ALL CATEGORY
"Kejadian ini jangan ramai-ramai"Sempat Disampaikan Ferdy Sambo
Jakarta, FNN - Eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Ridwan Soplanit selaku saksi mengatakan bahwa Ferdy Sambo sempat menyampaikan kepada dirinya agar tidak berbicara ke mana-mana mengenai kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J.\"Saat saya meninggalkan TKP dari dalam, Pak FS sempat sampaikan bahwa \'ini kamu untuk kejadian ini jangan ramai-ramai. Jangan dulu ngomong ke mana-mana karena ini terkait dengan aib keluarga, masalah pelecehan istri saya\',\" kata Ridwan Soplanit ketika menyampaikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Ridwan mengungkapkan bahwa pesan tersebut dia sampaikan ketika akan meninggalkan TKP. Adapun konteks dari \'jangan ramai-ramai\' yang dipahami oleh Ridwan adalah jangan sampaikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J di luar dari garis komando.\"Saat itu bagi saya maksudnya jangan sampaikan hal tersebut di luar dari garis komando masalahnya, kepada kapolres atau ke mana,\" kata Ridwan Soplanit.Selain mengungkapkan pesan dari Ferdy Sambo, Ridwan juga mengungkapkan kondisi jenazah Brigadir J ketika dirinya tiba di TKP. Ketika Ridwan datang, posisi mayat berada di posisi telungkup. Sebelum dilakukan tahapan olah TKP, katanya, masker Brigadir J masih menempel. \"Masih ada masker, masih dipakai. Begitu dibalik, kelihatan masker masih dipakai,\" ucapnya.Ketika masker tersebut dibuka, dia melihat ada garis luka di hidung dan bibir. \"Yang tembakan itu mereka menyampaikan yang dia lihat, di dada tembakan itu, di kelingking seperti luka goresan, kemudian yang saya bilang di sekitar hidung, bibir, dan dagu ada luka. Kemudian luka lubang cuma lihat di dada, kemudian di tangan, satu di tangan,\" kata Ridwan.Untuk luka di belakang kepala, Ridwan mengatakan bahwa luka tersebut tidak masuk ke laporan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar kembali sidang Ferdy Sambo dan kawan-kawan perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice pekan kelima.Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto, Senin, menyebutkan bahwa sidang hari ini untuk terdakwa Richard Eliezer, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal. Pada hari berikutnya, Selasa (22/1), sidang untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dengan agenda sama-sama pemeriksaan saksi.(Sof/ANTARA)
Hanya Tiga Peluru yang Ditembakkan, Tegas Pengacara Bharada E
Jakarta, FNN - Pengacara Bharada E, Ronny Talapessy, menegaskan bahwa kliennya hanya menembakkan tiga peluru yang dibuktikan dengan tersisanya 12 peluru di dalam senjata milik Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.“Peluru milik klien saya itu ada 15 kemudian sisanya ada 12. Berarti ada 3 yang keluar. Nah di sini sangat penting tadi walaupun Kombes Santo tidak hadir berhalangan karena sakit,” kata Ronny kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Fakta persidangan hari ini, tutur Ronny, terungkap bahwa peluru tersisa yang pistolnya diserahkan oleh Bharada E ke Kombes Santo sebanyak 12 butir.“Tadi juga disaksikan oleh saudara Ridwan yang tadi menyampaikan. Jadi, ini kenapa kita perlu sekali terkait dengan peluru karena ini untuk pembuktian berikutnya terkait peluru yang ada di badan almarhum Yosua,” ucap Ronny.Berdasarkan hasil visum, jumlah peluru yang berada di badan Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J adalah 7 butir.Eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Ridwan Soplanit ketika menyampaikan kesaksian mengungkapkan bahwa 12 peluru yang disita Kombes Santo dari Div Propam Polri berasal dari senjata milik Bharada E.Dengan demikian, Pengacara Bharada E mengatakan bahwa kliennya hanya menembakkan 3 dari 7 butir peluru yang berada di badan Brigadir J. “Tadi disampaikan karena disaksikan oleh penyidik Jakarta Selatan menyampaikan bahwa peluru yang sisa itu ada 12,” ucapnya.Sebelumnya, ketika menyampaikan kesaksian, eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan Ridwan Soplanit menjawab pertanyaan hakim ketika hakim bertanya dari mana penyidik memperoleh senjata glock dengan peluru yang tersisa sebanyak 12 butir. “Itu dari Bharada E,” kata Ridwan ketika menjawab pertanyaan hakim.Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang Ferdy Sambo dan kawan-kawan terkait perkara pembunuhan berencana dan obstruction of justice pekan kelima.Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto, Senin, menyebutkan bahwa sidang hari ini untuk terdakwa Richard Eliezer, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal. Hari berikutnya, Selasa (22/1) sidang untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dengan agenda sama-sama pemeriksaan saksi.(Ida/ANTARA)
Peraturan Bawaslu RI Diharapkan Bisa Segera Diselesaikan
Purwokerto, FNN - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengharapkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI segera menyelesaikan semua Peraturan Bawaslu RI karena tahapan Pemilu 2024 telah berjalan.\"Bawaslu RI perlu menyelesaikan semua Perbawaslu (Peraturan Bawaslu), termasuk Perbawaslu Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu), Perbawaslu Pencegahan, penegakan hukum ini perlu diselesaikan,\" tegasnya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.Kaka mengatakan hal itu kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam acara Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Pemilu 2024 Bersama Komunitas Wartawan dan Pegiat Media Sosial Bawaslu Kabupaten Banyumas.Ia mengaku melihat adanya keterlambatan yang dilakukan Bawaslu RI dalam menyelesaikan peraturan-peraturan tersebut karena jika masih menggunakan peraturan yang sama dalam penanganan pelanggaran pemilu, maka ada celah-celah yang memungkinkan tidak bisa diusut sampai tuntas.\"Yang kedua soal konten. Bagaimana konten dari penegakan hukum itu walaupun menggunakan undang-undang yang sama perlu untuk diperluas semaksimal mungkin sesuai dengan kapasitas undang-undang yang ada,\" katanya.Kaka mencontohkan dari sisi pencegahan jika masih menggunakan peraturan yang sama, maka pencegahan harus maksimal. \"Kemudian dari sisi pencegahan hukum, ya tentu saja kita berharap di Sentra Gakkumdu ini perlu maksimal. Mereka sedang melakukan rapat koordinasi, tapi saya pikir perlu untuk \'out the books\'\" tegasnya.Menurut dia, pengalaman dari Pemilu 2019 harusnya menjadi bagian dari evaluasi namun hal itu belum terlihat.Kemudian di luar Bawaslu RI sendiri seperti kepolisian dan kejaksaan, kata dia, perlu untuk memperkuat Sentra Gakkumdu. \"Mungkin kalau untuk full time ya belum bisa, tetapi minimal dari sisi upaya maksimal,\" katanya.Sebagai pemantau, Kaka mengaku belum belum melihat upaya maksimal dari kepolisian maupun kejaksaan untuk menghadirkan Undang-Undang Pemilu sebagai lex specialist dan sering kali terbentur dari sisi prosedur.Sementara dari sisi material, dia mengaku melihat dalam beberapa kasus sudah cukup saksi dan barang bukti namun prosesnya terlambat karena saksi yang dipanggil tidak hadir dan sebagainya.Oleh karena itu, kata dia, Sentra Gakkumdu perlu diperkuat mulai dari kepolisian mengingat Bawaslu RI sendiri tidak punya kewenangan untuk memanggil paksa saksi. \"Saya pikir peran kepolisian dalam Sentra Gakkumdu perlu memaksimalkan, bukan apa-apa, agar terjadi efek jera karena kalau dibiarkan, opini publik justru akan buruk dan berpikir untuk apa lapor. Kan sudah ada tagline percuma lapor,\" kata Kaka. (Ida/ANTARA)
Muhammadiyah Ingatkan Jokowi: Taat Konstitusi dan Negara Jangan Terlibat Kontestasi
Jakarta, FNN - Rasanya makin hangat dan menarik mengamati situasi politik dalam negeri. Apalagi ketika Ketua Umum PP Muhammadiyah terpilih, Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si., dalam pidato pertama keterpilihannya kembali mengingatkan agar pemerintah tidak terlibat dalam kontestasi Pemilu. \"Ini benar-benar peringatan yang keras. Tidak hanya Ketua Umum yang memberi peringatan keras, tetapi juga salah satu formatur, Bapak Anwar Abbas, yang ketika ditanya mengenai syarat seorang capres, jawabannya adalah paham Pancasila dan Konstitusi. Jawaban yang manarik sekaligus menusuk,\" kata pengamat politik Rocky Gerung dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin (21/11/22). Rocky menegaskan bahwa hal itu merupakan poin yang bagus untuk memulai suatu organisasi yang basisnya pendidikan, tapi tidak mungkin lepas dari kritik sosial. Muhammadiyah dikenal sebagai tempat pikiran itu diuji, diperlihatkan secara akademis. \"Kira-kira mungkin sekarang 200 Perguruan Tinggi Muhammadiyah di seluruh Indonesia dan saya sering bertemu dengan mereka. Mereka menganggap bahwa Muhammadiyah diminta sebetulnya oleh sejarah untuk mengingat peristiwa 108 tahun lalu ketika seorang pemuda, namanya Ahmad Dahlan, itu memutuskan untuk mendirikan sekolah. Dia tidak mendirikan partai politik dan itu yang sering saya terangkan kepada kalangan Muhammadiyah, bayangkan kalau Kyai Ahmad Dahlan pada waktu itu nyaleg, maka nggak akan ada sekolah-sekolah Muhammadiyah,\" paparnya. Dalam acara yang dipandu oleh Hersubeno Arif, wartawan senior FNN, itu Rocky Gerung menegaskan bahwa Muhammadiyah sebetulnya jadi penuntun pertama bangsa ini untuk mengingatkan bahwa pendidikan adalah hal terpenting, karena itu memilih leader itu juga dengan basis sejarah yang sama. \"Jadi sejarah pendidikan nasional, jadi sejarah intelektualitas. Jadi kalau Muhammadiyah tumbuh dan berupaya untuk melindungi kapasitas akademis kita, itu menunjukkan Muhammadiyah melakukan politik oposisi dari perspektif akademis. Dan itu yang terbaca di dalam pidato Pak Haedar Nashir yang menganggap bahwa memang Muhammadiyah harus mengawasi dengan baik proses pemilu ke depan atau proses rekrutmen elit politik. Dan itu yang sebetulnya dari periode pertama Pak Ketua Muhammadiyah ini sudah sangat kritis. Dan itu menjadi tradisi Muhammadiyah: Amien Rais juga sangat kritis, Dien Syamsudin waktu jadi ketua juga sangat kritis, HR Fachrudin juga begitu. Jadi, kritisnya tidak mungkin hilang dari perspektif Muhammadiyah. Apalagi kalau kita ingat bahwa bangsa ini berhutang pendidikan pada Muhammadiyah karena Muhammadiyah mengasuh berbagai macam sekolah. Jadi, sekali lagi, perspektif Muhammadiyah adalah perspektif kritis sesuai dengan asal-usul sejarahnya, yaitu mendirikan lembaga pendidikan. Tidak ada lembaga pendidikan yang manggut-manggut. Lembaga pendidikan dirancang untukberpikir kritis, jadi Kyai Haji Ahmad Dahlan kita hormati sebagai tokoh yang tahu bahwa negara harus dituntun akal sehat,\" paparnya. Rocky mengaku selalu menarik membahas tentang peringatan dari Ketum Muhammadiyah agar negara jangan terlibat dalam kontestasi Pemilu, karena dalam dua kali kepemimpinan Pak Jokowi sangat nyata terlihat di lapangan bagaimana aparat negara terlibat dalam suatu pemenangan kontestasi Pemilu. Dan memang, yang dimaksud negara itu banyak sekali dalamnya, mulai dari seluruh pejabat pemerintah sampai aparat negara. “Tetapi, negara ada kepala negaranya, jadi kepala negaranyalah yang harus bertanggung jawab supaya negara netral. Netral karena negara itu birokrasi. Supaya negara netral, Kepala Negara tidak boleh mengucapkan sinyal yang memihakkan. Itu kalau kita terjemahkan pikiran Muhammadiyah pasti begitu. Kan nggak mungkin nggak ada subjeknya. Jadi, subjeknya adalah negara dan setiap negara punya kepala negara.Tapi, Muhammadiyah tahu bahwa kepala negara itu diminta untuk betul-betul awas dan betul-betul lakukan sesuatu yang membuat rakyat percaya bahwa dia memimpin negara, bukan memimpin kelompoknya saja. Mungkin itu masih terlalu sumir, tapi orang langsung lihat bahwa itu satu paket dengan pikiran-pikiran pertama,” tandas Rocky Gerung. Menurut Rocky Gerung, mungkin suatu saat akan ada catatan sejarah politik Pak Jokowi bahwa aparat negara memang dikerahkan, baik Depdagri, BUMN, bahkan itu tentara juga dikerahkan semua. Saat ini pun, menjelang pemilu 2024 arahnya begitu. Pejabat-pejabat negara justru mengerahkan instansinya untuk kepentingan dia sendiri. Menteri BUMN Erick Thohir, Ganjar yang adalah Gubernur juga pejabat negara, dan macam-macamlah. \"Jadi, semua yang menjabat menteri dan dalam kedudukan ketua partai politik, pasti akan memanfaatkan fasilitas negara, diam-diam atau terang-terangan. Jadi, teguran etis dari Muhammadiyah harus diperhatikan, bukan hanya oleh Kepala Negara terutama memang, tapi juga oleh pembantu-pembantu dia, supaya jangan memakai negara untuk kepentingan politik. Sebetulnya itu tradisi yang bagus sehingga kita meminta sebetulnya menteri-menteri yang mau jadi presiden mundur saja, karena nggak mungkin dia nggak punya conflict of intenrest,\" tegasnya. “Jadi, Pak Jokowi juga seolah-olah menganggap bahwa menteri biarin saja di kabinet, dia boleh kampanye, tapi sekaligus gua tahan dia dengan potensi sprint. Ini kasus yang terbaru tentu soal Surya Paloh. Surya Paloh juga ditegur oleh Muhammadiyah. Kalau Anda mau berpolitik, lepaskan jabatan Anda di negara karena bagaimanapun menteri diri Anda akan memanfaatkan fasilitas untuk berkampanye demi Anies. Jadi, sekali lagi ini teguran etis dan baik betul dalam suatu pidato keterpilihan, dipimpin kembali dengan prinsip bahwa Muhammadiyah harus menjadi penjaga moral bangsa,” terang Rocky. Muhammadiyah adalah organisasi yang basisnya teologi, tetapi matang dan akuntansinya bagus betul. Ada organisasi yang setara juga yang tidak pernah diaudit, tapi Muhammadiyah kita tahu punya auditor, bahkan auditor eksternal, dan itu yang menyebabkan orang memang percaya pada etos yang dipesankan oleh Pak Ahmad Dahlan supaya jangan cari hidup di Muhammadiyah melainkan hidupkanlah Muhammadiyah. Itu membekas terus. Jadi hanya satu narasi pendek, tapi itu dalam sekali maknanya. Kiranya pesan ini dipegang oleh semua kader Muhammadiyah sehingga mereka paham bahwa negeri ini majemuk sehingga mengutamakan kesepakatan bersama yang mereka sebut Pancasila. Selamat untuk kepengurusan Muhammadiyah yang baru. (ida, sws)
Jumhur Hidayat: Perjuangan Buruh Naikkan Upah, Berhasil!
Jakarta, FNN – Sejak awal gerakan buruh berkeyakinan bahwa UU Cipta Kerja telah melanggar konstitusi dan pada akhirnya terbukti dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK, sehingga harus diperbaiki paling lama 2 tahun sejak Putusan MK itu dibacakan pada 25 November 2021. “Akibat Putusan inkonstitusional itu maka penyelenggara negara harus menangguhkan semua tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas termasuk tentunya terkait penentuan UMP/UMK,” kata Mohammad Jumhur Hidayat kepada FNN, Senin (21/11). Menurut Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) itu, Menteri Ketenagakerjaan RI adalah penyelenggara negara yang tunduk pada Putusan MK, sehingga mengambil kebijakan strategis tanpa mendasari kepada UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36 tentang Pengupahan. Oleh karenanya terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2023 tersebut patut disyukuri karena hal ini merupakan keberhasilan perjuangan buruh Indonesia dengan melakukan gerakan penolakan serentak terhadap UU Cipta Kerja termasuk di dalamnya tentang penentuan UMP/UMK berdasar PP 36 tentang Pengupahan. Adapun dengan adanya perhitungan baru sesuai Permenaker yang menyatakan bahwa kenaikan maksimun UMP adalah 10% maka kami berpendapat bilamana di suatu daerah ternyata ketentuan kenaikan upah itu lebih dari 10% maka para Gubernur agar tetap menetapkan apa adanya karena sesungguhnya itu adalah perhitungan yang objektif. “Dengan begitu maka kami meminta kepada Menaker dan Mendagri agar tidak perlu memberi teguran karena itu sesungguhnya adalah masalah kebijakan lokal,” tutur Jumhur Hidayat. Sementara, terkait dengan adanya gugatan dari APINDO terhadap Permenaker itu, “organisasi buruh siap menjadi tergugat intervensi dan kami telah siap dengan berbagai argumen hukum yang sejak lama telah dipersiapkan,” tegas Jumhur Hidayat. Bahkan, argumen hukum ini juga pernah memenangkan di PTUN Jakarta Timur atas gugatan APINDO DKI terkait UMP DKI Jakarta 2022 yang tidak menggunakan UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36 tentang Pengupahan. (mth/*)
Pilih Caleg yang Menjadikan Pemberian Zakat jadi Wajib
Surakarta, FNN - Wakil Presiden Ma\'ruf Amin menyarankan untuk memilih calon anggota legislatif (caleg) yang menjadikan pemberian zakat sebagai hal wajib. \"Makanya pemilu itu titik \'critical\', \'Sampeyan mau dipilih harus zakat itu wajib\', seperti juga sertifkasi halal jadi \'mandatory\' atau wajib jadi semua ASN (wajib memberikan zakat),\" kata Wapres Ma\'ruf Amin di Surakarta, Jawa Tengah pada Senin.Wapres menyampaikan hal tersebut dalam acara Silaturahim Wapres Ma\'ruf Amin dengan pimpinan dan pengurus BAZNAS se-Jawa Tengah yang juga dihadiri Wakil menteri Agama Zainut Tauhid Sa\'adi, Ketua BAZNAS Noor Achmad, Ketua BAZNAS Jawa Tengah Ahmad Darodji dan anggota BAZNAS lainnya.Pengumpulan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) serta dana sosial keagamaan lainnya (DSKL) oleh BAZNAS di tingkat pusat sepanjang 2021 meningkat 33 persen dibanding 2020 yaitu sebesar Rp513,2 miliar. Peningkatan itu termasuk Rp136,99 miliar yang diperoleh dari baznas.go.id. Pada 2021, BAZNAS membukukan rasio penyaluran sebesar 82 persen sementara sisanya sebesar 18 persen akan disalurkan pada Januari 2022.Pada 2022 BAZNAS punya target pengumpulan 26 triliun dengan target BAZNAS di tingkat pusat sebesar Rp760 miliar. \"Hadi pendekatan yang selama ini dipakai itu memang masih \'voluntary\', artinya kesukarelaan belum masuk ke wilayah \'mandatory, sehingga belum memaksa kita karena belum ada regulasi yang seperti itu, ini memang yang harus diperjuangkan, dan yang bisa memahami itu adalah anggota-anggota DPR,\" ungkap Wapres.Wapres menilai bahwa DPR juga perlu mengatur kewajiban pemberian zakat melalui undang-undang.\"Seperti masalah sertifikasi halal, dulu juga sifatnya juga kesukarelaan, tapi sekarang dengan UU 33 sertifikat halal sudah \'madatory\', sudah wajib yaitu bagi produk yang beredar di Indonesia harus bersertifkat halal baik produk dalam negeri maupun luar negeri, itu lama proses itu tapi akhirnya bisa dipahami. Sekarang untuk zakat yang diperjuangkan bukan SK presiden, keppres, bukan inpres tapi undang-undang di DPR,\" jelas Wapres.Dalam acara tersebut, sejumlah pengurus BAZNAS juga mengusulkan untuk pembuatan dana abadi bagi BAZNAS namun Wapres mengungkapkan hal tersebut harus didukung oleh fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).\"Tapi sesuai aturan kita kalau melakukan sesuatu harus \'dibackup\' oleh fatwa, saya anjurkan ke BAZNAS pusat meminta fatwa ke MUI, kalau sudah ada fatwanya baru dilaksanakan, karena zakat adalah hak orang yang berhak yang harus dibagikan, hak mereka,\" ungkap Wapres.Wapres juga menyambut positif usulan agar BAZNAS ikut menjadi lembaga yang menangani kemiskinan dan stunting .\"BAZNAS pusat dan daerah perlu terus dipacu dan targetnya dari tahun ke tahun harus naik walaupun secara regulasi masih belum memperoleh dukungan dalam bentuk \'mandatory\' atau wajib, jadi sekarang nyangkulnya harus agak berat sedikit karena belum didukung regulasi yang kuat tapi dengan edukasi yang kuat Insya Allah akan dapat hasil lebih baik lagi,\" kata Wapres.(Ida/ANTARA)
Presiden Akan Segera Mengumumkan Nama Panglima TNI
Surakarta, FNN - Wakil Presiden Ma\'ruf Amin mengungkapkan tidak perlu lagi menunggu lama mengenai nama Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa karena Presiden Jokowi akan segera mengumumkannya.\"Saya kira sabar saja, kita menunggu, barangkali tidak lama lagi kan, itu saya kira tidak akan lama lagi,\" kata Wapres di Surakarta, Senin.Wapres menyampaikan hal tersebut saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai calon Panglima TNI karena Jenderal Andika Perkasa akan pensiun pada 21 Desember 2022, tepat berusia 58 tahun.\"Ya saya kira itu kan prerogatif presiden itu, nanti, Presiden kan masih belum memberikan pernyataan apa apa, kita tunggu saja nanti Presiden mengatakan (termasuk) apakah ada perpanjangan atau tidak dan siapa nanti yang akan menggantikan,\" ungkap Wapres.Namun satu hal yang ditegaskan Wapres, calon Panglima TNI berasal dari salah satu kepala angkatan. \"Saya kira kriterianya jelas, bahwa diambil dari kepala staf angkatan, itu sudah jelas, siapanya itu hak prerogatif Presiden,\" tambah Wapres.Merujuk pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR. Pengangkatan dan pemberhentian ini pun dilakukan atas dasar kepentingan organisasi TNI.Adapun beberapa poin penting dalam pengangkatan Panglima TNI sebagaimana UU Nomor 34 Tahun 2004 adalah Jabatan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan (Darat, Udara, dan Laut) yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.Persetujuan DPR terhadap calon usulan Panglima TNI oleh Presiden, paling lambat disampaikan selama 20 hari, terhitung sejak permohonan persetujuan diterima dan apabila DPR tidak menyetujui calon panglima yang diusulkan, DPR perlu memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.Saat ini, posisi Kepala Staf Angkatan Darat diduduki oleh Jenderal Dudung Abdurrachman, Kepala Staf Angkatan Laut oleh Laksamana Yudo Margono, dan Kepala Staf Angkatan Udara oleh Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. (Ida/ANTARA)
Negara Butuh Dwi Tunggal Latar Belakang Intelijen (Bagian-1)
Oleh Kisman Latumakulita – Wartawan Senior FNN PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2019 bisa dibilang sebagai konstetasi politik terpanas sepanjang sejarah Indonesia era reformasi. Korban yang berjatuhan tidak sedikit. Baik itu korban yang luka-luka, maupun meninggal dunia. Apalagi tragedi di depan kantor pusat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan sekitarnya. Tragedi yang begitu dalam dan membekas di hati. Sangat susah untuk dilupakan. Faktanya keterbelahan sosial di masyarakat begitu lebar dan mendalam. Keterbelahan yang terasa begitu nyata di masyarakat. Keterbelahan antara kubu cebong yang menjadi pendukung setia pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, melawan kubu kampret yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sampai sekarang keterbelahan sosial itu masih terasa. Meskipun harus diakui bahwa keterbelahan sosial itu situasinya tidak separah ketika Pilpres 2019 berakhir. Saat tingginya hirup-pikut dan keterbelahan antara kubu cebong dengan kampret itu, sontak publik dikagetkan dengan pertemuan dua tokoh penting negeri di Stasiun MRT Senayan pada 13 Juli 2019. Pertemuan bersejarah antara dua capres yang bebuyutan, Prabowo Subianto dengan Joko Widodo. Pertemuan yang bertujuan mendinginkan ketegangan antara kedua kubu yang terasa semakin naik eskalasinya ketika itu. Pertemuan yang dikecam para pendukung Prabowo Subianto maupun Joko Widodo. Masing-masing punya pertimbangan dari berbagai sudut pandang. Apalagi Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan selalu tampil dengan slogan “timbul tenggelam bersama rakyat”. Namun faktanya Prabowo Subianto timbul sendiri bersama dengan kekuasaan. Prabowo menerima tawaran jabatan sebagai Menteri Pertahanan. Belakangan Sandiaga Uno juga ikut masuk kabinet dengan Jokowi-Ma’ruf Amin. Sandi Uno menerima jabatan sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Lengkap dan sempurna sudah Prabowo dan Sandi Uno meninggalkan para pendukungnya. Kekuasaan itu menggiurkan, gurih dan perlu ada untuk dipertahankan. Apapun pendapat yang berkembang di masyarakat, namun pertemuan tersebut cukup bermanfaat untuk meredam ketegangan dan tensi yang tinggi ketika itu. Tokoh penting di balik pertemuan Stasion MRT Senayan adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. Sedangkan dari kubu Prabowo ada Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra yang dikenal dekat dengan kalangan telik sandi. Pertemuan Stasiun MRT Senayan 13 Juli 2019 itu, sedikit banyak menggambarkan sikap Budi Gunawan, yang biasa disapa dengan sebutan “Bang BG atau Mas BG”. Untuk kepentingan bangsa dan negara, Bang BG punya kesenangan untuk merangkul siapa saja lawan. Merangkul siapa saja yang berbeda pendapat dengan Bang BG. Namun akan tetap menghargai siapa saja yang berseberangan pendapat dengan Bang BG. Bang BG juga tidak segan-segan mundur satu-dua langkah untuk merangkul dan mengajak bicara lawan berbicara. Juga berdiskusi serta berunding dengan posisi yang setara. Tidak ada yang lebih tinggi. Meskipun lawan bicara sering beda pendapat dengan Bang BG. Perbedaan dalam bentuk diskursus apapun tetap dihargai Bang BG, sepanjang perbedaan itu untuk kepentingan serta keutuhan bangsa. Bang BG dalam keseharian lebih mengedepankan sikap “ngalah” dalam berbagai hal dan aspek. Toh “ngalah” kan bukan berarti “kalah”. Tidak ada salahnya “ngalah” satu dua langkah untuk mendapatkan kemenangan. “Ngalah untuk kebaikan atau “ngalah” untuk persatuan bangsa dan negara, memang perlu ada pada setiap tokoh bangsa. Tidak berlaku menang atau kalah untuk kebaikan bangsa. Mengikuti filosofi Jawa yang bagus untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu “Sing Waras Ngalah”. Kemampuan dan kelebihan Bang BG dalam lobby di berbagai hal-ihwal ini, layak untuk disandingkan dengan siapan saja yang berpeluang menjadi Presiden pada Pilpres tahun 2024 nanti. Faktanya beberapa negara bisa bangkit dari keterpurukan, bahkan kembali kuat karena satu di antara pimpinan nasionalnya (Dwi Tunggal) adalah orang yang berlatar-belakang intelijen. Bang BG sudah enam tahun lebih menjabat sebagai Kepala Badan Interlijen Negara (BIN). Bang BG menjabat sebagai Kepala BIN sejak 9 September 2016. Ketika itu Bang BG yang menggantikan Letjen TNI (Purn.) Sutiyoto, biasa disapa dengan Bang Yos. Sedangkan Bang Yos yang menggantikan Letjen TNI (Purn.) Marciano Norman menjadi Kepala BIN sejak Soesilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden periode kedua. Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan politik dan ekonomi di tahun 1965, karena Kepala Badan Kordinasi Intellijen Negara (BAKIN) saat itu dijabat sendiri oleh Mayjen Soeharto. Kebetulan Mayjen TNI Soeharto yang ketika itu menjabat Panglima Kosrad langsung memimpin perlawanan kepada PKI. Dampaknya, Mayjen Seoharto berhasil melakukan konsolidasi politik melalui penyederhanaan (fusi) partai politik. Baru pada 1971 dilakukan pemilihan umum pertama sejak Mayjen Soeharto menjabat Presiden tahun 1967 menggantikan Bung Karno. Pemilu 1971 itu diikuti oleh tiga peserta Pemilu, yaitu dua partai politik, PPP dan PDI, serta satu Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar. Hasilnya, Soeharto berhasil menjaga stabilitas politik selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Itulah kelebihan pimpinan nasional yang punya latar belakang intelijen (bersambung).
Catatan dari Forum Perdamaian Dunia ke-8 di Solo
Pada kesempatan khutbah Jumat bersama peserta Forum yang beragama Islam saya menguatkan lagi bahwa konsep persaudaraan kemanusiaan bukan hal baru bagi Umat ini. Konsep ini bukan juga pertama kali dicetuskan oleh Sheikh Azhar dan Paus Franciss. Oleh: Imam Shamsi Ali, Imam di New York/US Participant DALAM tiga hari ini saya berada di Surakarta atau Kota Solo untuk dua hajatan besar. Yakni pelaksanaan Forum Perdamaian Dunia ke-8 sekaligus menghadiri pembukaan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiah yang ke-48. Bagi saya kedua acara ini merupakan kebanggaan. Muktamar Muhammadiyah membanggakan saya sebagai tamatan pesantren Muhammadiyah. Tapi Forum Perdamaian Dunia juga membanggakan karena perhelatan internasional ini diinisiasi oleh Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dunia. Pada catatan ini saya akan fokus pada acara Forum Perdamaian Dunia yang diinisiasi oleh Pusat Dialog antar agama dan peradaban di bawah komando Prof. Din Syamsuddin, yang juga mantan Ketua Umum Muhammadiyah dua periode. Perhelatan dua tahunan itu menghadirkan tokoh-tokoh agama, aktifis dan akademisi dunia, khususnya mereka yang bergelut di dunia sosial keagamaan, pendidikan dan kebudayaan. Saya sendiri hadir dalam status sebagai seorang Imam/tokoh agama Islam di Amerika. Walaupun sering dicantumkan sebagai peserta Indonesia karena wajah dan lisan saya yang tentunya tetap tidak berubah sebagai orang Indonesia. Hal ini juga sering disikapi oleh sebagian peserta yang belum mengenal saya, seolah saya hanyalah peserta lokal, yang biasanya disikapi biasa-biasa saja. Yang menarik adalah seorang peserta lain dari US, seorang professor wanita keturunan Korea. Beliau justeru lebih identik sebagai peserta dari Amerika. Padahal dari segi residensi di Amerika saya lebih senior (tinggal lebih lama). Beliau hanya Kebetulan orang asing (non Indonesian) sehingga lebih diidentikkan sebagai orang Amerika. Bagi saya hal ini justeru membanggakan, bahkan membahagiakan. Karena walau saya telah meninggalkan Indonesia sejak tamat pesantren (SMU) dan tidak pernah lagi tinggal di Indonesia, Saya masih tetap diterima sebagai warga Indonesia asli. Ini sekaligus menguatkan kebanggaan saya sebagai orang yang terlahir di negeri tercinta ini. World Peace Forum ke-8 Perhelatan forum dunia untuk perdamaian ini bertemakan “Human Fraternity and the Middle Path as the pillar to Peaceful, Just and Prosperous World”. Tema ini kira-kira ingin menyampaikan bahwa persaudaraan kemanusiaan (Al-ukhuwah insaniyah) dan jalan tengah (wasatiyah) adalah pilar untuk mewujudkan perdamaian, keadilan dan kemakmuran dunia. Para pembicara dengan latar belakang yang berbeda, hadir antara lain perwakilan Vatican (Katolik), Wakil Sheikh Al-Azhar (Muslim), maupun dari kalangan Hindu dan agama-agama lainnya. Bahkan pada sesi khusus membahas tentang nilai-nilai ketimuran ditampilkan pembicara dari Konghucu dan Budha. Semua pembicaraan mengarah kepada bagaimana menguatkan relasi atau persaudaraan kemanusiaan universal dan memasyarakan (mainstreaming) nilai-nilai jalan tengah (wasatiyah) demi terwujudnya perdamaian, keadilan dan kemakmuran dunia. Pada sesi pembukaan acara ini hadir juga beberapa tokoh nasional Indonesia untuk menyampaikan pandangan-pandangan tentang tema Forum. Hadir antara lain Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI), Bapak Jusuf Kalla (mantan Wakil Presiden dua periode) dan lain-lain. Walau pada semua sesi ada pembicara-pembicara yang telah ditentukan, namun semua peserta punya kesempatan untuk menyampaikan pandangan/ide berkaitan dengan tema-tema pembahasan. Sehingga relatif hampir semua peserta punya kesempatan untuk berbicara pada forum ini. Saya pribadi pada kesempatan tersebut secara singkat menyampaikan beberapa pandangan berkenaan dengan tema bahasan. Ada tiga poin penting yang saya sampaikan pada kesempatan yang sangat singkat itu. Pertama, saya menekankan bahwa pembicaraan mengenai perdamaian, keadilan dan kemakmuran menjadi hambar bahkan hampa (sia-sia) ketika kebebasan hilang dari kehidupan. Saya mengingatkan peserta Muslim khususnya bahwa esensi “Laa ilaaha illallah” adalah kebebasan hakiki. Saya secara khusus merujuk kepada konteks Palestina (yang dubesnya juga hadir sebagai peserta) yang tak kunjung mendapatkan kebebasan (kemerdekaannya). Kedua, pembahasan persaudaraan kemanusiaan (human fraternity) menjadi tidak relevan ketika dunia dengan ragam imajinasi terfragmansi secara tidak adil. Dikotomi dunia kepada Barat dan Timur, yang kemudian melahirkan peradaban Barat dan peradaban Timur bahkan agama Barat dan agama Timur merupakan bahagian dari “paradoxical behavior” (prilaku paradoks) dalam menyikapi Persaudaraan kemanusiaan itu. Masalahnya pembagian dunia itu bukan berdasarkan geografis. Tetapi, lebih kepada cara pandang yang membagi manusia kepada Barat dan Timur. Barat sebagai penggambaran kemajuan, kekuatan, peradaban, dan seterusnya. Sementara bangsa Timur (Eastern nations) adalah sebaliknya. Ketiga, berbagai terminologi yang berkembang atau dikembangkan secara sistimatis, termasuk toleransi vs extremisme, bahkan “war on terror” yang dikembangkan oleh Bush Jr pasca 9/11 di US memiliki konotasi dan pemaknaan yang disesuaikan dengan kepentingan masing-masing. Dan, karenanya terminologi-terminologi yang dikembangkan harus terdefenisikan secara jelas. Termasuk kata “middle path” itu sendiri yang diterjemahkan dari kata “wasatiyah” yang diambil dari Al-Quran. Pada kesempatan khutbah Jumat bersama peserta Forum yang beragama Islam saya menguatkan lagi bahwa konsep persaudaraan kemanusiaan bukan hal baru bagi Umat ini. Konsep ini bukan juga pertama kali dicetuskan oleh Sheikh Azhar dan Paus Franciss. Tapi justeru merupakan “Godly Declaration” atau Deklarasi Allah dalam Al-Quran (An-Nisa ayat 1 dan Al-Hujurat ayat 13). Juga deklarasi kemanusiaan universal Rasulullah SAW ketika menyampaikan khutbah wada’ di Padang Arafah berabad-abad yang lalu. Hal penting lainnya yang diperoleh dari Forum Dunia untuk Perdamaian ini adalah diluncurkan apa yang disebut “Global Fulcrum on Islamic Middle Path”. Sebuah gerakan global untuk menjadikan wasatiyah Islam sebagai mainstream beragama. Tentu sekali lagi hal ini bukan baru bagi Umat ini memang dikenal dengan “ummatan wasathan”. Tapi ini merupakan bahagian dari keseriusan Umat untuk menyelesaikan berbagai kecenderungan radikal dalam kehidupan. Tentu tidak saja dalam kehidupan beragama. Tapi hampir dalam semua aspeknya, termasuk ekonomi dan politik. Melalui Forum Dunia untuk Perdamaian ini kita harapkan dunia akan semakin membuka mata tentang realita Islam dan umatnya. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya bahwa salah satu ancaman terhadap human fraternity adalah adanya “imaginary view of one another”. Yaitu kecenderungan menilai orang lain tidak berdasarkan fakta. Tapi lebih kepada imajinasi-imajinasi yang dikembangkan, khususnya oleh media dunia. Umat harus mengambil kendali! Udara Solo-Jakarta, 20 Nopember 2022. (*)
Debat Kusir Plus-Minus Amandemen UUD 1945
Perdebatan bermula dari unggahan penulis, “Kelemahan pokok sistem Demokrasi Liberal one man one vote ialah setiap kepala mempunyai satu suara, tanpa mempertimbangkan isi kepalanya.” Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta DEBAT ialah diskusi, pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Berdebat artinya bertukar pikiran, bersoal jawab, bersilat lidah, berbantahan tentang suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat. Mendebat berarti membantah pendapat orang lain dengan mengajukan alasan-alasannya. Debat kusir adalah perbantahan yang tidak disertai alasan yang masuk akal. Konon istilah debat kusir berasal dari pengalaman Haji Agus Salim berdebat dengan Sais Delman. Ketika Haji Agus Salim sedang naik delman tiba-tiba si kuda kentut, “preeet...” Haji Agus Salim pun menyapa Pak Kusir, “Pak, kudanya masuk angin.” Pak Kusir tanpa ekspresi mengendalikan kuda tanpa merespons kata-kata Haji Agus Salim. Terpaksa Haji Agus Salim mengingatkan, “Pak, kuda Bapak masuk angin...” Dengan kalem Pak Sais menimpali, \"Kuda saya tidak masuk angin Pak, tapi keluar angin.” Haji Agus Salim pun mengangguk-angguk dan berkata dalam hati, “Hmmmm.. debat kusir.” Berikut perbantahan seputar amandemen UUD 1945, mana yang memakai dan/atau masuk akal dan mana yang tidak, terserah kepada pembaca yang bijaksana. Perdebatan bermula dari unggahan penulis, “Kelemahan pokok sistem Demokrasi Liberal one man one vote ialah setiap kepala mempunyai satu suara, tanpa mempertimbangkan isi kepalanya.” (Sir Dr. Mohammad Iqbal, salah seorang penggagas berdirinya Negara Pakistan). Unggahan itu disusul kutipan pernyataan Pak Try Sutrisno, “Kita Harus Kembali ke UUD 1945.” https://www.indonesiamandiri.web.id/2022/11/try-sutrisno-kita-harus-kembali-ke-uud.html Salah seorang anggota grup WA menanggapinya demikian. Tidak kembali ke UUD45 saja sudah dikuras oligarki, apa lagi kembali? Kita harus kembali ke sistem parlementer. Agar check and balance jalan. UUD 1945 asli itu menganut sistem parlementer... jadi? UUD 1945 asli itu gado-gado. Cocok untuk masa transisi. Wajarlah, kreasi anak-anak didik Eropa yang besar Amerika Serikat. Tapi Amandemen 4x itu kebablasan. Sila keempat Pancasila itu musyawarah dan hikmah, bukan jumlah! Itu kan ikhtiar sesuai zamannya menurut saya. Orang lelah diperas rezim ORBA dan marah. Sementara intelektual yang dominan kebanyakan didikan US dan terpesona dengan model demokrasi di sana. Mirip dulu waktu akan merdeka. Intelektual kebanyakan didikan Eropa. US dan beberapa negara sudah amandemen berkali-kali konstitusi mereka tak pernah bilang kebabalasan. Kita ini hobi sekali menyesali sejarah sendiri. Dialektika akhirnya dibunuh. Sudah saatnya amandemen UUD 1945 ke-5. Istilah “amandemen kebablasan” itu untuk menunjukkan bahwa hasil amandemen 20 tahun yang lalu sekarang tidak baik-baik saja. Di zaman medsos begini hakim saja terpengaruh opini publik. Jika ingin maju bangsa ini harus mau beradaptasi dan berpikir sesuai zaman. Apa iya anggota parlemen harus dipilih dengan hikmah dan musyawarah? Bagaimana caranya? Jumlah dan konsensus itu adalah kombinasi sesuai konteks. Karena MPR mandul dan dimandulkan. Kok dimandulkan? Amandemen itu produk sejarah. Tidak beda dengan UUD 1945 awal. Itu kan hasil konsensus para wakil rakyat saat itu. Bangsa ini tidak akan pernah maju dan besar jika intelektualnya gemar menyalahkan masa lalu. Ya, bangsa ini akan makin besar bila mau selalu mengevaluasi dan mengkritisi hasil kerja masa lalu. Nah, makanya jangan menyalahkan sejarah. Agar tak mengulangi kesalahan yang sama. Apakah hasil konsensus para wakil rakyat itu imun dari kekurangan? Anggota grup WA lainnya menimpali. Kami Forum Pemred pernah mengadakan Kongres Kebangsaan pada tahun 2012. Dalam kongres itu hadir berbagai pemangku kepentingan, seperti Ketua Lembaga Tinggi Negara dan Para Ketua Partai. Kongres dibuka oleh Presiden SBY. Di antara poin penting dari deklarasi itu: 1. Kita perlu merumuskan kembali tatanan berbangsa kita dalam keadaan normal, tidak seperti orla ke orba dan orba ke reformasi. Ada unsur dendam ke tatanan sebelumnya. 2. Apakah MPR dan DPD yang mandul seperti sekarang akan kita biarkan. 3. Apakah kita memerlukan GBHN lagi, sehingga arah pembangunan bangsa kerkesinambungan dan menjadi komitmen bersama yangg disahkan MPR. Dst. Kepastian sejarah itu tidak bisa diubah, tetapi, kalau bangsa ini benar-benar ingin menjadi lebih baik ya harus mau dikritik dan siap untuk berubah. Mana ada yang imun dari kekurangan. Tapi kata-kata kebabalasan itu out of context. Ada kelemahan dan kekurangan iya. Apa lagi jika dibaca dalam konteks saat ini. Kita harus menghargai ikhtiar kita sebagai bangsa yang terus bergerak maju. Iya, sistem bernegara kita harus semakin esensial. Dalam suatu pertemuan yang melibatkan para senior citizen keluar kata bahwa reformasi sudah kebabablasan. Saya bilang: bagaimana kita ingin berdialog tentang reformasi sebagai bagian dari sejarah bangsa jika sebagian kita sudah mengambil posisi sebagai hakim garis. Saya ditanya, mengapa berkesimpulan begitu. Saya jelaskan, kata \'bablas\' itu menghendaki salah satu pihak sebagai hakim garis. Ujung-ujungnya saya diyakinkan bahwa kita harus kembali ke UUD 1945 yg murni. Lagi-lagi mereka mengambil posisi sebagai hakim. Ada yang murni ada yang tak murni alias KW. Akhirnya saya memilih untuk mengalah dan mendengarkan saja. Mungkin itu yang terbaik. Sekedar menyampaikan pandangan, manusia biasa seperti saya tempatnya khilaf. Kebablasan = kelewatan, keterusan. Ini menurut Tesaurus Bahasa Indonesia, boleh setuju dan boleh tidak. Melampaui batas: garis. Garisnya mana? Apakah sila ke-4 Pancasila perlu diamandemen juga? Ya kita tanya kepada yang bilang bablas. Bablas itu malampaui batas/garis. Makanya disebut kelewatan, keterusan. Bagi saya amandemen itu konsensus. Kalau terasa di waktu kemudian tak sesuai keinginan dan tak efektif ya diamandemen lagi. Tapi dengan semangat untuk semakain maju dan esensial. Itulah sejarah. Tentunya tidak setiap hari amandemen. Tentu akan ada konteks politik kekuasan yang ikut mewarnai. Memang, amandemen UUD 1945 telah kebablasan, jadi kapan mau diamandemen lagi, supaya tidak melampaui batas? Menurut hemat saya, amandemen UUD NRI 1945 tersebut telah melampaui batas Pancasila. Apakah carut marut RI kini tidak ada sangkut pautnya dengan hasil amandemen 1999-2002? Nilai-nilai Pancasila: ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Harusnya, UUD 1945 dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Bagaimana fakta dan realitanya pasca amandemen 1999-2002? 1) melampaui batas yang mana? 2) carut marut yang mana? Kalau cuma presiden dipilih langsung, 49 tahun sejak berdiri negara ini tanpa pemilihan presiden secara langsung. Apakah lebih baik dari hari ini? Apakah sila ke-4 itu sebuah proses pengambilan keputusan dalam bernegara atau suatu proses pemilihan presiden dan wakil rakyat? Saya tidak tahu. Yang jelas 49 tahun kita hanya memilih partai. Tapi, sekali lagi, apakah lebih baik dari hari ini? Indonesia tidak sedang baik-baik saja... Apakah keadilan sosial benar-benar telah diperjuang bagi seluruh rakyat Indonesia? Negeri ini dimerdekakan oleh rakyat semesta, mengapa kini dikuasai oleh oligarki ekonomi dan politik? Oh... kalau soal keadilan sosial sejak puluhan tahun memang tetap jadi masalah, ada yang membaik ada yang tidak. Maka harus dijelaskan mana yang membaik dan mana yang tidak membaik. Apakah keputusan pindah ibu kota negara melalui musyawarah, atau demokrasi one man one vote, ataukah melalui otoritas Presiden RI? Oligarki ekonomi dan politik terbentuk puluhan tahun. Bukan hanya di era reformasi. Tetapi, di era reformasi makin menjadi-jadi... Kalau ini semua presiden yang berencana ingin memindahkan ibukota negara di republik ini tak akan mungkin tanpa melalui DPR. Meski Sukarno, Suharto dan SBY belum berhasil menuntaskan keinginannya. Pertanyaannya, mengapa di DPR para anggota mayoritas bisa bersepakat? Saya kira era reformasi hanya melanjutkan bibit yang sudah tertanam sejak orba. Jadi, reformasi gagal membuat bibit-bibit oligarki menjadi terkendali. Alih-alih bablas... Karena DPR tunduk kepada Presiden. Kalau ini hampir sejak dulu begitu. DPR tidak tunduk ke presiden hanya di era akhir kekuasaan Sukarno, dan selama 5 tahun setelah reformasi dan pada era SBY, posisi relatif setara. Jadi apa masalahnya? DPR diisi oleh anggota yang berasal dari parpol. Mengapa kontrol kepada eksekutif lemah? Mengapa kader partai yang populer tak bisa dipromosi menjadi capres? Mengapa banyak juga capres dari luar parpol? Bukankah parpol adalah institusi yang diatur dalam konstitusi? Apa peran konstitusionalnya? Apakah ada masalah dalam konstitusi terkait parpol? Menunggu jawaban-jawabannya... Anggota grup WA yang lain menulis, “Sebenarnya saya sudah bosan dengan kosakata amandemen, konstitusi, undang-undang dasar, kuorum, dan sejenisnya.” Pernah beberapa tahun mengurusinya hari demi hari. Ujungnya bukan soal debat substansi namun politik praktis yang memutuskannya lewat serangan kilat. Bersusah-payah mengumpulkan dan merumuskan materinya keliling kampus dan jumpa banyak ahli di tanah air, eh, ditelikung oleh kepala negara cum kepala eksekutif lewat perintah lisan dan ketua majelis permusyawaratan rakyat melalui memo internal; masing-masing ke fraksinya agar menarik dan/atau tidak mendukung. Padahal niatnya, amandemen itu tidak tergesa-gesa dan/atau di bawah tekanan ketidakstabilan politik, tekanan demonstrasi, atau sejenisnya. Jadi, perlu amandemen UUD 1945 lagi atau tidak, kita serahkan kepada Rakyat Indonesia melalui referendum! (*)