ALL CATEGORY
Uhaib: Membangun Koalisi untuk Negeri Tidak Sembarangan
Jakarta, FNN – Pada Kamis (17/11/2022) berlangsung Diskusi Kopi Party Movement dengan tema Gurita Energi Kotor Dari Lubang Tambang (Dari Skandal Uang Kotor 303 Hingga Pengkhianatan Pasal 33 UUD 1945) di Dapoe Pejaten, Jl. Raya Pasar Minggu, Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Gigih Guntoro, kemudian mengundang narasumber Prof. Anthony Budiawan (Pakar Ekonomi), Abraham Samad (Mantan Ketua KPK), DR. Faisal Basri (Dosen UI), Faisal Ratuela (Direktur Eksekutif Walhi Malut), Salamuddin Daeng (Peneliti AEPI), Yohana Toko (Direktur Walhi Kaltim), serta DR. M. Uhaib As\'ad (Dosen Universitas Islam Kalsel). DR. M. Uhaib As\'ad kerap disapa Uhaib membuka bahasan dengan kilas balik terhadap VOC jaman dahulu yang pernah dilakukan oleh Indonesia sebelum merdeka. “Pembahasan kali ini sangat menarik. Saya awali dengan kilas balik yang terjadi di Indonesia yaitu VOC. Sejarah VOC hanya mengambil kekayaan SDA Indonesia seperti cengkeh, pala, atau rempah lainnya. Namun, yang terjadi saat ini adalah VOC juga. Tapi, cukup erat kaitannya dengan politik,” tuturnya. Menurutnya, VOC modern Indonesia sejatinya merampok kekuasaan negara lewat partai politik. Poin bersamanya tidak hanya praktik ekonomi yang menghabiskan SDA saja. Ada korelasinya dengan politik. “Di negara yang kaya dengan SDA kaitannya dengan pasal 33, ya seharusnya kita juga kaya semua. Faktanya, ditengah kekayaan SDA masih ada rakyat Indonesia yang stunting, kekurangan, kelaparan,” tegas Uhaib. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan fundamen sistem perekonomian nassional. Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Uhaib menegaskan untuk tidak main-main dengan pasal tersebut. “Lihat, Papua dikeruk, hanya dapat royalti berapa? Regulasi politik sekarang bergeser menjadi kapitalisme. Bicara demokrasi sangat erat dengan SDA. Bukan hanya sekedar bisnis, ada instrumen perselingkuhan politik,” ungkap Uhaib. Dalam penutupnya, Uhaib berharap untuk Indonesia terus memperbaiki sistem pendidikan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan human resources. “Teman-teman yang hadir pada diskusi kali ini, Jepang kaya bukan karena SDA tapi dari Human Resources-nya. Diharapkan kedepannya Indonesia juga bisa seperti itu. Kita bukan sedang membangun jembatan, yang hanya 2-3 tahun selesai dan jadi. Tapi, kita harus bisa membangun koalisi yang kuat untuk negeri, tidak sembarangan,” tutupnya. (Ind)
LaNyalla Minta Presiden Jokowi Keluarkan Dekrit Kembali ke UUD 1945 Asli
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo diminta mengeluarkan Dekrit supaya kembali ke Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 asli. Sebab, selama 20 tahun sejak amandemen UUD 1945 yang dimulai pada tahun 2000, rakyat semakin tertindas di berbagai bidang, terutama bidang ekonomi yang terus dikuasai oligarki. “Rakyat menunggu dan mendukung Jokowi mengeluarkan dekrit,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliti ketika berkunjung ke kantor FNN, di Gedung SOHO, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu, 16 November 2022 sore. Dalam kunjungan yang tidak direncanakan itu, ia didampingi anggota DPD asal pemilihan Aceh, Fachrul Razi. Menurut LaNyalla, dengan kembali ke UUD 1945 asli jelas akan berpengaruh besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara ke masa mendatang. Agar bisa seperti itu, maka kembali ke UUD 1945 asli itu kemudian disempurnakan dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Ia yakin betul rakyat mendukung jika Jokowi mengeluarkan dekrit yang tujuan utamanya menyelamatkan bangsa dan negara sehingga tetap kokoh dalam koridor NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). “Resistensi (sedikit) pasti ada dari sebagian kecil anggota DPR/MPR, termasuk dari partai politik. Itu tidak masalah. Yang jelas, rakyat (sudah) mendukung kembalinya ke UUD 1945 asli,” kata senator asal pemilihan Jawa Timur itu. LaNyalla mengaku sudah banyak menyerap aspirasi rakyat akan hal itu. Aspirasi itu diperoleh dan didengarkannya secara langsung ketika melakukan kunjungan kerja sejumlah daerah di Indonesia dan berdialog dengan berbagai lapisan masyarakat. “Kalangan akademisi (rektor, dosen, guru besar dan mahasiswa) para sultan, tokoh agama dan pemudia, tokoh-tokoh lainnya di daerah menunggu kembali ke UUD 1945 asli,” katanya. Tidak hanya dari daerah, sejumlah tokoh bangsa pun turut mendukung gagasan dan desakannya supaya kembali ke UUD 1945 asli itu. “Saat saya bertemu dengan Try Soetrisno (mantan Wakil Presiden), Pak Try sangat mendukungnya. Yang kencang (mendukung kembali ke UUD 1945 asli, begitu ucap Pak Try,” katanya. Dalam waktu dekat, dia pun akan menemui sejumlah pejabat negara guna menyampaikan usulannye supaya kembali ke UUD 1945 asli. Dengan cara itu, dia semakin yakin pada akhirnya presiden mengeluarkan dekrit. Dia menyebutkan keinginan kembali ke UUD 1945 itu sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi. “Tidak lama setelah saya sampaikan, anggota Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) menemui saya. Saya sudah sampaikan dan serahkan “Peta Jalan mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” sebanyak 36 halaman yang intinya kembali ke UUD 1945 asli,”ucapnya. (Anw).
Indonesia Ajukan Diri Tuan Rumah Olimpiade 2036, LaNyalla Minta Seluruh Komponen Kompeten Dilibatkan
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan Indonesia siap mencalonkan diri jadi tuan rumah Olimpiade 2036, pada hari kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. LaNyalla mendukung rencana tersebut. Hanya saja, ia berharap seluruh komponen yang berkompeten dilibatkan. “Tentu saja kita sambut baik. Karena, kesiapan ini akan berdampak pada banyak sektor. Sama halnya perhelatan G20 di Bali, yang berpotensi positif terhadap beberapa sektor,” katanya, Kamis (17/11/2022). Tidak itu saja, LaNyalla juga berharap kesiapan menjadi tuan rumah Olimpiade 2036 disampaikan secara transparan kepada publik. “Pemerintah pun harus membuka akses yang lebar kepada semua pihak agar dapat menjadi bagian dari persiapan event itu,” tuturnya. Ketua Umum PB Muaythai Indonesia itu menambahkan, sukses penyelenggaraan event yang bergengsi akan lebih mudah dan optimal jika melibatkan pihak-pihak yang kompeten. “Kenapa pihak-pihak kompeten harus dilibatkan? Karena pencalonan tuan rumah Olimpiade 2036 harus berdampak domino bagi banyak hal, baik secara ekonomi maupun lainnya, seperti inspirasi prestasi pada cabor olahraga, peningkatan kualitas SDM serta infrastruktur,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu. Lebih dari itu, LaNyalla berharap keterlibatan seluruh komponen atau SDM yang kompeten dilakukan secara maksimal. Seperti untuk pembangunan venue yang memenuhi standar dan lainnya. (mth/*)
Para Bandit Batubara Indonesia Akhirnya Disuntik Mati dengan Dana 20 Miliar US Dolar
Jadi suntik mati dan jangan sisahkan satupun. Ini eranya suntik-menyuntik mati. Mumpung presiden Jokowi dapat uang US$ 20 miliar dari Jepang, AS dan negara negara G7. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) DUA tahun lagi Presiden Joko Widodo akan menjabat, mewariskan komitmen dalam tujuh tahun ke depan akan menutup pembangkit batubara lebih cepat dari yang dijadwalkan. Inilah yang dihasilkan oleh pertemuan G20 Bali Indonesia Presidency. Suntik mati pembangkit batubara dengan uang 20 miliar US dolar dari konsorsium internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang. Kesepakatan akan memajukan emisi puncak hingga 2030. Indonesia sendiri telah menetapkan tujuan nol-bersih dalam sektor ketenagalistrikan Program berdasarkan rencana COP26 Afrika Selatan. Dana ini akan dikelola oleh Kemitraan Transisi Energi Indonesia (JETP), yang direncakan rampung dalam satu tahun “mungkin merupakan satu-satunya transaksi atau kemitraan keuangan iklim terbesar yang pernah ada,” ungkap seorang pejabat Departemen Keuangan AS mengatakan kepada wartawan. Untuk mengakses program hibah dan pinjaman lunak senilai US$ 20 miliar selama periode tiga sampai lima tahun, Indonesia telah berkomitmen untuk membatasi emisi sektor listrik sebesar 290 juta ton pada tahun 2030, dengan puncaknya pada tahun itu. Sektor publik dan swasta masing-masing telah menjanjikan sekitar setengah dari dana tersebut. “Indonesia berkomitmen untuk menggunakan transisi energi kita untuk mencapai ekonomi hijau dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” kata Presiden Joko Widodo dalam sebuah pernyataan. “Kemitraan ini akan menghasilkan pelajaran berharga bagi komunitas global.” Darimana Dananya? Amerika Serikat dan Jepang memimpin upaya bersama Indonesia atas nama negara demokrasi G7 lainnya, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, serta mitra Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa. Bank pembangunan multilateral dan Dana Investasi Iklim akan menyumbang sekitar sepertiga dari US$ 10 miliar dana publik untuk JETP Indonesia, kata kepala CIF Mafalda Duarte kepada wartawan. CIF telah mengalokasikan sekitar US$ 500 juta untuk membantu transisi energi Indonesia. Jepang sendiri telah mengumumkan akan membantu transisi Indonesia dari tenaga batubara melalui lembaga publik dan swasta, termasuk Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang berafiliasi dengan negara. Selanjutnya Asian Development Bank (ADB) dan produsen listrik swasta pada hari Senin mengumumkan rencana untuk membiayai kembali dan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara 660 Megawatt di provinsi Jawa Barat, kesepakatan pertama di bawah program pembiayaan pengurangan emisi karbon baru ADB. Pejabat Departemen Keuangan dan Luar Negeri AS mengatakan setengah dari US$ 20 miliar akan datang dari sektor swasta, dengan tujuh bank global yang berpartisipasi: Bank of America (BA.N) Citigroup Deutsche Bank (DBKGn.DE), HSBC (HSBA.L), Standard Chartered (STAN.L), Macquarie (MQG.AX) dan MUFG. Para pejabat AS mengatakan, keuangan publik akan mencakup pinjaman lunak dan ekuitas, serta beberapa hibah. AS akan bekerja dengan Indonesia untuk memetakan rencana 90 hari untuk mendirikan sekretariat untuk menjalankan inisiatif dan bagi Indonesia untuk mereformasi kebijakannya, seperti merampingkan perizinan dan menyiapkan proses pengadaan yang kompetitif untuk membuat target dapat dicapai. Suntik Mati Batubara Suntik dulu baru mati, mungkin itu maksud Menteri Luhut Binsar Panjaitan. Adanya suntikan dana US$ 20 miliar akan membuat ngiler. Sehingga tidak ragu-ragu lagi akan menyuntik mati seluruh pembangkit batubara yang sebagian besar milik oligarki yang menopang politik negara ini. Dana tersebut akan diterima separuh oleh pihak swasta sehingga akan mempensiunkan separuh dari pembangkit batubara mereka. Dan, Oligarki pembangkit batubara dapat mengakses program hibah dan pinjaman lunak senilai US$ 20 miliar selama periode tiga sampai lima tahun, Indonesia telah berkomitmen untuk membatasi emisi sektor listrik sebesar 290 juta ton pada tahun 2030, dengan puncaknya pada tahun itu. Ini kerja lumayan oligarki Indonesia, delapan tahun mereka bersama Presiden Jokowi menggenjot pembangunan pembangkit batubara melalui mega proyek 35 ribu megawatt. Proyek yang berhasil memasang kapasitas listrik 72 gigawatt. Sementara kebutuhan puncak listrik nasional hanya 38 gigawatt. Jadi kalau seluruh pembangkit batubara swasta ditutup, maka sama sekali tidak ada masalah dengan listrik nasional. Tetap nyala. Jadi suntik mati dan jangan sisahkan satupun. Ini eranya suntik-menyuntik mati. Mumpung presiden Jokowi dapat uang US$ 20 miliar dari Jepang, AS dan negara negara G7. Ini adalah kebetulan yang baik bagi PLN, lepas dari kewajiban membayar 50% listrik yang tidak terpakai atau terbuang percuma atau tidak terjual. Jadi, Pak LBP paham sudah bagaimana mancing uang yang banyak. Top markotop lah! (*)
Benarkah Budi Gunawan Didukung Megawati Menjadi Cawapres?
Melihat jejak digital di atas, rasanya tidak mungkin kalau PDIP bakal dukung Budi Gunawan maju Pilpres 2024. Saya yakin, Megawati lebih mengutamakan Ketua DPR Puan Maharani putrinya ketimbang “orang lain”. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network-FNN TULISAN Wartawan Senior FNN Kisman Latumakulita berjudul “Kepala BIN Budi Gunawan Serasi Menjadi Cawapres Anies Baswedan” di FNN (Ahad, 13 November 2022 21:53:43) menarik untuk disimak lebih dalam. Kisman menilai, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Prof. Dr. Budi Gunawan sangat layak dan pantas untuk dijodohkan menjadi bakal calon Wakil Presiden dari Anies Baswedan. Kapasitas dan kapabilitas sangat baik sebagai tokoh bangsa. Budi Gunawan suskes menjadi negarawan yang teruji mengabdi kepada bangsa Indonesia.Hampir dipastikan tidak ada komponen bangsa ini yang meragukan komitmen dan kemampuan Budi Gunawan. Meski tidak banyak diketahui masyarakat menengah-bawah, namun kiprah Budi Gunawan untuk menyatukan seluruh komponen bangsa selalu dan selalu dilakukan. Menurut Kisman, Budi Gunawan tidak pernah berhenti berbuat yang terbaik demi bangsa Indonesia. Dan, berbagai lapisan masyarakat digalang untuk memastikan bahwa Indonesia tetap bersatu, baik hari ini maupun nantinya.Ketokohan Budi Gunawan bisa dianggap mewakili kaum nasionalis abangan. Figur yang cocok dengan bakal Calon Presiden Partai Nasdem Anies Baswedan yang dikesankan mewakili kelompok nasionalis kanan. Pasangan koalisi yang serasi untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan bangsa Indonedia. Kisman menilai, Anies Baswean-Budi Gunawan bisa mengakhiri keterbelahan sosial masyarakat yang masih terasa sampai hari ini. Dalam tulisan itu juga disebutkan, Budi Gunawan masih lebih unggul dibandingkan dengan bakal Cawapres Agus Harimurti Yudhoyono dari Partai Demokrat maupun mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “Bisa dibilang (lebih) unggul dalam semua aspek. Apalagi Budi Gunawan juga (diketahui) memiliki kedekatan yang sangat mumpuni dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri,” tulisnya.Begitu pula bila dibadingkan dengan Jenderal (Purn) Prof. Dr. Muhammad Tito Karnavian, PhD, yang sekarang menjabat Menteri Dalam Negeri, maka Budi Gunawan juga masih lebih unggul. Budi Gunawan itu matang dan mampu di semua lini. Baik itu lini depan, lini tengah dan lini belakang. Kisman mengungkap, diduga Tito Karnavian kini sedang digadang-gadang oleh beberapa petinggi PKS yang dikoordinir Sekjen PKS Habib Aboebakar Alhabsyi untuk berpasangan dengan Anies Baswedan sebagai bakal Cawapres. Manuver politik Sekjen PKS ini bisa dipahami, karena selama menjadi anggota DPR lima belas tahun, Habib Aboebakar Alhabsyi hanya bertugas di Komisi III DPR. “Komisi yang membidangi masalah-masalah hukum. Wajar kalau mempunyai kedekatan khusus dengan Tito Karnavian,” tulis Kisman. “Dukungan politik untuk Budi Gunawan, pastinya bukan hanya dari PDIP,” tambahnya. Yang jadi pertanyaan, apakah benar PDIP mendukung Budi Gunawan untuk dipasangakan dengan Anies Baswedan sebagai bakal Calon Wakil Presiden, meski “memiliki kedekatan” dengan Megawati? Jangan sampai ada kesan, ini hanya klaim sepihak dari Budi Gunawan tanpa diketahui PDIP. Apalagi, jika dilihat semangat PDIP dan Megawati yang selalu gembar-gembor bahwa PDIP sebagai partai anti korupsi, rasanya tidak mungkin PDIP begitu saja mendukung Budi Gunawan sebagai Bacawapres. Karena jejak digitalnya sulit dihilangkan sebagai salah satu dari 17 Jenderal Polisi yang punya rekening gendut. Isu soal Rekening Gendut Jenderal Polisi ini mulai beredar sejak 2010. Namun, pada Januari 2015 menjadi viral lagi setelah Budi Gunawan gagal menjadi Kapolri setelah namanya disebut punya rekening gendut sebesar Rp 400 miliar. Apalagi, seperti dilansir Merdeka.com, Minggu (18 Januari 2015 14:56) Budi Gunawan diperiksa KPK terkait kasus rekening gendut miliknya. Bahkan, tak tanggung-tanggung, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka selang satu hari menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon tunggal Kapolri di DPR. Kegagalan Budi Gunawan menjadi Kapolri kemudian berbuntut pada rivalitas KPK versus Polri. Ketua KPK (saat itu) Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan dalam kasus pemalsuan dokumen pada pertengahan Januari 2015. Penetapan tersangka atas Samad itu merupakan hasil pengembangan kasus pemalsuan dokumen dengan tersangka awal seorang perempuan bernama Feriyani Lim. “Ditemukan keterlibatan orang lain, yaitu Pak AS, kemudian dalam proses penyidikan itulah mereka [penyidik Polda Sulselbar] dalami dan dalam gelar perkara ditetapkan bahwa AS sudah bisa ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri (kala itu) Irjen Pol. Ronny Sompi. Dokumen yang diduga dipalsukan oleh Samad dan juga Feriyani Lim adalah paspor atas nama Feriyani Lim. Samad diduga membantu membuatkan KTP dan Kartu Keluarga palsu untuk memudahkan pengurusan paspor Feriyani. Sementara itu dalam konferensi pers di Mapolda Sulselbar di Kota Makassar, Senin (17/02/2015), Kabid Humas Polda Sulselbar (saat itu) Kombes Endi Sutendi mengatakan Samad dijerat dalam pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen kependudukan yang memiliki ancaman hukuman maksimal delapan tahun. Kasus ini pertama kali dilaporkan ke Mabes Polri pada 29 Januari. Bareskrim Mabes Polri kemudian melimpahkannya ke Polda Sulsebar. “Dalam gelar perkara yang diadakan pada tanggal 9 Februari, semua unsur penyidik setuju bahwa Saudara AS sudah cukup bukti untuk ditingkatkan statusnya sebagai tersangka,” kata Endi. Penetapan tersangka atas Abraham Samad menuai kecaman publik di media sosial. Tak sedikit yang menuduh hal ini masih ada kaitannya dengan konflik KPK versus Polri yang berawal dari penetapan kandidat Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Ronny Sompi membantah jika kasus itu terkait dengan ketegangan yang terjadi antara KPK dengan Polri. Tidak hanya Samad yang dijadikan tersangka. Wakil Ketua KPK (saat itu) Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim Polri saat antar anaknya ke sekolah, seperti dilansir Kompas.com (23/01/2015, 12:06 WIB). Bambang Widjojanto kemungkinan besar ditangkap tim Bareskrim Polri yang ketika itu dipimpin Komjen Budi Waseso, yang konon, berbesan dengan Budi Gunawan, saat dalam perjalanan mengantarkan anak bungsunya, Taki (10), ke sekolah, Jumat (23/1/2015). Melihat jejak digital di atas, rasanya tidak mungkin kalau PDIP bakal dukung Budi Gunawan maju Pilpres 2024. Saya yakin, Megawati lebih mengutamakan Ketua DPR Puan Maharani putrinya ketimbang “orang lain”. Apalagi, Megawati masih punya putra bernama Prananda Prabowo yang dulu saat Megawati jabat Presiden, dialah “otak” ibunya itu. Bisa saja Megawati itu menawarkan Prananda sebagai Bacawapres, sementara Puan konsentrasi di PDIP guna melanjutkan trah Soekarno. Yang masih perlu ditanyakan langsung kepada Budi Gunawan adalah apakah Kepala BIN yang akan berakhir masa jabatannya ini berniat ikut kontestasi Pilpres 2024, sayangnya dalam tulisan Kisman ini belum ada konfirmasi dari yang bersangkutan. Apalagi ketika menyebut “diduga” Tito Karnavian kini sedang digadang-gadang oleh beberapa petinggi PKS yang dikoordinir oleh Sekjen PKS Habib Aboebakar Alhabsyi untuk berpasangan dengan Anies Baswedan sebagai bakal Cawapres. Sayangnya, seperti halnya Budi Gunawan, tidak ada konfirmasi langsung dari Habib Aboebakar Alhabsyi. Rasanya tidak mungkin PKS bakal mengajukan kandidat yang santer disebut-sebut terkait skandal “Buku Merah” yang pernah ditangani KPK juga. Jagat media sosial geger sejak Kamis (17/10/2022), setelah Indonesia Leaks merilis bukti baru terkait skandal perusakan buku merah yang membuka kemungkinan dimulainya investigasi lanjutan terkait berbagai kasus yang menyangkut KPK. Sebuah rekaman kamera CCTV yang diterima IndonesiaLeaks memperlihatkan momen perusakan barang bukti buku merah oleh penyidik KPK dari unsur kepolisian. Buku Merah memuat catatan transaksi keuangan CV Sumber Laut Perkasa, perusahaan milik Basuki Hariman, yang disalurkan kepada sejumlah pejabat. Basuki adalah narapidana kasus suap impor daging yang perkaranya turut menyeret hakim Mahkamah Konsitusi Patrialis Akbar. Dalam rekaman CCTV itu terlihat, ada dua penyidik dari unsur kepolisian, yakni Harun dan Roland Ronaldy, terindikasi merusak buku merah di Ruang Kolaborasi lantai sembilan Gedung KPK. Terekam, beberapa moment Harun dan Roland bolak-balik di ruangan itu melakukan sesuatu terhadap buku tersebut. Skandal buku merah jadi persoalan besar lantaran nama mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian tertera dalam buku tersebut sebagai salah seorang penerima aliran uang dari Basuki. Dalam berdasarkan BAP sekretaris Basuki yang rutin mencatat di buku itu, Kumala Dewi Sumartono, ada sembilan kali uang mengalir pada Tito dengan nominal mencapai Rp 8,1 miliar, merujuk laporan Tempo. Bukti baru ini juga memunculkan dugaan kemungkinan keterkaitan antara pengrusakan buku merah dengan penyerangan kepada penyidik senior KPK kala itu, Novel Baswedan. Pasalnya, perusakan buku merah terjadi tiga hari setelah pertemuan Novel dengan Tito. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai rilisnya CCTV bisa menjadi bukti awal dimulainya kembali penelusuran kasus buku merah atau pun Novel Baswedan. “KPK bisa mengenakan [pasal] obstruction of justice kepada orang yang diduga merusak barang bukti itu, buktinya bisa dipakai adalah rekaman CCTV,” ujar Wana Alamsyah saat dikonfirmasi Tempo. Jadi, sekali lagi, rasanya tidak mungkin kalau pejabat PKS menyodorkan Tito untuk dipasangkan sebagai Bacawapres Anies Baswedan. Tito pun sekarang ini sedang galau menghadapi skandal Buku Merah dan Ferdy Sambo yang disebut sebagai Kepala Satgassus Nusantara dan Merah Putih yang dibentuk semasa Tito menjabat Kapolri. Menyitir tulisan Kisman Latumakulita di atas, alangkah lebih baiknya jika PDIP dan PKS segera menjawab perihal “dukungan” pada Budi Gunawan maupun Tito Karnavian itu. Benarkah parpol ini mendukung? (*)
Anies, Wayang, dan Pelestarian Budaya Nusantara
Oleh Ayu Nitiraharjo - Pemerhati Budaya BEBERAPA orang merasa gembira dan kagum dengan kunjungan Anies Baswedan ke kediaman Ki Anom Suroto di Solo. Anies disambut dengan sangat hangat oleh Ki Anom dan istrinya, Ibu Vivi. Ki Anom adalah dalang paling senior dan paling dihormati saat ini. Kunjungan tersebut merupakan bentuk kepedulian Anies terhadap profesi dalang dan juga seni wayang. Meski begitu, ada juga beberapa orang yang berkomentar, apakah kunjungan ini hanya upaya membangun citra, atau memang sebuah upaya melestarikan budaya? Bagi yang belum mengenal Anies secara mendalam, mungkin beranggapan ini upaya membangun citra. Tapi bagi yang kenal baik, pasti tahu kepedulian Anies terhadap wayang dan juga kebudayaan Nusantara secara umum. Kunjungan Anies kepada tokoh pedalangan sebenarnya bukan hal yang baru. Ki Anom bukan yang pertama. Hanya saja, kunjungan tersebut memang biasa dilakukan secara personal. Sebelum kunjungan ke kediaman Ki Anom Suroto, Anies sudah beberapa kali mengunjungi kediaman tokoh pedalangan. April 2021, Anies mengunjungi kediaman alm. Ki Manteb Sudarsono di daerah Karanganyar. Waktu itu beliau masih ‘sugeng’ (hidup). Anies berdiskusi panjang mengenai kebudayaan, filsafat, sastra, pewayangan, keris, kayu kuno dan juga bangunan masa lalu. Dalam obrolan tersebut, Anies ditemani oleh Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) alm. Ki Kondang Sutrisno dan Yoga Mandira, Ketua Paguyuban Seni Budaya Nusantara. Di tengah-tengah diskusi, Ki Manteb mengambil dan membuka sebuah kotak. Ternyata isi kotak tersebut adalah keris. Tokoh berjuluk Dalang Setan tersebut kemudian menyerahkan keris ber-luk tujuh tersebut kepada Anies Baswedan sembari menjelaskan sejarah keris tersebut dengan sangat detail. Hubungan Anies dengan dunia pedalangan sebenarnya sangat lekat dan erat. Ki Kondang Sutrisno, di masa hidupnya adalah teman diskusi Anies mengenai seni wayang, filosofi, dan perkembangannya di tanah air. Anies juga selalu mendukung upaya Ki Kondang dan PEPADI dalam melestarikan budaya wayang. Salah satunya dengan menggelar Festival Dalang Anak ke-15 di Taman Fatahillah Kota Tua, Jakarta. Karena itu, Anies merasa sangat kehilangan dengan kepergian tokoh-tokoh senior pedalangan seperti Ki Manteb dan Ki Kondang. Mereka bukan sekadar orang yang dikenal Anies, tapi juga teman diskusi dalam pelestarian wayang dan budaya Nusantara. Satu hal yang mungkin belum banyak diketahui orang adalah kebiasaan Anies nanggap wayang. Anies rutin mengundang para dalang untuk berpentas setiap bulan. Pun saat pandemi Covid19, Anies tetap rutin nanggap wayang melalui virtual di youtube. Hal ini dilakukan Anies sebagai bentuk kecintaan Anies terhadap seni wayang, sekaligus upaya untuk melestarikan budaya Jawa dan budaya Nusantara. (*)
Sapa Xi Jinping Kakak Besar, Jokowi Hidupkan Kembali Poros Jakarta – Beijing?
Jakarta, FNN - Dalam pertemuan bilateral kemarin (Rabu, 16/11) di KTT G20, Jokowi memanggil Xi Jinping, Presiden China, dengan Kakak Besar. Rupanya, di China memang ada tradisi panggilan kakak besar, kakak nomor dua, kakak nomor tiga, dan seterusnya, seperti hierarki dalam keluarga. “Ya, dalam tradisi China itu, dalam tradisi keluarga, ada semacam etika konfusianisme yang berlaku sebenarnya di kawasan Asia karena pengaruh besar peradaban China dari 5000 tahun lalu. Tetapi, kalau dia di meja perundingan, itu kurang etis sebetulnya. Apalagi ada konteksnya, yaitu Xi Jinping sedang menjadi tokoh sentral hendak menandingi popularitas pemimpin besar MAO,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Kamis, 17 November 2022. “Jadi, sebetulnya sinyalnya adalah bahwa negara-negara di Asia ini seolah-olah hendak menghitung kedigdayaan China. Dan memang China lagi tumbuh sebagai Junior Super Power. Tetapi, kalau Pak Jokowi kasih kesan bahwa menyebutkan Kakak Besar, itu artinya ada semacam hierarki bahwa China lebih senior dan lebih perkasa dari Indonesia. Padahal, sebagai tuan rumah, ada basa-basi kebudayaan, yaitu nanti kalau ada Jinping pakai pakai batik, nanti ada orang panggil Mas Ping, Mas Jin. Itu basa-basi diplomasi,” lanjut Rocky Gerung dalam acara yang dipandu oleh Hersubeno Arif, wartawan senior FNN, itu. Menurut Rocky Gerung, mengucapkan Kakak Besar kepada Jinping membuat orang langsung mengingat konteksnya, yaitu bahwa Jokowi sedang perlu investasi China, Jokowi perlu kasih sinyal pada Amerika bahwa tidak mungkin Indonesia blok ke Amerika, karena secara historis politik luar negeri Indonesia sebetulnya diasuh juga oleh perlindungan Amerika Serikat di kawasan. “Jadi, ini akan ada terjemahan politiknya bahwa Indonesia seolah-olah ingin mendayung di antara dua karang, tetapi karang yang sana karang besar, karang yang ini karang kecil. Jadi, seolah-olah menganggap bahwa hindari karang-karang itu dengan bahasa diplomasi. Tapi, bagi saya kesannya clear, Jokowi ingin China jangan cabut investasinya dari Indonesia atau bahkan tambahkan.” Itu juga yang terhubung dengan diplomasi IKN di mana Jokowi langsung bilang silakan berinvestasi di IKN karena IKN bahkan akan jadi tuan rumah olimpiade dan macam-macam, hal yang di luar kemampuan kita untuk membayangkan untuk 2036. Menurut Rocky Gerung, menyebut Kakak Besar itu ada hal yang sublim, sekaligus sensitif. Tetapi, Rocky tidak tahu tujuan Jokowi panggil Kakak Besar, selain jualan IKN. Yang sekarang sedang sensitivitasnya sedang naik adalah menganggap Jokowi tidak peduli rakyat kecil, dia peduli Kakak Besar. Sementara itu, tradisi kita selalu menganggap bahwa kekuasaan ekonomi China terlalu besar. Sebetulnya, kita tidak ingin hal itu dieksploitasi, tetapi kepekaan kita untuk bergaul di dalam tatanan internasional, juga mesti diajarkan di dalam Kabinet Jokowi. Kan Joe Biden, Presiden Amerika, juga pulang dengan anggapan bahwa Indonesia mengelu-elukan China. Ini permainan diplomasi yang agak kacau, agak konyol. Kalau sekedar mau beritahu bahwa Indonesia butuh China untuk melanjutkan investasi di kereta cepat atau tambahan investasi buat IKN, jangan lakukan di forum, di mana aspek politiknya sangat tinggi. Ya, B to B atau G to G mungkin tidak apa-apa. Ini kan forum multilateral, di mana negara-negara barat yang sedang berupaya untuk mengkontain, menghalangi ekspansi China di bidang infrastruktur, karena negara Barat sudah membuat bantuan infrastruktur untuk menandingi China, ungkap Rocky panjang lebar. “Jadi, sekali lagi, di dalam sifat dunia sekarang yang polarisasinya antara China - Rusia versus Amerika, itu menimbulkan analisis yang agak skeptis bagi Indonesia. Jadi, para analis akan skeptis bahwa Indonesia bisa betul-betul menjadi pendamai dan publik internasional menganggap Indonesia akhirnya nggak bisa lepas dari proksi China. Mungkin hari-hari ini CIA atau Pentagon mulai menganalisis posisi-posisi strategis yang harus dia tempatkan di kawasan Indonesia, kalau betul-betul terjadi eskalasi di China Selatan maupun di Indo Pasifik.” Bagi Jokowi, lanjut Rocky menyebut Xi Jinping sebagai Kakak Besar mungkin no problem. Tetapi, kalau hal ini kemudian membawa negara Indonesia menjadi subordinat dari dari China, itu sangat berbahaya. “Itu intinya. Karena hari ini orang melihat Jinping sebagai Jinping yang sedang mabuk kekuasaan, karena dia merasa bahwa dia akan menjadi pemimpin seumur hidup. Sekarang Jinping kan juga menguasai tentara, di mana dulu tentara ada faksi lain. Sekarang Jinping menaruh orang-orangnya di tingkat wilayah, semacam gubernur militer yang ada orang-orangnya dia. Itu membuat cemas bahwa Jinping betul-betul akan jadi sangat otoriter, karena dia kuasai partai, dia kuasai juga militer. Jadi, ini bahayanya kalau Presiden Jokowi menyebut Kakak Besar. Itu artinya, mengelu-elukan Jinping sebagai seorang tokoh otoriter. Itu bukan pelajaran bagus buat demokrasi, apalagi di dunia Barat akan dianggap bahwa Indonesia betul-betul sudah masuk dalam jebakan China,” tegas Rocky Gerung. (sof, sws))
Kasak-kusuk untuk Menjadi Nakhoda Muhammadiyah di Muktamar Ke-48
Kita menginginkan ada seperti tipikal Pak AR lagi di Muhammadiyah. Yang ke atas punya ketegasan dan ke bawah punya marhamah ke warga persyarikatan Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ketua LDK PWM DKI MUHAMMADIYAH bukan partai politik. Tetapi Muhammadiyah punya amal usaha dan pendukung serta simpatisan separoh dari warga masyarakat di negeri ini. Maka dari itu Muhammadiyah menjadi seksi dan gula-gula bagi siapa yang berkuasa dan ingin berkuasa baik itu di Muhammadiyah atau di pemerintahan. Tapi, sayangnya Muhammadiyah sudah punya cara sendiri dalam mengatur dirinya yang gak bisa dikangkangin oleh pihak lain siapapun dia. Mau jadi Ketua Umum (Ketum) silakan atau mau jadi Ketum kedua kali juga silakan. Gak ada yang bisa melarang dan mencegahnya. Tapi kalau pengen jadi Ketum kemudian membentuk Tim-tim dari kalangan angkatan mudanya yang hampir persis sama dengan yang ada di partai-partai politik yang sikat-sikut sana-sini dan membentuk polarisasi yang kemudian menyebabkan warga persyarikatan terbelah seperti saat Pemilihan Presiden (Pilpres) itu yang gak elok dan gak boleh. Dulu ada kejadian orang yang tidak masuk jadi calon Ketum tapi beliau dipilih secara aklamasi oleh semua pengurus untuk jadi Ketum. Itu pernah terjadi. Yakni KH. Sutan Mansur. Model seperti ini tidak pernah terjadi di organisasi manapun baik organisasi massa atau politik baik di dalam negeri atau di dunia. Itu hanya terjadi di Muhammadiyah. Apakah hal semacam ini bisa terjadi di era milenial lagi seperti saat ini di Muktamar ke-48? Kayaknya hal itu Sulit bin Susah. Why atau Kenapa? Karena orang sekarang punya kepentingan pribadi dengan Muhammadiyah cukup tinggi. Mereka mau jadikan Muhammadiyah sebagai tunggangan untuk Kepentingan Pribadi dan Kelompoknya. Seperti yang sudah terjadi di beberapa Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) saat ini. Ada yang punya kepentingan ingin jadi rektor. Dan, kalau sudah jadi rektor, ingin bisa dua atau tiga priode tanpa prestasi. Ada yang pengen jadi direktur di suatu AUM tanpa malu-malu memintanya agar dia bisa duduk di situ. Padahal Aib bagi Muhammadiyah minta-minta jabatan. Ada yang pengen jadi pengurus di suatu AUM yang gak mau diganti-ganti dengan orang lain kecuali dia mati. Ada yang benar-benar cari hidup di Muhammadiyah karena sudah pensiun di pemerintahan daripada gak ada pemasukan cuan ke kantongnya maka lebih baik jadi pengurus Muhammadiyah. Lumayan kan ada honornya. Padahal dia sudah hafal betul perkataan Yai Ahmad Dahlan “Hidup-hidupkan Muhammadiyah jangan cari hidup di Muhammadiyah”. Ke semua kelompok manusia yang dicontohkan di atas itu mereka adalah orang-orang taat kepada Allah tapi masih hubuddunnya. Jadi, pengurus dan jabatan apa aja di Muhammadiyah silakan saja dan itu tidak haram tapi jangan Kemaruk dan Serakah. Karena organisasi ini milik umat, bukan milik bapak moyang ente. Jadi harus bergiliran. Kecuali ada aturan khusus yang telah disepakati bersama dan disetujui bersama agar anda menduduki jabatan itu sampai kiamat. Itu baru boleh. Seperti yang terjadi sama KH. AR Fakhrudin, beliau jadi Ketum cukup lama karena keteladanan yang beliau miliki. Beliau dengan Kultur Jawanya bisa meredam Pak Harto (Soeharto) sang presiden saat itu yang semua orang takut hatta Jenderal semut saja di negeri ini takut dengannya. Tapi Alhamdulillah Pak AR begitu panggilannya bisa mengatasinya. Kita menginginkan ada seperti tipikal Pak AR lagi di Muhammadiyah. Yang ke atas punya ketegasan dan ke bawah punya marhamah ke warga persyarikatan. Kira-kira ada gak model-model kayak Pak AR lagi? Ke depan Muhammadiyah harus dipimpin oleh seorang yang bermental kayak Pak AR. Yang kesempatan beliau jadi kaya terbuka luas tapi beliau memilih jualan bensin eceran di depan rumahnya sambil nunggu dengan membaca kitab kuning. Oh Pak AR kami merindukan sosok karismamu di Muktamar 48 Muhammadiyah ini. Allahummag filahu warhamhu wa\'afihi wa\'fuanhu. Nasrum Minallahi wafathun Qoriib wa Basysyiril Mukminin. Wallahu A\'lam ... (*)
Anies Baswedan Setuju Dana Saweran Untuk Pilpres
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN BELUM lama ini saya menjumpai Anies Baswedan di kediamannya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Berbincang tentang banyak hal. Kami kilas balik ketika dia masih mahasiswa UGM di Yogyakarta. Waktu itu, sekitar 1990-an awal, saya bertugas di BBC London. Kalau ada aksi-aksi mahasiswa di Yogya, saya telefon Anies yang ketika itu adalah salah seorang pentolan gerakan mahasiswa. Cukup sering wawancara telefon dengan Anies semasa dia di bangku kuliah. Sekarang, saya ngobrol dengan Anies dalam posisinya sebagai calon presiden. Salah satu aspek yang menarik dalam percakapan dengan mantan gubernur DKI itu adalah soal pendanaan pilpres 2024 nanti. Partai NasDem sudah resmi mendeklarasikan Anies sebagai capres. Sedangkan dua partai lain, PKS dan Demokrat, yang juga mendukung Anies, masih belum menentukan sikap. Dari mana uang besar untuk membiayai Anies ikut pilpres? Ini pertanyaan yang sangat krusial. Siapa yang bisa menjawab? Tidak ada yang bisa menjelaskan ini. Dan sangat mungkin NasDem belum tahu juga dari mana dana untuk Anies akan dicarikan. Bisa jadi PKS masih belum deklarasi karena faktor duit itu. Bagaimana dengan Demokrat? Partai ini kelihatannya punya duit. Tapi, mereka ingin memastikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum Demokrat, mendapat posisi cawapres. Singkatnya, dana untuk Anies belum ada. Di sisi lain, Anies sendiri tidak bersedia kalau para pemodal besar, terutama orang-orang yang selama ini disebut Oligarki, ikut memodali dirinya di pilpres nanti. Barangkali, itulah sebabnya Anies menyambut gagasan dana saweran alias gotongroyong rakyat. Orang lain menyebut ini “crowd funding”. Sumbangan masyarakat luas. Tentang saweran ini, saya tanyakan kepada Anies sewaktu bincang-bincang dengan beliau. Dia setuju. Diperkirakan, publik akan siap berdonasi sesuai kemampuan. Mungkin yang menjadi masalah adalah pengorganisasiannya. Apakah akan dibuatkan rekening nasional atau dikelola secara regional; per provinsi atau bahkan per kabupaten/kota. Pada prinsipnya saweran ini akan menjadi model yang pas. Semua pendukung akan ikut sebagai pemegang saham (shareholder). Anies mengatakan, dia melihat sendiri antusias masyarakat untuk menyumbang. Dia ceritakan ketika seorang pedagang menengah mau menyerahkan sejumlah uang tunai kepadanya. Anies menyarankan agar si pengusaha membantu kegiatan para relawan di daerahnya saja. Begitu juga bagi para donatur lain. Disarakan agar berkolaborasi dengan para relawan setempat. Itu mengenai dana saweran untuk biaya Anies ikut pilpres. Saya juga tanyakan kepada Anies perihal sikap PKS dan Demokrat. Menurut Anies, waktu yang ada ini cukup panjang. Pendaftaran resmi masih jauh. Beliau memahami kalau kedua partai calon koalisi itu masih belum mendeklarasikan dukungannya. Meskipun masih banyak waktu, kalangan relawan dan pendukung Anies mengkhawatirkan langkah PKS dan Demokrat. Mereka menginginkan kepastian koalisi PT 20% (presidential threshold) –jumlah terendah di DPR yang harus mendukung Anies. Kalau ketiga partai mendukung, maka Anies terjamin 25% lebih. Bagaimana dengan proyek Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur? Apa kata Anies tentang ini? Sangat normatif. Anies menegaskan, kalau dia terpilih sebagai presiden, dia akan melaksanakan semua perintah UUD 1945 dan UU yang menjadi panduan kerja. Termasuklah UU tentang IKN. Ketika saya tanyakan apakah dia akan melanjutkan pembangunan IKN, jawaban Anies selalu menggambarkan bahwa dia akan taat hukum. Dia akan menjalankan amanat konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. IKN diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2022. Selanjutnya, bagaimana dengan oligarki bisnis dan oligarki politik yang bisa menjadi hambatan? Dalam bincang-bincang yang lumayan panjang itu, Anies menegaskan bahwa dia punya resep sendiri untuk menghadapi mereka. Pertama, pendekatan nurani. Kedua, pendekatan supremasi hukum. Ketiga, pendekatan ekologi (kondisi alam). Dengan pendekatan nurani, Anies akan berusaha memberikan pemahaman bahwa negara ini didirikan untuk menghadirkan keadilan sosial dan untuk kebersamaan. Para pengusaha besar, termasuk mereka yang disebut oligarki bisnis, bisa menikmati kekayaan Indonesia dengan bebas. Tetapi, ada kelompok lemah yang perlu dilindungi dan dibantu. Anies ingin mengimplementasikan motto “Membesarkan yang Kecil, Tanpa Mengecilkan yang Besar”. Pendekatan supremasi hukum tentu lebih mudah dimengerti. Semua orang, siapa pun dia, harus mematuhi ketentuan konstitusi dan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya. Tertib hukum pasti akan menghasilkan keharmonisan dan keadilan. Di atas itu semua, pembuatan undang-undang dan peraturan pelaksananya haruslah melibatkan publik seluas mungkin. Jangan sampai ada pasal-pasal yang dipesan oleh pihak tertentu untuk melayani kepentinngan pribadi atau kelompok. Sedangkan pendekatan ekologi adalah kunci untuk menjaga negara ini agar tidak mengabaikan kerusakan lingkungan. Eksploitasi yang melanggar hukum dan melewati batas kewajaran akan menyebabkan kehancuran. Sekarang saja kehancuran di Kalimantan dan Sumatera sudah sangat mencemaskan. Yang diobrolkan dengan Pak Anies termasuk tudingan “politik identitas”. Artinya, Anies memainkan sentimen Islam untuk mendulang dukungan. Sebelum mengerucut ke tudigan itu, perlu disinggung sedikit mengapa “politik identitas” diasosiasikan dengan ekploitasi sentimen Islam? Padahal, ada juga eksploitasi identitas-identitas lain: identitas komunisme, identitas buruh, identitas kapitalisme, identitas kesukuan, dlsb. Intinya, tudingan “politik identitas” yang bermakna memainkan sentimen Islam sangat tidak relevan. Ini tudingan absurd. Sekarang, apakah benar Anies memainkan sentimen Islam? Mantan gubernur DKI itu mengatakan silakan cari jejak eksploitasi sentimen Islam selama lima (5) tahun memimpin Jakarta. Anies minta ditunjukkan kapan itu terjadi. Memang tidak akan dijumpai. Anies menjelaskan bahwa dia bergaul dengan dengan semua komponen dan lapisan masyarakat. Mulai dari yang paling kanan sampai yang paling kiri. Yang paling atas sampai yang paling bawah. Anies mengatakan dia dekat dengan tokoh Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Huchu, dll. Tetapi, ketika suatu kebijakan harus diterapkan tentulah ada asas proporsionalitas. Ada aspek kuantitatif sesuai fakta-fakta demografis. Anies menambahkan, bagi dia tudingan “politik identitas” yang bolak-balik digoreng oleh pihak-pihak yang tidak suka kepadanya itu hanyalah persepsi. Dia tidak pernah menjawab persepsi orang tentang dia dengan persepsi dia tentang dirinya. Anies menjawabnya dengan tindakan-tindakan selama lima tahun di Jakarta. “Persepsi itu tidak terbukti,” kata Anies. Ada “hakim” yang telah menjatuhkan putusan tentang kualitas pribadi Anies. Hakim itu berkumpul belasan atau ratusan ribu ketika Anies meninggalkan Balai Kota Jakarta pada 16 Oktober. Kemudian, ada puluhan ribu lagi “hakim” yang menjatuhkan vonis tentang siapa Anies ketika dia datang ke Medan pada 4 November. Selanjutnya, ribuah “hakim” lainnya menyambut Anies di Yogyakarta beberapa hari yang lalu.[] 17 November 2022.
Anies Effect dan Quo Vadis PAN
Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Masalah Sosial Politik JIKA boleh meminjam terminologi politik pembelahan berbasis identitas Ade Armando, maka, sebagai parpol bernuansa religius, mestinya PPP, PKS, dan PAN, menjadi partai pengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024. Sebab kalau tidak, ketiga partai itu boleh jadi akan dihukum oleh konstituennya. Kisah tragis tentang parpol dihukum konstituennya, sungguh bukan isapan jempol. Setidaknya PPP sudah mengalami di DKI Jakarta pada Pileg 2019. Kala itu, PPP ditinggal oleh konstituennya sehingga hanya menyisakan 1 kursi di DPRD DKI Jakarta. Padahal pada Pileg sebelumnya, 2014, PPP masih anteng dengan 10 kursi. Tragedi itu menimpa lantaran PPP memilih tak mengusung Anies pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Tentu saja pemilih partai berlambang ka’bah itu di DKI Jakarta menyesalkan. Akibatnya sungguh fatal, PPP nyaris tak mendapat kursi. Sebaliknya dialami PKS dan PAN. Sebagai Parpol pengusung Anies, PKS mendapatkan tambahan 5 kursi menjadi 16 kursi. Lantaran faktor “Anies effect”, Partai Gerindra saja, meski tak tergolong partai religius, pun mendapat tambahan 5 kursi menjadi 19 kursi. Begitu pulan dengan PAN, bukan lagi beruntung. Tetapi benar-benar mendapatkan durian runtuh dari faktor Anies effect. Padahal, meski baru belakangan bergabung mendukung Anies diputaran kedua, PAN juga mendapat tambahan 5 kursi menjadi 9 kursi, menyalip posisi PKB, Golkar, dan Nasdem. Apa pelajaran yang dapat dipetik dari pada itu? Adalah jangan sekali-kali mencoba membangkang terhadap keinginan konstituen. Sebab konstituen punya cara terbaik memberi penghargaan. Demikian pula sebaliknya, punya cara paling kejam memberi hukuman. Tetapi kendati begitu, tampaknya para pemegang otoritas partai tak belajar-belajar juga. Mereka lebih suka sekadar dekat dengan kekuasaan, ketimbang mendengarkan suara batin konstituennya. Sudah tahu kecenderungan di akar rumput, namun tetap saja pura-pura buta dan tuli. Sebuah survei yang dirilis baru-baru ini mempertegas kecenderungan itu. Di Jakarta, misalnya, Indostrategic menyuguhkan informasi menarik mengenai kecenderungan pemilih Parpol untuk memilih Anies pada Pilpres 2024. Pemilih Partai Gerindra, 39,2% memilih Anies, lebih besar dari pada yang memilih Prabowo Subianto, yaitu, hanya 31,2%. Meskipun Muhaimin Iskandar telah dideklarasikan sebagai Capres, namun pemilih PKB lebih memilih Anies sebesar 34,8. Pemilih Parpol terbesar memilih Anies adalah Partai Nasdem 62,3%; Partai Demokrat, 66,3%; dan PKS, 70,2%. Yang menarik di sini adalah pemilih Nasdem. Tentu pada Pilgub DKI 2017, mayoritas tak memilih Anies. Tetapi saat ini terjadi perpindahan secara besar-besaran ke Anies. Bagaimana dengan konstituen partai yang tergabung dalam Kolaisi Indonesia Bersatu (KIB)? Walaupun Golkar telah mendeklarasikan Airlangga Hartatro sebagai Capres, namun yang memilihnya hanya 1,4%. Sedangkan yang memilih Anies, 35,2%, jauh lebih besar. Sementara itu, PPP yang meraih 175.935 suara pada Pileg 2019, setengahnya memilih Anies. Artinya, jika PPP kembali tak mengusung Anies kali ini, maka PPP diprediksi akan mengalami kebangkrutan tanpa ada satu pun kursi tersisa di DPRD DKI Jakarta. PAN yang meraih 375.882 suara, lebih dari setengahnya (55%) memilih Anies. Sekiranya PAN benar-benar tak mengusung Anies, maka sangat mungkin akan mengalami nasib yang sama dengan PPP. Bayangkan kalau 55% itu pergi meninggalkan PAN, maka suara yang tersisa pun tak cukup untuk satu kursi. Pada gilirannya, temuan Indostrategic di atas dapat pula dimaknai bahwa “Anies Effect” berpengaruh besar terhadap elektabiltas Parpol, terutama yang bernuansa religius. Di mana Parpol yang akan mengusung Anies akan menuai hasil positif. Sebaliknya pun begitu. Tetapi sebenarnya, faktor Anies effect itu sudah diendus oleh Habil Marati, jauh hari sebelumnya. Itu sebabnya kader senior PPP tersebut mengambil langkah antisipatif, kalau-kalau pada akhirnya PPP benar-benar tak mengusung Anies. Habil Marati telah menyiapkan sekoci penyelamatan dengan membentuk Forum Ka’bah Membangun untuk mendukung Anies. Di Partai Golkar, kondisinya mungkin sedikit berbeda. Anies effect dapat menaikkan elektabiltas Golkar, tetapi tidak terlalu berpengaruh sebaliknya. Kalaupun terjadi penurunan elektabilitas, paling jauh akan menghuni kelompok Parpol papan tengah. Kendati begitu, namun tetap saja ada kekhawatiran di kalangan tokoh muda Golkar, lalu menginisiasi terbentuknya Go – Anies. Sedangkan PAN yang diperkirakan tak bakal mengusung Anies, kondisinya kurang lebih sama dengan PPP, di mana Anies effect sangat berpengaruh. Hal ini dirasakan oleh kader-kader PAN yang berpotensi menjadi balal calon legislatif ketika turun ke daerah, yang kemudian membuat mereka merasa gamang. Bagaimana tidak. Di satu sisi, kondisi elektabilitas PAN terus merosot. Sementara di sisi lain, kepemimpinan Zulkifli Hasan selaku Ketua Umum, terbukti tak cukup kuat untuk mengangkat elektabilitas PAN. Beberapa dari mereka terang-terangan menyebut bahwa PAN membutuhkan Anies effect. Jika tidak, maka besar kemungkinan PAN tak lolos parliament threshold, seperti yang diprediksi oleh hampir semua Lembaga survei. Tentu sangat disayangkan kalau parpol yang lahir dari rahim reformasi itu sampai terlempar dari Senayan. So, seperti orang Makassar bilang, “Lakekomae PAN?” Quo vadis? Depok, 17 November 2022