulama bagai ban serep untuk melaju, sebuah ikhtiar bisa terpilih. Maka, memakai jasa ban serep (ulama) menjadi keharusan. Saat-saat ini ulama ban serep mulai didatangi berbagai calon peserta pemilu. Semua minta restu-pangestu, dan karenanya doa-doa dilantunkan untuk kemenangan calon yang mendatanginya. Ulama ban serep memang baik hati, tak pendendam, meski sekian lama tak pernah disapa apalagi ditengok. Dilepas begitu saja saat hajatan sudah selesai. Dan didatangi lagi saat dibutuhkan. Tamu tak boleh ditolak kedatangannya, itu adagium yang dipakai. Maka, nyaris tak pernah terdengar ulama menolak kedatangan tamu, apalagi pada pejabat yang datang untuk mendapat semacam jampi-jampi doa. Pantang pula ditolak jika sang tamu, karena sudah menerima doa yang sebagaimana dihajatkan, itu memberi amplop sekadarnya--biasa dikenal dalam terminologi pesantren sebagai bisyaroh --walau itu bukan semata yang diharapkan. Tapi kalau tidak ada bisyaroh yang diberikan, ya itu kebangetan. Amplop itu pun bisa diibaratkan dengan membesihkan ban serep dilap dari debu yang menempel, karena sekian waktu tak disentuh, tak diperlukan. Memaknai itu sekadar lip service yang seperti jadi keharusan, meski bukan keharusan. Satu hal lagi. Biasa jika akan bertamu pada ulama tertenu perlu diutus dulu hulubalang, yang juga orang yang dianggap kenal dekat dengan ulama yang dituju. Kira-kira nantinya penerimaannya bagaimana. Ada pula yang disatukan sekaligus sekian ulama di satu titik. Dan sang pejabat cukup mendatangi tempat itu, maka sekian ulama bisa dirangkulnya. Seperti biasanya, adegan puja-puji satu per satu ulama yang ada di hadapannya itu sebagai kawan lama. Nama-nama mereka satu-per satu disebutnya, meski mengingat nama-nama itu bukanlah perkara mudah. Lalu sang pejabat bercerita tentang tugasnya yang amat berat, sehingga tak bisa sering berjumpa. Dan saat ini karena ada waktu sedikit, sambungnya, kita bisa dipertemukan. Setelah itu dengan sedikit mencari celah menunggu momen yang pas di antara sambutannya, ia sampaikan hajatnya yang akan maju sebagai Capres/Cawapres, atau apa pun jabatan yang dikehendaki. Meminta doa dan pangestu. Lalu satu ulama yang dituakan di situ yang disebut kiai utama mendoakan dengan doa super-doa khusus, dan yang lain cukup mengaminkan. Upacara doa selesai, dan lanjut seperti biasanya makan-makan bersama, sambil sesekali derai tawa muncul di tengah hidangan yang disediakan. Layaknya keakraban kawan lama yang dipertemukan kembali. Tapi ada juga pejabat, yang santer kabarnya akan nyapres, hadir di perhelatan pengajian yang diasuh Kiai Mbeling, yang jamaahnya memang membludak. Entah kenapa nama mbeling jadi pilihan anonim namanya. Kiai yang satu ini bukan sembarang kiai, meski pada tamu siapa pun ia terbiasa menggojlok dengan canda khasnya. Kadang me- roasting sang tamu sampai gelagapan seperti orang sedang tenggelam dan timbul lalu tenggelam lagi. Pejabat yang nekat hadir di tengah pengajiannya ini, seperti kurang mempelajari anatomi Kiai Mbeling, yang tidak sama.dengan kiai atau ulama kebanyakan, yang bisa \"ditaklukkan\" dengan basa-basi komunikasi ala kadarnya. Mendatangi Kiai Mbeling dengan mengandalkan komunikasi khas yang biasa dipakainya, \"Ini kawan lama saya, yang sudah lama tidak bertemu.\" Itu tidak akan mempan \"menaklukkan\" hati Kiai Mbeling untuk \"ibah\". Pakem itu sepertinya tak bisa berubah: menggarap tamu yang hadir, dan itu jadi hiburan jamaah pengajiannya. Kiai Mbeling tentu tidak bisa disamakan dengan ulama (seolah) ban serep, yang dibutuhkan saat dibutuhkan. Ia tetap tampil dengan ciri khasnya, siapa pun tamu yang hadir dihidangkan gojekan (kelakar) yang disesuaikan dengan perangai si tamu. Gojekan yang disesuaikan bahkan dengan perjalanan masa silam sang pejabat. Dan sepertinya itu jadi keriangan tersendiri pada batin Kiai Mbeling, saat bisa menyampaikan hajat publik yang diwakilinya. Dan, itu cukup lewat gojekan. Asyik juga lihat gesture dan mimik sang pejabat saat roasting dimainkan. Video singkatnya beredar ke sana kemari. Era sudah berubah, bukan lagi tahun 2014 dan, atau 2019, teknologi digital apa pun namanya sudah jauh berkembang, dan semua bisa hadir lewat video singkat sekalipun, momen pejabat salah tingkah tak sepatutnya, lucu meski tak menggemaskan. (*)
Inggris Mempertimbangkan Pembatasan COVID-19 bagi Pendatang dari China
Bengaluru, FNN - Inggris pada Kamis akan mempertimbangkan rencana untuk menerapkan pembatasan COVID-19 bagi pendatang dari China, demikian Telegraph melaporkan.Pembatasan itu akan mencakup keharusan menjalani tes COVID-19.Para pejabat dari departemen-departemen transportasi, dalam negeri dan Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (DHSC) pada Kamis dijadwalkan akan memutuskan apakah Inggris akan mengikuti kebijakan Amerika Serikat dan Italia.Kedua negara itu telah memberlakukan pembatasan COVID-19 bagi pelaku perjalanan dari China, menurut laporan itu.Juru bicara Perdana Menteri Inggris sebelumnya mengatakan pada Rabu bahwa pembatasan itu \"bukan sesuatu yang sedang kami cermati\", kata laporan itu.DHSC belum membalas permintaan Reuters untuk berkomentar.AS mewajibkan tes COVID-19 bagi pelaku perjalanan dari China pada Rabu, sedangkan Italia telah mensyaratkan tes antigen dan pengurutan virus bagi semua pelaku perjalanan dari China.(sof/ANTARA/Reuters)
Amerika Menyetujui Rencana Penjualan Sistem Anti-tank ke Taiwan
London, FNN - Departemen Luar Negeri AS telah menyetujui rencana penjualan sistem ranjau anti tank ke Taiwan dengan nilai sekitar 180 juta dolar AS (sekitar Rp2,8 triliun), kata Pentagon, Rabu.Northrop Grumman dan Oshkosh Corporation ditetapkan sebagai kontraktor utama rencana penjualan itu.Undang-undang AS mengharuskan lembaga eksekutif untuk memberi tahu Kongres soal rencana penjualan senjata yang melebihi kuantitas tertentu.Pemberitahuan biasanya tidak dilakukan kecuali parlemen telah memberi persetujuan informal bagi Deplu dan Pentagon (Departemen Pertahanan AS) untuk melanjutkan rencananya.Rencana penjualan itu muncul di tengah tekanan militer, diplomatik dan ekonomi yang dilakukan China terhadap Taiwan.Tekanan-tekanan terhadap Taiwan itu di antaranya termasuk misi Angkatan Udara China yang berlangsung nyaris setiap hari dalam tiga tahun terakhir di dekat pulau yang diklaim oleh China sebagai bagian dari wilayahnya itu.Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataannya mengatakan penjualan tersebut akan berlaku dalam satu bulan.Kementerian itu juga mengatakan bahwa sistem anti tank itu akan membantu Taiwan meningkatkan kapasitas \"perang asimetris\" agar militernya lebih lincah.\"Aktivitas militer Partai Komunis China di dekat Taiwan telah menimbulkan ancaman bagi kami,\" kata Kemhan Taiwan.Kementerian itu menambahkan bahwa penjualan peralatan militer AS yang berkesinambungan merupakan \"landasan bagi upaya menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan\".Amerika Serikat merupakan pendukung terkuat Taiwan di dunia internasional dan sumber utama persenjataan mereka. Kondisi itu telah membuat marah China dan Beijing bertekad untuk merebut Taiwan dengan kekuatan jika diperlukan.Taiwan menolak keras klaim kedaulatan China atas wilayah mereka dan mengatakan akan membela diri jika diserang.(sof/ANTARA/Reuters)
Tiga Kepala Staf Angkatan Diajak Panglima TNI ke Papua
Jakarta, FNN - Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan, dirinya akan mengajak tiga kepala staf angkatan untuk mengunjungi daerah rawan, seperti di Papua pada awal 2023.\"Kesempatan pertama akan kami tinjau daerah-daerah yang perlu mendapatkan perhatian khusus bersama tiga kepala staf angkatan,\" kata Yudo Margono usai Upacara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) di Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis.Tiga kepala staf angkatan itu, yakni Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurachman, Kasal Laksamana TNI Muhammad Ali dan Kasau Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Yudo juga akan mengajak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.Selain Papua, Yudo Margono juga akan mengunjungi Aceh dan Laut Natuna.Menurut dia, pihaknya akan melakukan diskusi dengan seluruh komandan satuan, pimpinan pemerintah daerah setempat, dan para pimpinan dari kepolisian.\"Saya ingin tahu, saya ingin masukan, dan tentunya masukan tersebut akan kami evaluasi. Jika sudah baik, maka akan ditingkatkan, namun bila ada yang kurang akan dilengkapi dan dievaluasi,\" kata mantan Pangkogabwilhan I itu.Yudo mengaku belum bisa merinci kebijakan apa yang akan diambil lantaran belum melihat secara langsung.\"Tanpa saya melihat langsung, tidak mungkin bisa merencanakan maupun menyampaikan rencana dengan berandai-andai. Saya ingin melihat secara langsung kondisi dan situasi terkini di seluruh daerah rawan tersebut,\" paparnya.Dari kunjungan kerja awal tahun depan, Yudo ingin melihat kebutuhan dan kesulitan yang dialami oleh para prajurit.\"Di Papua, Natuna, maupun daerah-daerah lain,\" tuturnya.Khusus Natuna, kata dia, kemungkinan besar akan ada penambahan personel.\"Kalau yang lain saya kira selama ini sudah terlaksana dengan baik, nggak perlu penambahan. Mungkin Natuna yang akan ada penambahan,\" tuturnya.Sementara itu, Kasal Laksamana TNI Muhammad Ali menyatakan bahwa dirinya akan mendukung penuh kebijakan Panglima TNI.\"Program-program yang sudah dirancang oleh Kasal sebelumnya bakal dilanjutkan. Saya akan menjalankan tugas ini sebaik-baiknya dan mendukung penuh serta menjaga soliditas serta sinergitas antar angkatan, baik TNI dengan TNI maupun TNI dengan Polri,\" kata Ali.Ali menegaskan, akan menjaga netralitas seluruh personel TNI AL pada Pemilu 2024.\"Tetap menjaga soliditas dengan matra lain dan Polri serta menjaga netralitas TNI di pemilu yang akan datang,\" ucapnya.(sof/ANTARA)
Ruang Publik Jakarta, Ruang Publik Tanggap Bencana
Oleh Hari Akbar Apriawan - Direktur Eksekutif IRES (Indonesia Resilience) AKHIR tahun ini, ada kabar gembira datang dari Jakarta. Tebet Eco Park mendapatkan penghargaan Gold Award di ajang Singapore Landscape Architecture Awards 2022 untuk kategori Parks and Recreational. Pencapaian tersebut terasa istimewa, karena Tebet Eco Park adalah karya kolaborasi anak bangsa. Sejak awal mula pembangunan, Anies Baswedan dan pemprov DKI Jakarta melibatkan para ahli lanskap dan juga warga sekitar taman. Apa yang disebut sebagai kolaborasi benar-benar hadir dan diterapkan dalam proses pembangunan Tebet Eco Park. Tidak ada satu pihak pun yang ditinggalkan. Jadi semua pihak akan merasa memiliki dan rela menjaganya. Di luar penghargaan dan pencapaian dari Tebet Eco Park, ada satu hal penting yang mungkin kurang disadari oleh khalayak, yaitu fungsi kesiagabencanaan dari Tebet Eco Park. Taman ini, selain jadi ruang publik terbuka yang bisa diakses tanpa biaya, juga jadi tempat untuk kesiagaan bencana. Tebet Eco Park adalah tempat retensi atau penampungan air saat musim penghujan. Tujuannya untuk mengantisipasi adanya banjir. Jadi bila terjadi peningkatan volume air di sungai-sungai sekitar Tebet, air akan dialirkan ke taman ini. Cara ini, membuat pemukiman warga akan aman dari risiko dan dampak banjir, karena air akan dialirkan di tampung di taman ini. Ketika air tertampung di taman ini, perlahan akan terserap ke dalam tanah dan taman bisa digunakan seperti semula. Konsep ruang publik sekaligus ruang kendali dan siap siaga bencana bukan hanya ada di Tebet Eco Park. Untuk tujuan pengendalian banjir, Anies Baswedan juga membangun Ruang Limpah Air Brigif di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ruang limpah ini selain bisa digunakan untuk aktivitas luar ruang warga, juga digunakan untuk mencegah terjadinya banjir. Apakah ruang publik yang dibangun Anies Baswedan hanya untuk mencegah banjir? Jawabnya tidak. Berbagai ruang publik yang dibangun di masa Anies Baswedan juga jadi titik-titik kumpul seandainya ada bencana seperti gempa bumi. Saat terjadi gempa, tentu diperlukan sebuah ruang khusus yang aman dan nyaman bagi warga untuk berkumpul. Titik kumpul yang ideal harus memenuhi empat kriteria yaitu mudah diakses, areanya cukup luas, aman digunakan, dan ada penanda titik kumpul. Ruang-ruang publik di Jakarta sudah memenuhi keempat syarat tersebut. Bila melihat taman dan trotoar yang dibangun dan direvitalisasi, hampir semua area tersebut memenuhi syarat untuk jadi titik kumpul. Misalnya trotoar yang luas di sepanjang Sudirman-Thamrin. Sudah pasti aman untuk dijadikan titik kumpul dan bisa menampung orang dalam jumlah banyak. Taman-taman Maju Bersama tentu saja juga jadi titik kumpul yang aman. Kebijakan-kebijakan Anies Baswedan dalam membangun ruang publik yang siaga bencana tersebut sudah seharusnya dilanjutkan dan juga diadopsi oleh pihak-pihak lain. Inilah bukti kebijakan Anies Baswedan yang visioner dengan menyiapkan ruang publik dengan konsep siaga bencana. Semoga, konsep ini akan semakin banyak diterapkan di berbagai daerah, saat Anies Baswedan menjadi Presiden Indonesia. (*)
Anies Didemo Karena Semakin Bikin Ketar-ketir
Oleh Ayu Nitiraharjo, Pengamat Sosial-Politik Ada kejadian unik, lucu, dan mengagelikan di akhir tahun 2022. Akhir Desember 2022, Anies Baswedan bertandang ke Colomadu, Karanganyar untuk jagong manten alias kondangan ke salah satu teman kuliahnya saat di Jogja. Eh di jalan menuju lokasi, ada orang mendemo Anies. Hal ini tentu jadi kejadian luar biasa, orang mau kondangan saja sampai didemo. Siapa orang-orang tersebut dan apa motifnya? Agak sulit dijelaskan memang, sebab mereka tidak menuliskan identitas lembaga saat berdemo. Selain itu, mereka juga menutup wajah mereka dengan masker. Bagaimana jumlahnya? Hanya segelintir saja. Paling hanya sekitar 10 orang atau belasan saja. Waktu berdemo pun hanya 10 menit. Terbilang sangat acak demo tersebut. Yang perlu kita tanyakan, siapa sebenarnya para pendemo yang hanya segelintir orang tersebut? Apakah mereka berdemo murni keinginan sendiri atau ada yang menyuruh? Mari kita bahas. Bila dilihat dari caranya berdemo dengan menutupi identitas mereka, yaitu dengan masker dan tanpa identitas lembaga atau warga dari mana, rasanya mereka hanya orang suruhan. Lantas siapa yang menyuruh? Dugaan saya, yang menyuruh pendemo ini adalah orang yang khawatir dengan popularitas Anies Baswedan yang terus meningkat. Dalam beberapa survei, elektabilitas Anies memang konsisten meningkat. Sementara yang lain stagnan bahkan cenderung turun. Karena hal ini, orang-orang tersebut merasa ketar-ketir dengan popularitas Anies Baswedan. Rasa khawatir dan ketar-ketir tersebut tentu saja aneh. Sebab, Anies kan terbukti berkinerja baik saat memimpin Jakarta. Bila dia mendapat amanah untuk memimpin masyarakat Indonesia secara luas, seharusnya semua orang merasa bangga dan bahagia. Entah apa motif para penyuruh tersebut sehingga harus menggunakan rakyat kecil yang sebenarnya tidak terlalu paham politik untuk melakukan tindakan demo segala, yang sebenarnya tidak punya efek apa pun. Semakin terlihat niat buruk mereka, justru semakin meningkatkan popularitas Anies Baswedan. Terasa janggal memang mendemo orang saat kondangan. Harusnya mereka mendemo orang yang menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat publik. Misalnya memajang wajahnya di mesin ATM, baliho tempatnya menjabat, atau di bus transportasi publik. Apakah para pendemo berani melakukannya? Tentu tidak. Karena tidak ada yang membayar mereka. Tapi demo segelintir orang tersebut memang sebaiknya diabaikan saja. Sudah jumlahnya sedikit, pesan yang disampaikan pun tak jelas. Hal ini berbeda dengan simpatisan dan massa yang menyambut Anies Baswedan saat ke luar kota. Para simpatisan rela datang ke lokasi tanpa dibayar, selain itu pesan yang disampaikan juga jelas. Mereka ingin mengajak kepada kebaikan dan tak ingin membuat perpecahan. Jelas ya. Jadi ya, ojo dibanding-bandingke. Jangan dibanding-bandingkan. Memang beda kelas sih. (*)