ALL CATEGORY
NasDem Belum Efektif Menyerap Suara Pemilih Anies Baswedan
Jakarta, FNN - Survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan Partai NasDem belum efektif menyerap pemilih bakal capresnya, Anies Baswedan.\"Survei ini menemukan bahwa dari total 23,6 persen pemilih Anies, hanya 12 persen di antaranya yang menyatakan memilih NasDem,\" kata pendiri SMRC Saiful Mujani saat memaparkan hasil surveinya dalam \'Program Bedah Politik bersama Saiful Mujani\' yang bertajuk \"Anies Bantu Elektabilitas NasDem?\", yang disiarkan melalui kanal Youtube SMRC TV, Kamis.Perolehan suara NasDem dari pemilih Anies sama dengan dukungan pemilih Anies pada PDIP (12 persen), Gerindra (12 persen), dan Demokrat (11 persen) . \"Suara Anies terdistribusi hampir merata di banyak partai,\" kata Saiful.Distribusi suara Anies yang paling banyak terjadi pada PKS. Partai ini mendapatkan sekitar 20 persen pemilih Anies. PKS yang paling diuntungkan oleh suara Anies, walaupun partai ini belum melakukan deklarasi mendukung Anies sebagai calon presiden mereka.Sementara ini, kata Saiful, NasDem belum mengambil keuntungan atau belum terlihat cukup menonjol untuk mampu menampung suara pendukung Anies. \"NasDem tidak berbeda dengan Gerindra dan PDIP, bahkan kalah oleh PKS dalam menarik suara Anies,\" ujarnya pula.Survei ini dilakukan secara tatap muka setelah deklarasi NasDem untuk mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden, 3 sampai 9 Oktober 2022.Hasilnya menunjukkan bahwa dalam simulasi lima nama, Anies mendapatkan dukungan 23,6 persen. Sementara Ganjar Pranowo didukung 30,5 persen suara, Prabowo 25,7 persen, Puan Maharani 5,1 persen, dan Airlangga Hartarto 2,4 persen. Masih ada 12,7 persen yang belum menyatakan pilihan.Saiful menyatakan bahwa masih minimnya dukungan pemilih Anies pada NasDem, karena partai ini mengubah warna atau wajah dari pemilih NasDem itu sendiri ketika mendeklarasikan Anies sebagai bakal calon presiden. \"Ada sebagian dari pemilih NasDem yang kurang senang dengan keputusan partai tersebut, bahkan ada elitenya yang menyatakan mengundurkan diri,\" ujarnya.Saiful mengatakan, suara NasDem yang sekarang sekitar 5,4 persen menunjukkan bahwa suara dari daerah seperti Sumatera sudah mulai masuk ke NasDem sebagai pengganti pemilih yang keluar dari Indonesia bagian timur.Saiful melihat karakter pemilih Anies cukup unik, umumnya berasal dari luar Jawa dan Muslim. Segmen pemilih ini cukup besar. Ada peluang bagi Anies untuk memperkuat suara dari segmen ini. Dan jika ini bisa dimanfaatkan dengan baik, secara teoritis, menurut Saiful, NasDem kemungkinan bisa mencapai target menjadi partai dua besar. Namun sekarang belum terlihat. \"Yang perlu dilakukan oleh NasDem sekarang adalah bagaimana membuat suara Anies sekarang secara sistematik bisa lebih cenderung ke NasDem,\" ujarnya lagi.Saiful menambahkan partai seperti Gerindra yang sudah mencalonkan Prabowo mestinya tidak sanggup menarik pemilih dari Anies. \"Namun sekarang, hal itu belum terjadi karena kenyataannya masih banyak pemilih Anies yang memilih Gerindra,\" kata Saiful.Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1.220 responden. Response rate sebesar 1.027 atau 84 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).(Sof/ANTARA)
Jelang Presidensi G20 DPRD Bali Sementara Tidak Menerima Aspirasi
Denpasar, FNN - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali untuk sementara tidak menerima aspirasi dalam bentuk keramaian sebagai salah salah upaya menjaga situasi politik tetap kondusif menjelang puncak Presidensi G20, terhitung 10-20 November 2022,\"Termasuk apapun itu, baik (aspirasi) adat, apapun, karena itu rentan memancing. Apalagi yang anarkis, saya titip Brimob sikat aja kalau ada yang mengacaukan kantor DPRD ini,\" kata Ketua DPRD Bali, Adi Wiryatama di Denpasar, Kamis.Adi Wiryatama menyampaikan hal tersebut saat dihubungi usai bertemu dengan pasukan Brimob di aula belakang Kantor DPRD Bali.Menurut dia, keamanan rentan dengan situasi politik karena jika keamanan kacau, maka politik juga hancur.Oleh karena itu, bersama unsur pimpinan lain, DPRD Bali mufakat untuk tidak menerima aspirasi dalam bentuk keramaian hingga 20 November mendatang. Jika aspirasi ingin melibatkan massa, dipersilahkan setelah 20 November.DPRD Bali, lanjut dia, memang benar rumah rakyat hanya tidak elok juga jika kemudian penyampaian aspirasi sengaja memilih waktu ketika anggota dewan tidak ada di tempat.Misalnya janji datang pukul 10.00 Wita, namun datang pukul 14.00 Wita. \"Lalu datang gamelan baleganjur, bilang bahwa DPRD sepi tidak ada siapa, mereka foto-foto,\" ujarnya.Dia mengatakan tindakan seperti itu dinilai meremehkan dewan. \"Tidak boleh dicoreng hal kecil berupa demo. Saya titip jaga juga itu ke rekan-rekan Brimob jaga rumah rakyat yang juga rumah politik ini,\" kata mantan Bupati Tabanan itu.Saat berbincang dengan sebagian korps baret biru yang dipimpin AKP Wayan D W Regama itu, Adi menitip pesan agar mereka menjaga hajatan Presidensi G20 dengan optimal.\"Bila sukses, tentu akan berimbas kepada pengakuan dan nama baik Bali sebagai daerah yang aman dikunjungi. Kesuksesan itu bergantung dari tingkat keamanan rekan-rekan aparat, termasuk Brimob yang ada di sini,\" katanya.Adi menyilakan Brimob menggunakan fasilitas apapun yang ada di DPRD Bali untuk bertugas dengan baik menjaga Presidensi G20 Indonesia. \"Dasarnya adalah keamanan, kalau tercoreng sedikit berarti kita gagal. Kita tidak mau gagal, keamanan harga mati, harga mutlak,\" ucapnya.Selain itu, Adi Wiryatama berharap Presidensi G20 aman dan lancar demi menjaga harkat-martabat bangsa di mata dunia.(Sof/ANTARA)
Putin Dipastikan Absen Hadiri Puncak KTT G20 di Bali
Denpasar, FNN - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan memastikan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin absen untuk menghadiri puncak KTT G20 yang akan diselenggarakan di Nusa Dua, Badung, Bali pada 15-16 November 2022. \"Saya kira sudah resmi diberitahu, Presiden Rusia (Vladimir Putin) tidak datang, tetapi diwakili oleh petingginya. Presiden sebagai ketua G20 sudah menyampaikan bertelepon juga dengan presiden Putin,\" kata dia usai meninjau kesiapan Command Center Polda Bali, Kamis. Meskipun tidak memberikan informasi rinci terkait absen nya Presiden Rusia Vladimir Putin pada puncak KTT G20, Luhut menyatakan itu keputusan yang mesti dihargai oleh Indonesia sebagai ketua G20 kali ini. \"Ya mungkin ada kesibukan Presiden Putin di dalam negeri. Ya, kita juga harus hormati. Presiden tentu ingin mengakomodasi semua. Beliau berkomunikasi dengan semua leaders, tetapi itu yang terjadi dan itu yang terbaik untuk kita semua,\" ujar dia. Luhut menyatakan sampai hari ini jumlah kepala negara yang terkonfirmasi bakal menghadiri puncak KTT G20 di Nusa Dua, Badung, Bali sudah berjumlah 17 kepala negara, termasuk Presiden Amerika Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping. Beberapa kepala negara/kepala pemerintahan lainnya yang terkonfirmasi bakal menghadiri KTT G20 secara langsung di Bali yaitu Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak. Meskipun tanpa kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin, Luhut mengatakan langkah Presiden Indonesia Joko Widodo telah tepat dimana sebagai ketua, Jokowi telah melakukan fungsinya untuk mengkomunikasikan dan mencoba untuk membuat perdamaian. \"Saya kira pertemuan nantinya, bilateral antara presiden Jokowi dan Biden dan presiden negara lain yang diatur dan dijembatani oleh Presiden Jokowi untuk menunjukkan suatu successfull leadership daripada presidensi G20 ini,\" tutur Luhut Panjaitan. Luhut sendiri juga menyatakan bahwa persiapan Indonesia sebagai Presidensi G20 telah mencapai 100 persen baik dari sisi pengamanan, infrastruktur maupun aspek lainnya. \"Saya kira apa yang kita lakukan ini one of the best. Mungkin the best ever in the history of G20,\" kata dia didampingi oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa, Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Dedy Prasetyo dan sejumlah pejabat tinggi Polri dan TNI lainnya di Command Center Polda Bali, di Denpasar.(Sof/ANTARA)
Rezim Ini Semu dan Hanya Bayangan
Keduanya mendatangi tempat menyampaikan duka bagi VIP. Di situ keduanya menaruh bunga dan menuliskan ucapan duka cita. Jarak tempat duka bagi VIP dan lokasi tragedi sekitar 300 meter, masih di wilayah Itaewon. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih BAGAIMANA bisa mengubah dunia, jika tak bisa mengubah diri (kita) sendiri? “Kemarin aku merasa pintar, karenanya aku ingin mengubah dunia. Sekarang aku lebih bijaksana, maka aku mulai mengubah diriku sendiri.” (Jalaludin Rumi) Setelah mampu memimpin diri, dengan keseimbangan antara hak dan kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab. Pemimpin bukan hanya mengikuti kemauan dirinya sendiri, tapi juga kemampuan mendidik rakyat mengenali yang hak dan bathil yang benar dan yang zalim. Kemampuan menggerakkan untuk perubahan ke arah harmoni hidup yang selaras, serasi dan seimbang. Bukan mengubah menjadi tirani dan otoriter. Pemimpin harus dapat mengaktifkan kepada perbuatan, tetapi bukan hanya menyerukan perbuatan, tetapi mengetahui untuk apa berbuat dan ke mana arah perbuatannya. Tujuan kebaikan adalah kebaikan untuk hidup bersama keluar dari kubangan krisis dan kegelapan. Rela dan ikhlas menginvestasikan potensi kemampuan dan kebajikan diri ke dalam mekanisme dan kelembagaan politik yang bisa memengaruhi perilaku masyarakat, untuk menolong dirinya dari kesulitan, penderitaan hidup yang berkepanjangan. Kini, rakyat Indonesia harus bisa keluar dari situasi gelap. Sebagai pejuang perubahan tidak boleh hanya termangu menunggu dan menunggu sang juru selamat, sedangkan juru selamat akan datang dari dirinya sendiri, sebagai modal moral perjuangan politiknya. Tak pernah ada kata terlambat, tak ada kata sebentar lagi, waktumu untuk berangkat berjuang antara hari ini dan besok. Bahkan rentang waktu itu terlalu panjang ketika waktu kematianmu tinggal beberapa menit, setelah sekian lama menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu. Rezim ini semu dan hanya bayangan, kering dari makna karena telah lepas dari Pancasila dan UUD 1945. Negara ini butuh perjuangamu untuk bebas dari kegelapan, kembali ke UUD 1945 asli untuk bisa hidup normal kembali. Tidak ada yang bisa menolong kita, kecuali diri kita sendiri. Berjuang untuk meraih kemerdekaan hakiki. Meski rakyat punya perwakilan di Senayan, toh mereka lebih memikirkan diri mereka sendiri. Tak peduli rakyat tercekik. Suara rakyat nyaris tak pernah bisa didengar, apalagi diperjuangkan. Lihat saja sang pimpinan DPR dan Ketum partainya, keduanya lebih memilih ke lokasi Tragedi Itaewon di Kota Seoul, Korea Selatan, ketimbang ke Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, yang menelan korban tewas 135 orang. Ketua tokoh politik itu juga mengekspresikan rasa duka atas tragedi tersebut dengan menaruh bunga pada Kamis (10/11/2022). Kedatangan keduanya dipersiapkan oleh protokoler DPR, KBRI Seoul, dan pihak Korea Selatan. Keduanya mendatangi tempat menyampaikan duka bagi VIP. Di situ keduanya menaruh bunga dan menuliskan ucapan duka cita. Jarak tempat duka bagi VIP dan lokasi tragedi sekitar 300 meter, masih di wilayah Itaewon. Keduanya membawa nama sebagai pimpinan DPR dan Ketum partai ketika mengucapkan bela sungkawa. Sedangkan korban akibat penembakan gas air mata di Kanjuruhan nyaris tak dapat ucapan bela sungkawa sama sekali, apalagi didatangani oleh keduanya, padahal jangka waktu perjalanan sekitar 1,5 jam saja dari Jakarta. Itulah kenyataan yang terjadi di sekitar kita hari-hari ini. Ironis bukan? Miris sekali. Selamat jalan “Pahlawan Aremania”! (*)
ID Badge KTT G20 untuk Jurnalis Asing dan Nasional Diambil di Nusa Dua
Badung, FNN - Ratusan jurnalis dari media internasional dan nasional mulai mengambil kartu tanda pengenal (ID badge) di Courtyard by Marriott Bali Nusa Dua Resort, Bali, Kamis, untuk meliput Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 15–16 November 2022.Pengambilan ID badge KTT G20 itu terbagi dalam tiga sif, yaitu sif pertama pada pukul 09.00 WITA — 12.00 WITA, sif kedua pada 12.00 WITA — 14.00 WITA, dan sif ketiga pada 14.00 WITA — 17.00 WITA.Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Usman Kansong pada sesi jumpa pers secara virtual, yang diakses Kamis, menyampaikan jurnalis yang berhak mengambil ID badge KTT G20 adalah mereka yang terakreditasi.“ID bisa diambil oleh media yang telah teregistrasi di Courtyard Hotel 10–15 November 2022. Para jurnalis atau perwakilannya menunjukkan surat konfirmasi dan foto ID (pers) ketika mengambil ID badge,” kata Usman Kansong.Di lokasi, antrean tidak terlalu ramai karena adanya aturan jurnalis wajib mendaftarkan diri dan waktu pengambilan sebelum datang ke lokasi. Nantinya, panitia penyelenggara akan memberi slot waktu kepada jurnalis yang telah mendaftar melalui email dan pesan WhatsApp.Jennifer Johnson, salah satu jurnalis dari media Jerman, saat ditemui usai mengambil ID KTT G20, menyampaikan proses pengambilan tanda pengenal cukup lancar. Di Courtyard Hotel, Nusa Dua, Kamis, Jennifer tidak hanya mengambil ID untuk dirinya sendiri, tetapi untuk sejumlah koleganya sesama jurnalis asing dari Jerman.“Prosesnya cukup cepat. Saya tadi mengambil ID untuk saya sendiri dan teman-teman. Di awal-awal, prosesnya sempat cukup lama, karena ada sejumlah persiapan (yang dilakukan panitia), tetapi setelah itu semuanya lancar,” kata Jennifer.Jurnalis Jerman itu menyampaikan KTT G20 di Bali merupakan pengalaman keduanya meliput pertemuan puncak G20. Ia mengaku sebelumnya pernah meliput KTT G20 di Hamburg, Jerman, pada 2017.Dari dua lokasi KTT itu, ia mengaku lebih senang meliput KTT di Bali, karena alamnya yang indah. “Di sini jauh lebih menyenangkan, karena banyak hijau-hijau pepohonan. Pulaunya sangat indah saat ini,” kata Jennifer.Sementara itu, Zaenal Arifin, jurnalis Tribun Bali, yang ditemui selepas mengambil ID menyampaikan proses pengambilan ID KTT G20 cukup cepat dan alurnya jelas. “Proses pengambilan ID KTT G20 tadi lancar, cepat juga prosesnya datang ke loket dan menunjukkan surat keterangan akreditasi,” kata Zaenal.Walaupun demikian, ia mengaku sempat menunggu kurang lebih 5 menit, karena panitia perlu memeriksa data dan mengambil ID ke ruangan khusus.ID badge KTT G20 yang diperuntukkan ke para jurnalis memiliki fitur khusus, antara lain chip berisi informasi hasil tes antigen/PCR Covid-19, dan hologram dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).Jurnalis yang mengenakan ID badge KTT G20 itu nantinya dapat masuk ke kawasan The Nusa Dua, khususnya lokasi side event G20 di BNDCC, Bali Collection, dan media center di BICC Westin Resort. Akses masuk itu dibutuhkan karena pengelola kawasan The Nusa Dua mulai membatasi akses masuk orang dan kendaraan pada 13--17 November 2022, dan aturan pembatasan itu diuji coba pada 11--12 November.Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan ada 2.051 jurnalis yang meliput secara langsung KTT G20 di Bali. Ribuan jurnalis itu berasal dari 364 media internasional dan 71 media nasional.(Sof/ANTARA)
Jangan Memilih Penggurus yang Bolak-Balik Istana, Apalagi Jadi Ketua Umum!
Dua orang ini mau disingkirkan oleh penguasa dari Istana. Dan yang 13 harus jeli memilih siapa jadi Ketum dan Sekumnya. Jangan ada titipan-titipan dari Istana laknat, harus si fulan yang jadi Ketum. Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ketua LDK PWM DKI MUKTAMAR Muhammadiyah di Solo tidak akan lama lagi digelar. Pesan-pesan dari para kader Muhammadiyah atau yang lainnya demi kelangsungan hidup Independensi, Mandiri dan Tak Bisa Dibeli pihak luar terus menggema. Salah satu itu yakni dari Ayahanda Prof. Dr. H Moh. Amin Rais MA, mantan Ketua Umum Muhammadiyah. Video beberapa menit untuk mengingatkan peserta Muktamar yang diawali sehari sebelum Muktamar dengan Tanwir memilih para calon yang disodorkan tiap-tiap wilayah dari seluruh Muhammadiyah kemudian dibawa ke Muktamar untuk dipilih 13 orang yang akan jadi nakhoda secara kolektif kolegial. Tetapi tetap dari 13 orang akan dipilih siapa yang jadi Amir untuk membawa berlayar kapal besar bernama Muhammadiyah. Nah, di sinilah masuk wanti-wanti dari pesan Ayahanda Moh. Amin Rais (MAR). Jangan memilih pengurus apalagi, jadi ketum Muhammadiyah orang yang suka Bolak Balik di Istana. Kita tidak tahu siapa orang yang dimaksud Ayahanda MAR. Tapi, orang juga sedang mengira-ngira siapa orang tersebut. Sudah pasti tidak lain dan tidak bukan mereka yang secara de facto dan de yure yang menjadi orang nomor satu dan nomor dua di Muhammadiyah itulah yang dimaksud Ayahanda MAR. Ini bukan apa-apa. Ayahanda MAR mengingatkan saja demi kelangsungan hidup Muhammadiyah agar tetap kelihatan dakwah Amar Makruf dan Nahi Mungkarnya. Memang menjadi Ketum dan Sekum di Muhammadiyah benar-benar cukup seksi. Karena, nama besar Muhammadiyah menjadi Ketum dan Sekum juga terangkat jadi besar. Sehingga siapa saja yang dekat dengan kedua orang ini bakal dijamin aman tentram hidupnya. Jabatan akan datang secara bertubi-tubi bila dekat dengan kedua orang sakti mandraguna ini di Muhammadiyah. Contoh kasus seperti Sambo di Rumah Sakit Islam Campaka Putih. Karena bagian dari klan Ketum maka dia dapat kemudahan menjadi Ketua Majelis PKU dan memegang tujuh jabatan yang lain, yang seharusnya salah satu jabatan itu dipegang seorang dokter karena itu wilayah kedokteran tapi dokter itu Lewat kalah sama dokter pakai S alias Dokterandus (Drs). Pernyataan Ayahanda MAR itu gak main-main. Seorang Imam mujtahid dulu yang kalau dipanggil penguasa ke Istana, beliau gak mau, akhirnya beliau dicambuk. Sampai kulit belakangnya sama tebalnya dengan kulit tumit yang kalau jalan gak pakai alas kaki. Bukan apa-apa, menurut sang Imam, kalau Ulama sudah ke Istana rezim, apalagi makan uang rezim gak bakalan independen dan tajam lagi dalam berfatwa. Padahal fatwa ulama itu salah satu kekuatan jema\'ahnya. Kalau Ulama sudah sering duduk ngopi dengan penguasa, maka sang ulama itu akan terhalang penglihatan alias buram melihat persoalan-persoalan umat. Ini yang menyebabkan Muhammadiyah jadi mandul melihat penderitaan umat melalui politik dan kekuasaan. Bahkan, ada larangan kalau ada kasus yang mau dibela jangan bawa-bawa nama Muhammadiyah. Sudah kayak Muhammadiyah punya keturunan nenek moyangnya saja. Kalau pakai nama yang lain, pihak aparat gak mau memproses. Tetapi, kalau nama Muhammadiyah karena Muhammadiyah besar maka aparat mau tidak mau memprosesnya. Hal ini pernah terjadi, ada seorang kader yang melapor kepada kepolisian atas pencemaran dan penghinaan Islam oleh si murtadin yang saat itu jadi pendeta. Wah, kader tersebut diomelin habis-habisan oleh pimpinan pusat melalui pimpinan wilayahnya. Tapi saat si pendeta ingkrah dihukum para pengurus memuji-muji bahwa kader tersebut hebat. Jadi, kepada para Muktamirin jelilah dan harus terang matanya serta pakai hati yang dalam saat memilih pengurus yang 13 itu. Pilihlah yang gak disukai rezim laknat seperti Ayahanda Anwar Abbas dan Ayahanda Busro Muqoddas. Dua orang ini mau disingkirkan oleh penguasa dari Istana. Dan yang 13 harus jeli memilih siapa jadi Ketum dan Sekumnya. Jangan ada titipan-titipan dari Istana laknat, harus si fulan yang jadi Ketum. Muhammadiyah itu sudah ratusan tahun hidup dan berpengalaman, jangan dirusakin dengan orang-orang yang pro Istana. Umat masih sangat membutuhkan Muhammadiyah. Jangan jauh dari umat dan berharap dari penguasa. Apalagi penguasa yang penuh dengan kepalsuan. Ijazah palsu, bahkan orang tuanyapun palsu. Selamat bermuktamar. Nasrun Minallah wa Fathun Qoriib wa Basysyiril Mukminin. Wallahu A\'lam ... (*)
Bunda Merry Pahlawan Kita
Keraguan Yaqut maupun rezim Jokowi atas dominasi Islam di Indonesia yang bersifat historis terjadi karena banyak hal, bisa politik maupun pemahaman yang salah. Oleh: DR. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle BUNDA Merry, begitu namanya, baru divonis bebas oleh hakim di Kotabumi, Lampung Utara, kemarin. Banyak yang tidak mengetahui cerita tentang itu, mengapa dia disidang di pengadilan. Orang-orang lebih banyak mendengar berita perempuan berkerudung yang bawa pistol ke Istana sendirian mau menyerang atau perempuan berkebaya merah, terkait sensasi sexual alias porno berbasis tradisionalitas dan originalitas, yang menjadi trending topic maupun banyak diberitakan media online maupun dibincangkan di medsos belakang ini. Ceritanya, pada awal tahun ini, sekitar Maret, Bunda Merry melakukan demonstrasi mengecam Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Staquf, yang membandingkan suara Adzan dengan “gonggongan anjing”. Bunda Merry, sebagai kordinator aksi, memimpin demo ke kantor kementerian agama Lampung Utara, meminta Yaqut meminta maaf kepada umat Islam. Demo ini merupakan salah satu demo dari gelombang yang sama di berbagai wilayah Indonesia, karena mereka menganggap suara adzan sangat biadab jika dibandingkan dengan gonggongan anjing. Dari semua demo yang ada, hanya Bunda Merry di Lampung ini yang akhirnya dipidanakan dan sempat dipenjarakan. Namun, Alhamdulillah kemarin hakim memvonis Bunda Merry tidak bersalah, setelah jaksa menuntut penjara 7 bulan. Aktivis Perempuan Bunda Merry bebas demi hukum dari segala tuntutan pada sidang putusan PN Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara (Lampura), Rabu 9 November 2022. Dalam amar putusan perkara Nomor 190/Pid. Sus/2022/PN Kbu, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Andi Barka, mengadili terdakwa Merry, SAg binti Almarhum Supandi, menyatakan terdakwa Merry tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Suara Adzan vs Gonggongan Anjing Hari ini orang-orang memperingati hari pahlawan. Rujukan hari pahlawan entah kenapa ditujukan pada sejarah perjuangan 10 November 1945 di Surabaya. Padahal, banyak sekali perlawanan rakyat atas penjajahan yang telah terjadi. Terlepas dari sejarawan memilih tanggal dan tempat ini, sejarah itu merujuk pada pekik Allahu Akbar! Cnn.com (10/10/20), pada tulisannya, “Peran Islam dalam Hari Pahlawan, Pertempuran 10 November”, memuat antara lain, “Pekik takbir Bung Tomo saat pertempuran 10 November hingga saat ini masih dikenang membangkitkan semangat para pejuang”. Tentu saja peran ulama, khususnya KH Hasyim Asy\'ari, yang mengeluarkan fatwa Jihad melawan Belanda dan Sekutu, saat itu, lebih penting lagi. Nah, pentingnya takbir itu dalam kemerdekaan kita tidak bisa dibantahkan. Dan takbir itu selalu didengungkan dalam suara Adzan setiap pagi, siang, dan malam dari corong-corong Masjid. Sehingga, merdunya suara Adzan adalah warisan sah dari keberadaan Indonesia. Bagaimana soal anjing? Anjing adalah binatang peliharaan non muslim, pada umumnya. Baik itu digunakan sebagai penjaga rumah dan toko, maupun “pet” (peliharaan). Mayoritas umat Islam menganggap anjing binatang haram, meski derajatnya tidak seperti babi. Dalam ajaran Islam, setiap orang (Muslim) yang dijilat atau terkena anjing, harus membasuh bagian yang terkena dengan menyamak campuran air dan tanah. Ajaran ini adalah sebuah keyakinan yang pasti. Mayoritas mazhab Islam, kecuali Maliki, meyakini hadist yang mengatakan bahwa malaikat tidak akan turun ke rumah yang di dalamnya ada anjing. Kemarahan umat Islam terhadap Yaqut Qoumas saat dia membandingkan suara Adzan dengan suara gonggongan anjing untuk menjelaskan perlunya toleransi beragama di Indonesia tentu saja mengganggu akal sehat. Pertama, mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam tidak mengerti atau menyadari pergeseran asset atau penguasaan asset strategis pertahanan, khususnya di perkotaan, terhadap keberadaan anjing vs Masjid. Menurut penelitian sebuah universitas di Jakarta, beberapa tahun lalu, misalnya, memang disebutkan bahwa hanya 5 pengembang besar yang menguasai lahan-lahan perumahan di Jabodetabek. Penguasaan ini tanpa disadari seringkali mengubah peta demografis, di mana penghuni baru mungkin membawa anjing dan tidak berafiliasi dengan Masjid. Penduduk lama, yang umumnya berbatasan dengan kawasan perumahan, umumnya masih hidup berbasis wisdom lama, yakni membuat Masjid sebagai syiar agama. Namun, tentu saja suara dari Masjid tersebut dapat mengganggu orang-orang komplek perumahan. Sebaliknya, di dalam kompleks perumahan, umumnya Masjid diatur suara Adzan dan pengajian lainnya terbatas pada Masjid saja. Sudah menjadi kasus umum dalam pengembangan perumahan posisi Masjid dibuat tidak menonjol. Penonjolan tempat publik umumnya mal, cafe, sport center, dan lain sebagainya, yang mengedepankan simbol hidup duniawi. Kontrol atas tanah yang umumnya diwajibkan untuk fasilitas sosial dan umum biasanya dikendalikan pengembang bukan pemerintah. Sehingga, secara total sebenarnya sebuah permukiman besar adalah pemukiman yang dikendalikan pengusaha dibanding pemerintah (daerah). Untuk fakta dan peristiwa pergeseran kawasan-kawasan strategis perkotaan di Indonesia, sebagaimana diuraikan di atas, kementerian agama jangan terjebak pada realita yang sesungguhnya belum tentu membawa keadilan terhadap eksistensi “Adzan”. Menteri Agama harus berani mengoreksi berbagai ketidakpatutan pergeseran sosial yang menghilangkan dominasi sosial umat Islam, apalagi membiarkan posisi umat Islam yang semakin “Underdog”. Saya tidak perlu mengungkapkan banyaknya Masjid yang bersifat historis telah rubuh karena para pengembang membuat desain perumahan yang menyingkirkan Masjid. Rubuhnya Masjid itu paralel dengan hilangnya atau merosotnya fungsi Masjid dalam masyarakat di situ. Kedua, seharusnya pembanding suara Adzan tidak harus gonggongan anjing. Dalam salah satu tema yang berani diusung rezim Joko Widoao pada G20 adalah transformasi digital. Jika rezim ini berani menawarkan isu “digital life” pada dunia, sepantasnya isu ini ditawarkan juga pada pengembangan syiar Islam. Suara Adzan yang berbasis “voice” bisa disubtitusi dengan platform baru yang berbasis digital, untuk keperluan syiar, jika pemerintah melakukan intervensi pada pembiayaan dan edukasi. Untuk negara yang mengklaim banyak uang, tentunya pendekatan persuasif kepada rakyat lebih dibutuhkan daripada membangkitkan kemarahan. Namun, semua ini tergambar dari keberpihakan pemerintah atas suara Adzan. Sebagaimana tema artikel ini, suara Adzan adalah bersifat historis dibanding suara gonggongan anjing dalam keberadaan masyarakat kita. Beberapa Catatan yang Baik Beberapa waktu belakangan ini kita melihat langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang cukup revolusioner dalam mendekatkan diri pada ulama. Terlihat bahwa Kapolri berusaha mencari atau mencari kembali value atau moralitas bangsa yang hilang, setidaknya di institusi kepolisian. Bahkan, dalam sebuah pesannya terkait larangan tilang manual kendaraan bermotor baru-baru ini, kapolri menitipkan pesan agar polisi di semua lapisan mendekatkan diri pada agama dan ulama/pendeta. Di daerah misalnya, kita melihat Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan mengikuti langkah Kapolri dengan sowan ke ulama seperi Emha Ainun Najib alias Cak Nun untuk silaturahmi. Ini adalah terobosan luar biasa, karena Cak Nun adalah simbol oposisi utama terhadap rezim ini. Langkah tersebut tentunya akan menghubungkan kembali spirit moral pada penegakan hukum ke depan, sekaligus mendorong pihak kepolisian memaknai tema-tema Islam dalam urusan sosial sebagai bagian sejarah sah bangsa kita. Sehingga, misalnya, tidak perlu polisi langsung mempidanakan Bunda Merry dalam kasus yang seharusnya didekati dengan “restorative justice”. Tentu saja langkah ini perlu diikuti dengan membatasi berkembangnya isu-isu terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme yang dipaksakan, atau digunakan untuk politik atau salah persepsi terkait dengan isu ini. Penutup Dus, Bunda Merry telah membuka mata kita tentang kepahlawanan. Dia telah menghubungkan pentingnya suara Adzan yang berisi takbir dengan imajinasi kita atas peristiwa 10 November 1945 dulu, di mana pekikan Takbir menjadi simbol Indonesia Merdeka. Dominasi suara Adzan terhadap suara gonggongan anjing merupakan simbol sosial bahwa keberadaan umat Islam di Indonesia haruslah dominan, bukan dalam pengertian kuantitatif, melainkan juga kualitatif. Kualitatif artinya penguasaan umat Islam atas asset-asset strategis perkotaan maupun kekayaan alam lainnya. Itu sebagai konsekuensi perjuangan umat Islam melawan penjajahan selama ratusan tahun. Keraguan Yaqut maupun rezim Jokowi atas dominasi Islam di Indonesia yang bersifat historis terjadi karena banyak hal, bisa politik maupun pemahaman yang salah. Pertanyaannya adalah apakah kita akan mengingkari sejarah kita sebagai sebuah bangsa? Kita harus tetap memilih eksistensi Adzan dan Takbir. Perempuan seperti Bunda Merry yang membela eksistensi Adzan adalah pahlawan kita. Biarlah orang-orang lain memilih Rara Pawang hujan atau si Kebaya Merah sebagai pahlawan mereka. Selamat Hari Pahlawan, Merdeka! (*)
Fosil Kepahlawanan
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI BETAPA hebatnya merayakan hari pahlawan di tengah negara diselimuti mentalitas penjahat dan penghianat. Di masa lalu penjajahan melahirkan semangat pembebasan. Kini di alam kemerdekaan, kehidupan rakyat tak ubahnya seperti dalam zaman kolonial. Tak ada lagi nasionalisme dan patriotisme, yang ada hanya bagaimana mengejar jabatan dan materi. Memiliki dan menikmati kekayaan harta benda secara berlebihan, untuk diri sendiri, keluarga dan kelompoknya yang tak habis hingga tujuh turunan. Semakin banyak orang teriak saya Pancasila, semakin banyak bermunculan orang gila. Semakin banyak orang teriak saya NKRI semakin banyak orang tanpa nurani. Saya cinta Indonesia hanyalah tipu daya. Saya cinta keberagaman hanyalah kedok keculasan. Semua hanyalah seolah-olah, semua hanyalah kamuflase. Slogan keberadaban yang berbusa-busa diucapkan, tak pernah hadir dalam tindakan. Kebenaran dan keadilan telanjang dikangkangi kejahatan. Kemanusiaan telah kalah oleh maraknya perilaku kesetanan. Kemungkaran seakan telah menjadi keharusan, terlebih bagi para penyelenggara negara. Kewenangan dan kesempatan menjadi modal besar yang melahirkan penyimpangan kebijakan. Negara yang telah menyediakan kekuasaan, memicu orang berbondong-bondong memburunya demi harta dan jabatan. Tak peduli bagaimana cara meraihnya, tak peduli pada prosesnya dan tak peduli pada apa yang akan dikorbankan untuk mendapatkannya. Semua demi keinginan, semua demi kesenangan dan semua demi mumuaskan hawa nafsu yang berkepanjangan. Masa bodoh dengan semua orang, masa bodoh dengan lingkungan sekitar, masa bodoh dengan apa yang terjadi pada negara dan bangsa. Korupsi tak terbendung dan semakin merajalela, kekerasan dan pembunuhan marak mengancam setiap nyawa anak bangsa. Intimidasi, teror dan ancaman telah menjadi bahasa sehari-hari. Isu, intrik, dan fitnah keji yang mencerai-berai habitat sosial, menguat mewujud pola interaksi yang seiring waktu menyebabkan disintegrasi bangsa. Harga diri dan kehormatan menjadi barang murah. Negara tak ubahnya menjadi tempat berhimpunnya populasi tuna sosial. Ego sentris dan rivalitas yang tidak sehat, terus-menerus membentuk bangunan sistem yang mengokohkan personal dan kelompok yang bersifat, agresor, imperior dan berwatak kanibal. Menang atau kalah, kaya atau miskin, mulia atau hina, dibunuh atau membunuh. Seperti itulah orang dan sistem menyatu, distorsi angkuh menguasai negara sembari mengubur sisi-sisi ketuhan dan kemanusiaan pada bangsanya. Rakyat yang memiliki kedaulatan yang sesungguhnya, seketika berubah menjadi pelayan. Sementara wakil rakyat yang seharusnya mengemban amanat, berpesta pora menikmati peran sebagai majikan. Para petinggi negara yang menyandang pejabat dan politisi pelacur, bersama korporasi bertabiat haram jadah asyik dan orgasme memeras keringat, air mata dan darah rakyat kecil. Bagi penyelenggara negara yang hipokrit itu, luka dan penderitaan rakyat merupakan tontonan yang menghibur mereka. Bagai berada di kolosium yang megah, rezim dan elit partai politik dari atas kursi VIP di singgasana, menyaksikan dan menikmati pentas panggung pertarungan gladiator sesama budak yang saling meniadakan. Begitulah kekuasaan, menampilkan perilakunya menikmati kemewahan hidup yang diperoleh dari menukar nyawa rakyatnya sendiri. Kepahlawanan perlahan dimaknai dan dirasakan sebatas dongeng. Berupa cerita masa lalu tentang keberanian dan pengorbanan menegakan kebenaran dan keadilan. Menjaga kesucian dan kehormatan diri, keluarga dan masyarakatnya dari tangan-tangan yang lalim, kini hanyalah kenangan yang tak mungkin kembali. Semua kisah-kisah nyata tentang nasionalisme dan patriotisme itu, tenggelam dan terkubur sebagai sejarah belaka. Tak ada catatan yang tertinggal, tak ada pesan yang tersampaikan, tak ada semangat dan nilai yang dibanggakan. Kepahlawanan para nenek moyang dan generasi terdahulu, nyaris tak berbekas dan tak mampu memberi pelajaran bagi manusia sesudahnya. Warisan trasidional namun bermartabat dan berkeadaban, kini terganti oleh modernitas yang ponyah dan barbar. Bangsa pemberani sebagaimana dilukskan sejarah, telah berubah menjadi bangsa pengecut. Terbatas materi namun kaya pada nilai-nilai spiritual, kini terhempas oleh dominasi hasrat pada kekayaan yang sejatinya berujung miskin jiwa. Boleh jadi, kemanusiaan dan ketuhanaan sulit dihadirkan di negeri sendiri. Meskipun berhasil menggali Pancasila, UUD 1945 dan NKRI dari bumi nusantara. Faktanya, kepahlawanan di republik ini telah lama menjadi fosil, hanya meniiggalkan jejak yang sulit dijumpai apalagi dinikmati. (*)
Plt Dirjen Diktiristek dan Rektor ITS Dipanggil KPK Terkait Kasus Unila
Jakarta, FNN - KPK memanggil Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Mochamad Ashari, dan pihak swasta Ahmad Fauzi dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru Universitas Lampung.\"Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka KRM (Karomani). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.KPK telah menetapkan empat tersangka, terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri, serta seorang tersangka pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi yang sudah berstatus terdakwa.Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Karomani, yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.Selama proses Simanila itu berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan Basri untuk menyeleksi secara personal terkait dengan kesanggupan orang tua mahasiswa.Apabila ingin dinyatakan lulus, calon mahasiswa dapat \"dibantu\" dengan menyerahkan sejumlah uang, di luar uang resmi yang ditentukan dan dibayarkan ke pihak universitas.Selain itu, Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.Karomani diduga memerintahkan seorang dosen bernama Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.Andi, sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila, diduga menghubungi Karomani untuk bertemu guna menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani. Mualimin, atas perintah Karomani, mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari Andi itu di salah satu tempat di Lampung.Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani dari orang tua calon mahasiswa melalui Mualimin itu berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi dan Basri dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani. Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk tabungan deposito, emas batangan, dan uang tunai, dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar.(Ida/ANTARA)
Jelang KTT G20 Ratusan Personel Gabungan Siaga di Labuan Bajo
Kupang, FNN - Sebanyak 720 personel gabungan telah disiagakan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, kata Kapolda NTT Irjen Pol. Johanis Asadoma di Kupang, Kamis.\"Untuk pengamanan di Labuan Bajo, ada 720 personel kepolisian yang disiagakan untuk menjaga keamanan di daerah itu jelang KTT G20,\" kata Johanis di Kupang, Kamis.Johanis memimpin apel gelar pasukan dan memeriksa kelengkapan pasukan, seperti kendaraan taktis dan kendaraan lainnya, di Lapangan Polda NTT.Pria yang biasa disapa Johni itu mengatakan hingga kini kondisi keamanan di wilayah NTT, khususnya di Labuan Bajo, yang akan menjadi lokasi wisata atau kunjungan oleh sejumlah tamu negara, dalam keadaan kondusif.Mantan kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri itu menambahkan personel yang mengikuti gelar pasukan itu adalah personel yang disiapkan dan disiagakan jika memang diperlukan.\"Jika diperlukan, personel yang ada sekarang bisa diperbantukan untuk menjaga keamanan di Labuan Bajo dan di Bali yang menjadi lokasi utama KTT G20,\" tambahnya.Secara keseluruhan, dia menjelaskan pengamanan di darat dan laut sudah dilakukan. Di darat sudah ada personel sendiri dan di laut juga sudah disiapkan kapal-kapal patroli, katanya.Johanis mengimbau seluruh personel Polda NTT untuk bekerja keras serta memastikan keamanan dan ketertiban di NTT saat KTT G20 atau ketika beberapa tamu negara berkunjung ke Labuan Bajo. \"Semuanya harus bekerja keras. Jika semuanya berjalan dengan aman, tentu ini demi kebaikan kita semua juga,\" ujar Johanis Asadoma.Terkait kendaraan taktis yang disiapkan di Kota Kupang, saat ini di Labuan Bajo sudah ada beberapa kendaraan. Jika memang dibutuhkan maka kendaraan taktis itu dapat digeser ke Labuan Bajo.(Ida/ANTARA)