ALL CATEGORY

Polwan K9 Diterjunkan Polda Jabar untuk Mencari Korban Gempa Cianjur

Cianjur, Jawa Barat, FNN - Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) menerjunkan Kepolisian Wanita (Polwan) Unit Anjing Pelacak atau K9 untuk mencari korban hilang akibat gempa bumi yang melanda Kabupaten Cianjur pada Senin (22/11) lalu.Salah satu Polwan dari Ditsamapta Polda Jabar Unit K9, Bripda Indah Duha di Cianjur, Selasa, mengatakan bersama anjing pelacak bernama Igor mendapat tugas mencari korban terdampak gempa bumi baik masih hidup maupun telah meninggal dunia yang tertimbun material bangunan serta tanah.Indah mengakui medan dan letak geografis yang sulit menjadi kendala proses evakuasi korban gempa bumi.\"Medan di wilayah ini cukup sulit dan masih terjadi gempa susulan dan gempa kecil yang menjadi hambatan pergerakan pencarian korban di Cianjur,\" ujar Indah.Lebih lanjut, Indah menuturkan telah menandai beberapa titik yang diduga ada korban berdasarkan penciuman Igor sejak hari pertama pencarian hingga saat ini.Namun, pencarian itu tergantung tim evakuasi untuk menggali tanah yang diduga ada korban jiwa gempa bumi Cianjur tersebut.\"Sampai saat ini dari beberapa titik yang sudah diberikan  Igor terdapat satu titik telah ditemukan atau dikonfirmasi A1 (pasti) terdapat korban di dalamnya,\" tutur Indah.Indah juga menceritakan tentang dirinya awal mula menjadi anggota Unit K9 usai lulus Sekolah Polwan (Sepolwan) 2018 yang kemudian menerima surat perintah (sprint) pertama bertugas di Ditsamapta\"Pada saat itu sprint pertama saya berada di Ditsamapta Polda Jabar dengan unit pertama adalah negosiator,\" ujar Indah.Kemudian, Indah tertarik masuk tim Unit K9 saat pengenalan masa lingkungan Ditsamapta hingga bertugas sampai sekarang.Indah juga menceritakan aksi kemanusiaan untuk mencari korban hilang akibat gempa bumi di wilayah Cianjur, Jawa Barat.(ida/ANTARA)

TKI Meninggal Jaman Benny Ramdhani Tiga Kali Lipat Dibanding Saat Jumhur

 Sudah kerja keras Jumhur turunkan kematian TKI, eh pas Jumhur diganti TKI yang meninggal meningkat. Harusnya kan turun terus hingga ke angka alamiah. Oleh: Andrianto, Aktivis 98 dan Tokoh Oposan KALAU sudah gak becus urus TKI/BP2MI masih mendinglah jika Benny Ramdhani yang kini Kepala BP2MI (dulu BNP2TKI) mau main-main politik termasuk minta penjarakan orang-orang yang berlawanan dengan pemerintah Presiden Joko Widodo. Faktanya sejak era Jokowi, jumlah TKI/PMI yang meninggal saja naik pesat. Artinya manajemen pengelolaan TKI amburadul. Coba saja bandingkan dengan saat TKI diurus Jumhur Hidayat sebagai Kepala BNP2TKI. Menurut data BNP2TKI yang dilansir oleh katadata.co.id (28/02/17), pada tahun 2014 saat Jumhur Hidayat lepas jabatan Kepala BNP2TKI, jumlah TKI yang meninggal bisa ditekan hingga 226 orang saja dan  tahun sebelumnya 2013 yang meinggal 372. Nah, sejak ganti pemerintahan itu jumlah TKI meninggal terus meningkat pesat. Menurut Kepala BP2MI Benny Ramdhani selama dua tahun dari 2020-2022, TKI yang meninggal berjumlah 1.445 orang. Kalau dibagi rata-rata saja artinya lebih dari 722 TKI meninggal dunia. Ini kan artinya 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan tahun 2014. Sudah kerja keras Jumhur turunkan kematian TKI, eh pas Jumhur diganti TKI yang meninggal meningkat. Harusnya kan turun terus hingga ke angka alamiah. Saat Jumhur menjadi Kepaka BNP2TKI dia meninggalkan aktivitas politiknya dan berkonsentrasi penuh pada tugasnya ngurus TKI. Jadi, ya nyata hasilnya. Nah, kalau pegang jabatan hanya untuk petantang petenteng kayak preman main politik ya begitulah jadinya, rakyat jadi korbannya. Dari jejak digital diketahui, Presiden Jokowi melantik Benny Ramdhani menjadi Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/4/2020). Benny Ramdhani merupakan Ketua DPP Partai Hanura dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulawesi Utara periode 2014-2019. Benny adalah mantan aktivis yang sudah malang melintang di dunia politik. Sebelum bergabung ke Hanura, Benny adalah kader PDIP. Pernah menjadi anggota DPRD Sulawesi Utara tiga periode sejak 1999 hingga 2014, sebelum melenggang ke Senayan sebagai senator. Benny pernah jadi Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Manado 1996-1998, Direktur Eksekutif Forum Diskusi Anak Bangsa (Fodab) Sulut 1994-1998, Ketua GP Ansor Sulut 2004-2010, dan Direktur Eksekutif Komite Perjuangan Pembaharuan Agraria (KPPA) Sulut. Benny Ramdhani sempat jadi sorotan saat Sidang Paripurna kedua DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 19 September 2019, ricuh. Dia terlibat adu mulut dan nyaris adu fisik dengan senator asal NTT Syafrudin Atasoge karena berebut interupsi. Teranyar, pernyataan tendensius Ketua BP2MI Benny Rhamdani di hadapan Presiden Jokowi menimbulkan keresahan masyarakat luas. Tak ketinggalan Gerakan Nasional 98 juga tersinggung atas pernyataan provokatif Benny itu. Ketua Umum Gernas 98 Anton Aritonang meminta Presiden Jokowi segera memecat Benny. Apa yang telah disampaikan Benny Ramdhani sebagai Kepala BP2MI dan mengaku “mantan” aktivis 98 saat diskusi dengan Presiden sangat bertolak belakang dengan spirit Reformasi 98, bahkan pernyataan tersebut memicu konflik horizontal antar-sesama anak bangsa. Mereka-mereka yang kritis terhadap Pemerintahan Jokowi dianggap menebar kebencian pada Presiden Jokowi dan cenderung provokatif. Pernyataan Benny ini bukan sebagai masukan kepada Presiden.  Benny sudah menjurus, mengarahkan Presiden untuk melakukan tindakan represif kepada mereka-mereka yang kritis terhadap Pemerintahan Jokowi. Gernas 98 menilai pernyataan Benny tersebut justru menebar kebencian. Benny justru tidak bisa membedakan antara kritik dan menebar kebencian. Benny itu penjilat, selama menjadi Kepala BP2MI,  Benny sudah melakukan apa terhadap terlindungnya buruh Migran dari intimidasi majikan yang ada di dalam dan luar negeri. Benny Ramdhani telah memicu perpecahan dan konflik horizontal. (*)

Munajat Akbar 212, Perlukah?

Bagaimana dengan yang pro? Munajat Akbar 212 menjadi penting karena beberapa faktor. Apalagi, jika ada rezeki yang cukup untuk melakukan perjalanan dan kesehatan dalam kondisi prima. Oleh: Sulung Nofrianto, Penulis BAGAIMANA jawaban Anda jika dihadapkan pada sebuah pertanyaan, “Perlukah Munajat Akbar 212?” Barangkali responnya akan beragam. Tapi setidaknya ada dua yang kontras, Ya dan Tidak. Bagi yang kontra, kadang ada yang mencibir peserta Munajat Akbar 212 sebagai pengangguran. Sebab, mengadakan aksi di hari kerja tidak mungkin dihadiri oleh para pekerja. Mereka tidak tahu, kalau banyak pengusaha. Kadang ada juga sinisme karena menganggap peserta Munajat Akbar 212 sebagai pengganggu. Sebab, otomatis ruas jalan bakal penuh dengan massa ketika pergi-pulang. Harap maklum, ini terjadi setahun sekali. Bahkan, pengajian rutin pekanan yang selama ini diselenggarakan oleh Majelis Rasulullah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, juga tidak lepas dari komplain saat itu. Sempat pula menjadi tajuk media arus utama. Bagaimana dengan yang pro? Munajat Akbar 212 menjadi penting karena beberapa faktor. Apalagi, jika ada rezeki yang cukup untuk melakukan perjalanan dan kesehatan dalam kondisi prima. Pertama, silaturrahim kaum muslimin perlu terus dirajut dan dirawat selalu. Pertemuan tahunan ini adalah momen untuk menyatukan kembali (reuni) hati yang jatuh cinta karena Allah dan jatuh cinta kepada Rasulullah. Kedua, acara ini difokuskan untuk bermunajat kepada Allah SWT agar bangsa Indonesia senantiasa dalam rahmat dan lindungan-Nya. Boleh jadi ini sebagai teguran atas kezaliman yang berakibat mengundang bencana. Ketiga, kehadiran umat akan menjadi salah satu indikator bahwa pengikut Imam Besar Habib Rizieq Syihab tetap eksis. Umat akan tetap solid mengikuti komando para ulama, habaib, dan asatidz. Sebab, merekalah pelita di dalam gulita. Sebagai simpulan, setiap orang berbuat atas dasar keyakinannya. Bahwa, jika keyakinan sudah bertumbuh jadi cinta, maka segala cerca tak akan membuat goyah. Bandung, 28112022. (*)

Politik Sudah Menjadi Tukar Tambah Kekuasaan, Indonesia Perlu Revolusi, Bukan Reformasi

Jakarta, FNN - Ternyata banyak sekali netizen yang kepo dengan Bung Rocky Gerung. Mereka mempertanyakan kira-kira Bung Rocky tersaring atau tidak kalau masuk ke pemerintahan. Bahkan, ada yang mengusulkan bahwa Bung Rocky tidak cukup hanya menjadi presiden akal sehat, tetapi kalau bisa, jadi presiden negara ini. Pernah terbayang atau tidak Rocky Gerung masuk dalam pemerintahan? Rocky Gerung Official edisi Selasa (29/11/22) yang dipandu oleh wartawan senior FNN, Hersubeno Arief membahas hal ini dengan nara sumber tetap Bung Rocky Gerung. “Bukan pernah atau tidak pertanyaannya, tapi menarik apa tidak? Dalam politik itu selalu ada hierarki. Kalau saya berpedapat bahwa orang yang baik, tapi masuk di dalam wilayah itu, pasti akan beradaptasi dengan keburukan. Tetapi, kalau kita putar logikanya, harusnya orang baik masuk situ untuk menghilangkan keburukan,” jawab Rocky.   Tetapi, lanjut Rocky, dari luar orang juga bisa memaksakan value masuk ke dalam. Sama seperti ketika di era Pak Jokowi Rocky mendorong teman-teman dari LSM, LBH, dan lain-lain untuk masuk ke dalam kabinet, tetapi lakukan semacam kaukus. Bikin blok di situ, lalu sebarkan akal sehat, demokrasi, values, human right, dan sebagainya, tetapi dengan perjanjian bahwa mereka yang kita sorongkan untuk masuk dia harus dikontrol oleh yang di luar. Tapi rupanya itu yang tidak terjadi karena langsung terlibat dalam kebanggan bahwa ada di sana. Itu yang dianggap bahwa mental kita belum cukup sehingga mesti disiapkan dulu orang-orang dengan mental yang cukup supaya bisa memengaruhi vibes-nya kekuasaan, melakukan edukasi. Itu baru membuatnya berminat.  “Jadi, demokrasi harus diawasi dari luar atau kita dari dalam tetapi bikin blok. Bikin blok ini yang gagal kemarin. Kan banyak tokoh-tokoh masyarakat sipil yang akhirnya jadi pengecut di situ,” ujarnya.  Jadi menteri boleh, tapi poin-poin dasarnya dia mesti melapor pada masyarakat sipil yang mengutusnya. Sekarang dia lari dari pertanggungjawaban itu.  Itu artinya pertanda bahwa kita belum siap mengolah masyarakat sipil supaya bisa mengawasi masyarakat , lanjutnya.  Menurut Rocky, kita memang perlu proses perlahan-lahan sehingga dia tetap mendorong orang untuk yang masuk kabinet, tapi akhirnya kita mesti gradual karena waktu kita memulai reformasi banyak orang yang tidak siap.  Reformasi artinya keluar dari, baru masuk ke. Tapi, kebanyakan masyarakat sipil baru keluar dari, keluar dari orde baru, tidak mau masuk ke demokrasi sehingga waktu dipanggil masuk ke demokrasi dia gugup.  Masalah selanjutnya, menurut Rocky, adalah soal daya tahan untuk tidak konsumsi. Karena masyarakat sipil yang kebanyakan anak LSM yang datang dari situasi ekonomi yang mungkin berkurang atau nggak bisa memanfaatkan kapasitasnya sehingga begitu masuk kekuasaan uangnya berlimpah, lalu dia silau. “Jadi, kalau dia masuk kekuasaan uangnya jadi lebih banyak, itu pasti dia korupsi. Nggak mungkin orang bermain politik lalu dia kaya. Itu artinya dia korupsi,” tegasnya. \"Saya berupaya untuk memanfaatkan momentum oposisi ini, untuk memperlihatkan bahwa harus ada kontras antara yang memerintah dan yang mengawasi. Kalau satu waktu kita dorong teman-teman berikutnya untuk masuk, mereka sudah tahu fungsinya bahwa jangan ikuti jejak senior-senior mereka sekarang yang pamer mobil doang dan otaknya standar saja,” lanjutnya.   Ketika ditanya apakah memang kekuasaan itu identik dengan kejahatan? “Ya itu, kalau kita lihat ide dari kekuasaan, di awal umat manusia mulai melakukan aktivitas politik, selalu kekuasaan itu dimaksudkan untuk mendistribusikan keadilan, karena berbeda dengan binatang,” ujar Rocky. Kehidupan sosial itu, sambung Rocky, harus diatasi dengan institusi yang namanya politik. Jadi politik adalah niat baik manusia untuk mengatur kehidupan supaya sama-sama bertumbuh. Tapi dalam perjalanan ada mental otoriterian, ada mental feodal. Sebetulnya mental-mental ini yang menghalangi bagian-bagian indah dari kekuasaan.  Tetapi, tetap kekuasaan yang diperlukan. Kembali  pada soal apa sebetulnya yang kita bayangkan pada kekuasaan, dulu di awal Republik ini berdiri, tidak ada yang korupsi  dan yang mewah-mewahan. Dia terpancing untuk meneliti untuk kepentingan sendiri, jenis mental orang Indonesia apa sebetulnya? Kalau sekarang kan politik menjijikkan. Akhirnya kita mesti anggap memang rendah peradaban politik kita masih rendah, baik yang sudah elit maupun yang mantan aktivis sama.  Dalam realitasnya, bisa tidak kita melakukan hal yang ideal bahwa semangat membangun kekuasaan adalah mendistribusikan keadilan, kebaikan, kesejahteraan, seperti amanat dari konstitusi. Rocky menjawab, “Saya menganggap kalau kita belum benar-benar tiba di dasar, di titik nadir, kita enggak mungkin bermimpi ke titik titik puncak. Jadi memang belum di dasar, karena krisis ekonomi belum maksimal, pembusukan politik belum maksimal”. Sering saya katakan bahwa kerusuhan lebih bagus dan kehancuran lebih penting supaya kita belajar. Kalau sekarang tanggung, nanti ada reformasi jilid dua, mental-mental yang beginian carry over, terbawa masuk lagi ke reformasi jilid dua,  karena pembusukan itu belum total. Jadi tetap decaying diperlukan. “Karena itu, selalu saya bilang kita perlu revolusi sebetulnya, bukan sekadar reformasi, apalagi restorasi.” (sof)

Menteri Luhut Juga Gagal Tata Seribu Tambang Ilegal

Sebagian dari mereka adalah perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan lain dunia. (Sumber: Hanan Nugroho, Bappenas 2020). Oleh: Natalius Pigai, Mantan Komisioner Komnas HAM SAYA menolak hanya Kepolisian dan Bareskrim yang disalahkan. Pemerintah  dan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan gagal tata 1.000 tambang ilegal (Pertambangan Tanpa Izin, PETI) dan cenderung Komprador dengan MNC. Sudah sepatutnya rakyat menekan pemerintah sebagai sumber utama dari masalah tata kelola tambang. Tanpa aparat Kepolisian wilayah tambang ilegal telah menjadi tempat-tempat yang berbahaya dari kejahatan: transaksi ilegal, kriminal, narkoba, alkohol juga prostitusi dan perdagangan PSK (pekerja seks komersial). Para pelaku memiliki jaringan yang kuat diantara 1.000 titik tambang ilegal. Terdapat mobilisasi ilegal barang, orang, juga jasa. Pemerintah telah gagal kelola sumber daya ekstraktif seperti tambang. Padahal Indonesia itu sebagai negara produsen dan pengekspor bahan-bahan tambang seperti Batubara, Timah, Bauksit, Nikel, Tembaga, maupun Emas. Terdapat fakta pula bahwa Indonesia juga tempat yang ramai dengan kegiatan pertambangan rakyat skala kecil yang masih dikenal sebagai Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Namun, Pemerintah dalam hal ini Menko Luhut gagal revitalisasi kegiatan pertambangan rakyat yang sebagian telah berusia ratusan tahun. Akibatnya merugikan negara karena statusnya yang tanpa izin, tidak membayar royalti, menyebabkan keresahan sosial dan merusak lingkungan. Jumlah Pertambangan Ilegal mereka ini mencapai lebih dari 1.000 lokasi di berbagai daerah di Indonesia, dan kegiatan mereka menjadi gantungan hidup bagi sekitar 2 juta warga Indonesia. Hasil-hasil pertambangan di Indonesia yang sebagian (besarnya) kemudian diekspor tersebut diproduksi di pertambangan-pertambangan modern berskala besar seperti Freeport Indonesia (tembaga) di Papua, Vale (nikel) di Sulawesi Selatan, PT Aneka Tambang (bauksit; dulu di pulau Bintan-Kepulauan Riau, dan sekarang di Kalimantan Barat. Selain itu, PT Timah (timah) di Bangka Belitung, PT Kaltim Prima Coal atau Adaro (batubara) di Kalimantan Timur, dst. Sebagian dari mereka adalah perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan lain dunia. (Sumber: Hanan Nugroho, Bappenas 2020). Keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Maritim dan Investasi yang membawahi Kementerian Pertambangan dan Energi dimana perusahan miliknya, PT Toba Sejahtera, diduga ikut berinvestasi juga dalam pengelolaan Tambang cenderung subjektif dan menyalahi aturan hukum dan moral. (Sumber: Walhi dan Kontras 2021). Oleh karena itu rakyat seharusnya menekan pemerintah agar menata kembali pengelola hak tambang secara profesional supaya bermanfaat untuk negara, rakyat, pemda, pekerja, pengusaha juga kelestarian lingkungan tetap terjaga. (*)

Terkait Anggaran Proposal Rp100 Miliar Acara Temu Relawan Jokowi di GBK, Ini Klarifikasi Mantan Sekjen Projo

Jakarta, FNN- Mantan Sekjen Projo Guntur Siregar memberikan klarifikasi terkait pernyataan yang beredar di berbagai media anggaran proposal Rp100 miliar yang dikirim ke berbagai BUMN acara temu relawan Jokowi di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). \"Saya tidak pernah mengatakan proposal anggaran Rp100 miliar dikirim ke berbagai BUMN. Saya hanya mengatakan, acara tersebut menghabiskan anggaran sekitar Rp100 miliar,\" kata Guntur kepada wartawan, Selasa (29/11/2022). Menurut Guntur, berbagai pemberitaan di media tidak ada pernyataan kalimat langsung maupun tidak langsung darinya yang menyebut anggaran proposal Rp100 miliar dikirim ke berbagai BUMN. \"Pada alinea pertama itu bukan pernyataan saya. Itu bentuk kalimat pembukaan dari wartawan yang menulis,\" papar Guntur. Guntur mengatakan, pernyataan anggaran Rp100 miliar acara temu relawan Jokowi di GBK sudah dibahas berbagai group WhatsApp (WA) dari berbagai aktivis termasuk ekonom. \"Semua ada hitungan mulai menyewa GBK, mendatangkan massa dari luar kota, menyewa bus, biaya penyanyi dan sebagainya,\" ungkapnya. Kata Guntur, acara di GBK yang menghabiskan sekitar Rp100 miliar di tengah bencana gempa Cianjur harusnya ditiadakan. \"Faktanya banyak peserta acara tersebut merasa dibohongi dianggap acara istighosah justru temu relawan Jokowi, dan banyak vidio rekaman yang beredar situasi keadaan di GBK seperti itu,\" pungkas Guntur. (*)

Dugaan Beli Suara Dalam Pemilihan Presidium KAHMI dan Forhati di Palu?

Oleh Kamaluddin Hamid - Pemerhati Sosial-Politik BANYAK yang memuji sikap Korps Alumi Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang baru saja selesai menggelar musyawarah nasional (Munas) di Palu, Sulawesi Tengah. Organisasi mantan aktivis HMI ini berani tegas. Mereka memilih kehadiran Anies Baswedan di Munas dengan konsekuensi Presiden Jokowi batal hadir. Jokowi dan Anies, menurut jadwal acara, bakal berada di satu ruangan. Jokowi seharusnya membuka Munas dan Anies sebagai salah seorang pembicara utama (keynote speaker). Kata orang-orang yang tahu panggung belakang Munas, panitia pelaksana mendapat tekanan keras. Termasuk dari aparat intelijen, agar membatalkan kehadiran Anies demi kehadiran Jokowi. Tapi, panitia menolak tekanan itu. Mereka memilih Anies. Tentang mengapa Jokowi tidak mau ada Anies di Munas, dikatakan bahwa Presiden tidak mau ambil risiko kalah pamor dengan Anies. Dan kenyataannya memang para peserta lebih senang Anies yang hadir. Tersebarlah berita bagus untuk KAHMI. Bahwa KAHMI bukan organisasi sembarangan. Bukan kumpulan kaleng-kaleng. Mereka punya marwah, wibawa, dan tidak akan tunduk di bawah tekanan. Publik di luar Munas, bahkan yang mengikuti perkembangan dari jauh, sangat senang dengan pendirian KAHMI. Sayangnya, di balik berita bagus ini ada pula berita yang sangat tidak enak. Sekaligus memalukan. Yaitu, dugaan kuat bahwa proses pemilihan pimpinan KAHMI di Palu ternoda oleh praktik beli suara. Benarkah itu? Hanya Tuhan yang tahu pasti. Sejumlah orang yang kami tanyai di arena Munas memberikan jawaban yang afirmatif. Mengiyakan. Tetapi, ada satu-dua menjawab bahwa itu tak mungkin terjadi. Namun, yang satu-dua ini terkesan ingin melindungi KAHMI dari sangkaan jelek. Sesuatu yang sangat wajar, tentunya. Ada catatan seseorang yang bernama Arianto, yang menyebut dirinya sebagai pengamat sosial, tentang dugaan main duit itu. Catatan orang ini tersebar di sejumlah grup WhatsApp (WA). Arianto antara lain menggambarkan bahwa sembilan orang yang terpilih menjadi presidium Majelis Nasional (MN) KAHMI di Palu sangat patut diduga membeli suara peserta. Arianto bahkan menduga harga satu suara antara 2.5 juta sampai 5 juta. Ini berarti seorang pemilik suara bisa mengumpulkan 22.5 juta yang didapat dari kesembilan orang presidium yang terpilih. Catatan Arianto itu sangat vulgar. Dia berani menyebutkan nama-nama yang membagi-bagi uang. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa APD mentransfer uang kepada pemilih melalui “mobile banking” (online banking). Yang lainnya, seperti DKG dan SMN membayar dengan uang tunai. Hebatnya, kata Arianto, untuk DKG dan SMN ada pihak yang menjadi bandarnya. Yaitu para pejabat dari lembaga penting kepemiluan. Yang juga diduga membayar dengan uang tunai untuk imbalan suara adalah HKD, RKP, RSG, dan para terpilih lainnya. Bagaimana dengan pemilihan presidium Forhati? Sama saja. Patut juga diduga para peserta yang maju di pemilihan pimpinan kelompok alumni HMI-wati ini tak lepas dari beli suara. Salah seorang yang mencalonkan diri untuk posisi presidium Forhati menceritakan pengalaman yang, kata dia, sangat memprihatinkan. Si calon didatangi langsung dan juga lewat komunikasi WA oleh sejumlah utusan wilayah dan daerah. “Salah seorang peserta Munas tanpa basa-basi bertanya kepada saya, ‘Mbak ada uang berapa?’,” kata si calon. Pertanyaan ini maksudnya ada berapa uang si calon untuk pemenangan. Dia dongkol sekali mendengar pertanyaan seperti itu. Ada yang minta kepada dia agar dibayarkan tiket pesawat pp, ada yang minta tiket pergi atau tiket pulang saja, dlsb. Si calon mengaku merasa malu sendiri. Si calon mengatakan lagi, beberapa peserta mengirimkan detail rekening bank kepadanya lewat chat WA. Agar langsung ditransfer uang yang diminta.  Dia tidak melayani permintaan itu. Dia merasa sangat tak pantas cara-cara vulgar itu dilakukan oleh aktivis Islam. Akhirnya si calon tidak mendapat suara besar. Para calon lain bisa mengumpulkan suara mendekati dua ratus atau bahkan jauh di atas dua ratus. Si calon yang tersingkir itu merasa prihatin. Forhati bakal dipimpin oleh orang yang pernah menjadi narapidana korupsi/suap. Dia tidak menyebutkana siapa orang itu. Tapi, dari penelusuran di internet, kami termukan berita-berita tentang Wa Ode Nurhayati (meraih 195 suara) yang pernah divonis 6 tahun penjara dengan dakwaan suap anggaran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) tiga kabupatean di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Menurut berita yang dimuat “merdekadotcom” itu, Wa Ode memiliki kekayaan yang tidak wajar. Dia tidak membuat laporan lengkap (LHKPN) ke KPK ketika dia duduk sebagai anggota DPR Komisi VII. Dia duduk sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Disebutkan di dalam dakwaan jaksa KPK bahwa antara Oktober 2010 hingga September 2011, Wa Ode melakukan transfer uang di bank Mandiri cabang DPR sebesar 50.5 miliar rupiah. Wa Ode sekarang menjadi salah seorang presidium Forhati 2022-2077. Sesuai aturan pergiliran ketua, dia akan menjadi ketua presidium setelah Cut Mutia Ratna Dewi (meraih 244 suara) menyelesaikan masa jabatannya setahun ke depan. Si calon presidium yang dimintai uang oleh peserta Munas Forhati di Palu sangat menyayangkan bahwa seorang mantan napi korupsi akan menduduki kursi ketua presidium organisasi yang menyandang sebutan “Islam” itu. Dia lebih sedih lagi karena, kelihatannya, semua orang di KAHMI dan Forhati merasa biasa-biasa saja dengan kondisi ini. Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai “outlet” kekesalan si calon gagal. Ini semata bertujuan untuk mencolek nurani semua orang yang berada di HMI atau yang pernah ikut di HMI: apakah keadaan begini akan didiamkan saja? Apakah kita semua akan membuang rasa malu dan rasa bersalah dari dalam diri kita agar tradisi “you punya uang berapa untuk menjadi ketua” atau tradisi “ini nomor rekening saya” bisa diadopsi menjadi standar organisasi?[] Palu, 28 November 2022

Aktivis 98 Akan Polisikan Benny Rhamdani

Jakarta, FNN - Pernyataan tendensius  Ketua BP2MI, Benny Rhamdani di hadapan Presiden Jokowi menimbulkan keresahan masyarakat luas. Tak ketinggalan Gerakan Nasional 98 juga tersinggung atas Pernyataan Provokatif Benny Ramdani tersebut. Ketua Umum Gernas 98 Anton Aritonang meminta Presiden Jokowi segera memecat Benny Rhamdani. Demikian rilis yang diterima FNN, Selasa (29/11/2022). Anton mengingatkan perjuangan tempo dulu bahwa pada masa era pemerintahan Orde Baru yang sangat anti kritik dan anti demokrasi bahkan cenderung otoriter membuat \"kemarahan\" aktivis era 70- 90 an. Penegakan hukum yang berkeadilan jauh dari harapan rakyat, pemerataan pembangunan fisik dan non fisik yang timpang menghasilkan kecemburuan sosial, penegakan HAM justru berbanding terbalik dari hakikat kemanusiaan yang lahir untuk dihargai bukan di intimidasi.  Orde Baru yang menjalankan pemerintahan yang anti kritik saat itu telah memunculkan anti klimaks tahun 1998 yang perlawanannya dimotori mahasiswa di seluruh Indonesia. Puncaknya 21 Mei 1998 ,Soeharto mundur setelah 32 tahun berkuasa. Mundurnya Soeharto ini diharapkan apa yang menjadi momok Orde Baru yang anti kritik dan anti demokrasi tidak berulang pada pemerintahan berikutnya . Apa yang telah disampaikan Saudara Benny Ramdhani sebagai  Kepala BP2MI dan mengaku \"mantan\" aktivis 98 saat diskusi dengan Presiden  sangat bertolak belakang dengan spirit reformasi 98 bahkan pernyataan tersebut memicu konflik horizontal antar-sesama anak bangsa. Mereka-mereka yang kritis terhadap Pemerintahan Jokowi dianggap menebar kebencian pada Presiden Jokowi dan cenderung provokatif. Pernyataan Saudara Benny ini bukan sebagai masukan kepada Presiden.  Saudara Benny sudah menjurus mengarahkan Presiden untuk melakukan tindakan represif kepada mereka-mereka yang kritis terhadap Pemerintahan Jokowi. Kami menilai pernyataan Saudara Benny tersebut justru menebar kebencian. Saudara Benny justru tidak bisa membedakan antara kritik dan menebar kebencian. Saudara Benny itu penjilat, selama menjadi Kepala BP2MI,  Saudara Benny sudah melakukan apa terhadap terlindungnya buruh Migran dari intimidasi majikan yang ada di dalam dan luar negeri. Saudara Benny telah memicu perpecahan dan konflik horizontal. Untuk menyikapi pernyataan Saudara Benny ,Gerakan Nasional 98 akan melakukan langkah hukum dengan melaporkan Saudara Benny ke Polisi atas pernyataan ucaran kebencian tersebut dan langkah-langkah politik. Gerakan Nasional 98 mendesak Presiden Jokowi memecat Saudara Benny dari Kepala BP2MI. (*)

Bunuh Diri Ala Benny Rhamdani

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  MENCORENG nama eksponen 98 dan cenderung anti demokrasi. Seolah-olah menyebut dirinya sebagai aktifis pergerakan sejati, ternyata hanya sebatas pemburu harta dan jabatan. Penjilat dan pengemis kekuasaan serta pelaku agitprop yang  mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Itulah Benny Rhamdani. Ia pantas dan sepatutnya mendapat sanksi sosial dan hukum. Lagaknya seperti orang hebat.  Merasa pintar, kuat, dan berkuasa. Di hadapan Jokowi, Benny Rhamdani bukan cuma sekadar membuktikan dirinya penjilat sejati. Ketua Barikade 98 itu, melakukan provokasi yang dapat memicu degradasi sosial dan disintegrasi bangsa. Demi urusan  perut dengan cara ngoyo menikmati kue-kue kekuasaan, ia seperti tak punya rasa malu dan harga diri. Ketua Badan Perlindungan Pekerja Buruh Migrain (BP2MI) itu, mengumbar rasa kebencian dan sikap permusuhan baik kepada aktifis pergerakan khususnya dan  rakyat pada umumnya. Benny seakan menabuh genderang perang kepada rakyat yang mayoritas Islam. Dengan menantang dan menghasut, ia meminta presiden agar  gerakan kritis dan kesadaran perlawanan, segera diambil tindakan tegas dan dikriminalisasi. Benny tak ubahnya sedang memprovokasi presiden. Benny Rhamdani lupa kalau ia sendiri pernah menjadi aktifis dan melawan rezim kekuasaan tirani pada masa ode baru. Ia lupa diri, kemaruk harta dan jabatan, bikin malu roh perjuangan aktifis 98 dan semangat reformasi. Seakan tak punya kesadaran kritis dan kesadaran makna.  Benny Rhamdani terlalu kerdil hingga lupa kalau tak ada pesta yang tak akan berakhir, tak ada kekuasaan yang abadi kecuali kekuasaan Tuhan. Sikap arogansinya dan mentang-mentang terhadap rakyat dipertontonkan di depan Jokowi.  Padahal ia sedang menunjukkan kebodohannya sendiri, sikap hipokrit dan menghalalkan segala cara demi nafsu  harta dan jabatan.  Pikiran dan kata-katanya penuh hasut dan dengki, terutama pada yang berbeda pandangan dan sikap terhadap pemerintah. Dialog Benny Rhamdani dengan Jokowi yang videonya viral itu terlihat lucu dan menggelikan. Dampaknya,  itu menjadi tontonan yang membangkitkan kemarahan rakyat, selain kesimpulan fakta bahwa sebetulnya 11-12 antara relawan dan presidennya. Relawannya angkuh, presidennya juga tidak disukai rakyat. Keduanya bak pinang dibelah dua, piawai dalam memainkan agitasi dan propaganda, kebohongan serta pengkhianatan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Benny Rhamdani, tanpa sadar telah melakukan sesuatu yang memiliki implikasi yang tidak sederhana, mengumbar kebencian  dan memancing emosi publik. Termasuk berpotensi masuk ranah hukum dan atau pengadilan rakyat nantinya. Relawan Jokowi sekaligus kader partai Hanura itu,  disinyalir aktifis yang suka menjual nama entitas 98 dan mengiba jabatan karena merasa ikut memenangkan pilpres 2019.  Ia telah menyulut sentimen intelektual, demokrasi dan agama. Benny mengabaikan kehidupan rakyat dalam keadaan terpuruk dan rezim kekuasaan begitu lemah hingga cenderung menyebabkan Indonesia menjadi negara gagal.  Alih-alih fokus pada program perlindungan  buruh migrain lewat kapasitasnya sebagai ketua BP2MI, Benny malah sibuk menjadi relawan dan terlibat politik praktis. Bukan fokus pada kepentingan  rakyat, dia malah sibuk pada panggung pilpres. Benny oh Benny, sungguh kasihan, betapa rendahnya,  begitu murahnya harga Benny sebagai manusia. Demi harta dan jabatan, ia rela mau memakan darah dan  daging saudaranya sendiri. Benny Ramdhani, dia akan menuai dari apa yang ditanam. Narasinya yang pongah, bagai membangunkan macan tidur. Bukan hanya terancam dicopot dari ketua BP2MI, tempat ia bekerja yang digaji dari uang rakyat, Benny juga bakal menghadapi gugatan publik. Kalau tidak ranah hukum, siap-siap saja menghadapi pengadilan rakyat. Ia telah menyakiti perasaan publik dengan menantang dan menyatakan siap berhadapan dengan kekuatan rakyat. Benny lupa kalau masa jabatan Jokowi segera akan berakhir dan kekuasaannya juga tak sehebat sekarang. Tunggu saja kalau rezim berganti  atau Jokowi lengser. Benny Ramdhani mau sembunyi dan lari ke mana. Dasar Benny Rhamdani, mulutmu Harimaumu dan perilakumu seperti orang yang bunuh diri. Bunuh diri politik, bunuh diri ala Benny Rhamdani. (*)

Sang Raja Buta-Tuli

Roda pemerintahan semua sedang menuju jalan buntu menembus lorong terjal. Bagaikan sang raja hutan “telinga tuli, mata buta”, malah meminta penambahan masa jabatan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SOLITUDINEM faciunt pacem appellant (mereka menciptakan kehancuran dan menyebutnya perdamaian). Seorang Raja Hutan dalam kondisi lapar atau kenyang, yang selalu ada dalam benaknya itu adalah memangsa lawan. Karena, semua yang ada di luar dirinya itu adalah ancaman. Seorang Penguasa Tirani pasti memiliki paling tidak sifat “mata buta, telinga tuli” alias “buta-tuli” yang dalam menatap, mendengar dan memahami realitas kondisi objektif Indonesia, yang terusik berbeda pendapat, apalagi melawan, akan jadi sasaran empuk dimangsa. Indonesia sudah dilanda krisis multi dimensi yang kondisinya sudah benar-benar terjerembab ke tingkat titik nadir. Akibat ketidak-cakapan, ambisi, dan keserakahan rezim. Tidak sadar negara sudah diambang negara gagal, mengantisipasi dinamika geo politik dunia, dan gagal mengelola problematika dalam negeri. Gagalnya menjaga negara dengan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia terjepit di tengah turbulensi politik global akibat kesembronoannya. Rezim telah benar-benar kehilangan kepercayaan dari masyarakat mayoritas rakyat Indonesia. Korupsi merajalela dan hutang menggunung, keserakahan oligarki sudah menelikung. Bahwa subsidi dicabut, tarif kebutuhan dasar dan pajak melambung tinggi mencekik hidup rakyat yang daya belinya terus menurun. Gagal melindungi rakyatnya. Dalam kondisi keterpurukan ekonomi, enggan menghentikan IKN, Kereta Api Cepat Jakarta Bandung, pembangunan infrastruktur, dan proyek mercu suar lainnya yang hanya karena hawa nafsu ambisinya. Kekuasan makin pongah, arogan, penyimpangan, kekejian, ketidak-adilan, dan kebohongan justru ketika negara sedang berjalan sempoyongan. Dalam ketidakberdayakan, memposisikan polisi dipermak menjadi super body sebagai hammer memukul siapapun yang beroposisi atau melawan penguasa. Anehnya rezim ini tidak sedikitpun merasa bersalah, bahkan makin jumawa dengan macam rekayasa pencitraan, kosong rasa, dan peduli terhadap “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu” sekalipun gelombang demo sudah sampai menuntut Presiden mundur atau turun. Tidak melihat bara sekam semakin membesar dipastikan akan bisa berubah menjadi kekuatan revolusi sosial dan yang setiap saat bisa menerkamnya. Indonesia sudah miskin peradaban, kesantunan, etika dan benar-benar lepas dari nilai-nilai Pancasila. Bahkan, UUD 1945 juga sudah dimangsa. Roda pemerintahan semua sedang menuju jalan buntu menembus lorong terjal. Bagaikan sang raja hutan “telinga tuli, mata buta”, malah meminta penambahan masa jabatan. Dalam kondisi yang gawat dan rumit, beberapa pejabat tinggi negara, luluh- lantak di mamah oligarki: “In the struggle, I\'m selling myself more often  than not on the highest bidder purely for thrill and money” ((Dalam berjuang, saya lebih sering menjual diri saya pada penawar tertinggi semata-mata untuk kesenangan dan uang). Negara dalam bahaya, dikawal pejabat negara kekinian “enjoy live” tidak peduli kapan lagi buka saat ini menjual diri. (*)