ALL CATEGORY

Ngeri, Provokasi pada Jokowi untuk Melawan Rakyat Sendiri, Copot Kepala BP2MI!

Jakarta, FNN - Saat ini, video dari Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia BP2MI viral di dunia maya.  Video itu berisi perbincangan antara Benny Rhamdani ketika bertemu dengan Presiden Jokowi di GBK dalam acara Nusantara Bersatu Sabtu, 26 November lalu. Video tersebut banyak diunggah di media sosial, dan salah satunya diunggah di akun Twitter Andi Sinulingga.  Andi Sinulingga adalah aktivis Kolaborasi Warga Jakarta. Untuk membahas hal ini lebih jauh, Hersubeno Point edisi Selasa (29/11/22) menghadirkan Andi Sinulingga. Apakah negara dalam kondisi darurat? “Ya, kalau terus seperti yang terjadi di GBK, menurut saya rekonstruksi mereka bahwa keadaan ini darurat.  Jadi, yang di elit ini merekonstruksi seolah-olah Indonesia ini mau hancur,” ujar Andi Sinulingga.  Jadi, menurut Sinulingga, direkonstruksi seolah-olah yang mengkritisi pemerintah, misalnya kasus PSSI – Kanjuruhan, soal penanganan gempa Cianjur, dan sebagainya. Padahal, yang namanya civilian society itu sudah pasti cerewet, di manapun. Makanya dalam civil sosiety ada yang namanya Watchdog, media yang membuat para pejabat itu memang tidak boleh hidup tenang, harus kerja.  Lihat saja bagaimana mereka melakukan hal yang sama terhadap Anies Baswedan, tapi bedanya circlenya Anies tidak membangun framing bahwa seolah-olah Jakarta itu darurat.   Menurut Sinulingga, orang mengkritik itu banyak modelnya, dari mulai yang paling santun sampai yang paling kasar. Tapi, apapun itu, semua adalah kritik yang dialamatkan kepada pemerintah. Tapi kalau persoalan di tengah-tengah masyarakat itu, menurutnya, sederhana: pangan terjangkau, daya beli masyarakat cukup kuat menggapai harga-harga, lapangan pekerjaan itu mudah diakses, layanan kesehatan, pendidikan yang baik untuk anak-anak, keamanan di jalan-jalan, dan orang hidup aman. Ini sebenarnya basic-nya publik. Tetapi, coba diperhatikan apa yang disajikan oleh elit: negara ini mau hancurlah, ada kelompok-kelompok intoleranlah, ada khilafahlah, ada kelompok yang tidak NKRI-lah, suatu hal yang semuanya debatable, yang sangat ilusif, sementara yang dibutuhkan riil.  Mereka tidak bisa masuk ke yang riil sehingga dibangunlah framing-praming yang menyesatkan. “Biasanya orang-orang yang kayak begini terjadi pada perilaku-perilaku sindrom megalomania. Orang-orang yang megalomania itu merasa paling kuasa, merasa hebat, takut kehilangan kekuasaan, dan suka sekali mendeskripsikan sesuatu yang sebenarnya tidak begitu,” ujarnya. Kalau kita tidak mau menggunakan istilah ‘bohong’, jadi menggambarkan sebuah ketakutan di tengah-tengah masyarakat bahwa seolah-olah hanya dialah yang bisa mengawal negeri ini dan kalau ikut dia negeri ini aman. Semacam membangun politik-politik ketakutan terus-menerus yang sebenarnya problem dasarnya tidak seperti itu.  “Saya melihat gejala ke arah sana itu sudah tampak bahwa ini seolah-olah mau dibikin pertempuran. Jadi pertempuran itu pertempuran pro- dan kontra-. Ini dibikin semacam colosseum, masing-masing punya gladiator dan kemudian tepuk tangan, sehingga kerja-kerja pemerintah yang harusnya lebih konkret itu tidak lagi dilihat oleh masyarakat,” tandas  Sinulingga. Kalau sudah terbelah seperti ini, biasanya kelompok-kelompok rasional itu yang di tengah dan jumlahnya sedikit.  Menurut Sinulingga, kalau kita lihat, semua hasil survei dari mulai trend di DKI itu pro- dan kontra- itu, itu yang di tengah itu paling 15 - 20%. Jadi, kelompok-kelompok rasional, yang well educated, tidak berani bersikap, karena takut dianggap ada kecenderungan dalam bersikap. Jadi akhirnya mereka tidak mau hidup dalam pro- dan kontra- itu sehingga mereka diam. Akhirnya, yang mendominasi adalah kutub-kutub yang sebenarnya tidak menjawab kehidupan bermasyarakat kita. Ini biasanya dirawat oleh kekuasaan. “Menurut saya, pertemuan di GBK itu murni pertunjukan politik, bukan kepentingan negara. Tidak ada kepentingan negara di situ, murni kepentingan politik, pertunjukan politik, untuk mempertahankan eksistensi Pak Jokowi.  Tentu kalau Pak Jokowi selamat yang di belakang-belakangnya juga selamat. Budaya politik begini menurutnya, tidak boleh dibiarkan. Harus direm, harus diingatkan,” tegasnya.  Secara umum, video tersebut berisi provokasi terhadap Pak Jokowi untuk memerangi rakyatnya sendiri. Atau pilihannya, jika Pak Jokowi tidak membiarkan kita bertempur di lapangan, Pak Jokowi harus menggunakan instrumen hukumnya untuk menindak secara tegas. Pak Jokowi meresponsnya dengan “dikencengin ya”. Apa tafsiran ada terhadap video itu? “Arogan. Arogansi yang muncul dari kekhawatiran bahwa pasca Pak Jokowi, kalau yang mereka persepsikan lawan-lawan politik itu dibiarkan terus membesar, kemudian menjadi pemenang Pilpres, ini sudah pasti dihantui dengan perasaan tidak enak, post power syndrome,” jawabnya. (ida)

(1/2 + 1) atau Musyawarah?

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Musyawarah mufakat dengan tohikmah kebijaksanaan perwakilan. Demikian bunyi sebuah sila dalam Pancasila. Kalimat ini punya akar peradaban yang kuat. Lembaga musyawarah instrumen dalam Kuasa adat yang merupakan model power system yang pertama yang dilaksanakan di Indonesia dengan nomenclatur yang bernacam-macam. Kuasa adat dapat menjadi tandem (sekutu) zona ekonomi  atau kerajaan. Kuasa adat sebagai mayor power system  pengaruhnya lebih besar dari kerajaan sebagai the existing power holder dalem menentukan raja baru. Sebagaimana di Egypt, Dewan Pandita  lebih menentukan dalam menentukan the coming Pharao dari pada the existing Pharao. Adat dengan mekanisme musyawarah, di era kemerdekaan, tergeser demokrasi dengan rumus rule of the game (1/2 + 1). Tahun 1950-1959 kita berdemokrasi. Umur pemerintah bergantung mosi tidak percaya di Parlemen tembus rumus (1/2 + 1) apa tidak. Lolos apa tidak kata kunci pada koehandel, dagang sapi. Partai yang dukung mosi bisa dapat kursi di kabinet berikut. Tentu tak semua partai jaman itu suka koehandel. Ongkos yang harus dibayar dari demokrasi koehandel: stabilitas pemerintahan goyah terus. Dengan dekrit Soekarno  akhiri demokrasi model ini tapi BK tetap gunakan term demokrasi dengan konten otokrasi. Maka muncul Orde Baru dengan label demokrasi pembangunan. Penguasa tak berganti tembus tiga dasawarsa. Reformasi kemudian berhadir dengan menerapkan nummerical calculation di segala bidang . Status konstitusi pun tak jeoa setelah 4x perubahan. Pendaftaran untuk ditempatkan dalam Lembaran Negara oleh Ketua MPR Hidayat Nurwahid ditolak dengan alasan  format batang tubuh konstitusi ciptaan Reformasi tak dikenal. Artinya onrechterlijk. Apakah dapat diberlakukan? Sementara UUD 45 asli tetap dalam daftar Berita Negara (istilah sebelum LN) bulan Januari 1946. Tidak ada klarifikasi soal ini. Pembelaan pihak reformasi onwetenschapelijk en onrechtlijk, ngaco kayak ta\'oco, tapi ta\'oco enak. (RSaidi)

Menegakkan Hukum atau Hasutan Represif?

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Video viral Benny Rhamdani  sangat mengejutkan, secara terang-terangan memberi pernyataan kepada Presiden akan melawan (secara fisik?), kalau pemerintah tidak proses hukum kepada kelompok masyarakat yang menyampaikan pendapat kritis kepada pemerintah, khususnya kepada Jokowi.  Video yang menurutnya tidak utuh tersebut menunjukkan sifat otoriter anti kritik. Bahkan lebih jauh lagi, membujuk pemerintah untuk mengambil cara otoriter kepada masyarakat yang menyampaikan kritik. Pernyataan ini sangat bahaya. Bisa mengundang benturan horisontal sesama anak bangsa. Padahal kritik adalah bagian dari demokrasi, kritik adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. Pasal 28E Ayat (3) UUD mengatakan, \"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Tetapi, menurut klarifikasi yang bersangkutan, kritik yang disampaikan ini bukan lagi sekedar kritik, tetapi upaya delegitimasi atau bahkan mau menjatuhkan pemerintah. Maka itu harus dilawan (alias “ditawur”?), kalau pemerintah tidak proses hukum, alias tangkap? Klarifikasi ini juga sangat bahaya karena dapat dianggap sebagai fitnah kepada kelompok masyarakat yang kritis. Karena itu, Benny Rhamdani harus bisa menunjukkan kritik mana yang dianggap delegitimasi atau mau menjatuhkan pemerintah? Sebagai contoh, kalau ada masyarakat yang mengatakan “pemerintah gagal memberi kesejahteraan kepada masyarakat”, apakah ini delegitimasi dan mau menjatuhkan pemerintah, sehingga harus “ditawur”? Benny Rhamdani juga mengatakan, kritik selalu dilakukan dengan pola yang sama: penyebaran kebencian, fitnah, adu domba antar suku dan agama, dan berita hoax, bahkan penghinaan dan pencemaran terhadap simbol-simbol negara, presiden, ibu negara. Sehingga menurutnya wajib “ditawur”?  Untuk hal ini, Benny Rhamdani juga harus klarifikasi apa yang dimaksud dengan penyebaran kebencian, fitnah, adu domba, berita hoax, dan lainnya itu. Dan wajib menunjukkan contoh kasus yang sudah terjadi.  Karena, jangan sampai yang dituduhkannya kepada kelompok masyarakat kritis ini hanya fitnah saja. Sekali lagi, inti dari pernyataan Benny Rhamdani adalah, kalau pemerintah tidak bisa menegakkan hukum kepada kelompok masyarakat kritis, maka Benny Rhamdani bersama kelompoknya siap melakukan perlawanan (secara fisik?). Kalau dicerna lebih dalam lagi, ungkapan Benny Rhamdani kepada Jokowi dapat juga dimaknai sebagai “ancaman” kepada Jokowi: kalau Anda tidak proses hukum kepada para “pengritik”, maka kami akan melawan (secara fisik?). Selain bahaya, pernyataan Benny Rhamdani tersebut dapat menjadi bumerang. Kalau pemerintah tiba-tiba menangkapi masyarakat yang menyampaikan pendapat kritis, maka masyarakat mengerti siapa dalang di belakang itu semua.  Di sisi lain, pernyataan Benny Rhamdani mungkin sudah memenuhi pelanggaran Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatakan: Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi tingginya tiga tahun. Karena, pernyataan Benny Rhamdani “kami melawan” sudah bisa menerbitkan keonaran, dan yang disampaikannya merupakan berita bohong bahwa masyarakat kritis mau menjatuhkan pemerintah. (*)

Ngumpulin Massa, Apa yang Dicari Jokowi?

Oleh KR. Tumenggung Pubonagoro - Pengamat Politik  Sabtu, 26 November 2022, Presiden Joko Widodo menghadiri acara pengumpulan massa Gerakan Nusantara Bersatu: Satu Komando  untuk Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Mengapa Jokowi sebagai presiden sampai bela-belain datang ke acara yang digelar relawan ini? Banyak hal janggal yang patut dipertanyakan dalam keputusan Jokowi menghadiri acara tersebut. Bila dirasa dengan akal sehat pun, rasanya akan sulit diterima. Mari kita kupas satu persatu mengenai fenomena tersebut.  Pertama, mengapa Jokowi sebagai Presiden RI masih harus repot-repot mengumpulkan massa di GBK? Apakah dia masih mengejar popularitas di masa akhir Jabatannya? Ingat, Masa jabatannya hanya tinggal sekitar satu tahun. Apakah dia masih berpikir untuk maju sebagai capres untuk periode ketiga?  Menggelar acara di GBK saja sudah merupakan sebuah kejanggalan. Jadi sebuah  paradoks dan sulit diterima akal sehat. Kita semua tahu bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga sudah mengeluarkan peraturan GBK tidak boleh digunakan kegiatan apa pun sampai kegiatan Piala Dunia U-20 Mei 2023.  Nyatanya, relawan Jokowi bisa menggelar acara politik di stadion ini. Apakah Jokowi tidak tahu peraturan ini? Rasanya mustahil. Tak aneh rasanya bila topik tentang acara di GBK trending dan mendapat penilaian miring. Netizen protes tentang ketidakadilan peraturan yang dibuat pemerintah sendiri.  Masalahnya lagi, para peserta yang mengikuti acara tersebut tidak tertib dan buang sampah sembarangan. Akibatnya sekitar GBK jadi penuh sampah. Itu bukan satu-satunya hal miring soal peserta. Banyak peserta merasa tertipu dengan acara ini. Awalnya dijanjikan untuk mengikuti acara istighosah di GBK, ternyata mereka diminta mendengar pidato Jokowi. Dalam beberapa video yang viral di media sosial, para peserta terlihat keluar dari GBK saat Jokowi tampil di panggung. Para peserta merasa dibohongi oleh panitia.  Sekarang mari kita telisik latar belakang mengapa acara tersebut sampai terjadi dan mengapa sampai Jokowi mau hadir di acara pengumpulan massa oleh relawan. Kita harus melihat peristiwa yang terjadi sebelumnya.  Awal November 2022, Jokowi mengatakan bahwa pilpres 2024 sepertinya akan jadi jatah Prabowo. Mendengar pernyataan tersebut, terjadi kehebohan dan kegoncangan di kalangan relawan Jokowi. Hal tersebut sangat mengagetkan, karena tiba-tiba Jokowi mendukung Prabowo.  Di kalangan Projo, bahkan ada yang sampai membuat statement seperti ini: “Daripada disuruh  mendukung Prabowo, lebih baik pindah gerbong mendukung Anies Baswedan”. Hal ini tak lepas dari kalangan relawan Jokowi yang memang anti kepada Prabowo sejak 2014.  Relawan Jokowi, memang banyak yang berharap agar Jokowi mendukung Ganjar, bukan Prabowo. Berawal dari kekecawaan tersebut, akhirnya sebagian relawan mendesak Jokowi mengumumkan dukungan kepada Ganjar. Hal tersebut, lalu diikuti oleh Jokowi dengan menyebutkan capres berambut putih yang sebaiknya dipilih.  Hal ini memunculkan paradoks berikutnya. Bagaimana seorang kepala negara yang harusnya berada di tengah, terlihat melakukan zig-zag politik untuk mendukung calon tertentu. Bahkan, dia seperti tidak punya pendirian. Saat berada di kelompok tertentu dia akan mendukung satu calon. Di saat didesak relawan, dia akan mendukung calon lainnya.   Apa yang sebenarnya dicari? Apakah dia memilih mencari popularitas di  akhir masa jabatannya? Apakah tidak sebaiknya Jokowi fokus menjalankan roda pemerintahan serta menyiapkan pemilu 2024 yang jurdil, agar dia  dikenang sebagai pemimpin yang baik dan adil.  Pertanyaan-pertanyaan tersebut bertebaran di kalangan masyarakat. Belum lagi acara ini digelar dengan cara janggal pula. Gerakan Nusantara Bersatu diketuai oleh Aminuddin Ma’ruf, Staf Khusus Presiden.  Bagaimana mungkin acara pengumpulan relawan yang dilakukan dengan menabrak aturan diketuai oleh  staf presiden? Bagaimana mungkin acara relawan yang memobilisasi massa bayaran, dengan dalih istighosah diketuai oleh staf presiden? Kita pantas bertanya-tanya. Untuk memobilisasi massa sebanyak itu, apakah menggunakan uang negara? Kita pantas bertanya, karena acara ini diketuai staf presiden. Bila bukan dari negara, apakah seorang pejabat publik seperti Aminuddin Ma’ruf boleh menerima dana dari pihak ketiga?  Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab dengan gamblang. Bila tidak, kita bisa menilai, bagaimana negara Indonesia tercinta ini dijalankan dengan cara-cara yang tidak fair, tidak profesional, dan hanya digunakan untuk mendukung kepentingan kelompok tertentu. (*/

RKUHP Menghapus Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE

Jakarta, FNN - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) akan menghapus pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang selama ini tercantum dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).“KUHP ini menghapus pasal-pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada dalam UU ITE,” kata Edward yang akrab disapa Eddy usai menghadiri Rapat RKUHP dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.Eddy mengatakan penghapusan pasal itu menjadi kabar baik bagi iklim demokrasi dan kebebasan berekspresi. “Karena teman-teman, terutama media selalu mengkritik aparat penegak hukum menggunakan UU ITE untuk melakukan penangkapan dan penahanan,” ujar dia.Dia menyampaikan agar tidak terjadi disparitas maka ketentuan di dalam UU ITE dimasukkan ke dalam RKUHP dengan penyesuaian-penyesuaian.“Dengan sendirinya mencabut ketentuan pidana khususnya Pasal 27 dan 28 di UU ITE,” jelasnya.(sof/ANTARA)

Tanpa Tes Psikologi Surat Izin Senjata Brigadir J dan Bharada E

Jakarta, FNN - Kepala Urusan Logistik Pelayanan Masyarakat Polri Linggom Parasian Siahaan mengatakan bahwa Surat Izin Membawa dan Menggunakan Senjata Api (Simsa) Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) diperoleh tanpa tes psikologi.“Prosedurnya tidak lengkap, tidak ada tes psikologi, tidak ada pengantar satker, dan tidak ada surat keterangan dokter,” kata Linggom di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika mengutip ucapan Kayanma Polri Kombes Pol Hari Nugroho kepada dirinya. Linggom menjelaskan, pada Desember 2021, ia dipanggil oleh Kayanma ke ruangan dan menerima satu lembar kertas.Isinya, tutur Linggom, adalah sudah tertulis atas nama Brigadir Yosua dan Bharada Eliezer. “Bapak Kayanma perintahkan saya, ‘tolong kamu buatkan SIMSA-nya. Saya tunggu sekarang’,” ucap Linggom mengutip ucapan Hari.Setelah SIMSA tersebut selesai ia buat dan ia serahkan kepada Hari, keesokan harinya ia dipanggil dan Hari meminta kepada Linggom untuk menyimpan kembali SIMSA tersebut karena prosedur yang tidak lengkap.“Empat hari kemudian, saya ditelpon lagi sama Pak Kayanma agar menurunkan kembali surat senjata api tersebut. Saya antar ke ruangan beliau, saya serahkan ke Bapak Kayanma. Setelah Pak Kayanma terima, langsung Pak Kayanma berbicara kepada saya, ‘Barusan saya ditelpon Kadic Propam Pak Sambo agar segera tanda tangan’, setelah itu saya serahkan,” ucap Linggom menjelaskan.Dalam SIMSA yang diberikan, Linggom bersaksi bahwa yang tertulis di kertas itu adalah senjata glock untuk Bharada E, dan HS untuk Brigadir J.Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Penegakan Hukum Provost Divisi Propam Polri Susanto Haris mengungkapkan bahwa Bharada E sempat mengeluarkan KTP dan KTA ketika Susanto meminta Bharada E menunjukkan SIMSA.“Kami tanyakan ke Richard, ‘Mana surat izin senjatanya?’ Dikeluarkan KTP dan KTA, kemudian saya jawab, ‘Bukan, yang saya tanyakan surat izin menggunakan senjata api’, kemudian saya lihat kok tidak ada fotonya,” kata Susanto ketika menyampaikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Kemudian, tutur Susanto melanjutkan, ia membalik dan mencocokkan nomor seri senjata dan surat izinnya tertera NPY8519 dengan glock 17 guna memastikan sama atau tidaknya senjata dengan nomor seri yang tertera.“Kemudian saya lapor ke Pak Karo Provos, ‘Mohon izin, Ndan, nomor SIMSA dan senjatanya sama’,” ucap Susanto.(sof/ANTARA)

Menpora: Latihan Saja Tidak Cukup, Timnas Harus Ada Atmosfer Kompetisi

Jakarta, FNN – Ketua Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Zainudin Amali mengatakan Tim Nasional (Timnas) Indonesia juga memerlukan kompetisi dalam mempersiapkan Liga 1. Pernyataan tersebut disampaikan melalui Konferensi Pers yang diselenggarakan di Auditorium Wisma Menpora, Jakarta Pusat, Senin (28/11).  Dalam Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Sepak Bola Liga 1, sederet pihak yang terlibat beserta pemimpin 18 klub sepak bola membahas persiapan Timnas Indonesia menghadapi Liga 1 dan persiapan negara sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA World Cup 2023 yang akan datang.  Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Ferry Paulus, Perwakilan Asops Polri Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi Kapolri Agung, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali menjelaskan hasil rapat di jumpa pers yang digelar sekitar pukul 17.30 WIB.  Zainudin mengatakan pihak perwakilan klub setuju dalam memberikan dukungan atas terbentuknya Timnas, baik untuk tim senior maupun tim kelompok umum.  \"Teman-teman dari klub bersepakat untuk memberikan dukungan sepenuhnya kepada terbentuknya Tim Nasional yang tangguh,\" ujar Zainudin.  Menpora juga menegaskan bahwa komitmen terbentuknya Timnas Indonesia sudah sangat jelas. Ia menyampaikan, selain latihan, Timnas pun memerlukan kompetisi.  \"Kita tahu persis bahwa kalau hanya dengan latihan saja, apakah itu latihan dalam negeri maupun di luar negeri, itu tidak cukup. Harus ada atmosfer kompetisi yang bisa mengasah kemampuan tim nasional kita,\" ucapnya.  Hasil evaluasi jangka panjang yang kerap berubah, menurut Zainudin, merupakan alasan dibutuhkannya kompetisi. Kompetisi itupun perlu dilakukan perbaikan sebelum direalisasikan kepada Timnas.  \"Dibutuhkan perbaikan-perbaikan atau transformasi terhadap pola kompetisi kita,\" tambah Zainudin.  Dalam perkembangannya, Zainudin juga melaporkan perkembangan SOP pengamanan kepolisian yang sudah cukup progresif.  \"Pihak Polri juga menyampaikan berbagai hal-hal yang sudah agak progresif tentang SOP pengamanan dan lain-lain yang berkaitan dengan kompetisi ini,\"  Mengenai SOP ini, pihak kepolisian akan kembali menggelar rapat koordinasi yang khusus membahas pengamanan pada Selasa (29/11). Pihak yang akan hadir di antaranya kepolisian, PSSI, LIB, Kementerian PUPR, dan Kementerian Kesehatan. (oct)

Sudibyo Sebut Adanya Ketidakjelasan PP Produk Tembakau dengan Visi Indonesia Emas 2045

Jakarta, FNN – Sudibyo Markus, Adviser Indonesia Institute for Social Development, mengatakan ada ketidakjelasan Revisi PP no. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dengan Visi Indonesia Emas 2045.  Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau menyelenggarakan konferensi pers bertemakan \"Peredaran Produk Tembakau Tanpa Kendali: Rapor Merah 2022 Pemerintahan Jokowi-Amin\" secara hybrid pada Jumat, (25/11).  Sudibyo mengatakan bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada suatu kekecewaan karena anti klimaks mengenai produk tembakau, yaitu rokok. Ia membahas tiga pokok yang menjadi dampak dari permasalahan tersebut.  Pertama, Sudibyo menjelaskan tentang instrumen teknis dalam PP no. 109 tahun 2012 yang mempunyai dasar legal tidak berfungsi secara optimal.  \"Kita sadar bahwa semua instrumen-instrumen itu tidak berfungsi dengan optimal. Alasannya adalah karena memang kebijakan-kebijakan yang mengatur di atasnya itu lemah,\" kata Sudibyo.  Kedua, tidak dilaksanakannya proses pengharmonisasi untuk perbaikan konsep dalam menyikapi instrumen tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden no. 87 tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sudibyo menjelaskan bahwa PP yang sempat diajukan oleh wakil Menteri Kesehatan tersebut mengalami gagal revisi. Ia menyebut adanya sisi politik di balik proses tersebut.  \"Bahwasanya memang ada sisi-sisi politik di balik instrumen-instrumen teknis ini,\" ujarnya.  Kemudian, cara menghubungkan instrumen teknis dengan cita-cita visi nasional Indonesia Emas 2045 dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bangsa yang berdaya saing tinggi. Tidak terdapat kesinambungan antara instrumen teknis dengan visi tersebut.  \"Di sinilah kita melihat tidak nyambungnya. Bagaimana proses pengambilan keputusan yang ketiga ini, seolah-olah negeri ini, negeri tidak bertuan,\" ucap Sudibyo.  Aktivis sosial tersebut juga sempat mempertanyakan dan mengkritisi kedudukan Presiden Joko Widodo sebagai negarawan.  \"Kita bertanya, apakah negara kita ini dipimpin oleh seorang negarawan atau hanya oleh seorang petugas partai? Yang ikut pada maunya partai dan bisa tunduk pada perintah-perintah dari oligarki,\" ujarnya.  Dalam penutupnya, ia menyampaikan akan terus menyuarakan kegelisahan masyarakat untuk mengendalikan zat adiktif tersebut. Selain Sudibyo, ketiga pembicara lain yang hadir, yaitu Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD), Asep Mulyana (Peneliti HAM), dan Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group). (oct)

Pelaksanaan Sidang Paripurna MPR Sepakat Ditunda

Jakarta, FNN - Rapat Pimpinan MPR menyepakati menunda agenda sidang paripurna dalam rangka Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan rancangan Keputusan MPR RI terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), yang sebelumnya akan dilaksanakan pada 2023.Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan penundaan Sidang Paripurna MPR RI itu karena kondisi bangsa sedang menghadapi duka mendalam akibat gempa dengan magnitudo 5,6 yang terjadi di Kabupaten Cianjur.\"Setelah beberapa waktu sebelumnya tertunda karena padatnya berbagai agenda kenegaraan, seperti penyelenggaraan KTT G20 hingga pembentukan Forum MPR Dunia yang digagas MPR RI, kini Sidang Paripurna MPR RI tersebut juga tertunda karena kondisi bangsa sedang menghadapi duka mendalam,\" kata Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo, usai memimpin Rapat Pimpinan MPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta.Ia mengatakan MPR RI telah terjun langsung ke lokasi bencana gempa di Kabupaten Cianjur untuk menolong saudara sebangsa yang menjadi korban.Menurut ia, Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan telah terjun ke lapangan pada malam pertama terjadinya gempa hari Senin (21/11) dan Relawan 4 Pilar MPR RI yang terjun bersama organisasi kemasyarakatan Gerakan Keadilan Bangun Solidaritas (GERAK BS).\"Pada pekan ini MPR RI juga akan mengumpulkan bantuan dari para anggota, fraksi, maupun kelompok DPD, untuk bersama-sama bergotong royong meringankan beban warga Kabupaten Cianjur yang terdampak musibah gempa,\" ujarnya.Bamsoet menjelaskan Relawan 4 Pilar MPR RI bersama GERAK BS sudah mengirimkan satu truk bantuan kemanusiaan yang terdiri atas perlengkapan mandi, selimut, alas tidur, susu, makanan dan air mineral, popok bayi, tenda pleton, hingga pakaian layak pakai.Bahkan, Relawan 4 Pilar MPR juga sudah bertemu Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di lokasi bencana untuk membantu penanganan kesehatan warga terdampak gempa.\"Bantuan kemanusiaan masih akan terus disalurkan oleh Relawan 4 Pilar MPR RI bersama GERAK BS. Pada hari ini mereka sudah kembali terjun ke berbagai titik pengungsian untuk menyalurkan berbagai bantuan kemanusiaan,\" katanya.Bamsoet menjelaskan dalam Rapat Pimpinan MPR RI juga kembali menegaskan bahwa pembentukan Forum MPR Dunia yang digagas MPR RI dan secara resmi telah terbentuk di Bandung pada 26 Oktober 2022, bukan untuk menegasikan tugas dan fungsi serta kewenangan diplomasi parlemen yang telah diemban DPR RI melalui PUIC, IPU maupun berbagai lembaga internasional lainnya.Pembentukan Forum MPR Dunia itu dengan melibatkan Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis MPR lainnya dari 15 negara dunia sebagai deklaratornya.\"Forum MPR Dunia merupakan wadah baru bagi lembaga sejenis MPR yang terdapat di berbagai negara dunia, untuk meningkatkan kerjasama mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,\" katanya.Menurut ia, sebagai tahap awal, baru 15 negara yang hadir menjadi deklarator sekaligus anggota dan ke depannya Forum MPR Dunia akan berkembang lebih luas.Oleh karena itu, Bamsoet menilai keanggotaannya bisa semakin inklusif melibatkan berbagai Majelis Syuro, Majelis Syuyukh, atau Lembaga Parlemen Sejenis MPR Lainnya dari berbagai negara dunia, khususnya yang belum terakomodir di PUIC maupun di IPU.\"Sebagai tindak lanjut atas terbentuknya Forum MPR Dunia, MPR RI melalui Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid akan membentuk Tim Kerja untuk merumuskan visi, misi, tata tertib, program kerja, hingga syarat-syarat keanggotaan Forum MPR Dunia,\" katanya.Bamsoet mengatakan jika visi, misi, tata tertib, dan program kerja, serta berbagai hal teknis lainnya sudah selesai dibahas, maka Forum MPR Dunia bisa segera bekerja untuk memberikan berbagai hasil nyata, khususnya mendorong kerja sama yang lebih erat secara bilateral, regional ataupun multilateral.Hal itu karena multitrack diplomacy akan mampu memberikan pencapaian yang efektif untuk mendukung cita-cita percepatan pembangunan global, yang hanya bisa dicapai melalui kerjasama intensif antar berbagai negara.(sof/ANTARA)

Laksamana Yudo Margono Layak Menjadi Panglima TNI

Jakarta, FNN - Pengamat militer dan pertahanan dari Indonesia Defence Strategy Forum (IDFS) Septiawan berpendapat Laksamana TNI Yudo Margono layak untuk menggantikan posisi Jenderal TNI Andika Perkasa yang memasuki masa pensiun pada Desember 2022.\"Pak Yudo layak untuk menjabat panglima TNI,\" kata Septiawan di Jakarta, Senin, menanggapi penunjukan Yudo Margono sebagai calon tunggal panglima TNI.Menurut pria yang biasa disapa Iwan ini, kesejahteraan prajurit merupakan kunci pembentukan postur TNI yang profesional dalam melaksanakan tugas pokoknya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).\"Sosok Laksamana TNI Yudo Margono telah berhasil meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI AL selama masa kepemimpinannya sehingga dapat memberikan efek yang begitu fantastis dalam pembangunan SDM prajurit TNI AL yang berkualitas,\" tuturnya.Dengan prestasi pembangunan, kata dia, lebih dari ratusan infrastruktur utama dan penunjang TNI AL di masa kepemimpinannya.“Tidak salah kalau kita menyematkan titel Bapak Infrastruktur TNI AL. Beliau dengan jeli mengidentifikasi bahwa pondasi utama pembangunan kekuatan TNI AL ada di Infrastruktur dan dengan cepat menerjemahkan dalam roadmap sejak bertugas pada Mei 2020,\" ujarnya.Septiawan menegaskan, Yudo juga berhasil membawa perubahan birokrasi di TNI AL dengan terwujudnya \"right sizing\" organisasi.\"Harapan sangat besar bertumpu pada keberlanjutan setelah ini yaitu peningkatan postur dan alutsista TNI yang semakin berkualitas guna kejayaan maritim Negara Kesatuan Republik Indonesia,\" kata lulusan Universitas Pertahanan Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Prodi Diplomasi Pertahanan itu.Ketua DPR RI Puan Maharani menerima surat presiden tentang calon Panglima TNI atas nama Laksamana TNI Yudo Margono yang diusulkan menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang segera memasuki masa pensiun.Surat presiden tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno kepada Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.(sof/ANTARA)