ALL CATEGORY
Aturan OJK Tidak Jelas: Setelah Tiga Tahun, Korban Minna Padi Masih Terkatung-katung
Jakarta, FNN – Puluhan korban Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) yang didamping oleh LQ Indonesia Lawfirm selaku kuasa hukum menangis dan memohon agar janji-janji yang diberikan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk ditepati. Pasalnya mengenai permasalahan ini telah dilakukan dua kali pertemuan antara DPRD Batam dengan OJK Pusat. Adapun pertemuan pertama dilakukan secara daring pada tanggal 19 Februari 2021 dengan dihadiri oleh Suyanto sebagai perwakilan dari pihak OJK dan Nuryanto sebagai perwakilan dari pihak DPRD Batam. Sedangkan pertemuan kedua yang dilakukan pada 12 Maret 2021 secara tatap muka dengan dihadiri oleh Yunita Lindasari sebagai perwakilan OJK dan Nuryanto sebagai perwakilan DPRD Batam. Lebih lanjut, OJK yang diwakili oleh Hoesen Kepala Eksekutif Pengawas pasar Modal melalui surat OJK kepada Ketua DPRD Batam pada tanggal 30 Juni 2021 dengan nomor S-97/D.04/2021 menyatakan bahwa Manajer Investasi Minna Padi Aset Manajemen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh para korban. Menurut kesaksian Korban JE, kasus investasi Minna Padi ini bermula sejak 21 November 2019 ketika OJK membubarkan 6 produk reksa dana Minna Padi Aset Manajemen. “Dengan adanya pembubaran itu menyebabkan Minna Padi Aset Manajemen gagal bayar, adapun jumlah kerugian yang disebabkan atas pembubaran tersebut adalah berkisar 6 triliun rupiah untuk seluruh Indonesia dan sampai hari ini belum ada penyelesaian yang jelas,” ucapnya. Selain itu Korban B juga menjelaskan bahwa dalam 2 tahun ini pihak Minna Padi Aset Manajemen mencoba melakukan penyelesaian pengembalian dana para korban, namun para korban mengalami kerugian sekitar 80% dari penempatan awal mereka. “Pengembalian tahap ke-2 yang hanya 5-10% pun harus dilakukan nasabah untuk menandatangani surat tertentu, sehingga menurutnya kesepakatan itu merugikan para korban,” ungkapnya. Korban B menambahkan, ada juga korban yang terpaksa menandatangani surat tersebut karena penundaan pengembalian ini menyebabkan mereka alami kesulitan keuangan. Lucunya bagai saling lempar, skema pembayaran ini menurut Minna Padi Aset Manajemen adalah persetujuan dari OJK, tapi ketika dikonfirmasi oleh Ketua DPRD Batam saat pertemuan 18 Maret 2021, OJK menyanggah statement tersebut dan menurut OJK persetujuan tersebut tidaklah benar,” tutur korban B geram. Para korban menuntut pengembalian dana mereka sebagaimana dasar perhitungan yang tercantum dalam peraturan OJK POJK Nomor 23/POJK.04/ 2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Dijelaskan bahwa Minna Padi Aset Manajemen wajib melakukan pembayaran kepada pemegang unit penyertaan/nasabah dimulai dengan menggunakan Nilai Aktiva Bersih Pembubaran (pada tanggal 25 November 2019), Minna Padi Aset Manajemen juga wajib bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya, dengan berdasarkan pada Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal dan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Perwakilan LQ Indonesia Lawfirm Adi Nugroho menegaskan bahwa OJK juga wajib bertanggung jawab atas proses likuidasi reksa dana Minna Padi karena diduga tidak ada keseriusan dari OJK untuk mengawal dengan ketat seluruh proses likuidasi reksa dana Minna Padi sehingga menyebabkan ruginya para korban. Selain itu juga Adi Nugroho menuntut atas janji-janji OJK kepada para korban mohon agar segera direalisasikan dan ditepati. “Nasib para korban ini sudah sakit ekonominya jangan pula disakiti jiwanya dengan janji harapan palsu dari OJK,” tegasnya. Bagi yang mengalami hal serupa bisa menghubungi hotline LQ Pusat 08174890999 atau LQ Surabaya 081804544489, mari kita bersatu untuk mengambil kembali hak para korban dari Minna Padi Aset Manajemen, perjuangan belum berakhir,” ujarnya “Kuatkan tekad serta semangat dan jangan pantang menyerah, LQ Indonesia Lawfirm tidak akan lelah untuk mendampingi para korban,” tutup Adi Nugroho. (mth/*)
“Selamat Tinggal PP 36/2021 Pengupahan yang Memiskinkan Upah Buruh Indonesia!”
Jakarta, GNN – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja. ASPEK Indonesia menilai perubahan ketentuan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2023 itu, secara tidak langsung adalah sebuah “pengakuan” dari Pemerintah bahwa PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan adalah ketentuan yang tidak berkeadilan dan tidak mensejahterakan bagi pekerja Indonesia. “Selamat tinggal PP 36/2021 Pengupahan yang telah memiskinkan upah buruh Indonesia!” Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (21/11/2022). Namun, ASPEK Indonesia menyayangkan formula baru yang ada dalam Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, yang masih belum maksimal karena kenaikan upah minimum dibatasi dengan indeks tertentu. Mirah menilai, seharusnya formula kenaikan upah minimum dikembalikan saja kepada formula yang ada pada PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yaitu kenaikan upah minimum dihitung berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Mirah Sumirat juga meminta kepada kelompok pengusaha untuk berjiwa besar dengan tidak “ngotot” menolak Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, dan tidak memaksakan pemberlakuan PP 36/2021 Pengupahan. “Pengusaha jangan manja, toh selama ini Pemerintah sudah banyak memberikan insentif kepada kelompok pengusaha,” tegas Mirah Sumirat. ASPEK Indonesia juga mendesak Gubernur dan Bupati/Walikota untuk memaksimalkan peran Dewan Pengupahan yang ada di masing-masing daerah, agar besaran kenaikan upah minimum dapat maksimal sehingga dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja di Indonesia. Termasuk memaksimalkan peran Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di Dinas Ketenagakerjaan setempat, untuk memastikan semua pengusaha tunduk pada Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Jika Pemerintah baik pusat maupun daerah, termasuk pengusaha, masih tetap memberlakukan PP 36/2021 tentang Pengupahan, tindakan itu justru merupakan pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menegaskan bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil dan dinyatakan inkonstitusionalitas bersyarat. Selain itu, “Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah memerintahkan kepada Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tegas Mirah Sumirat. (mth/*)
Disorot Media Internasional, Kate Lim: Presiden Tidak Berani Copot Jaksa Agung yang Diduga Punya Tiga Identitas
Jakarta, FNN – Roadshow Kate Victoria Lim membela ayahnya yang juga pengacara Alvin Lim, yang terkenal vokal dan berani berbicara tentang menjamurnya korupsi di instansi Aparat Penegak Hukum mendapatkan atensi dari luar negeri. Kate Victoria Lim mengungkapkan, antara lain ke South China Morning Post (SCMP) mendapatkan eksposure dan dukungan dari wilayah Asia, Singapore, Hongkong, China dan Macau. Interview lengkapnya dalam South China Morning Post, 19/11/2022 dengan link: https://www.scmp.com/week-asia/people/article/3200222/no-viral-no-justice-detained-indonesian-whistleblower-alvin-lims-teenage-daughter-leads-social-media Perjuangan Kate sebelumnya juga meraih perhatian nasional dimana pendiri JawaPos dan juga mantan menteri BUMN Dahlan Iskan menuliskan dalam artikel Disway bagaimana Alvin Lim berjuang hingga diduga dikriminalisasi oleh oknum Aparat Penegak Hukum. Menurut Dahlan Iskan, Alvin Lim adalah pengacara paling berani di Indonesia dalam menghajar oknum polisi dan jaksa nakal. Hal ini menimbulkan respek mengingat sejak Alvin Lim menggaungkan Polda Metro Jaya Sarang Mafia dan membongkar praktik korupsi di tubuh Bhayangkara, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mulai gencar dan berani membenahi dengan mencopot oknum Jenderal Polri untuk perbaikan institusi Polri. Namun, kejaksaan menanggapi kritik Alvin Lim dengan keras di mana pimpinan Kejaksaan Agung ST Burhanudin memerintahkan jajaran Kejari masing-masing melaporkan Alvin Lim ke kepolisian dengan pasal ITE dan ujaran kebencian. Kritik Alvin Lim yang disampaikan beserta bukti konkret tidak di tanggapi dengan akal sehat melainkan dengan emosi mengebu-gebu dan menyerang Alvin Lim secara pribadi. Kate Victoria Lim dalam wawancaranya menegaskan, di balik keberhasilan Presiden Joko Widodo menangani sektor ekonomi dan pandemi corona, namun dalam sektor hukum Jokowi punya rapor merah. “Presiden Jokowi tampaknya tidak berani mengambil tindakan tegas dan mencopot Burhanudin Jaksa Agung yang diduga menggunakan 3 identitas dengan 3 tahun lahir berbeda. Padahal atas kasus serupa kejaksaan sangat tajam dan langsung menahan Alvin Lim. Hal ini menurut saya karena Presiden Jokowi terikat janji politik ke partai yang menyebabkan pemerintah terbelenggu untuk berbenah,” ungkapnya, Ahad (20/11/2022). Kate Lim melanjutkan bahwa keinginan Jokowi untuk menjadi Sekjen PBB akan sulit terwujud ketika negara asing melihat bagaimana bobroknya penegakan hukum dan tidak tegasnya pemerintahan Jokowi dalam mencopot pejabat yang melawan hukum. “Bagaimana mau memimpin dalam skope banyak negara, jika tangani satu negara saja tidak sanggup. Oleh karena itu, saya menghimbau Presiden Jokowi untuk bisa menjadi pemimpin yang tegas, kepala negara bagi semua orang, bukan pilih kasih terhadap oknum pejabat yang kerap melanggar hukum dan beretika buruk,” harapnya. (mth/*)
Esensi Demokrasi Tak Mungkin Hidup Serumah dan Seatap Dengan Skema Kapitalisme Global Berbasis Korporasi
Konsensus Pragmatik yang menjadi output sistem politik demokrasi, harus dipatuhi para pemain hasil rekrutan dan kaderisasi yang diorganisir oleh konfigurasi kekuatan neoliberal global. Oleh: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (Presentasi di Depan Seminar Nasional yang Diselenggarakan BEM FEB UI, di Balai Sidang UI, 19 November 2022) ESENSI demokrasi itu dua. Tegaknya kedaulatan rakyat dan kesetaraan. Indonesia pasca Suharto bangsa kita mengalami disorientasi dalam arti tidak kenal diri, tidak tahu diri, dan tidak tahu harga diri. Lantaran dalam mengembangkan esensi demokrasi atas dasar kedaulatan rakyat dan kesetaraan yang khas Indonesia, tidak merujuk pada geopolitik sebagai input atau masukan. Sehingga berbagai komponen bangsa tidak mengenali dulu apa konstelasi geografis dunia internasional yang berkembang pada dekade 1980-an dan 1990-an, sehingga berbagai komponen bangsa tidak mengenali tren global maupun potensi ancaman global yang akan atau sedang berproses di Indonesia. Selain itu, seturut dengan lengsernya Suharto, berbagai komponen bangsa tidak menyelami karakteristik geografis berbagai daerah di bumi nusantara sebagai masukan geopolitik dalam merekonstruksi tatanan baru Indonesia pasca Orde Baru. Termasuk dalam mengaktualisasikan esensi demokrasi khas Indonesia untuk menegakkan kedaulatan rakyat dan kesetaraan sosial. Alhasil, dari sebab tidak mengenali tren global dan potensi ancaman global yang sedang atau akan berproses di negeri kita, serta mengabaikan karakteristik dan aspirasi geografis masing-masing daerah di bumi nusantara, maka kita sebagai justru mengalami dis-orientasi sejak awal merekonstruksi tatanan nasional baru pasca Suharto. Termasuk dalam membangun sistem demokrasi pasca Orde Baru yang berbasis sistem multi-partai. Dari sebab tidak baca diri dengan merujuk pada karakteristik dan aspirasi geografis masing-masing daerah sebagai kodrat geopolitik Indonesia, dan juga tidak baca lingkungan dengan merujuk pada apa konstelasi geografis dunia internasional sebagai tren global kala itu, maka esensi demokrasi Indonesia justru dibangun atas dssar skema kepentingan kapitalisme global berbasis korporasi yang mana semakin menguat pada era 1980-an dan 1990-an. Skema kapitalisme global berbasis korporasi yang kian menguat sejak dekade 1980 dan 1990 tersebut, kemudian membangun Formasi Neoliberalisme dengan menunggangi arus globalisasi yang merupakan tren global pasca Perang Dingin pada akhir 1980 memasuki awal 1990-an. Nah, formasi Neoliberalisme Global inilah kemudian menjadi fondasi membangun konfigurasi kekuatan politik untuk menguasai kondisi sosial geografis Indonesia di ranah ideologi, politik-ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan. Yang mana tujuan strategisnya adalah menguasai kondisi alamiah geografis negeri kita yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan lokasi geografis. Menyadari tujuan dan niatan skema kapitalisme global berbasis korporasi melalui Formasi Neoliberalisme berikut konfigurasi kekuatan neoliberal sebagai perangkat dukungan strategisnya, maka ketika desain besar demokrasi Indonesia yang dibangun seturut lengsernya Suharto tersebut harus diselaraskan dengan Formasi dan Konfigurasi Neoliberalisme Global, maka esensi demokrasi sebagai kedaulatan rakyat dan kesetaraan sosial harus dihilangkan. Dengan begitu, demokrasi tidak memberi ruang partisipasi yang luas daru berbagai elemen masyarakat baik berbasis budaya maupun klas. Dan tidak mengembangkan kesetaraan sosial dalam arti sistem demokrasi kita tidak peka dengan adanya aspirasi baru dan kelompok baru yang terpinggirkan akibat dominasi dan hegemoni Formasi dan Konfigurasi Neoliberalisme Global dalam menguasai ranah politik, ekonomi, hukum dan sosial-budaya kita. Konsensus Pragmatik yang menjadi output sistem politik demokrasi, harus dipatuhi para pemain hasil rekrutan dan kaderisasi yang diorganisir oleh konfigurasi kekuatan neoliberal global. Lantas, apa strategi alternatif yang harus digagas kaum muda termasuk para mahasiswa? Hidupkan kembali geopolitik sebagai Ilmunya Ketahanan Nasional. Buat dan kembangkablb gerakan dan perjuangan sosial yang kreatif, inovatif dan kritis. (*)
Dahlanian Learning Cybernetics
Keluarga diperkuat menjadi simpul institusi belajar pertama dan utama, di mana kesadaran kelamin (gender consciousness) dan literasi finansial diteladankan oleh orangtua pada anak-anaknya untuk mencegah penularan LGBT dan pinjol akhir-akhir ini. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya, LSBO PWM Jawa Timur SISDIKNAS yang didominasi oleh subsistem persekolahan saat ini terus kehilangan relevansinya, juga merosot daya serapnya. Persekolahan menjadikan educatedness menjadi barang langka sehingga makin mahal dan tidak terjangkau oleh banyak warga belajar. Situasi ini membahayakan bonus demografi kita lalu menjegal bangsa dan negara ini sebagai a new economic powerhouse yang mampu mengimbangi kebangkitan China, sekaligus mengisi kemunduran Barat dan AS. Obsesi pada standard mutu telah menelantarkan relevansi pendidikan secara personal, spasial dan temporal, sehingga tidak banyak warga belajar yang memperoleh manfaat persekolahan massal ini kecuali mengantarkan mereka menjadi buruh yang cukup trampil untuk menjalankan mesin-mesin pabrik sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bagi kepentingan investor asing demi upah yang tidak seberapa. Formalisme persekolahan telah menjadikan Sisdiknas ini kaku, kurang lentur dan tidak adaptif terhadap perubahan cepat yang dihadirkan oleh internet dan teknologi digital. Potensi-potensi agromaritim, seni dan budaya nasional juga ikut terbengkalai. Muhammadiyah perlu mempelopori rekonstruksi Sisdiknas menjadi sebuah Dahlanian Learning Cybernetics (DLC) dengan memanfaatkan ketersediaan internet untuk memperluas kesempatan belajar sebagai public goods bagi warga muda. DLC ini sekaligus merupakan platform untuk belajar merdeka dalam rangka menyiapkan prasyarat budaya bagi bangsa yang merdeka. DLC sebagai sebuah platform komunikasi lintas – dan multi – disiplin dengan berbagai umpan balik akan menjadi jejaring belajar yang adaptif yang menyediakan kesempatan belajar yang customised dan on demand sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasi warga belajar. Pola belajar multi-cerdas multi-ranah dengan berguru pada pakar dan praktisi akan menjadi norma baru pembelajaran. Luaran utama DLC adalah warga muda yang mandiri, bertanggung jawab, sehat dan produktif pada usia 18 tahun. Dalam DLC itu, keluarga dan masjid serta unit-unit kegiatan sosial seperti yasinan, karang taruna, unit budaya seperti sanggar seni, klub olahraga, perpustakaan kelurahan, dan unit ekonomi masyarakat seperti bengkel, toko, dan pasar, bersama sekolah, pesantren, dan kampus membentuk sebuah self organized learning environments atau SOLEs (Mitra, 1999). Keluarga diperkuat menjadi simpul institusi belajar pertama dan utama, di mana kesadaran kelamin (gender consciousness) dan literasi finansial diteladankan oleh orangtua pada anak-anaknya untuk mencegah penularan LGBT dan pinjol akhir-akhir ini. Masjid menjadi simpul institusi pendidikan bermasyarakat dan berbangsa. Persekolahan menjadi pusat sumberdaya belajar yang menyediakan studio, perpustakaan, bengkel, laboratorium, akses internet, sarana olahraga, dan guru dan pakar. Guru mengambil peran sosiopreneur dan community organiser. Tujuh filosofi pendidikan Kyai Dahlan menjiwai DLC tersebut: mewujudkan muslim yang hidup bermakna, rendah hati, mengembangkan potensi akal dan ijtihad, berani memperjuangkan kebenaran, dan sanggup berkorban bagi kepentingan publik, serta konsisten antara kata dan tindakan, antara teori dan praktek. Melalui DLC itu pendidikan menjadi instrumen perluasan kemerdekaan (Sen 1999) sekaligus pencerdas kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945, bukan sekedar alat penyiapan buruh murah sebagaimana temuan Banerjee, Duflo dan Kremer (2000) yang memberikan Nobel Ekonomi 2019 bagi ketiganya. Demikianlah DLC menjadi learning enabler oleh semua untuk semua. Malang, 19 Nopember 2022. (*)
Peringatkan Penyeleweng Proklamasi: Penguasa Saat Ini Harus Kembali Pada UUD 1945
Kembali menegakkan Marwah Pancasila dan UUD 1945 original adalah jalan keselamatan bagi bangsa dan negara ini. Marilah kita bangun kesadaran kita sebagai anak bangsa. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KEGALAUAN kita sebagai bangsa hari-hari ini semakin membuncah, semakin gemas dengan tingkah pola para pemimpin yang tidak pantas lagi diteladani, korupsi, intrik-intrik politik yang tidak memberi energi positif. Justru malah sebaliknya, menjadikan bangsa ini karut-marut dan puncaknya hilangnya rasa kepercayaan sesama anak bangsa, hilangnya jati diri berbangsa dan bernegara. Marilah kita merenungkan kembali apa yang pernah dipidatokan oleh Bung Karno pada peringatan 17 Agustus 1963. Sebagai berikut. ….“Dan sinar suryanya! Pada waktu kita berjalan, Proklamasi menunjukkan arahnya jalan. Pada waktu kita lelah, Proklamasi memberikan tenaga baru kepada kita. Pada waktu kita berputus asa, Proklamasi membangunkan lagi semangat kita. Pada waktu di antara kita ada yang nyeleweng, Proklamasi memberikan alat kepada kita untuk memperingatkan si penyeleweng itu bahwa mereka telah nyeleweng. Pada waktu kita menang, Proklamasi mengajak kita untuk tegap berjalan terus, oleh karena tujuan terakhir memang belum tercapai. Bahagialah rakyat Indonesia yang mempunyai Proklamasi itu; bahagialah ia, karena ia mempunyai pengayoman, dan di atas kepalanya ada sinar surya yang cemerlang! Bahagialah ia, karena ia dengan adanya Proklamasi yang perkataan-perkataannya sederhana itu, tetapi yang pada hakikatnya ialah pencetusan segala perasaan-perasaan yang dalam sedalam-dalamnya terbenam di dalam ia punya kalbu, sebenarnya telah membukakan keluar ia punya pandangan hidup, ia punya tujuan hidup, ia punya falsafah hidup, ia punya rahasia hidup, sehingga selanjutnya dengan adanya Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, ia mempunyai pegangan hidup yang boleh dibaca dan direnungkan setiap jam dan setiap menit. Tidak ada satu bangsa di dunia ini yang mempunyai pegangan hidup begitu jelas dan indah, seperti bangsa kita ini. Malah banyak bangsa di muka bumi ini, yang tak mempunyai pegangan hidup sama sekali! Dengarkan sekali lagi bunyi naskah Proklamasi itu: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” Dan dengarkan sekali lagi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan sela-mat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu peme-rintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melak-sanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Demikianlah bunyi Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alangkah jelasnya! Alangkah sempurnanya ia melukiskan kita punya pandangan hidup sebagai bangsa, – kita punya tujuan hidup, kita punya falsafah hidup, kita punya rahasia hidup, kita punya pegangan hidup! Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. Pada 17 Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal. Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence. Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja. Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus. Proklamasi kita memberitahu kepada kita sendiri dan seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu. Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah – fisik dan moril, materiil dan spirituil. Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita. Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu. “Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mempunyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi. Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka, – angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya. Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, – tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya: . kepribadian politik, . kepribadian ekonomi, . kepribadian sosial, . kepribadian . kebudayaan, Pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masing-masing”.… Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: . kemerdekaan untuk bersatu, . kemerdekaan untuk berdaulat, . kemerdekaan untuk adil dan makmur, . kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum, . kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, . kemerdekaan untuk ketertiban dunia, . kemerdekaan perdamaian abadi, . kemerdekaan untuk keadilan sosial, . kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, . kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, . kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, . kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia; . kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, . kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung atau saudara kembar dari Proklamasi 17 Agustus 1945. Bagi orang yang benar-benar sadar kita punya proclamation dan sadar kita punya declaration, maka Amanat Penderitaan Rakyat tidaklah khayalan atau abstrak. Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat terlukis cetha wela-wela (sangat nyata dan jelas) dalam Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945. Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat adalah konkrit-mbahnya-konkrit. Bagi dia, – dus bukan bagi orang-orang gadungan –, melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat adalah berarti setia dan taat kepada Proklamasi. Bagi dia, mengerti Amanat Penderitaan Rakyat berarti mempunyai orientasi yang tepat terhadap rakyat. Bukan rakyat sebagai kuda tunggangan, tetapi rakyat sebagai satu-satunya yang berdaulat di Republik Proklamasi, sebagai tertulis di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. (Cuplikan Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1963 di Istana Negara). Pidato ini sungguh masih sangat relevan untuk direnungkan keadaan bangsa yang karut-marut sejak reformasi dan mengamandemen UUD 1945, tatanan kenegaraan telah diubah tanpa mau memperdalam apa yang menjadi kesepakatan bersama yaitu Pembukaan (Preambul) UUD 1945, di sanalah tercantum Pandangan hidup, falsafah hidup, Tujuan hidup, cita-cita hidup. Para pengamandemen UUD 1945 telah lupa dan sengaja melupakan apa yang menjadi jatidiri bangsanya, menenggelamkan sistem berbangsa dan bernegara, dengan mengganti Demokrasi Liberal Kapitalisme, demokrasi yang tidak berdasar pada Preambul UUD 1945, demokrasi yang menjadikan rakyat hanya sebagai kuda tunggangan, Rakyat hanya sebagai “tambal butuh“ yang hanya diberi sekedarnya, diberi sembako, setelah itu semua janji-janji manis di lupakan, akibatnya Amanat penderitaan rakyat terus akan berlanjut tanpa cita-cita. Sementara penguasa bergelimang kemewahan, membangun dinasti politik. Anggota DPR dan DPD hanya sebuah pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongannya. Partai politik hanya sebagai gerombolan manusia tanpa ideologi kebangsaan, ini semua bisa kita ukur dari jati diri bangsa, bisa kita ukur kala “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan“ diganti dengan demokrasi kalah-menang, demokrasi banyak-banyakan, demokrasi kuat-kuatan. Dampaknya tidak bisa dibantah dengan semakin merajalelanya Korupsi, sebab Partai Politik memang dibiyayai dengan hasil korupsi, begitu juga petinggi partai bergelimpangan kemewahan hasil korupsi. Sekali lagi Penderitaan rakyat akan terus berlanjut karena korupsi menjadi ideologi partai politik. Politik yang dipertontonkan bukan politik yang mempunyai tujuan mensejahterakan rakyat. Politik tanpa moral, politik dibangun tanpa jati diri yang hanya bertujuan untuk kekuasaan pribadi dan golongannya, saling intrik, saling hujat, bahkan menggunakan kekuasaan hanya untuk kekuasaan yang tanpa risih. Sekali lagi rakyat hanya sebagai kuda tunganggang, rakyat disewa untuk demontrasi, dan rakyat hanya sebagi golongan sudra yang dikasta dengan kasta Gakin. Tidak ada jalan selamat rakyat kecuali rakyat melakukan perubahan sendiri, memperbaiki nasibnya sendiri. Amanat penderitaan rakyat harus kita tanggulangi sendiri. Jalan keselamatan harus dibangun dengan Gotongroyong, dengan kebersamaan, dengan persatuan, dengan senasib seperjuangan, menegakkan kembali Negara Preambul UUD 1945. Membangun kesadaran baru bahwa negeri ini didirikan dengan falsafah hidup, tujuan hidup, pegangan hidup, cita-cita hidup, hanya kembali pada cita-cita Negara Proklamasi yang berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 kita bangsa ini akan selamat. Kembali menegakkan Marwah Pancasila dan UUD 1945 original adalah jalan keselamatan bagi bangsa dan negara ini. Marilah kita bangun kesadaran kita sebagai anak bangsa. Bangunlah Jiwamu, Bangunlah Badanmu, Untuk Indonesia Raya. Kita bisa membangun negeri ini jika kita punya jati diri bangsa oleh sebab itu kembali pada Preambul UUD 1945 dan berjuanglah untuk mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 ori .... Merdeka,,,.! (*)
Otoritas Fiskal Memperkirakan Arah Kebijakan Moneter: Salah Kaprah, Salah Fatal
Terbukti, perkiraan Menteri Keuangan meleset jauh. Suku bunga acuan BI sejauh ini sudah naik 1,75 persen, dan kemungkinan besar akan naik lagi sekitar 0,5 persen. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) AKHIR Juli 2022 yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencoba membuat perkiraan arah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Menteri Keuangan memperkirakan suku bunga acuan BI akan naik sekitar 100 basis poin l atau satu persen hingga akhir tahun 2022. Hal ini tentu saja tidak lazim. Karena, berdasarkan profesionalisme dan undang-undang, ada garis pemisah yang jelas antara tugas dari otoritas fiskal dan otoritas moneter yang independen. Perkiraan Menteri Keuangan mengenai kenaikan suku bunga acuan ini dapat diartikan sebagai intervensi atas wewenang BI, dan akan menyudutkan BI dalam menentukan arah kebijakan moneter dan suku bunga acuan. Perkiraan Menteri Keuangan tersebut lebih didominasi pada faktor kondisi fiskal dan neraca perdagangan yang membaik pada tahun ini, akibat kenaikan tajam harga komoditas. Tetapi, kebijakan moneter dan suku bunga acuan jauh lebih kompleks dari hanya sekedar kondisi fiskal. Pertama, kebijakan suku bunga acuan BI sangat tergantung dari tingkat inflasi. Selain itu, kedua, dan ini yang sangat penting, kebijakan suku bunga acuan BI sangat tergantung dari kebijakan Bank Sentral negara lainnya, khususnya Amerika Serikat, The Fed. Dalam hal ini, BI harus dapat memberi respons yang tepat atas kebijakan moneter The Fed. Kalau The Fed menaikkan suku bunga acuannya, maka BI juga wajib menpertimbangkan untuk menaikkan suku bunga acuannya. Kalau tidak, BI menghadapi risiko dolar kabur dan kurs rupiah anjlok, karena selisih suku bunga antara Amerika Serikat dan Indonesia menjadi kecil dan tidak menarik bagi investor asing. Dan, itu yang terjadi saat ini. Selisih suku bunga The Fed dengan suku bunga BI awalnya sekitar 3,5 persen, dan sekarang menjadi hanya 1,25 persen. Tidak heran dolar kabur dan kurs rupiah turun. Karena kebijakan suku bunga BI juga ditentukan oleh kebijakan suku bunga The Fed, maka BI tidak bisa memperkirakan berapa kenaikan suku bunga acuan dalam 6 bulan ke depan. Karena BI tidak bisa memperkirakan arah kebijakan the Fed, apalagi Menteri Keuangan. Maka itu, tidak lazim Bank Sentral mengumumkan perkiraan kenaikan suku bunga acuan. Selain tidak mungkin untuk alasan teknis maupun profesionalisme tersebut, pengumuman seperti ini akan dijadikan arah kebijakan strategis bagi banyak perusahaan, yang kalau tidak tepat maka bisa membawa malapetaka. Terbukti, perkiraan Menteri Keuangan meleset jauh. Suku bunga acuan BI sejauh ini sudah naik 1,75 persen, dan kemungkinan besar akan naik lagi sekitar 0,5 persen. Kalau ini terjadi, maka kenaikan suku bunga acuan BI menjadi dua kali lipat dari perkiraan Menteri Keuangan. Sangat bahaya. Sebelumnya, seperti dilansir Liputan6.com, Menkeu Sri Mulyani memprediksi Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin atau 1 persen di 2022. Kenaikan bunga acuan dilakukan secara bertahap. “BI rate kita masih 3,5 persen, kemungkinan akan mengalami kenaikan sekitar 100 basis poin tahun ini sampai akhir tahun,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (27/7/2022). Berbagai negara di dunia memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed tahun ini akan kembali menaikkan suku bunga dari yang saat ini sebesar 1,75 persen. Sampai akhir 2022, tingkat suku bunga di AS bisa mencapai 2,75 persen-4,5 persen. Proyeksi suku bunga seluruh dunia untuk fed fund akan naik dari 1,75 persen mencapai 2,75 persen-4,5 persen. Selain itu, kondisi US Treasurry tahun ini juga akan mengalami kenaikan 2 kali lipat dari yang saat ini sebesar 2,99 persen. Kenaikannya diperkirakan mencapai 200 bps. Begitu juga dengan Surat Utang Negara (SUN) di Indonesia diperkirakan juga akan mengalami kenaikan. “SUN 10 tahun juga akan mengalami kenaikan tapi kenaikannya hanya 0,300 bps,” kata Sri Mulyani. Untuk itu, Sri Mulyani menilai sulit jika BI tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen sampai akhir tahun. Sebab meski kondisi Indonesia relatif stabil, namun kondisi global justru sebaliknya. “Jadi kalau kita lihat Indonesia bisa mempertahankan level dari interest rate meskipun tentu saja dalam situasi sunia yang sedang berguncang,” kata Sri Mulyani. (*)
Muktamar Bermarwah
Oleh M Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan MUKTAMAR dengan agenda pokok pemilihan pemimpin puncak dari suatu organisasi biasanya rentan akan gesekan bahkan mungkin perpecahan. Polarisasi kerap terjadi sebagai efek dukung mendukung antara peserta muktamar. Tidak jarang kericuhan terjadi baik berkelahi maupun lempar lemparan kursi. Satu kursi diperebutkan, sepuluh kursi dilempar. Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo usai dengan penutupan ahad malam. Terpilih 13 anggota Pimpinan Pusat yang dipimpin oleh Prof Dr Haedar Nashir, M.Si sebagai Ketum dan Sekum Prof Dr Abdul Mu\'thi, M.Ed. Pemilihan bertingkat dari 92 calon menjadi 39 dan terakhir 13. Lalu 13 bermusyawarah menentukan Ketum dan Sekum yang ditetapkan atau diumumkan di Pleno Muktamar. Sistem pemilihan kolektif mampu mencegah dampak buruk polarisasi. Demikian juga Aisyiyah telah menyelesaikan Muktamarnya dan berhasil menetapkan 13 Pimpinan Pusat Aisyiyah dengan Ketua Umum DR Apt Salmah Orbayinah. Mekanisme pemilihan relatif sama dengan Muhammadiyah sehingga aman, tertib, cepat dan berkualitas. Muktamar dinilai sukses, meriah dan bermarwah. Tentu dengan antusias tinggi. Sebanyak 3 Juta penggembira menghadiri silaturahmi akbar Muhammadiyah Surakarta ini. Di arena sidang peserta Muktamar duduk tertib dan berjalan ke bilik suara untuk melakukan pemilihan dengan sistem e-voting yang aman, rahasia dan cepat. Tidak ada teriakan, interupsi, atau sejenisnya. Pola pemilihan seperti ini selayaknya menjadi teladan. Demokrasi berbasis \"Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan\". Penutupan bertema \"Muhammadiyah & Aisyiyah Kolaborasi Kultur dan Inovasi Berkemajuan Mencerahkan Semesta\". Spiritnya adalah kultur bangsa bersinergi dengan inovasi berkemajuan dalam rangka mencerahkan semesta. Kesemestaan adalah ruang luas dari misi Muhammadiyah sedangkan kultur harus dinamis dan fungsional untuk kemajuan umat bangsa dan negara. Sambutan Penutupan Wapres KH Ma\'ruf Amin menarik saat memberikan apresiasi terhadap konsepsi Islam berkemajuan Muhammadiyah dalam kaitan dengan semangat membangun negara Indonesia yang berkemajuan. Ia menegaskan pentingnya tajdid berbasis ijtihad untuk mengatasi berbagai persoalan kemasyarakatan dan kenegaraan. Muhammadiyah memiliki segala instrumen dan kelengkapan untuk membangun umat dan bangsa, ujarnya. Muktamar telah usai. inovasi berkemajuan untuk mencerahkan semesta menghasilkan Risalah Islam Berkemajuan dengan manhaj tauhid, Qur\'an Sunnah, ijtihad dan tajdid, washatiyah dan rahmah lil alamiin. Bermakna untuk menjawab isu-isu strategis keumatan, kebangsaan dan kemanusian universal. Islam sebagai fondasi dan harus menjadi solusi. Muktamar Muhammadiyah ke 48 yang diadakan pasca pandemi covid 19 memang dirasakan bermarwah dan dapat menjadi tauladan. Dilaksanakan di tengah iklim kehidupan sosial yang sarwa materi atau transaksional. Kemurnian agama yang tetap terjaga tanpa melepas aspek kolaborasi kultur dengan inovasi berkemajuan. Peserta penutupan Muktamar tersenyum saat KH Ma\'ruf Amin mengakhiri sambutan dengan kalimat \"nashrun minallahi wa fathun qarib\" kalam akhir khas Muhammadiyah. Lalu melanjutkan dengan \"wallahul muwafiq ilaa aqwamith thoriq\" khas NU. He he kolaborasi dalam rangka ukhuwah. Senafas dengan penggalan lirik theme song Muktamar : Di Solo jalin ukhuwah Muktamar satukan langkah Bersama majukan Indonesia Sampai jumpa pada Muktamar ke-49 Insya Allah. Solo, 21 Nopember 2022
Model Power System 1 Bermula Kuasa Adat (1)
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Ada tiga model sosial-politik managemen di Indomsia sejak IX M - XIX M: 1. KERAJAAN/KSULTANAN DIPIMPIN RAJA/SULTAN BERDASAR blood atau Dewan Sesepuh. Di kerajaan Sunda namanya Juru Prngambet. 2. ZONA ECON DIPIMPIN SYAHBANDAR atau DATO LABUHAN yang dipilih SAREKAT DAGANG atau pebisnis labuhan. 3. PERSEKUTUAN ADAT yang dipimpin kuasa/tetua adat BERDASAR kearifan dan pengetahuannya Tiga LEMBAGA ini berfungsi (1) PERTAHANKAN asset alami. PASUKAN ZONA ECON KUAT: Misal SUNDA KALAPA, LAMPUNG, PASURUAN, TUBAN, SAPARUA. Fungsi poeer system MEMBERI PELUANG CARI NAFKAH pada PENDUDUK native (3) SIAP PERANG. Berperang jika ada alasan yang shahih. Misal dipicu kasus sengketa tanah, mungkin ini perang adat. Diponegoro kuasa adat. Munculnya kuasa adat setelsh mulai datang migran Maya pada periode river basin community persisnya lebih dari 3000 tahun lalu. Datangnya orang luar merangsang lahirnya konsep pemilikan asset alami. Zona econ lahir abad IX M dengan makin banyaknya peredaran alat tukar. Zona econ dipimpin syahbandar. Kerajaan muncul pada XIII M. Kerajaan tidak boleh mengganggu wewenang kuasa adat dan syahbandar. Kerajaan Majapahit pernah diserang pasukan syahbandar zona econ Turban. (RSaidi)
Suara Kidung dari Langit: Kembalilah ke UUD 1945 Asli
Suara kidung makin jelas terdengar dari para leluhur berupa bait-bait bahwa akan ada bencana yang mengerikan. Akibat ulah anak bangsa yang merasa jumawa, tak lebih hanya iblis yang akan membawa bencana. Oleh: Yudhie Haryono dan Sutoyo Abadi, Tim Kajian Politik Merah Putih SAMBIL bersedekap, mulut komat-kamit berucap mantera panjang seperti sabda dewa langit: satu buntelan lontar memancar terang-benderang beraura memberi energi positif, ternyata sebuah kitab: manuskrip enigmatis. Setelah diinskripsi ternyata berisi kaidah dan wawasan yang berjumlah lima: berisi manuskrip metoda tentang pengetahuan rahasia untuk mewujudkan transformasi sebuah negara. Bagaimana bangsa harus menyesuaikan diri di arus alam semesta yang terus berubah. Agar selamat negara ini menempuh dan mengayuh selamat ini, dari gangguan kekuatan kapitalis, liberalis, individualis berwatak iblis. Ternyata inti manuskrip tersebut menjejer lima wawasan mondial dan semesta, berisikan pemahaman tentang alam raya dan peningkatan spiritual, kapital-sosial dan intelektual suatu masyarakat agar mencapai puncak-puncak kesadaran eko-antro-theocentris. Tersambung hubungan resiprokal antara alam raya, manusia dan Sang Pencipta. Keadilan Dalam daun lontar manuskrip ini dikenal dengan lima dasar statis, Ia inspirasi. Dan, wawasan pertamanya adalah wawasan keadilan. Inilah wawasan utama yang menjadi ultima. Ke dalam dan ke luar. Adil yang sosial. Keadilan secara bahasa adalah seimbang, lurus, konsisten. Antonimnya adalah zalim (berbuat jahat). Secara hukum, keadilan adalah ungkapan akan konsistensi atas dasar kebenaran dengan menjauhi setiap tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Adil artinya sama berat-sama ringan; tidak berat sebelah; netral atau; keputusan yang berpihak kepada kebenaran; berpegang pada kebenaran; tidak sewenang-wenang; efesien, cepat, tepat, benar dan pener. Adil dalam agama merupakan ungkapan dalam perkara pertengahan antara dua sisi (pelit dan boros). Siapa yang adil akan menjauhi segala bentuk dosa besar, tidak melakukan dosa kecil secara terus menerus dan selalu berfikir positif serta cenderung kepada kebaikan plus keselarasan dengan kemutlakan realisasi bagi seluruh tumpah darah, manusia dan alam Indonesia. Keadilanlah yang akan memastikan bertahan atau runtuhnya sebuah peradaban dan negara. Sebab, dalam keadilan dipastikan tak ada kemiskinan dan ketimpangan. Wawasan keadilan dengan demikian mengubur keculasan bin oligarki, pencurian bin konglomerasi, kejahiliyahan bin begundalisme. Kalian lupa , melupakan , dungu atau mendungukan diri, hatinya sekeras batu karena pengaruh iblis, matamu buta dan yelingamub tuli. Sampai tidak tahu dimana letak keadilan itu. Keadilan itu ada didalam buntelan daun lontar masih terbaca dengan jelas. Bak tulisan kidung sakral yang harus dijaga dan di amalkan sebagai amalan keselamatan bangsa dan negara. Kerakyatan Di daun lontar terbaca jelas bertuliskan wawasan yaitu wawasan kerakyatan. Ini tentu merupakan asas kebangkitan intelektual baru yang sedang berlangsung dalam budaya umat manusia sebagai alternatif dari feodalisme, wahyuisme, koncoisme, sukuisme, ras dan darah biru (klan). Artinya, kekuasaan publik harus disemai, dibuat, digerakkan dan ditradisikan oleh, dari dan untuk kita semua. Tidak pandang bulu. Tentu ini merupakan kesadaran profan yang dibawa oleh gerakan massa yang kritis dan terdiri dari individu-individu yang menjejaki kelangsungan intelektual, kesehatan spiritual dan menaburkan sosial-kapital, yakni sebuah praktik perjalanan yang di dalamnya mereka telah dituntun oleh peristiwa-peristiwa jenius dan ikhlas. Merekalah rakyat yang tertranformasi menjadi warga-bangsa dan berujung menjadi warga negara; bercitarasa warga dunia. Proses integral ini dipilih karena persatuan menjadi ontologi, hikmah menjadi epistemologi, kebijaksanaan menjadi aksiologi. Kerakyatan dalam keluasan yang selalu diperbaharui demi rakyat yang merdeka, mandiri, berdaulat, modern dan martabatif menjadi kinerja resiprokal yang hangat, menyenangkan dan berdimensi bahagia bersama. Kebersatuan Membuka gulungan ketiga dari daun lontar itu terbaca wawasan kebersatuan, bagi masyarakat plural, ini kunci. Sebuah negara tidak akan berwibawa jika tidak berisi warga jenius penemu solusi masa depan. Dan, sebuah kejeniusan tidak akan menggebrak dunia jika tidak melakukan revolusi. Revolusi hanya akan berhasil jika telah menemukan kata manteranya: bersatu kita teguh; bercerai runtuh. Inilah playmaker mantra suci dan sakral dalam tiga ranah: mental, nalar, konstitisional. Dalam kebersatuan, hal-hal ketololan tidak dibicarakan. Sebab ketololan identik dengan kejelekan. Dalam kebersatuan, perihal kepandaian selalu menjadi agenda pembicaraan. Sebab kepandaian identik dengan perbaikan. Ultima kebersatuan itu ada pada manusia-manusia jenius. Sebab kejeniusan identik dengan pencarian terobosan. Kejeniusan melewati peristiwa pendek dan ecek-ecek dengan menghadirkan gagasan-gagasan bernas. Dalam wawasan kebersatuan berlakulah hukum keberhasilan, “berbahagialah mereka yang menjadi merdeka dengan pikiran bersama, bersuka-ria dengan sekolah bersama, dan bermartabatif dengan negara keadilan serta berkurikulum dalam bangsa berkesejahteraan bersama.” Ini wawasan holupis kuntul baris. Sesuatu yang urgen tapi tercecer di antara sumur, dapur, kasur dan pupur. Keberadaban Terlihat jelas pada lembar berikutnya dalam daun lontar yaitu wawasan keberadaban. Tentu saja ini satu sinergitas atas sember-sumber purba, kini dan masa depan serta olah rasa, raga, cipta, karsa dan karya. Wawasan ini merupakan kemajuan kebersatuan dan gotong-royong lahir batin berdimensi pada sikap sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan kita semua. Kebangkitan wawasan ini mewakili penciptaan sebuah pandangan dunia baru dan lebih lengkap karena meruang mewaktu dalam semesta Indonesia yang raya. Peristiwa-peristiwa keburukan dan kerakusan akan berhenti karena kehadiran wawasan keberadaban yang multidimensi ini. Generasi baru akan lahir untuk mengatasi pemain lama berbaju baru dan pemain baru bermental lama. Wawasan keberadaban membukakan indra kita kepada tujuan hidup manusia yang sesungguhnya di atas muka bumi ini serta sifat nyata dari alam semesta plus kondisi riil negara yang kita pijak bersama. Keberadaban membentuk peradaban luhur yang berisi identitas terluas dari seluruh hasil budidaya manusia serta mencakup seluruh aspek kehidupan jeniusnya yang berdentum. Dengan beradab, kita melaksanakan peradaban. Dengan peradaban, kita ukir kemanusiaan yang waras dan welas asih. Ketuhanan Sampailah pada lembar kelima pada daun lontar yaitu wawasan yang khas bangsa timur: spiritualitas. Inilah wawasan ketuhanan. Inilah ontologi. Sebab agama itu epistemologi dan moral itu aksiologi. Satu wawasan yang sering disempitkan, dijual belikan dan disalahgunakan padahal maha luas. Saking luasnya bahkan air laut yang dijadikan tinta tak akan cukup untuk menuliskannya. Ketuhanan yang inklusif, yang membebaskan, memajukan, memuliakan keadilan dan persaudaraan adalah wawasan purba yang harus dikurikulumkan kembali saat kita lupa dan berkubang dosa. Inilah wawasan ketuhanan yang lapang dan toleran serta memberi semangat kegotong-royongan dalam seluruh ultima berwarga, bernegara, berbangsa, dan bersemesta. Warga dan bangsa ini sudah lama melepaskan diri dari sumber energi yang lebih besar: dengan mengkhianati ketuhanannya, membunuh nuraninya. Seringkali kita cenderung menjual murah, memanipulasi dan memaksa sesama untuk tunduk dan patuh. Ketika berhasil menguasai orang lain dengan cara tersebut, kita merasa lebih kuat, hebat, bangga dan serakah. Lahirlah perang berenergi fundamentalis yang sangat serakah. Padahal, keserakahan adalah penyebab dari semua konflik antarmanusia; antar negara; antar bangsa dan antar peradaban. Dan, wawasan kelima akan mengobati serta mencerahkannya jika diseduh dengan madu pikiran, ucapan dan tindakan kesahajaan. Kidung: Bencana Mengubah UUD 1945 Asli Ketika 5 (lima) sabda sakral itu sekarang diingkari, pasti akan datang bencana semua datang dari polah manusia berwajah iblis. Yang tugasnya menyerat manusia ke alam kegelapan. Suara kidung setiap malam terdengar suara senandung bersamaan semua makhluk kayangan menunduk tak berdaya, semua meneteskan air mata. Setelah mengetahui bahwa UUD 1945 di ganti dengan UUD 2002. Suara kidung setiap malam turun dari langit terus menerus memberi peringatan dari para leluhur yang kembali merintih berupa bait bait, bahwa akan ada bencana yang mengerikan. Akibat ulah anak bangsa yang merasa jumawa, tak lebih hanya iblis yang akan membawa bencana. Makin larut suara makin jelas terdengar sayup sayup sayup tangis memilukan, semua makhluk kayangan menunduk tak berdaya, semua meneteskan air mata. Setelah mengetahui bahwa UUD 1945 diganti dengan UUD 2002. Suara kidung makin jelas terdengar dari para leluhur berupa bait-bait bahwa akan ada bencana yang mengerikan. Akibat ulah anak bangsa yang merasa jumawa, tak lebih hanya iblis yang akan membawa bencana. Tanpa hidayah, perunjuk-Nya dan kebeningan hati tidak akan bisa mendengar suara kidung dari langit telah memberi tahu Kembalilah ke UUD 1945 Asli Itu Jalan Keselamatan Bangsa dan Negara Ini. (*)