ALL CATEGORY

Hadapi Resesi Global, Ketua DPD Minta Produksi Komoditas Lokal Ditingkatkan

Surabaya, FNN – Ancaman resesi global harus menjadi prioritas program kerja pemerintah di akhir dan awal tahun depan. Mitigasi dan antisipasi harus cermat. Demikian dikatakan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di sela lawatan ke beberapa daerah di Jawa Timur, Jumat (25/11/2022). Menurut LaNyalla, salah satu upaya yang bisa ditempuh pemerintah adalah menggenjot produktivitas komoditi lokal. “Pemerintah perlu mendorong peningkatan produktivitas komoditi lokal dan menekan angka impor komoditi bahan baku pangan,” kata LaNyalla. Dengan tingginya nilai produksi komoditi pangan dalam negeri, LaNyalla yakin Indonesia akan mampu melewati masa-masa sulit dalam pelambatan ekonomi. Selain itu, LaNyalla berharap keunggulan bonus demografi yang dimiliki bangsa ini dapat dimaksimalkan. “Kita memiliki bonus demografi usia produktif yang tinggi, ini wajib dikelola. Sebab seperti dua sisi mata uang, bisa jadi berkah, bisa juga musibah, bila tidak ada lapangan kerja yang menyerap,” tandasnya. Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, hal tersebut harus dilakukan karena ekonomi dunia masih diperkirakan melambat dan memasuki resesi. “Jika tidak diantisipasi, dampak yang bisa ditimbulkan adalah pertumbuhan ekonomi yang akan melambat, inflasi yang tinggi, suku bunga yang tinggi dan akan berlangsung lama, menguatnya mata uang dolar, serta cash is the king,” katanya. Sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan melemahnya pertumbuhan ekonomi perlu direspon dengan kebijakan pemerintah agar ekonomi mikro tetap dapat dipicu dan siap menghadapi resesi. (mth/*)

Rizal Ramli: Jokowi Senengnya Nabok Nyilih Tangan

Jakarta, FNN - Belakangan ini, banyak dibahas soal dendam Pak Jokowi, bisa dendam politik atau dendam pribadi  yang lebih bersifat personal. Salah satu tokoh yang terlibat dalam soal ini adalah Rizal Ramli. Beliau menggunakan istilah yang sangat menarik untuk menggambarkan bagaimana Jokowi membalaskan dendamnya, yaitu istilah dari bahasa Jawa “Nabok nyilih  tangan” atau “memukul dengan pinjam tangan orang lain”. Akibatnya, akun Twitter Rizal Ramli diserbu buzzer. Namun, karena serbuan buzzer ini, Rizal Ramli akhirnya berhasil membuktikan teorinya untuk berburu buzzer. Untuk membahas masalah ini, Hersubeno Arif, wartawan senior FNN, mengundang Rizal Ramli dalam acara Hersubeno Point  edisi Kamis (24/22/11). “Jadi, yang menarik, kalau tweet saya biasa-biasa saja, nggak ada reaksi. Tapi, begitu menyinggung bosnya, langsung semalam bisa ribuan, bahkan pernah sampai hampir 6000 buzzer, yang maki-maki kita, sehingga kalau saya buka Twitter saya nggak bisa baca, isinya mereka saja. Akhirnya, saya putuskan, kita harus berburu buzzer. Caranya ide mitigasi, siapa sih buzzer rupiah, apa tanda-tandanya. Ternyata, tanda-tandanya sederhana: miskin fakta atau tidak paham fakta, miskin logika, sama miskin kosakata,” ujar Rizal Ramli.  Menurut Rizal, para buzzer itu miskin kosa kata, karena mereka memakai kosakata yang diarahkan oleh Kakak Pembinanya yang barangkali hanya 10 biji: Rizal  Ramli pecatan, Rizal Ramli nyinyir, Rizal Ramli iri hati, dan Rizal Ramli tidak ada prestasi. Kosa kata itu pula yang digunakan oleh Rizal Ramli untuk blok dan membersihkan serbuan terhadap akunnya. Meski sudah dibersihkan, kalau dia bicara keras lagi maka akan diserbu lagi. “Ini istilahnya nabok pinjem tangan orang. Jadi pakai tangan orang untuk nabok. Jokowinya sendiri selalu mau kelihatan bijaksana, main tengah, dikritik nggak komentar, tapi tangan kirinya suruh buzzer, suruh influencer buat timpa tokoh-tokoh ini. Ini tipikal Solo feodal banget,” ungkapnya. Cara Jokowi dengan nabok nyilih tangan menunjukkan Jokowi sangat feodal. Salah satu sikap feodal adalah menganggap semua masalah sebagai masalah pribadi, bukan masalah ideologi  atau masalah kebangsaan. Kadang-kadang dendam pribadi ini bisa berbahaya, seperti pada kasus yang terjadi di Kamboja, Pol Pot, yang sangat membenci kalangan intelektual. “Inilah bahayanya kalau kebencian itu sifatnya pribadi. Pemimpin itu terlalu kerdil, terlalu cemen lah, kalau itu mukul secara pribadi, terus mau balas dendam sama pribadi,” ujar Rizal. (Ida, sws)

Sistim Negara dengan Dasar Pancasila Adalah Sistem Kekeluargaan

Sudah kita rasakan ketersesatan negara ini bisa kita rasakan bagaimana mungkin 0,1% penduduk minoritas menguasai Ekonomi 80% dan 0,01% menguasai lahan 72%, ini jelas bertentangan dengan negara Pancasila. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila AMANDEMEN UUD 1945 tidak hanya menganti pasal-pasal UUD 1945 dengan diamandemen dan diubah 300 persen bukan hanya aliran pemikiran Pancasila tetapi negara kekeluargaan yang sudah menjadi kesepakatan diganti dengan sistem individualisme, maka kekuasaan bukan lagi dimusyawarahkan, justru menjadi rebutan dengan model pertarungan kalah-menang, banyak-banyakan suara, kuat-kuatan dengan model demokrasi Liberal. Bagaimana mungkin Indonesia mewujudkan “Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia” kalau UUD hasil amandemen dasarnya perseorangan Liberalisme Kapitalisme akibat semakin tidak dipahami apa itu Pembukaan UUD 1945 dan apa itu Pancasila! .....”Berdasarkan kepada ide-ide yang dikeemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila bangsa dan bernegara. Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enam belas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya. Karena telah tercapai mufakat bahwa UUD 1945 didasarkan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi segala bangsa. Tugas Pemerintahan ke dalam negeri, berdasarkan Pancasila yang menjadi Ideologi Negara ialah: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Kelima asas itu menjadi dasar dan tujuan pembangunan negara dan manusia Indonesia. Telah diutarakan di atas bahwa pada umumnya manusia Indonesia telah memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya sebagai ciptaan kebudayaan dan peradaban Indonesia dalam perkembangannya sejak dahulu kala sampai sekarang. Maka tugas Pemerintah ialah terutama mengawasi agar ideologi Negara dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh seluruh Bangsa Indonesia. Karena Pancasila adalah Lima Asas yang merupakan ideologi negara, maka kelima sila itu merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan antara lima asas itu erat sekali, kait-mengkait, berangkaian tidak berdiri sendiri. Setiap warganegara Indonesia yang sadar akan ideologi negara harus dengan aktif mengambil bagian dan ikut serta dalam pembangunan susunan negaranya dan janganlah pembangunan itu melulu manjadi urusan Pemerintah belaka, yang terjadi jauh dari minat para warganegara.....” (Cuplikan dari Panitya Lima Hatta) Negara ini didirikan bukan atas dasar perseorangan, oleh sebab itu memasukan perseorangan di dalam UUD Amandemen adalah pengkhianatan  sebab negara ini dasar nya semua buat semua. .....”Kebudayaan Indonesia itu ialah perkembangan aliran pikiran, yang bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin. Manusia Indonesia dihinggapi oleh persatuan hidup dengan seluruh alam semesta, ciptaan Tuhan Yang Maha-Esa, di mana ia menjadi makhluk-Nya pula. Semangat kebathinan, struktur kerokhaniannya bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, segala-galanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin itu, dia hidup dalam ketenangan dan ketentraman, hidup harmonis dengan sesama manusia dan golongan-golongan lain dari masyarakat, karena sebagai seseorang ia tidak terpisah dari orang lain atau dari dunia luar, dari segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut paut, berpengaruh-mempengaruhi. Masyarakat dan tatanegara Indonesia asli, oleh karenanya kompak, bersatu padu, hormat-menghormati, harga-menghargai, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kolektivitas, dalam suasana persatuan. Sifat ketatanegaraan asli itu masih dapat terlihat dalam suasana desa, baik di Jawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan lain. Rakyat desa hidup dalam persatuan dengan pemimpin-pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, semangat kekeluargaan. Kepala desa atau kepala rakyat berwajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat dan harus senantiasa memberi bentuk kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu, kepala rakyat yang memegang adat, senantiasa memper-hatikan segala gerak gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya, agar supaya pertalian bathin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara. Para pejabat negara, menurut pandangan tatanegara asli, ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya. Jadi menurut pandangan ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral, ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan se-seorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamat-an hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.....” Pandangan ini mengenai susunan masyarakat dan negara berdasar ide persatuan hidup dan pernah diajarkan oleh Spinoza, Adam Müler, Hegel dan lain-lain di dunia barat dalam abad 18 dan 19 yang dikenal sebagai teori integralistik. Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.....” (Kutipan Panitya 5 Hatta) Sudah kita rasakan ketersesatan negara ini bisa kita rasakan bagaimana mungkin 0,1% penduduk minoritas menguasai Ekonomi 80% dan 0,01% menguasai lahan 72%, ini jelas bertentangan dengan negara Pancasila. Apakah kita sebagai bangsa akan membiarkan keadaan seperti ini? Ayo berjuang terus kembali pada tatanan Negara Berdasar Pancasila dan UUD 1945. (*)

Sinyal Kuat KSAL Yudo Margono Menggantikan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa

Jakarta, FNN- Menjelang berakhirnya masa jabatan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Andika Perkasa, bursa calon Panglima TNI menghangat. Jenderal bintang empat itu akan memasuki masa pensiun pada bulan depan, tepat ketika memasuki usia 58 tahun pada 21 Desember 2022. Siapa yang akan dipilih sebagai Panglima TNI yang baru menggantikan Andika tampaknya sudah mulai dibaca dipublik. Tidak ada tanda-tanda bahwa Andika akan diperpanjang masa penugasannya, karena itu wajar bila media mencari siapa penggantinya. Demikian pembahasan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Kamis (24/11/22) di Jakarta. Tiga nama yang digadang-gadang sebagai calon penerus Andika, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo. “Bukan tanpa alasan, secara aturan, Panglima TNI haruslah perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan,” jelas Hersubeno. Syarat mengenai calon Panglima TNI ini diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Melihat ini, Hersubeno mengatakan saat ini  dua nama yang menjadi calon kuat pengganti Andika, yaitu KSAD Jenderal Dudung Abdurachman dan KSAL Laksamana Yudo Margono. Namun, dibandingan dengan KSAD Jenderal Dudung, KSAL Laksamana Yudo dinilai punya potensi paling besar. “Bila berdasarkan rotasi dan pertimbangan politik yang lain, hanya Dudung dan Yudo yang akan dipertimbangkan,” lanjut Hersu. Dugaan KSAL Laksamana Yudo Margono yang akan dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu diendus media pada Senin (21/11/22) saat KSAL Laksamana Yudo menemui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta. Tetapi, saat ditemui di Markas Besar TNI AL di Cilangkap, Jakarta Timur pada hari berikutnya, Yudo tidak mau berkomentar banyak soal pertemuannya tersebut. “Tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dibicarakan pada pertemuan itu, ketika wartawan menanyakan itu keeseokan harinya Yudo menghindar dan tertawa,” ungkapya. Pertemuan antara KSAL dan Mensesneg disebut media menjadi sinyal kuat bahwa jabatan Panglima TNI akan diemban oleh Yudo Margono. “Ini sama seperti dulu ketika pak Pratikno bertemu dengan Jenderal Andika, cuma beda loksi saja,” pungkasnya. Diketahui, pertemuan antara kepala staf angkatan dengan Mensesneg juga sempat terjadi menjelang pergantian jabatan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan pihak Istana belum menyampaikan Surat Presiden (Surpres) tentang calon Panglima TNI. Kala itu, Pratikno mengunjungi Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad) Jakarta dan bertemu Jenderal TNI Andika Perkasa yang masih menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). (Lia)

Ini Catatan Sejarah, Ada 14 Kali Gempa Merusak Terjadi di Cianjur-Sukabumi Jabar

Jakarta, FNN – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan sejarah mencatat sebanyak 14 kali gempa merusak terjadi di kawasan Cianjur-Sukabumi.\"Untuk pertama kalinya, gempa Cianjur-Sukabumi tercatat pada tahun 1844. Sebelum tahun 1844 pernah juga terjadi gempa, tapi tidak tercatat,\" ujar Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono di Jakarta, Selasa.Ia mengatakan gempa berkekuatan magnitudo 5,6 yang mengguncang kawasan Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) menjadi salah satu gempa yang merusak.Ia menambahkan gempa Cianjur-Sukabumi yang menyebabkan kerusakan juga tercatat pada tahun 1879, 1900, 1910 dan 1912.Selanjutnya, kata Daryono, pada 2 November 1969 terjadi gempa Cianjur-Sukabumi berkekuatan magnitudo 5,4 yang menyebabkan rumah rusak.Pada 26 November 1973, gempa Cianjur-Sukabumi juga menyebabkan banyak rumah rusak di Cibadak, Sukabumi. Kemudian, pada 10 Februari 1982, gempa berkekuatan M5,5 menyebabkan banyak rumah rusak dan korban jiwa.Pada 12 Juli 2000, gempa Cianjur-Sukabumi berkekuatan M5,4 dan 5,1 menyebabkan 1.900 rumah rusak berat di Cidahu, Cibadak, Parakansalak, Gegerbitung, Sukaraja, Cikembar, Kududampit, Cicurug, Nagrak, Parungkuda, Sukabumi, Cisaat, Warungkiara, Kalapanunggal, Nyalindung, Cikadang, dan Kabandungan.Pada 12 Juni 2011, gempa Cianjur-Sukabumi berkekuatan M4,9 mengakibatkan 136 rumah rusak di Lebak dan Sukabumi.Pada 4 Juni 2012, lanjut Daryono, tercatat menjadi gempa dengan kekuatan yang terbesar di kawasan Cianjur-Sukabumi, yakni mencapai magnitudo 6,1.\"Gempa itu mengakibatkan 104 rumah rusak di Sukabumi,\" katanya.Di tahun yang sama, lanjut dia, tepatnya pada 8 September 2012, juga terjadi gempa M5,1 yang menyebabkan 560 rumah rusak di Sukabumi.Pada 11 Maret 2020, gempa berkekuatan M5,1 merusak 760 rumah di Sukabumi, dan pada 14 November 2022, ada tiga gempa bumi yang terjadi secara beruntun dengan kekuatan magnitudo M4,1, M3,3, dan M2,6.Daryono mengemukakan wilayah Sukabumi, Cianjur, Lembang, Purwakarta, Bandung secara tektonik merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks yang menjadikan kawasan itu masuk dalam daerah rawan terjadi gempa.\"Disebut seismik aktif, karena hasil monitor BMKG di daerah itu sering terjadi gempa dengan berbagai variasi dan kedalaman,\" ujarnya.Terkait kompleksitas, lanjut dia, daerah itu merupakan daerah jalur gempa aktif seperti keberadaan sesar atau patahan Cimandiri, Padalarang, Lembang, Cirata, dan masih banyak lagi sesar-sesar minor yang berada di wilayah tersebut.\"Sehingga, kawasan tersebut menjadi kawasan gempa secara permanen,\" tuturnya. Iringi PemakamanGubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengiringi prosesi pemakaman Alinda Della Puspita, bocah korban gempa bumi Cianjur, di TPU Sirnalaya, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Selasa. Kedatangan gubernur sebagai bentuk simpati dan rasa duka kepada korban gempa yang diketahui merupakan seorang anak perempuan berusia empat tahun. \"Kami hadir semata-mata untuk ikut merasakan duka karena kejadian gempa ini cukup banyak korban,\" ujar Ridwan Kamil.Tangis haru pecah saat jenazah Alinda dimasukkan ke liang lahat. Ridwan Kamil yang didampingi Bupati Cianjur Herman Suherman kemudian memimpin doa dan menyampaikan duka mendalam atas musibah tersebut. \"Mari doakan mudah-mudahan dilapangkan di alam kuburnya,\" ujar Ridwan Kamil. Gempa bumi berkekuatan 5,6 SR melanda wilayah Cianjur pada Senin (21/11/2022) siang. Gempa yang berpusat di arah barat daya Cianjur pada kedalaman hanya 10 kilometer menyebabkan banyak korban jiwa dan luka-luka, khususnya anak kecil. Adapun korban Alinda Della Puspita menurut keterangan keluarganya tidak selamat dari gempa saat sedang bermain di depan teras rumahnya di Kelurahan Sawah Gede. \"Allah sudah memanggil almarhumah seorang anak solehah yang Insyaallah husnul khotimah,\" kata Ridwan Kamil. Ridwan Kamil pun memastikan negara hadir dalam penanganan musibah gempa ini. Berbagai upaya penanganan terus dilakukan pemerintah sejak kemarin. Bahkan Ridwan Kamil sampai menginap di Cianjur pada Senin malam (21/11) untuk memantau dan memudahkan koordinasi. (mth/Antara)

Tim SAR Gabungan Temukan Kakek yang Hilang di Hutan Alioka Konawe

Kendari, FNN – Tim SAR gabungan menemukan kakek bernama Muhammad Amin (65), yang dilaporkan hilang di hutan Alioka, Kecamatan Lalonggaluku Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Sabtu (19/11/2022), dalam keadaan selamat.“Sudah ditemukan, Tim SAR gabungan menemukan korban dalam keadaan selamat setelah dua hari operasi pencarian,” kata Kepala Basarnas Kendari Aris Sofingi di Kendari, Senin.Dia menyampaikan, pencarian korban yang merupakan warga Kecamatan Labibia, Kabupaten Konawe melibatkan unsur gabungan tim penyelamat dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (KPP) Kendari, anggota Polsek Labibia, Unit K9 Polda Sultra, masyarakat sekitar dan keluarga korban.Pencarian korban dilakukan dengan membagi dua tim, dimana Tim 1 melakukan penyisiran seluas 2 km dari sisi sebelah timur lokasi korban dilaporkan hilang. Sedangkan Tim 2 melakukan penyisiran seluas 1,9 km dari sisi sebelah barat dari lokasi korban dilaporkan hilang\"Setelah ditemukan, selanjutnya korban dievakuasi ke Rumah Sakit Korem Kendari dengan menggunakan ambulans milik Puskesmas Labibia untuk mendapatkan penanganan lanjutan,\" ujar dia.Ia menerangkan dengan ditemukan korban maka operasi SAR dinyatakan selesai dan ditutup. Seluruh unsur yang terlibat di kembalikan ke kesatuannya masing-masing.Sebelumnya pada 19 November 2022 sekitar pukul 08.00 Wita korban bersama keluarganya dilaporkan masuk ke dalam hutan Alioka untuk mengecek kebun milik orang tua.Namun ketika di dalam perjalanannya menuju lokasi tersebut, tanpa disadari korban terpisah dari rombongan. Pihak keluarga menyadari hal tersebut pada saat keluarga korban telah tiba di lokasi kebun yang dimaksud sekitar pukul 16.00 Wita.Saat itu, pencarian telah dilakukan oleh pihak keluarga namun hasil nihil, sehingga kejadian tersebut dilaporkan ke Basarnas Kendari sekitar pukul 21.20 WITA oleh adik korban bernama Rahmat. (mth/Antara)

La Nyala Harus Menyelami Dulu Dialektika dan Dinamika Politik Jelang Dekrit 5 Juli 1959

Lha sekarang, cobalah serap dialektika dan dinamika yang berkembang antara 1952-1959 itu. Paralelkah atau malah kebalikannya dengan dialektika dan dinamika sekarang? Oleh: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI) LA Nyalla mendesak Presiden Joko Widodo keluarkan Dekrit Presiden ala Sukarno pada 5 Juli 1959? Sebaiknya La Nyalla sebagai politisi menghayati Romantika, Dialektika, dan Dinamika. Yang orang kerap lupa, atau pura-pura nggak tahu, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu pematangan proses dan uji materinya sudah dilakukan Bung Karno sejak 1956. Jadi ibarat mau minum kopi, Bung Karno nggak ujug-ujug minta kopi ditaruh di meja, lantas srupuut. Hmm sedaap. Tidak seperti itu. Beliau sejak 1956 mulai mewacanakan sebuah isu strategis: apakah demokrasi sebagai sarana kedaulatan rakyat yang berbasis multi partai sejak diberlakukan Bung Hatta pada November 1945 itu efektif buat penyalur aspirasi rakyat? Selain itu, apakah pemerintahan koalisi yang jatuh bangun silih berganti bisa bertahan paling lama 6 bulan itu, apa ya punya waktu buat mikirin maunya rakyat. Itupun Bung Karno eksperimen dulu untuk menguji dialektika dan dinamika politiknya. Dengan momentum jatuhnya kabinet Ali Sastroamijoyo II, Sukarno membentuk Perdana Menteri hasil konsensus partai-partai dan dewan nasional yang baru terbentuk untuk mengimbangi parpol-parpol di DPR sehingga masukan parpol setara dengan masukan para anggota dewan nasional. Kalau jeli, Dewan Nasional ini pengondisian Sukarno terhadap skema MPR berdasarkan UUD 1945 asli. Setelah itu tampillah Ir. Juanda sebagai Perdana Menteri yang bukan hasil politik dagang sapi. Yang mana seterusnya eksperimen Sukarno berlanjut berupa sistem tiga Waperdam yang mana Sukarno pelan-pelan mengondisikan spirit UUD asli yaitu Kepala Negara plus Kepala Pemerintahan menyatu kembali sebagaimana skema UUD 1945 asli. Dalam konfigurasi pada 1956 itu, tiba-tiba meletus pergolakan daerah yang dipicu para Kolonel yang nggak puas yang berkelindan dengan para politisi DPR yang tidak puas dengan skema pemerintahan Juanda yang tidak lagi sejalan dengan politik dagang sapi ala parlementer murni. Yang mana kulminasinya kemudian meletus PRRI Permesta pada 1958. Namun akar pergolakan daerah itu bermula sejak 1956, ketika Zulkifli Lubis dengan dukungan beberapa perwira Siliwangi mencoba bikin makar terhadap Jenderal AH Nasution selaku KSAD. Tapi petualangan Zulkifli Lubis berhasil dipatahkan lewat kontra intelijennya Pak Nas, pimpinan Mayjen Achmad Sukendro. Seluruh rangkaian kombinasi ketidakpuasan oposisi dari PSI dan Masyumi dan kumulasi ketidakpuasan para kolonel daerah termasuk Zulkifli Lubis yang setelah gagal lantas kabur ke Padang, maka Bung Karno berkesimpulan semua itu adalah gerakan Kontra Revolusioner yang terencana dan terorganisir. Jangan lupa juga. Pada 1952, atas desakan para eksponen Proklamasi, pemerintah dan DPR didesak untuk kembali ke negara kesatuan versi Proklamasi 17 Agustus 1945. Dan upaya berhasil lewat mosi integral Natsir. Dengan demikian, ini satu langkah lagi menuju pembatalan isi perjanjian Konferensi Meja Bundar Desember 1949 yang amat merugikan Indonesia. Dengan berhasil mengubah kembali RIS menjadi NKRI, maka hal ini menjadi alas untuk melangkah ke tahap kedua, dan ini terjadi pada 1956. Indonesia secara sepihak membatalkan KMB. Sehingga selain kita tak lagi harus terikat pada isi perjanjian KMB yang merugikan Indonesia, RIS sudah beralih kembali ke negara kesatuan menurut skema 17 Agustus 1945. Nah, di sinilah tahun 1956 jadi krusial. Sebab seiring kembalinya kita ke negara kesatuan dan pembatalan KMB, polarisasi nasional yang terbentuk kemudian adalah antara yang ingin tetap mempertahankan skema RIS yang dipayungi oleh skema uni Indonesia-Belanda sesuai skema KMB yang juga dapat dukungan Amerika dan Eropa barat vs para eksponen proklamasi 17 Agustus 1945. Di sinilah kembalinya UUD 1945 asli merupakan respons revolusioner bukan saja karena mau-maunya Sukarno sendiri, tapi desakan seluruh eksponen proklamasi 17 agustus 1945 yang berhaluan nasionalis dan republikan. Jadi kalau menelisik kejadian antara 1952 hingga 1956, yang berkulminasi pada meletusnya PRRI Permesta 1958, maka keluarnya Dekrit Presiden 1959 adalah langkah strategis dan revolusioner untuk membendung rongrongan anasir-anasir kontra revolusioner. Inilah yang saya sebut kemarin. Mau ngopi kok nggak perhatian mengenai biji-biji kopi apa yang diramu buat suguhan kopi. Saya kira itulah suasana kebatinan LaNyala ketia dia mendesak presiden mengeluarkan dekrit. Pengen ngopi tapi nggak mau kerja keras memetik dan meracik biji kopi seperti Sukarno sebelum mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Lha sekarang, cobalah serap dialektika dan dinamika yang berkembang antara 1952-1959 itu. Paralelkah atau malah kebalikannya dengan dialektika dan dinamika sekarang? Cara pandang melihat sesuatu terkondisi oleh siapa diri yang bersangkutan. Sukarno, memutuskan kembali ke UUD 1945 asli, sejatinya merupakan tindakan revolusioner merespons rongrongan orang-orang yang kontra revolusioner mengingat dialetika dan dinamika yang berkembang saat itu. Kalau sekarang Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 asli, maka UUD 1945 asli sebagai maha karya para bapak bangsa, akan jadi alat yang bersifat kontra revolusioner. Karena UUD 1945 asli yang sejatinya bersifat strategis, diturunkan derajatnya menjadi bersifst taktis. (*)

Menyikapi Musibah

Mari hentikan mengumbar kesalahan orang, apalagi dalam situasi kesulitan dan kesedihan. Jangan mengumbar paradoks. Merasa beragama tapi berhati dan berkarakter kasar. Oleh: Ali Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation ADA satu kebiasaan yang barangkali kurang, bahkan tidak pantas, dari sebagian orang di saat terjadi sebuah musibah di sebuah tempat. Kebiasaan itu adalah mengumbar atau mengekspos kesalahan-kesalahan (walau itu benar adanya) dari orang-orang yang tertimpa musbah. Musibah gempa bumi yang memporak-porandakan Cianjur misalnya saat ini banyak dikaitkan dengan berbagai (apa yang dianggap) kesalahan dan dosa-dosa penduduk setempat. Ada dua kemungkinan yang terjadi di sini. Pertama, apa yang disebut-disebut itu memang benar. Kedua, apa yang disebut-sebut itu tidak benar atau minimal tidak semuanya benar. Mana pun dari dua kemungkinan itu, benar atau tidak, menyebar-luaskan kesalahan dan dosa-dosa orang lain adalah kesalahan itu sendiri. Apalagi ketika orang-orang itu sedang berada dalam situasi yang sulit dan menyedihkan. Menyikapi musibah dengan cara mengumbar kesalahan orang-orang yang sedang kesulitan menggambarkan karakter yang tidak berakhlak. Karakter yang demikian itu paradoksikal dengan ajaran Islam dan ketauladanan baginda Rasulullah SAW. Bahkan tanpa disadari bisa menjadi sebuah kezholiman kepada mereka yang sedang berduka. Yang seharusnya disadari adalah bahwa Islam adalah agama “rahmah”. Agama yang mengedepankan hati nurani yang penuh kasih sayang. Anggaplah memang benar bahwa di daerah itu banyak dosa dan kesalahan. Secara akhlak Islam menyikapinya bukan dengan mengumbar dosa dan kesalahan itu. Justeru sebaliknya menghadirkan solusi. Dan harusnya disadari bahwa “sitrul Muslim” (menutup aib sesama Muslim yang dianggap pendosa itu adalah bagian dari akhlak mulia. Allah SWT sendiri menyikapi para pendosa dengan kasih sayang: “katakan (wahai Muhammad), wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas, jangan putus asa dari kasih sayang Allah. Sungguh Allah mengampuni semua dosa. Sungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Karenanya menyikapi kesalahan dan dosa mereka yang bersalah dan berdosa bukan dengan menyebarkan. Tapi sekali lagi justeru disikapi dengan kasih sayang dalam bentuk mengajak kembali ke jalan Allah seraya menutupi kesalahan-kesalahan itu. Kebiasaan mengumbar kesalahan orang lain justeru boleh jadi cara Allah menampakkan Karakter sebagian orang. Bahwa jeli melihat kesalahan orang kemungkinan justeru bentuk dari kegagalan melihat kesalahan dan dosa diri sendiri. Orang yang gagal melihat kesalahan dan dosa-dosanya akan merasa suci dan cenderung melihat kesalahan dan dosa orang lain. Lebih jauh kebiasaan yang demikian ini merupakan  indikasi arogansi keagamaan. Perasaan lebih dalam beragama jelas dilarang oleh agama Islam: “Laa tuzakkuu anfusakum” (jangan sucikan dirimu sendiri). Justeru ketika ada kesalahan dan dosa yang terjadi di manapun harusnya menjadikan kita merasa bersalah. Jangan-jangan hal itu terjadi karena kelengahan dan hilangnya tanggung Dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar dari Umat ini. Tapi yang lebih penting lagi harusnya di saat-saat musibah menimpa Saudara-Saudara kita bukan ditumpuki dengan beban tuduhan dosa dan kesalahan. Justeru yang harus dibangun adalah rasa simpati dan empati, feelings their feelings (ikut merasakan luka dan duka yang mereka rasakan). Dan yang terpenting jika memang kesalahan dan dosa itu adalah realita (benar adanya) maka Islam selalu hadir sebagai solusi. Sikap Islam yang bijak adalah mengajak dan mendoakan semoga melalui ujian musibah itu mereka kembali mendapatkan hidayah dan kembali ke jalan yang lurus. Mari hentikan mengumbar kesalahan orang, apalagi dalam situasi kesulitan dan kesedihan. Jangan mengumbar paradoks. Merasa beragama tapi berhati dan berkarakter kasar. Doakan Saudara-Saudara kita di Cianjur. Semoga Allah menguatkan dan memudahkan untuk mereka. Tidak saja dalam menghadapi masa-masa sulit ini. Tapi juga dalam upaya menangkap hikmah-hikmah dari musibah yang menimpa mereka. Amin! Ci-Batam, 25 Nopember 2022. (*)

Inikah Mafia Hukum: “Mencopot” Hakim MK Seperti Cara Me-recall Anggota DPR?

Apakah perlu Revolusi? Apakah perlu People Power? Dengan jalan apa kita memperbaiki kerusakan akut negeri ini? Anda punya solusi? Katanya kita punya Pancasila, bukan? Sanggupkah Pancasila menjadi solusi? Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo PRESIDEN Jokowi telah melantik Guntur Hamzah menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 23 Nopember 2022 di Istana Negara, Jakarta Pusat. Pelantikan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 114 P Tahun 2022 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang diajukan DPR yang ditetapkan 3 November 2022. Guntur menggantikan Hakim MK Aswanto yang sebelumnya diberhentikan oleh DPR RI. Sebagaimana diketahui, pada tanggal 29 September 2022 Rapat Paripurna DPR RI menyetujui untuk tidak memperpanjang masa jabatan Aswanto sebagai Hakim MK yang berasal dari usulan DPR. Sebagai pengganti, DPR menunjuk Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi yang berasal dari usulan DPR. Coba kita bayangkan pertanyaan yang mengemuka dari Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebagai pemimpin Rapat Paripurna DPR, Kamis (29/9/2022). “Sekarang perkenankan kami menanyakan pada sidang dewan sidang terhormat, apakah persetujuan untuk tidak akan memperpanjang masa jabatan Hakim Konstitusi yang berasal dari usulan DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi yang berasal dari DPR tersebut, apakah dapat disetujui?” Lalu apa alasannya DPR “mencopot” Aswanto yang seharusnya masih bisa menjabat hingga tahun 2029? Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengungkapkan alasan Aswanto diberhentikan dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi meski masa pensiunnya masih panjang. Bambang Pacul menjelaskan bahwa Aswanto merupakan hakim konstitusi usulan DPR. Tetapi, menurut dia, Aswanto menganulir undang-undang produk DPR di MK. Bambang Pacul mengatakan: “Tentu mengecewakan dong. Ya bagaimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh.”. Aneh bukan? Bukankah salah satu tugas MK secara umum untuk menganulir atau membatalkan suatu UU jika memang terbukti melalui persidangan di MK bahwa UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945? Saya mendapat kesan bahwa “pencopotan” hakim MK Aswanto merupakan bentuk intervensi legislatif terhadap lembaga yudikatif secara terang-terangan dan sekaligus menunjukkan betapa DPR itu sangat arogan karena mencopot hakim MK yang konon “mewakili” DPR seperti “mencopot” anggota DPR dari suatu partai dengan cara “recall”. Inikah yang disebut Demokrasi? Ini yang disebut Negara Hukum? Saya yakin, bukan cermin negara hukum dan demokrasi tetapi negara kekuasaan, dan cenderung terjadi “abuse of power”. Mestinya disadari oleh DPR dan juga Partai Politik bahwa jika seseorang telah terpilih dan menjadi anggota dalam suatu badan negara, ia tidak lagi menjadi wakil mutlak yang harus selalu satu kata, satu warna dalam menyikapi sebuah kebijakan negara. Artinya yang terpenting anggota tersebut menjalankan tugasnya dengan baik sekalipun tidak sesuai dengan harapan pengusul awalnya. Jika model recall ini dilanjutkan, prinsip negara hukum dan demokrasi pasti akan berantakan dan setiap anggota (MK, DPR) yang dipilih atau diusulkan rentan untuk dicopot lantaran sikap anggota dianggap tidak sesuai dengan pengusul (DPR, Partai). Dulu saya pikir MK ini lembaga yudikatif yang berisi Dewa-Dewa hukum dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kapasitas keilmuan ketatanegaraan. Atas kasus ini kita bisa memetik pelajaran bahwa patut diduga bahwa MK pun menjadi alat permainan politik DPR dan Presiden. Jika kedua lembaga ini bersatu, siapa yang bisa mengalahkan? Apalagi telah terbukti melalui penelitian dosen-dosen Trisakti (2020) bahwa ada sekitar 22,01 % putusan MK tidak dipatuhi bisa oleh Presiden dan DPR atau pihak lain terkait. Ketika kedua lembaga ini bersatu, anggota hakim MK bisa berbuat apa karena sebagian mereka pun dianggap Utusan dari DPR dan Presiden yang ternyata harus Tunduk, Patuh dan Menyerah kepada Tuannya jika tidak ingin dicopot dan atau tetap diperpanjang masa jabatannya. Mafia Hukum yang juga melibatkan Presiden, DPR dan MK pun boleh jadi telah dipraktikkan di negeri ini. Atas kasus “pencopotan” hakim Aswanto yang diduga lantaran begitu berani menganulir produk DPR, khususnya yang terakhir berupa UU Cipta Kerja, kita pun bisa menduga bahwa kasus ini hanya Puncak Gunung Es. Artinya, sangat mungkin putusan-putusan MK di masa lalu sangat mendapatkan intervensi dari DPR maupun Presiden. Perkara sengketa pemilu 2019, UU Cipta Kerja, UU Pemilu (soal Presidential Treshhold) yang sudah puluhan kali diuji namun MK tetap berpendapat hal itu merupakan Open Legal Policy dari DPR dan Presiden, patut diduga kuat terjadi Intriks politik hingga konspirasi gelap yang sebenarnya mencerminkan keadaan adanya Industri Hukum yang dibangun sendiri oleh DPR, Presiden dan MK yang berpotensi menjadi Mafia Hukum. Mengingat kondisi hukum dan politik negeri ini sudah rusak, saya kira memang sudah saatnya dilakukan Restorasi Kepemimpinan Nasional agar kembali kepada The Truth and Justice. Kerusakan sudah begitu akut, maka harus dilakukan perubahan yang Radikal, Extraordinary, bukan perubahan yang biasa, baik inkremental maupun Cut and Glue. Apakah perlu Revolusi? Apakah perlu People Power? Dengan jalan apa kita memperbaiki kerusakan akut negeri ini? Anda punya solusi? Katanya kita punya Pancasila, bukan? Sanggupkah Pancasila menjadi solusi? Sanggupkah Pancasila menunjukkan Kesaktian-nya yang setiap tanggal 1 Oktober kita peringati? Anda yang mengaku “Saya Pancasila” saya tantang sekarang! Jika tidak mampu, maka benar statement yang saya sematkan pada judul buku saya bahwa Pancasila 404: Not Found. Tabik...!!! Semarang, Jumat: 25 Nopember 2022. (*)

Menunda Pemilu adalah Kejahatan Politik

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KEBIJAKAN licik atas kekhawatiran terhadap terjadinya keguncangan rezim oligarki adalah penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Wacana awal yang pernah dilempar dahulu dan dibantah kini nampaknya semakin diseriuskan. Baik melalui opsi Dekrit Presiden maupun amandemen UUD.  Kebijakan licik bernuansa panik dan frustrasi rezim ini disebabkan tiga faktor, yaitu : Pertama, negara gagal menyiapkan dana Pemilu dengan seribu alasan. Intinya karena buruknya manajemen keuangan dengan pemilihan prioritas pembangunan yang salah dan dipaksakan. IKN baru dan proyek infrastruktur mangkrak atau sia-sia telah menyedot dana APBN. Kondisi keuangan menjadi morat-marit.  Kedua, rezim tidak memiliki kepastian akan keberlangsungan kekuasaan atau kepanjangan tangan untuk melanjutkan. Capres Ganjar Pranowo skeptis untuk dimajukan dan dipastikan berhadapan dengan PDIP, Prabowo tidak bisa dipegang karena elektabilitas hanya berbasis survey sedangkan pilihan pahit dimana Jokowi maju sebagai Cawapres justru sangat kontroversial dan terkesan memaksakan.  Ketiga, penjegalan terhadap figur Anies Baswedan selalu gagal. KPK dan fitnah buzzer membentur tembok. Turun dari jabatan sebagai Gubernur bukan kehilangan panggung, justru panggungnya semakin luas. Bergerak lebih leluasa dengan dukungan riel rakyat yang terus meningkat. Anies Baswedan sulit tertandingi.  Dekrit perpanjangan masa jabatan adalah cacat konstitusional dan atas kebijakan ini rakyat berhak melakukan perlawanan bahkan penggulingan. Sementara amandemen yang hanya berkaitan dengan penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan menjadi pekerjaan MPR yang terlalu sederhana dan mengada-ada.  Usaha pakar hukum tata negara agar terjadi amandemen demi menghindari kevakuman kekuasaan akibat Capres yang akan berhadapan dengan kotak kosong adalah bukti adanya niat jahat. Penambahan Pasal dalam UUD 1945 yang mengatur penundaan Pemilu bukan bersandar pada kepentingan rakyat tetapi kepentingan politik penguasa. Lalu mengapa harus ada kotak kosong?  Rupanya penjegalan Demokrasi sedang dilakukan dengan \"boikot\" Capres lawan Anies. Prediksi kekalahan dijawab dengan tidak melakukan perlawanan.  Masalahnya adalah hal ini tidak memiliki aturan konstitusional. Akan terjadi kevakuman. Jokowi selesai sebagai Prediden dan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.  Ironi politik, kebingungan politik serta kejahatan politik sedang terjadi. Aspirasi rakyat untuk memunculkan pasangan yang banyak dengan penghapusan PT 20 % ditolak mentah-mentah oleh lembaga memilukan dan memalukan MK. Eh ketika pasangan hanya muncul satu \"dihajar\" juga dengan rekayasa politik pemainan hukum. Ini negara apa?  Negara Kerajaan yang sudah manut pada kemauan Raja semata.  Indonesia sedang dirusak bahkan dihancurkan. Rakyat tidak boleh diam dan harus terus melakukan perlawanan. Penundaan Pemilu adalah kejahatan politik. Presiden sudah tidak becus lagi mengelola negara.  Bandung, 25 Nopember 2022